• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Menikah adalah sebuah pilihan, kebebasan dalam memilih status hidup dan pasangan hidup adalah hak dasar setiap orang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN Menikah adalah sebuah pilihan, kebebasan dalam memilih status hidup dan pasangan hidup adalah hak dasar setiap orang."

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Menikah adalah sebuah pilihan, kebebasan dalam memilih status hidup dan pasangan hidup adalah hak dasar setiap orang. Kebanyakan wanita itu ingin menikah karena dasar cinta. Selain itu, dengan berkeluarga seorang wanita dapat menjalankan fungsinya sebagai istri dan pendamping hidup, pengatur rumah tangga, serta sebagai ibu dari anak-anaknya (Kartono, 1996). Adanya keinginan untuk menikah akan menjadi lebih kompleks apabila individu tersebut dihadapkan pada kenyataan bahwa pasangannya berbeda keyakinan dengan dirinya. (Moerika, 2008).

Di Indonesia, tidak ada undang-undang yang memperbolehkan pasangan nikah beda agama. Akibatnya, setiap pasangan harus menjadi pemeluk satu agama yang sama agar pernikahan mereka mendapat pengakuan yang sah di mata Negara. Pilihan untuk berpindah keyakinan, tentu memerlukan pertimbangan yang besar dalam pengambilan keputusan bagi individu tersebut. Hal itu dikarenakan selain melakukan pengambilan keputusan untuk menikah, individu tersebut juga melakukan pengambilan keputusan untuk melakukan konversi agama sesuai keyakinan pasangan untuk menikah (Moerika, 2008).

Fenomena konversi agama dalam pernikahan menjadi hal yang menarik untuk dicermati lebih lanjut karena masalah masuk atau pindah agama menyangkut perubahan batin yang mendasar dari orang atau kelompok yang bersangkutan. Realita yang ada

(2)

menunjukkan bahwa ada sebagian orang yang tetap mempertahankan agamanya dan mencari pasangan yang seagama dengannya, namun ada juga yang bersedia melakukan konversi agama demi untuk suatu pernikahan (Dwisapti & Jenny, 2008).

Dengan adanya konversi agama akan membuat seluruh kehidupan seseorang berubah selama-lamanya, karena pada dasarnya konversi agama merupakan perubahan mendasar dan penataan ulang identitas diri, makna hidup juga aktivitas seseorang (Jalaluddin, 2001 dalam Dwisaptani, 2008). Ketika seseorang melakukan konversi agama, maka individu diharapkan bisa meninggalkan sebagian atau bahkan seluruh nilai, keyakinan, dari sistem nilai dan aturan yang lama. Di saat yang sama, individu diharapkan mampu mengetahui tata nilai, sistem perilaku dari agama yang baru dianut, sekaligus menyesuaikan diri, melakukan aktivitas dan pola perilaku yang sesuai.

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dwisaptani & Jenny (2008), mereka berfokus pada individu yang melakukan konversi ke agama Islam. Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Moerika (2008) yang melibatkan tiga partisipan dengan jenis kelamin yang berbeda dan konversi agama yang dilakukan berbeda-beda pula. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk memahami konversi secara beragam dalam arti tidak berfokus pada satu aliran agama saja tetapi dalam beberapa aliran agama seperti Hindu, Budha, Kristen dan Islam dan difokuskan pada istri yang melakukan konversi dalam

(3)

pernikahan. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pengambilan keputusan istri yang melakukan konversi agama dalam pernikahan.

Selanjutnya, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka mengenai perkawinan, pengambilan keputusan dan konversi agama. Kemudian akan dilanjutkan dengan paparan hasil penelitian terhadap empat partisipan penelitian serta kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini dan saran yang diberikan bagi penelitian selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA Perkawinan

Menurut Ensiklopedia Indonesia (t.t) perkataan perkawinan = nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1976) kawin = perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri; nikah; perkawinan = pernikahan.

Pernikahan biasanya digambarkan sebagai bersatunya dua individu, tetapi pada kenyataannya adalah persatuan dua sistem keluarga secara keseluruhan dan pembangunan sebuah sistem ketiga yang baru (Santrock, 2002).

Ketika agama dikaitkan dengan perkawinan, maka agama yang dianut oleh masing-masing anggota pasangan akan memberikan tuntunan atau bimbingan bagaimana bertindak secara baik. Ketika seseorang menjalin hubungan beda agama, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan secara matang sebagai akibat dari perbedaan agama yaitu adanya tekanan dari pihak keluarga,

(4)

lembaga agama, karena adanya penyimpangan dari keadaan yang biasa. Oleh karena itu, ketika hubungan mereka berlanjut ke tahap pernikahan, jalan terbaiknya adalah apabila salah satu pihak mengalah dan menyetujui agama pihak lain. Namun mengubah kepercayaan bukanlah suatu hal yang mudah, karena tidak hanya melibatkan individu dan pasangannya itu sendiri, tetapi juga melibatkan keluarga, lingkungan sosial, dan yang terpenting hubungannya dengan Tuhan (Moerika, 2008).

Pengambilan Keputusan

Menurut Ranyard (1997) proses pengambilan keputusan adalah proses yang memakan waktu yang lama dan melibatkan pencarian informasi, penilaian pertimbangan yang diikuti dengan proses penyesuaian diri terhadap dampak dari keputusan tersebut, dan pemahaman terhadap tujuan serta nilai-nilai yang mendasari keputusan tersebut (Moerika, 2008).

Dalam proses pengambilan keputusan, seorang individu akan mengalami suatu krisis atau konflik dalam dirinya berupa perasaan bersalah, gelisah, panik, putus asa, ragu, dan bimbang. Keraguan ini dapat muncul akibat krisis atau ketidaksesuaian antara keadaan hidup yang terjadi dengan keyakinan yang dipegang, apa yang diinginkan atau diharapkan, dan apa yang akan terjadi. Oleh karena itu, stres dan ketegangan yang berkaitan dengan religiusitas seseorang (Exline, dalam Paloutzian, 1999) dapat berkontribusi dalam proses perubahan.

(5)

Janis (1997, dalam Rumekso 1998) merumuskan lima tahap yang harus dilalui untuk mencapai suatu keputusan yang stabil. Kelima tahap tersebut adalah sebagai berikut:

a. Mengenali tantangan

Adanya pengenalan masalah atau tantangan dengan baik untuk mencegah resiko

b. Mencari alternatif

Individu mengumpulkan informasi dan mencari informasi tambahan dari orang-orang di sekitarnya untuk memperoleh berbagai pilihan yang dapat mengatasi situasi dan kendala yang dihadapi.

c. Mempertimbangkan alternatif

Individu akan melakukan proses pencarian dan evaluasi terhadap berbagai alternatif yang ada serta berfokus pada pro dan kontra untuk memilih alternatif yang dianggap terbaik. d. Mempertimbangkan komitmen

Individu memberitahu orang-orang terdekatnya untuk mendapat dukungan, masukan, atau kritik terhadap pilihannya. e. Menjalani keputusan walaupun ada umpan balik negatif

Individu bersiap terbuka dan kritis terhadap umpan balik negatif dan tetap melaksanakan keputusannya.

Ada lima aspek yang yang berperan dalam pengambilan keputusan. Kemdal dan Montgomery (Ranyard dkk, 1997 dalam Moerika, 2008) mengkategorikan lima aspek tersebut sebagai preferences, berkaitan dengan keinginan, harapan dan tujuan

(6)

yang bervariasi pada setiap individu. Beliefs, mengarah pada konsekuensi dari keputusan yang diambil, emotions, mengarah pada moods dan reaksi negatif atau positif terhadap situasi, orang lain, dan alternatif-alternatif yang berbeda. Actions, merupakan interaksi individu dengan lingkungan dalam pencarian informasi, berdiskusi dengan orang lain, membuat rencana, dan membuat komitmen, sedangkan circumstances melibatkan semua hal di luar kontrol individu, seperti peristiwa eksternal, lingkungan, dan pengaruh dari orang lain.

Konversi Agama

Konversi dapat dipahami sebagai perubahan atau peralihan agama; dari agama yang satu ke agama yang lain, atau dari sistem keyakinan yang lama ke sistem keyakinan yang baru. Perubahan dalam agama atau sistem keyakinan tersebut meliputi tata perilaku, perasaan, dan sikap yang kemudian membentuk pola pandangan baru, sesuai dengan pengalaman hidup yang pernah dialami dalam situasi dan kondisi lingkungan sosial yang selalu dihadapinya setiap hari (Rumekso, 1998).

Selain itu, jika di tinjau dari perspektif sosiologis, konversi agama biasanya dipandang sebagai perjalanan atau proses bertahap yang dipengaruhi oleh pengaruh sosial dan budaya (Zinnbauer & Pargament, 1998 dalam Lee, 2008).

Konversi agama dapat dibedakan melalui tipe yang dialami oleh setiap individu. Tipe Sudden conversion merupakan

(7)

perpindahan agama yang terjadi secara sekaligus dan melalui proses yang singkat, sedangkan tipe gradual conversion adalah proses perkembangan belief secara bertahap yang melalui periode waktu berkisar dari beberapa hari, bulan bahkan tahun. Perubahan yang terjadi adalah dari menolak menjadi menerima doktrin-doktrin yang baru. Selain itu, individu tidak menyadari bahwa dirinya telah mengalami suatu perpindahan agama dalam perkembangannya dari masa kanak-kanak. Tipe ini disebut sebagai tipe Religious Socialization (Paloutzian, 1996 dalam Tunggal, 2005).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi agama. Jalaluddin (2008) mengemukakan bahwa faktor keluarga yang berlainan agama, lingkungan tempat tinggal yang tidak mendukung, perubahan status secara mendadak karena menikah dengan orang yang berlainan agama, serta kecenderungan masyarakat miskin untuk memeluk agama yang menjanjikan terpenuhinya kebutuhan yang mendesak akan sandang dan pangan.

METODOLOGI PENELITIAN

Agar tujuan penelitian tersebut dapat tercapai, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, karena penelitian ini bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus

(8)

yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2005). Penelitian pada konteks alamiah juga lebih memfokuskan pada variasi pengalaman dari individu-individu yang berbeda (Patton, 1990 dalam Poerwandari, 2005). Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara dengan pedoman umum dimana peneliti membuat pedoman wawancara yang digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas atau ditanyakan. Partisipan dalam penenlitian ini terdiri dari empat orang (RD, EL, DN, dan DS-inisial) yang melakukan konversi agama dalam pernikahan dengan jangka waktu maksimal lima tahun.

Peneliti melakukan triangulasi data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang diperoleh dari partisipan (Patton, 1987 dalam Moleong, 2005). Triangulasi data dilakukan dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, serta membandingkan hasil wawancara partisipan dengan hasil wawancara kepada pasangannya. Setelah semua data terkumpul, peneliti kemudian melakukan analisis data kualitatif dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain.

(9)

PEMBAHASAN Latar Belakang Partisipan

RD (26 tahun) yang bersuku bangsa Jawa, adalah anak pertama dari dua bersaudara. Sejak kecil ia menganut agama Islam, namun pendidikan agama dalam keluarga kurang menjadi perhatian sehingga saat ia beranjak remaja dan pergi merantau jauh dari orang tua, membuatnya kadang mengabaikan kewajibannya sebagai umat muslim.

RD dan pasangan berpacaran selama hampir dua tahun, kemudian di tahun 2006 mereka menikah dan RD pun menganut agama baru, yaitu agama Hindu. Saat ini, ia tinggal di asrama militer (AD) bersama suami dan dua orang anaknya yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.

EL (28 tahun) yang bersuku bangsa Tionghoa, merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ia berasal dari keluarga Kristen dan Budha. Keluarga dari pihak ayahnya sebagian besar sudah menganut agama Kristen, sedangkan keluarga dari pihak ibunya sebagian besar masih menganut agama Budha. Sejak kecil ia sering mengikuti tradisi oma dan opanya secara adat tionghoa untuk melakukan ritual pada saat memperingati hari raya tertentu. Setelah menikah, ia tinggal bersama suami dan keluarga suaminya. Saat ini, ia tetap meyakini agama Kristen, tetapi di KTPnya tertulis agama Budha. Suami EL menganut agama Budha.

(10)

EL melakukan konversi agama agar dapat menikah dengan pasangannya. Selain itu, karena faktor usia yang memang sudah seharusnya menikah akhirnya membuat EL memutuskan untuk menikah dan melakukan konversi agama. Sejak awal, EL dan pasangan sudah sepakat untuk bisa saling menghargai agama mereka masing-masing. Ketika ada acara di klenteng ataupun di gereja mereka bisa sama-sama saling terlibat di dalamnya. Meskipun ia sudah mengubah identitasnya menjadi Budha, hatinya tetap meyakini agama Kristen sebagai landasan dalam hidupnya. Keyakinan ini yang membuatnya harus membagi waktunya untuk ke gereja dan ke klenteng.

DN (30 tahun), yang bersuku bangsa Jawa, adalah anak pertama dari dua bersaudara. Ia tinggal bersama suami dan anak perempuannya di asrama militer (AD). Ia mengakui bahwa sejak kecil pendidikan agama dalam keluarganya sangat kurang, untuk ke gereja pun mereka jarang karena lokasi gereja yang cukup jauh dari rumah. Sehingga setelah dewasa dan hidup jauh dari orang tua, rutinitas keagamaan pun tidak lagi ia jalankan, misalnya ke gereja ataupun berdoa secara pribadi kepada Tuhan.

DN berpacaran dengan pasangannya hampir dua tahun lamanya, hanya saja dalam waktu satu tahun setengah mereka menjalin hubungan jarak jauh karena pasangan sedang menjalani tugas di luar pulau. Setelah kembali dari tugas, akhirnya mereka menikah dan ia pun menganut agama Islam.

(11)

DS (30), yang bersuku bangsa Jawa, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Salah satu adiknya berjenis kelamin laki-laki. Sejak kecil ia hidup dengan keyakinan agama Islam yang sangat kuat, karena latar belakang keluarganya sangat kuat dalam mendalami agama Islam. Meskipun demikian, ia sudah banyak tahu tentang agama Kristen, karena ia mendengar cerita dari kakeknya yang beragama Kristen dan juga ibunya yang dulunya menganut agama Kristen sebelum akhirnya konversi ke agama Islam. Selain itu, ia juga menempuh studi di yayasan Kristen sehingga pengetahuan mengenai agama Kristen sudah cukup banyak ia ketahui.

Saat ini, ia tinggal di asrama militer (AD) bersama suami dan putrinya. Namun, lokasi rumah orang tua DS dengan asrama cukup mudah untuk dijangkau sehingga pada saat DS dan suami bekerja, putrinya dititipkan di rumah orang tuanya.

Proses pertimbangan konversi

Keempat partisipan (RD, EL, DN dan DS) menganggap bahwa semua agama itu adalah sama. Namun, ketika hubungan beda agama yang mereka jalani menjadi semakin serius dan mengarah kepada pernikahan, perbedaan agama mulai dirasakan sebagai kendala bagi mereka untuk merealisasikan harapannya tersebut. Menurut Janiss dan Mann (1977 dalam Rumekso, 1998), tahap ini disebut sebagai tahap pengenalan masalah, dimana seseorang

(12)

mulai menyadari adanya kesenjangan antara situasi yang diharapkan dan situasi riil nya.

Setelah memahami masalah yang dihadapi, seseorang akan melakukan tindakan untuk memperoleh informasi tentang berbagai pilihan yang dapat mengatasi situasi dan kendala yang dihadapi serta mencari informasi tambahan dan masukan dari orang-orang di sekitarnya (Janiss dan Mann, 1997 dalam Rumekso, 1998). Seperti yang terjadi pada partisipan keempat, ia berusaha mencari solusi untuk mengatasi masalah perbedaan agama yang terjadi dalam hubungannya dengan pasangan. Harapan yang besar untuk bisa selalu bersama dengan pasangannya membuat partisipan keempat mencari informasi tentang pernikahan beda agama. Berbeda dengan ketiga partisipan lainnya, mereka mengaku bahwa tidak ada solusi lain yang terpikirkan oleh mereka selain mengubah keyakinan. Bagi mereka, mengubah keyakinan adalah solusi yang terbaik bagi hubungan mereka kedepannya.

Ketika akan memutuskan untuk melakukan konversi agama, Partisipan ketiga, merasa tidak ada masalah ketika ia harus mengubah keyakinannya dari agama Katolik ke agama Islam. Bagi partisipan pertama, meskipun ia butuh waktu untuk berpikir, namun ia pun akhirnya bersedia untuk melakukan konversi agama. Partisipan kedua, sempat merasa bimbang dan berat hati untuk meninggalkan agama Kristen. Ia juga merasa bahwa ia mengkhianati agamanya ketika ia beralih ke agama lain.

(13)

Sedangkan pada partisipan keempat, muncul perasaan ragu, bimbang dan takut akan konsekuensi yang akan ia terima nantinya setelah ia beralih ke agama Kristen.

Saat melakukan proses pertimbangan, keempat partisipan mengkomunikasikan masalahnya tersebut kepada orang-orang terdekatnya. Misalnya pada partisipan pertama dan ketiga, keduanya berbagi cerita dengan keluarganya mengenai keputusan tersebut. Bagi partisipan kedua, pasangan dianggap sebagai orang yang tepat untuk diajak bercerita. Sedangkan pada partisipan keempat, ibu dan tantenya yang beragama Kristen sebagai teman yang tepat untuk diajak berbagi.

Pengaruh keluarga dan pasangan terhadap konversi

Pada keempat partisipan dalam penelitian ini, faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi agama adalah faktor dari luar dirinya, dimana terjadi perubahan status karena menikah dengan pasangan yang berbeda agama. Sejalan dengan hal tersebut, Kemdal dan Montgomery (Ranyard, Crozier dan Svenson, 1997 dalam Moerika, 2008) mengemukakan bahwa keinginan, harapan dan tujuan yang sama untuk bisa tetap bersama pasangannya sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan keempat partisipan untuk melakukan konversi agama, faktor ini biasa disebut dengan preferences. Selain itu, ada faktor lain yang ikut berpengaruh dalam keputusan yang mereka ambil, yaitu adanya pengaruh dari orang lain atau yang biasa disebut dengan

(14)

circumstances, sehingga keputusan untuk konversi agama pun dilakukan. Dalam hal ini, keempat partisipan merasakan adanya keterlibatan atau pengaruh dari keluarga maupun pasangannya. Pada partisipan pertama (RD), pengaruh terbesar yang membuatnya berpindah dari agama Islam menjadi Hindu adalah karena adat istiadat dari pasangannya yang tidak memperbolehkan anak laki-laki keluar dari agamanya karena akan kehilangan hak waris dalam keluarga. Bagi partisipan kedua, karena mengingat usianya dan pasangan yang sudah cukup dewasa untuk menikah sehingga tidak perlu waktu yang panjang untuk mengambil keputusan tersebut. Demikian pula pada partisipan ketiga, tidak perlu waktu yang lama dalam mengambil keputusan karena keluarga sama sekali tidak mempermasalahkan dirinya ketika mengutarakan keinginannya untuk menikah dengan pasangan yang berbeda agama dengannya. Dan bagi partisipan keempat, pribadi pasangan yang sangat sempurna baginya dan mampu membuatnya menjadi lebih baik, pada akhirnya membuat partisipan memutuskan untuk melakukan konversi agama.

Latar belakang keluarga juga memberi pengaruh terhadap partisipan dalam membuat keputusan untuk melakukan konversi agama. Partisipan kedua dan ketiga, berasal dari latar belakang keluarga yang sama, dimana terdapat keragaman agama yang dianut dalam keluarga. Sehingga, ketika masalah perbedaan agama itu muncul, mereka menanggapi hal tersebut bukan

(15)

sebagai kendala tetapi sebagai suatu konsekuensi yang memang harus diterima ketika akan menikah dengan seseorang yang memiliki keyakinan yang berbeda dengannya.

Tipe konversi

Tipe konversi yang dilakukan oleh keempat partisipan, menurut Rambo (1993) adalah tipe konversi yang disebut dengan tradition transtition. Tipe konversi yang dimaksud di sini adalah perpindahan seseorang dari salah satu tradisi agama ke tradisi yang lain yang diakui oleh negara. Perpindahan dengan tipe konversi ini merupakan perpindahan yang mencakup tata cara, ritual, dan cara hidup seseorang. Dengan perpindahan agama tersebut, tentu akan mempengaruhi diri keempat partisipan dalam melakukan aktivitas keagamaan ke depannya. Hal ini terlihat selama proses penyesuaian dalam menjalani agama yang baru. Ternyata penyesuaian tersebut tidak mudah untuk dilakukan oleh keempat partisipan karena keterbatasan pengetahuan dan pemahaman tentang agama yang baru saja dianutnya.

Selain itu, jika ditinjau dari tipe konversi menurut Paloutzian (1996), tipe konversi yang dilakukan oleh keempat partisipan adalah tipe konversi yang disebut dengan gradual conversion. Tipe konversi ini adalah proses perkembangan keyakinan (belief) yang melalui periode waktu tertentu. Rentang waktu berkisar dari beberapa hari, bulan bahkan tahun. Diperlukan waktu yang berbeda-beda bagi tiap partisipan untuk merealisasikan

(16)

keinginannya untuk konversi agama. Bagi ketiga partisipan, tidak butuh waktu lama untuk bisa merealisasikan keinginannya itu. Hanya sekitar satu bulan setelah diminta untuk konversi agama, mereka sudah melakukan proses konversi agama sesuai dengan agama yang mereka tuju. Mereka pun bisa segera menerima dan menjalankan agama mereka yang baru. Berbeda dengan partisipan keempat, jika dibandingkan dengan ketiga partisipan lainnya, terlihat bahwa partisipan keempat yang paling lama memerlukan waktu untuk bisa merealisasikan keinginannya tersebut. Proses pengambilan keputusan yang dialami oleh partisipan keempat, melibatkan pencarian informasi, penilaian pertimbangan yang diikuti dengan proses penyesuaian diri terhadap dampak dari keputusan tersebut, dan pemahaman terhadap tujuan serta nilai-nilai yang mendasari keputusan tersebut, sebagaimana dikatakan oleh Ranyard (1997, dalam Moerika, 2008).

Selama menjalani pernikahan sekitar empat tahun, selama tiga tahun pertama pernikahannya dengan suami, partisipan keempat masih belum bisa menerima keyakinannya yang baru, yaitu agama Kristen. Ia mengaku bahwa setelah memutuskan untuk beralih agama, muncul konflik dalam dirinya. Ia merasa sedih karena menurut keyakinan Islam, ia tidak akan bertemu dengan saudara dan orang tuanya di akherat nanti. Ia juga merasa durhaka terhadap orang tua, dan berdosa karena telah meninggalkan agama yang sudah ia yakini selama dua puluh

(17)

enam tahun demi suatu pernikahan, namun di sisi lain ia merasa bahagia karena telah menemukan pasangan yang tepat bagi hidupnya. Hal yang dialami oleh partisipan keempat, sebagaimana yang dikatakan oleh Darajat (2003, dalam Rumekso, 1998) merupakan masa ketidaktenangan dimana agama telah mempengaruhi batin individu, bisa dikarenakan adanya krisis, konflik, musibah, dan perasaan berdosa yang dialami.

Berdasarkan uraian sebelumnya pada latar belakang partisipan, terlihat bahwa konversi agama yang dilakukan oleh EL berbeda dengan konversi agama yang dilakukan oleh RD, DN dan DS. Proses konversi yang dialami oleh EL hanya sebatas identitas. Ia tidak mengalami konversi yang sebenarnya, karena tidak beralih keyakinan terhadap ajaran agamanya (Jalaluddin, 2001 dalam Dwisaptani 2008). Meskipun ia belajar dan melaksanakan tata cara ibadah dalam agama Budha, namun keyakinannya tetap pada agama Kristen.

Upaya yang dilakukan untuk memahami agama baru

Upaya yang dilakukan oleh keempat partisipan untuk bisa memahami agama baru, berbeda-beda pada setiap partisipan. Partisipan pertama bertanya pada suami dan mertuanya tentang tata cara dan tradisi dalam agama Hindu. Selain itu, partisipan juga berusaha mempelajari agama Hindu dengan membaca buku. Partisipan ketiga, berusaha memahami agama Islam dengan

(18)

bertanya pada suami dan seringkali belajar bersama anaknya setelah mengikuti pengajian di TPA. Partisipan keempat, berusaha memahami sendiri mengenai agama Kristen melalui internet dan juga sharing dengan ibunya yang dulunya beragama Kristen sebelum konversi ke Islam. Selain itu, ia juga sering mengikuti acara di salah satu saluran televisi khusus rohani.

Dalam menyesuaikan diri dengan tata cara dan ritual dalam agama yang baru, keempat partisipan mengaku bahwa memang diperlukan proses panjang untuk bisa melakukannya dengan baik dan sempurna, proses yang dilaluinya pun secara bertahap. Hal ini disebabkan karena minimnya pengetahuan mereka terhadap agama baru yang dianutnya setelah melakukan konversi agama. Selain itu, faktor lingkungan dan hal-hal lainnya pun sangat mempengaruhi sikap mereka dalam menjalankan agama mereka yang baru. Seperti yang terjadi pada partisipan pertama, karena lingkungan di sekitar tempat tinggalnya mayoritas beragama muslim dan komunitas Hindu letaknya agak jauh dari tempat tinggalnya, membuatnya tidak bisa dengan mudah untuk menguasai tata cara dan ritual yang dilakukan dalam agama Hindu. Selain itu, sejak kehadiran anak keduanya, partisipan bersama suami tidak pernah melakukan ibadah yang biasanya rutin dilakukan sehari-hari. Bahkan untuk beribadah secara pribadi pun jarang mereka lakukan. Pada partisipan ketiga pun demikian, karena suami jarang melakukan ibadah, maka partisipan merasa tidak ada dukungan untuk melakukan ibadah

(19)

yang rutin dilakukan sehari-hari. Selain itu, kesibukan juga mempengaruhinya dalam menjalankan kewajibannya untuk beribadah.

Perubahan personal lainnya setelah konversi

Setelah melakukan konversi agama, keempat partisipan menerima dan menjalani kehidupannya yang baru dengan agamanya masing-masing mengaku tidak pernah merasa kecewa. Namun, partisipan pertama masih selalu mendambakan kehidupan keluarga yang bahagia yang sampai sat ini belum terwujud. Partisipan kedua merasa ada yang berubah dengan dirinya. Stereotip tentang Budha itu berubah dan ia pun menikmati keputusannya saat ini. Namun, sering kali ia merasa kelelahan karena harus membagi waktu untuk mengikuti kegiatan di vihara dan di gereja. Hal ini disebabkan karena partisipan masih tetap meyakini agama Kristen meskipun secara identitas sebagai penganut agama Budha. Bagi partisipan ketiga, setelah dirinya memutuskan untuk menganut agama Islam, partisipan merasa bertanggung jawab untuk bisa menjalankan agamanya dengan baik. Pada partisipan keempat, setelah menganut agama Kristen banyak perubahan yang terjadi dalam hidupnya, baik sifat maupun perilakunya sehari-hari. Oleh Paloutzian (1999) perubahan yang terjadi pada orang yang melakukan konversi adalah ekspresi mereka terhadap agama barunya yang

(20)

mencerminkan bagaimana agama yang baru tersebut berarti baginya.

Peran pasangan selama masa konversi dirasakan oleh semua partisipan, mulai dari proses pertimbangan untuk melakukan konversi sampai pada penyesuaian diri dalam menjalankan agama yang baru. Selain pasangan, anak juga ikut berperan dalam proses pemahaman dalam menjalankan agama baru. Hal ini dirasakan oleh partisipan ketiga (DN) dan partisipan keempat.

Pengaruh agama sebelumnya setelah konversi

Setelah menjalani kehidupan yang baru, pengaruh agama sebelumnya masih dirasakan oleh keempat partisipan. Pada partisipan pertama, ketika adzan berkumandang muncul perasaan bahwa partisipan pernah melakukan ibadah secara Islam. Pada saat hari lebaran tiba, partisipan pun ikut merasakan suasana yang terjadi saat itu. Demikian pula yang dirasakan oleh partisipan keempat, namun perasaan yang dirasakan oleh partisipan keempat lebih dalam. Partisipan merasa tertekan, sedih, bimbang, dan sakit hati karena ia merasa masih sulit untuk meninggalkan agama Islam. Meskipun saat ini sudah mendalami agama Kristen, partisipan keempat masih tetap menerapkan ajaran agama Islam, yaitu memberi zakat bagi orang-orang yang tidak mampu pada saat hari raya lebaran ataupun di hari-hari raya lainnya. Kadang juga partisipan masih sering mengucapkan kata ‘astafirullah, dan bismillah’. Partisipan ketiga, merasa bahwa agama Katolik

(21)

membuatnya merasa lebih bersukacita, apapun yang ia lakukan tidak pernah menjadi beban baginya bahkan ia dengan senang hati memberi bantuan kepada anggota jemaat yang memang membutuhkan bantuan.

Ketika ingatan tentang agama sebelumnya dirasakan, ada upaya yang dilakukan agar partisipan tidak terlarut dalam kesedihan yang dialami. Partisipan keempat berusaha menenangkan dirinya dengan mendengarkan lagu-lagu rohani atau mengikuti acara rohani di siaran televisi khusus rohani. Dengan begitu, ia bisa merasa lebih baik. Hal yang sama pun dilakukan oleh partisipan kedua. Ketika sedang mengalami suatu masalah dengan pasangannya ataupun dengan dirinya sendiri, partisipan kedua datang kepada Tuhan dengan berdoa secara kristiani ataupun mendengarkan lagu-lagu rohani dari handphonenya.

Keempat partisipan mengaku bahwa mereka tidak pernah berpikir untuk kembali ke agama mereka sebelumnya. Meskipun sedang mengalami suatu masalah, mereka tidak akan sampai memutuskan untuk kembali ke agama sebelumnya. Bagi partisipan kedua, meskipun ia telah menganut agama Budha dan tetap meyakini agama Kristen, ia tidak pernah berpikir untuk merubah kembali identitasnya sebagai seorang nasrani. Demikian pula dengan partisipan keempat, ia merasa bahwa banyak hal yang sudah terjadi dalam hidupnya sehingga ia semakin yakin dengan keputusannya untuk menjalani agama Kristen.

(22)

KESIMPULAN DAN SARAN

Secara umum, pernikahan sebagai alasan utama bagi keempat partisipan dalam melakukan konversi agama. Namun, ada beberapa hal lain yang dapat disimpulkan dari proses pengambilan keputusan istri yang melakukan konversi agama dalam pernikahan. Pertama, saat partisipan diperhadapkan dengan masalah perbedaan agama dalam hubungannya dengan pasangan, keempat partisipan memikirkan solusi agar masalah perbedaan tersebut dapat diatasi. Ketiga partisipan menganggap bahwa konversi adalah solusi terbaik demi kelangsungan hubungan mereka. Sedangkan pada partisipan keempat, sempat berpikir untuk menikah beda agama, namun karena kendala itu datang dari suami, maka ia pun berpikir untuk melakukan konversi agama.

Kedua, selama proses pertimbangan, ketidaksetujuan dari pihak keluarga terhadap keputusan partisipan untuk melakukan konversi agama dirasakan oleh ketiga partisipan. Namun reaksi dari pihak yang tidak setuju dengan keputusan mereka berbeda-beda. Partisipan pertama, diminta untuk mempertimbangkan kembali keputusannya, bahkan orang tua sempat meminta pasangannya yang beralih agama. Partisipan kedua, mengalami pro-kontra dalam keluarganya. Sedangkan partisipan keempat mengalami pertentangan yang keras dari keluarga besarnya, bahkan hubungannya dengan pasangan sempat dipisahkan.

(23)

Ketiga, tidak semua partisipan mengalami konflik selama proses konversi agama. Hanya pada partisipan kedua dan keempat yang mengalami konflik internal. Konflik yang dialaminya antara lain, adanya pertentangan batin, konflik dengan keluarga, kesulitan dalam melamar pekerjaan. Sementara itu, penyesuaian terhadap agama baru pun ternyata tidak mudah untuk dilakukan oleh keempat partisipan. Karena minimnya pengetahuan terhadap agama baru itu, maka keempat partisipan memerlukan waktu untuk memahami agama tersebut secara bertahap. Lingkungan pun sangat berpengaruh terhadap perkembangan keyakinan mereka terhadap agama baru. Hal ini dirasakan oleh partisipan pertama dan ketiga. Pengaruh tersebut berasal dari suami yang tidak rutin menjalankan ibadah, lingkungan yang tidak aktif dalam keagamaan serta jauhnya lokasi tempat komunitasnnya itu berada.

Keempat, agama lama masih dirasakan dan berpengaruh bagi keempat partisipan. Meskipun demikian, keempat partisipan mengaku bahwa mereka tidak pernah berpikir untuk kembali ke agama mereka sebelumnya meskipun sedang mengalami suatu masalah, baik dengan pasangan, keluarga, maupun dengan dirinya sendiri.

Pada partisipan keempat, setelah menganut agama Kristen banyak perubahan yang terjadi dalam hidupnya, baik sifat maupun perilakunya sehari-hari. Oleh Paloutzian (1999) perubahan yang terjadi pada orang yang melakukan konversi

(24)

adalah ekspresi mereka terhadap agama barunya yang mencerminkan bagaimana agama yang baru tersebut berarti baginya.

Dalam penelitian ini, peneliti hanya berfokus pada proses pengambilan keputusan untuk melakukan konversi agama demi suatu pernikahan dengan melihat pengaruh konversi agama terhadap istri dan keluarga. Masih banyak hal yang perlu dipahami lebih lanjut mengenai konversi agama. Misalnya, melihat dari segi relasi antara individu dengan keluarga dan pasangannya setelah menganut agama yang baru, latar belakang budaya dan status sosial ekonomi juga perlu menjadi perhatian karena dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lee (2008) mengenai konversi perempuan Amerika-Afrika, menyatakan bahwa pengaruh budaya dan gender adalah signifikan dengan pengalaman konversi. Oleh karena itu, bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk lebih mendalami kehidupan partisipan yang melakukan konversi agama dengan melihat dari berbagai aspek yang belum sempat didalami oleh peneliti dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Dwisaptani, R., & Jenny L. S. (2008). Konversi agama dalam kehidupan pernikahan. Humaniora, 20, 3, 327-329. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/20308327339.pdf. Diakses Oktober 2008.

(25)

Kartono, K. (1996). Psikologi wanita: Wanita sebagai ibu dan nenek. Jilid 2. Bandung: Alumni.

Lee, P. C. (2008). Christian Conversion Stories of African American Women: A Qualitative Analysis. Journal of Psychology and Christianity, 27, 3, 238-252.

Moerika, M. (2008). Proses pengambilan keputusan pada individu dewasa muda yang melakukan konversi agama karena pernikahan. Skripsi yang tidak dipublikasikan, Universitas Indonesia, Jakarta.

http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id =122363. Diakses 2008.

Moleong, L. J. (2005). Metodologi penelitian kualitatif. Edisi revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Paloutzian, R. F., Crystal L. P. (ed). (2005). Religious conversion and spiritual transformation: A meaning-system analysis. Handbook of the psychology of religion and spirituality, 331-344. New York London: The Guilford Press.

Poerwandari, E. K. (2005). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia, (Edisi ketiga). Jakarta: LPSP3.

Rambo, L. R. (1993). Understanding religious conversion. Yale University Press.

Rumekso, A. W. (1998). Konversi jemaat GKJ Kutoarjo pepanthan Kaligintung ke agama Islam. Skripsi Sains

(26)

Teologi yang tidak dipublikasikan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Santrock, J. W. (2002). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup, (Edisi kelima, Jilid II). Jakarta: Erlangga. Tunggal, S. (2005). Proses dan aspek yang berperan dalam

pengambilan keputusan untuk berpindah agama pada dewasa muda. Skripsi yang tidak dipublikasikan, UNIKA Atma Jaya, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Jalan hidup tersebut dalam filsafat mistik Chuang Tzu sangat erat kaitannya dengan epistemologi mistik, karena untuk selaras dengan Tao yang termanifestasi dalam semua yang ada,

Dua hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini: terdapat pengaruh signifikan antara faktor- faktor motivasi kerja dan lingkungan kerja organisasi terhadap kinerja

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada berbagai pihak khususnya keluarga yang memiliki anggota keluarga yang sudah pensiun agar dapat memberikan dukungan

Dengan adanya perubahan iklim seperti meningkatnya suhu bumi dan kelembaban dapat memicu terjadinya peningkatan populasi vektor yang secara tidak langsung akan

Naskah skripsi berjudul Pembuatan Minuman Probiotik dari Nira Siwalan : Kajian Lama Penyimpanan Minuman Probiotik terhadap Daya Antimikroba Lactobacillus casei

Hasil kali elementer A  hasilkali n buah unsur A tanpa ada pengambilan unsur dari baris/kolom yang sama...

transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah

prosedur pelatihan jaringan saraf tiruan. Hal yang perlu dihindari adalah jangan sampai melatih jaringan saraf secara berlebihan, seperti dengan 200 epoch keluaran jaringan sudah