• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metodologi Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Metodologi Penelitian"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

Modul ke: Fakultas Program Studi Program Pasca Sarjana Magister Teknik Elektro Hamzah Hilal

Metodologi Penelitian

FORMULASI MODEL

(2)

10.1 KONSEP

 Secara garis besar dan untuk jelasnya,  langkah‐langkah konsep formulasi  model dapat diilustrasikan pada  gambar 10.1. Masalah Sistem:

- Latar belakang masalah - Identifikasi masalah - Pembatasan Masalah - Definisi Masalah Pemahaman Sistem: (System Approach) - Elemen - Relasi - Atribut Model Konseptual (Conceptual Design) Variabel Model - Identifikasi Variabel - Klarifikasi Variabel - Definisi operasional Variabel Formulasi Model

- Fungsi dan Relasi

Variabel - Ukuran Perfomansi Sistem - Model Formal ASUMSI Gambar 10.1. Tahap-tahap konsep formulasi model

(3)

Masalah sistem

 Masalah sistem adalah masalah dengan latar belakang tertentu, 

sudah dikenali (diidentifikasi) dengan baik dan diketahui batasan‐

batasannya serta dirumuskan dengan pernyataan‐pernyataan 

interogatif. 

 Melalui pendekatan sistem, eksistensi sistem dan lingkungannya 

dapat dipahami dengan diketahuinya elemen‐elemen sistem, 

relasi antarelemen, dan atribut dari masing‐masing elemen dan 

relasi. Lingkungan sistem merupakan kumpulan obyek di luar 

batasan (boundaries) sistem yang mempengaruhi (dipengaruhi) 

sistem. 

 Setelah sistemnya teridentifikasi dengan baik, kemudian dibuat 

konseptual model yang akan dibangun. Model konseptual ini 

berisikan ciri‐ciri utama sistem yang penting terhadap 

pemecahan masalah.

(4)

10.2. SISTEM ASUMSI

 Setiap pihak yang berkepentingan dalam pemodelan (analis, 

pengambil keputusan, dan pemakai) mempunyai keinginan‐

keinginan yang berbeda yang kerap kali berbenturan dengan 

hasil‐hasil yang dicapai oleh model. Mereka mempunyai kerangka 

berpikir sendiri‐sendiri, misalnya mengenai penyesuaian praktis 

terhadap situasi‐situasi dalam pemecahan masalah, maka asumsi 

yang hampir bersifat umum (universal) dapat muncul yaitu 

berupa pertimbangan‐pertimbangan akal sehat (common sense) 

yang tepat dan memenuhi kebutuhan. 

 Dalam hal ini asumsi merupakan pikiran‐pikiran dasar yang 

digunakan sebagai titik tolak atau alasan dalam menjelaskan 

suatu fenomena dan diyakini kebenarannya. 

(5)

 Keyakinan terhadap kebenaran mencakup tiga sifat yaitu:

 sesuatu yang disadari, berarti relevan dengan hakikat masalah   mengurangi keraguan, berarti didasari oleh pengenalan teori yang  memadai  ditindaklanjuti, berarti memberikan arah tindakan yang menyatukan status  saat ini dengan status yang dikehendaki. 

 Penggunaan asumsi ini juga bemakna bahwa suatu fenomena 

yang sama bisa dijelaskan secara berbeda, tergantung pada 

susunan asumsi‐asumsinya.

 Asumsi dapat didefinisikan sebagai suatu pernyataan yang harus 

diterima keberadaannya dan bukan merupakan obyek untuk dites 

kebenarannya secara langsung. 

 Pemodelan matematis umumnya menerapkan aturan‐aturan 

formal dan bilamana pemikiran umum yang logis itu diterapkan 

dalam sistem nyata, maka mau tidak mau mengharuskan adanya 

perlakukan khusus (asumsi) yang kadang‐kadang diterima begitu 

saja.

(6)

 Asumsi mencakup asumsi umum dan asumsi khusus. Proses 

ilmiah memerlukan asumsi‐asumsi umum tentang realitas dan 

bagaimana bisa memahami realitas tersebut. 

Asumsi-asumsi umum tersebut antara lain:

 Ada sesuatu terjadi di luar kita. Kita mempunyai kemampuan untuk

memahami dan mengatasi sesuatu itu, melalui penggunaan metode ilmiah untuk memandang dan menilai kejadian-kejadian seakan-akan kita tidak tergantung pada mereka.

 Setiap realitas memiliki keberaturan yang dapat dipahami. Setiap

proses dalam kehidupan mempunyai kaitan yang teratur dengan proses yang lain.

 Gejala-gejala sistem timbul secara berurut, dan hubungan antar

mereka timbul karena bekerjanya hukum-hukum alam, dan bukan karena sesuai dengan keinginan tertentu, atau terjadi dengan begitu saja tanpa alasan. Artinya ada hubungan yang bersifat sebab-akibat (kausal) antara berbagai proses dalam kehidupan. Bila hubungan-hubungan kausal antara gejala tersebut dapat dimengerti, maka ia dapat diperkirakan dan dikendalikan.

(7)

 Adalah tidak penting untuk mengetahui cara timbul dan tujuan akhir  dari seluruh seri kejadian‐kejadian kehidupan, artinya ilmu  pengetahuan dapat dikembangkan terlepas dari pertimbangan‐ pertimbangan metafisik. Tidak seorangpun yang dapat menjelaskan  segala seri kejadian sesuatu (fakta, obyek, proses) dengan tuntas dan  benar, oleh karena itu diperbolehkan adanya pengabaian‐pengabaian.  Tidak ada sesuatu pun yang terbukti dengan sendirinya (self‐evident).  Kita menjelaskan sesuatu berdasarkan pada pengetahuan dan  pengalaman sebelumnya. Suatu ilmu tidak dibuktikan dari benar  tidaknya, tetapi kegagalannya dalam menjelaskan sesuatu kejadian  anomali.  Pengetahuan diturunkan dari hasil kumulatif pengalaman dan  penelitian. Hal ini menyebabkan setiap pengetahuan selalu terbuka  pada pandangan dan formula yang baru.

(8)

 Di samping asumsi umum, dikenal pula asumsi spesifik yang erat 

kaitannya dengan teori/model yang dikembangkan. 

 Asumsi tersebut dalam pengembangan teori/model merupakan suatu  tuntutan yang tidak bisa ditinggalkan karena asumsi tersebut  mencerminkan lingkup (scope) teori/model, latar belakang dan perilaku  masalah, di mana teori/model dikembangkan.   Hal ini bisa saja terdiri atas beberapa pola pikir dalam penetapan asumsi  mengenai apa yang menjadi masalah sebenarnya, asumsi pendekatan  sistem, asumsi tentang formulasi model, asumsi solusi model,  dan asumsi  tentang implementasi model.

 Asumsi memberikan landasan yang kuat mengenai keberadaan 

masalah, dasar pemikiran, dan sumber perumusan hipotesis. 

 Analis harus benar‐benar mengenal asumsi yang digunakan 

dalam pengembangan modelnya, karena dengan memakai 

asumsi yang berbeda akan memberikan perbedaan pada konsep 

pemikiran atau pola pikir (konsepsi awal yang ditetapkan tentang 

realitas yang digunakan).

(9)

Dalam mengembangkan asumsi harus diperhatikan 

beberapa hal:

 Asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin  keilmuan. Asumsi ini harus operasional dan merupakan dasar dari  pengkajian teoritis (a).   Asumsi harus disimpulkan dari "keadaan sebagaimana adanya" bukan  "bagaimana keadaan yang seharusnya". Contohnya adalah asumsi  kegiatan ekonomis yaitu bahwa manusia yang berperan adalah manusia  "yang mencari keuntungan sebesar‐besarnya", maka itu sajalah yang  dijadikan sebagai pegangan, tak usah ditambah dengan sebaiknya begini  atau seharusnya begitu (b). 

 Asumsi yang pertama (a) adalah asumsi yang mendasari telaah 

ilmiah sedangkan asumsi kedua (b) adalah asumsi yang 

mendasari telaah moral

(10)

 Dalam praktek, pemodelan akhirnya tiba pada pengujian apakah 

model benar‐benar mewakili sistemnya atau tidak, di sini 

pertimbangan‐pertimbangan akal sehat (asumsi) kembali lagi 

menjadi fokus utama untuk diselidiki lebih lanjut, yang dapat 

menyebabkan timbulnya perumusan dan penemuan baru. 

 Dengan demikian patut diperiksa apakah asumsi yang telah 

dikembangkan handal atau tidak, kemudian memperhatikan 

perkembangannya dan bila perlu memperbaharuinya. 

 Ini tidak gampang mengingat asumsi bersumber pada 

pengalaman dan teori‐teori yang relevan dengan pemecahan 

masalah, dan terkadang terperangkap (pitfalls) dalam pola pikir 

analis. 

 Bila asumsi yang dipakai salah, maka keputusan yang diambil 

niscaya akan meleset juga dari sasaran, oleh karena itu tidak 

cukup hanya memperhatikan asumsi yang benar, namum asumsi 

yang salah juga patut diperiksa. 

(11)

Sistem asumsi yang dikembangkan dapat diterima bila 

memenuhi persyaratan berikut:

 Adanya konsistensi (taat azas). Sistem asumsi yang terdiri atas preposisi‐ preposisi (himpunan pernyataan‐pernyataan tentang anggapan kita  terhadap sistem) perlu dijaga konsistensinya. Artinya, tidak ada preposisi  yang bertentangan atau saling menegasikan preposisi lainnya, sebaliknya  preposis‐preposisi yang ada harus saling mendukung.  Adanya relevansi. Sistem asumsi yang dikembangkan, yang terdiri atas  preposisi‐preposisi harus memiliki relevansi yang jelas terhadap  obyeknya. Preposisi yang dibuat benar‐benar mencerminkan sistem  nyatanya dan bukan menerangkan real word yang berbeda (lainnya).  Adanya independensi. Setiap preposisi dalam sistem asumsi sebaiknya  menyatakan pandangannya terhadap suatu realita secara unik dan tidak  terikat satu dengan yang lainnya. Artinya, tidak diperkenankan adanya  suatu preposisi yang merupakan himpunan bagian dari preposisi lainnya.  Jadi tidak perlu diperumit lagi, bila suatu preposisi sudah dinyatakan.  Adanya Ekuivalensi. Sistem asumsi yang dikembangkan dapat  dibandingkan dengan asumsi teori/model lainnya. Bila asumsi A  ekuivalen dengan asumsi B, maka dapat dikatakan bahwa teori A setara  dengan teori B. 

(12)

 Seringkali sulit untuk memeriksa asumsi‐asumsi yang mendasari 

suatu masalah yang tidak tersusun dengan baik (ill‐structure), 

misalnya pada masalah‐masalah kebijakan (policy) di mana 

analis, pengambil kebijakan, dan pelaku‐pelaku lain tidak 

sepaham bagaimana merumuskan masalah.  

 Karena itu diperlukan kriteria pokok untuk menilai kecukupan 

perumusan masalah yaitu apakah konflik asumsi mengenai 

situasi problematis telah dimunculkan, dipertentangkan, dan 

secara kreatif dicari sintesanya. 

 Teknik yang bertujuan menciptakan sintesis kreatif atas asumsi‐

asumsi yang bertentangan mengenai masalah yang tidak 

tersusun (masalah kebijakan) ini disebut analisis asumsi. 

 Analisis asumsi membantu kita menemukenali jebakan‐jebakan 

dalam pemodelan dan bilamana mungkin untuk 

menghindarinya

(13)

 Menurut seorang pakar analisis kebijakan publik, Dunn (1981), 

analisis asumsi dibuat untuk mengatasi empat kelemahan pokok 

khususnya dalam analisis kebijakan.

 Analisis kebijakan selalu didasarkan pada asumsi pengambil keputusan  tunggal dengan nilai‐nilai yang dapat dikemukakan dengan jelas dan dapat  dipenuhi dalam jangka waktu tertentu.  Analisis kebijakan seringkali gagal mempertimbangkan secara sistematis  dan eksplisit pandangan‐pandangan yang berbeda secara mencolok pada  sifat masalah dan potensi pemecahannya.  Kebanyakan analisis kebijakan diselenggarakan di dalam organisasi yang  bersifat menutup diri, sehingga sulit atau tidak mungkin untuk  mempertimbangkan pelbagai perumusan masalah yang berbeda; dan  Kriteria yang digunakan untuk menaksir kecukupan masalah dan  pemecahannya lebih sering menghadapi karakteristik‐karakteristik  permukaan (misalnya, konsistensi logika), daripada asumsi dasar yang  melatarbelakangi konseptualisasi masalah. 

(14)

 Analisis asumsi meliputi penggunaan lima prosedur yang 

berturut‐turut dengan tahapan berikut.

 Identifikasi pelaku. Pada tahap pertama ini dilakukan identifikasi, klasifikasi,  dan prioritas para pelaku kebijakan, yaitu orang‐orang atau kelompok‐ kelompok yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perumusan dan  pemecahan masalah.  Pemunculan asumsi. Pada tahap kedua ini, analis bekerja dengan mundur  ke belakang dari pemecahan masalah yang diusulkan kepada satuan satuan  data terpilih yang mendukung dan mendasari asumsi. Setiap orang atau  kelompok mencetuskan asumsi (berdasarkan data) secara eksplisit atau  implisit yang melatarbelakangi usulan pemecahan masalah. Dengan  membuat daftar semua asumsi, maka dapat ditemukenali spesifikasi  masalah ke arah mana usulan pemecahan dialamatkan.  Pembenturan asumsi. Pada tahap ketiga analis membandingkan dan   menilai semua satuan‐satuan usulan dan asumsi‐asumsi yang  mendasarinya. Tahap ini dilakukan dengan memperbandingkan secara  sistematis asumsi dan asumsi tandingan yang berbeda secara mencolok  satu dengan yang lainnya. Selama proses ini setiap asumsi yang telah  diidentifikasi terlebih dahulu dipertentangkan dengan asumsi tandingan.  Jika asumsi tandingan tidak masuk akal, ia disingkirkan dari pertimbangan  selanjutnya; jika asumsi tandingan tersebut masuk akal, ia diuji untuk  menentukan apakah ia dapat dijadikan dasar dalam menyusun  konseptualisasi masalah dan pemecahan baru. 

(15)

 Pengelompokan asumsi. Jika tahap penentangan asumsi telah lengkap,  maka dilakukan pengumpulan aneka ragam pemecahan masalah yang  ditawarkan dan telah dimunculkan pada tahap sebelumnya. Di sini  asumsi‐asumsi dirundingkan dan diprioritaskan sesuai dengan kepastian  dan tingkat kepentingannya bagi pelaku kebijakan. Hanya asumsi‐asumsi  yang penting dan pasti saja yang dikumpulkan. Tujuan akhirnya adalah  menciptakan dasar asumsi yang dapat diterima yang sedapat mungkin  disetujui oleh banyak pelaku kebijakan.  Sintesis asumsi. Tahap akhir adalah penciptaan pemecahan masalah  yang bersifat gabungan dan sintesis. Gabungan satuan asumsi yang  dapat diterima dapat menjadi dasar dalam menciptakan konseptualisasi  masalah yang baru. Jika isu di sekitar konseptualisasi masalah ini dan  potensi pemecahan masalah sudah sampai di tahap ini, kebanyakan  konflik di antara para pelaku dapat dihilangkan. Akibatnya, aktivitas para  pelaku kebijakan dapat menjadi kooperatif dan secara keseluruhan  produktif.

(16)

Analisis asumsi dapat digunakan pada pengambilan 

keputusan di tingkat bisnis dalam bidang pemasaran, 

produksi, keuangan, strategi, dan personalia. 

Metode ini cocok dengan masalah yang tidak tersusun 

dengan baik dan mampu mengusulkan pemecahan yang 

memadai. 

Analisis asumsi juga membantu untuk menghindari 

kesalahan perumusan masalah, yaitu memecahkan 

masalah yang dirumuskan dengan salah karena 

menghendaki pemecahan yang benar.

(17)

10.3. PENDEKATAN SISTEM

 Konsep sistem merupakan suatu konsep yang umum atau 

universal. 

 Konsep sistem ini sangat luas sekali penggunaannya dan meliputi 

berbagai disiplin ilmu, sehingga timbul berbagai pendapat dalam 

menafsirkannya. 

 Banyak penulis yang memberikan pengertian yang berbeda antara 

satu dengan yang lainnya. Disini sistem didefinisikan sebagai suatu 

kumpulan objek yang saling berkaitan dan saling bergantungan 

secara tetap (reguler) untuk mencapai tujuan bersama pada suatu 

lingkungan yang kompleks.

 Ciri suatu sistem ditandai dengan elemen‐elemen pembentuknya. 

 Tetapi, sebenarnya suatu sistem lebih dari sekedar penjumlahan 

elemen‐elemennya. 

 Seseorang berbicara tentang sistem bila elemen‐elemen tersebut 

berhubungan satu dengan yang lainnya (lihat gambar‐gambar 

berikut).

(18)

 Elemen‐elemen suatu sistem selalu mempunyai ciri kualitas. 

Kualitas ini disebut atribut‐atribut (ukuran, berat, harga, warna, 

...) atau atribut (8 cm, 68 kg, 100 rupiah, biru, ...). Kebanyakan 

hubungan atau relasi antarelemen terletak pada atributnya, 

bukan pada elemennya.

 Banyak terdapat kasus, di mana elemen‐elemen yang berbeda 

dapat digabung dalam suatu himpunan atau kelompok elemen 

(lihat gambar 10.2.b). Hal ini berlaku bila hubungan antar elemen‐

elemen tersebut memiliki atribut yang sama, walaupun nilai 

atributnya berbeda. Oleh karena itu, atribut‐atribut diasosiasikan 

dengan kelompok‐kelompok elemen, sedangkan nilai‐nilai atribut 

diasosiasikan dengan suatu elemen tunggal.

a. Elemen-elemen

(lingkaran, bujur sangkar, heksagon)

b. Sama seperti (a), elemen-elemen digabung dalam kelompok (lingkaran besar);

(19)

 Bila elemen‐elemen telah digantikan oleh himpunan elemen, 

hubungan antar elemen tunggal dapat juga digantikan oleh 

hubungan antar himpunan; atau kelompck (lihat gambar 10.2.c). 

Hubungan antar himpunan hanya berlaku untuk atribut‐atribut 

tertentu, sedangkan hubungan antar elemen‐elemen tunggal 

ditunjukkan oleh nilai‐nilai atribut.

 Namun bila elemen‐elemen pembentuk himpunan sudah 

demikian kompleksnya, maka kita berkaitan dengan entiti 

kompleks dan himpunan entiti kompleks. Kelompok entiti 

kompleks dan atributnya membawa informasi tentang hubungan 

antar kelompok elemen (lihat gambar 10.2.d).

c. Sama seperti (b), elemen secara simbolis diwakili oleh kelompoknya,

d. Sama seperti (c), hubungan antar kelompok ditentukan oleh kelompok entiti yang kompleks (elips)

(20)

 Kelompok entiti yang kompleks dan atributnya dapat membawa 

data hubungan antar kelompok elemen. Dalam hal ini, hubungan 

tersebut hendaknya dinyatakan secara eksplisit dalam suatu 

pernyataan relasi atau hubungan.

 Ciri sistem yang telah dibahas tadi, berangkat dari perspektif 

informasional, yakni konsep Elemen‐Relasi‐Atribut (ERA). Dengan 

demikian dapat disebutkan bahwa suatu sistem memiliki ciriciri 

berikut:

 Entiti, objek sistem yang menjadi pokok perhatian.  Atribut, sifat yang dimiliki oleh entiti.  Aktivitas, proses yang menyebabkan perubahan dalam sistem, yang dapat  mengubah atribut, bahkan entiti.  Status, keadaan entiti dan aktivitas pada saat tertentu, atau kumpulan  variabel yang penting untuk menggambarkan sistem pada sembarang  waktu, tergantung pada tujuan studi sistemnya.  Kejadian, peristiwa sesaat yang dapat mengubah variabel status sistem.

(21)

 Pernyataan sistem yang lengkap mencakup kelima ciri di atas. 

 Istilah endogenus digunakan untuk menggambarkan aktivitas 

dan kejadian yang terjadi di dalam sistem, dan istilah 

eksogenous digunakan untuk menggambarkan aktivitas dan 

kejadian di lingkungan yang mempengaruhi sistem. 

 Endogenus melihat sistem dari subsistem‐subsistem yang 

berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu. 

 Eksogenous melihat pengertian sistem dari suprasistem yakni 

unsur‐unsur lingkungan yang kompleks, termasuk juga 

hierarki yang terbentuk. 

 Contoh komponen sistem dapat dilihat pada tabel 10.1. Hanya 

sebagian kecil ciri‐ciri yang ditampilkan. Daftar yang lengkap 

dapat dikembangkan bila tujuan studi diketahui, kemudian 

mencari berbagai aspek sistem yang relevan dengan tujuan 

studi.

(22)

Sistem Entiti Atribut Aktivitas Kejadian Variabel Status Bank Kereta Cepat Produksi Komunikasi Persediaan Pelanggan Penumpang Mesin Pesan atau berita Gedung Pemeriksaan rekening Asal, tujuan Kecepatan, kapasitas, tingkat kerusakan Jauhnya, tujuan Kapasitas Melakukan deposito Perjalanan Pengelasan, pengecapan Pengiriman Pengambilan Kedatangan, Kepergian Tiba di stasiun, tiba di tujuan Kerusakan Sampai di tujuan Permintaan

Jumlah teller yang sibuk, Jumlah pelanggan yang menunggu

Jumlah penumpang yang menunggu di tiap stasiun; jumlah penumpang yang transit

Status mesin (sibuk, nganggur, untuk dikirim)

Jumlah pesan yang menunggu untuk dikirim

Level persediaan, pesanan yang belum dipenuhi

(23)

 Setiap sistem antara lain seperti contoh yang tertera pada tabel 

sebelumnya secara implisit memiliki karakteristik umum berikut:

 Definisi sitem menunjukkan bahwa sistem paling sedikt terdiri atas dua  elemen penyusunannya dan elemen‐elemen tersebut saling berhubungan  membentuk suatu kesatuan atau holisme.  Sistem tidak hanya sekedar penjumlahan dari bagian‐bagiannya, ia harus  dipandang sebagai keseluruhan. Sistem mampu memberikan efek  kombinasi yang lebih besar dari efek gabungan semata dari elemen‐ elemen pembentuknya. Efek kombinasi ini disebut sinergi. Dengan  demikian, sistem itu sendiri baru dapat diterangkan dengan  menunjukkannya secara keseluruhan atau totalitas. Keseluruhan ini  menyebabkan timbulnya tindakan gabungan atau sinergi. Jadi, sinergi  adalah perwujudan dimana unsur‐unsur yang dipadukan menghasilkan  suatu hasil yang lebih besar dari pada jumlah hasil masing‐masing unsur  yang terlibat.

(24)

 Sistem terbuka melakukan pertukaran informasi, energi, bahan, dengan  lingkungannya. Keterkaitan dinamis antara sistem dan lingkungan sering  digambarkan dalam hubungan input‐transformasi‐output. Sistem menerima  bermacam‐macam masukan dari lingkungan, kemudian mengolahnya  dengan cara tertentu dan menghasilkan keluaran untuk lingkungan. Agar  sistem terbuka dapat terus hidup atau berlangsung, sedikit‐dikitnya ia harus  menerima lebih banyak input dari lingkungan untuk mengimbangi  outputnya ditambah dengan energi dan bahan yang dipakai selama aktivitas  sistem itu. Kondisi stabil atau mantap atau seimbang ini disebut homoestatis  dinamis. Konsep homoestatis berasal dari proses biologis dimana tubuh kita  menerima temperatur tetap ketika menghadapi lingkungan yang berubah.  Sedangkan konsep dinamis muncul dari ide bahwa keadaan mantap itu terus  menerus bergerak.  Sistem mempunyai batas‐batas (boundary spanning) yang menangani  transaksi antara sistem dengan lingkungannya. Seringkali batas‐batas ini  kabur terutama pada sistem terbuka.

(25)

 Entrofi negatif sistem, dimana sistem dipengaruhi oleh kekuatan entrofi  yang bertambah terus sampai seluruh sistem tidak berfungsi lagi. Konsep  entrofi berasal dari sistem fisika tertutup yang menunjukkan derajat  ketidakteraturan sistem. Kecenderungan pada maksimum entrofi  merupakan gerakan menuju kekacauan, kekurangan sumber transformasi,  dan kemudian mati. Pada sistem terbuka, entrofi dapat diberhentikan dan  bahkan dapat diubah ke dalam entrofi negatif, yakni suatu proses sistem  yang lebih lengkap dan sanggup untuk mengambil dan mengolah sumber‐ sumber dari lingkungan. Pada sistem tertutup, lambat laun harus dicapai  keadaan seimbang dengan entrofi maksimum (mati) atau dis‐sitem.  Sedangkan pada sistem terbuka mungkin saja dicapai keseimbangan  dinamis melalui aliran masuk material, energi, dan informasi secara terus  menerus.  Infirmasi tentang keluaran atau proses sistem adalah umpan balik bagi  masukan sistem. Input informatif ini berfungsi untuk memberitahu  apakah sistem benar‐benar mencapai keadaan mantap atau diambang  kehancuran. Umpan balik memungkinkan untuk menyebabkan perubahan  dalam proses transformasi dan/atau keluaran berikutnya dalam usaha  mencari keseimbangan dinamis (homoestatis), pertumbuhan (growth),  atau peluruhan (decay).

(26)

 Suatu sistem adalah gabungan dari susbsistem tingkatan yang  lebih bawah dan juga merupakan bagian dari supra sistem  tingkatan yang lebih tinggi. Artinya terdapat hierarki dari elemen‐ elemen sistem.   Subsistem pembentuk sistem mempunyai nilai dan tujuan yang  berbeda. Hal ini menyebabkan perbedaan perilaku sistem dalam  upaya mencapai tujuan majemuk, dimana sasaran akhirnya  adalah homoestatis dinamis atau keadaan mantap. Hasil atau  sasaran tertentu dapat dicapai melalui keadaan awal yang  berbeda dan cara yang berbeda. Konsep ini dikenal dengan nama  equifinality (kesamaan hasil akhir). Dengan demikian sistem  dapat mencapai tujuan, dengan masukan yang berbeda dan  dengan kegiatan internal yang berbeda.

(27)

10.4. PERILAKU SISTEM

 Perilaku atau tingkah laku adalah aktivitas sistem dalam bentuk 

keluaran‐keluaran (tindakan‐tindakan) dalam rangka bereaksi 

terhadap rangsangan atau stimulus. 

 Stimulus itu dapat berupa rangsangan dari dalam sistem maupun 

dari luar (lingkungan sistem). 

 Perilaku sistem dapat diartikan sebagai semua aktivitas sistem 

yang dapat diamati atau dicatat dengan menggunakan alat ukur 

tertentu. 

 Perilaku itu terdiri atas aktivitas sistem yang langsung terlibat 

dalam usaha mendapatkan dan menggunakan sumber‐sumber, 

termasuk faktor‐faktor yang mendahului dan menentukan 

aktivitas itu. 

 Pengamatan perilaku suatu sistem bukanlah suatu pekerjaan 

yang gampang, karena memerlukan banyak sekali informasi. 

 Banyak pengaruh yang tidak teramati dan mungkin tidak bisa 

diamati karena terjadi sebelum dilakukan pengamatan terhadap 

tingkah laku tersebut. 

(28)

 Ada kalanya suatu sistem (sistem belajar) mampu mengingat 

kembali apa yang dialami di masa lalu dan dia juga dapat 

mengantisipasi konsekuensi‐konsekuensi dari tingkah laku di 

masa depan. Situasi ini dapat dilukiskan seperti pada gambar 

10.3.

 Proses internal sistem adalah proses yang tidak bisa diamati 

secara langsung. Akibatnya adalah kesimpulan hanya dapat 

ditarik dari apa yang ditampilkan oleh sistem tersebut. 

(29)

10.5. PERFORMANSI SISTEM

 Usaha untuk mengukur atau menjajaki performansi suatu 

sistem telah banyak dilakukan secara intensif dalam tahun‐

tahun terakhir ini. 

 Performansi atau kinerja atau unjuk kerja atau penampilan 

pada dasarnya dilandasi oleh keingintahuan mengenai:

 Pandangan orang tentang performansi suatu sistem;  Faktor apa saja yang mempengaruhi performansi suatu sistem;  Bagaimana metode yang tepat untuk menetapkan performansi suatu  sistem yang menjadi perhatian atau pernyataan keberhasilan suatu  sistem dalam mencapai tujuannya.

 Setiap sistem memiliki sasaran (objective) yang dipengaruhi 

oleh sistem yang lebih besar lagi, misalnya sasaran sistem 

produksi dipengaruhi oleh tujuan perusahaan.

(30)

 Oleh karena itu perlu dikembangkan kriteria sebagai ukuran 

keberhasilan yang menyelaraskan tujuan (goal) sistem dengan 

sasaran sistem (dalam hal ini sasaran adalah tujuan jangka 

panjang sistem). 

 Berkenaan dengan sifat kriteria maka terdapat dua macam 

pendekatan, yakni pendekatan normatif dan pendekatan 

deskriptif. 

 Pendekatan normatif didasarkan pada pandangan yang 

menyatakan bahwa untuk setiap sistem supaya dapat disebut 

efektif, haruslah memiliki beberapa kualitas atas dasar sub‐sub 

sistem. 

 Sedang pendekatan deskriptif didasarkan pada pandangan yang 

melihat efektivitas sebagai sesuatu yang perlu dijelaskan secara 

induktif. 

 Pada pendekatan normatif tidak ada landasan empiris yang 

dapat menjawab mengapa kriteria yang dinyatakan tersebut 

dapat mencerminkan efektivitas sistem yang sedang 

diperhatikan, sedangkan pada pendekatan deskriptif 

pendekatannya sangat empiris sehingga kriteria yang 

dimunculkan merupakan hasil suatu penelaahan.

(31)

 Sifat yang perlu diperhatikan dalam memilih kriteria adalah 

sebagai berikut:

 Lengkap. Suatu set kriteria disebut lengkap bila set ini dapat  menunjukkan seberapa jauh seluruh tujuan dapat dicapai oleh sistem.  Dengan kata lain, dengan mengetahui tingkat pencapaian kriteria, dapat  diperoleh gambaran seberapa jauh tujuan dapat dicapai.  Operasional, Set kriteria harus mempunyai arti yang dapat digunakan  dalam analisis, sehingga benar‐benar dapat dihayati implikasinya  terhadap alternatif yang ada dan dapat dijelaskan. Operasoinal ini juga  mencakup sifat dapat diukur, yang dimaksudkan untuk memperoleh  tingkat pencapaian kriteria dan mengungkapkan preferensi yang  digunakan.  Tidak berlebihan. Dalam menentukan set kriteria, jangan sampai  terdapat kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian yang sama  atau duplikasi.  Minimum. Dalam menentukan set kriteria perlu sedapat mungkin  mengusahakan agar jumlah kriteria sesedikit mungkin. Makin banyak  kriteria, makin sulit pula untuk dapat mebghayati dengan baik. Dalam  beberapa hal mungkin dapat mengkombinasikan dua atau lebih kriteria  menjadi satu kriteria. Ini akan mengurangi jumlah kriteria dan membuat  proses perhitungan menjadi sederhana. 

(32)

Terima Kasih

Gambar

Gambar 10.3 Diagram perilaku sistem

Referensi

Dokumen terkait

Variabel dependen yang digunakan oleh Lutfi adalah perilaku investor dan investasi yang diminati, sedangkan dalam penelitian yang sekarang hanya menggunakan satu variabel

Penelitian ini pun sebenarnya adalah pengembangann dari teori yang sudah ada karena pada dasarnya theodolite sendiri sudah dipakai dalam penentuan arah kiblat,

Dengan menggunakan tahun dasar untuk angka melek huruf yang sama dengan Kota Solok, yaitu tahun 1996 (91,8 persen) dan tahun 2011 (97,2 persen), hasil proyeksi menunjukkan

Kita harus selalu berunding dengan Departemen Hukum sebelum kita sepakat untuk melaksanakan layanan manajemen dalam kategori apapun untuk pelanggan yang dapat membuat kita

Hasil penelitian menunjukkan Untuk dapat berkompetensi dalam berkomunikasi lintas budaya di kalangan generasi muda sebagai bentuk kesiapan menghadapi Pemberlakuan

Menetapkan tujuan penelitian yang dilakukan penulis pada Industri Hilir Teh PTPN VIII untuk mengetahui pengaruh Gaya Kepemimpinan Paternalistik dan Etos kerja terhadap

Seiring dengan rencana redevelopment gedung gereja dan kantor ORPC, yang sedianya akan dilaksanakan pada tahun ini; maka baiklah kita sebagai bagian dari ORPC mendoakan

Asisten Bidang Umum dan Kesejahteraan Rakyat mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Sekretariat Wilayah/ Daerah dalam pembinaan atau penyelenggaraan kesejahteraan