• Tidak ada hasil yang ditemukan

H. Erwin Hamonangan Pane Dosen Tetap Sekolah Tinggi Agama Islam Barumun Raya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "H. Erwin Hamonangan Pane Dosen Tetap Sekolah Tinggi Agama Islam Barumun Raya"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1 POKOK-POKOK DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN KOMPUTER

DENGAN JARINGAN INTERNET OLEH WHITE COLLAR CRIME

DAN BLUE COLLAR CRIME PADA CYBERSPACE DI INDONESIA

H. Erwin Hamonangan Pane

Dosen Tetap Sekolah Tinggi Agama Islam Barumun Raya Erwin_pane@yahoo.co.id

Abstrak: Dunia internet atau disebut juga dengan cyber space, apapun dapat dilakukan.

Internet memiliki sisi positif dan negatif, dari sisi positif cyber space ini secara otomatis menambah trend perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk kreatifitas manusia. Namun dari sisi negatifnya akibatnya tidak juga dapat dihindari. Tatkala pornografi marak di media internet, masyarakatpun tidak bisa berbuat banyak. Selain itu, kasus kejahatan juga marak dilakukan melalui internet yang disebut dengan cyber crime. Kasus cyber crime di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya e-mail dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programer komputer.

Abstract: Internet world or also known as cyber space, anything can be done. The

Internet has a positive and negative side, from the positive side of cyber space automatically adds to the trend of world technology development with all forms of human creativity. But from the downside the consequences are not also inevitable. As pornography is marbling on the Internet, people can not do much. In addition, crime cases are also lively done through the internet called the Cyber crime. Cyber crime cases in Indonesia, such as credit card theft, hacking some sites, intercepted other people's data transmissions, such as e-mails and manipulating data by setting up unwanted commands into computer programmers.

Kata Kunci: Penanggulangan Kejahatan Komputer, Jaringan Internet, White Collar

Crime, Blue Collar Crime

A. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan terhadap teknologi jaringan komputer semakin meningkat, selain sebagai media penyedia informasi, melalui internet juga kegiatan komunitas komersial semakin meningkat, terpesat pertumbuhannya serta menembus berbagai batas-batas negara, bahkan melalui jaringan ini kegiatan pasar di manca negara dapat diketahui selama 24 jam. Melalui dunia internet atau disebut juga dengan

cyber space, apapun dapat dilakukan. Selanjutnya dari segi positif cyber space ini

(2)

2

bentuk kreatifitas manusia. Namun dari sisi negatifnya akibatnya tidak juga dapat dihindari. Tatkala pornografi marak di media internet, masyarakatpun tidak bisa berbuat banyak.

Seiring dengan perkembangan teknologi internet yang menyebabkan muculnya kejahatan yang disebut dengan cyber crime1 atau kejahatan melalui jaringan internet. Munculnya beberapa kasus cyber crime di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya e-mail dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programer komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil2. Dalam delik formil adalah perbuatan seseorang yang memasuki komputer orang lain tanpa izin, sedangkan delik materil adalah perbuatan yang menimbulkan akibat adanya kerugian bagi orang lain. Adanya cyber crime telah menjadi ancaman stabilitas sehingga membuat pemerintah terkendala untuk mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer, khususnya jaringan internet dan intranet.

Untuk melakukan penindakan terhadap delik pidana dengan menggunakan jaringan internet, tentu saja harus ditindaklanjuti dengan cyber law, yakni suatu aturan dan peraturan khusus yang berkaitan dengan cyber space. Selama ini landasan hukum delik pidana cyber crime di Indonesia contohnya dengan menggunakan pasal 362 KUHP dengan ancaman hukumannya yang dikategorikan

sebagai kejahatan ringan, padahal dampak dan akibat kerugian yang

ditimbulkannya sangat fatal. Di negara Indonesia jika dibandingkan, misalnya dengan negara Amerika Serikat, Singapura, bahkan Malaysia yang nyata-nyatanya memang cukup tertinggal dalam masalah cyber law ini. Misalnya di Singapura telah memiliki The Electronic Act 1998, serta The Electronic Communication Privacy

Act (ECPA), kemudian Amerika Serikat mempunyai Communication Assistance

For Law Enforcement Act dan Tellecommunication Service 1996. Terhadap ancaman yang dilakukan oleh si pelaku terhadap kejahatan dengan menggunakan jaringan internet oleh pemerintah dianggap adanya ke-strike-an sikap terhadap

1 Barda Nawawi Arif, menggunakan istilah tindak pidana Mayantara untuk jenis kejahatan ini, Seminar Nasional Cyber

Law, Bandung 9 April 2001

2

(3)

3

media massa yang ternyata cukup membawa pengaruh bagi perkembangan cyber

law di Indonesia. Sikap pemerintah masih memandang minor terhadap

perkembangan internet pada saat kini. Kita lihat saja saat kini, telah cukup memberikan dampak negatif terhadap berlakunya cyber law di Indonesia. Apabila pemerintah menemukan cyber crime di Indonesia maka secara terpaksa mengaitkan cyber crime dengan hukum yang ada, misalnya KUHP yang ternyata bukanlah sebagai hukum yang pantas untuk sebuah kejahatan yang dilakukan di cyber space. Akhirnya pemerintah dalam hal ini POLRI sampai saat ini ujung-ujungnya lari ke cyber law internasional yang notabene berasal dari Amerika Serikat. Dalam rangka menaggulangi cyber crime, Resolusi PBB VIII/1990 mengenai Computer Related

Crimes dan International Industry Congress (IIIC) 2000 Millennium Congress3 di Quebec pada tanggal 19 Sepetember 2000 dan Kongres PBB tentang Prevention of Crime and The Treatment of Offenders, mengajukan beberapa kebijakan antara

lain:

1. Menghimbau Negara-negara anggota untuk mengintensifkan upaya-upaya

penanggulangan penyalahgunaan komputer dengan memodrenisasi hukum

pidana materil dan hukum acara pidana Negara-negara anggota, memperluas

rules of ethics dalam waktu menggunakan computer;

2. Menghimbau Negara-negara anggota meningkatkan kegiatan Internasional dalam upaya penanggulangan cyber crime;

3. Merekomendasikan kepada Komite Pengendalian dan Pencegahan Kejahatan (Committee on Crime Prevention And Control) PBB untuk :

- Menyebarluaskan pedoman dan standar untuk membantu Negara anggota menghadapi cyber crime di tingkat nasional, regional dan internasional; - Mengembangkan penelitian dan analisa lebih lanjut guna menemukan

cara-cara baru mengahdapi problem cyber crime di masa mendatang;

- Mempertimbangkan cyber crime sewaktu meninjau pengimplementasian perjanjian ekstradisi dan bantuan kerja sama di bidang penanggulangan kejahatan.

3

Barda Nawawi Arif, dalam United Nations (Eighth UN Congress On The Prevention Of Crim e And The Treatment Of Offenders Report), 1991, hal.141

(4)

4

Persoalan di atas, sebenarnya berkaitan dengan kebijakan hukum pidana (Penal policy), Marc Ancel4 mendefinisikan kebijakan hukum pidana sebagai ilmu sekaligus seni yang bertujuan untuk memungkinkan peraturan hukum positif, dalam hal ini hukum pidana dirumuskan secara lebih baik.

Menurut RM.Roy Suryo5, pada waktu dulu selalu saja menganaktirikan informasi yang berasal dari internet. Bagi pemerintah, internet tersebut lebih banyak memberikan mudharat dari pada manfaatnya. Sehingga imej internet itu sendiri di masyarakat lebih terasosiasi sebagai media pornografi. Padahal di negara-negara yang telah maju, sebut saja Amerika Serikat, Singapura, dan Malaysia, mereka telah dapat memposisikan internet sebagai salah satu pilar demokrasi di negara mereka, bahkan untuk Malaysia dan Singapura, mereka benar-benar memanfaatkan internet sebagai konsep Visi Infrastruktur Teknologi mereka. Meskipun demikian, Indonesia ternyata juga memiliki konsep yang serupa dengan yang di atas yakni Nusantara 2, akan tetapi muncul kerancuan dan kebingungan masyarakat terhadap kontradiksi sikap pemerintah tersebut, sehingga masyarakat menjadi tidak percaya atau ragu-ragu terhadap fasilitas yang terdapat di Internet. Hal ini merupakan faktor tambahan kenapa Indonesia cukup ketinggalan dalam menerapkan cyber law. Adanya masa kekosongan cyber law di Indonesia, tentu saja membuat para pelaku tindak pidana di jaringan internet merasa leluasa untuk bertindak semaunya di cyber space, hingga saat kinipun siswa di perguruan tinggi yang menggeluti bidang TI belum mendapatkan semacam bidang studi tentang cyber law yang memadai. Saat kini para pakar teknologi kita seperti RM.Roy Suryo dan Onno W.Purbo bekerja sama dengan berbagai pihak, baik dari pihak pemerintah maupun swasta untuk membuat suatu rancangan cyber law berkaitan dengan cyber law ini, mengingat karakter cyber space ini selalu berubah cepat dan bersifat global, sehingga bentuk cyber crime pada masa mendatang sangat sulit diramalkan. Apalagi sebuah sistem jaringan berbasis internet memiliki kelemahan yang sering disebut dengan lubang keamanan (hole) yang apabila tidak ditutup, pencuri akan masuk ke sistem melalui hole tersebut.Belum lagi tentang kedudukan

4

Wisnusubroto, kebijakan HUkum Pidana dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Komputer, Yogyakarta:Universitas Atmajaya,1999 hal.3

5

http://www.docstoc.com/does/25074320/TINJAUAN-YURIDIS-TETANG-P ENGATURAN-DAN-KEDUDUKAN-INTERNET-P ROTOKOL-SEBAGAI-ALAT-BUKTI-DALAM-TINDAK-ENGATURAN-DAN-KEDUDUKAN-INTERNET-P IDANA-KEJAHATAN-MAYANTARA-%628CYBER-CRIME%629

(5)

5

tanda tangan yang disebut dengan digital signature6 yang sukar untuk dilakukan pembuktiannya disebabkan harus melalaui tahapan dari karakteristik forensic yang memuat pebuktian dapat diuji mengenai identitas

B. PERMASALAHAN

Pada masyarakat umum, istilah hacker7 ini banyak disalah tafsirkan atau

rancu dengan istilah craker, khususnya ketika pembahasan mengarah kepada kejahatan. Padahal istilah yang mereka maksud sebenarnya adalah craker. Hacker dianggap sebagai pelaku yang paling bertanggungjawab dalam kejahatan komputer yang berhubungan dengan jaringan internet. Padahal anggapan sedemikian rupa tidaklah selalu benar. Berikut ini beberapa penggila teknologi komputer:

a. Hacker

Sekumpulan orang/tim bertugas membangun serta menjaga sebuah sistem sehingga dapat berguna bagi kehidupan dunia teknologi informasi, serta para penggunanya. Hacker disini lingkupnya luas, yakni bisa saja yang bekerja pada

field offline maupun online seperti Sofware builder, database administrator dan

administrator.

Hacker muncul di awal tahun 1960-an, diantara para anggota-anggoatanya adalah Mahasiswa Tech Model Railroad Club di Laboratorium kecerdasaan Artifisial Massachusset (MIT). Kelompok mahasiswa tersebut merupakan salah satu perintis perkembangan teknolgi komputer dan mereka beroperasi dengan sejumlah komputer mainframe. Kata hacker pertama kali muncul dengan arti positif untuk menyebut seorang anggota yang memiliki keahlian dalam bidang komputer dan mampu membuat program komputer yang lebih baik dari yang telah dirancang bersama-sama. Kemudian pada tahun 1983 analogi hacker semakin berkembang untuk menyebut seseorang yang memiliki obsesi untuk memahami dan menguasai sistem komputer. Pasalnya, pada tahun tersebut untuk pertama kalinya FBI menangkap kelompok kriminal komputer The 414s yang berbasis di Milwaukee Amerika Serikat. 414 merupakan kode area lokal mereka, kelompok yang kemudian disebut hacker tersebut dinyatakan bersalah atas pembobolan 60 buah komputer milik Pusat Kanker Memorial Sloan-Kettering

6 AsrilSitompul, Hukum Internet, Penerbit PT .Citra Aditya Bakti Bandung 2001 hal.54 7

http://www.lawangpost.cgin/read/asas-asas-dan-taivan-uu-nomor-I 1-tahun2008-intemet -dan-transaksi-elektronik/I 148/#1xzz1b0m.84NrU

(6)

6

hingga komputer milik Laboratorium National Los Alamos. Salah seorang dari pelaku mendapatkan kekebalan karena testimonialnya, sedangkan yang 5 pelaku lainnya mendapatkan hukuman masa percobaan. Dalam masyarakat hacker, dikenal hirarki atau tingkatan. Hacker menduduki tempat kedua dalam tingkatan tersebut dan craker berada di tingkat ketiga.

b. Craker

Seorang/sekumpulan yang memiliki kemampuan lebih dalam merusak sebuah sistem sehingga fungsinya tidak berjalan seperti normalnya atau malah kebalikannya, sesuai dengan keinginan mereka dan memang mereka diakui memiliki kemampuan yang indigo dan benar-benar berotak cemerlang.

c. Carder

Seorang/sekelompok lamers yang mencoba-coba untuk mendapatkan nomor kartu kredit seseorang yakni dengan cara menipu, meng-generate sekumpulan kartu kredit untuk kepentingan pribadinya. Namun pada waktu tertentu carder dapat mencuri semua informasi yang valid dari sebuah online shopping. Atau sebuah situs perusahaan yang menawarkan barang dan anda tertarik untuk membelinya, lalu anda disuruh untuk mengisi formulir yang biasanya mereka sediakan, memberi nomor kartu kredit anda kemudian setelah tagihan di kartu kredit anda datang lalu anda bayar, namun mereka tidak mengirimkan barang yang telah anda pesan, karena perusahaan tersebut hanya perusahaan fiktif. Lalu apa yang anda akan lakukan? Dapatkah anda menuntut perusahaan tersebut dengan menggunakan hukum yang ada? Kita dapat untuk membandingkannya dengan apa yang terjadi di negara lain, misalnya Mexico. Pemerintah Mexico8 melakukan perubahan dalam beberapa peraturan perundang-undangannya, antara lain Civil Code, Civil Procedures Code, Commerce Code dan Consumer

Protection Law. Hanya sayangnya, perubahan ini tidak menunjuk secara khusus

teknologi tertentu, akan tetapi bahwa secara umum dinyatakan berlaku terhadap penawaran yang dilakukan lewat telepon atau secara elektronik dan optikal lainnya yang dapat menyebabkan penawaran dan penerimaan yang berakibat sama denagn cara transaksi langsung. Dalam pelaksanaannya pemerintah

8

(7)

7

Mexico mengadopsi model law yang disusun oleh United Nation Commission

for International Trade (UNCITRAL) d. Spammer

Seorang/sewkumpulan orang yang mencoba mengirimkan informasi palsu melalui media online seperti internet, biasanya melalui e-mail. orang-orang ini mencoba segala cara agar orang yang dikirimi informasi percaya terhadap mereka sehingga langkah selanjutnya berupaya untuk mendapatkan kemauan si spammer. Mereka tidak lain dikategorikan sebagai penipu, serupa dengan yang dilakukan melalui texting pada Hand Phone. Akan tetapi jikalau melalui e-mail hanya berupa kata-kata mengajak dan melakukan penawaran. Sedangkan dalam texting bahkan dengan nada mengancam yang lebih menjurus kepada pemerasan. Mereka kurang terlatih, hanya dengan mengetahui nomor seseorang ataupun dengan cara-cara menebak nomor panggil. Bisa saja mereka perdapat dari konsumen yang mengisi pulsa pada mereka.

e. Penegakan hukum positif terhadap kejahatan di cyber space

Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat internet, undang-undang yang yang diharapkan (iius constitiandum) adalah perangkat hukum

yang akomoditif terhadap perkembangan serta antisipatif terhadap

permasalahan, termasuk dampak negatif penyalahgunaan internet dengan berbagai motivasi yang dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi dan immaterial9. Pada saat sekarang ini, Indonesia belum memiliki undang-undang khusus cyber law yang mengatur tentang cyber crime. Akan tetapi terdapat beberapa hukum positif lain yang berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku cyber crime terutama untuk kasus-kasus yang menggunakan komputer sebagai sarana antara lain:

- Kitab Undang –undang Hukum Pidana

Dalam upaya menangani kasus-kasus yang terjadi, para penyidik melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaan terhadap pasal-pasal yang ada di dalam KUHP. Pasal-pasal yang ada di dalam KUHP biasanya digunakan lebih dari satu pasal disebabkan melibatkan beberapa perbuatan. Pasal-pasal yang dapat untuk dikenakan antara lain:

9

(8)

8 a. Pasal 362 KUHP dikenakan untuk kasus carding yang si pelaku mencuri

nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software

card generator di internet untuk melakukan transaksi e-commerce. setelah

dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian si penjual ingin mencairkan uangnya di bank, akan tetai ditolak oleh pihak bank dngan alasan bahwa yang melakukan transaksi tersebut bukanlah si pemilik kartu kredit.

- Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah-olah menawarkan dan menjual suatu produk atau barang dengan memasangkan iklan di salah satu website, sehingga orang tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang iklan. Akan tetapi, kenyataannya barang tesebut tidak ada. Hal tersebut diketahui setelah uang dikirimkan dan barang yang dipesan tidak diterima sehingga pembeli menjadi tertipu. - Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman atau

pemerasan yang dilakukan melalui e-mail untuk memaksa/merayu korban melakukan sesuatu yang diinginkan si pelaku, jika tidak dilaksanakan akan membawa dampak yang membahayakan. Hal ini biasanya dilakukan karena pelaku biasanya mengetahui rahasia korban.

- Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media internet. Modusnya adalah pelaku dengan menyebarkan e-mail kepada teman-teman korban tentag suatu cerita yang tidak benar atau mengirimkan e-mail ke suatu mailing list sehingga banyak orang mengetahui cerita tersebut.

- Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dillakukan secara online di internet dengan penyelenggara di Indonesia. - Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi yang

banyak beredar di Internet. Kendati sulit untuk menindak pelakunya karena domain didaftarkan di luar negeri.

- Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgardi internet, misalnya kasus Sukma Ayu-Bijah

(9)

9

- Pasal 378 dan 262 KUHP dapat dikenakan pada kasus carding, karena pelaku melakukan penipuan yang seolah-olah ingin membeli barang dan membayar dengan nomor kartu kredit orang lain

- Pasal 409 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain seperti website atau program menjadi tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

- Undang-undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Menurut pasal 1 butir 8 Undang-undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentu lain yang apabila digabungkan dengan media dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau mencapai hasil-hasil khusus termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut. Hak cipta untuk program komputer berlaku selama 50 tahun (pasal 30)

f. Perpajakan di Internet10

Terhadap masalah perpajakan di internet, kita harus lihat di negara Jepang. Mereka membentuk semacam otoitas perpajakan Jepang yakni Cyber Tax

Offline yang bertugas untuk memeriksa seluruh transaksi perdagangan yang

dilakukan melalui internet oleh perusahaan-perusahaan besar. Untuk itu otoritas membentuk tim yang dinamakan Professional eam for E-Commerce

Taxation (PROTECT) yang bertugas untuk mempelajari kemungkinan

penghindaran pajak dalam perdagangan melalui e-commerce di Jepang yang dilakukan melintasi wilayah perbatasan dengan negara lain. Di samping untuk perusahaan-perusahaan besar tim ini juga memeriksa perusahaan-perusahaan kecil termasuk individu-individu dengan memfokuskan pada transaksi B2C (business to customer) yang dilakukan lewat penyedia internet, internet

shopping mall dan penyedia portal lainnya.

Pemeriksaan pajak ini bukan hanya untuk barang-barang berwujud, melainkan juga barang-barang lainnya, seperti software, musik dan hak milik intelektual lainnya. Hal ini dilakukan karena menurut otoritas pajak di Jepang mereka

10

(10)

10

sudah banyak kehilangan penghasilan dari sektor e-commerce ini sejak bertahun-tahun. Penghindaran pajak ini sering dilakukan oleh penyedia jasa internet dengan cara membuat beberapa portal internet dengan nama yang berlainan untuk melakukan penjualan barang dan jasa yang diimpor dari negara lain.

Kesulitan dalam masalah perpajakan untuk transaksi lewat internet ini juga disebabkan sulitnya menentukan domisili di internet. Seperti misalnya di Kanada, bahwa secara umum dikenakan pajak setiap melakukan transaksi lewat intenet yakni Good and Service Tax (GST) yang dilakukan berdasarkan residen atau domisili. Setipa pelaku usaha di Kanada wajib memungut pajak atas transaksi cross border , namun kesulitan terjadi dalam penentuan domisili.

g. Masalah Domisili dan Juridiksi11

Masalah domisili ini menyangkut dengan lokasi perusahaan. Hal ini berhubungan dengan pendirian, pendaftaran dan pembayaran pajak perusahaan penyedia internet dan penyelenggara situs web. Sedangkan masalah juridiksi berkaitan dengan wewenang pengadilan, tempat kejadian perkara, tempat pengajuan gugatan dan sebagainya.

1. Juridiksi Subjektif

Juridiksi subjektif adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu kasus atau perselisihan berdasarkan subjeknya. Pengadilan memiliki keterbatasan dalam memeriksa kasus atau persengketaan.

Apabila pengadilan tidak memiliki kewenangan atau juridiksi untuk mengadili suatu kasus atau sengketa, maka pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa tersebut tidak dapat meminta pengadilan untuk mengadilinya. 2. Juridiksi prosedural adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili

pihak-pihak yang bersengketa atau terlibat suatu kasus. Pengadilan hanya dapat mengadili dan memutuskan perkara suatu kasus apabila dia memiliki juridiksi prosedural atas pihak-pihak dan hanya dengan juridiksi inipengadilan dapat mengambil keputusan yang mengikat mengenai suatu pekara yang dibawa kepadanya oleh pihak-pihak yang bersengketa.

Ada tiga jenis juridiksi prosedural ini, yakni:

11

(11)

11

2.1.Jurisdiksi in personam

Jurisdiksi in personam meliputi tindakan yang dapat memaksakan kewajiban secara personal terhadap seseorang, misalnya membayar sejumlah uang, untuk mempertanggungjawabkan suatu tindakan, untuk melaksanakan tindakan tertentu , untuk tidak melakukan tindakan tertentu. Sebaliknya jurisdiksi in rem dan quasi in rem terbatas pada tindakan terhadap harta benda bukan terhadap orang atau person, dan keputusan yang didasarkan atas jurisdiksi in rem dan quasi in rem tidak memaksakan suatu tindakan terhadap seseorang karena yang diadili bukan orangnya.

2.2.Jurisdiksi in rem

Merupakan penentuan status atau pelepasan hak milik, kepemilikan, kontrol atauhak atas suatu harta yang berada di wilayah hukum suatu pengadilan. Keberadaan suatu benda di wilayah pengadilan tertentu memberikan dasar jurisdiksi kepada pengadilan tersebut untuk mengadili perkara yang timbul atas harta benda tersebut.

Gugatan berdasarkan jurisdiksi in rem atas harta benda perkawinan adalah gugatan atas harta benda yang tidak berwujud. Domisili dari hak adalah pada domisili yang sah dari perkawinan tersebut. Akan tetapi, jika salah satu dari pasangan tersebut meninggal, maka harta perkawinan dengan sendirinya bubar. Dengan demikian jurisdiksi in rem hilang. Hal ini terdapat dalam kasus Carr melawan Carr yang dicatat dalam himpunan kasus Nomor 46 N.Y.2nd 270 (1978)12.

2.3.Jurisdiksi quasi in rem

Jurisdiksi quasi in rem ini memberi kesempatan pada penggugat untuk meminta sita jaminan terhadap harta barta benda berupa harta riil atau harta personal dari tergugat yang betada dalam wilayah kewenangan pengadilan dan menggunakan harta tersebut sebagai dasar jurisdiksi untuk memenuhi gugatan dari tergugat (Kasus Shaffer versus Heilner, 433 US 186 (1997). Untuk mendapatkan jurisdiksi quasi in rem yang sah, seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan putusan pengadilan ex parte

12

(12)

12

dan mendapatkan surat sita dai pihak yang berwenang atas harta benda tergugat. Pengadilan mempunyai jurisdiksi quasi in rem setelah pihak

yang berwenang melakukan penyitaan atas harta benda dan

menyampaikan surat pemberitahuan kepada tergugat tetntang penyitaan tersebut.

h. Ada beberapa peraturan atau perundangan yang mengikat dan dapat dijadikan sebagai payung hukum dalam kegiatan bisnis e-commerce, diantaranya adalah :

 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata

 Kitab Undang-Undang Huktun Dagang

 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan

 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang

 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

 Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

 Peraturan Pemerintah RI Nomor 48 Tahun 1998 Tentang Pendirian Perusahaan Perseroan dibidang Perbankan.

Serta Undang-undang dan Peraturan lainnya yang terkait dengan kejahatan e-commerce ini

i. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. Dari definisi tersebut, maka Internet dan segala fasilitas yang dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat komunikasi karena dapat mengirimkan dan menerima setiap informasi dalam bentuk gambar, suara maupun film dengan sistem elektromagnetik. Penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum

(13)

13

atau pribadi dapat dikenakan sanksi dengan menggunakan Undang- Undang ini, terutama bagi para hacker yang masuk ke sistem jaringan milik orang lain sebagaimana diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memampulasi:

a. Akses ke jaringan telekomunikasi b. Akses ke jasa telekomunikasi

c. Akses ke jaringan telekomunikasi khusus

Apabila anda melakukan hal tersebut seperti yang pernah terjadi pada website KPU www.kpu.go.id, maka dapat dikenakan Pasal 50 yang berbunyi "Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)"

j. Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya Compact Disk - Read Only Memory (CD - ROM), dan Write -- Once -Read - Many (WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.

k. Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang yang paling ampuh bagi seorang penyidik untuk mendapatkan informasi mengenai tersangka yang melakukan penipuan melalui Internet, karena tidak memerlukan prosedur birokrasi yang panjang dan memakan waktu yang lama, sebab penipuan merupakan salah satu jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q) penyidik dapat meminta kepada bank yang menerima transfer untuk memberikan identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Dalam Undang-Undang Perbankan

(14)

14

identitas dan data perbankan merupakan bagian dari kerahasiaan bank sehingga apabila penyidik membutuhkan informasi dan data tersebut, prosedur yang harus dilakukan adalah mengirimkan Surat dari Kapolda ke Kapolri untuk diteruskan ke Gubemur Bank Indonesia. prosedur tersebut memakan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan data dan informasi yang diinginkan. Dalam Undang-Undang Pencucian Uang proses tersebut lebih cepat karena Kapolda cukup menhirimkan surat kepada Pemimpin Bank Indonesia di daerah tersebut dengan tembusan kepada kepada Kapolri dan Gubernur Bank Indonesia, sehingga data dan informasi yang dibutuhkan lebih cepat didapat dan memudahkan proses penyelidikan terhadap pelaku, karena data yang diberikan oleh pihak bank, berbentuk: aplikasi pendaftaran, jumlah rekening masuk dan keluar serta kapan dan dimana dilakukan transaksi maka penyidik dapat menelusuri keberadaan pelaku berdasarkan data-data tersebut. Undang-Undang ini juga mengatur mengenai alat bukti elektronik atau digital evidence sesuai dengan Pasal 38 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

l. Undang-undang No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Pidana Terorisme Selain Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau vans serupa dengan itu. Digital

evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus

terorisme, karena ini komunikasi antara para pelaku dilakukan di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima perintah perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari informasi dengan menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui bulletin

board atau mailing list.

(15)

15

Elektronik

Undang-undang ini, yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008, walaupun sampai dengan hari ini belum ada sebuah PP yang mengatur mengenai teknis pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna mencapai sebuah kepastian hukum.

n. Kasus mengenai Perbuatan yang Dilarang dalam UU ITE

Selain memuat ketentuan mengenai penyelenggaraan sistem elektronik untuk mendukung informasi dan transaksi elektronik, UU ITE juga memuat pasal-pasal mengenai Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana, Pembuatan yang dilarang termuat pada Pasal 27-37, sedangkan ketentuan Pidana pasal 45-52. Pidana dapat berupa pidana penjara dan/atau Benda.

Pada bagian ini penulis menampilkan satu contoh kasus yang terkait dengan perbuatan yang dilarang dalam UU ITE. Dengan contoh ini diharapkan para pembaca dapat mengambil pelajaran penting dari pasal-pasal terkait Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana.

Contoh kasus:13

“Si A adalah pemilik rental VCD berbagai macaw film. Suatu hari, dia mendapatkan kiriman satu VCD dari seseorang yang tidak dikenal. Isi VCD berupa video singkat yang memuat permainan sex sepasang suami istri. Dalam cerita ini, si suami istri itu sengaja membuat video tersebut untuk kepentingan pribadi bukan untuk dipublikasikan, tapi entah bagaimana video itu jatuh ke tangan orang lain (si A). Kemudian, si A meng-copy video itu ke dalam beberapa VCD, lalu menyebarkan atau menjualnya. Pekerjaan Si A tidak hanya menjual VCD, si A juga memiliki kegemaran untuk merekayasa foto-foto artis menjadi tampak dalam pose bugil, malahan si A memiliki website yang dirancangnya sendiri untuk menfasilitasi pemuatan video dan gambar-gambar pornografi baik gambar asli maupun gambar rekayasa".

Dari kasus diatas, perbuatan si A dapat dijerat dengan pasal-pasal dalam UU ITE sebagai berikut :

Pertama:

Perbuatan si A dengan sengaja dan tanpa hak telah mendistribusikan informasi elektronik dan dokumen elektronik berupa video singkat yang melanggar kesusilaan.

Untuk itu Pasal 27 ayat 1 akan menjerat si A Pasal 27 ayat 1

13

(16)

16

"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan". Kedua:

Perbuatan si A melakukan manipulasi terhadap informasi elektronik berupa foto artis untuk diubah menjadi foto dalam pose bugil. Tujuan dari manipulasi ini adalah mencemarkan nama baik artis dan membuat foto hasil rekayasa seolah-olah otentik/asli.

Untuk itu Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 35 akan menjerat pula si A. Pasal 27 ayat 3:

“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.

Pasal 35 :

"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghiiangan, pengrusakan informasi Elektronik daniatau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik” Ketiga:

Perbuatan si A mengakibatkan kerugian bagi suami isteri dan artis. Si suami isteri membuat video itu untuk kepentingan pribadi bukan untuk dipublikasikan. Si artis memiliki foto asli tidak dalam pose bugil, tapi karena ulah si A, foto asli diubah menjadi foto rekayasa dalam pose bugil. Untuk itu Pasal 36 akan menjerat Pula si A.

Pasal 36 :

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain”.

Keempat

Perbuatan si A mengadakan perangkat lunak berupa website yang bertujuan untuk menfasilitasi pendistribusian foto/glamour bersifat pornograti.

Untuk itu Pasal 34 ayat 1 bagian akan menjerat Pula si A. Pasal 34 ayat 1 bagian a :

"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,

menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan,

menyediakan, atau memiliki perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasintasi Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 sampai dengan Pasai 33. Dan pasal-pasal yang dapat menjerat si A maka ketentuan pidana yang terkait termuat pads pasal-pasal sebagai berikut:

Pasal 45 ayat 1 :

"Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Pasal 50 :

(17)

17

(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)."

Pasal 51 ayat 1 :

"Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah)"

Pasal 51 ayat 2 :

“Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah)"

Namun Pemerintah Republik Indonesia bersama dengan DPR rupanya telah mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan buruk yang dapat ditimbulkan oleh internet. Maka setelah melalui proses pertimbangan, pada 21 April 2008, diundangkanlah oleh Undang-undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang lebih dikenal degan UU ITE.

Ada beberapa kasus perjudian yang dilakukan melalui Internet, yang dikemas dalam bentuk yang tidak seperti sebuah perjudian, sehingga mempersulit para penegak hukum (polisi) untuk mengumpulkan bukti permulaan bahwa hal tersebut merupakan suatu tindak pidana perjudian. Sebuah pendekatan teknologi mutlak diperlukan untuk menyingkap adanya tindak pidana perjudian melalui internet (internet gambling) tersebut. Salah satu contoh kasus perjudian melalui internet (internet gambling) antara lain perjudian yang diadakan dan dilakukan melalui website wwv.TebakHuruf.com yang terlihat seperti sebuah permainan biasa, perjudian ini telah ada sejak tahun 2005 yang didirikan bandar judi dari Hongkong dan Indonesia dan di backup oleh sebuah bank swasta di Hongkong. Perjudian tersebut menjanjikan hadiah jutaan rupiah. Untuk dapat turut serta dalam permainan tersebut calon pemain harus mentransferkan sejumlah uang yaitu sebesar Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) ke nomor rekening yang telah ditentukan, selanjutnya pemain harus menebak jawaban atas pertanyaan yang diberikan, apabila tebakannya tepat, maka pemain mendapat point yang dapat ditukar dengan sejumlah uang sampai jutaan rupiah. Atas perjudian yang dilakukan melalui internet di atas, sering dilakukan razia dari kepolisian di wilayah Jakarta melalui warnet yang beroperasi di beberapa wilayah di Jakarta. Selain kasus tersebut ada pula kasus perjudian melalui internet yang lain, yaitu kasus perjudian melalui internet yang telah dilakukan oleh tiga orang bernama Ari Durahman, Akim Titis dan Handi Candra yang ketiganya ditangkap petugas Polsekta Lengkong Bandung, saat sedang melakukan perjudian secara on line melalui sites www.88tangkas.net di warnet Belova, jalan Buah Batu Nomor 46A Bandung tanggai 21 Juli 2008. Pada proses perjudian tersebut pelaku menyetor sejumlah uang berkisar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) sampai 400.000,00 (empat ratus ribu rupiah) melalui ATM BCA ke nomor rekening yang telah ditentukan, setelah pelaku mendapat password dan username, kemudian pelaku mengikuti permainan yang ditentukan yang beraneka ragam seperti tebak gambar atau huruf, apabila menang maka uang yang telah ditransferkan bertambah Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) sedangkan apabila kalah maka uang pelaku berkurang Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah). Polisi menyita 13 unit CPU, 13 unit monitor, tiga kartu ATM BCA atas nama ketiga pelaku dan satu kartu kredit atas nama Candra. Selanjutnya kasus tersebut disidangkan di Pengadilan Negeri

(18)

18

Bandung, dan Jaksa Penuntut Umum mendakwa ketiganya telah melakukan perjudian melalui fasilitas internet (on line) sebagaimana diatur dalam Pasal 303 ayat (1) ke-3 juncto Pasaf 55 KUH Pidana. Akhirnya ketiga terdakwa itu dinyatakan bersalah telah melakukan perjudian melalui fasilitas internet (on line) sebagaimana diatur dalam Pasal 303 ayat (1) ke-3 junto Pasal 55 KUH Pidana dan dijatuhi hukuman penjara masing-masing selama satu tahun delapan bulan. Unsur-unsur pidana yang terpenuhi dari pasal tersebut adalah adanya kesengajaan dari Terdakwa sebagai unsur subjektif maksudnya adanya suatu kegiatan menawarkan atau memberi kesempatan untuk permainan judi dan menjadikan sebagai pencaharian, sedangkan unsur objektifnya adalah adanya tindakan Terdakwa mengadakan kegiatan tanpa izin untuk mendapatkan keuntungan melalui perjudian dan dijadikan sebagai mata pencaharian.

Melihat kasus dan proses peradilan atas tindak pidana perjudian melalui fasilitas internet (on line), hanya dikenakan ketentuan hukum yang terdapat dalam KUHP dalam hal ini Pasal 303 KUHP, padahal saat ini telah ada ketentuan hukum yang mengatur tentang perjudian melalui fasilitas internet (on line) dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang ITE. Oleh karena itu akan terjadi tumpang tindih mengenai peraturan mans yang dapat diberlakukan atas tindak pidana menjadi tidak berlaku dan diganti dengan Pasal 303 bis KUHP. Namun demikian penegakan hukum mengenai tindak perjudian tersebut sulit dilakukan, karena perbuatan termaksud dapat dilakukan setiap saat oleh siapapun dan dimanapun yang seringkali tidak dapat terawasi oleh para penegak hukum. Adanya tindak pidana perjudian ini, menggambarkan keterpurukan masyarakat baik secara ekonomis maupun moral. Perkembangan teknologi informasi dengan adanya internet, menimbulkan bentuk kejahatan baru dalam perjudian yakni perjudian melalui internet (internet gambling). Tindak pidana perjudian melalui internet ini, menyebabkan pemberantasan perjudian semakin sulit untuk dilakukan, karena perbuatan tersebut dapat dilakukan dengan pihak manapun, tanpa terlihat oleh siapapun, dan dapat dilakukan dimanapun.

Ketika berhadapan dengan internet gambling tetap saja akan ada masalah baru yang akan muncul, terutama menyangkut barang bukti, jika pada perjudian biasa alat yang akan dipakai untuk berjudi seperti dadu atau kartu serta uang yang dipakai untuk bertaruh sudah cukup untuk dipakai sebagai barang bukti, sedangkan dalam internet gambling perjudian dilakukan seperti permainan komputer biasa. Pada perjudian yang dilakukan melalui internet taruhan dibayar bukan dari tangan ke tangan, tapi ditransfer langsung dengan menulis nomor

account kartu kredit melalui internet pula.

Sejak ICI (internet Casinos Inc)14 memperkenalkan internet gambling pada 18 Agustus 1995 yang meliputi 18 permainan casino yang berbeda, ICI telah melayani lebih dari 40.000 pendaftar dan mencatat lebih dari 7 juts kunjungan (yaitu situs di internet secara sengaja maupun tidak sengaja) per bulan. Selanjutnya internet gambling merupakan sebuah industri yang berkembang dalam dunia siber (cyber space).

Saat ini telah lahir Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE) yang di dalamnya mengatur berbagai aktivitas yang dilakukan dan terjadi di dunia maya

14

http://www.lawangpost.cgin/read/asas-asas-dan-taivan-uu-nomor-I1-tahun2008-intemet-dan-transaksi-elektronik/I 148/#1xzz1b0m.84NrU

(19)

19

(cyberspace), termasuk pelanggaran hukum yang terjadi. Sebelum ada Undang-Undang ITE, tindak pidana perjudian telah diatur dalam KUHP, dalam hal ini termuat pads Pasal 303 (KUHP) dan Pasal 303 bis KUHP Menurut Pasal 303 KUHP, yang dihukum adalah pihak yang mengadakan atau memberi kesempatan bermain judi sebagai mata pencaharian, pihak yang sengaja memberi kesempatan bermain judi kepada umum serta turut bermain judi sebagai mata pencaharian. Sementara itu, Pasal 303 bis KUHP diterapkan pada orang yang mempergunakan kesempatan untuk bermain judi sebagaimana diatur dalam Pasal 303 KUHP di atas. Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 303 dan Pasal 303 bis KUHP di atas hanya meminta aparat untuk membuktikan bahwa telah terjadi perjudian dan orang yang ditangkap adalah bandarnya, atau setidaknya terlibat dalam suatu praktik perjudian.

Dengan demikian, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai hukum positif yang mengatur mengenai tindak-tindak pidana di Indonesia telah mengakomodasi aturan mengenai perjudian, yaitu di dalam Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pada perkembangannya, muncul berbagai bentuk kejahatan di dunia maya (cyber crime) yang tidak dapat lagi dikenakan sanksi berdasarkan undang-undang yang ada, yang man hal ini menuntut pemerintah untuk segera menyusun produk hukum yang dapat diterapkan pads kejahatan yang terjadi di dunia maya (cybercrime) termasuk tindak pidana perjudian melalui internet (internet gambling). Sehingga lahirlah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

C. Pengertian Penyelidik dan Penyidik15

1. Penyelidik

Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia. Menurut Pasal 5 penyelidik memiliki wewenang yang relatif luas dalam menerima laporan dan menyelidiki tindak pidana. Pengertian Penyelidikan menurut UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menemukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

2 . Penyidik

Penyidik adalah pejabat polisi yang diangkat secara khusus dan berpangkat cukup tinggi. Pengertian Penyidikan menurut UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini untuk mencari serta

15

(20)

20

mengumpulkan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Istilah penyidikan dipakai sebagai istilah yuridis atau hukum pada tahun 1961 yaitu sejak dimuat dalam Undang-undang No. 13 Tahun 1961 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian Negara. Penyidikan berasal dari kata "sidik" yang artinya terang. Jadi panyidikan artinya membuat terang atau jelas. Walaupun kedua istilah "penyidikan" dan "penyelidikan" berasal dari kata yang sama KUHAP membedakan keduanya dalarn fungsi yang berbeda, Penyidikan artinya membuat terang kejahatan [Belanda = “Opsporing”] [Inggris = “Investigation”]. Namun istilah dan pengertian penyidikan pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu :

1. Istilah dan pengertian secara gramatikal. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka cetakan kedua. tahun 1989 halaman 837 dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik yang diatur oleh undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti pelaku tindak pidana. Asal kata penyidikan adalah. sidik yang berarti periksa, menyidik, menyelidik atau Mengamat-ngamati

2. Istilah dan pengertian secara yuridis. Dalam Pasal 1 butir (2) KUHAP dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Dan yang menjadi perbedaan di antara Penyelidik dan Penyidik ialah Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia. Menurut Pasal 5 penyelidik memiliki wewenang yang relatif luas dalam menerima laporan dan menyelidiki tindak pidana. Di sisi lain, seorang Penyidik adalah pejabat polisi yang diangkat secara khusus dan berpangkat cukup tinggi.

2.1 Syarat-Syarat Penyidik

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 1 butir (1) dan pasal 6 ayat (1) KUHAP bahwa yang dapat dikatakan sebagai penyidik yaitu pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang. Seseorang yang ditunjuk

(21)

21

sebagai penyidik haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan yang mendukung tugas tersebut, seperti misalnya : mempunyai pengetahuan, keahlian di samping syarat kepangkatan. Namur demikian KUHAP tidak mengatur masalah tersebut secara khusus. menurut pasai 6 ayat (2) KUHP, syarat kepangkatan pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang berwenang menyidik akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Kemudian dalam penjelasan disebutkan kepangkatan yang ditentukan dengan Peraturan Pemerintah itu diselaraskan dengan kepangkatan penuntut umum dan hakikat pengadilan umum. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 ( PP No. 27 / 1983 ) tentang Pelaksanaan KUHAP ditetapkan kepangkatan penyidik Polri serendah rendahnya Pembantu Letnan Dua sedangkan bagi Pegawai Negeri Sipil serendah rendahnya Golongan II B. Selaku penyidik Polri yang diangkat Kepala Kepolisian negara Republik Indonesia yang dapat melimpahkan wewenangnya pada pejabat polisi yang lain.

Tugas Polri sebagai penyidik dapat dikatakan menjangkau seluruh dunia. Kekuasaan dan wewenangnya luar biasa penting dan sangat sulit di Indonesia, polisi memegang peranan utama penyidikan hukum pidana umum, yaitu pelanggaran pasal-pasal KUHP. Sedangkan penyidikan terhadap tindak pidana khusus, misalnya : korupsi, penyelundupan dan sebagainya menurut ketentuan pasal 284 ayat (2) KUHAP junto pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 dilakukan oleh penyidik ( Polisi dan Pegawai Negeri Sipil, Jaksa dan pejabat Penyidik lain yang berwenang). Penyidik Pegawai Negeri Sipil menurut penjelasan pasal 7 ayat (2), antara lain : Pejabat Bea Cukai, Pejabat Imigrasi, Pejahat Kehutanan dan lain-lain Satu kekecualian di KUHAP dan PP No.27 / 1983 adalah ketentuan dalam Undang-Undang Zona Ekonomi Eksklusif Nomor 5 Tahun 1983 (UU ZEE No. 5 /1983) yang menentukan bahwa penyidik pelanggaran UU tersebut adalah Angkatan Laut Republik Indonesia. Jadi bukan Pegawai Negeri Sipil.

D. Surveillance (Pembuntutan)16

16

(22)

22

Dalam mengungkapkan adanya suatu tindakan pidana Narkotika dan Psikotropika maka penyelidik tidak hanva melakukan pemeriksaan atau pengawasan hanva pada suatu tempat tertentu. Pengawasan ini harus dilakukan secara berpindah, untuk itu diperlukan teknik surveillance. Pengertian surveillance adalah:

Pengawasan terhadap orang, kenderaan dan tempat atau obyek yang dilakukan secara rahasia, terus menerus dan kadang-kadang berselang untuk memperoleh informasi kegiatan dan identifikasi oknum. Informasi yang diperoleh dalam melakukan pembuntutan digunakan untuk mengidentiflkasi sumber, kurir dan penerima Narkotika dan Psikotropika. Operasi surveillance dilakukan secara terns-menerus dan kadang berganti-ganti agar tidak menimbulkan kecurigaan bagi pelaku tindak pidana Narkotika dan Psikotropika.

Menurut Pasal 1 angka (8) Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-intruksi tersebut. Hak cipta untuk program komputer berlaku selama 50 tahun (Pasal 30). Harga program komputer/sofware yang sangat mahal bagi warga negara Indonesia merupakan peluang yang cukup menjanjikan bagi para pelaku bisnis guna menggandakan serta menjual software bajakan dengan harga yang sangat murah. Misalnya, program anti virus seharga $US50 dapat dibeli dengan harga Rp. 20.000,00. Penjualan dengan harga sangat murah dibandingkan dengan software asli tersebut menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi pelaku sebab modal yang dikeluarkan tidak lebih dari Rp 5.000,00 perkeping. Maraknya pembajakan software di Indonesia yang terkesan "dimaklumi" tentunya sangat merugikan pemilik hak cipta. Tindakan pembajakan program komputer tersebut juga merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (3) yaitu "Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

(23)

23

E. Kedapatan tertangkap tangan (ontdekkeng op heterdaad) Adapun yang dimaksud dengan tertangkap tangan adalah:

Tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberap saat tindakan pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau Apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu (pasal 1 butir 19 KUHP). Ini berarti, menganggap bahwa kejahatan melalui intenet (cyber crime) memiliki kesamaan bentuk kejahatan yang ada di dunia nyata17. Sedangkan dalam hal tidak tertangkap, pengetahuan penyelidik atau penyidik tentang telah terjadinya tindak pidana dapat diperoleh adalah:

a.Laporan b.Pengaduan

c.Pengetahuan sendiri oleh penyelidik atau penyidik /diskresi

Untuk memenuhi azas kepastian hukum, dalam hal ini peran dari aparat penegak hukum/Polisi harus dikedepankan kendatipun kinerja polisi sering kali dipengaruhi oleh faktor perubahan sosial18. Dalam berbagai kesempatan, Satjipto Rahardjo selalu mengatakan, bahwa “polisi adalah wajah hukum kita sehari-hari”.19

Sebagai aparat penegak hukum yang selalu melakukan proses transformasi yaitu dengan cara menghubung-hubungkan rumusan-rumusan hukum yang umum dan abstrak itu dengan pelanggaran dan kejahatan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, sebagaimana dipaparkan sebelumnya, bahwa pertanggungjawaban hanya diberikan oleh aparat polisi semata-mata menjaga eksistensi hukum20. Bisa saja dikatakan, polisi sebagai “penegak hukum jalanan” dan advokat, jaksa dan hakim termasuk kategori “penegak hukum gedongan”.21

Kendatipun INCERT22 (Indonesia Computer Emergency Response Team) telah terbentuk akan tetapi masih berbentuk antisipasi, berhubung Negara-negara lain telah membentuk

17

T ubagus Ronny Rahman Nitibaskara, Ketika Kejahatan Berdaulat:Sebuah Pendekatan Krim inologi,Hukum dan Sosiologi (Jakarta:Peradaban,2001) hal.53

18 Satjipto Rahardjo,2007 Membangun Polisi Sipil:Perspektif Hukum, Sosial dan Kemasyarakatan, cetakan Kedua, Kompas, Jakarta hal.3 19 Faisal,SH,MH,- Menerobos Positivisme Hukum,P enerbit Ramkang-education,Cetakan P ertama 2010,hal.106

20Ibid. 21

Ibid

(24)

24

semacam benteng pertahanan untuk menanggulangi delik pidana terhadap komputer, yang dipelopori oleh Amerika Serikat di tahun 1988 setelah adanya serangan sendworming.sebagaimana pendapat J.E.Sahetapy yang menyatakan bahwa kejahatan erat kaitannya dan bahkan menjadi bagian dari hasil budaya itu sendiri. Artinya, semakin semakin tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin modern pula kejahatan itu, sifat dan cara pelaksanaannya23.

KESIMPULAN

- Masih tumpang tindihnya aturan dan peraturan dalam penegakan kejahatan yang berhubungan dengan Internet

- Masih belum adanya keseragaman penerapan hukum yang mana yang akan diterapkan, berdasarkan persepsi, pengetahuan yang berbeda/belum memadai dalam menafsirkan kejahatan yang berhubungan dengan Internet, misalnya tentang pencurian yang dihubungkan dengan pasal 362 dengan ancaman ringan, padahal akibatnya sangat merugikan orang lain

- Perlunya sebuah aturan khusus yang dapat menjerat pelaku dengan ancaman denda/kurungan yang tinggi agar timbulnya efek jera bagi pelaku

SARAN-SARAN

- Hendaknya ISP (Internet Service Provider) membatasi nomor IP (Internet Protocol) agar lebih mudah untuk mengenali para pemakainya

- LAN juga diharapkan melakukan hal yang sama kepada kliennya, agar lebih mudah dalam melakukan identifikasi jika ada terbukti melakukan tindak kejahatan melalui jaringan internet

- Membuat semacam Klinik Komputer (Computer Clinic) di setiap daerah agar dapat memberikan respon, tanggapan, bahkan bantuan kepada klien/pengguna jaringan apabila terjadi tindak pidana komputer/keluhan.

Klinik ini dibuat dengan dukungan/bantuan pemerintah bersama

stakeholders terkait.

23

Abdul Wahid, Krim inologi dan Kejahatan Kontemporer, Lembaga Penerbitan Fakultas Hukum UNISMA Malang, 2002 hal.21

(25)

25 DAFTAR PUSTAKA

Barda Nawawi Arif, menggunakan istilah tindak pidana Mayantara untuk jenis kejahatan ini, Seminar Nasional Cyber Law, Bandung 9 April 2001.

Barda Nawawi Arif, dalam United Nations (Eighth UN Congress On The Prevention Of

Crime And The Treatment Of Offenders Report), 1991.

Wisnusubroto, Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Penyalahgunan

Komputer, Yogyakarta:Universitas Atmajaya,1999.

AsrilSitompul, Hukum Internet, Penerbit PT.Citra Aditya Bakti Bandung,2001.

Abdul Wahid, Kriminologi dan Kejahatan Kontemporer, Lembaga Penerbitan Fakultas Hukum UNISMA Malang, 2002.

Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, Ketika Kejahatan Berdaulat:Sebuah Pendekatan

Kriminologi,Hukum dan Sosiologi (Jakarta:Peradaban,2001).

Satjipto Rahardjo,2007 Membangun Polisi Sipil:Perspektif Hukum, Sosial dan

Kemasyarakatan, cetakan Kedua, Kompas, Jakarta.

Faisal,SH,MH,- Menerobos Positivisme Hukum,Penerbit Ramkang-education,Cetakan Pertama 2010.

PP Nomor 27 Tahun 1983 ( PP No. 27 / 1983 ) tentang Pelaksanaan KUHAP ditetapkan kepangkatan penyidik Polri.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata Kitab Undang-Undang Huktun Dagang

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Peraturan Pemerintah RI Nomor 48 Tahun 1998 Tentang Pendirian Perusahaan Perseroan dibidang Perbankan

Undang-Undang Zona Ekonomi Eksklusif Nomor 5 Tahun 1983 (UU ZEE No. 5 /1983)

http://balianzahab.wordpress.com/artikel/penyidikan-terhadap-tindak-pidana-cybercrime diakses tanggal 27 November 2011

(26)

PENGATURAN-DAN-KEDUDUKAN-INTERNET-PROTOKOL-SEBAGAI-26

ALAT-BUKTI-DALAM-TINDAK-PIDANA-KEJAHATAN-MAYANTARA-%628CYBER-CRIME%629 , diakses tanggal 18 November 2011

http://www.lawangpost.cgin/read/asas-asas-dan-taivan- uu-nomor-I 1-tahun2008-intemet-dan transaksi-elektronik/I 148/#1xzz1b0m.84NrU, diakses tanggal 30 November 2011

Referensi

Dokumen terkait

Parameter utama dari efisiensi yang dihasilkan yaitu pengerjaan spray yang awalnya dilakukan dua kali yaitu pertama pembersihan bagian luar candle filter lalu kedua

Waktu dibutuhkan untuk pengetesan program yaitu tiga minggu, mimggu pertama, minggu kedua dan minggu ketiga pada

Dan dalam Penjelasan umum Undang-Undang tersebut, Antara lain disebutkan bahwa Pegawai Negeri yang menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik harus diberhentikan

Istilah seperti contoh, sifat dan sifat nilai yang dikembangkan oleh burner digunakan untuk mengurangi hakikat konsep dan proses perolehan konsep, fasilitor yang diinginkan

11 Dalam bekerja di kantor ini saya tidak mendapatkan sesuatu hal yang bermanfaat 12 Saya merasa pekerjaan ini membosankan 13 Saya pernah diikutkan

jantung pada dinding dada.Batas bawahnya adalah garis yang menghubungkan sendi kostosternalis ke-6 dengan apeks jantung... FISIK DIAGNOSTIK JANTUNG DAN

Kegiatan pengemasan, penyimpanan, dan penanganan selama transportasi menjadi aktivitas kunci dengan suhu dan waktu selama penanganan dan pemrosesan menjadi dua faktor kritis

Menghitung waktu penjalaran (travel time) gelombang P, yaitu waktu tiba – waktu kejadian pada tiga stasiun. Menentukan jarak episenter berdasar waktu penjalaran gelombang