1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia hidup di dunia tidak lepas dari aturan yang berlaku, salah satunya adalah aturan tentang hak asasi manusia, begitupun juga atas hak kebebasan untuk mengemukakan pendapat. Kebebasan untuk mengemukakan pendapat merupakan hak setiap orang di negara yang demokrasi ini. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan:
“setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.1
Kebebasan untuk berpendapat atau berbicara adalah kebebasan untuk mengeluarkan segala pemikiran maupun mengemukakan gagasan tanpa ada tekanan baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Dalam hal ini masyarakat sering melakukannya baik melalui media elektronik atau media sosial maupun secara langsung.
Semakin berkembangnya teknologi informasi yang semakin canggih, cepat dan mudah, menjadikan hal tersebut sebagai gaya hidup (lifestyle) bagi semua orang tak terkecuali di Indonesia melalui media sosial. Media sosial adalah media berbasis internet yang berupa ruang interaksi virtual oleh teknologi multimedia. Dengan memanfaatkan berbagai macam situs jejaring sosial (media
sosail) seperti Mozila Firefox, Google, Instagram, Facebook, Twitter, dan media
sosial yang lainnya dapat memudahkan seseorang untuk berinteraksi dengan yang lainnya.
Selain itu dalam media sosial masyarakat bebas mengekspresikan diri, bersosialisasi, menjadikan sebagai sumber informasi , dan memberikan informasi. Sebagai akibat dari perkembangan yang demikian, maka lambat laun, teknologi informasi dengan sendirinya juga telah mengubah perilaku masyarakat dari peradaban manusia secara global.2
Permasalahan hukum yang sering didapati yakni terkait dengan penyampaian informasi yang dilakukan oleh masyarakat baik secara langsung maupun melalui teknologi informasi, komunikasi dan/atau data secara elektronik. Kurang sadarnya masyarakat dalam penggunaan teknologi informasi secara bijak menjadikan masyarakat membuat konten atau menyebarkan informasi yang tidak seharusnya. Hal tersebut justru dapat merugikan dirinya sendiri dan juga terhadap orang lain. Dan kurang sadarnya masyarakat akan sopan santun dalam berpendapat justru dapat membawa dirinya kedalam masalah yang merugikan dirinya sendiri.
Perkembangan teknologi informasi saat ini tidak hanya memberikan dampak positif saja namun juga memberikan dampak negatif atas kemunculannya. Salah satu dampak negatif yang sering ditemui saat ini yaitu fenomena terkait dengan Ujaran Kebencian (Hate Speech). Ujaran Kebencian (Hate Speech) adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna
2 Budi Suhariyanto, 2014, Tindak Pidana Teknologi Informasi (CYBERCRIME), Jakarta: PT. Raja
kulit, etnis, gender, cacat, orientasi seksual, kewarganegaraan, agama, dan lain-lain.
Dalam arti hukum, hate speech adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku terhadap pihak korban. Pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut.3
Bentuk-bentuk Ujaran Kebencian (Hate Speech) diantaranya menista secara lisan, menista dengan surat/tertulis, memfitnah, penghinaan ringan, mengadu secara memfitnah, tuduhan secara memfitnah di media sosial, dan sebagainya. Selain itu dampak yang ditimbulkan dengan adanya Ujaran Kebencian (Hate Speech) diantaranya memicu perpecahan, pertengkaran, generasi muda menjadi diskriminatif, dan lainnya. Ujaran Kebencian (Hate
Speech) biasanya dilakukan dalam berbagai media diantaranya dalam kegiatan
kampanye, banner atau spanduk, orasi, ceramah keagamaan, media cetak elektronik, maupun media sosial.4
Dalam Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dijelaskan bahwa “Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan
permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam Pasal ini dan Pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.”5
Sedangkan dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dijelaskan bahwa “Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa
3 Wikipedia, Ucapan Kebencian, https://id.wikipedia.org, acces 20 Maret 2019 4 Ibid
kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)”.6
Dalam hal ini sudah jelas dikatakan bahwa perbuatan dengan mengutarakan pendapat atau menyebarkan informasi yang ditujukan agar timbul rasa kebencian dan sebagainya, apabila masyarakat melakukan hal tersebut sudah jelas bahwa telah melanggar hukum.
Contoh kasus Ujaran Kebencian (Hate Speech) yang pernah terjadi yakni kasus Ujaran Kebencian (Hate Speech) yang dilakukan oleh akun facebook atas nama Emir Rianto salah satu warga Sidoarjo yang memposting sebuah status “Memancing di air yang keruh tidak jauh beda dengan penghina-penghina Al-Quran. Hukuman yang pantas adalah penggal lehernya meski dia seorang muslim!!!” disertai dengan gambar/foto Kapolri yang ada perkataan “Saksi mewakili keluarga besar mabes Polri memohon maaf kepada seluruh umat islam Indonesia atas kejadian penginjakan kitab suci Al-Quran, yang dilakukan Kesatuan Densus 88 dan Sipir Mako Brimob Depok (Kapolri Ir. Jend. Tito Karnavian)” dan status yang diduga tidak benar dapat menimbulkan rasa kebencian terhadap individu atau kelompok tertentu berdasarkan SARA, serta selain posting status tersebut akun facebook atas nama Emir Rianto juga mengunggah status dengan logo Banser dengan perkataan yang dapat menimbulkan rasa kebencian terhadap individu atau kelompok tertentu berdasarkan SARA. Perkataan tersebut yang ditulis oleh akun Facebook atas
6 Undang-undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 11 Tahun 2008
nama Emir Rianto tersebut ditujukan untuk institusi Polri khususnya Bapak Kapolri.7
Contoh kasus lain terkait dengan Tindak Pidana Ujaran Kebencian (Hate
Speech) yakni kasus Ujaran Kebencian (Hate Speech) yang dilakukan oleh akun
facebook atas nama “Galih K. Rachmawan”, dengan menuliskan komentar di berita yang diposting oleh akun atas nama Tirto.Id pada tanggal 12 desember 2018 dengan judul “Kasus Polsek Ciracas: Jiwa Korsa Yang Tidak Pada Tempatnya-tirto.ID, dengan kata-kata sebagai berikut “Oknum TNI banci ngrusak aset Negara. Dibayar negara buat ngrusak asset negara? Tolol nya udah hebat sekali”, yang ke dua “Hidup TNI!!! Besok kalo dipecat jangan nangis2 dan ngemis2 ya kayak yg sudah sudah wkwkwkwk.” dan kalimat yang terkahir “ harga diri atau NKRI harga mati Tentara Kok Koplak.” dengan adanya kejadian tersebut TNI merasa di rugikan atas perbuatan yang di lakukan oleh akun facebook atas nama “Galih K. Rachmawan” dan komentar yang diduga tidak benar yang dapat menimbulkan rasa kebencian terhadap individu atau kelompok tertentu berdasarkan SARA.8
Kasus-kasus ini merupakan salah satu kasus yang ditangani oleh Kepolisian Resor Kota Sidoarjo terkait dengan Tindak Pidana Ujaran Kebencian (Hate Speech). Kasus ini sudah mencerminkan bahwa penegakkan atas kasus tindak pidana Ujaran Kebencian (Hate Speech) harus ditegakkan agar tidak terjadi kesalah pahaman yang akan merugikan masyarakat maupun orang lain.
7 Resume Kasus Perkara Ujaran Kebencian Di Kepolisian Resor Kota Sidoarjo
8 M. Fatah, Kasus Polsek Ciracas: Jiwa Korsa Yang Tidak Pada Tempatnya, www.Tirto.Id, acces 10
Terlebih lagi agar tidak terjadi perpecahan diantara mayarakat. Tindak pidana menfitnah, mencemarkan nama baik, menista, dan perbuatan tidak menyenangkan merupaka suatu perbuatan yang melanggar hukum karena telah melanggar hak asasi manusia dan meresahkan masyarakat yang dapat berdampak perpecahan di antara masyarakat. Perbuatan tersebut tidak harus dilakukan melalui lisan maupun perbuatan seacara langsung. Namun bisa dilakukan melalui media sosial yang ada. Karena pada media sosial masyarakat dengan bebas dapat menyuarakan atau berpendapat sesuai dengan keinginan maupun kemauan mereka.
Etika dalam mengemukakan pendapat dan etika dalam dunia maya atau media sosial perlu ditegaskan, mengingat bahwa saat ini masyarakat lebih suka untuk berkomentar tanpa berfikir akan dampaknya. Terlebih lagi dunia maya atau media sosial merupakan hal yang sudah dianggap penting bagi masyarakat, maka kebanyakan dari masyarakat saat ini lebih suka berkomentar di media sosial. Namun, semakin banyak pihak yang menyalahgunakan media sosial untuk menyebarluaskan hal-hal yang tidak lazim mengenai sesuatu, seperti suku bangsa, agama, dan ras. Penyebaran berita yang sifatnya fitnah di media sosial maupun yang dilakukan seacara langsung menjadi hal yang patut diperhatikan. Padahal jika segala sesuatu seperti hak untuk berpendapat dipergunakan dengan baik, maka akan berdampak pada perubahan besar yang positif.
Berasarkan fakta-fakta yang ada, penulis tertarik untuk meneliti, mengkaji serta mengetahui Profil Hate Speech dan Tipologi Hate Speech dalam
judul Tipologi Tindak Pidana Menyampaikan Ujaran Kebencian (Hate Speech) Di Kepolisian Resor Kota Sidoarjo.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Profil Tindak Pidana Menyampaikan Ujaran Kebencian (Hate
Speech) di Kepolisian Resor Kota Sidoarjo?
2. Bagaimana Tipologi Tindak Pidana Menyampaikan Ujaran Kebencian (Hate
Speech) yang ada di Kepolisian Resor Kota Sidoarjo?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui dan memahami Profil Tindak Pidana Menyampaikan Ujaran Kebencian (Hate Speech) yang ada di Kepolisian Resor Kota Sidoarjo 2. Mengetahui dan memahami Tipologi Tindak Pidana Menyampaikan Ujaran
Kebencian (Hate Speech) yang ada di Kepolisian Resor Kota Sidoarjo D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan akan dapat memberikan manfaat yaitu:
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu hukum khususnya hukum pidana dan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian yang lain yang sesuai dengan bidang penelitian yang penulis teliti.
2. Dapat digunakan sebagai informasi bagi masyarakat atau praktisi hukum dan instansi terkait dengan Tipologi Tindak Pidana Menyampaikan Ujaran Kebencian (Hate Speech) yang ada di Kepolisian Resor Kota Sidoarjo.
E. Kegunaan Penelitian a. Bagi Penulis
Kegunaan penulisan bagi penulis yakni untuk memenuhi tugas akhir dan untuk memenuhi syarat sebagai Sarjana Hukum (SH). Selain itu untuk memberikan pengetahuan bahwa tindakan baik berupa perkataan maupun tulisan di dunia maya atau media sosial yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnis, gender, cacat, orientasi seksual, kewarganegaraan, agama, dan lain-lain merupakan sebuah pelanggaran. Karena dapat memicu pertengkaran dan perpercahan diantara individu maupun golongan.
b. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat membuat masyarakat menjadi lebih bijak dalam berpendapat dan menggunakan media sosial yang ada. Membuat masyarakat lebih sadar hukum terkait Tindak Pidana Menyampaikan Ujaran Kebencian (Hate Speech). Selain itu memberikan rasa kenyamanan dan ketentraman kepada masyarakat. Karena dengan berpendapat secara bijak tidak akan ada pertengkaran maupun perpecahan antara individu maupun golongan yang diakibatkan salahnya dalam mengemukakan pendapat, pemikiran maupun berkomentar.
F. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Yuridis Sosiologis (empiris), yakni melihat hukum sebagai perilaku manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi secara yuridis menyampaikan Ujaran Kebencian (Hate Speech) di dikaitkan dengan Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang-undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, kemudian secara sosiologis menyampaikan Ujaran Kebencian (Hate Speech) dikaitkan dengan keadaan nyata dalam masyarakat.
2. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi di Kota Sidoarjo karena penulis menganggap bahwa di Kota Sidoarjo ini mempunyai informasi, data-data, dan fakta terkait dengan judul penelitian yang sedang dikerjakan. Dengan dasar seperti itu maka penulis yakin untuk mengangkat masalah terkait dengan “Tipologi Tindak Pidana Menyampaikan Ujaran Kebencian (Hate
Speech) Di Kepolisian Resor Kota Sidoarjo”. Lokasi penelitian yang dituju
adalah Polresta Sidoarjo (Kepolisian Resor Kota Sidoarjo) yang beralamat di Jalan R.A Kartini No. 88, Sidokumpul, Sidolumpuk, Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
3. Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Primer dan data Sekunder.
a. Data primer adalah jenis data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas. Sumber data diperoleh dari lapangan secara langsung dengan wawancara terhadap Penegak Hukum yaitu yaitu IPTU Hafid Dian Maulidi, S.H., M.H selaku Kepala Unit Pidum dan Brigadir Rifky Cendika Hutama, S.H. selaku Penyidik Pembantu di Kepolisian Resor Kota Sidoarjo.
b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahan terhadap berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian.9
c. Ada 3 (tiga) bahan hukum yang digunakan pada sumber data Sekunder yaitu sebagai berikut:
Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum Primer yakni bahan hukum yang terdiri dari peraturan
perundang-undangan yang diurut berdasarkan hirarki.1 0 Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 28 ayat (2) undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
9 Mukti Fajar, Yulianto Achmad, 2015, Dualisme Penelitian Hukum-Normatif dan Empiris,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Hlm. 34
1 Jonaedi Efendi, Johnny Ibrahim, 2016, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Depok: 0
Bahan Hukum Sekunder
Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang terdiri dari buku-buku teks (texbooks) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh
(de herseende leer), jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana,
kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian ini.1 1
Dalam hal ini data dari wawancara dengan pihak Penegak Hukum atau Para Ahli Hukum dapat dilakukan dan digunakan sebagai salah satu data sekunder yang termasuk sebagai bahan hukum sekunder.
Bahan Hukum Tersier
Bahan Hukum Tersier yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, seperti Kamus Hukum, dan Encyclopedia.1 2 4. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara adalah sebuah cara pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dengan cara melakukan sesi tanya jawab terkait dengan objek penelitian yang sedang diteliti oleh penulis untuk mendapatkan informasi dari informan tersebut. teknik wawancara akan menggunakan In-depth
Interview, yakni proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai. Penulis akan menggunakan metode ini untuk mewawancarai anggota Polresta Sidoarjo.
1 Ibid 1
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu cara pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis melalui data-data lain yang mendukung penelitian ini. Dokumentasi disini berupa foto maupun suatu kejadian atau peristiwa yang pernah terjadi sebelumnya dan tentunya masih dalam lingkup bahan yang dibutuhkan untuk penelitian ini terkait dengan Tipologi Tindak Pidana Menyampaikan Ujaran Kebencian (Hate Speech) Di Kepolisian Resor Kota Sidoarjo.
5. Analisis Data
Dari hasil penelitian yang sudah terkumpul seperti yang diperoleh dari lapangan dan data-data kepustakaan, selanjutnya penulis menganalisa data tersebut secara deskriptif kualitatif yaitu data-data yang telah diproses akan dianalisa dan digambarkan sedemikian rupa sehingga diperoleh suatu kesimpulan.
G. Sistematika Penulisan
Dalam hal ini penulis membagi dalam 4 BAB, yang masing-masing bagian dijabarkan sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan
Pada Bab ini penulis akan menguraikan latar belakang dari Tipologi Tindak Pidana Menyampaikan Ujaran Kebencian (Hate Speech) yang ada di Kepolisian Resor Kota Sidoarjo, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat kegiatan, kegunaan penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II: Tinjauan Pustaka
Pada Bab ini penulis akan menguraikan terkait dengan teori-teori hukum, pendapat ahli hukum, dan kajian yurdis normatif sesuai dengan hukum yang masih berlaku dan dipakai dalam penelitian ini.
BAB III: Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada Bab ini beirisi mengenai uraian pembahasan yang diangkat oleh penulis terkait dengan Tipologi Tindak Pidana Menyampaikan Ujaran Kebencian (Hate Speech) yang ada di Kepolisian Resor Kota Sidoarjo, serta dari penelitian ini menganalisis secara content, informative, dan dianalisa berdasarkan kenyataan yang ada dilapangan, dengan didukung teori-teori yang relevan dengan permasalahan dalam penulisan ini.
BAB IV: Penutup
Pada Bab terakhir ini berisikan kesimpulan dari permasalahan hukum mengenai Tipologi Tindak Pidana Menyampaikan Ujaran Kebencian (Hate