BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Suzanne C. Sachter and Brendt G. Bare, 2001).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitas.
Fraktur adalah rusaknya kontuinitas tulang, yang diakibatkan oleh tekanan eksternal yang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Bila fraktur mengubah posisi tulang, struktur yang ada disekitarnya (otot, tendon, saraf, dan pembuluh darah) mengalami kerusakan, cidera traumatik paling banyak menyebabkan fraktur. Fraktur patologis terjadi tanpa trauma pada tulang yang lemah karena demineralisasi yang berlebihan. (Carpenito, 1999).
Berdasarkan beberapa definisi seperti diatas, maka dapat disimpulkan data fraktur adalah terputusnya jaringan tulang. yang diakibatkan oleh tekanan eksternal yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi pada area fraktur .
Gambar Sistem kerangka dan otot kerangka
1. Anatomi
Tulang ekstremitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang.
Terdiri dari 3 buah tulang ikat yang masing-masing banyaknya 2 buah kiri dan kanan yang satu sama lainnya berhubungan sangat rapat sekali sehingga persendian tersebut tidak dapat digerakkan. Tulang-tulang tersebut terdiri dari Os illium (tulang rawan), Os iski (tulang duduk) dan Os pubis (tulang kemaluan).
1) Os ilium (tulang usus)
Banyak 2 buah kiri dan kanan, bentuknya lebar dan gepeng serta melengkung menghadap ke perut pada Os ilium ini terdapat sebuah tulang mangkok, sendi tempat letaknya kepala sendiri dari paha tulang paha di sebut asetabulum.
2) Os iski (tulang duduk)
Bentuknya setengah lingkar menghadap ke atas mempunyai tonjolan bertemu pada tempat duduk yang disebut tuber iskiadikum.
3) Os pubis (tulang kemaluan)
Tulang bercabang 2 yang satu menuju kesamping atas dan satu nya lagi menuju ke samping bawah. Banyak 2 buah kiri dan kanan yang satu sama lain dihubungkan oleh tulang rawan yang disebut simpasis pubis.
b. Os Femur
Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetubulum membentuk kepala senat yang disebut kaput femoris. Di sebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat trankenter mayor dan trankonter minor. Di bagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat 2 buah tonjolan yang disebut kondilus lateralis, di
anatara kedua kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang disebut fosa kondilus.
c. Os Tibialis dan fibularis
Merupakan tulang yang terbesar sesudah tulang paha, yang membentuk persendian lutut dengan Os femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut Os Maleolus lateralis atau mata kaki luar.
d. Os Tibia
Bentuk lebih kecil pada bagian pangkal melekat pada Os fibula pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat laju yang disebut Os maleolus medialis.
e. Os Tarsilio (tulang medialis)
Dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki, terdiri dari tulang-tulang kecil yang banyaknya 5 yaitu sendi :
1) Fakus (tulang loncat) 2) Kalkansus (tulang tuma)
3) Nevikkular (tulang bentuk kapal) 4) Os Kakoideum (tulang bentuk dadu)
5) Kunai formi, terdiri dari 3 : kunaiformi lateralis, kunai formi intermedialis, kunai formi medialis.
f. Meta Torsilia (tulang telapak kaki)
Terdiri dari tulang-tulang pendek yang banyaknya 5 buah. Yang masing-masing berhubungan dengan falagus dengan perantara persendian.
g. Falagus (ruas jari kaki)
Merupakan tulang-tulang yang pendek masing-masing terdiri atas 3 ruas kecuali ibu jari, banyaknya 2 ruas pada meta torsilia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar yang disebut bijian (Os sesarnoid).
2. Fisiologi
Sistem muskuskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan berperan dalam pergerakan. Sistem terdiri dari tulang, sendi, otot, rangka, tendon, ligament, bursa dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut.
C. Etiologi / Predisposisi
Etiologi dari fraktur menurut Barbara C. Long (1998) yaitu : 1. Benturan dan cidera (jatuh pada kecelakaan)
2. Fraktur patologik yaitu kelemahan tulang akibat penyakit kanker / osteoporosis 3. Patah karena keletihan, patah tulang karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi,
seperti karena berjalan kaki terlalu jauh. Fraktur juga dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas. Jatuh dari ketinggian atau jatuh di kamar mandi pada orang tua. Penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada kerja oleh karena mesin atau karena trauma olah raga (Rosjad, 1999)
D. Patofisiolagi
Fraktur gangguan patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya dalam tubuh. yaitu stress fisik gangguan metabolik, patologik, kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup.
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan perdarahan, maka volume darah menurun, COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan proliferasi menjadi odema lokal maka penumpukan didalam tubuh. fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neural vaskular yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu, di samping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi, dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Pada umumnya pasien fraktur baik terbuka ataupun tertutup akan dilakukan immobilisasi yang bertujuan untuk mempertahankan program yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. Imobilitas dapat dilaksanakan dengan cara :
1. Fraktur tertutup / eksternal a) Gips
b) Bidai c) Traksi
d) Penggandengan dengan gips e) Penggandengan
2. Fraktur terbuka / internal a) Pemasangan plate logam b) Pencangkokan tulang dan plat
3. Eksternal dan internal dengan kombinasi di atas membantu kenyamanan dan aktivitas sehari-hari (Sylvia A. Price, 1995)
E. Manifestasi Klinik
1. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah saat fragmen tulang diimobilisasi. 2. Deformitas (kelainan bentuk)
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digerakkan dan cenderung bergerak secara alamiah. Perseruan fragmen pada fraktur lengan / tungkai menyebabkan deformitas ekstrimitas yang dapat diketahui dengan membandingkan ekstremitas yang dapat diketahui dengan membandingkan ekstrimitas normal.
3. Krepitasi (suara berderik)
Saat ekstremitas diraba dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitas yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lain.
4. Edema / bengkak setempat / lokal
Bengkak dan perubahan warna total pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam / hari setelah cidera.
5. Peningkatan temperatur lokal
7. Pergerakan abnormal
8. Echymasis (perdarahan subkutan yang lebar) 9. Kehilangan fungsi pada daerah yang cidera
10. Shock terutama bila terjadi perdarahan hebat dari daerah area luka terbuka. (Barbara C. Long, 1996).
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan fraktur tertutup adalah sebagai berikut : 1. Terapi konservatif, terdiri dari :
a. Proteksi saja, untuk fraktur dengan kedudukan baik
Mobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya pemsanganan gips pada fraktur inkomplit dan fraktur tanpa kedudukan baik.
b. Reposisi tertutup dan fikasasi dengan gips. Reposisi dapat dalam anastesi umum atau lokal.
c. Traksi untuk reposisi secara berlebihan. 2. Terapi operatif
a. Reposisi terbuka, fiksasi eksternal
b. Reposisi tertutup kontrol radiologi diikuti interial
Tetapi operatif dengan reposisi anatomis diikuti dengan fiksasi internal. Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin, penundaan waktu, dapat mengakibatkan komplikasi, waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam berikan toksoid, anti tetatnus serum (ATS) atau tetanus huma
dosis tinggi, lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka.
G. Komlikasi
Komplikasi ada dua jenis : 1. Komplikasi awal a. Syok b. Emboli lemak c. Sindroma komportement d. Infeksi e. Trombo emboli f. Emboli paru
g. Kagulasi intra vaskuler diseminatsi 2. Komlikasi lambat
a. Penyatuan terlambat / tidak ada penyatuan. b. Nekrosis terlambat / tidak ada penyatuan.
c. Reakasi terhadap alat fiksasi internal (Engram, 1999).
H. Pengkajian Fokus
1. Demografi
a. Umur (biasanya pada usia wanita dan laki – laki ). b. Jenis kelamin (wanita lebih tinggi untuk osteoporosis).
c. Pekerjaan (keseimbangan yang membutuhkan keseimbangan dan masalah gerak : supir).
2. Keluhan utama
Nyeri terus menerus dan bertambah berat bila terjadi mobilitas fragmen 3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang : trauma langsung / tidak langsung, posisi saat kejadian, kejadian setelah terjadi hingga rumah sakit.
b. Riwayat kesehatan dahulu, riwayat trauma fisik masa lalu, arthritis, osteoporosis.
c. Riwayat keluarga dan anggota keluarga atau tidak yang menderita ca tulang, DM.
4. Pola kesehatan fungsional
a. Aktifitas / istirahat : Ditandai dengan keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
b. Sirkulasi
Ditandai dengan hipertensi atau hipotensi, takikardia, penurunan / tak ada nadi pada bagian distal yang cidera, pucat pada bagian yang terkena, pembengkakan jaringan.
c. Eliminasi : Ditandai dengan pengerasan BAB, kontraksi usus d. Makan / cairan : Ditandai dengan pemasukan makanan,nutrisi e. Neuro sensori
Ditandai hilangnya gerakan, spasme otot, kebas / kesemutan, deformitas lokal, agitasi.
f. Nyeri / keamanan : Ditandai dengan nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera,tak ada nyeri akibat kerusakan saraf, spasme / kram otot
g. Pernafasan : Ditandai dengan bersihan jalan nafas, h. Keamanan
Ditandai dengan laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna, edema..
i. Seksualitas : Ditandai dengan ketidak mampuan untuk berhubungan intim. 5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum klien : Keadaan klien dari hasil inpeksi umum b. Tingkat kesadaran secara klinis dan umum yaitu Composmentis c. Menilai tanda-tanda vital :
TD 120 / 80 mmHg RR 16-24 x / menit Suhu 370 C Nadi 70-100 x / menit
d. Kepala : Rambut hitam, kepala kotor berbau secara umum menunjukkan tingkat higiene seseorang.
e. Mata : Kelopak mata yang selalu membuka / tidak mampu menutup f. Hidung : Mengetahui adany cuping hidung,menjaga jalan nafas g. Telinga : Kemampuan pendengaran, serum tidak berlebih
h. Mulut : Mukosa bibir lembab, gigi bersih
i. Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid, atau nyeri telan j. Kulit : turgor baik
k. Eksremitas : Nyeri pada lokasi fraktur dan nyeri bertambah saat bergerak, edema lokal, paralisys (kehilangan daya gerak), krepitasi, open lound, spasme otot, pemendekan ekstrimitas yang sakit, para atesi (penurunan sensasi). l. Genital : Bersi, tidak terpasang kateter
m. Dada dan torak : Simetris, tidak ada bunyi nafas tambahan 6. Data penunjang
a. Pemeriksaan rontgen
Menentukan luas / lokasi minimal dua kali proyeksi, anterior, posterior lateral.
b. CT Sscan tulang, fomogram MRI
Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan c. Arteniogram (bila terjadi kerusakan vascular)
d. Hitung darah kapiler
1) HT mungkin meningkat (hema konsentrasi) meningkat / menurun 2) Kreatinum meningkat, trauma obat, keratin pada ginjal meningkat 3) Kadar Ca kalsium, Hb
I. Pathway Keperawatan
Trauma (adanya gaya dari dalam tubuh
Neoplasma Etiologi
Trauma stress fisik, gangguan metabolik. Patologik, keindahan
Kemampuan otot mendukung tulang
turun Respon tubuh (gayadari
dalam tubuh) Kerusakan jaringan ↓ Masa tulang Gaya > daya FRAKTUR Terbuka Tertutup Kerusakan
pembuluh darah Serabut syaraf
Mencapai tulang
Kena reseptor nyeri Terputusnya kontuinuitas jaringan Kerusakan jaringan lunak Perdarahan Hematoma Terputusnya pembuluh darah dan saraf Volume darah ↓ Eksudasi plasma
dan proliferasi Kerusakan integritas kulit Luka Kerusakan neuro muskuler nyeri gerak Oedema
Menekan ujung saraf COP ↓
Terpapar dunia luar Oedema
Tekanan jaringan meningkat
Gangguan mobilitas Resti infeksi Penumpukan cairan Gangguan rasa nyaman nyeri berlebih
J. FokusIntervensi Dan Rasional
1. Diagnosa I
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan denga kontinuitas jaringan, kerusakan serabut saraf
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan nyeri berkurang / hilang.
b. Kriteria hasil
Nyeri berkurang, pasien tampak rileks, mengatakan skala nyeri berkurang. TD : 120 / 80 mmHg, RR : 16 – 24 x / menit, nadi : 70 – 100 x / menit, suhu : 370 C c. Intervensi, antara lain
Rasional : menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi 2). Tinggikan dan dukung ekstrimitas yang terkena
Rasional : meningkatkan aliran balik vena 3). Kaji tingkat nyeri
Rasional : mempengaruhi pilihan / keefektifan intervensi
4). Lakukan komres dingin 24 – 48 jam pertama dan sesuai keperluan Rasional : menurunkan odema / pembentukan heratoma, menurunkan sensasi nyeri.
5). Berikan obat sesuai indikasi dan analgetik non narkotik Rasional : diberikan untuk menurunkan nyeri / spasme otot. 2. Diagnosa II
Gangguan mobilitas fisik behubungan dengan kerusakan kerangka neural muskulo, pembatasan gerak
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien dapat melekukan mobilitas fisik seoptimal klien.
b. Kriteria hasil
Klien dapat melakukan ADL secara mandiri c. Intervensi
1). Kaji derajat mobilisasi yang dihasilkn cidera / pengobatan
Rasional : klien mungkin dibatasi persepsi diri tentang keterbatasan fisik actual
Rasional : memberi kesempatan untuk mengeluarkan energi 3). Awasi TD dalam melakukan aktivitas, perhatikan keluha pusing
Rasional : hipotensi postural adalah mengatur tirah baring lama 4). Ubah posisi secara periodik, dorong latihan batuk dan nafas dalam
Rasional : mencegah insiden komplikasi, misal : ducubitus, atelektasis 5). Konsul dengan terapi fisik / okupasi
Rasional : berguna dalam membuat aktivitas individu / program latihan.
3. Diagnosa III
Resiko tinggi infeksi berhubungan denga tempat masuknya oeganisme sekunder akibat trauma jaringan
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi
b. Kriteria
Mencapai penyembuhan luka optimal, tidak ada tanda – tanda infeksi bekas dari prosesinfeksi selama perawatan
c. Intervensi
1). Inspeksi kulit adanya iritasi / robekan kontunitas Rasional : pen harus dimasukkan kulit yang terinfeksi
2). Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit Rasional : Tanda perkiraan infeksi gas gangrene
3). Kaji tonus otot, reflek tendon
Rasional : Kekuatan otot, spasme tarik otot rahang 4). Slidiki nyeri tiba – tiba
Rasional : Dapat mengindikasikan terjadi osteomielitis
5). Awasi pemeriksaan laboratorium, misal hitung darah lengkap
Rasional : anemia bisa terjadi pada osteomielitis ada denga proses infeksi.
4. Diagnosa IV
Perubahan perfusi jaringan berhubunga dengan penurunan / interupsi aliran darah, odema berlebihan, pembentukan trombus.
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 34 jam, diharapkan tidak terjadi disfungsi neurovascular perifer
b. Kriteria hasil
Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya nadi, kulit hangat / kering, sensasi normal, TTV stabil keluaran urine adekuat untuk situasi individu c. Intervensi
1). Pertahankan peningkatan ekstrimitas yang cidera
Rasional : meningkatkan drainase vena / menurunka odema 2). Awasi TTV
Rasional : ketidak adekuatan volume fraktur sesuai indikasi 3). Beri kompres es sekitar fraktur sesuai indikasi
menyangga sirkulasi.
4). Awasi Hb / Ht, pemeriksaan koagulasi
Rasional : membantu dalam kalkulasi kehilangan darah dan membutuh kan keefektifan terapi.
5). Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur
Rasional : kembalinya warna harus cepat ( 3-5 detik), warna kulit putih menunjukkan gangguan arterial, sianosis diduga ada gangguan vena.
5. Diagnosa V
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan ketidaknyamanan hilang.
b. Kriteria hasil
Mengatakan ketidak nyamanan hilag
Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu / penyembuhan jadi c. Intervensi
1). Kaji kulit untuk luka terbuka, perdarahan
Rasional : memberikan informasi tentang sirkulasi kulit 2). Observasi untuk potensi area yang terkena
Rasional : tekanan darah dapat menyebabkan nekrosis atau kelumpuhan saraf 3). Beri bantuan pada akhir gips dengan plester tahan air
Rasional : memberikan perlindungan efektif pada lapisan gips dan kelembahan.
4). Ubah posisi dengan sering
Rasional : mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan menimbulkan resiko kerusakan kulit
5). Letakkan bantalan perlindungan di bawah kaki, dan di atas tonjolan tulang Rasional : meminimalkan tekenan area ini.