• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP DASAR. Tuberculosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan. parti (Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brenda, 2001).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP DASAR. Tuberculosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan. parti (Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brenda, 2001)."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Tuberculosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan

Mycobacterium Tuberculosis (Price, 1995).

Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang terutama menyerang parenkim parti (Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brenda, 2001).

Tuberculosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Doenges, 2000).

Tuberkolois paru adalah suatu infeksi bakteri yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi (Isselbacter, 2001).

B. Anatomi Dan Fisiologi

1. Anatomi

Sistem pernafasan terdiri dari thorak, jalan nafas respirasi, aliran darah pulmonal dan limfe. Fungsi utama sistem pernafasan adalah proses respirasi, yaitu pengambilan oksigen dan udara luar masuk ke dalam saluran nafas kemudian diteruskan ke dalam darah. Oksigen digunakan dalam proses

(2)

metabolisme, sedangkan karbondioksida yang terbentuk pada proses tersebut dikeluarkan dari dalam darah ke udara luar.

Gb. 1 Anatomi Sistem Pernafasan

a) Thorak

Thorak berisi organ-organ utama pernafasan. Thorak terdiri dari rongga thorak, paru-paru, pleura dan otot-otot pernafasan. Organ-organ tersebut secara bersama-sama berfungsi sebagai pompa ventilasi pada saat melakukan usaha pernafasan.

b) Jalan Nafas Pengantar

Jalan nafas penghantar terdiri atas jalan nafas bagian atas, trakea dan cabang bronkus. Fungsi jalan penghantar adalah menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, mencegah benda asing masuk ke

(3)

saluran pernafasan bagian bawah atau area pertukaran gas dan sebagai saluran udara.

c) Jalan Nafas Respirasi

Jalan nafas respirasi berisi bronkioli dan alveoli. Jalan nafas respirasi juga disebut unit respirasi terminal atau asinus, yang merupakan unit fungsional paru-paru yaitu tempat pertukaran gas atau eksternal respirasi.

Setiap bronkioli terminal terdapat asinus yang terdiri dari bronkioli respiratori, duktus alveoli dan sakus alveoli terminal. Alveoli hanya mempunyai satu lapis sel. Setiap paru terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan total sekitar sebuah lapangan tennis. Alveoli terdapat beberapa jenis sel yaitu sel epitel alveolar tipe I dan II, serta sel makrofag.

Sel alveolar tipe I berperan utama dalam memelihara pertukaran gas. Sel alveolar tipe II berfungsi membentuk cairan surfaktan yang

merupakan zat lipoprotein yang berfungsi mengurangi tegangan

permukaan elveoli dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada saat inspirasi serta mencegah kolaps alveoli pada saat ekspirasi.

Makrofag alveoli adalah monosit yang berasal dari sum-sum tulang dilepaskan ke sirkulasi darah dan masuk ke sirkulasi kapiler paru menuju jaringan interstitial dan alveoli. Makrofag alveoli berfungsi sebagai makrofag yang menjaga alveoli tetap bersih dan steril dan aktivitas mikroorganisme. Makrofag alveoli menurun karena merokok,

(4)

hipoksia, asidosis metabolic, uremia, ozon, kostikosteroid dan setelah infeksi virus.

d) Peredaran Darah Pulmonal dan Limfe

Terdapat dua sistem vaskuler dan satu sistem limfatik yang mensuplai darah dan limfe pada pulmonal. Peredaran darah pulmonal mempunyai dua sistem yaitu sistem sirkulasi bronchial dan sistem sirkulasi pulmonal.

Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenasi dan sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru. Arteri bronchial berasal dan aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus. Vena bronchial besar mengalirkan darahnya ke dalam sistem azygos, yang kemudian bermuara pada vena kava superior dan mengembalikan darah ke atrium kanan. Namun terdapat percabangan kecil dari vena azygos yang mencurahkan isinya ke vena pulmonalis sehingga sekitar 2-3% darah yang masuk ke atrium kanan tidak mengalami pertukaran gas.

Sirkulasi pulmonal berfungsi membawa gas hasil pertukaran antara darah kapiler dan udara alveoli. Sirkulasi pulmonal berasal dari ventrikel kanan yang mengalirkan darah vena ke pulmonal melalui arteri pulmonal. Darah masuk ke jaringan kapiler yang menutupi alveoli untuk melakukan pertukaran gas. Darah teroksigenasi kemudian dikembalikan melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri yang selanjutnya menuju ke sirkulasi sistematik. Tebal dinding arteri pulmonalis dan

(5)

cabang-cabangnya hanya 30% tebal pembuluh sistematik dan tahanan didalamnya sangat rendah. Pada keadaan istirahat, sejumlah 5-10 liter darah per menit dapat dialirkan melalui sistem pembuluh kapiler pulmonal cukup dengan tekanan rata-rata sekitar 5 mmHg. Sistem pembuluh vena pulmonal memiliki daya distenbilitas yang besar, sehingga merupakan reservoir darah yang penting (dapat menampung sejumlah besar darah). Pada posisi berbaring, paru akan menampung sekitar 400 ml darah di dalam pembuluhnya, akibat hilangnya pengaruh gravitasi. Pada posisi tegak, sejumlah darah tersebut akan dikembalikan ke dalam sirkulasi sistemik. Adanya peningkatan volume darah ini menyebabkan kapasitas vital pada posisi berbaring lebih rendah dibandingkan pada posisi tegak. Hal ini pula yang menyebabkan timbulnya orthopnea pada pasien gagal jantung.

2. Fisiologi

Fungsi sistem pernafasan adalah untuk memungkinkan ambilan oksigen dan udara ke dalam darah dan memungkinkan karbondioksida terlepas dari darah ke udara bebas. Oksigen yang terdapat di udara dan sistem pernapasan dibentuk melalui suatu cara sehingga udara dapat masuk ke paru-paru. Di sini terdapat tiga proses utama dalam pernapasan yang meliputi ventilasi, pertukaran gas dan transportasi oksigen (perfusi).

a). Ventilasi

Ventilasi adalah pergerakan udara masuk dan keluar dari paru. Udara masuk dan keluar dari paru karena terdapat perbedaan tekanan

(6)

antara intrapulmonal (tekanan intraalveoli dan tekanan intrapleura) dengan tekanan atmosfir. Bila tekanan intrapulmonal lebih rendah dan tekanan atmosfir maka udara akan masuk menuju ke paru, disebut inspirasi. Bila tekanan intrapulmonal Iebih tinggi dan tekanan atmosfir maka udara akan bergerak keluar dari paru ke atmosfir, disebut ekspirasi. 1). Inspirasi

Inspirasi adalah masuknya udara ke dalam paru, merupakan proses aktif yang membutuhkan kontraksi otot-otot inspirasi. Kerja otot-otot inspirasi menyebabkan pengembangan dada dan paru sehingga tekanan intrapulmonal menurun di bawah tekanan atmosfir. Bila tekanan intrapulmonal di bawah tekanan atmosfir, maka udara dan atmosfir akan masuk ke dalam paru.

2). Ekspirasi

Ekspirasi adalah keluarnya udara dan dalam paru. Ekspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal melebihi tekanan atmosfir ekspirasi merupakan proses pasif, akibat dari relaksasi otot-otot inspirasi. Relaksasi otot-otot inspirasi menyebabkan thorak dan tulang iga bergerak ke bawah menekan jaringan paru. Di samping itu, pada akhir inspirasi, jaringan paru yang teregang akan kembali ke kedudukan semula karena adanya recoil paru.

b). Pertukaran Gas

Pertukaran gas ini meliputi: 1) Pengangkutan Oksigen

(7)

Oksigen yang berdifusi dari elveoli ke darah kapiler paru akan diangkat ke seluruh tubuh melalui interaksi kerja jantung, pembuluh darah dan darah. Oksigen yang diangkat dalam darah terdapat dua bentuk, yaitu bentuk terlarut dan terikat secara kimia dengan hemoglobin. Pada keadaan normal, jumlah oksigen yang terlarut sangat sedikit, sehingga pengangkutan oksigen yang lebih memegang peranan adalah dalam bentuk ikatan dengan hemoglobin.

Kemampuan hemoglobin dalam fungsinya sebagai sarana pengangkutan oksigen antara paru dan kapiler berhubungan dengan dua sifat penting yaitu : kemampuan hemoglobin berubah menjadi bentuk “oxygenated” sewaktu mengikat oksigen. Prosesnya disebut

oksigenasi, dan hasil akhirnya terbentuk oksihemoglobin (Hb + O2 Hb

O2) kemampuan hemoglobin untuk melepas kembali oksigen di

kapiler jaringan melalui proses deoksigenasi, menjadi bentuk

“deoxygenated” atau deoksibemoglobin (Hb O2 Hb + O2).

Hemoglobin dikatakan tersaturasi penuh dengan oksigen apabila seluruh hemoglobin dalam tubuh berikatan secara maksimal dengan oksigen. Faktor terpenting yang menentukan saturasi hemoglobin-oksigen adalah tekanan oksigen dalam darah.

2) Pengangkutan karbondioksida

Karbondioksida yang dihasilkan oleh metabolisme sel jaringan akan berdifusi ke dalam darah dan diangkat dalam tiga bentuk yaitu

(8)

terlarut, terikat dengan hemoglobin atau protein plasma dan sebagai ion bikarbonat.

c). Transportasi Oksigen

Difusi di dalam paru terjadi karena perbedaan konsentrasi gas yang terdapat di alveoli dan kapiler paru. Oksigen mempunyai konsentrasi yang tinggi di alveoli di banding di kapiler paru, sehingga oksigen akan berdifusi dan elveoli ke kapiler paru sebaliknya, karbondioksida mempunyai konsentrasi yang tinggi di kapiler paru di banding di alveoli, sehingga karbondioksida akan berdifusi dari kapiler paru ke alveoli. Pengangkutan oksigen dan karbondioksida oleh sistem peredaran darah, dari paru ke jaringan sebaliknya, disebut transportasi, dan pertukaran oksigen dan karbondioksida darah pembuluh darah kapiler jaringan dengan sel-sel jaringan, disebut difusi,

Respirasi dalam adalah proses metabolik intrasel yang terjadi di

mitokondria, meliputi penggunaan oksigen dan produksi karbondioksida selama pengambilan energi dan bahan-bahan nutrien.

C. Etiologi

Penyebab dari penyakit tuberkulosis paru adalah terinfeksinya paru oleh

mycobacterium tuberculosis. Adapun karakteristik kuman tersebut adalah :

berbentuk batang dengan ukuran 1 sampai 4 dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya sehingga paru-paru merupakan tempat predilepsi penyakit

(9)

tuberkulosis. Kuman ini juga terdiri dari asam lemak (Lipid) yang membuat kuman lebih tahan hidup dalam udara kering maupun keadaan dingin.

Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui Droplet Nuclei kemudian di hirup oleh dan menginfeksi (Soeparman, 1999).

Agen infeksius utama, mycobacterium tuberculosis adalah batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet. Mycobacterium bovis dan mycobacterium ovium pernah pada kejadian yang jarang berkaitan dengan terjadinya infeksi tuberkulosis (Brunner & Suddarth, 2002)

Penyebab Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis yaitu sejenis kuman berbentuk batang gram positif, tahan asam, pathogen, dengan ukuran 0,3 4 μ lebih. kecil dan sel darah merah. (Sarwono,. 2001).

Mycobacterium Tuberculosis yang berbentuk batang dan mempunyai sifat asam. (Price, 1995).

D. Patofisiologi

Tempat masuk kuman mycobacterium adalah saluran pernafasan, infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (airbarn) yaitu melalui instalasi dropet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mempunyai permukaan alvedus biasanya di inhalasi sebagai suatu basil yang cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronchus dan tidak menyebabkan penyakit. (Sylvia Price, 1995).

(10)

Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru atau bagian atas labus bawah basil tuberkel ini membangkitkan

reaksi peradangan, leukosit poli morfonuklear pada tempat tersebut dan

memfagosit namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama masa leukosit diganti oleh makrofag, alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak,

dalam sel basil juga menyebar melalui getah bening regional. Makrofag yang

mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epitelial yang dikelilingi oleh lymfosit. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti kejulesi nekrosis

dan jaringan granulasi disekitarnya terdiri dan sel epiteleraid dan fibroblast

menimbulkan respon berbeda, jaringan granulasi menjadi lebih fibrosis membentuk jaringan parut akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru-paru dinamakan focus gholi dan gabungan terserangnya

kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan komplek ghon dan

mengalami pengapuran.

Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah di mana bahan cairan lepas ke dalam bronchus dan menimbulkan kapiler materi tuberkel yang dilepaskan dan dinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial

(11)

Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain dan paru-paru atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.

Kavitis yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus ronga. Bahan perkejuan dapat mengenal sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagal organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberculosis miller. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam system vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh (Sylvia A. Price, 1995).

E. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik pada tuberculosis paru dapat bermacam-macam antara lain:

(12)

1. Demam

Umumnya subfebris, kadang-kadang 4-41o C, keadaan ini sangat dipengaruhi

oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.

2. Batuk

Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini diperlukan untuk membuang produk radang, sifat batuk dimulai batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum/dahak) keadaan yang lanjut berupa batuk darah haemoptosis karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan betuk darah pada tuberculosis terjadi pada dinding bronkus.

3. Sesak Nafas

Pada gejala awal atau ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut di mana infiltrasi sudah setengah bagian paru-paru.

Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorak, anemia dan lain-lain.

4. Nyeri Dada

Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi gejala ini akan jarang ditemukan. Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan di pleura terkena.

(13)

5. Batuk darah

Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

6. Malaese

Penyakit tuberculosis paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise

sering ditemukan anoreksia, badan makin berat, badan turun, sakit kepala,

meriang, nyeri otot, keringat malam, gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul secara tidak teratur (Ilmu Penyakit Dalam, 1996). Menurut American Thoracic Society, America Lung Assosiation, klasifikasi tuberculosis paru didasarkan pada hubungan yang luas antar parasit dan penderita, jumlah basil dalam dahak dan kemoterapi yang adekuat.

7. Gejala klinis Haemoptoe

Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :

a. Batuk darah

1) Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan 2) Darah berbuih bercampur udara

3) Darah segar berwarna merah muda 4) Darah bersifat alkalis

(14)

6) Benzidin test negatif b. Muntah darah

1) Darah dimuntahkan dengan rasa mual 2) Darah bercampur sisa makanan

3) Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung 4) Darah bersifat asam

5) Anemia sering terjadi 6) Benzidin test positif 7) Epistaksis

c. Epistaksis

1) Darah menetes dari hidung 2) Batuk pelan kadang keluar 3) Darah berwarna merah segar 4) Darah bersifat alkalis

5) Anemia jarang terjadi

7.1 Klasifikasi diagnosis tuberculosis adalah: a. TB Paru

1. BTA (Bakteri Tahan Asam) mikroskopis langsung (+) atau biakan (-), kelainan foto thorak menyokong TB Paru dan gejala klinis sesuai TB Paru.

2. BTA (Bakteri Tahan Asam) mikroskopis langsung (+) atau biakan (-), kelainan foto roentgen dan klinis sesuai dengan TB Paru dan memberikan perbaikan pada pengobatan awal inti TB Paru (intial

(15)

therapy) pasien golongan ini memerlukan pengobatan yang adekuat.

b. TB Paru Tersangka

Diagnosa pada tahap ini bersifat sementara sampai hasil pemeriksaan Bakteri Tahan Asam (BTA) di dapat (paling lambat 3 bulan). Pasien dengan BTA mikroskopis langsung (-) atau belum ada hasil pemeriksaan atau pemeriksaan belum lengkap, tetapi kelainan roentgen dan klinis sesuai dengan TB Paru. Pengobatan dengan anti TBC sudah dapat dimulai.

c. Bekas TB Paru (tidak sakit)

Ada riwayat TB Paru pada pasien di masa lalu dengan atau tanpa pngobatan atau gambaran rontgen normal/abnormal tetapi stbil pada foto serial dan sputum GBTA (+) kelompok ini tidak perlu diobati. 7.2 Bekas TB Paru (tidak sakit)

a. Bakteriologi(mikroskopik dan biakan) negatif

b. Gejala klinik tidak ada atau ada gejal sissa akibat kelainan paru c. Radiologik menunjukkan gambar lesi TB inaktif, menunjukkan serial

foto yang tidak berubah.

(16)

F. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Medis

Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kunolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.

Regimen dasar pengobatan TB paru adalah kombinasi Isoniazid (INH) dan rifamicin selama 6 bulan dengan Pyrazinamide (WA) pada 2 bulan pertama. Pada TB berat dan ekstra pulmonal biasanya pengobatan dimulai dengan kombinasi 4-5 obat selama 2 bulan (ditambah asam bucol dan streptomiah) dilanjutkan dengan INH dan rifamicin selama 4-10 bulan,sesuai perkembangan klinis. Pada meringitis TB peritonitis Tb miliar dan efusi pleura diberikan cortiko steroid atau prednisone 1-2mklkg BB/hari selama 2 minggu, diturunkan secara bertahan (fanering of) sampai 2-5 minggu (Arief Mansjoer, dkk, 1998).

Diet yang diberikan pada penderita, makanan yang tinggi kalori, protein agar penderita TB cepat sembuh, maka penderita harus minum obat

(17)

secara teratur sesuai petunjuk, makan-makanan yang cukup gizi, rajin control ke Puskesmas atau sarana kesehatan, rumah yang sehat dan berventilasi. 2. Penatalaksanaan Perawatan

Penatalaksanaan perawatan untuk klien ditujukan agar:

a. Klien dapat mempertahankan jalan nafas dan mengeluarkan secret tanpa bantuan.

b. Kebutuhan nutrisi Klien dapat terpenuhi. c. Kebutuhan istirahat tidur klien dapat terpenuhi. d. Klien dapat beraktivitas secara efektif.

e. Klien dapat lebih mendapatkan pengetahuan tentang penyakit TBC. f. Klien tidak terjadi infeksi terhadap penyebaran penyakitnya ke orang lain

G. Komplikasi

Komplikasi penderita TB paru antara lain:

1. pendarahan dan saluran pernafasan bagian bawah yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.

2. Penyebaran infeksi ke organ lain.

3. Misalnya: otak, jantung persendian, ginjal aslinya.

H. Pengkajian Fokus

Pengkajian tergantung pada tahap penyakit dan derajat yang terkena. 1. Aktivitas dan istirahat

(18)

Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, mimpi buruk, nafas pendek karena kerja, kesulitan tidur pada malam hari, menggigil atau berkeringat. Tanda : Takikardia, takipnealdispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan

sesak (tahap lanjut). 2. Integritas EGO

Gejala : adanya faktor stress lama, masalah keuangan rumah, perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan, populasi budaya/etnik, missal orang Amerika asli atau migrant dari Asia Tenggara/benua lain

Tanda : menyangkal (khususnya selama tahap dini) ansietas ketakutan, mudah terangsang.

3. Makanan/cairan

Gejala : kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna dan menurunkan berat badan.

Tanda : Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang lemak subkutan.

4. Nyeri atau kenyarnanan

Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah. 5. Penafasan

Gejala : batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, riwayat

tuberculosis terpajang pada individu terinfeksi.

Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luas atau fibrosis

(19)

(effuse pleura) perkusi pekak dan penurunan freniitus (cairan pleural atau penebalan pleural bunyi nafas menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral leffusi pleural/pneumotoret) bunyi nafas tubuler dan bisikan pectoral di atas lesi luas, krekes tercabut di atas apele paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekes postuissic) karakteristik sputum : hijau, puluren, muloid kuning atau bercak darah deviasi trakeal (penyebaran bronugenik).

6. Keamanan

Gejala : adanya kondisi penekanan imun, contoh : AIDS, kanker, tes HIV positif.

Tanda : demam rendah atau sedikit panas akut. 7. Interaksi Sosial

Gejala : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan bisa dalam tanggungjawab/perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Kultur sputum: positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap akhir penyakit.

b. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca usapan cairan darah) positif untuk hasil asam cepat.

c. Tes kulit (mantoux, potongan voilmer) : reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal

(20)

antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibody tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.

d. Elisa/Worsten Blot: dapat menyatakan adanya HIV.

e. Foto thorak : dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpangan kalsium lesi sembuh primer atau effuse cairan.

f. Histologi atau kultur jaringan paru : positif untuk mycobacterium tuberculosis.

g. Biopsi jarum pada jaringan paru : positif untuk granulana Tb, adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.

h. Elektrolit : dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi.

i. GDA : dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.

j. Pemeriksaan fungsi paru : penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas) (Doenges, 2000).

(21)

I. Pathways dan Masalah Keperawatan

Mykrobacterium Tubrculosis Airbone / Inhalasi Droplet

Saluran Pernafasan

Saluran Pernafasan Atas Saluran Pernafasan Bawah

Bakteri yang besar Paru-paru

Bertahan di Bronkus

Alveolus Peradangan Bronkus Alveolusmengalami

konsilidasi dan Terjadi Peradangan eksudasi

Penumpukan Sekret

Penyebaran bakteri secara Respons Respons

Efektif Tidak Efektif limfa hematogen Gangguan

Pertukaran gas Sekret keluar Secret sulit

Saat batuk dikeluarkan

Demam Anorexia Sesak nafas Batuk terus Obstruksi malaise

menerus mual, muntah

Terhisap orang Sesak nafas Peningkatan Perubahan Intoleransi sehat suhu tubuh nutrisi aktifitas kurang dari

kebutuhan Resiko Gangguan

penyebaran pola nafas Bersihan jalan nafas tidak Infeksi tidak efektif efektif

Gangguan Pola istirahat tidur Penatalaksanaan Perlunya informasi Knowledge defisit

(22)

J. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental, kelemahan upaya batuk buruk, edema trakeal atau faringael (Doenges, 2000). 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukropurulen dan

kekurangan upaya batuk (Mijakim, 1995).

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek paru, atelektasis kerusakan membrane alveolar, kapiler, secret kental dan tebal, edema bronchial (Doenges, 2000).

4. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan, sering batuk, anoreksia, ketidakcukupan sumber keuangan (Doenges, 2000).

5. Gangguan pada istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk (Lynda Juall Carpenito, 1999).

6. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigensi untuk aktivitas (Lynda Juall Carpenito, 1995).

7. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi aturan tindakan dan pencegahan berhubungan dengan salah interprestasi informasi, keterbatasan kognitif, tidak lengkap informasi yang ada (Doenges, 2000). 8. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran atau aktivitas ulang berhubungan

dengan pertahanan primer tak adekuat, kerusakan jaringan 9. Penekanan proses inflamasi, malnutrisi (Doenges, 2000).

(23)

K. Fokus Intervensi dan Rasional

1. Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan secret kental, kelemasan upaya batuk buruk, edema trakeal atau faringael.

a. Tujuan : bersihkan jalan nafas efektif

b. Kriteria Hasil : Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan

mengeluarkan secret tanpa bantuan c. Intervensi dan Rasional

1). Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman dan penggunaan otot bantu.

Rasional : penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan

atelektasis, rondri mengi menunjukkan akumulasi sekret/ketidak mampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan.

2). Catat kemampuan untuk mengeluarkan muleosa batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.

Rasional : pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal sputum

berdarah kental/darah cerah diakibatkan oleh kerusakan (kavitasi) paru atau luka bronchial dan dapat memerlukan evaluasi atau intervensi lanjut 3). Berikan posisi semi fowler tinggi bantu pasien untuk batuk dan

(24)

Rasional : posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan. 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan

kekurangan upaya batuk.

a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, pola nafas

kembali aktif.

b. Kriteria Hasil : dispnea berkurang, frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan normal.

c. Intervensi dan Rasional

1). Kaji kualitas dan kedalaman pemafasan, penggunaan otot aksesori, catat setiap perubahan.

Rasional : kecepatan biasanya meningkat, dispnea terjadi

peningkatan kerja nafas, kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.

2). Kaji kualitas sputum, wama, bau dan konsistensi.

Rasional : adanya sputum yang tebal, kental berdarag atau purulen diduga terjadi sebagai masalah sekunder.

3). Baringkan pasien untuk mengoptimalkan pernafasan (semi fowler/fowler tinggi).

(25)

Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret.

4). Berikan dorongan untuk memperbanyak minum

Rasional : hidrasi adekuat untuk mempertahankan

sekret/peningkatan pengeluaran.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar kapiler, secret kental dan tebal, edema bronchial.

a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, gangguan

pertukaran gas tidak terjadi.

b. Kriteria Hasil : Melaporkan tidak adanya / penurunan dispnea, menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal, bebas dan gejala distress pernafasan

c. Intervensi dan Rasional

1). Kaji dispnea, takipnea, tak normal / menurunnya bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan.

Rasional : TB Paru menyebabkan efek luas pada paru dan bagian kecil bronchopneumonia sampai inflamasi difus luas, nekrosis effuse pleural dan fibrosis luas.

(26)

2). Evaluasi pada tingkat kesadaran. Catat sianosis dan atau perubahan pada warna kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku.

Rasional : akumulasi sekret / pengaruh jalan nafas dapat

menggangggu oksigenasi organ vital dan jaringan. 3). Tunjukkan I dorong bernafas bibir selama ekshalasi, khususnya untuk

pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.

Rasional : membuat tahanan melawan udara luar, untuk

mencegah kolaps / penyempitan jalan nafas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan / menurunkan nafas pendek.

4). Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan Bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan.

Rasional : menurunkan konsumsi oksigen / kebutuhan selama

periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.

5). Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2.550 mI/hr kecuali kontra indikasi.

Rasional : pemasukan tinggi cairan membantu untuk

mengencerkan sekret, pembuatannya mudah dikeluarkan,

6). Kolaborasi, lembabkan udara atau oksigen inspirasi.

Rasional : mencegah pengeringan membrane mukosa membantu

(27)

4. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelunakan, sering batuk, anoreksia, ketidakcukupan sumber keuangan.

a. Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi (tidak terjadi perubahan

nutrisi).

b. Kriteria : Hasil pasien menunjukkan peningkatan berat badan

dan melakukan perilaku atau perubahan pola hidup. c. Intervensi dan Rasional:

1). Catat status nutrisi pasien dan penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan derajat kekurangannya berat badan, riwayat mual atau muntali, diare.

Rasional : berguna dalam mendefinisikan derajat / luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat.

2). Pastikan pada diet biasa pasien yang disukai atau tidak disukai.

Rasional : membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan

pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.

3). Selidiki anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan obat, awasi frekuensi, volume konsistensi feces.

Rasional : dapat mempengaruhi pilihan diet dan

mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan atau penggunaan nuthent. 4). Dorong dan berikan periode istirahat sering.

(28)

Rasional : membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan meningkat saat demam.

5). Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.

Rasional : menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum atau

obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.

6). Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein.

Rasional : memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan

yang tidak perlu atau kebutuhan energi dan makan makanan banyak dan menurunkan initasi gaster. 7). Kolaborasi, rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.

Rasional : memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan

nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet. 5. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan clengan sesak nafas dan batuk.

a. Tujuan : agar pola tidur terpenuhi.

b. Kriteria Hasil : pasien dapat istirahat tidur tanpa terbangun. c. Intervensi dan Rasional.

1). Diskusikan perbedaan individual dalam kebutuhan tidur berdasarkan hal usia, tingkat aktivitas, gaya hidup tingkat stres

Rasional : rekomendasi yang umum untuk tidur 8 jam tiap malam nyatanya tidak mempunyai fungsi dasar ilmiah individu yang dapat rileks dan istirahat dengan mudah memerlukan sedikit tidur untuk merasa segar kembali

(29)

dengan bertambahnya usia, waktu tidur. Total secara umum menurun, khususnya tidur tahap TV dan waktu tahap meningkat.

2). Tingkatkan relaksasi, berikan lingkungan yang gelap dan terang, berikan kesempatan untuk memilih penggunaan bantal, linen dan selimut, berikan ritual waktu tidur yang menyenangkan bila perlu pastikan ventilasi ruangan baik, tutup pintu ruangan bila klien menginginkan.

Rasional : tidur akan sulit dicapai sampai tercapai relalcsasi lingkungan rumah sakit dapat mengganggu relaksasi. 6. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keletihan dan inadekuat

oksigen untuk aktivitas.

a. Tujuan : agar aktivitas kembali efektif.

b. Kriteria Hasil : pasien mampu melakukan ADLnya secara mandiri dan tidak kelelahan setelah beraktivita

c. Intervensi dan Rasional

1). Jelaskan aktivitas dan faktor yang meningkatkan kebutuhan oksigen seperti merokok, suhu sangat ekstrim, berat badan kelebihan, stress.

Rasional : merokok, suhu ekstrim dan stress menyebabkan

vasokastriksi yang meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen, berat badan berlebihan, meningkatkan tahapan perifer yang juga meningkatkan beban kerja jantung.

(30)

2). Secara bertahap tingkatan aktivitas harian klien sesuai peningkatan toleransi.

Rasional : mempertahankan pernafasan lambat, sedang dan latihan yang diawasi memperbaiki kekuatan otot asesori dan fungsi pernafasan.

3). Memberikan dukungan emosional dan semangat.

Rasional : rasa takut terhadap kesulitan bernafas dapat menghambat peningkatan aktivitas.

4). Setelah aktivitas kaji respon abnormal untuk meningkatkan aktivitas. Rasional : intoleransi aktivitas dapat dikaji dengan mengevaluasi

jantung sirkulasi dan status pernafasan setelah beraktivitas.

7. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan berhubungan dengan salah satu interprestasi informasi, keterbatasan kognitif, tidak lengkap informasi yang ada.

a. Tujuan : pengetahuan pasien bertambah tentang penyakit TB

Paru.

b. Kriteria : Hasil pasien menyatakan mengerti tentang penyakit TB

Paru. c. Intervensi dan Rasional.

1). Kaji kemampuan pasien untuk belajar.

Rasional : belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu.

(31)

2). Berikan instruksi dan informasi tertulis pada pasien untuk rujukan. Contoh : Jadwal Obat.

Rasional : informasi tertulis menentukan hambatan pasien untuk mengingat sejumlah besar informasi pengulangan menguatkan belajar.

3). Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama, potensial interaksi dengan obat atau substansi lain.

Rasional : meningkatkan kerja sama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien.

4). Dorong untuk tidak merokok.

Rasional : meskipun merokok tidak merangsang berulangnya TBC tetapi meningkatkan disfungsi pernafasan.

5). Kaji bagaimana yang ditularkan kepada orang lain.

Rasional : Pengetahuan dapat menurunkan resiko penularan atau reaktivitas ulang juga komperkasi sehubungan dengan reaktivitas.

8. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran atau aktivitas ulang berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan jaringan, penekanan proses inflamasi, mal nutrisi.

(32)

b. Kriteria Hasil : pasien mengideiitifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko penyebaran infeksi, melakukan perubahan pola hidup.

c. Intervensi dan Rasional.

1). Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa.

Rasional : membantu pasien menyadari/menerima perlunya

mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang atau komplikasi serta membantu pasien atau orang terdekat untuk mengambil langkah untuk mencegah infeksi ke orang lain.

2). Identifikasi orang lain yang beresiko,missal : anggota keluarga, sahabat karib / teman.

Rasional : orang-orang yang terpejan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran / terjadinya infeksi.

3). Kaji tindakan control infeksi sementara, missal masker atau isolasi pernafasan.

Rasional : dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan membuang stigma social sehubungan dengan penyakit menular.

4). Anjurkan pasien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan menghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat, dorong untuk mengulangi demonstrasi.

(33)

Rasional : perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi.

5). Tekanan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.

Rasional : periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.

6). Dorong memilih/ mencerna makanan seimbang berikan makan sering, makanan kecil pada jumlah, makanan besar yang tepat.

Rasional : adanya anoreksia (mal nutrisi sebelumnya, merendahkan

tahapan terhadap proses infeksi dan mengganggu penyembuhan, makanan kecil dapat meningkatkan pemasukan semua.

Referensi

Dokumen terkait

erbatasan dalam penelitian ini. Beberapa keterbatasan penelitian ini, yaitu: 1) Dari kuesioner yang telah disebar, terdapat beberapa kuesioner yang kembali tanpa

It means that there is a significant difference between the pre test and post test of the students in reading comprehension after presenting reading materials

Berikut ini adalah nama - nama industri kimia , produk yang diproduksi , alamat dan no telp. perusahaan industri kimia yang ada di Indonesia. Semoga bermanfaat bagi yang mau

Penelitian ini menganalisis pendapatan dan efisiensi produksi dari usahatani tebu rakyat baik pada pola tanam keprasan dan non-keprasan yang tergabung dalam pola kemitraan Tebu

Langkah-langkah identifikasi masalah yang diurakan di atas adalah agar identifikasi dilakukan tidak hanya menyangkut identifikasi masalah baik hasil, sebab

Pemerintah 8epu)lik ndonesia telah )anyak melakukan )er)agai upaya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional! -paya pemerintah terse)ut terermin dari

Jawab: Tujuan perusahaan kami dalam program pemasarannya adalah untuk meningkatkan penjualan dari produk kami dengan penjualan tahun lalu.. Bagaimana anda (PT.

pada penelitian ini diterapkan metode apriori association rule untuk melihat aturan asosiasi nilai dan matakuliah pada mahasiswa universitas gunadarma jenjang