BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berspon dalam secaa hiperaktif terhadap stimuli tertentu ( Smeltzer, C . Suzanne, 2001 ).
Asma adalah penyakit paru-paru kronis, asma ditandai dengan mengi (wheezing ), batuk dan rasa sesak di dada yang timbul secara episodic atau kronis akibat bronkokonstriksi ( Ganong, MD dan William F, 2008 ).
Asma adalah penyakit dengan cirri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan ( Muttaqin, 2008).
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik ( kontraksi spasme pada saluran nafas ). Asma merupakan penyakit kompleks yang dapat diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi ( Somantri Irman, 2008 ).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa asma adalah penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversible, ditandai dengan adanya penyempitan jalan nafas.
B. Anatomi fisiologi
Gambar 2.1. Anatomi keadaan normal dan asmathic pada bronkial ( sumber : Syaifuddin, 2009 )
Gambar 2.2 Anatomi pernafasan ( Sumber : Syaifuddin, 2009 )
Menurut Syaifuddin, (2009) anatomi dan fisiologi pernafasan sistem pernafasan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Anatomi sistem pernafasan a. Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu yang masuk ke dalam hidung ( Syaifuddin,2009)
b. Sinus paranasalis
Sinus paranasalis rongga dalam tengkorak yang terletak di dekat hidung dan mata.terdapat empat sinus yaitu: sinus frontalis, etmoidalis, sfenoidalis, dan maksilaris ( Brunner and Suddarth, 2001)
c. Faring
Faring atau tenggorok adalah rongga yang menghubungkan antara hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi dalam tiga area,yaitu nasofaring,orofaring dan hipofaring ( Brunner and Suddarth, 2001)
d. Laring
Merupakan unit organ terakhir pada jalan nafas atas. Laring juga disebut kotak suara karena pita suara terdapat di sini. Terdapat juga kartilago tiroid yang merupakan kartilago terbesar pada faring (Syaifuddin,2009)
e. Trakea
Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda. Sebelah dalam diliputi oleh selaput lender yang berbulu getar yang disebut sel bersilia (Syaifuddin, 2009 )
f. Bronkus
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea terletak pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V. bronkus mempunyai struktur yang sama dengan trakea dan terletak mengarah ke paru-paru ( Syaifuddin, 2009 ).
2. Fisiologi sistem pernapasan
Bernafas adalah proses keluar masuknya udara ke dalam dan keluar paru. Proseses bernafas diawali dengan memasukan udara ke dalam rongga paru untuk kemudian diedarkan ke dalam sirkulasi serta pengeluaran zat sisa (CO2) dari sirkulasi menuju keluar tubuh melalui paru.
a. Ventilasi
Ventilasi adalah proses pergerakan udara masuk dan keluar paru.ventilasi terdiri dari dua tahap yaitu,inspirasi dan ekspirasi
b. Difusi gas
Difusi adalah proses ketika terjadi pertukaran oksigen dan karbon dioksida pada tempat pertemuan udarah – darah.
c. Tranportasi gas
Bagian ketiga dari proses pernapasan adalah transportasi gas ( oksigen dan karbon dioksida ) dari paru menuju ke sirkulasi tubuh ( Syaifuddin, 2009 ).
C. Etiologi
Menurut Heru Sundaru, (2002) ada beberapa hal yang merupakan penyebab dari asma bronchial yaitu :
1. Alergen
Allergen merupakan factor pencetus asma yang sering di jumpai pada penderita asma. Debu rumah, tengau debu rumah, apora jamur, serpih kulit kucing, anjing dan sebagainya yang dapat menimbulkan serangan asma pada penderita yang peka.
2. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan merupakan salah satu pencetus yang paling sering menimbulkan asma. Bebagai macam virus, seperti virus influenza sangat sering di jumpai pada penderita yang sedang mendapat serangan asma.
3. Tekanan jiwa
Tekanan jiwa selain dapat mencetuskan asma, juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Selain gejala asma yang timbul harus segera diobati, penderita asma yang mengalami tekanan jiwa juga perlu mendapat nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya.
4. Olahraga/kegiatan jasmani
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan asma jika melakukan olahraga yang cukup berat. Penyelidikan menunjukkan bahwa macam, lama dan beratnya oalhraga menentukan timbulnya asma.
5. Obat-obatan
Obat-obatan juga dapat mencetuskan serangan asma. Yang tersering yaitu obat-obat yang termasuk golongan penyekat reseptor-beta atau lebih popular dengan nama beta blocker.
6. Polusi udara
Pada penderita asma sangat peka terhadap debu, asap yang tidak terkendali seperti asap yang mengandung hasil pembakaran yang berupa sulfur dioksida dan oksida fotokemikal.
D. Klasifikasi asma
Menurut Brunner dan Suddarth, (2001) berdasarkan penyebabnya, asthma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa pernafasan dan emosi.
3. Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergi
E. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh satu atau dua lebih dari yang berikut ini yaitu kontrkasi otot-otot yang mengelilingi bronki yang menyempitkan jalan nafas, pembengkakan membran yang melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-otot bronki dan kelenjar mukus membesar, sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap di dalam jaringan paru. Antibodi yang dihasilakn ( IgE ) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap
antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast ( disebut mediator ) seperti hisatamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang beraksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru memepengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang banyak. Pada asma nonalergi ketka ujung saraf pada jalan nafas di rangsang oleh faktor seperti infeksi, udara dingin, emosi dan polutan, jumlah asetikolin yang dilepaskan meningkat. Selain itu, reseptor a dan B- adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor a-adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor B-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor a-adrenergik dan B-adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofasfat ( cAMP ). Stimulasi reseptor alfa mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor beta mengakibatkan peningkatan cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan B-adrenergik terjadi pada individu dengan asma.
Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiwi dan kontriksi otot polos ( Smeltzer dan Bare, 2001 )
F. Manifestasi Klinik
Menurut Irman Somantri, (2008) gejala asma terdiri dari triad yaitu dispne, batuk dan mengi ( bengek atau sesak nafas ). Gejala sesak nafas sering dianggap gejala yang harus ada. Hal tersebut berarti jika penderita menganggap penyakitnya adalah asma namun tidak mengeluhkan sesak nafas, maka perawat harus yakin bahwa pasien bukan penderita asma.
Gambaran klinis pasien yang menderita asma :
1. Gambaran obyektif adalah kondisi pasien dalam keadaan :
a. Sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing b. Dapat diserati batuk dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan c. Bernafas dengan otot-otot nafas tambahan
d. Sianosis, takikardi, gelisah
2. Gambaran suyektif adalah pasien mengeluhkan sesak, sukar bernafas dan anoreksia
3. Gambaran psikososial adalah cemas, takut, mudah tersinggung dan kurangnya pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya
G. PENATALAKSANAAN
Menurut Brunner dan Bare, (2001) dalam penatalaksanaan medis terdapat lima pengobatan yang digunakan dalam menobati asma yaitu :
1. Agonis beta
Agonis beta ( agen B-adrenergik ) adalah medikasi awal yang digunakan dalm mengobati asma karena agen ini medilatasi otot-otot polos bronkial. Agen adrenergik juga meningkatkan gerakan siliaris,
menurunkan mediator kimiawi anafilaktik dan dapat menguatkan efek bronkodilatasi dan kortikosteroid. Agens adrenergik yang paling umum digunakan adalah epinefrin, albuterol, metaproterol, isoproterol dan terbutalin. Obat-obat tersebut biasanya diberikan secara [arenteral atau melalui inhalasi.
2. Metilsantin
Metilsantin seperti aminofilin dan teofilin, digunakan karena mempunyai efek bronkodilatasi. Agen ini merileksasikan otot-otot polos bronkus, meningkatkan gerakan mukus pada jalan nafas, dan meningkatkan konstraksi diafragma. Aminofilin diberikan secara intravena, teofilin diberikan secara peroral. Metilsantin tidak digunakan dalam serangan akut karena awitannya lebih lambat dibanding agonis beta. Jika obat ini diberikan terlalu cepat akan terjadi takikardi.
3. Antikolinergik
Antikolinergik seperti atropin tidak pernah dalam riwayatnya untuk pengobatan rutin asma karena efek samping sistemiknya, seperti kekeringan pada mulut, penglihatan kabur, palpitasi, sering kencing.
Agens ini diberikan secara inhalasi.
4. Kortikosteroid
Obat ini penting dalam pengobatan asma. Medikasi ini mungkin diberikan secara intravena ( hidrokortison ), secara oral ( prednison, predhnisolon ), atau melalui inhalasi ( beklometason dexamethason ).
Kortikosteroid yang di hirup mungkin efektif dalam mengobati pasien
asma tergantung steroid. Keuntungan urama dalam pemberian ini adalah mengurangi efek kortikosteroid pada sitem tubuh lainnya. Iritasi tenggorokan, batuk, mulut kering, suara parau dan infeksi jamur pada mulut.
5. Inhibilator sel mast
Natrium kromolin, suatu inhibilator sel mast adalah bagian integral dari pengobatan asma. Medikasi ini di berikan secara inhalasi. Medikasi ini mencegah pelepasan mediator kimiawi anafilaktik, dengan demikian mengakibatkan bronkodilatasi dan penurunan inflamasi jalan nafas ( Brunner and Bare, 2001 ).
H. KOMPLIKASI
Menurut Sundaru dan Sukanto, (2006) ada beberapa komplikasi yang timbul pada penyakit asma bronchiale, antara lain :
1. Pneumothoraks 2. Pneumodiastinum 3. Atelektasis
4. Asperigilosis bronkopulmoner alergik 5. Gagal nafas
6. Bronkitis 7. Fraktur iga
I. PENGKAJIAN FOKUS 1. Pengkajian
Menurut Marilynn E. Doengoes, (1999) pengkajian pada pasien asma meliputi :
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : keletihan, kelelahan, malaise Tanda : keletihan, gelisah, insomnia
b. Sirkulasi
Gejala : pembengkakan pada extremitas bawah
Tanda : peningkatan TD, takikardi, pucat c. Integritas ego
Gejala : peningkatan faktor resiko, perubahan pola hidup
Tanda : ansietas, ketakutan
d. Makanan/cairan
Gejala : mual/muntah, anoreksia, penurunan BB Tanda : turgor kulit jelek, berkeringat
e. Pernafasan
Gejala : nafas pendek, ketidakmampuan bernafas, batuk disertai sputum
Tanda : fase ekspirasi memanjang, penggunaan otot bantu pernafasan
f. Keamanan
Gejala : riwayat reaksi alergi, kemerahan, berkeringat
g. Interaksi sosial
Gejala : hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung Tanda : keterbatasan mobilitas fisik
2. Pemeriksaan penunjang ( Sundaru, 2006 ) a. Pemeriksaan spinometri.
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma.
b. Pemeriksan tes kulit.
Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
c. Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya proses patologik diparu atau komplikasi asthma seperti pneumothorak, pneumomediastinum, atelektosis dan lain – lain.
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi uada selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru- paru.
e. Elektrokardiografi
Gambaran elektrografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi tiga bagian, disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
1) Perubahan aksis jantug yaitu pada umumnya terjadi right axis defiasi dan clock wicerotation.
2) Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yaitu terdapatnya RBB ( right bundle branch block ).
3) Tanda-tanda hipoksemia yaitu terdapatnya sinus takukardi, SVES dan VES atau terjadiya depresi sekmen ST negatif.
3. Laboratorium.
a. Analisa gas darah.
Hanya di lakukan pada serangan asthma berat karena terdapat hipoksemia, hyperkapnea, dan asidosis respiratorik
b. Sputum.
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan Asthma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari adema mukasa, sehingga terlepaslah sekelompok sel – sel epitel dari perlekatannya. Peawarnaan gram penting untuk
19 melihat adanya bakteri, diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotic
c. Sel eosinofil
Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat mencapai 1000 – 1500 /mm3 baik asthma Intrinsik ataupun extrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat.
J. PATHWATS
J. PATHWAY
Faktor pencetus serangan (Faktor intrinsik dan ekstrinsik)
Reaksi antigen dan anti body ( IgE )
Peningkatan sel mast Pada trakeobronkhial
Pelepasan mediator kimiawi ( histamine, bradikinin, dan anafilatoksin )
Respon dinding bronkus Edema mukosa Sumbatan mukus Obstruksi saluran
nafas Bronkospasme
Sesak nafas ( wheezing ) Gangguan Pola nafas
Kekurangan O2 ( hipoksemia)
Gelisah
Cemas
Hipersekresi mukosa Produksi mucus
bertambah Batuk tidak
efektif Hipoventilasi
Keruasakan
pertukaran gas Batuk berlebihan
Bersihan jalan nafas tidak efektiv
Bernafas Gelisah
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi berlebih
2. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan bronkospasme 3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen
4. Resiko infeksi berhubungan dengan batuk tidak efektif
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebihan 6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
oksigen
7. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
8. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit
L. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi berlebih
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam jalan nafas efektif
Kriteria hasil : - sesak berkurang - batuk berkurang
- klien dapat mengeluarkan sputum - TTV dalam keadaan normal
Intervensi :
a. Kaji status pernafasan setiap 4 jam
Rasional : dengan adanya bronkospasme maka akan timbul bunyi nafas yang abnormal, frekuensi nadi meningkat, pernafasan cepat dan dangkal
b. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : untuk mengetahui tanda-tanda hipoksia seperti takikardi
c. Berikan posisi yang nyaman dengan posisi semi fowler
Rasional : dengan posisi kepala lebih tinggi akan memepermudah fungsi pernafasan
d. Anjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam
e. Jaga populasi ruangan seminim mungkin
Rasional : populasi ruangan merupakan salah satu pencetus alergi pernafasan
2. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan bronkospasme Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam pola nafas kembali efektif
Kriteria hasil : - pola nafas efektif, - bunyi nafas normal, - batuk berkurang
Intervensi :
a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan berfariasi tergantung derajat gagal nafas.
b. Auskultasi bunyi nafas
Rasional : ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas c. Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi
Rasional : memudahkan dalam ekspansi paru dan pernafasan
d. Kolaborasi pemberian oksigen dan humidifikasi tambahan seperti nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas 3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
gangguan suplai oksigen
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien dapat mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi adekuat Kriteria hasil : - frekuensi nafas normal
- warna kulit normal - tidak ada dispenea Intervensi :
a. Observasi status pernafasan tiap 4 jam
Rasional : untuk mengidentifikasikan indikasi kearah kemajuan atau penyimpangan dari hasil klien
b. Berikan posisi semi fowler
Rasional : posisi ini memungkinkan expansi paru lebih baik c. Berikan oksigen melalui nasal kanul 4lt/menit
selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2
Rasional : pemberian oksigen mengurangi beban otot-otot pernafasan d. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi
Rasional : pengobatan di berikan untuk mengembalikan kondisi bronkus seperti kondisi sebelumnya
4. Resiko infeksi berhubungan dengan batuk yang tidak efektif
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selam 3x24 jam klien tidak mengalami infeksi nosokomial
Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi -mukosa mulut lembab - batuk berkurang Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda infeksi tiap 4 jam
Rasional : adanya rubor, tumor, kolor, dolor merupakan tanda- tanda infeksi
b. Inspeksi dan catat warna, kekentalan dan jumlah sputum
Rasional : sputum merupakan media berkembangnya kuman
c. Berikan nutrisi yang adekuat
Rasional : nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan daya tahan tubuh
d. Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai indikasi
Rasional : antibiotic dapat mencegah masuknya kuman ke dalam tubuh
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebihan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pola tidur terpenuhi 6-8jam/hari
Kriteria hasil : -pola tidur 6-8jam /hari
-tidur tidak terbangun lagi karena batuk Intervensi :
a. Kaji pola tidur setiap hari
Rasional : mengetahui perubahan pola tidur yang terjadi
b. Beri posisi yang nyaman Rasional : memudahkan dalam istirahat tidur
c. Rapikan tempat tidur
Rasional : agar pasien dapat tidur nyenyak e. Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional : menciptakan suasana yang tenang
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama 3x24 jam aktivitas normal
Kriteria hasil : -pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas
-pasien dapat memenuhi ADL secara mandiri Intervensi :
a. Kaji tingkat kemampuan aktivitas
Rasional : mengetahui tingkat aktivitas pasien
b. Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhan pasien
Rasional : membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan
c. Tingkatkan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi
Rasional : membantu pasien untuk memenuhi ADL secara mandiri d. Jelaskan pentingnya istirahat dan aktivitas dalam proses
penyembuhan
Rasional : menambah pengetahuan pasien dan keluarga
7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kecemasan pasien berkurang
Kriteria hasil : - pasien terlihat tenang, - cemas berkurang
- expresi wajah tenang.
Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan pasien Rasional : mengetahui skala kecemasan pasien
b. Berikan pengetahuan tentang penyakit yang di derita Rasional : mnambah tingkat pengetahuan pasien dan mengurangi kecemasan
c. Beri support pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : ungkapan perasaan dapat mengurangi kecemasan
d. Ajarkan tehnik nafas dalam pada pasien Rasional : mengurangi rasa cemas
8. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang penyakit
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pengetahuan klien tentang penyakit yang di derita bisa bertambah.
Kriteria hasil : - kecemasan berkurang
- pengetahuan bertambah
- klien paham dengan penyakit yang di derita Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakit yang di derita
Rasional : untuk mengetahui tingkat pengetahuan dari klien tentang penyakitnya
b. Jelaskan pada klien tentang penyakit yang di derita Rasional : mengurangi kecemasan pada klien
c. Ajarkan tehnik cara penggunaan obat inhalasi
Rasional : menambah pengetahuan tentang cara mengatasi penyakit yang di derita
d. Jelaskan pada klien tentang efek samping dari obat yang di berikan Rasional : menimbulkan partisipasi pada rencana pengobatan yang di
berikan