• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Puisi Indonesia di Masa Orde Baru 133 1 10 20171017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "View of Puisi Indonesia di Masa Orde Baru 133 1 10 20171017"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

110 SUSASTRA

mengejutkan karena kakaknya yang dulu pernah bekerja sebagai ofice boy di sebuah supermarket, kini menjelma menjadi waria atau banci yang cantik. Yang lebih mengejutkan lagi, dari kamar kakaknya itu keluar seorang laki-laki bule berbadan tegap. Cantik lemas, Cantik terluka, tak mampu berkata apa-apa selain menyampaikan pesan dari ibunya agar kakaknya segera pulang meskipun ia sendiri tak berharap kakaknya yang telah berganti kelamin itu pulang.

Thu, perempuan, yang muncul dalam cerpen Happy Salma adalah sosok perempuan yang nelangsa. Perempuan yang sakit. Sakit karena suaminya kawin lagi. Sakit karena anaknya kawin lari dengan laki-laki beristri dan kemudian menjadi pelacur. Sakit karena anak laki-lakinya menjelma banci yang cantik dan menjual diri. Sakit karena dilarang kawin dengan laki-laki pilihannya sendiri meskipun berbeda agama. Sakit karena tak dapat menghilangkan pusaka dari dirinya sehingga harus bersetubuh dengan siluman ("Umi").

Happy Salma berhasil mcnyuguhkan sebuah karya sastra yang tidak saja memikat, tapi juga mencerahkan. Bahwa masih ada persoalan perempuan yang perlu disuarakan secara terus-menerus dari hati yang paling dalam, dan masih ban yak pula permasalahan yang perlu diperbaiki. Karena, "Aku sadar, aku pun bukan aku yang dulu. aktu re/ah mengubahnya, ia telah mengubah segalanya." (halaman 92). Cerpen­ cerpen yang terhimpun dalam Pulang menjadi alasan kuat kenapa kita harus menyambutnya dalam khazanah sastra Indonesia.

Puisi Indonesia di Masa Orde Baru

Saktiana Dwi Hastuti

Mahasiswa Program Studi Indonesia IB UJ

Jud,,! buku: Rahasia Membutuhkan Kata Penulis: Harry Aveling

Penerbit: lndonesiaTera Tahun terbit: 2003

Tebal.· xii + 282 halaman

Uarry Aveling dalam Rahasia Membutuhkan Kata menyajikan salah .lsatu cara pandang yang berbeda terhadap dunia puisi Indonesia sepanjang periode Orde Baru. Ia menempatkan dunia puisi Indonesia dalam konteks sosial-politik. la menyediakan hasil pengamatan yang menyeluruh tentang penulisan selama tiga dekade tersebut.

Dalam antologinya ini, ia menampilkan 118 puisi dari 24 penyair Indonesia. Antologi puisi tersebut terdiri dari delapan bab, yang tcrbagi alas dua bagian pokok. Pembagian tersebut yaitu perpuisian Indonesia sejak 1965 hingga pertengahan 1980-an dan era 1980-an sampai lengsemya pemerintahan Soeharto pada 1998.

(2)

112 SUSASTRA

pengantar awal yang berisi tentang komentamya dan gambaran singkat tentang perubahan politik dan sosial yang terjadi pada saat puisi-puisi itu ditulis. Setelah itu, ia menganalisis beberapa puisi para penyair yang menurunya relevan terhadap bab yang sedang dibahasnya.

Harry Aveling dalam Rahasia Memb111uhkan Kata membahas tentang perkembangan perpuisian Indonesia masa pemerintahan Orde Baru sesuai dengan konteks sosial-politiknya. Pada bab pertama, ia menggambarkan situasi pepuisian Indonesia pada masa pcralihan tampuk kekuasaan, dari Soekano (Orde Lama) ke Soeha1to (Orde Baru). Tahun 1966, terjadi demonsrasi para elajar dan mahasiswa terhadap pemerintahan Orde Lama. Perpuisian Indonesia pun didominasi olek sajak demonstrasi atau sajak protes yang dibaca untuk mengobarkan semangat para pemuda dalam aksi demonstrasi awal tahun 1966. Penyair yang aktif menyuarakan puisi protesnya antara lain Tauiq Ismail dan W.S. Rcndra.

Taufiq Ismail mcnyuarakan protesnya dalam Benteng dan irani. Puisi­ puisinya berkaitan dengan peristiwa tertentu yang te1jadi pada masa itu dan dengan gaya penulisan yang sederhana agar mudah dimengerti. Penyair lain yaitu W.S. Rendra, dengan Salada Orang-orang Terci111a11ya. Puisi­ puisinya bertemakan sosial dan personal. Dalam puisinya, ia menyuarakan kritiknya tentang kondisi masyarakat Indonesia dan kalangan elite pada masa itu.

Sejak tahw1 1966-ketika perhatian pada konfronlasi politik mulai suut-muncul fasilitas-fasilitas kebudayaan yang memacu ledakan aktivitas kreatif angkatan 66. Fasilitas tersebut, antara lain, munculnya majalah

Harison (1966), Budaja Djaja (1968), dan dibangunnya Taman Ismail Mazuki (TIM), yang meupakan pusat kebudayaan. Sela in itu, pada masa ini berkembang dua aliran besar puisi, yaitu neo-romantisme dan intelektualisme. Aliran neo-romantisme lelah menegaskan sepi sebagai konsekuensi dari perlawanan yang bersiat metaisis atas duia. Penyair yang beraliran neo-romanti�me adalah Goenawan Mohammad, Sapardi Djoko Damono, dan Abdul Hadi W.M. Penyair beraliran intelektualisme yaitu Subagio Sasrowardoyo dan Toety Heraty. Ali ran ini lebih menekankan pada pengamatan kritis tentang dunia dan pengalaman pribadi.

Awai tahun 1970-an, Orde Baru telah membangun suatu pola kebijakan ekonoi dan birokrasi pemerintaban tersendiri yang demikian kuat dan

SAKTIANA DWI HASTUTI 113

memberikan pengarubnya bagi pencipta sastra. Semakin sedikit ruang yang tersisa bagi opini sosial akibat pembatasan hukum pada opini pribadi yang jujur, khususnya opini yang berseberangan dengan presiden dan pemerintahan. Oleh karena itu, perpuisian di Indonesia pada masa itu diwamai oleh puisi-puisi absurd, seperti puisi Sutardji Calzoum Bach.ri, Darmanto Janan, dan Yudhistira.

Sutardj i dengan kredo puisinya menegaskan bahwa kata-kata bukanlah alat yang mengantarkan pengertian. Ia membiarkan kata-kata membentuk maknanya sendiri dan mendapatkan aksentuasi yang maksimal. Darmanto lebih unik lagi, yang sering mencampur kata-kala dari berbagai bahasa secara bersamaan. Berbeda dengan Darmanto dan Sutardji, puisi Yudhistira tamp ii lebih dari sekadar humor getir. Di balik puisi-puisi genya, tersimpan dengan halus kepahitan pada ketidakadilan masa Orde Baru yang dibuatnya dalam bentuk simbol-simbol. Memang, sastra mempunyai kekuatan untuk mendonentasikan ruang-ruang yang hilang dalam masyarakat kerika bentuk lain dari ekspresi politik dilarang w1tuk mencatat apa yang tak terucapkan.

Setelah huru-hara Malari pada 1974, awal kematian kebebasan intelektual telah dimulai. Selain itu, banya:nya protes di dunia kampus yang menyuarakan kekecewaannya pada pemerintahan Orde Barn membuat pemerintahan Orde Baru mengencangkan pengawasannya dan tekanannya pada rakyat. Orde Baru berhasil mengontrol sumber-sumber ide kebebasan universitas, pers, dan kekuasaan sipil lainnya.

Pada 1980-an, konrol dan pengawasan birokasi negara menjadi Jebih tinggi. Kebijakan pemerintah Orde Baru semakin sentralistik, bahkan semakin terfokus pada pribadi Soeharto sebagai presiden. Saat ih1, masyarakat diawasi dengan sangat ketat. Paa era ini pula semua perlawanan dan pertentangan dibungkam. Koran dan majalah banyak yang dibredel. Buku-buku yang menurut pemerintahan Orde Baru "membahayakan" dicekal dan para penyainya dijebloskan ke dalam penjara.

(3)

114 SUSASTRA

luas dipropagandakan sebagai pola ideal perilaku kaum laki-laki. Ada yang membangun identitas wanita yang memikat, tetapi tetap lemah lembut dan jinak. Wanita termarjinalkan oleh simbol pemerintahan pariarki, seperti Darmanto Jatman dalam /steri dan Linus Suryadi dalam Pengakuan Pariyem turut mewamai perpuisian Indonesia pada masa itu. Ada juga puisi yang mementingkan aspek emosional, seperti Iuka cinta seseorang yang terdapat dalam puisi Subagio Sastrowardoyo dan Goenawan Mohammad. Menurut Harry Aveling, pada masa 1980-an lahir angkatan baru, yaitu angkatan pasca-Indonesia. Angkatan ini terdiri dari para penulis yang lahir setelah proklamasi kemerdekaan negara. Menjelang tahun 1980-an, keyakinan dan pengalaman religius menjadi tema ekspresi puitik yang pal­ ing khas. Penyair-penyair pada masa ini adalahAhmadun Yossy Herfanda, Acep Zam-zam Noor, dan Emha Ainun Najib. Para penyair tersebut digolongkan ke dalam aliran suistik karena puisi-puisinya bereferensi pada kitab suci, khususnya Alquran. Penulisan puisi sufistik ini sepertinya merupakan pilihan penyair untuk menghindari kritik eksplisit terhadap rezim Soeharto.

Setelah tekanan panjang yang terus mendera, di akhir J 980-an muncul protes-protes yang menyerukan agar pemerintahan Soeharto segera dii. Selain itu, terlihat kembali mencurahnya opini publik, diskusi, dan debat tentang kepentingan politik dan isu ekonomi melawan negara. Namun sayangnya, ketika aktivitas kebudayaan mulai hidup kembali, pencekalan terhadap kaya seni kembali terjadi. Teater Koma dicekal dan Monitor dibredel. Kemudian, di akhir 1993, terjadi penangkapan dua lusin mahasiswa karena dianggap menghina negara. Pada Juni 1994, menyusul Tempo, Detik, dan Editor dibredel karena laporan kerasnya ten tang konlik pemerintah dan ABRl.

Para penyair 90-an, di antaranya Kriapur, Afrizal Malna, Sitok Srengenge, Dorothea Rosa Herliany, dan Wiji Thukul, menggunakan penulisan pribadi dan personal sebagai sebuah bentuk perlawanan terhadap campur tangan kekuasaan negara yang mengusik. Penyair 90-an lebih berani dalam menyuarakan kritiknya daripada penyair 80-an, seperti Wiji Thukul dengan puisinya "Peringatan". Namun sayangnya, puisi beraninya tersebut menghantarkannya pada kematian.

Akhirnya, pada 1998, tampuk kekuasaan Soeharto pun runtuh. Runtuhnya kekuasaan Orde Baru ini dimulai dari peristiwa krisis moneter

SAKTIANA DWI HASTUTI 115

di Indonesia tahun 1998. Pencabutan dukungan politik untuknya oleh publik serta mundumya militer dan elite parlemen pun punya andil besar dalam lengsemya rezim Soeharto. Puncaknya yaitu tragedi Semanggi yang menewaskan empat mahasiswa Trisakti tanggal 12 Mei 1998. Dengan turunnya Soeharto dari tampuk kekuasaan pada Mei 1998, muncul karya­ karya sastra berisi protes yang akhirnya segera menkan dirinya dalam "Sastra Refonnasi". Penulisan puisi tentang situasi negara demikian melimpah. Salah satunya yaitu karya Tauiq Ismail dengan '' 12 Mei 1998" dan "Empat Syuhada"-nya serta karya Ikranegara dengan puisi "Merdcka"­ nya.

Dalam Rahasia Membutuhkan Kata ini, terlihat ideologi pengarang yang begitu kuat dan men ya tu dalam karyanya. Antologinya terasa sebagai suatu kritik terhadap pemerintahan Soeharto. Dalam antologi ini dapat terbaca usaha pengarang untuk memaparkan pengaruh kebijakan-kebijakan rezin1 Soeharto bcrkaitan dengan kebebasan berpendapat para penulis dan rakyat Indonesia pada waktu itu. Dalam karyanya ini, ia tidak hanya sekadar menanpilkan kegagalan puisi Indonesia karena pengaruh Orde Baru saja, tetapi ia juga menampilkan kekayaan dan variasinya.

Namun sayangnya, ideologi penulis yang begitu kuat masuk terlalu jauh ke dalam tulisan antologi ini, membuat tulisan ini terlihat sedikit subjektif. Selain itu, dalam antologi ini, sepertinya, pembahasan yang mendalam bukan pada puisi-puisi para penyair Indonesia, melainkan pada keadaan sosial-politik di Indonesia pada masa Orde Barn.

Referensi

Dokumen terkait

Pertama, Partisipasi politik masyarakat dalam Partai Perindo di Kecamatan Mejobo yaitu menjadi Pengurus Partai Perindo, menghadiri perkumpulan Partai Perindo dalam rangka

siswadariketigaaspektersebut, yang mendapat nilai A sebanyak 21 orang atau67%.. sedangkan yang mendapat nilai B sebanyak 12

Total phenolicic content of the six seeded pummelo cultivars were 1.24 to 2.28 mg GAE ml -1 , Banyuwangi cultivar had the highest total phenolic content followed

Selain untuk memperingati berdirinya Jurusan Psikologi FIP Unnes, kegiatan ini juga bertujuan untuk memperkenalkan dan mempromosikan Jurusan Psikologi kepada pihak diluar

Tanpa mengurangi keumuman kita ambil panjang rusuk kubus

[r]

Namun Interaksi antara penambahan asam sunti dan perbandingan gum arab dan gelatin memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar serat kasar,

Kata yang tepat untuk melengkapi kutipan puisi tersebut agar berima sama dengan baris sebelumnya adalah