ISOLASI, ANALISIS STRUKTUR, DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI
BIFLAVONOID GB-1 DARI Garcinia tetranda Pierre
ISOLATION, STRUCTURE ANALYSIS, AND ANTIBACTERIAL
ACTIVITY OF BIFLAVONOID GB-1 FROM GARCINIA TETRANDA
PIERRE
Novi Sulistyaningrum* dan Taslim Ersam**
* Pusat Biomedis & Teknologi Dasar Kesehatan-Badan Litbangkes Kemenkes RI
Jln. Percetakan Negara No. 23 Jakarta
** Jurusan Kimia-Fakultas MIPA, ITS Surabaya
Pos-el: [email protected]
ABSTRACT
Garcinia tetranda Pierre (Clusiaceae) was reported as source of flavonoid which has various bioactivities for health. Pure compound has been isolated by repeat chromatography techniques (Vacuum Column Chromatogra
-phy, preparative TLC and TLC). UV, IR, 1H-NMR and 13C-NMR spectroscopic data of isolated compound (isolate)
compared with the compound which was found before, and showed same as biflavonoid GB-1 data. Antibacterial assay against Salmonella typhi showed lower activity than chloramphenicol. Biflavonoid GB-1 compound found in this study is different to the previous study, which all of compounds were classified as xanthones. Therefore, result of this study improves compound variability of Garcinia tetranda. However GB-1 is not potentially used as Gram-negative antibacterial agent, especially against Salmonellatyphi.
Keywords: Garcinia tetranda Pierre, Biflavonoid GB-1, Salmonellatyphi, Spectroscopy
ABSTRAK
Garcinia tetranda Pierre (Clusiaceae) dilaporkan sebagai sumber senyawa flavonoid (fenolat) yang ber
-manfaat bagi kesehatan. Senyawa murni hasil isolasi (isolat) diperoleh melalui tiga teknik kromatografi (KKCV,
KLTp, dan KLT), yang dilakukan secara berulang.Data spektroskopi UV, IR, 1H dan 13C-NMR isolat dibandingkan
dengan data senyawa hasil penelitian terdahulu yang telah dilaporkan. Data spektroskopi isolat memiliki ciri-ciri
biflavonoid GB-1. Uji antibakteri isolat terhadap Salmonellatyphi menunjukkan aktivitas yang relatif lebih rendah
dibandingkan chloramphenicol.Senyawa biflavonoid GB-1 dalam penelitian ini berbeda dengan yang ditemukan
sebelumnya dalam Garcinia tetranda, semuanya dari golongan senyawa santon sehingga menambah informasi
keragaman senyawa dalam tumbuhan Garcinia tetranda. GB-1 tidak potensial sebagai antibakteri Gram-negatif
Salmonella typhi.
Kata kunci: Garcinia tetranda Pierre, Biflavonoid GB-1, Salmonellatyphi, Spektroskopi
PENDAHULUAN
Ramuan obat dari tumbuh-tumbuhan telah banyak digunakan sejak dulu, tetapi laporan penelitian kandungan senyawa kimia dan aktivitasnya masih sangat terbatas. Khasiat obat tumbuhan berkaitan erat dengan kemampuan rekayasa molekul
metabolit sekunder, sebagai upaya pertahanan
tumbuhan terhadap ekosistem.1,2 Garcinia (
Clu-siaceae) terdapat di hutan tropis Indonesia dan
memiliki berbagai manfaat dalam kehidupan manusia. Berdasarkan beberapa hasil studi,
sumber senyawa santon dan biflavonoid3 dengan
berbagai macam bioaktivitas, seperti antimalaria,4
antijamur, antikanker, anti-HIV, antiinflamasi,
dan antibakteri.5
Salah satu spesies Garcinia yang belum
ban-yak diteliti adalah Garcinia tetranda Pierre
(wa-dung), yang tersebar di daerah Indonesia Timur. Berdasarkan hasil penelitian kelompok kimia tumbuhan (Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya), Garcinia tetranda Pierre dilaporkan
mengandung senyawa santon terprenilasi, santon termodifikasi, dan santon teroksigenasi. Jenis santon terprenilasi α-mangostin yang diisolasi
dari kulit akar tanaman ini6 juga ditemukan dalam
tumbuhan Garcinia mangostana (manggis) dan
dilaporkan aktivitasnya sebagai antibakteri.7
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Purwaningsih,8 ekstrak diklorometana kayu
batang Garcinia tetranda Pierre mengandung
1,3,6,7-tetrahidroksisanton sebagai antioksidan.
Penelitian Garcinia tetranda masih terbatas
pada antioksidan, dan belum terdapat data hasil penelitian tentang bioaktivitas yang lain, salah satunya antibakteri.
Bakteri Gram-negatif berkaitan erat dengan
berbagai penyakit, misalnya Salmonella typhi
penyebab demam typhoid, yang menjadi masalah kesehatan di berbagai negara berkembang. Insiden demam typhoid di Indonesia rata-rata terjadi 900.000 kasus per tahun, dengan angka kematian
lebih dari 20.000.9 Demam typhoid ditemukan
hampir sepanjang tahun terutama pada musim
panas.10
Penelitian ini bertujuan untuk menambah informasi keragaman senyawa dan bioaktivitas
tumbuhan Garcinia tetranda sebagai antibakteri
Gram-negatif Salmonella typhi, sehingga dapat
memberikan kontribusi dalam penanggulangan masalah kesehatan. Keterbatasan penelitian ini adalah tidak dilakukan uji terhadap bakteri
gram positif misalnya Staphylococcus aureus.
Struktur membran bakteri Gram-negatif lebih kuat dibandingkan Gram-positif, dengan demikian bila dilakukan, akan diperoleh informasi bagaimana aktivitas senyawa terhadap kedua jenis Gram bakteri tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada tahun 2008 di Labo
-ratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia-Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Sampel
berupa kayu batang Garcinia tetranda Pierre
(wadung), yang berasal dari Taman Nasional Meru Betiri Jember dan telah diidentifikasi ciri-ciri morfologinya.
Isolasi Senyawa dan Analisis Struktur
Isolasi senyawa dilakukan dengan teknik maserasi dalam pelarut metanol teknis kemudian dipartisi
menggunakan etil asetat teknis, dilanjutkan frak
-sinasi menggunakan Kromatografi Cair Vakum (KCV) dengan gradien eluen n-heksana/etil asetat dan metilen klorida/etil asetat, sehingga diperoleh fraksi-fraksi. Pemurnian dilakukan dengan teknik Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTp)
menggunakan fasa diam silika gel GF254 Merck
dan eluen kloroform/metanol (Merck) 10% dan dilanjutkan tahap kristalisasi. Setiap tahapan dimonitor menggunakan plat Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) silika gel Merck 60 F254 0,25 mm
ukuran 20x20 cm dengan aluminium sebagai penyangga fasa diam, eluen kloroform/metanol (Merck) 10%, serta menggunakan penampak noda
serium sulfat 1,5% dalam H2SO4 2N.
Senyawa murni (isolat) yang diperoleh kemudian diukur serapan gelombang UV dan serapan IR di Laboratorium Kimia Universitas Negeri Surabaya menggunakan spektrofotometer Ultra Violet (UV) merek Shimadzu pada panjang gelombang 200–600 nm dan Fourier Transform Infra Red (FTIR) merek Shimadzu dengan
metode pelet KBR pada daerah 4.000–400 cm-1.
Pengukuran pergeseran kimia proton dan karbon senyawa murni dilakukan di Laboratorium Kimia
LIPI Serpong menggunakan spektrometer proton
Nuclear Magnetic Resonance (1H-NMR) dan carbon Nuclear Magnetic Resonance (13C-NMR) merek JEOL-ECA 500 dengan pelarut aseton. Data spektroskopi yang didapatkan selanjutnya dianalisa dan dibandingkan dengan data senyawa biflavonoid yang telah dilaporkan pada penelitian terdahulu untuk penentuan struktur.
Uji Antibakteri
Uji antibakteri isolat dilakukan di Tropical Diseases Center (TDC)- Universitas Airlangga Surabaya, secara in-vitro terhadap bakteri gram-negatif Salmonella typhi 261 lokal terstandarisasi API 20E menggunakan metode Kirby-Bauer de-ngan identifikasi zona gelap-terang di seputar well (sumur) isolat dalam agar Mueller-Hinton berisi
biakan bakteri.11 Sebagai standar pembanding/
kontrol positif digunakan Chloramphenicol.
Uji antibakteri isolat dilakukan dengan dua konsentrasi, yaitu 31,25 dan 15,625µg/disc.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi dan Analisis Struktur
Isolasi senyawa dari kayu batang Garcinia
tetranda Pierre menghasilkan senyawa murni
(isolat) berupa padatan amorf berwarna kuning (20 mg) dengan titik leleh 240–241°C. Data
spektroskopi UV/Vis UV λmaks (MeOH) 220, 296,
336 nm; λmaks (MeOH+NaOH) 289, 327, 413 nm;
λmaks (MeOH+AlCl3) 231, 311, 351, 396 nm; λmaks
(MeOH+AlCl3+HCl) 231, 310, 346, 396 nm.
Data IR νmaks (KBr) sebagai berikut: 3397, 2928,
1643, 1611, 1510, 1454, 1366, 1238, 1170, 1088,
831 cm-1.
Hasil analisis spektrum UV isolat menunjuk
-kan pola spektrum senyawa flavonoid, yang diciri
-kan dengan adanya puncak padaλmaks 290 nm (pita
II), serta puncak dengan intensitas absorbsi yang
lemah pada 330–360 nm (pita I).12 Penambahan
basa NaOH menyebabkan pergeseran batokromik sebesar lebih dari 40 nm yang disebabkan perpanjangan konjugasi dari kesetimbangan keto-enol menandakan adanya senyawa fenolat. Dalam pengukuran spektroskopi UV senyawa
flavonoid, pergeseran batokromik akibat penam
-bahan basa menunjukkan adanya substitusi gugus hidroksi pada posisi para terhadap karbonil,
yaitu pada posisi 7 atau 4’. Pereaksi AlCl3/
HCl digunakan untuk mendeteksi keberadaan
Gambar 1. Spektrum UV isolat dalam MeOH dan MeOH+NaOH (a); dalam MeOH, MeOH+AlCl3 dan
MeOH+AlCl3+HCl (b)
Tabel 1.
Perbandingan δH (ppm) Spektrum
1H-NMR isolat terha
dap Spektrum Naringenin
15, Aromadendrin 16 dan GB-1 14 Posisi C Naring enin Ar omadendrin Isola t GB-1 2 3 3 5 6 7 8 2’ 3’ 4’ 5’ 6’ 2/[2’’] 3/[3’’] 3-OH/[3’’-OH] 5/[5’’] 6/[6’’] 7/[7’’] 8/[8’’] 2’/[2’’’] 3’/[3’’’] 4’/[4’’’] 5’/[5’’’] 6’/[6’’’] 5,45 (1H,dd, J=12 & 4 Hz) 3,25 (1H,dd, J=17 &12 Hz) 2,65 (1H,dd, J=17 & 4 Hz) 12,18 (1H,s,OH) 5,93 (2H,s) -5,93 (2H,s) 7,33 (2H,d, J=9 Hz) 6,80 (2H,d, J=9 Hz) -6,80 (2H,d, J=9 Hz) 7,33 (2H,d, J=9 Hz) 4,98 (1H,d, J=11,6 Hz) 4,54 (1H,d, J=11,6 Hz) 12,13 (1H,s,OH) 5,92 (1H,d, J=2,1 Hz) -5,88 (1H,d, J=2,1 Hz) 7,35 (2H,d, J=8,7 Hz) 6,83 (2H,d, J=8,7 Hz) -6,83 (2H,d, J=8,7 Hz) 7,35 (2H,d, J=8,7 Hz) 5,08 (1H,d, J=12 Hz) 5,87 (1H,d, J=12 Hz) -13,14 (1H,s,OH) 6,02 (2H,s) -6,02 (2H,s) 7,05 (2H,d, J=8 Hz) 6,52 (2H,d, J=8 Hz) -6,52 (2H,d, J=8 Hz) 7,05 (2H,d, J=8 Hz) [5,08 (1H,d, J=12 Hz) ] [5,77 (1H,d, J=12 Hz) ] [12,33 (1H,s,OH) ] [6,13 (1H,s) ] - -[7,99 (2H,d, J=8 Hz) ] [6,79 (2H,d, J=8 Hz) ] -[6,79 (2H,d, J=8 Hz) ] [7,99 (2H,d, J=8 Hz) ] 5,54 (1H,d, J=11,2 Hz) 4,53 (1H,d, J=11,2 Hz) -12,08 (1H,s,OH) 5,91 (2H,d, J=2,0 Hz) -5,91 (2H,d, J=2,0 Hz) 7,07 (2H,d, J=8,4 Hz) 6,69 (2H,d, J=8,4 Hz) -6,69 (2H,d, J=8,4 Hz) 7,07 (2H,d, J=8,4 Hz) [5,01 (1H,d, J=11,2 Hz) ] [4,43 (1H,d, J=11,2 Hz) ] [5,94 (1H,s,OH) ] [11,62 (1H,s,OH) ] [5,83 (1H,s) ] - -[7,16 (2H,d, J=8,4 Hz) ] [6,75 (2H,d, J=8,4 Hz) ] -[6,75 (2H,d, J=8,4 Hz) ] [7,16 (2H,d, J=8,4 Hz) ]
gugus karbonil yang bertetangga dengan gugus
hidroksi serta keberadaan gugus o-dihidroksi.
Peluang adanya kedua gugus tersebut ditandai dari
pergeseran batokromik setelah ditambah AlCl3,
yang ditimbulkan oleh terbentuknya kompleks
tahan asam antara AlCl3 dan gugus karbonil yang
bertetangga dengan gugus hidroksi, dan atau
kompleks tidak tahan asam antara AlCl3 dengan
gugus o-dihidroksi. Kembalinya pita I pada λmaks
semula dengan penambahan HCl menandakan
adanya gugus o-dihidroksi. Setelah ditambahkan
HCl tidak terjadi pergeseran pita I, yang berarti
tidak ada gugus o-dihidroksi atau tidak ada sistem
3’,4’-orto dihidroksi dalam senyawa flavonoid.13
Data-data serapan gugus fungsi spektrum IR juga memperkuat hipotesis hasil analisis UV
bahwa isolat merupakan flavonoid. Serapan mele
-bar pada νmaks 3.397 dan 2.928 cm-1 menunjukkan
adanya gugus fungsi –OH dan C-H alifatik;
νmaks 1.643 dan 1.611 cm-1 adalah serapan khas
karbonil terkhelat dengan hidroksi, sedangkan
serapan pada νmaks 1.510, 1.454 cm-1 merupakan
serapan dari ikatan rangkap cincin aromatik.
Pada νmaks 1.366 dan 1.238 cm-1 memperlihatkan
adanya serapan dari C-C; νmaks 1.170, 1.088 cm-1
menunjukkan adanya serapan dari C-O.
Serapan-serapan gugus fungsi di atas sesuai dengan serapan khas gugus fungsi dalam senyawa flavonoid, sehingga memperkuat hipotesis hasil analisis spektrum UV bahwa isolat adalah golongan flavonoid.
Data pergeseran kimia1H-NMR (δH) isolat
yang terlihat dalam Tabel 1 memiliki kemiripan dengan data pergeseran kimia gabungan naringenin dan aromadendrin sebagai struktur parsialnya, dan secara keseluruhan memiliki kemiripan dengan data biflavonoid GB-1 yang merupakan gabungan dari naringenin dan aromadendrin. Data spektrum
1H-NMR pada Tabel 1 menunjukkan adanya dua
molekul flavonoid yang ditandai dengan jumlah
proton pada spektrum 1H-NMR isolat sebanyak
22 proton, karena kelaziman 1 molekul flavonoid
Tabel 2. Perbandingan δC (ppm) Spektrum 13C-NMR isolat terhadap Spektrum Naringenin15, Aromadendrin16 dan
GB-114
Posisi C Naringenin Aromadendrin Isolat GB-1
2 3 4 4a 5 6 7 8 8a 1’ 2’ 3’ 4’ 5’ 6’ 2/[2’’] 3/[3’’] 4/[4’’] 4a/[4b] 5/[5’’] 6/[6’’] 7/[7’’] 8/[8’’] 8a/[8b] 1’/[1’’’] 2’/[2’’’] 3’/[3’’’] 4’/[4’’’] 5’/[5’’’] 6’/[6’’’] 78,41 41,95 196,83 101,75 163,47 95,79 166,62 94,95 162,91 128,83 128,30 115,15 157,51 115,15 128,30 79,1 70,9 195,2 102,0 158,4 97,0 173,6 93,2 170,6 125,6 132,6 115,9 157,8 115,9 132,6 82,37 50,06 183,17 101,5 165,41 96,3 167,30 97,02 162,32 130,20 129,37 115,47 156,92 115,47 129,37 [83,36] [72,31] [183,26] [103,79] [161,94] [96,30] [164,39] [99,55] [159,30] [131,30] [129,64] [116,75] [158,38] [116,75] [129,64] 81,20 47,30 195,90 101,10 163,30 95,80 165,90 95,50 162,40 127,90 128,10 114,50 157,20 114,50 128,10 [82,40] [71,70] [196,60] [99,80] [161,70] [94,60] [164,40] [101,20] [159,50] [127,20] [128,30] [114,50] [157,20] [114,50] [128,30]
sebanyak 12 proton. Pembuktian dilanjutkan
dengan membandingkan data spektrum 1H-NMR
isolat dengan senyawa flavonoid yang sudah diketahui yaitu naringenin dan aromadendrin ternyata memiliki kemiripan, perbedaan terletak pada hilangnya satu proton pada C-3 naringenin dan C-8’’ aromadendrin diduga telah terjadi link antara kedua molekul flavonoid tersebut.
Sebagaimana data pergeseran kimia 1
H-NMR (δH) isolat yang terlihat dalam Tabel 1,
data pergeseran kimia 13C-NMR (δC) isolat yang
terlihat dalam Tabel 2 juga memiliki kemiripan dengan senyawa pembandingnya. Jumlah karbon
sebanyak 30 pada spektrum 13C-NMR membuk
-tikan bahwa isolat merupakan biflavonoid yang
diperkuat dengan kemiripan data 13C-NMR isolat
dengan biflavonoid GB-1 (Tabel 2) yang pernah
ditemukan dalam Garcinia kola.14 Struktur GB-1,
naringenin dan aromadendrin ditunjukkan pada Gambar 1.
Senyawa biflavonoid GB-1 yang ditemukan
dalam Garcinia tetranda Pierre pada penelitian
ini berbeda dengan yang pernah ditemukan pada penelitian sebelumnya. Keseluruhan senyawa
yang pernah ditemukan dalam Garcinia tetranda
adalah golongan senyawa santon, mulai dari
santon teroksigenasi8 sampai santon
terpre-nilasi.6 Dengan demikian, bertambah informasi
keragaman senyawa dalam tumbuhan Garcinia
tetranda.
Uji Antibakteri
Uji bioaktivitas isolat dari kayu batang Garcinia
tetranda sebagai antibakteri dilakukan secara
in-vitro dengan menggunakan bakteri gram-negatif Salmonella typhi 261 lokal terstandarisasi API 20E. Aktivitas antibakteri diidentifikasi melalui pengukuran diameter zona terang yang terbentuk di sekitar sumur senyawa hasil isolasi (Gambar 2) dan dibandingkan dengan diameter zona terang chloramphenicol 30 μg (C30). Diameter zona
terang ≤ 12 mm berarti resisten, 13–17 mm berarti
memiliki aktivitas menengah, sedangkan ≥ 18 mm
berarti sangat aktif/potensial.11
Gambar 2 memperlihatkan bahwa senyawa GB-1 tidak memiliki potensi antibakteri bila
dibandingkan dengan chloramphenicol 30 μg,
karena tidak muncul zona terang di sekitar sumur
Gambar 3. Struktur molekul naringenin, aromadendrin, dan biflavonoid GB-1
Gambar 4. Uji in-vitro antibakteri GB-1 terhadap Salmonella typhi, dengan senyawa standar chloramphenicol (K)
GB-1. Sedangkan di sekitar sumur chlorampheni-col muncul zona terang pada konsentrasi 31,25 dan 15,625 μg/disc dengan diameter berturut-turut 34,30 dan 33,80 mm.
GB-1 yang pernah ditemukan dalam
Garcinia kola dilaporkan memiliki aktivitas
antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri
gram-positif Staphylococcus aureus.14 Hal ini dapat
dijelaskan bahwa bakteri gram-negatif memiliki pertahanan diri yang lebih kuat dibandingkan dengan bakteri gram-positif, karena struktur membran dengan bakteri gram-negatif lebih kuat dibanding gram-positif. Selain itu, gugus fungsi dalam suatu senyawa juga berpengaruh terhadap bioaktivitasnya. Potensi antibakteri chloramphenicol, dalam penelitian ini digunakan sebagai senyawa standar, antara lain disebabkan
oleh peranan guguspropanol dalam strukturnya,
yang merupakan sisi-aktif (active-site) untuk
menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil pene-litian yang telah dilakukan oleh beberapa ahli membuktikan bahwa perubahan pada bagian
propanol chloramphenicol menyebabkan
hilan-gnya aktivitas antibakteri.17
KESIMPULAN
Proses isolasi pada serbuk kayu batang
Gar-cinia tetranda Pierre dan analisis struktur berhasil
mendapatkan senyawa biflavonoid GB-1 yang berbeda dari senyawa yang ditemukan sebelum-nya, yaitu senyawa golongan santon, sehingga dapat menambah informasi keragaman senyawa
dalam tumbuhan Garcinia tetranda. Berdasarkan
uji yang telah dilakukan, senyawa GB-1 tidak sesuai untuk digunakan sebagai antibakteri gram-negatif, khususnya terhadap Salmonella typhi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Prof. Dr. Subandriyo sebagai pembimbing KTI Diklat Fungsional Peneliti Tingkat Pertama Gelombang XVII LIPI tahun 2011, Kementerian Pendidikan Nasional sebagai pemberi beasiswa, staf Taman Nasional Meru Betiri Jember untuk pengambilan sampel, Laboratorium Kimia LIPI-Serpong dan Laboratorium Kimia Universitas Negeri Surabaya
untuk pengujian Spektroskopi UV, IR, 1H-NMR,
13C-NMR serta TDC Universitas Airlangga.
DAFTAR PUSTAKA
1Arifin, A.S. 1986. Materi Pokok Kimia Organik Bahan
Alam. Jakarta: Karunika Universitas Terbuka.
2Ersam, T. 2001. Senyawa kimia mikromolekul
beberapa tumbuhan Artocarpus hutan tropika Sumatra Barat. Disertasi. Bandung: ITB.
3Waterman, P.G., E.G Crichton. 1980. Xanthones and
biflavonoids from Garcinia densivenia stem
bark. Phytochemistry, 19: 2.723–2.726.
4Hay A.E., J.J. Helesbeux, O.Duval, M.Labaied, P.
Grellier, P.Richomme. 2004. Antimalarial xanthones from Calophyllum caledonicum and Garcinia vieillardii. Life Sciences, 75: 3.077–3.085.
5Peres V., T.J. Nagem. 1996. Trioxygenated naturally
occuring xanthones. Phytochemistry, 44(2): 191–214.
6Astuti, S.Y.E. 2005. Dua diprenilsanton pada
kulit akar wadung (Garcinia tetranda, Pierre). Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas MIPA. Surabaya: ITS.
7Suksamrarn, S., N.Suwannapoch, W.Phakhodee,
J.Thanuhiranlert, P. Ratananukul, N.Chimnoi, A.Suksamrarn. 2003. Antimycobacterial activity of prenylated xanthones from the fruits of Garcinia mangostana. Chem Pharm Bull,
51(7): 857–859.
8Purwaningsih, Y. 2006, Dua Senyawa Santon
Sebagai Antioksidan dari Kayu Batang
Garcinia tetranda Pierre. Tesis, Magister Kimia. Surabaya: ITS.
9Department of Vaccines and Biologicals-Communica
-ble Disease Surveillance and Response. 2003.
Background document: the diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever. Geneva: World Health Organization.
10Nurhayati, Y. 2009. Asuhan Keperawatan pada An. D
dengan Demam Typhoid di Bangsal Melati RSU dr. Moewardi Surakarta. Karya Tulis Ilmiah, Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan. Surakarta: Universitas Muhammadiyah.
11Vandepitte, J., K. Engbaek., P.Piot, C.C. Heuck.
1991. Basic laboratory procedures in clinical bacteriology. Geneva: World Health Organiza -tion.
12Ilic, S.B., S.S.Konstantinovic, Z.B. Todorovic. 2004.
Flavonoids from flower of Linum capitatum Kit. Physics, Chemistry and Technology, 3(1):
67–71.
13He, K., B.N.Timmermann, A.J.Aladesanmi, L.Zeng.
1996. A biflavonoid from Dysoxylum len -ticellare Gillespie. Phytochemistry, 42(4): 1.199–1.1201.
14Han, Q.B., S.F. Lee, C.F. Qiao, Z.D. He, J.Z. Song,
H.D. Sun. 2005. Complete NMR assignments of the antibacterial biflavonoid GB-1 from Garcinia kola. Chem Pharm Bull, 53(8): 1.034–1.036.
15Rinaldo, D., C.M.Rodrigues, J.Rodrigues, M. San
-nomiya, L.C. dos Santos, W. Vilegas. 2007. New flavone from the leaves of Neea theifera
(Nyctaginaceae). J.Braz.Chem.Soc., 18(6): 1.132–1.135.
16Iwashina, T., S.M.Githiri, E.R.Benitez, T.Takemura,
J.Kitajima, R. Takahashi. 2007. Analysis of flavonoids in flower petals of soybean nearisogenic lines for flower and pubescence
color genes. Journal Of Heredity, 1–8.
17Jardetzky O. 1963. Studies on the mechanism of
action of chloramphenicol. The Journal of Biological Chemistry, 238(7): 2.498–2.508.