• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan satu bidang keilmuan dalam geografi yang dapat dimanfaatkan untuk menyadap data tentang faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pernyebaran dan keterjadian penyakit (Farda, dkk, 2009). Citra yang memiliki resolusi spasial tinggi seperti halnya citra Quickbird mampu untuk menggambarkan kenampakan serupa dengan kenampakan yang terjadi di lapangan dengan presisi yang cukup tinggi, bahkan kemampuan citra resolusi tinggi ini dianggap lebih unggul dibanding dengan citra foto udara. Anggapan ini karena resolusi temporal citra resolusi tinggi mampu menyajikan data dengan rentang waktu yang lebih beragam, baik dari skala tahunan, bulanan, atau bahkan mingguan. Memanfaatkan SIG, kemudian dapat dilakukan pengolahan lebih lanjut dari data hasil sadapan citra akan faktor lingkungan yang berpengaruh akan penyebaran dan keterjadian penyakit secara lebih cepat dan akurat (Farda, dkk, 2009).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit saluran pernapasan atas atau bawah yang biasanya menular. ISPA dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah hingga mematikan. Hal tersebut tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan, serta faktor penjamu (World Health Organisation, 2007). Perkembangan penyakit ISPA menurut World Health Organisation (WHO) (2007) biasanya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, ketersediaan, efektifitas pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran, faktor penjamu dan karakteristik patogen. Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi berkepanjangan berdampak pada peningkatan jumlah penduduk miskin disertai dengan menurunnya kemampuan menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat, kondisi ini juga memicu

(2)

2 peningkatan jumlah penyakit menular termasuk ISPA (Departemen Kesehatan (Depkes), 2004).

Laporan WHO (1999) yang dikutip oleh Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes (2006) serta WHO (2007) menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi yang diakibatkan oleh infeksi di dunia adalah ISPA. Menurut Riskesdas (2007a), prevalensi ISPA tertinggi terdapat pada kelompok balita (35%), sedangkan terendah terdapat pada kelompok umur 15 sampai dengan 24 tahun (prevalensi cenderung meningkat lagi sesuai dengan meningkatnya umur). Hasil lain menunjukkan kejadian ISPA sendiri merupakan penyebab kematian tertinggi pada balita yang presentasenya mencapai 22,8% (Depkes, 2006).

Menurut Riskesdas (2007a) prevalensi nasional ISPA mencapai nilai 25,50%. Prevalensi ISPA secara nasional untuk kabupaten atau kota tertinggi adalah Kaimana (63,8%), Manggarai Barat (63,7%), Lembata (62%), Manggarai (61,1%), Pegunungan Bintang (59,5%), Ngada (58,6%), Sorong Selatan (56,5%), Sikka (55,8%), Raja Ampat (55,8%) dan Puncak Jaya (55,7%). Provinsi DKI Jakarta tidak masuk dalam provinsi dengan kasus ISPA tertinggi di tingkat nasional, namun tingkat prevelensi kejadian di DKI Jakarta telah mendekati nilai prevelensi tingkat nasional yang mencapai 22,6% (Riskesdas, 2007b).

Prevalensi ISPA di Jakarta Utara mencapai 24,1% (Riskesdas 2007b) atau dengan kata lain nilai prevalensi ISPA di Jakarta Utara lebih besar dibanding dengan prevalensi di DKI Jakarta dan juga mendekati tingkat prevalensi nasional. Berdasarkan laporan tahunan program penyakit menular dan tidak menular Suku Dinas Kesehatan (Dinkes) Jakarta Utara (2009), dari kecamatan yang ada di wilayah administrasi Jakarta Utara Kecamatan Tanjung Priok merupakan kecamatan dengan tingkat jumlah kejadian ISPA tertinggi yang mencapai 93.233 kasus dan mengalami peningkatan menjadi 95.865 kasus pada tahun 2010 (Laporan Tahunan Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok, 2010; Sudin 2009). Nilai dari prevalensi di Kecamatan Tanjung Priok mencapai 29,9% atau dengan kata lain 7,3% lebih tinggi dibanding dengan nilai prevalensi Provinsi DKI Jakarta. Menurut Subuh, Direktur pengendalian Penyakit Menular Langsung

(3)

3 Kementerian Kesehatan dalam wawancara kompas tanggal 21 September 2012, penyakit ISPA akan terus menjadi tren hingga 30 tahun ke depan.

Faktor pemicu keterjadian penyakit ISPA sendiri tidak sebatas hanya pada individu sebagai faktor penjamu, karakteristik dan sifat patogen penyebab penyakit, ketersediaan dan efektifitas pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran. Faktor lainnya yang berpengaruh yaitu faktor kondisi lingkungan yang berinteraksi didalamnya. Faktor kondisi lingkungan yang berinteraksi didalamnya antara lain adalah polutan udara, kepadatan anggota keluarga, kelembaban, kebersihan, musim, dan temperatur (WHO, 2007).

Melihat dari karakteristik citra Quickbird yang mampu menyediakan informasi mengenai fenomena lingkungan yang mempengaruhi prevalensi penyakit dan kurang efektifnya metode penelitian detail dalam mengamati epidemiologi suatu penyakit. Citra ini kemudian dikembangkan pemanfaatan dan penggunaannya untuk menyediakan informasi tentang kaitan aspek lingkungan dengan prevalensi penyakit. Penelitian kali ini ditelitilah bagaimana kemampuan citra Quickbird dalam mengidentifikasi pengaruh dari kualitas permukiman terhadap prevalensi penyakit ISPA di Jakarta Utara khususnya Kecamatan Tanjung Priok. Penelitian ini lebih dikhususkan pada penyakit ISPA terhadap balita yang tingkat kematiannya cukup tinggi karena ISPA.

1.2. Perumusan Masalah

ISPA merupakan penyakit yang sering berada pada 10 besar kejadian penyakit terbanyak. Hampir seluruh kota di Indonesia memiliki jumlah pennderita. Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara juga memiliki penderita ISPA. Seperti dikatakan pada tulisan sebelumnya bahwa Kecamatan Tanjung Priok mengalami peningkatan keterjadian ISPA sebanyak 2.632 kasus dari tahun 2009 ke tahun 2010.

Keadaan perekomian di Jakarta Utara cenderung lebih rendah dibanding daerah lain di DKI Jakarta. Hal ini berdampak pada kemampuan untuk menyediakan sarana hunian yang layak, ditambah oleh adanya keterbatasan lahan

(4)

4 dan meningkatnya kebutuhan lahan seiring dari perkembangan penduduk yang neracanya semakin tinggi. Kemampuan untuk menyediakan sarana hunian yang layak menyebabkan kualitas permukiman yang semakin menurun. Kualitas permukiman yang semakin menurun inilah yang ditengarai sebagai salah satu faktor pemicu tingginya keterjadian penyakit ISPA di Kecamatan Tanjung Priok.

Kegiatan pengamatan ISPA yang kurang efektif dan tidak berjalan dengan maksimal menjadi suatu faktor penghambat akan adanya proses manajemen dari tindakan yang akan dilakukan dan penentuan sasaran areal yang menjadi prioritas. Adanya kendala dari pendekatan pengamatan yang menitikberatkan pada penemuan kasus baru ISPA dan belum memanfaatkan kondisi lingkungan secara maksimal, pada beberapa kasus pendekatan seperti ini menjadi penghambat mengingat keterbatasan sumber daya manusia serta luasnya areal cakupan.

Demi efektifitas dan efisienitas kegiatan pemantauan keterjadian ISPA, maka dilakukanlah suatu pengamatan di Kecamatan Tanjung Priok sebagai sampel untuk menguji metode pengembangan dari pendekatan pengamatan (surveillance), yakni dengan penitikberatan pengamatan pada bentuk fisik dan bentukan lahan yang terjadi dimana pada kasus ini mengacu pada kualitas permukiman. Berdasarkan data kondisi lingkungan yang diperoleh dengan dukungan penginderaan jauh tersebut, kemudian dapat diprediksi kondisi penyakit di areal tersebut (Beck, et al., 1997). Mengacu pada fenomena yang terbentuk, maka disusunlah rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan citra Quickbird dalam mengidentifikasi faktor kualitas permukiman sebagai salah satu faktor pendukung keterjadian ISPA di Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara?

2. Bagaimana pengaruh kualitas permukiman sebagai indikator pendukung kaitannya dengan tingkat keterjadian ISPA di Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara?

(5)

5 1.3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka di buatlah 2 tujuan. Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kemampuan citra Quickbird dalam mengidentifikasi faktor kualitas permukiman sebagai salah satu faktor pendukung keterjadian ISPA di Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

2. Mengetahui pengaruh kualitas permukiman sebagai indikator pendukung kaitannya dengan tingkat keterjadian ISPA di Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

1.4. Hasil yang Diharapkan

Hasil yang diharapkan pada penelitian ini ada beberapa, yaitu: i. Peta Administrasi Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

ii. Peta Kepadatan Hunian Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara 2013. iii. Peta Tata Letak Hunian Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara 2013. iv. Peta Tutupan Vegetasi Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara 2013.

v. Peta Kualitas Permukiman Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara 2013. vi. Peta Persebaran Kejadian ISPA dan Kualitas Permukiman Kecamatan

Tanjung Priok, Jakarta Utara 2013.

vii. Hasil uji statistik Standart Devisional Elips dari tingkat keterjadian penyakit ISPA dengan kualitas permukiman Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara 2013.

viii. Analisis dan kesimpulan. 1.5. Kegunaan Penelitian 1.5.1. Akademik

a. Menambah pengetahuan, wawasan, dan keterampilan kerja di bidang penginderaan jauh kesehatan, yang berkaitan dengan faktor resiko rendahnya kualitas permukiman terhadap ISPA pada suatu kelompok

(6)

6 masyarakat dengan usia balita sehingga mampu meningkatkan ilmu kemampuan serta pengalaman.

b. Sebagai bentuk aplikasi serta penerapan ilmu yang diperoleh sewaktu perkuliahan secara nyata.

c. Menjadi acuan dan bahan pembanding bagi penelitian-penelitian atau kajian yang sejenis.

1.5.2. Praktis

a. Masukan kepada Kementerian Kesehatan maupun Dinas Kesehatan dalam proses penyusunan dan pembuatan perencanaan program kesehatan (perencanaan strategis), terutama program kesehatan mengenai ISPA pada penduduk Indonesia dan khususnya di wilayah administrasi Kecamatan Tanjung Priok.

b. Sebagai bahan evaluasi dalam kegiatan peningkatan mutu kesehatan masyarakat di Indonesia dan khususnya di wilayah administrasi Kecamatan Tanjung Priok.

Referensi

Dokumen terkait

Soetomo Surabaya tahun 2014, diketahui bahwa salah satu variabel yang diduga mempengaruhi ketahanan hidup penderita kanker serviks yaitu stadium bergantung pada waktu

Koentjaraningrat (1984) menambah- kan model pengasuhan yang biasa dilaku- kan para orang tua Jawa pada anak-anak- nya, yaitu: (1) “menyuap” anak dengan menjanjikannya

Pohon kurma merupakan salah satu tanaman yang paling banyak disebut dalam Al-Qur’an. Pohon kurma dapat mengatasi permasalahan-permasalahan dalam konservasi tanah dan

Media pembelajaran yang dimaksud adalah media pembelajaran dalam bentuk permainan kartu uno yang dikembangkan menjadi permainan kartu UMATH (Uno Mathematics) serta

a) Dosen membuat kontrak perkuliahan dengan mahasiswa tentang ruang lingkup, tujuan dan sasaran mata kuliah praktek musik Talempong Unggan melalui pemberian GBPP

Pada umumnya manusia sekarang ini, sudah memiliki ketergantungan pada suatu sistem informasi yang sudah terintegrasi dengan baik sehingga dapat melakukan komunikasi antara

Laporan arus kas menyajikan informasi perubahan historis atas kas dan setara kas, yang menunjukkan secara terpisah perubahan yang terjadi selama satu periode dari aktivitas operasi

1) Panel atau section conveyor, adalah conveyor yang umumnya menerima material pada posisi paling dekat dengan permukaan kerja (face-haulage equipment) dan