• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1. Kecurangan (Fraud)

Kecurangan (fraud) merupakan tindakan penipuan yang disengaja, baik melalui penghilangan ataupun tidak, yang menyebabkan korbannya menderita kerugian ekonomi dan pelaku memperoleh keuntungan. Kecurangan meliputi empat elemen penting, yaitu (1) pernyataan atau laporan salah yang material, (2) pengetahuan bahwa pernyataan salah, (3) kepercayaan pada pernyataan yang salah tersebut oleh korban, dan (4) kerugian yang timbul akibat kepercayaan pada laporan yang salah (Kranacher, 2010).

Dalam ISA 240 (2009), fraud didefinisikan sebagai tindakan sengaja oleh satu atau lebih individu diantara manajemen, karyawan, atau pihak ketiga melalui penipuan untuk memperoleh keuntungan ilegal dan tidak adil. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) karangan W.J.S Poerwodarminto (1976), curang berarti tidak jujur, tidak lurus, tidak adil, dan keculasan. Definisi tersebut memang tidak berlebihan, karena fraud yang terjadi dalam organisasi bisnis khususnya membawa dampak buruk yang begitu signifikan bagi korbannya. Kecurangan dapat menimbulkan hancurnya kepercayaan publik yang harganya lebih mahal dari kerugian material.

Menurut Simanjutak (2007), unsur-unsur dari kecurangan adalah (1) harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation), (2) dari suatu masa lampau atau

(2)

commit to user

13 sekarang, (3) fakta bersifat material, (4) dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan, (5) dengan maksud (intent) untuk menyebabkan suatu pihak beraksi, (6) pihak yang dirugikan harus beraksi (acted) terhadap salah pernyataan tersebut (misrepresentation), dan (7) yang merugikannya (detriment). Unsur-unsur tersebut harus hadir bersamaan agar suatu salah saji dapat dikatakan sebagai suatu kecurangan.

Menurut Albrecht (2003) dalam Kranacher (2010), terdapat tiga elemen penting dalam kecurangan, yaitu tindakan (act), penyembunyian (concealment), dan pengubahan (conversion). Tindakan merupakan pelaksanaan dan metodologi kecurangan, seperti kecurangan laporan keuangan, korupsi, dan pencucian uang. Penyembunyian menunjukkan tindakan penipuan untuk menyembunyikan aksi kriminalnya, seperti memasukkan jurnal yang salah, manipulasi rekonsiliasi, dan perusakan arsip atau catatan. Yang terakhir pengubahan, merupakan pemindahan nilai kepada pelaku (perpetrator), seperti uang, rumah, dan lainnya yang tidak mungkin di dapat pelaku kecuali melalui tindakan kecurangan.

Dalam Fraud Examiners Manual, fraud didefinsikan sebagai skema yang tidak benar atau tidak jujur yang sengaja dilakukan untuk memperoleh keuntungan tak wajar dari orang lain atau sekelompok orang. Di dalamnya terkandung beberapa unsur, yaitu tak terduga (surprise), penipuan (trickery), licik (cunning), tak wajar (unfair), dan yang merugikan orang lain (cheats). Masih banyak definisi fraud lainnya, tetapi dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kecurangan (fraud) adalah suatu tindakan yang disengaja

(3)

commit to user

14 untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan cara yang tidak sah atau ilegal, sehingga merugikan pihak lain.

2.1.2. Kecurangan Laporan Keuangan

The ACFE (Association of Certified Fraud Examiners) membagi kecurangan menjadi tiga kategori utama, yaitu penyimpangan atas aset (asset misappropriation), korupsi (corruption), dan kecurangan laporan keuangan (fraudulent financial statement). Penyimpangan atas aset merupakan suatu bentuk pencurian atau penyalahgunaan aset organisasi. Jenis kecurangan ini merupakan bentuk kecurangan yang paling mudah dideteksi. Manipulasi dalam persediaan adalah tipe kecurangan yang paling umum (Albrecht dan Albrecht, 2008).

Korupsi merupakan penyalahgunaan wewenang atau pengaruh dalam transaksi bisnis untuk mendapatkan keuntungan pribadi, berlawanan dengan tugas individu terhadap atasannya atau hak orang lain. Korupsi biasanya melipatkan kolusi manajemen sehingga sulit dideteksi. Jenis kecurangan ini seringkali tidak terdeteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati kentungan atau simbiosis mutualisme (Prasetyo, 2011).

Kecurangan laporan keuangan merupakan penyalahsajian secara sengaja suatu informasi keuangan maupun nonkeuangan untuk menyesatkan orang lain yang bersandar pada informasi tersebut untuk membuat keputusan ekonomi. Kecurangan laporan keuangan merupalan kecurangan yang paling umum dilakukan untuk kepentingan organisasi, melalui tindakan yang dilakukan manajemen. Oleh karena itu, kecurangan manajemen dan kecurangan laporan keuangan sering digunakan bergantian (Nguyen, 2008). Jenis fraud ini hampir

(4)

commit to user

15 mirip dengan praktik windows dressing. Praktik kecurangan yang biasanya dilakukan adalah dengan membuat pendapatan fiktif, menyembunyikan kewajiban, timing differences, pengungkapan yang tidak memadai, dan penilaian aset yang tidak memadai.

ACFE mendefinisikan fraudulent financial statement sebagai penghilangan atau penyalahsajian secara sengaja suatu fakta atau data akuntansi yang material, dan ketika seseorang mempertimbangkan informasi yang sesat tersebut, orang tersebut akan mengubah keputusannya. AICPA mendefinisikan fraudulent financial statement sebagai pernyataan salah yang disengaja melalui penghilangan suatu jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang direncanakan untuk menipu pemakai laporan keuangan. Karakteristik utama dari jenis kecurangan ini adalah bahwa salah saji tersebut material dan disengaja, serta pengguna laporan keuangan telah disesatkan.

Kecurangan laporan keuangan menyebabkan kerugian terbesar dan kemungkinan akan selalu menempati rangking pertama dalam kerugian yang ditimbulkan dibanding dua tipe kecurangan lainnya (Harrington, 2005). Menurut ACFE (2012), biaya tahunan dari kecurangan yang timbul mendekati 5% dari pendapatan organisasi. Dari ketiga jenis kecurangan di atas, kecurangan laporan keuangan menimbulkan kerugian yang sangat signifikan jika dibanding dengan jenis kecurangan lainnya. Dalam Report to The Nation tahun 2008, ACFE mencatat bahwa kecurangan laporan keuangan mengakibatkan kerugian tiga belas kali lebih besar dari penyalahgunaan aset dan lima kali lebih besar dari kerugian yang ditimbulkan oleh korupsi. Menariknya, kecurangan laporan keuangan

(5)

commit to user

16 menduduki peringkat terendah dalam kasus kecurangan. Kecurangan laporan keuangan hanya meliputi 8% dari kasus kecurangan dalam penelitian ACFE.

Kecurangan laporan keuangan memberikan dampak negatif bagi banyak pihak. Investor, manajer, auditor, pegawai semua dirugikan (Albrecht dan Albrecht, 2008). Kecurangan laporan keuangan dapat memiliki konsekuensi yang signikan untuk organisasi dan pemegang sahamnya, serta kepercayaan masyarakat di pasar modal. Oleh karena itu, deteksi dini keberadaan risiko kecurangan laporan keuangan mutlak diperlukan.

Pendeteksian kecurangan dalam laporan keuangan masih menjadi hal yang sulit dilakukan. Untuk meningkatkan prosedur pendeteksian kecurangan laporan keuangan, pada tahun 2002, American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) mengeluarkan Statements of Auditing Standards (SAS) 99 sebagai pengganti SAS 82. Melalui SAS 99, AICPA memperkuat prosedur audit untuk meyakinkan bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material yang disebabkan oleh kecurangan (Buchholz, 2012). Tujuan utama SAS 99 adalah meningkatkan keefektifan auditor dalam mendeteksi kecurangan melalui penilaian faktor risiko kecurangan perusahaan (Skousen, et al., 2008). Faktor risiko kecurangan (fraud risk factors) menjadi konsep sentral dalam SAS 99 untuk memahami motivasi seseorang melakukan kecurangan (Dorminey, 2010).

2.1.3. Faktor Risiko Kecurangan

Faktor risiko kecurangan diadopsi dari teori fraud triangle yang dikemukakan oleh Cressey dalam tulisannya yang berjudul “Other People’s Money: A Study in the Social Psychology of Embezzlement” pada tahun 1953.

(6)

commit to user

17 Segitiga kecurangan menunjukkan bagaimana seseorang melakukan kecurangan. Fraud triangle menjelaskan suatu kondisi (tekanan, peluang, dan rasionalisasi) yang seringkali menjadi indikasi terjadinya kecurangan. Perbedaan antara konsep Cressey dan SAS 99 adalah bahwa Cressey mensyaratkan ketiga elemen fraud triangle ketika terjadi suatu kecurangan. Sebaliknya, SAS 99 hanya mensyaratkan satu elemen, yang menandakan potensi terjadinya kecurangan.

ISA 240 menjelaskan bahwa faktor risiko kecurangan adalah “kejadian-kejadian atau kondisi yang mengindikasikan insentif atau tekanan untuk mendorong kecurangan, peluang untuk melaksanakan kecurangan, atau sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan atau menjustifikasikan tindakan-tindakan kecurangan”. Dalam SA Seksi 316, dijelaskan bahwa kecurangan seringkali berkaitan dengan ketiga faktor risiko kecurangan tersebut. Faktor risiko kecurangan ini menjadi indikasi terjadinya suatu kecurangan. Walaupun faktor-faktor risiko kecurangan tidak harus mengindikasikan kecurangan ada, tetapi faktor-faktor itu sering ada bila kecurangan terjadi, sehingga menjadi elemen penting yang dipertimbangkan dalam ruang lingkup perikatan audit (Koroy, 2008).

Faktor risiko kecurangan meliputi tekanan (perceived pressure), peluang (perceived opportunity), dan rasionalisasi (rasionalization). Tekanan menunjukkan adanya insentif atau dorongan untuk melakukan kecurangan, seperti target-target keuangan, kondisi ekonomi dan bisnis, kebutuhan pribadi yang sangat mendesak. Kesempatan merupakan peluang yang memungkinkan fraud terjadi, misalnya lemahnya internal control organisasi dan kurangnya pengawasan

(7)

commit to user

18 manajemen. Rasionalisasi merupakan kondisi di mana pelaku mencari pembenaran atas tindakan kecurangan yang dilakukannya, seperti masa kerja yang cukup lama dan adanya perasaan untuk berhak mendapatkan lebih dari yang telah dia dapatkan sekarang (posisi, gaji, dan promosi).

Cressey (1953) mendefinisikan perceived opportunity sebagai persepsi bahwa adanya kelemahan pengawasan dan kemungkinan untuk ditangkap ketika melakukan kecurangan sangat kecil. Dorminey (2010) mengatakan bahwa semua yang dibutuhkan oleh pelaku kecurangan adalah peluang, pelaku tidak membutuhkan adanya tekanan yang mendorong untuk melakukan kecurangan. Bahkan dengan tekanan yang cukup besar, mereka yang percaya akan dihukum ketika melakukan kecurangan, jarang sekali melakukan kecurangan (Albrecht dan Albrecht, 2008). Ketiadaan pengendalian internal yang memadai mengindikasikan adanya risiko yang tinggi terjadinya kecurangan (Green, 2004).

Dari ketiga faktor risiko kecurangan (pressure, opportunity dan rationalization), peluang merupakan hal dasar yang dapat terjadi kapan saja sehingga memerlukan pengawasan dari struktur organisasi mulai dari atas (Norbarani, 2012). Selain itu, hasil statistik menunjukkan bahwa seseorang yang melakukan kecurangan internal memiliki kecenderungan tinggi untuk melakukan kecurangan lebih dari satu kali. Dalam hal ini, faktor peluang menjadi pemicu utama bagi repeat offenders (Suprajadi, 2009). Oleh karena beberapa alasan tersebut, peneliti memfokuskan pada faktor risiko peluang untuk diuji pengaruhnya terhadap kecurangan laporan keuangan.

(8)

commit to user

19

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terkait faktor risiko kecurangan dan kecurangan laporan keuangan masih jarang ditemukan. Skousen (1998) menguji bagaimana fraud risk factors yang diadopsi SAS 99 mampu menjelaskan kecurangan laporan keuangan. Penelitian tersebut menguji pengaruh ketiga faktor risiko kecurangan terhadap kecurangan laporan keuangan. Faktor risiko peluang diproksikan dengan rasio perubahan piutang dan rasio persediaan terhadap penjualan, ukuran dewan komisaris, karakteristik komite audit, kepemilikan blockholder, dan pergantian Chief Executive Officer (CEO). Penelitian tersebut menemukan ada enam proksi dari pressure dan dua proksi dari opportunity yang bermanfaat untuk membedakan antara perusahaan fraud dan non-fraud. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa pressure dan opportunity merupakan indikator kecurangan yang lebih kuat daripada variabel rasionalisasi.

Skousen dan Wright (2006) menguji bagaimana faktor risiko kecurangan dapat memprediksi terjadinya kecurangan laporan keuangan serta membangun model prediksi kecurangan menggunakan kerangka fraud risk factor. Hasil penelitian tersebut juga membuktikan bahwa pressure dan opportunity berpengaruh signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. Menggunakan prosedur cross validation, model dapat mengklasifikasikan perusahaan non-fraud dengan tingkat kebenaran 74,42% dan perusahaan fraud sebesar 65,12%. Secara keseluruhan, model secara benar mengklasifikasikan perusahaan fraud dan non-fraud sebesar 69,77%.

(9)

commit to user

20 Skousen dan Twedt (2009) menguji kemungkinan adanya manipulasi laporan keuangan dalam emerging market countries menggunakan Fraud Score Model (F-Score). F-Score merupakan indikator adanya risiko kecurangan, tetapi tidak selalu menjadi sinyal terjadinya fraud. Hasil penelitian tersebut memberikan indikasi negara mana yang memiliki risiko kecurangan laporan keuangan terbesar.

Penelitian untuk menguji dan memprediksi kecurangan laporan keuangan menggunakan fraud triangle dan SAS 99 juga dilakukan oleh Skousen, et al. (2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat lima proksi dari tekanan (pressure) dan dua proksi dari peluang (opportunity) yang memiliki hubungan signifikan dengan kecurangan laporan keuangan. Proksi dari tekanan yaitu pertumbuhan aset, kenaikan kebutuhan kas, pembiayaan eksternal, kepemilikan internal dan kepemilikan eksternal, serta proksi dari peluang, yaitu CEO duality, memiliki hubungan positif kemungkinan terjadinya kecurangan laporan keuangan. Sebaliknya, independensi komite audit memiliki hubungan negatif dengan terjadinya kecurangan laporan keuangan.

Lou dan Wang (2009) juga melakukan penelitian untuk menilai kemungkinan terjadinya kecurangan pelaporan keuangan melalui fraud risk factors. Penelitian tersebut membandingkan antara 97 perusahaan fraud dan 467 perusahaan non-fraud. Penelitian tersebut juga membuktikan bahwa kecurangan pelaporan keuangan berkorelasi positif dengan faktor risiko kecurangan. Variabel yang berkorelasi positif tersebut adalah tekanan keuangan perusahaan, transaksi pihak istimewa, integritas manajemen, dan hubungan antara perusahaan dan auditor eksternal.

(10)

commit to user

21 Di Indonesia, penelitian terkait fraud risk factor dan fraudulent financial statement masih sedikit ditemukan. Molida (2011) menguji efektivitas fraud triangle dalam mendeteksi financial statement fraud. Variabel dependen yang digunakan adalah manajemen laba yang diproksikan dengan discretionary accruals. Variabel dari fraud triangle meliputi ineffective monitoring yang diproksikan dengan ukuran komite audit serta financial stability dan personal financial need. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa financial stability dan personal financial need berpengaruh positif dan signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan.

Kurniawati (2012) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kecurangan laporan keuangan dalam perspektif fraud triangle. Penelitian tersebut menggunakan sampel perusahaan nonkeuangan dari tahun 2007-2010. Hasil penelitian membuktikan bahwa tekanan yang diproksikan dengan pertumbuhan yang tinggi, kerugian laba, arus kas bersih, dan leverage serta peluang yang diproksikan dengan persentase penjualan kepada pihak berelasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. Rasionalisasi yang diproksikan dengan perubahan auditor eksternal tidak berpengaruh secara signifikan.

Norbarani (2012) melalukan penelitian untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan dengan analisis fraud triangle dengan sampel perusahaan manufaktur dari tahun 2009-2010, dengan sampel yang berjumlah 176 perusahaan. Variabel dependen dalam penelitian ini diproksikan dengan earnings management. Variabel independen yang digunakan merupakan proksi dari faktor

(11)

commit to user

22 risiko peluang dan tekanan. Dalam penelitian tersebut hanya proksi dari tekanan yang menunjukkan hubungan positif dan signifikan, yaitu rasio arus kas bebas dan return on asset (ROA).

Perusahaan yang terlibat dalam kecurangan memiliki karakteristik tertentu. Beasley, et al. (2001) menyebutkan beberapa karakteristik khusus perusahaan yang terlibat kecurangan antara lain ukuran perusahaan kecil sampai sedang, memiliki pendapatan atau aset kurang dari 50 juta dolar, sering mengalami rugi bersih atau break even point dalam periode sebelum kecurangan terjadi, CEO dan CFO terlibat dalam kecurangan, dewan komisaris dan komite audit sangat lemah dan memiliki kepemilikan signifikan dalam perusahaan serta CEO memiliki dominasi dalam perusahaan. Menurut mereka, terdapat empat pilar yang mendukung pelaporan keuangan yang etis, di mana empat pilar tersebut berkaitan dengan fraud triangle, yaitu kompensasi dan insentif, governance structure, pengawasan (effective internal controls), serta budaya perusahaan dan kesadaran orang-orang di dalamnya.

Mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris dan komite audit berbeda secara signifikan antara fraud companies dan non-fraud companies (Beasley, et al. 2000). Ketiadaan pengendalian internal yang memadai mengindikasikan adanya risiko yang tinggi terjadinya kecurangan (Green, 2004). Cressey (1953) mendefinisikan perceived opportunity sebagai persepsi bahwa adanya kelemahan pengawasan dan kemungkinan untuk ditangkap ketika melakukan kecurangan sangat kecil. Dorminey (2010) mengatakan bahwa semua yang dibutuhkan oleh pelaku kecurangan adalah peluang, pelaku tidak

(12)

commit to user

23 membutuhkan adanya tekanan yang mendorong untuk melakukan kecurangan. Bahkan dengan tekanan yang cukup besar, mereka yang percaya akan dihukum ketika melakukan kecurangan, jarang sekali melakukan kecurangan (Albrecht dan Albrecht, 2008).

(13)

commit to user

24

Tabel II.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No Penulis Judul Jurnal/Sumber Penelitian Sampel Metodologi Kesimpulan

1 Christopher J. Skousen An Empirical Investigation of the Relevance and Predicitve Ability of the SAS 99 Fraud Risk Factors Faculty of the Graduate College of the Oklahoma State University, 1998 Empiris Perusahaan di USA melalui Compusat. Analisis Diskriminan Berganda dan Analisis Regresi Logistik

Terdapat 4 variabel signifikan, yaitu 5%OWN, OWNERSHIP, CEOCHAIR dan

AUDINDEPP. Tidak ada proksi

rasionalisasi yang berbeda secara signifikan

antara perusahaan yang fraud dan no-fraud.

2 Christopher J. Skousen dan Charlotte J. Wright Contemporane ous Risk Factors and The Prediction of Financial Statement Fraud Journal of Forensic Accounting 1524-5586 / Vol. IX (2008), pp. 37-62, 2006 Empiris 86 perusahaan

fraud dan non-fraud di USA. Analisis univariate, Analisis regresi logistik, analisis diskriminan berganda

Terdapat 5 variabel yang signifikan untuk mendeteksi kecurangan, yaitu proksi dari

pressure (OWNERSHIP, dan 5%OWN) dan

proksi dari opportunities (AUDCOMM,

IND dan CEO).

3 Christopher J. Skousen , Kevin R. Smith dan Charlotte J. Wright Detecting and Predicting Financial Statement Fraud: The Effectiveness Of The Fraud Traingle and SAS No. 99 2008 Empiris 86 perusahaan

fraud dan non-fraud di USA. Analisis univariate, Analisis regresi logistik, analisis diskriminan berganda

Terdapat 7 variabel yang signifikan untuk mendeteksi kecurangan, yaitu proksi dari

pressure (ACHANGE, FINANCE, FREEC, OSHIP, dan 5%OWN) dan proksi dari

opportunities (IND dan CEO).

(14)

commit to user

25

Tabel II.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu (Lanjutan)

No Penulis Judul Jurnal/Sumber Penelitian Sampel Metodologi Kesimpulan

4 Yung-I Lou dan Ming-Long Wang Fraud Risk Factor Of The Fraud Triangle Assessing The Likelihood Of Fraudulent Financial Reporting Journal of Business & Economics Research – February, 2009 Volume 7, Number 2 Empiris 97 perusahaan fraud dan 467 perusahaan non-fraud Binary logistic regression.

Kecurangan pelaporan berkorelasi positif dengan satu kondisi berikut: semakin tinggi tekanan keuangan perusahhan, persentase tinggi pada transaksi kompleks perusahaan, semakin dipertanyakannya integritas manajer, dan semakin buruk hubungan perusahaan dan auditornya. Sedangakan ukuran pperusahaan berkorelasi negatif

dengan fraud. 5 Resti Molida Pengaruh Financial Stability, Personal Financial Need Dan Ineffective Monitoring Pada Financial Statement Fraud Dalam Perspektif Fraud Triangle Skripsi, Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang 2011 Empiris Perusahaan manufaktur yang listing di BEI tahun 2008 dan 2009 sejumlah 40 perusahaan Regresi Linear Berganda

Variabel financial stability denga proksi

ACHANGE dan personal financial need

dengan proksi OSHIP berpengaruh positif signifikan terhadap kecurangan laporan

keuangan. sementara itu, ineffective

monitoring dengan proksi AUDCSIZE tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

financial statement fraud.

(15)

commit to user

26

Tabel II.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu (Lanjutan)

No Penulis Judul

Jurnal/Sumber

Penelit

ian Sampel Metodologi Kesimpulan

6 Listiana Norbarani Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan dengan Analisis Fraud Triangle Yang Diadopsi dalam SAS No.99 Skripsi, Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang 2012 Empiri s Perusahaan Manufaktur yang listing di BEI tahun 2009-2010 sejumlah 176 perusahaan Regresi Linear Berganda

Variabel external pressure yang diproksikan

dengan rasio arus kas bebas memiliki

hubungan negatif dengan financial

statement fraud. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa variabel financial

targets yang diproksikan dengan Return On

Asset memiliki hubungan positif dengan

financial statement fraud. Penelitian ini

tidak membuktikan bahwa variabel financial

stability yang diproksikan dengan rasio

perubahan total aset, variabel personal

financial need yang diproksikan dengan rasio kepemilikan saham oleh orang dalam,

dan variabel innefective monitoring yang

diproksikan dengan rasio dewan komisaris independen memiliki pengaruh terhadap

financial statement fraud.

7 Ema Kurniawati Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Financial Statement Fraud dalam Perspektif Fraud Triangle Skripsi, Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang 2012 Empiri s Perusahaan non keuangan yang listing di BEI tahun 2007-2010 sejumlah 98 perusahaan Binary logistic regression

Tekanan/motif yang diproksi dengan

HIGHGR, LOSS, NCFO, dan LEVERAGE, peluang yang diproksi dengan RPT%

berpengaruh signifikan terhadap financial

statement fraud dan rasionalisasi yang

diproksi dengan △CPA tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap financial

(16)

commit to user 27 2.3Kerangka Pemikiran kkkk Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran 2.4 Pengembangan Hipotesis

2.4.1 Pengaruh rasio sifat industri terhadap fraudulent financial statement Sifat industri menjadi salah satu elemen dari faktor risiko kecurangan (peluang). Setiap industri memiliki akun-akun tertentu yang membedakan antara industri satu dengan lainnya. Untuk perusahaan nonkeuangan, akun piutang dagang dan persediaan menjadi salah satu karakteristik utama. Kedua akun tersebut seringkali menjadi pembeda yang signifikan antara perusahaan fraud dan non-fraud.

Manipulasi dalam persediaan adalah tipe kecurangan yang paling umum (Albrecht dan Albrecht, 2008). Persediaan yang menumpuk menunjukkan adanya penurunan atau stagnansi dalam penjualan dan overstated persediaan. Piutang dan

1. Rasio perubahan persediaan dan piutang terhadap penjualan (RECSAL dan INVSAL)

2. Ukuran dewan komisaris (BS)

3. Independensi dewan komisaris (INDC) 4. Komposisi komite audit (SZCMD) 5. Independensi komite audit (INDCMD) 6. Pelaporan keuangan interim (IFR) 7. Transaksi pihak berelasi (RPT)

H2(-) H1(+) H3(-) H4(-) H5(-) H6(-) H7(+) Kecurangan Laporan Keuangan (FFS)

(17)

commit to user

28 penjualan secara khas tetap pada tren yang konsisten dan wajar. Jika ada kenaikan dalam piutang kemungkinan disebabkan karena kenaikan penjualan. Rasio perubahan piutang pada penjualan atau Asset Quality Index (AQI) mengukur proporsi dari total aset untuk keuntungan di masa depan yg tidak pasti. AQI yang lebih besar daripada 1 berarti perusahaan berpotensi menangguhkan biaya dengan tujuan untuk meningkatkan bottom line. Enron memiliki AQI sebesar 1,308 (Harrington, 2005).

Skousen (1998) menemukan adanya pengaruh negatif dan tidak signifikan antara rasio perubahan piutang dagang terhadap penjualan dengan fraudulent financial statement. Sebaliknya, pengaruh positif dan tidak signifikan ditemukan antara rasio perubahan persediaan terhadap penjualan dengan fraudulent financial statement. Berbeda dengan sebelumnya, Skousen dan Wright (2009) menemukan adanya pengaruh negatif dan tidak signifikan antara rasio perubahan persediaan terhadap penjualan dengan kecurangan laporan keuangan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dikembangkan hipotesis berikut ini.

H1a: Rasio perubahan piutang dagang pada penjualan berpengaruh positif terhadap fraudulent financial statement.

H1b: Rasio perubahan persediaan pada penjualan berpengaruh positif terhadap fraudulent financial statement.

2.4.2 Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap fraudulent financial statement

Dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat

(18)

commit to user

29 kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG (Good Corporate Governance). Jumlah anggota dewan komisaris harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan (KNKG, 2006). Abdullah (2008) menemukan bahwa ukuran dewan berhubungan positif dengan ukuran kinerja, yang berarti dewan yang lebih besar menunjukkan pengetahuan yang lebih luas, sehingga kualitas keputusan yang diambil juga menjadi lebih baik.

Dewan komisaris memegang peran kunci dalam mekanisme pengendalian internal (Albrecht dan Albrecht, 2008). Dewan komisaris berperan untuk menyelenggarakan lingkungan pengendalian yang efektif (Beasley, 1998). Peran dewan komisaris dan komite audit sangat vital untuk mengawasi setiap tindakan manajemen dalam merencanakan dan mengimplementasikan antifraud program (Thomas dan Gibson, 2003).

Uzun, Szewczyk dan Varma (2004) menemukan pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan antara ukuran dewan komisaris dan fraud. Sebaliknya Skousen (1998) menemukan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap fraud. Dalam banyak kasus kecurangan, seperti Enron dan Worldcom, peluang terjadinya fraud menjadi lebih besar karena fungsi pengawasan komisaris sangat lemah. Berdasarkan uraian tersebut, maka dikembangkan hipotesis berikut ini.

H2: Ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap fraudulent financial statement.

(19)

commit to user

30

2.4.3 Pengaruh independensi dewan komisaris terhadap fraudulent financial statement

Komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris yang tidak berasal dari pihak yang terafiliasi. Yang dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri (KNKG, 2006). Karena tidak adanya hubungan afiliasi tersebut, komisaris independen diharapkan dapat bertindak sepenuhnya untuk kepentingan perusahaan.

Komisaris independen sebagai pengamat objektif, bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap aktivitas manajemen (Beasley, 1998). Keberadaan komisaris independen menjadikan mekanisme pengawasan berjalan secara lebih efektif. Andayani (2010) menemukan adanya pengaruh negatif dan signifikan antara proporsi komisaris independen dengan discretionary accruals.

Abbott, et al. (2000) tidak menemukan adanya hubungan signifikan antara kecurangan dan proposi komisaris independen. Skousen dan Wright (2006) menemukan hubungan positif dan tidak signifikan antara komisaris independen dengan terjadinya kecurangan. Sementara itu, Sharma (2004) menemukan bahwa keberadaan komisaris independen dalam dewan dapat menurunkan kemungkinan terjadinya kecurangan. Beasley (1998) menemukan bahwa perusahaan yang melakukan fraud memiliki lebih sedikit komisaris independen. Berdasarkan uraian tersebut, maka dikembangkan hipotesis berikut ini.

(20)

commit to user

31 H3: Independensi dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap fraudulent

financial statement.

2.4.4 Pengaruh komposisi komite audit terhadap fraudulent financial statement

Komite audit bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) wajib diketuai oleh seorang komisaris independen. Perusahaan yang dalam komite auditnya beranggotakan komisaris independen memiliki kemungkinan kecil untuk melakukan kecurangan laporan keuangan (Abbott, et al., 2000). Perusahaan yang tidak melakukan kecurangan memiliki lebih banyak komisaris independen dalam komite auditnya (Beasley, 1998). Berdasarkan uraian tersebut, maka dikembangkan hipotesis berikut ini.

H4: Komposisi komite audit berpengaruh negatif terhadap fraudulent financial statement.

2.4.5 Pengaruh independensi komite audit terhadap fraudulent financial statement

Perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) wajib memiliki komite audit. Salah satu tugas komite audit adalah membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa pengendalian internal telah diterapkan dengan baik. Abdullah (2008) menemukan bahwa independensi komite audit memiliki hubungan positif dengan ROA dan ROE. Hasil tersebut mengusulkan bahwa anggota independen membantu untuk mengawasi kecurangan keuangan.

Skousen, Smith, dan Wright (2008) menemukan adanya hubungan negatif signifikan antara independensi komite audit dengan kecurangan laporan

(21)

commit to user

32 keuangan. Peluang terjadinya kecurangan menurun ketika jumlah anggota komite audit yang independen bertambah. Kecurangan laporan keuangan yang berhubungan secara negatif terhadap independensi komite audit juga ditemukan oleh Owens-Jackson, et al. (2009). Independensi komite audit di perusahaan fraud lebih kecil jika dibandingkan independensi komite audit dalam benchmark industri. (Beasley, et al., 2000). Berdasarkan uraian tersebut, maka dikembangkan hipotesis berikut ini.

H5: Independensi komite audit berpengaruh negatif terhadap fraudulent financial statement.

2.4.6 Pengaruh pelaporan keuangan interim terhadap fraudulent financial statement

Berdasarkan ISA 240, salah satu ciri kurangnya pengawasan internal adalah tidak memadainya mekanisme pengawasan, termasuk pengawasan terhadap pelaporan keuangan interim. Menurut International Accounting Standards (IAS) 34, laporan keuangan interim adalah laporan yang berisi seperangkat laporan keuangan lengkap atau kondensasian untuk perioda interim. Melalui laporan keuangan interim ini auditor eksternal dapat menganalisis hal-hal penting yang terjadi selama periode interim yang bisa berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dikembangkan hipotesis berikut ini.

H6: Pelaporan keuangan interim berpengaruh negatif terhadap fraudulent financial statement.

(22)

commit to user

33

2.4.7 Pengaruh transaksi pihak berelasi terhadap fraudulent financial statement

Transaksi pihak berelasi atau pihak istimewa merupakan transaksi yang dilakukan dengan pihak yang memiliki hubungan afiliasi dengan perusahaan. Transaksi tersebut meliputi penjualan, pembelian, piutang, utang serta beban perusahaan. Keberadaan transaksi pihak berelasi bisa menunjukkan adanya risiko kecurangan yang tinggi (Beasley, 2010). Perusahaan menggunakan transaksi pihak berelasi untuk menaikkan penjualan karena transaksi pihak berelasi biasanya sulit untuk dideteksi. Transaksi pihak berelasi yang tidak diungkapkan mungkin digunakan untuk secara curang menaikkan laba (Intal dan Do, 2002). Lou dan Wang (2009) menemukan bahwa kompleksitas transaksi yang tinggi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dikembangkan hipotesis berikut ini.

H7: Transaksi pihak berelasi berpengaruh positif terhadap fraudulent financial statement.

Gambar

Tabel II.1
Tabel II.1
Tabel II.1

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan permanen, perbedaan temporer, arus kas operasi dan ukuran perusahaan berpengaruh positif pada persistensi laba sementara arus kas akrual tidak berpengaruh

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa likuiditas, leverage, dan komisaris independen tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada agresivitas pajak sedangkan manajemen laba

Gambar 4 Model penelitian pengaruh market-to-book ratio, arus kas, modal kerja bersih, leverage, ukuran perusahaan, dividen, ukuran direksi, laba sebelum bunga dan pajak, dan

Arus kas dari aktvitas operasi pada umumnya disajikan terlebih dahulu, lalu diikuti dengan arus kas dari aktivitas investasi dan arus kas pendanaan. Total arus kas bersih dari

Secara garis besar, dalam penelitian ini dihasilkan bahwa informasi laba akuntansi, komponen arus kas dari aktivitas investasi dan pendanaan mempunyai pengaruh

Analisis Laporan Keuangan Komparatif (Comparative Financial Statement Analysis) dilakukan dengan cara menelaah neraca, Laporan Laba Rugi atau Laporan Arus kas yang

Pada penelitian Natalia dan Santoso variabel yang digunakan adalah arus kas bebas, pertumbuhan perusahaan, rasio total utang dan modal sendiri, rasio laba bersih dan total aset

Pada penelitian ini diperoleh hasil secara simultan bahwa variabel laba akuntansi X1, arus kas dari aktivitas operasi X2, arus kas dari aktivitas investasi X3, arus kas dari aktivitas