• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perpindahan Kalor

Perpindahan kalor ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Pada termodinamika telah kita ketahui bahwa energi yang pindah itu dinamakan kalor. Ilmu perpindahan kalor tidak hanya mencoba menjelaskan bagaimana energi kalor itu berpindah dari suatu benda ke benda lain, tetapi juga dapat meramalkan laju perpindahan yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Kenyataan disini yang menjadi sasaran analisis ialah masalah laju perpindahan, inilah yang membedakan ilmu perpindahan kalor dari ilmu termodinamika.

Termodinamika membahas sistem dalam keseimbangan, ilmu ini dapat digunakan untuk meramal energi yang diperlukan untuk mengubah sistem dari suatu keadaan seimbang ke keadaan seimbang lain, tetapi tidak dapat meramalkan kecepatan perpindahan itu. Hal ini disebabkan karena pada waktu proses perpindahan itu berlangsung, sistem tidak berada dalam keadaan seimbang. Ilmu perpindahan kalor melengkapi hukum pertama dan kedua termodinamika, yaitu dengan memberikan beberapa kaidah percobaan yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan perpindahan energi. Sebagaimana juga dengan ilmu termodinamika, kaidah-kaidah percobaan yang digunakan dalam masalah perpindahan kalor cukup sederhana, dan dapat dengan mudah dikembangkan sehingga mencakup berbagai ragam situasi praktis (Holman, 1997).

2.2 Mekanisme Perpindahan Kalor 2.2.1 Perpindahan Kalor Konduksi

Perpindahan kalor konduksi adalah perpindahan energi sebagai kalor melalui sebuah proses medim stasioner, seperti tembaga, air, atau udara. Di dalam benda-benda padat maka perpindahan tenaga timbul karena ataom-atom pada temperatur yang lebih tinggi bergetar dengan lebih bergairah, sehingga atom-atom tersebut dapat memindahkan tenaga kepada atom-atom yang lebih lesu yang berada di dekatnya dengan kerja mikroskopik, yakni kalor. Di dalam

(2)

logam-logam, elektron-elektron bebas juga membuat kontribusi kepada proses hantaran kalor. Di dalam sebuah cairan atau gas, molekul-molekul juga mudah bergerak, dan tenaga juga dihantar oleh tumbukan-tumbukan molekul.

Gambar 2.1 Perpindahan panas konduksi, difusi energi akibat aktivitas molekul (Sumber: Incropera, 2007)

Persamaan untuk perpindahan panas secara konduksi dapat dirumuskan sebagai berikut,

dx dT k

q=− (2.1)

dimana q adalah laju perpindahan kalor dan dT/dx merupakan gradien suhu kearah perpindahan kalor. Konstanta positif k disebut konduktivitas atau thermal conductivity benda itu, sedangkan tanda minus diselipkan agar memenuhi hokum kedua termodinamika, yaitu bahwa kalor mengalir ketempat yang lebih rendah dalam skala suhu (Holman, 1997).

2.2.2 Perpindahan Kalor Konveksi

Bila sebuah fluida lewat diatas sebuah permukaan padat panas, maka energi dipindahkan kepada fluida dari dinding oleh hantaran panas. Energi ini kemudian di angkut atu dikonveksikan (convected), ke hilir oleh fluida, dan difusikan melalui fluida oleh hantaran di dalam fluida tersebut. Jenis perpindahan energy ini dinamakan perpindahan panas konveksi (convection heat transfer).

Jika proses aliran fluida tersebut di induksikan oleh sebuah pompa atau sistem pengedar (circulating system) yang lain, maka digunakanlah istilah konveksi yang dipaksakan (forced convection). Bertentangan dengan itu, jika aliran fluida timbul karena ada gaya apung fluida yang disebabkan oleh pemanasan, maka proses tersebut dinamakan konveksi bebasatau konveksi

(3)

alamiah (natural). Persamaan dasar untuk menghitung laju perpindahan panas konveksi yaitu,

T hA

q= ∆ (2.2)

dimana q adalah laju perpindahan panas (W), h merupakan koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2.oC), A merupakan luas permukaan (m2), dan ∆T merupakanperbedaan suhu (oC).

1. Konveksi alamiah (Natural Convection)

Konveksi alamiah (natural convection) atau konveksi bebas (free convection), terjadi kerena fluida yang karena proses pemanasan berubah densitasnya (kerapatannya) dan bergerak naik. Radiator panas yang digunakan untuk memanaskan ruang merupakan suatu contoh piranti praktis yang memindahkan kalor dengan konveksi bebas. Gerakan fluida dalam konveksi bebas, baik fluida itu gas maupun zat cair terjadi karena gaya apung yang dialaminya apabila densitas fluida didekat permukaan perpindahan kalor berkurang sebagai akibat pemanasan.

Gaya apung itu tidak akan terjadi apabila fluida itu tidak mengalami sesuatu gaya dari luar seperti gravitasi (gaya berat), walaupun gravitasi bukanlah satu-satunya medan gaya luar yang dapat menghasilkan arus konveksi bebas. Fluida yang terkurung dalam mesin rotasi mengalami medan gaya sentrifugal, dan karena itu mengalami arus konveksi bebas bila salah satu atau beberapa permukaannya yang dalam kontak dengan fluida itu dipanaskan (Holman, 1997).

2. Konveksi paksa (Force Convection)

Konveksi paksa adalah perpindahan panas yang mana dialirannya tersebut berasal dari luar, seperti dari blower atau kran dan pompa. Konveksi paksa dalam pipa merupakan persoalan perpindahan konveksi untuk aliran dalam atau yang disebut internal flow. Adapun aliran yang terjadi dalam pipa adalah fuida yang dibatasi oleh suatu permukaan. Sehingga lapisan batas tidak dapat berkembang secara bebas seperti halnya pada aliran luar.

(4)

Gambar 2.2 Perpindahan panas konveksi. (a) konveksi paksa (b) konveksi alamiah (c) pendidihan, (d) Kondensasi

(Sumber: Incropera, 2007) 2.2.3 Perpindahan Kalor Radiasi

Perpindahan kalor radiasi adalah perpindahan energi oleh penjalaran (rambatan) foton yang tak teroganisir. Setiap benda yang terus memancarkan foton-foton secara serampangan didalam arah dan waktu, dan tenaga neto yang dipindahkan oleh foton-foton ini diperhitungkan sebagai kalor. Bila foton-foton ini berada di dalam jangkauan panjang gelombang 0,38 sampai 0,76 m, maka foton-foton tersebut mempengaruhi mata kita sebagai sinar cahaya yang tampak (dapat dilihat). Bertentangan dengan itu, maka setiap tenaga foton yang terorganisir, seperti transmissi radio, dapat di identifikasikan secara mikroskopik dan tak dipandang sebagai kalor.

Pembahasan termodinamika menunjukkan bahwa radiator (penyinar) ideal, atau benda hitam, memancarkan energi dengan laju yang sebanding dengan pangkat empat suhu absolut benda itu dan berbanding langsung dengan luas permukaan.

4

. .AT

(5)

dimana adalah σkonstanta Stefan-Boltzmann dengan nilai 5,669x108W /m2K. Persamaan (2.3) disebut hukum Stefan-Boltzmann tentang radiasi termal, dan berlaku hanya untuk radiasi benda hitam.

Gambar 2.3 Perpindahan panas radiasi (a) pada permukaan (b) antara permukaan dan lingkungan

(Sumber: Incropera, 2007) 2.3 Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalormerupakan peralatan yang digunakan untuk perpindahan panas antara dua atau lebih fluida. Banyak jenis alat penukar kaloryang banyak dibuat atau digunakan dalam pusat pembangkit tenaga, unit pendingin unit produksi udara, proses di industri, sistem turbin gas, dan lain-lain. Dalam alat penukar kalortidak terjadi pencampuran seperti dalam halnya suatu mixing chamber. Dalam radiator mobil misalnya, panas berpindah dari air yang panas yang mengalir dalam pipa radiator ke udara yang mengalir dengan bantuan fan.

Suatu alat penukar kalorterdiri dari elemen penukar kalor yang disebut inti atau matrix yang berisikan di dinding penukar panas, dan elemen distribusi fluida seperti tangki, nozzle masukan, nozzle keluaran, pipa-pipa, dan lain-lain. Biasanya, tidak ada pergerakan pada bagian-bagian dalam alat penukar kalor. Namun, ada pengecualian untuk regenerator rotary dimana matriksnya digerakkan berputar dengan kecepatan yang dirancang. Dinding permukaanalat penukar kaloradalah bagian yang bersinggungan langsung dengan fluida yang mentransfer panasnya secara konduksi (Kuppan, 2000).

(6)

Hampir semua alat penukar kalor, perpindahan panas didominasi oleh konveksi dan konduksi dari fluida panas ke fluida dingin, dimana keduanya dipisahkan oleh dinding. Perpindahan panas secara konveksi sangat dipengaruhi oleh bentuk geometri alat penukar kalordan tiga bilangan tak berdimensi, yaitu bilangan Reynold, bilangan Nusselt dan bilangan Prandlt fluida. Besar konveksi yang terjadi dalam suatu alat penukar kalor pipa ganda akan berbeda dengan alat penukar kalor aliran menyilang atau compact heat exchanger atau alat penukar kalor tipe plat untuk berbeda temperatur yang sama. Sedang besar ketiga bilangan tak berdimensi tersebut tergantung pada kecepatan aliran serta sifat fisikfluida yang meliputi massa jenis, viskositas absolut, panas jenis dan konduktivitas panas (Cengel, 2003).

Alat penukar kalor secara tipikal diklasifikasikan berdasarkan susunan aliran (flow arrangement) dan tipe konstruksi. Penukar kalor yang paling sederhana adalah satu penukar kalor yang mana fluida panas dan dingin bergerak atau mengalir pada arah yang sama atau berlawanan dalam sebuah pipa berbentuk bundar (atau pipa rangkap dua). Pada susunan aliran sejajar (parallel-flow arrangement) yang ditunjukkan gambar 2.4 (a) fluida panas dan dingin masuk pada ujung yang sama, mengalir dalam arah yang sama dan keluar pada ujung yang sama. Pada susunan aliran berlawanan (counter flow arrangement) yang ditunjukkan gambar 2.4 (b) kedua fluida tersebut pada ujung yang berlawanan, mengalir dalam arah yang berlawanan, dan keluar pada ujung yang berlawanan (Incropera, 2007).

Gambar 2.4 Penukar kalor pipa konsentris (a) parallel flow (b) counter flow (Sumber: Incropera, 2007)

(7)

Gambar 2.5 Penukar kalor aliran melintang (a) bersirip dengan kedua fluidanya tidak campur (b) tidak bersirip dengan satu fluida campur dan satu fluida lagi tidak campur

(Sumber: Incropera, 2007)

Sebagai alternatif, fluida panas dan dingin bergerak dalam arah melintang (tegak lurus satu dengan yang lain), seperti yang ditunjukkan oleh alat penukar kalor berbentuk pipa bersirip dan tidak bersirip pada gambar 2.5. Kedua konfigurasi ini secara tipikal dibedakan oleh sebuah perlakuan terhadap fluida diluar pipa sebagai fluida campur atau fluida tak campur. Gambar 2.5 (a) fluida disebut fluida tak campur karena sirip-sirip menghalangi gerakan fluida dalam satu arah y gerak tersebut melintang ke arah aliran utama x (Incropera, 2007). 2.4 Kegunaan Beberapa Jenis Alat Penukar Kalor

Begitu luas peralatan-peralatan yang mempergunakan tabung (tubular equipment) dalam alat penukar kalor, maka untuk mencegah timbulnya kesimpangsiuran pengertian, perlu diberikan pengelompokan peralatan itu berdasarkan fungsinya (Tunggul, 1993).

1. Chiller

Alat penukar kalor ini dipergunakan untuk pendinginan fluida sampai pada temperature sanga trendah.Temperatur pendingin di dalam mesin refrigrasi jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan pendingin yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk mesin refrigrasi ini media pendingin yang dipergunakan adalah amoniak atau freon.

(8)

2. Condensor

Salah satu alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan atau mengembunkan uap atau campuran uap sehingga berubah fase menjadi cairan. Media pendingin biasanya dipakai air atau uap. Uap atau campuran uap akan melepaskan panas latent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik tenaga uap yang mempergunakan condensing turbin, maka uap bekas dari turbin akan dimasukkan kedalam kondeser, lalu diembunkan menjadik ondesat. Media pendingin yang digunakan, adalah air sungai atau air laut dengan suhu udara luar.

3. Cooler

Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan (menurunkan suhu) cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini dimasalahkan terjadinya perubahan fase atau tidak seperti pada kondensor.Dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka pendingin cooler dipergunakan udara, dengan bantuan kipas. Ini mempunyai keuntungan dibanding dengan cooler yang mempergunakan air sebagai media pendingin.

4. Exchanger

Alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran fluida untuk pemanasan aliran fluida yang lain. Maka terjadi 2 fungsi sekaligus yaitu 1) memanaskan fluida yang dingin, dan 2) mendinginkan fluida yang panas. Suhu masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai dengan kebutuhannya.

5. Reboiler

Alat penukar kalor ini bertujuan untuh mendidihkan kembali (reboil) serta menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang sering dipergunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri. Hal ini dapat dilihat pada distilasi, absorpsi dan stripping.

(9)

Umumnya reboiler itu dipasang pada bagian bawah dari tower/column destilasi penyulingan minyak.

6. Heater

Alat penukar kalor ini bertujuan memanaskan (menaikkan suhu) suatu fuida proses. Umumnya zat pemanas yang dipergunakan adalah uap atau fluida panas lain. Contohnya heater (pemanas) pada pembangkit listrik tenaga uap, dimana sebagian uap dicerat (extraction turbine) lalu dimasukkan kedalam heater air pengisi ketel, maka suhu air pengisi ketel semakin tinggi, saat mencapai drum uap ketel. Disini uap yang dicerat itu melepas sensible heat sehingga menjadi kondensat.

7. Superheater

Alat penukar kalor ini digunakan untuk mengubah uap basah (saturated steam) pada pembangkit uap, menjadi uap kering (superheater steam). Proses ini terjadi dalam ketel sendiri, sebab superheater itu berada didalam ketelnya. Proses perpindahan panas yang terjadi bisa secara konveksi dan secara radiasi. Uap basah berada didalam pipa dan gas pemanas diluar pipa. Kedua jenis superheater ini mempunyai karakteristik yang berbeda. Biasanya yang dipergunakan adalah merupakan kombinasi dari kedua-duanya. Sumber panas yang dipergunakan adalah panas yang diperoleh dari pembakaran bahan bakar pada dapur ketel atau panas gas asap pembakarannya.

8. Evaporator

Alat penukar kalor ini digunakan untuk menguapkan cairan yang ada pada larutan, sehingga dari suatu larutan diperoleh larutan yang lebih pekat (thick liquor). Media pemanas yang dipergunakan adalah uap dengan tekanan rendah, sebab yang dimanfaatkan adalah latent-heat, yaitu mengubah fase uap menjadi fase air.

(10)

9. Economizer

Ekonomiser atau alat pemanas air pengisi ketel bertujuan untuk menaikkan suhu air pengisi ketel (feed water) sebelum air masuk kedalam drum uap. Maksud pemanasan itu adalah untuk meringankan beban ketel. Konstruksinya terdiri dari pipa-pipa yang disusun sedemikian rupa, airnya berada dalam pipa dan pemanasnya diluar pipa. Perpindahan panas terjadi secara konveksi dan konduksi media pemanas adalah gas asap hasil pembakaran bahan bakar dalam dapur ketel.

2.5 Klasifikasi Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalor dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, beberapa alat penukar kalor diklasifikasikan berdasarkan proses transfer, jumlah cairan, mekanisme perpindahan panas. Alat penukar kalor konvensional diklasifikasikan lebih lanjut sesuai dengan jenis konstruksi dan pengaturan aliran. Penukar kalor juga dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi proses, jenis fluida, industri, dan sebagainya (Ramesh dan Dusan, 2003).

1. Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan panas a. Tipe kontak tidak langsung

• Tipe dari satu fase • Tipe dari banyak fase

• Tipe yang ditimbun (storage type) • Tipe fluidized bed

b. Tipe kontak langsung • Immiscible fluids Gas liquid Liquid vapor

2. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir a. Dua jenis fluida

b. Tiga jenis fluida

c. N – jenis fluida (N lebih dari tiga)

(11)

a. Tipe gas-to-fluid

b. Tipe liquid-to-liquid dan phase-change 4. Klasifikasi berdasarkan konstruksi

a. Konstruksi tubular • Shell and Tube

Tube ganda (double pipe) • Spiral Tube

b. Konstruksi tipe pelat • Tipe gasketed plate • Tipe lamella • Tipe spiral plate • Tipe panelcoil

c. Konstruksi dengan luas permukaan diperluas (extended surface) • Sirip pelat (plate fin)

• Sirip tube (tube fin) d. Regenerators

• Tipe rotary • Tipe fixed-matrix

5. Klasifikasi berdasarkan pengaturan aliran a. Aliran dengan satu pass

• Aliran berlawanan • Aliran paralel • Aliran melintang • Aliran split

• Aliran yang dibagi (divided) b. Aliran multipass

Multipass crossflow Multipass shell-and-tube Multipass plate

6. Klasifikasi berdasarkan mekanisme perpindahan panas a. Dengan cara konveksi, satu fase pada kedua sisi alirannya

(12)

b. Dengan cara konveksi pada satu sisi aliran dan pada sisi yang lainnya terdapat cara konveksi 2 aliran

c. Dengan cara konveksi pada kedua sisi alirannya serta terdapat 2 pass aliran masing-masing

d. Kombinasi cara konveksi dan radiasi

2.6 Shell and Tube

Jenis ini merupakan jenis yang paling banyak digunakan dalam industry perminyakan. Alat ini terdiri daris ebuah shell (cangkang/slinderbesar) dimana didalamnya terdapat suatu bundle (berkas) pipa dengan diameter yang relative kecil. Satu jenis fluida mengalir didalam pipa-pipa sedangkan fluida lainnya mengalir dibagian luar pipa tetapi masih didalam cangkang.

Alat penukar kalor tipe shell and tube biasanya digunakan dalam kondisi tekanan relatif tinggi, yang terdiri dari sebuah selongsong yang di dalamnya disusun suatu annulus dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas permukaan yang optimal). Fluida mengalir di selongsong maupun di annulus sehingga terjadi perpindahan panas antara fluida dengan dinding annulus misalnya triangular pitch (pola segitiga) dan square pitch (pola segiempat).

Gambar 2.6 Alat penukar kalor jenis shell and tube (Sumber: Ramesh, 2003)

(13)

Begitu banyaknya jenis alat penukar kalor shell and tubes yang dipergunakan pada dunia industri. Untuk membuat pembagiannya secara pasti adalah sangat sulit. Pada gambar dapat dibuat pembagian berdasarkan tipe dari masing-masing stationary head, tipe shell dan tipe rear head. Tetapi oleh TEMA dikelompokkan berdasarkan pemakaian dari penukar kalor itu dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

a) Alat penukar kalor kelas R, yang dipergunakan pada industri minyak dan peralatan yang berhubungan dengan proses tersebut.

b) Alat penukar kalor kelas C, yang umumnya dipergunakan pada keperluan komersial.

c) Alat penukar kalor kelas B, yang banyak dipergunakan pada proses kimia. Kelas R, kelas C dan kelas B ini, kesemuanya adalah alat penukar kalor yang tidak dibakar (unfired shell and tubes), tidak sama dengan dapur atau ketel uap. Disamping pengelompokan diatas, dari TEMA dikenal juga tipe lain seperti (Tunggul, 1993):

a) Penukar kalor dengan fixed tube sheet. b) Penukar kalor dengan floating tube sheet. c) Penukar kalor dengan pipa U (hairpan tube).

d) Penukar kalor dengan fixed tube sheet dan mempunyai sambungan ekspansi (expantion joint) pada shellnya.

Gambar 2.7 Penukar kalor shell and tubetipe CFU (standar TEMA) (Sumber: Tunggul, 1993)

(14)

Keterangan:

1. Saluran untuk cairan - Liquid Level Connection 2. Saluran ujung yang tetap; Stationary Head - Channel 3. Topi ujung yang tetap; Stationary Head - Bonnet

4. Saluran atau topi ujung yang tetap; Stationary Head Flange - Channel or Bonnet

5. Tutup saluran - Channel cover

6. Nossel ujung yang stasioner - Stationary Nozzle Head 7. Pelat tube stasioner - Stationary Tube Sheet

8. Tube

9. Shell atau bejana

10.Tutup shell - Shell Cover

11.Flens shell pada ujung yang stasioner, shell flange stationary head end 12.Flens shellujung yang dibelakang, Shell Flange - Rear Head End 13.Nossel shell

14.Flens penutup shell - Shell Cover Flange 15.Sambungan ekspansi - Expantion Joint

16.Pelat tube yang mengambang- Floating Head Cover 17.Tutup kepala yang mengambang - Floating Head Cover 18.Flens kepala yang mengambang - Floating Head Flange

19.Penahan kepala yang mengambang - FloatingHead Backing Device 20.Cincin pemisah - Split Shear Ring

21.Flens penahan dengan slip-on-Slip-on Backing Service

22.Tutup kepala yang mengambang sebelah luar, Floating Head cover 23.Pelat tube yang mengambang yang menyusur, Floating Tube Sheet Skirt 24.Flens packing -Packing Follower Ring

25. Packing

26.Cincin penekan packing -Packing Follower Ring 27.Cincin latern -Latern Ring

28.Batang pengikat dan spasi -Tie Rods And Spacer

(15)

30.Sekat yang disentuh langsung -Impingement Baffles

31.Sekat yang longitudinal (parallel dengan tubes) -Longitudinal Baffles 32.Pemisah aliran pass - Pass Partition

33.Sambungan untuk venting

34.Sambungan untuk buangan (drain) 35.Sambungan untuk instrument

36.Penahan bejana ke pondasi atau sadel - Support Saddle 37.Tahanan untuk mengangkat - Lifting Lug

38.Penahan gantungan (bracket) 39. Weir

2.7 Pipa Ganda (Double Pipe)

Double pipe heat exchanger atau consentric tube heat exchanger yang ditunjukkan pada gambar 2.12 di mana suatu aliran fluida dalam pipa seperti pada gambar 2.12 mengalir dari titik A ke titik B, dengan space berbentuk U yang mengalir di dalam pipa. Cairan yang mengalir dapat berupa aliran cocurrent atau Counter current. Alat pemanas ini dapat dibuat dari pipa yang panjang dan dihubungkan satu sama lain hingga membentuk U. Double pipe heat exchanger merupakan alat yang cocok dikondisikan untuk aliran dengan laju aliran yang kecil.

Gambar 2.8 Penukar kalor jenis pipa ganda (Sumber: Ramesh, 2003)

2.8 Koil Pipa (Panelcoil)

Alat penukar kalor jenisini mempunyai pipa berbentuk koil yang dibenamkan didalam sebuah box berisi air dingin yang mengalir atau yang disemprotkan untuk mendinginkan fluida panas yang mengalir didalam pipa.

(16)

Gambar 2.9 Alat penukar kalor koil pipa (Sumber: Ramesh, 2003)

2.9 Jenis Spiral (Spiral Plate)

Jenis ini mempunyai bidang perpindahan panas yang melingkar. Karena alirannya yang melingkar maka sistem ini dapat melakukan Self Cleaning dan mempunyai efisiensi perpindahan panas yang baik, akan tetapi konstruksi seperti ini tidak dapat dioperasikan pada tekanan tinggi.

Gambar 2.10 Alat penukar kalor jenis spiral plat (Sumber:

(17)

2.10 Jenis Plat (Gesketed Plate)

Mempunyai bidang perpindahan panas yang terbentuk dari lembaran plat yang dibuat beralur. Laluan fluida (biasanya untuk cairan) terdapat diantara lembaran pelat yang dipisahkan gasket yang dirancang khusus sehingga dapat memisahkan aliran dari kedua cairan. Perawatannya mudah dan mempunyai efisiensi perpindahan panas yang baik.

Gambar 2.11 Alat penukar kalor jenis plat (Sumber: Ramesh, 2003)

2.11 Komponen Alat Penukar Kalor

Dalam penguraian komponen-komponen alat penukar kalor jenis shell and tube akan dibahas beberapa komponen yang sangat berpengaruh pada konstruksi alat penukar kalor. Untuk lebih jelasnya disini akan dibahas beberapa komponen dari alat penukar kalor tipe shell and tube (Tunggul, 1993).

2.11.1 Cangkang

Cangkang adalah bagian tengah alat penukar kalor dan merupakan rumah untuk tube bundle. Antara cangkang dantube bundel terdapat fluida yang menerima atau melepaskan panas, sesuai dengan proses yang terjadi. Secara umum pada gambar 2.17 cangkangalat penukar kalor ada beberapa macam, yaitu:

1. Cangkang dengan aliran satu pass, tipe E.

(18)

3. Cangkang dengan aliran dipisah (split flow), tipe G.

4. Cangkang dengan aliran diganda (double split flow), tipe H. 5. Cangkang dengan aliran yang dibagi (divided flow), tipe J. 6. Cangkang dengan ceret (kettle tube), tipe K.

Jenis cangkang yang banyak dipergunakan adalah jenis satu pass. Cangkang dua pass digunakan apabila perbedaan temperatur pada cangkang dan tabung (temperature driving force) tidak dapat diatasi pada jenis satu pass. Pertimbangan untuk memilih aliran yang dibelah dan aliran yang dibagi (split and devided flow) ialah untuk mengurangi penurunan tekanansisi cangkang, sebab penurunan tekanan merupakan faktor kontrol pada perencanaan dan operasi alat penukar kalor.

Gambar 2.12 Sket skematik dari beberapa tipe cangkang yang sering digunakan (Sumber: Kakac, 2002)

(19)

Gambar 2.13 Standar tipe-tipe cangkang (berdasarkan standar TEMA) (Sumber: Kakac, 2002)

Pada perencanaan sebuah alat penukar kalor tipe cangkangdan tabunguntuk menghitung diameter cangkang atau diameter dalam cangkang dapat menggunakan persamaan berikut:

BDC Db

(20)

dimana Ds adalah diameter shell, Db adalah bundle-diameter, dan BDC adalah Bundle Diameter Clearance. Db dapat dihitung menggunakan persamaan berikut,

1 / 1 1 n t o b K N d D       = (2.5)

do adalah diameter luar tabung, Nt adalah jumlah tabung, nilai K1 dan n1 diperoleh melalui gambar tabel berikut. (Colson and Richardson dalam Shawabkeh)

Gambar 2.14 Konstanta untuk menggunakan persamaan 2.5 (Sumber: Colson and Richardson dalam Shawabkeh)

Setelah mendapatkan Db, kemudian dihitung BDC untuk mendapatkan diameter cangkang. Sebelum menghitung BDC ditentukan terlebih dahulu jenis floating head yang akan digunakan pada alat penukar kalor. BDC dapat dicari menggunakan grafik gambar berikut:

(21)

Gambar 2.15 Grafik bundle diameter clearence vs bundle diameter (Sumber: Colson and Richardson dalam Shawabkeh) 2.11.2 Tabung

Tabung merupakan bidang pemisah antara dua fluida yang mengalir, dan sekaligus sebagai bidang perpindahan panas. Pada umumnya aliran fluida yang mengalir di dalam lebih kecil dibandingkan dengan aliran fluida yang mengalir di dalam cangkang. Ketebalan dan material tabung harus dipilih berdasarkan tekanan operasi dan jenis fluidanya.Agar tidak mudah bocor dan korosi akibat aliran fluida yang mengalir di dalam tabung.

Susunan tabung itu mempengaruhi besarnya penurunan tekanan aliran fluida dalam cangkang.Penentuan susunan pipa-pipa (tubes) pada alat penukar kalor sangat prinsip sekali, ditinjau dari segi operasi dan segi pemeliharaan.

(22)

Dibawah ini terdapat beberapa susunan tubes alat penukar kalor: 1. Tabungdengan susunan segitiga (triangular pitch).

2. Tabungdengan susunan segitiga diputar 30o (rotated triangular atau in-line triangular pitch).

3. Tabungdengan susunan bujur sangkar (in-line square pitch).

4. Tabungdengan susunan berbentuk belah ketupat, atau bentuk bujur sangkar yang diputar 45o (diamond square pitch).

Gambar 2.16 Susunan tabung alat penukar kalor (Sumber: Tunggul, 1993)

Didalam susunan tabungterdapat sebuah jarak diantara dua sumbutabungyang sering disebut dengan tube pitch. Jarak diantara dua sumbu tabungini erat hubungannya dengan ukuran tabung, susunan tabungdan sistem pembersihan yang dilakukan pada bagian luar tabung. Dalam perencanaan sebuah alat penukar kalor, tube pitch biasa dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:

do

Pt =1,25 (2.6)

dimana Pt adalah jarak diantara dua sumbu tabung dengan satuan meter dan do adalah diameter luartabungdengan satuan meter.

(23)

2.11.3 Sekat

Sekat atau sering disebut baffle digunakan untuk membelokkan atau membagi aliran dari fluida dalam alat penukar kalor. Untuk menentukan jenis sekat yang dipergunakan diperlukan pertimbangan teknis dan operasional. Sekat yang dipilih mempengaruhi besarnya penurunan tekanan, bentuk aliran fluida, distribusi alirannya dan lain-lain.

Sekat-sekat yang dipasang pada alat penukar kalor mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

1. Struktur untuk menahan tube-bundel.

2. Damper untuk menahan atau mencegah terjadinya getaran pada tabung. 3. Sebagai alat untuk mengontrol dan mengarahkan fluida yang mengalir

diluar tabung.

Fungsi tersebut selalu menyatu pada setiap pemasangan sekat, namun ada saat ketika satu sama lainnya harus diperketat persyaratannya untuk tujuan-tujuan yang khusus. Kadang-kadang para perencana sering melupakan adanya getaran pada tubes bundel, karena dalam prakteknya kerusakan karena akibat getaran itu sangat sedikit sekali. Pada gambar 2.7 nomor 32 terdapat pass-partition yang dipasang pada front-end alat penukar kalor. Bagian ini juga berfungsi sebagai sekat aliran fluida yang masuk kedalam front end itu, yang selanjutnya membelok masuk kedalam tabung penukar kalor.

Denganmemasangplat-partition padapenukarkalordapatmenambahjumlah pass aliranfluida di dalam tabung. Sedangkanpemasangan sekat padasisi cangkang tidakmenambahjumlahaliran di cangkang tersebut.Ditinjaudarisegikonstruksi, sekatitudapatdiklasifikasikandalam 4 kelompok, yaitu:

1. Sekatpelatberbentuk segment (segmental baffle plate). 2. Sekatbatang (rod baffles).

3. Sekatmendatarataulongitudinal baffles. 4. Sekat impingement (impingement baffles).

Biasanya jenis sekat ini dipergunakan secara sendiri-sendiri, namun dalam hal keperluan khusus, dapat dikombinasikan jenis yang satu dengan yang lainnya. Hal ini jarang sekali dilakukan. Plat sekat berbentuk segmen yang sering digunakan ditunjukkan pada gambar 2.17 dibawah ini.

(24)

Gambar 2.17 Plat sekat, dimodifikasi oleh Mueller (1973) (Sumber: Ramesh, 2003)

Sekat plat berbentuk segmen dipasang dengan posisi tegak lurus terhadap tubes. Disamping membelokkan aliran, sekat ini juga berfungsi untuk menyangga tubes agar tidak terjadi getaran tubes akibat aliran di luar dan di dalam tabung-tabung. Konstruksi sekat ini terdiri dari bahan plat yang dilubangi untuk memasukkan tube kedalamnya. Pada setiap alat penukar kalor dipergunakan lebih dari satu sekat.

Dalam perencanaan sebuah alat penukar kalor untuk mencari jumlah sekat atau sekat yang akan digunakan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

(25)

1 − = B L Nb (2.7)

dimana Nb merupakan jumlah sekat, L merupakan panjang tabung, dan B adalah jarak antar sekat. Jarak antar sekat dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:

Ds

B=0,4 (2.8)

2.11.4 Pelat Tabung

Pelattabung (tube sheet) bagianalatpenukarkaloruntuktempatmengikat tabung.Pelatdilubangidengan diameter lebihbesardari diameter luar tabung.

Tabung dimasukkankedalamlubangtersebut, laludiikat. Cara pengikatannyabermacam-macam, seperti: pengikatanroll, lass, ferrule, dan

lain-lain. Pengikatan yang umumadalahdenganroll, haliniakandibahastersendiri. Pelat tabung (tube sheet), dapatdikelompokkandalam 2 jenisyaitu: 1. Pelattabung stationer (stationary tube sheet).

2. Pelat tabungmengambang (floating tube sheet).

Biasanya tube sheet inidibuatdarisatupelatsaja.Tetapiunutukbahan-bahan yang berbahayadanbersifatkorosisepertichlorine, hydrogen chloride, sulfur

dioxide, dan

lain-lain.Dimanabisaterjadipencampuranakibatbocorandarisisicangkangkesisi

tabungatausebaliknya yang menimbulkanbahaya, makapelat tabung (tube sheet) seringdibuatdaripelatganda (double sheet) (Tunggul, 1993).

2.12 Perhitungan Perpindahan Panas dan Laju Aliran 2.12.1 Kesetimbangan Energi

Aliran didalam celah adalah tertutup sempurna, maka kesetimbangan energi dapat digunakan untuk menentukan temperatur fluida yang bervariasi dan nilai total transfer panas konveksi tergantung dari laju aliran massa. Jika perubahan energi kinetik dan energi potensial diabaikan, maka pengaruh yang signifikan adalah perubahan energi thermal dan fluida kerja.

(26)

Gambar 2.18 Kesetimbangan energi total untuk fluida panas dan fluida dingin (Sumber: Incropera, 2007)

Sehingga kesetimbangan energi tergantung pada 3 variabel, yang dapat dirumuskan sebagai berikut(Incropera, 2007):

h h h c c cCp T m Cp T m Q= ∆ = ∆ (2.9) dimana:

Q = laju perpindahan panas (Watt) c

m = aliran massa fluida dingin (kg/s) h

m = aliran massa fluida panas (kg/s) Cp = koefisien perpindahan panas (kJ/kg.K)

c T

∆ = beda temperatur fluida dingin (oC) h

T

∆ = beda temperatur fluida panas(oC)

2.12.2 Bilangan Reynold

Setiap aliran fluida mempunyai nilai bilangan reynold yang merupakan pengelompokan aliran yang mengalir, pada plat datar dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.19 Daerah lapisan batas plat rata (Sumber: Incropera, 2007)

(27)

Pengelompokan aliran yang mengalir tersebut dapat diketahui dengan bilangan reynold, dengan persamaan sebagai berikut:

Re µ ρu D v D um. . m. = = (2.10) dimana: Re = bilangan reynold m

u = kecepatan aliran bebas (m/s) D = diameter pipa (m)

ρ µ

=

v = viskositas kinematik (m2/s)

2.12.3 Bilangan Nusselt dan Bilangan Prandtl

Parameter yang menghubungkan ketebalan relative antara lapisan batas hidrodinamik dan lapisan batas termal adalah maksud dari bilangan prandtl, bilangan ini dapat ditentukan dengan menggunakan tabel, maupun dengan menggunakan persamaan, seperti berikut ini:

k C Pr = p.µ (2.11) dimana: 𝐶𝐶𝐶𝐶 = panas spesifik (J/kg.K) 𝜇𝜇 = viskositas fluida (kg/m.s) 𝑘𝑘 = konduktivitas termal (W/m.K)

Viskositas kinematik fluida memberikan informasi tentang laju difusi momentum dalam fluida karena gerakan molekul. Difusivitas termal memberi petunjuk tentang hal yang serupa mengenai difusi panas dalam fluida. Jadi perbandingan antara kedua kuantitas tersebut menunjukan besaran relatif antara difusi panas didalam fluida. Kedua difusi inilah yang menentukan berapa tebal lapisan batas pada suatu medan aliran tertentu. Difusivitas yang besar menunjukan bahwa pengaruh viskos atau pengaruh suhu terasa pada jarak yang lebih jauh dalam medan aliran. Jadi, angka prandtl merupakan penghubung antara medan kecepatan dan medan suhu.

3 1 r m e x CR P Nu = (2.12)

(28)

dimana:

Pr = bilangan prandtl x

Nu = bilangan nusselt

h = koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2.K) k = konduktivitas termal fluida (W/m.K)

Nilai bilangan reynold dapat menentukan jenis aliran dengan ketentuan-ketentuan berikut ini,

Re < 2300 aliran laminar 2300 < Re < 10000 aliran transisi

Re > 10000 aliran turbulen

Ketika perbedaan temperatur antara permukaan pipa dengan fluida kerja besar, sangat penting untuk menghitung variasi kekentalan dengan temperatur. Bilangan Nusselt rata-rata untuk aliran laminar yang berkembang pada sebuah pipa berpenampang lingkaran dapat ditentukan dengan persamaan Sieder dan Tate, 1936. (Jackson, 2016) 14 , 0 3 1 Pr Re 86 , 1             = w L D Nu µ µ (2.13)

Semua sifat fluida dihitung pada temperatur rata-rata fluida, kecuali µw dihitung pada temperatur permukaan pipa.

Untuk aliran turbulen berkembang penuh didalam pipa yang halus, sebuah persamaan sederhana untuk menghitung bilangan Nusselt dapat diperoleh dengan persamaan: 3 1 8 , 0 Pr Re 023 , 0 = Nu (2.14) dengan ketentuan: 0,7≤Pr≤160 10000 Re>

persamaan diatas disebut persamaan Colburn. Keakurasian persamaan diatas dapat ditingkatkan dengan dimodifikasi menjadi:

n

(29)

Untuk proses pemanasan digunakan n = 0,4 dan untuk proses pendinginan digunakan n = 0,3. Persamaan ini disebut Persamaan Dittus-Boelter (1930) dan persamaan ini lebih baik daripada persamaan Colburn.

2.12.4 Log Mean Temperature Difference (LMTD)

Pokok perhitungan alat penukar kalor adalah masalah perpindahan panasnya. Apabila panas yang dilepaskan besarnya sama dengan Q persatuan waktu, maka panas yang diterima oleh fluida dingin sebesar Q tersebut dengan persamaan: lm T A U Q= . .∆ (2.8) dimana:

Q = laju perpindahan panas (W)

U = koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2.K) A = luas penampang (APK) (m2)

m T

∆ = perbedaan temperatur rata-rata logaritma (oC)

Perbedaan temperatur rata-rata logaritma (LMTD) adalah menentukan nilai perbedaan temperatur yang terjadi dalam alat penukar kalor. Penentuan LMTD tergantung pada jenis aliran yang diaplikasikan atas alat penuka kalor tersebut.

1. LMTD untuk alat penukar kalor aliran searah

Gambar 2.20Alatpenukarkaloraliransearah (Sumber: Suheri, 2013)

(30)

Berikutpersamaan LMTD untukalatpenukarkaloraliransearah: ) ( ) ( ln ) ( ) ( ln 2 1 2 1 Tco Tho Tci Thi Tco Tho Tci Thi T T T T LMTD − − − − − =       ∆ ∆ ∆ − ∆ = (2.9) 2. LMTD untukalatpenukarkaloraliranberlawananarah Gambar 2.21Alatpenukarkaloraliranberlawananarah (Sumber: Suheri, 2013) Berikutpersamaan LMTD untukalatpenukarkaloraliranberlawananarah: ) ( ) ( ln ) ( ) ( ln 2 1 2 1 Tci Tho Tco Thi Tci Tho Tco Thi T T T T LMTD − − − − − =       ∆ ∆ ∆ − ∆ = (2.10) dimana:

ΔTlm = LMTD = perbedaantemperatur rata-rata logaritma (oC) Thi = temperaturmasukfluidapanas (oC)

Tho = temperaturkeluarfluidapanas (oC) Tci = temperaturmasukfluidadingin (oC) Tco = temperaturkeluarfluidadingin (oC) 2.12.5 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh

Untuk koefisien perpindahan panas secara menyeluruh dapat dikaji dengan cara menentukan perpindahan kalor yang terjadi pada suatu dinding logam antara fluida panas pada satu sisi dan fluida dingin pada sisi lain dengan pengaliran konveksi paksa. Pertukaran panas yang terjadi adalah pertukaran secara tidak langsung, ini berdasarkan alirannya dapat dibedakan menjadi: (Hartono, 2008)

(31)

1. Pertukaran panas dengan aliran searah (co-current/parallel flow), pertukaran jenis ini, kedua fluida (panas dan dingin) masuk pada sisi yang sama, mengalir dengan arah yang sama dan keluar pada sisi yang sama pula.

Gambar 2.22 Aliran temperatur dengan aliran searah (Sumber: Cengel, 2003)

2. Pertukaran panas dengan aliran berlawanan arah (counter flow)

Pertukaran panas pada sistem ini yaitu kedua fluida (panas dan dingin) masuk penukar panas dengan arah berlawanan dan keluar pada sisi yang berlawanan (Hartono, 2008).

Gambar 2.23 Aliran temperatur pada aliran berlawanan arah (Sumber: Cengel, 2003)

(32)

Dengan asumsi nilai kapasitas panas spesifik (Cp) fluida dingin dan panas konstan, tidak ada kehilangan panas pada lingkungan serta keadaan steady state, maka besarnya kalor yang dipindahkan:

m T A U Q= . .∆

Koefisien perpindahan panas digunakan dalam perhitungan perpindahan panas konveksi atau perubahan fase antara cair dan padat dengan menggunakan persamaan berikut.

D k Nu

h= (2.11)

Dari persamaan diatas, koefisien perpindahan panas dapat dihitung setelah mendapatkan nilai bilangan nusselt. Setelah mendapatkan nilai h, maka koefisien perpindahan konveksi secara menyeluruh dapat dihitung menggunkana menggunakan persaman berikut setelah menentukan nilai faktor pengotoran dari tabel 2.2: o f i f o i R R k t h h U , , 1 1 1 + + + + = (2.12) dimana:

U = koefisien perpindahan panas konveksi menyeluruh (W/m2.K) i

h = koefisien konveksi pada sisi tabung (W/m2.K) o

h = koefisien konveksi pada sisi cangkang (W/m2.K)

t = tebal dari tabung (m)

k = konduktivitas termal dari material tabung (W/m.K) f

R = faktor pengotoran fluida (m2.K/W) Tabel 2.1 Koefisien perpindahan panas (Kakac)

Fluid h, (W/m2.K)

Gases (Natural convection) 3-25

Engine Oil (natural convection) 30-60

Flowing liquids (nonmetal) 100-10000

Flowing liquid metals 5000-250000

(33)

2.12.6 Faktor Koreksi (F)

Untuk alat penukar kalor shell and tube dan aliran menyilang, yang memiliki jumlah aliran/lintasannya lebih dari satu ataupun lebih (multi-pass), baik itu dalam cangkang maupun susunan tabung, maka dalam hal ini nilai LMTD yang telah diperoleh harus dikoreksi dengan factor koreksi (F). Maka laju perpindahan kalor dapat ditentukan,

lm T A U Q= . .∆ (2.13) dimana: F LMTD Tlm = . ∆ (2.14)

Sementara untuk nilai factor koreksi (F) dapat ditentukan secara analisis maupun menggunakan gambar 2.24 dan 2.25, dengan parameter:

1. P adalah keefektifan temperature pada sisi fluida dingin.

1 1 1 2 t T t t P − − = (2.15)

2. R adalah rasio laju kapasitas energy panas.

h C C C t t T T R = − − = 1 2 2 1 (2.16)

Dimana berdasarkan grafik (gambar 2.25dan 2.26):

𝑇𝑇1 ; 𝑇𝑇2 = Temperatur masuk dan keluar pada sisi shell

𝑡𝑡1 ; 𝑡𝑡2 = Temperatur masuk dan keluar pada sisi tube

Nilai factor koreksi LMTD dapat ditentukan secara analisis yang bergantung pada nilai R (persamaan 2.16),         + + + − + − + − −     − − + = 1 1 ( 2 1 1 ( 2 ln ) 1 ( 1 1 ln 1 2 2 2 R R P R R P R PR P R F (2.17)

Sehingga LMTD yang sebenarnya adalah: LMTD F

Tm = .

(34)

Selain menggunakan rumus diatas, nilai F juga dapat ditentukan dengan menggunakan grafik dibawah ini.

Gambar

2.24Grafikfaktorkoreksiuntukalatpenukarkalordengansatulintasanpa dacangkangdandua, empat, ataukelipatannyadarilintasanpada tabung

(Sumber: http://www.slideshare.net/alipane)

Gambar 2.25 Grafik factor koreksi untuk alat penukar kalor dengan 2 lintasan pada cangkang dan 4, 8, atau kelipatannya dalam lintasan pada tabung

(Sumber: http://www.slideshare.net/alipane)

2.12.7 Faktor Pengotoran

Faktor pengotoran ini sangat mempengaruhi perpindahan panas pada alat penukar kalor. Pengotoran pada bagian dalam dan luar tabung selalu terjadi selama peralatan beroperasi. Terjadinya endapan atau deposit pada permukaan

(35)

luar tabung akan menaikkan tahanan panasnya dan menurunkan koefisien perpindahan panas keseluruhan (U).

Beberapa factor dapat menimbulkan pengotoran pada alat penukar kalor yaitu:

a. Temperatur fluida

b. Temperatur dinding tabung c. Kecepatan aliran fluida

Performansi alat penukar kalor biasanya semakin menurun dengan bertambahnya waktu pemakaian sebagai akibat terjadinya penumpukan kotoran pada permukaan alat penukar kalor. Lapisan kotoran tersebut menimbulkan hambatan tambahan pada proses perpindahan panas dan mengakibatkan penurunan laju perpindahan panas pada alat penukar kalor. Penumpukan kotoran pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran Rf yang menjadi ukuran dalam tahanan termal.

Faktor kotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor. Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya kecepatan.

Ai = πDiL dan Ao= πDoL adalah luas area permukaan dalam dan luar alat penukar kalor. Rf,i dan Rf,o adalah faktor kotoran permukaan dalam dan luar alat penukar kalor (Jackson, 2016):

Tabel 2.2 Faktor pengotoran untuk berbagai fluida (Incropera)

Fluid Rf (m2.K/W)

Seawater and treated boiler feedwater (below 50°C) 0,0001 Seawater and treated boiler feedwater (above 50°C) 0,0002

Riverwater (below 50°C) 0,0002-0,0001

Fuel oil 0,0009

Refrigerants liquids 0,0002

(36)

2.12.8 Koefisien Perpindahan Panas dan Penurunan Tekanan di Cangkang Dalam cangkang umumnya terdapat sekat yang berfungsi selain sebagai penyangga/penunjang tabungdalam cangkangdan pengaruh aliran fluida dalam cangkang, tetapi juga berfungsi sebagai permukaan perpindahan kalor dan penurunan tekanan fluida sisi cangkang, karena koefisien perpindahan panas kalor dapat lebih besar apabila terdapat sekatdibanding tanpa sekat. Besarnya koefisien perpindahan kalor yang terjadi pada sisi cangkangdapat dinyatakan dengan persamaan berikut (Suheri, 2013):

h o D k Nu h = (2.19) dimana: o

h = koefisien perpindahan panas di cangkang (W/m2.K) Nu = bilangan nusselt k = konduktivitastermalfluidadalamcangkang(W/m.K) h D = diameter hidrolik (m) Diameter hidrolikdapatdihitungmenggunakanpersamaanberikut: o o t h d d P x D = − . ) ( 4 2 π (2.20) dimana:

Pt = jarak antara dua sumbu tabung (m) do = diameter luar tabung (m)

Didalam cangkang terdapat laju aliran massa fluida per satuan luas. Laju aliran massa ini nantinya dapat digunakan untuk menghitung bilangan reynold di cangkang. Setelah itu melalui bilangan reynold didapatkan bilangan nusselt dan melalui bilangan nusselt dapat dihitung koefisien perpindahan panas di cangkangseperti pada persamaan (2.19). Laju aliran massa tersebut dapat dihitung menggunakan persamaan: s s A m G = (2.21) dimana:

(37)

Gs =lajualiranmassafluidadalam cangkang per satuanluas (kg/s.m2) m = laju aliran massa (kg/s)

As = Luas aliran dari cangkang(m2)

Luas aliran dari cangkang dapat ditentukan dari persamaan berikut:

t t s P B Ds do P A =( − ) . (2.22) dimana:

Ds = diameter dalam cangkang (m) B = jarak antar sekat(m)

Sehingga pressure drop/penurunan tekanan didalam cangkang dapat kita hitung dengan persamaan berikut:

(

)

s h s D Ds Nb Gs fs P ϕ ρ. . 2 . 1 . 2 + = ∆ (2.23) dimana:

ΔPs = penurunan tekanan di cangkang (Pa) f = friction factor = exp [0,576–0,19ln Re] Nb = jumlahsekat

ρ = massa jenis dari fluida di cangkang (kg/m3)

2.12.9 Koefisien Perpindahan Panas dan Penurunan Tekanan diTabung Besarnya koefisien perpindahan kalor yang terjadi pada sisi tabungdapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

i i d k Nu h = (2.24) dimana: i h = koefisienperpindahanpanaskonveksididalamtabung (W/m2.K) k = konduktivitastermalfluidadalam tabung (W/m.K) di = diameterdalamtabung(m) Nu = bilangan nusselt

(38)

Didalam tabung juga terdapat laju aliran massa fluida per satuan luas. Laju aliran massa ini nantinya dapat digunakan untuk menghitung bilangan reynold di tabung. Setelah itu melalui bilangan reynold didapatkan bilangan nusselt dan melalui bilangan nusselt dapat dihitung koefisien perpindahan panas di tabungseperti pada persamaan (2.24). Laju aliran massa tersebut dapat dihitung menggunakan persamaan, t t A m G = (2.25) dimana:

Gt =lajualiranmassafluidadalamtabung per satuanluas (kg/s.m2) m = laju aliran massa (kg/s)

At = Luas aliran dari tabung(m2)

Luas aliran dari tabung dapat ditentukan dari persamaan berikut:

4 2 i t d A =π (2.26) dimana:

di = diameter dalam tabung (m)

Dan dapat dihitung pressure drop/penurunan tekanan pada tabungdengan persamaan Nikuradse sebagai berikut :

2 4 . 4 2             + = ∆ ρ ρ t i t G N d N L f P (2.27) dimana : t P

∆ = penurunan tekananpada tabung (Pa) L = panjang tabung (m) N = jumlahlaluan tabung f = friction factor 2 , 0 89 , 0 1 . Re 16       = w f µ µ (2.28)

(39)

di = diameterdalam tabung (m)

ρ = massajenisfluidadalam tabung (kg/m3)

2.13 Pendinginan Minyak Pelumas

Sistem pelumasan merupakan salah satu sistem utama pada mesin, yaitu suatu rangkaian alat-alat mulai dari tempat penyimpanan minyak pelumas, pompa oli (oil pump), pipa-pipa saluran minyak, dan pengaturan tekanan minyak pelumas agar sampai kepada bagian-bagian yang memerlukan pelumasan. Tujuan utama dari pelumasan setiap peralatan mekanis adalah untuk melenyapkan gesekan, keausan dan kehilangan daya, namun tujuan lain dari pelumasan pada motor bakar adalah:

1.Menyerap dan memindahkan panas.

2. Sebagai penyekat lubang antara torak dan silinder sehingga tekanan tidak bocor dari ruang pembakaran.

3. Sebagai bantalan untuk meredam suara berisik dari bagian-bagian yang bergerak.

Dari tujuan sitem pelumasan maka akan terjadi kenaikan temperatur pada minyak pelumas sehingga di perlukan alat untuk mendinginkannya agar dapat menjaga suhu minyak pelumas tidak terlalu tinggi yang disebut alat penukar kalor. Pendinginan dengan APK ini berfungsi untuk menyerap panas dari minyak pelumas sebagai akibat gesekan melalui konsep perpindahan panas. Pada dasarnya setiap minyak pelumas yang meninggalkan sistem yang dilumasinya memiliki suhu sekitar 70oC (pada bantalan poros turbin di sebuah PLTA) yang akan masuk menuju APK dan akan di dinginkan sehingga minyak pelumas akan keluar dengan suhu yang baru yaitu sesuai dengan suhu operasi yang di ijinkan (antara 40 oC-60

o

C) pada sistem pelumasan. (Romulus, 2016)

Minyak pelumas juga banyak digunakan dalam pembangkit tenaga seperti PLTA, PLTU khusunya pembangkit yang menggunakan turbin prancis. Dalam pengoperasian turbin tersebut terdapat beberapa bagian yang perlu dilumasi dengan minyak pelumas seperti, poros, generator dan lain-lain. Pada bagian poros terdapat bantalan seperti thrust dan turbine gate bearing pada bagian ini suhu pda sistem pelumasan harus dapat terjaga dengan rentang suhu sekitar 40-60 oC dan

(40)

pelumasan dilakukan dengan sistem sirkulasi. Untuk menjaga hal tersebut maka dibutuhkan sebuah alat penukar kalor yang dapat menurunkan suhu keluaran dari pelumasan sebelum disirkulasi.

Seperti data yang terdapat pada pembangkit listrik tenaga uap Suralaya (https://nurulnuha1.wordpress.com/2009/06/09/pltu-suralaya/), yaitu batasan suhu operasi pada:

• Thrust bearing metal Temperature: 99oC • Tubine gate bearing: 77oC

Gambar

Gambar 2.1 Perpindahan panas konduksi, difusi energi akibat aktivitas molekul  (Sumber: Incropera, 2007)
Gambar 2.2 Perpindahan panas konveksi. (a) konveksi paksa (b) konveksi alamiah  (c) pendidihan, (d) Kondensasi
Gambar 2.3 Perpindahan panas radiasi (a) pada permukaan (b) antara permukaan  dan lingkungan
Gambar 2.4 Penukar kalor pipa konsentris (a) parallel flow (b) counter flow  (Sumber: Incropera, 2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemilihan pasangan hidup santri dapat dilihat menggunakan dua konsep, yaitu arranged marriage dan mixed marriage. 54 Dalam konsep mixed marriage, seseorang santri yang

Sumberdaya lingkungan seperti udara bersih, air di sungai, laut dan atmosfir hak kepemilikannya yang tidak terdefinisikan dengan tepat. Di banyak negara sumberdaya

Kata Utama Nama Indonesia yang terdiri dari – Nama diri diikuti gelar tradisional, gelar keagamaan, atau gelar administrasi yg digabungkan dgn gelar kebangsawanan dan

Dalam rangka menghasilkan tempe yang baik, paling sedikit ada 3 faktor yang harus diperhatikan yaitu (1) Faktor sanitasi harus diperhatikan pada setiap tahapan proses

Hasil penelitian menunjukan tidak terdapat interaksi antara media tanam organik dengan nutrisi AB Mix, media tanam organik sekam padi, batang pakis dan arang

Beberapa diagram ada yang rinci (jenis timming diagram ) dan lainya ada yang bersifat umum (misalnya diagram kelas). Para pengembang sistem berorientasi objek menggunakan bahasa

Pada siklus II pembelajaran membaca menulis permulaan, sebagian besar siswa kelas II sudah dapat membaca menulis dengan benar sesuai dengan kriteria dalam

Pada hari Minggu 20 Maret 2016, kita memperingati dan mensyukurinya Ulang Tahun HKBP Bandung Reformanda dan Ressort Bandung Tengah yang ke-5 dengan melaksanakan