• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan panas

Perpindahan panas adalah perpindahan energi karena adanya perbedaan temperatur. Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi.

2.1.1. Konduksi

Konduksi merupakan perpindahan panas dari tempat yang bertemperatur tinggi ke tempat yang bertemperatur rendah di dalam medium yang bersinggungan langsung. Jika pada suatu benda terdapat gradien suhu, maka akan terjadi perpindahan panas serta energi dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang bersuhu rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa energi akan berpindah secara konduksi, laju perpindahan kalornya dinyatakan sebagai [3] :

q= -k.A.∂T

∂x (2.1)

Dimana : q = laju perpindahan kalor (W) ⁄ = gradien suhu perpindahan kalor

k = konduktifitas thermal bahan (W/m.K) A = luas bidang perpindahan kalor (m2)

(2)

Gambar 2.1. Perpindahan panas konduski dari udara hangat ke kaleng minuman dingin melalui dinding aluminum kaleng [4].

2.1.2. Konveksi

Konveksi merupakan perpindahan panas antara permukaan solid dan berdekatan dengan fluida yang bergerak atau mengalir dan itu melibatkan pengaruh konduksi dan aliran fluida.

Gambar 2.2. Perpindahan panas dari plat panas [5].

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa kecepatan fluida yang mengalir di permukan plat panas mempengaruhi temperatur disekitar permukaan plat tersebut. Laju perpindahan kalor secara konveksi dapat dinyatakan sebagai [6] :

(3)

q= h.A(Ts-T) (2.1) Dimana : h = koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2.K)

A = luas penampang (m2) Ts = temperatur plat (K)

Tɷ = temperatur fluida yang mengalir dekat permukaan (K) 2.1.3. Radiasi

Radiasi, merupakan perpindahan energi karena emisi gelombang elektromagnet (atau photons)

Gambar 2.3. Perpindahan panas secara radiasi [7].

Holman [8] menjabarkan laju perpindahan kalor secara radiasi dapat dinyatakan sebagai :

q= ε . A . σ(Ts4 - Tsur4 ) (2.1) Dimana : ε = emisivitas ;sifat radiasi pada permukaan

A = luas permukaan (m2)

σ = konstanta Stefan-Boltzman (5,67.108 W/m2.K4) T = temperatur absolute permukaan (K4)

T = temperatur sekitar (K4)

(4)

2.2. Alat Penukar Kalor Kompak

Secara bebas dapat diartikan, alat penukar kalor kompak merupakan salah satu yang tergabung dalam alat penukar kalor yang memiliki bidang perpindahan panas dengan kerapatan tinggi. Kerapatan tinggi yang dimaksud adalah rasio antara luas permukaan bidang yang mengalami perpindahan panas terhadap volume alat penukar kalor. Namun hal tersebut bukan berarti alat penukar kalor kompak harus selalu memiliki dimensi dan massa yang kecil. Dengan pengartian yang sama, juga dapat ditetapkan kerapatan permukaan alat penukar kalor kompak (β) lebih besar dari 700 m2/m3 [9].

Seperti yang disebutkan sebelumnya, penukar kalor kompak yang menggunakan udara sebagai fluida kerjanya membutuhkan luas permukaan yang lebih besar dari pada alat penukar kalor kompak yang menggunakan cairan sebagai fluida kerjanya. Peningkatan luas permukaan dapat dilakukan dengan menaikkan kerapatan permukaan perpindahan panasnya (β). Jenis konstruksi dasar yang digunakan dalam desain sebuah penukar kompak adalah ;

 Menambahkan luas permukaan alat penukar dengan menggunakan sirip pada satu atau lebih sisi-sisinya,

 Pembangkit panasnya menggunakan diameter hidrolik permukaan yang kecil, dan

 Pipa pada alat penukar memiliki diameter yang kecil.

Beberapa yang patut dipertimbangkan adalah biaya, tekanan dan temperatur pada saat pengoperasian, pengotoran, kontaminasi fluida, dan pertimbangan produksi.

Jenis yang umum digunakan pada alat penukar dengan permukaan yang ditambahkan adalah jenis pelat-sirip dan pipa-sirip. Pada alat penukar kalor jenis

(5)

plat-sirip, sirip-sirip ini diapit oleh pelat secara paralel, seperti yang ditampilkan oleh gambar 2.4, terkadang sirip ini digabungkan dengan pipa yang bentuknya telah disesuaikan.

Sirip tersebut dilekatkan pada pelat dengan cara mematri, solder, mengelem, las, dan ekstrusi. Yang tergolong dalam pelat-sirip adalah :

 Sirip lurus dan sederhana, misalnya sirip segitiga sederhana dan segiempat.

 Sirip sederhana namun bergelombak (berombak), dan

 Sirip bercelah, misalnya offset strip, louver, sirip berlubang, dan sirip pin.

Dengan memvariasikan variabel geometris dasar untuk setiap jenis permukaan plat-sirip, adalah mungkin untuk memperoleh berbagai permukaan geometris spesifik. Walaupun pada umumnya kerapatan sirip antara 120-700 sirip/m, namun aplikasinya memungkinkan hingga 2100 sirip/m. Ketebalan sirip pada umumnya antara 0,05-0,25 mm. Ketinggian (puncak) sirip antara 2-20 mm. Sebuah alat penukar kalor pelat sirip dengan luas permukaan perpindahan panas 1300 m2 tiap meter kubiknya mampu ditempati sirip dengan kerapatan 600 sirip/m.

Gambar 2.4. Susunan pelat-sirip [10].

(6)

Gambar 2.5. Jenis-jenis sirip [11].

Pada alat penukar kalor jenis pipa-sirip pada umumnya menggunakan pipa berpenampang lingkaran dan persegi panjang, namun pipa berpenampang elips juga terkadang digunakan. Penambahan sirip dapat digunakan pada sisi luar, dalam, atau luar dan dalam pipa, tergantung pada penggunaannya. Sirip-sirip tersebut digabungkan pada pipa dengan cara pengelasan, pematrian, penekanan (extrusion), tension winding. Beberapa jenis yang tergolong pipa dengan sirip pada sisi luar yaitu:

1. Sirip kontinyu pada susunan pipa yang terbagi lagi dalam sirip sederhana dan sirip bergelombang.

2. Sirip normal pada pipa tunggal, disebut juga sebagai pipa tunggal bersirip 3. Sirip longitudinal pada pipa tunggal.

(7)

Khusus untuk sirip kontinyu, ciri-ciri untuk jenis ini adalah memeliki kerapatan sirip antara 300-600 sirip/m, ketebalan sirip antara 0,1-0,25 mm, panjang alir sirip antara 25-250 mm, kerapatan penukar panas pipa-sirip 725 m2/m3 pada 400 sirip/m.

Gambar 2.6. Sirip kontinyu pada susunan pipa bulat dan plat [12].

Gambar 2.7. Pipa tunggal bersirip [13].

(8)

Gambar 2.8. Pipa tunggal dengan sirip longitudinal [14].

2.3. Radiator

Radiator adalah alat yang berfungsi sebagai alat untuk mendinginkan air yang telah menyerap panas dari mesin dengan cara membuang panas air tesebut melalui sirip – sirip pendinginnya [15]. Menurut Kuppan [16] radiator adalah alat penukar kalor kompak yang menggunakan cairan dan gas sebagai fluida kerjanya yang secara luas digunakan pada kendaraan otomotif. Memiliki tipikal kerapatan sirip antara 400- 1000 sirip/m (10-25 sirip/in).

Konstruksi radiator terdiri dari : 1. Tutup Radiator

2. Tangki atas 3. Tangki Bawah

4. Inti radiator (Radiator Core)

Berikut adalah penjelasan tiap-tiap bagiannya.

Gambar 2.9. Konstruksi radiator [17].

(9)

2.3.1. Tutup Radiator

Tutup radiator berfungsi untuk menjaga tekanan di dalam inti radiator. Tutup radiator dilengkapi dengan relief valve dan vacuum valve. Bila volume cairan pendingin (air) bertambah akibat naiknya temperatur, maka tekanan juga akan bertambah dan relief valve akan membuka dan membebaskan kelebihan tekanan melalui overflow pipe. Bila temperatur cairan pendingin (air) berkurang saat temperaturnya turun maka terjadi kevakuman didalam radiator sehingga pada kondisi ini vakum valve akan membuka secara otomatis untuk menghisap udara agar tekanan dalam radiator sama dengan tekanan atmosfir.

(a)

(b)

Gambar 2.10. Tutup radiator (a) relief valve, dan (b) vacuum valve [18].

(10)

2.3.2. Tangki Atas

Tangki atas radiator berperan sebagai penampung air sebelum masuk kedalam pipa-pipa radiator, tangki radiator ini terbuat dari kuningan atau plastik.

Gambar 2.11. Tangki atas radiator [19].

2.3.3. Tangki Bawah

Tangki bawah radiator berfungsi sebagai penampung cairan pendingin (air) yang telah melalui inti radiator. Material tangki bawah ini sama dengan material tangki atas.

Gambar 2.12. Tangki bawah radiator [20].

2.3.4. Inti Radiator

Inti radiator merupakan bagian yang paling banyak mengambil peran sebagai penukar kalor. Pada bagian ini cairan pendingin (air) yang telah mengalami kenaikan temparatur pasca keluar dari water jacket akan masuk kedalam pipa, dan secara konveksi akan memindahkan panasnya ke dinding pipa. Selanjutnya panas yang diserap oleh dinding pipa akan dipindahkan lagi secara konduksi kepada sirip, dan dengan bantuan kipas (fan), udara didorong dengan arah menyilang yang bertujuan untuk melepas kalor yang ada pada sirip ke lingkungan secara konveksi. Adapun inti radiator terbagi dengan 2 bagian, yaitu pipa (tube) radiator dan sirip (fin).

(11)

Gambar 2.13. Inti radiator dengan karakteristik flat tube dan arah aliran kedua fluida.

2.3.4.1. Pipa (tube) radiator

Pipa pada inti radiator menjadi salah satu elemen penting dalam menjalankan fungsi penukaran kalor pada radiator. Pipa radiator selain fungsi utamanya sebagai elemen untuk menyalurkan air panas dari tangki atas ke tangki bawah juga berperan sebagai elemen untuk memperluas bidang yang akan mengalami perpindahan kalor sehingga laju perpindahan panasnya akan meningkat. Seperti yang ditampilkan pada gambar 2.6, pada umumnya jenis pipa berdasarkan bentuk penampangnya yang digunakan untuk radiator atau compact heat exchangers terbagi dua, yaitu pipa tabung (circular tube) dan pipa rata (flat tube), namun tidak tertutup kemungkinan untuk pengembangan bentuk pipa yang lain.

(12)

Gambar 2.14. Flat tube susunan segiempat.

2.3.4.2. Sirip (fin)

Salah satu cara untuk meningkatkan laju perpindahan panas adalah dengan cara memperluas bidang yang mengalami konveksi. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan sirip (lih. Gambar 2.5) agar dindingnya lebih luas terhadap fluida lingkungan. Konduktivitas termal material sirip memiliki dampak besar terhadap distribusi temperatur di sepanjang sirip dan oleh karena itu laju perpindahan panasnya juga dapat ditingkatkan [21].

Gambar 2.15. Sirip (fin).

(13)

2.4. Landasan Teori

Perpindahan kalor serta penurunan tekanan (pressure drop) yang terjadi sangat bergantung pada karakteristik inti radiator. Cairan pendingin (air) yang dipompakan masuk ke dalam radiator pada temperatur ± 80 0C akan melepaskan kalornya akibat adanya perbedaan temperatur yang lebih rendah yaitu antara temperatur air dengan dinding pipa radiator bagian dalam, yang berpindah secara konveksi. Selanjutnya perbedaan temperatur yang lebih rendah antara dinding pipa bagian dalam dengan dinding pipa bagian luar akan memicu terjadinya perpindahan panas secara konduksi, dan perpindahan panas dengan cara yang sama akan diteruskan lagi pada sirip-sirip yang sengaja disambungkan pada dinding pipa bagian luar. Untuk mendapatkan penyerapan panas air yang diinginkan maka dengan bantuan kipas (fan), udara ditiupkan pada arah menyilang terhadap radiator sehingga perbedaan temperatur antara sirip dan dinding pipa bagian luar terhadap udara tersebut kembali memicu terjadinya perpindahan panas secara konveksi.

Untuk mengetahui perpindahan panas menyeluruh pada sistem ini adalah suatu keharusan untuk mengetahui sifat-sifat fisis fluida kerjanya, dalam hal ini air dan udara. Sifat-sifat fisis tersebut dapat ditinjau melalui temperatur sebelum dan sesudah masuk radiator. Variasi temperatur pada lapisan batas dapat mempengaruhi laju perpindahan panas, namun ini dapat ditangani dengan mengevaluasi semua sifat pada temperatur rata-rata, menurut Incropera[22] temperatur rata-rata pada aliran eksternal (sirip dan dinding luar pipa radiator) dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

T =T − T

2 (2.1)

(14)

Dimana :

T = temperatur fluida rata-rata pada sisi sirip (K) T = temperatur fluida masuk sirip (K)

T = temperatur fluida keluar sirip (K)

Laju aliran massa fluida dingin (udara) yang mengalir melalui radiator (lih. Gambar 2.8), adalah :

ṁ = v × A × (2.2) Dimana :

ṁ = laju aliran massa udara (kg/m) v = kecepatan udara (m/s)

Ao = luas daerah bebas aliran sisi udara (m2)

ρ = massa jenis udara pada temperatur rata-rata(kg/m3)

Menurut Kuppan [23], area bebas alir udara (Ao,c) adalah selisih antara luas daerah frontal dengan luas penampang sirip dan dinding pipa yang memblok aliran udara, atau dengan kata lain area bebas alir udara dapat diartikan luas penampang yang dapat dialiri udara.

Gambar 2.16. Pipa bersirip kontinyu [24].

(15)

Secara matematis, area bebas alir udara pada gambar 2.8 dapat dirumuskan sebagai berikut :

Gambar 2.17. Area bebas alir udara.

A , = [A − (d . L . N )] − [(δ . L . N ) − (d . N . δ . N )] (2.3) Dimana :

A , = area bebas alir (m2)

A = luas daerah frontal radiator sisi udara (m2) d = diameter luar pipa radiator (m)

Ntr = jumlah pipa dalam satu baris Nf = jumlah sirip

= tebal sirip (m) L1 = tinggi radiator (m) L3 = lebar radiator (m)

(16)

Kays dan London [25] merumuskan kecepatan massa sebagai berikut :

G = ṁ

A , (2.4) Dimana :

G = kecepatan massa (kg/m2.s) ṁ = laju aliran massa udara (kg/s) Ao,c = area bebas alir (m2)

Menurut Kays dan London [26], diameter hidrolik diartikan sebagai empat kali rasio antara luas penampang yang dialiri fluida dengan perimeter basah. Kuppan [27]

merumuskan diameter hidrolik alat penukar kalor kompak pada gambar 2.8 sebagai berikut :

D =4. A , . L

A (2.5) Dimana :

Dh = diameter hidrolik (m) Ao,c = area bebas alir (m2)

L2 = panjang alir udara (tebal radiator) (m)

Ac = luas permukaan perpindahan panas penukar kalor kompak yang terkonveksi oleh udara (m2)

Langkah pertama yang mendasar pada penanganan segala kasus perpindahan panas secara konveksi adalah menentukan aliran lapisan batasnya, apakah laminar atau turbulen [28]. Untuk itu bilangan Reynold-nya harus diketahui, dan Kays [29]

menggunakan persamaan berikut :

(17)

Re = D × G

µ (2.6) Dimana :

Re = bilangan Reynold Dh = diameter hidrolik (m) G = kecepatan massa (kg/m2.s)

µ = koefisien viskositas fluida pada temperatur rata-rata (N.s/m2).

Kays dan London melibatkan bilangan Stanton dan Prandtl untuk mengetahui koefisien perpindahan panas pada penukar kalor kompak untuk sisi udaranya. Beliau juga menyajikan beberapa tabel untuk menentukan parameter diatas dan faktor gesekan berdasarkan karakteristik sirip dan bilangan Reynold nya.

(18)

Gambar 2.18. Jenis-jenis karakteristik sirip [30].

(19)

Tabel 2.1. Data perpindahan panas dan faktor gesekan sesuai karakteristik sirip [31 ].

(20)

Lanjutan Tabel 2.1.

(21)

Lanjutan Tabel 2.1.

(22)

Lanjutan Tabel 2.1.

(23)

Lanjutan Tabel 2.1.

(24)

Berdasarkan penjelasan diatas, koefisien perpindahan panas untuk sisi udara dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan yang digunakan oleh Kays dan London [32] sebagai berikut :

h = St × G × C (2.7) Dimana :

hc = koefisien perpindahan panas (W/m2.K) St = bilangan Stanton

G = kecepatan massa (kg/m2.s)

Cpc= panas spesifik pada temperatur rata-rata (J/kg.K)

Sama halnya dengan perpindahan panas pada sisi yang mengalami konveksi terhadap udara diatas, Kays juga menggunakan beberapa persamaan yang sama untuk menganalisa perpindahan panas pada sisi yang mengalami konveksi terhadap air.

Diawali dengan persamaan temperatur rata-rata pada aliran didalam pipa : T =T − T

2 (2.8) Dimana :

T = temperatur fluida panas rata-rata (K)

T = temperatur fluida panas masuk pipa radiator (K) T = temperatur fluida panas keluar pipa radiator (K)

Dan untuk memperoleh bilangan Reynold aliran air di dalam pipa, dapat kembali menggunakan persamaan (2.6).

Pada gambar 2.8, diameter hidrolik (Dh) sisi air untuk pipa berpenampang lingkaran sama dengan diameter dalam (di) pipa tersebut, namun untuk pipa pelat atau persegi panjang dapat melakukan pendekatan dengan mengingat bahwa

(25)

diameter hidrolik adalah empat kali rasio antara luas penampang yang dialiri fluida dengan perimeter basahnya, atau perimeter basah dalam hal ini dapat diasumsikan sebagai keliling penampangnya. Maka dapat dirumuskan sebagai berikut :

D =4(p × l)

2(p + l) (2.9) Dimana :

p = panjang (m) l = lebar (m)

Untuk aliran bebas alir sisi air pada prinsipnya sama dengan persamaan 2.3.

Sehingga untuk area bebas alir sisi air gambar 2.8 dapat dirumuskan sebagai berikut :

A , =π × d

4 N (2.10) Dimana :

di = diameter dalam pipa (m) Nt = jumlah tabung

Kays dan London menyajikan grafik mengenai bilangan Nusselt dan faktor gesekan untuk aliran laminar berkembang penuh di dalam pipa persegi. Seperti yang ditampilkan pada gambar 2.19 dan 2.20.

(26)

Gambar 2.19. Bilangan Nusselt untuk aliran laminar pada pipa persegi dengan profil temperatur dan kecepatan berkembang penuh [33].

Gambar 2.20. Faktor gesekan untuk aliran laminar berkembang penuh di dalam pipa persegi [34].

(27)

Incropera [35] menjelaskan untuk aliran turbulen (Re≥2300) didalam pipa dengan penampang yang noncircular dapat menggunakan persamaan Colburn berikut :

= 0,023. . (2.11)

Pada aliran didalam pipa, Incropera [36] merumuskan hubungan antara koefisien perpindahan panas dengan bilangan Nusselt dan diameter hidrolik sebagai berikut :

h =Nu. k

D (2.12) Dimana :

h = koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2.K) Dh = diameter hidrolik (m)

k = konduktivitas termal (W/m.K)

Kays dan London [37] juga mengemukakan persamaan untuk memperoleh koefisien perpindahan panas menyeluruh dan keefektifan mnyeluruh sisi udara sebagai berikut:

1

U = 1

η , . h + l

(A ⁄A )k+ 1

(A A⁄ )η , . h (2.13) Dan,

1

U = 1

η , . h + l

(A ⁄A )k+ 1

(A A⁄ )η , . h (2.14) Dimana :

Uh = koefisien perpindahan panas menyeluruh sisi panas (W/m2.K) Uc = koefisien perpindahan panas menyeluruh sisi dingin (W/m2.K) ηo,c = keefektifan menyeluruh permukaan sisi dingin

(28)

ηo,h = keefektifan menyeluruh permukaan sisi panas Ah = luas permukaan perpindahan panas sisi panas (m2) Ac = luas permukaan perpindahan panas sisi dingin (m2)

Aw = luas permukaan dinding pipa yang mengalami konduksi (m2) hc = koefisien perpindahan panas konveksi sisi dingin (W/m2.K) hh = koefisien perpindahan panas konveksi sisi panas (W/m2.K) k = koefisien perpindahan panas konduksi pipa (W/m.K)

untuk mengetahui keefektifan sirip menyeluruh sisi udara, terlebih dahulu mengetahui keefektifan sirip. Keefektifan sirip dapat diperoleh dengan menggunakan grafik pada gambar 2.12, nilai m.l pada axis nya diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut :

m. l = 2. h

k. δ × l (2.15)

Dimana :

hc = koefisien perpindahan panas konveksi sisi dingin (W/m2.K) k = konduktivitas termal sirip (W/m.K)

δf = tebal sirip (m)

l = setengah jarak antar pipa (m) m = parameter efektivitas sirip

(29)

Gambar 2.21. Keefektifan pada sirip lurus dan lingkaran[38].

maka untuk mengetahui keefektifan menyeluruh permukaan sisi dingin, dapat menggunakan persamaan berikut :

η , = 1 − A

A (1 − η ) (2.16) Dimana :

Af = luas total sirip (m2)

Atot= luas total bidang yang mengalami konveksi terhadap udara (m2) ηf = keefektifan sirip.

2.5. Efektivitas Alat Penukar Kalor

Efektivitas alat penukar kalor merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam mendesain penukar kalor. Hal ini disebabkan karena parameter efektivas tersebut merupakan suatu gambaran unjuk kerja sebuah penukar kalor . Panas yang

(30)

dipindahkan ke fluida dingin harus sama dengan panas yang diserahkan dari fluida panas.

Q =

mc . Cpc (Tco – Tci) =

mh . Cph (Thi – Tho) (2.17) Holman [39] dalam bukunya mengemukakan bahwa efektivitas alat penukar perpindahan kalor maksimum

ε =Q

Q = C (T − T )

C (T − T )= C (T − T )

C (T − T ) (2.18)

Dari persamaan ( 2.4),jika :

1.

mh . Cph = Ch = Cmin maka ε = ( )

( ) (2.19) 2.

mc . Cpc = Cc = Cmin, maka ε = ( )

( ) (2.20)

Holman juga memberikan persamaan untuk memperoleh efektivitas alat penukar kalor dengan hubungan NTU (number of transfer unit ), salah satunya adalah efektivitas pada alat penukar kalor aliran menyilang satu laluan dengan kedua fluida tidak bercampur. Secara matematis persamaan tersebut dapat dilihat dibawah ini.

ε = 1 − exp[(1 C⁄ )(NTU) , {exp[−C (NTU) , ] − 1}] (2.21)

Dimana :

NTU = number of transfer unit C = C

C

(31)

2.6. Penurunan Tekanan

Penurunan tekanan merupakan selisih antara tekanan masuk dengan tekanan keluar. Penurunan tekanan ini terjadi akibat gesekan antara molekul-molekul fluida dengan bidang yang dilaluinya, dalam hal ini pipa dan sirip-sirip. Menurut Kays dan London [40], untuk mengetahui penurunan tekanan yang terjadi pada alat penukar kalor kompak dapat menggunakan persamaan berikut :

∆P = G

2. g v. f L

r (2.22) Dimana :

∆P = penurunan tekanan (Pa) = kecepatan massa (kg/m2.s)

g = konstanta gravitasi = 1 kg.m/(N.s2) v = volume spesifik (m3/kg)

f = friction factor

L = panjang laluan fluida (m) r = Dh/4 = jari-jari hidrolik (m)

Gambar

Gambar 2.1. Perpindahan panas konduski dari udara hangat ke kaleng minuman  dingin melalui dinding aluminum kaleng	[4]
Gambar 2.3. Perpindahan panas secara radiasi [7].
Gambar 2.4. Susunan pelat-sirip [10].
Gambar 2.5. Jenis-jenis sirip [11].
+7

Referensi

Dokumen terkait

Satuan Polisi Pamong Praja Kota Semarang dalam upaya peningkatan pelayanan kepada publik, maka Satuan Polisi Pamong Praja Kota Semarang harus dapat memanage

Setelah mengikuti materi ini, peserta pelatihan akan dapat: • memahami sikap mental yang diperlukan untuk menjadi. teknopreneur

UNTUK PERIODE ENAM BULAN YANG BERAKHIR PADA TANGGAL-TANGGAL 30 JUNI 2010 DAN 2009 (disajikan dalam satuan Rupiah, kecuali dinyatakan

Penelitian ini diharapkan dapat membantu Toko Nur untuk memperbaiki prosedur,pengendalian internal pada sistem persediaan yang berguna untuk mempermudah Toko Nur dalam

The fact that there is a significant gap between the book value of equity and the equity markets value, and the high intangible assets in recent years prompted the

Menurut SK kepala Badan POM RI Nomor K.!!.!".#.$%#" tetang kosmetik& yang Nomor K.!!.!".#.$%#" tetang kosmetik& yang dimaksud kosmetik adalah

Selain kenaikan harga yang diatur pemerintah sebagaimana tersebut diatas, kelompok komoditas bergejolak (volatile) yang mendongkrak inflasi sejak 1 bulan terakhir,

Kitab Ayub melukiskan dengan jelas kebenaran PB bahwa ketika orang percaya mengalami penganiayaan atau ujian penderitaan yang berat, mereka harus tetap teguh di dalam iman dan