TINJAUAN PUSTAKA
Shorea serninis (de Vriese) Slooten
Shorea spp merupakan salah satu genus yang terbesar dari famili Dipterocarpaceae yang mempunyai arti penting, karena kayunya mempunyai nilai ekonomi di pasaran dunia maupun &lam negeri. Di Indonesia terdapat 114 jenis, dengan daerah penyebarannya Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Maluku (A1 Rasyid, Marfuah, Wijayakusuma dan Hendarsyah, 199 1 ).
Slzorea seminis merupakan pohon besar yang mempunyai diameter hingga lebih dari satu meter, dengan batang agak bersisik pada umumnya berdamar. Kayu yang diambil umumnya digunakan untuk bahan bangunan baik berupa papan, kayau lapis dan rangka , balok kasau, pintu, jendela untuk pasaran lokal maupun ekspor. Umur pohon ini hampir sarna dengan umur Shorea yang lain, yaitu dapat mencapai 40 tahun (Anonimus, 1987). Di Kalimantan Barat
buah
atau biji S. seminis merupakan salah satu dari 13 jenis tengkawang yang diambil lemaknya untuk dijadikan minyak tengkawang dan dikenal dengan nama tengkawang telenak (Sunarcia, 199 1 ).Shorea berproduksi sekali dalam setahun, biasanya berbunga pada bulan Agustus, September, Oktober. Dari pembungaan hingga berbuah matang memerlukan waktu lebih kurang 6 bulan, produksi buah dipengaruhi oleh musim. Buahlbiji S. seminis berbentuk bulat seperti buah manggis berukuran panjang 1.5 cm dan lebar 1.5 cm, setelah masak fisiologis buah benvarna , hujau tua kekuningan dan mempunyai lima sayap benvarna coklat dengan panjang 0.5 cm (Sunarcia, 1991). Berat I kg buahl biji
S
seminis jurnlahnya sekitar 150 buah. Kedudukan buah S. srn1ini.v pada ranting, buah/ benih utuhGambar . 1 . Kedudukan buah Si1ore.s sentinis (a), buah utuh (b), dan buah terbukal merekah (c).
Faktor-faktor yang klempengaruhi Viabilitas Benih Shorea spp dalam Penyimpanan.
SI7or~u . S ~ I ? I I I I I . S merupakan salah satu jenis benih yang terrnasuk dalam kelompok
benih rekalsitran. Kelompok ini mempunyai kadar air yang tinggi pada saat dipetik atau jatuh dari pohon induknya.
S.
scminis merupakan benih rekalsitran sangat rilenurunviabilitasnya dan daya hidup benih rekalsitran umumnya pendek, khusus untuk spesies yang berasal dari daerah tropika hanya berurnur beberapa hari sampai beberapa bulan saja (King dan Robeerts, 1980). Menurut Hong dan Ellts (1996) belum ada metode yang memuaskan untuk mempertahankan viabilitas benih rekalsitran dalarn waktu lama, karena benih tidak dapat dikeringkan dan tidak dapat disimpan pada suhu O'C. Selain itu benih rekalsitran berkadar air tinggi, cepat berkecambah serta cepat hilang viabilitasnya. Kehilangan viabilitas pada benih rekalsitran terjadi pada kadar air kritis antara 20% - 40% tergantung spesiesnya.
Menurut Yap (1 98 I), pada benih Dipterocarpaceae terdapat hubungan antara kelompok taksonomi benih dengan daya simpannya, misalnya untuk spesies Mutica clan Pachycarpa penyimpana benih pada suhu dibawah lo°C mengakibatkan kemunduranl kematian benih Benih akan bertahan pada suhu diantara 22 - 2 8 ' ~ (pada suhu ruang ber AC). Sebaliknya benih dari kelompok Anthoshorea dapat bertahan pada suhu ~ O C , namun penyimpanan terbaik pada suhu 1 4 ' ~ . Viabilitas benih S. roxburghii mencapai 69% setelah disimpan 6 bulan pada suhu ~ O C , sedangkan benih S. stenoptora dapat bertahan hanya 4 minggu pada ruang terbuka, dan 8 minggu pada suhu
~o'c,
RH 90% (Purwaningsih, 1999).
Kadar air merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan kemunduran benih yang diakluri oleh hilangnya kemampuan benih untuk berkecambah. Proses ini diikuti dengan menurunnya vigor yang lebih cepat dibandingkan dengan viabilitas potensialnya (Sadjad, 1993). Menurut Roberts dan King (1980), benih rekalsitran menghendalu kadar air yang tinggi dalarn lingkungan yang iembab selama penyimpanan. Media simpan digunakan untuk menciptakan kelembaban dalam wadah simpan agar
kadar air benih tetap tingg. Kadar air benih rekalsitran pada saat penyimpanan berkisar antara 30% - 90% (Hong dan Ellis, 1996). Selanjutnya dikatakan bahwa tidak ada metode yang memuaskan untuk mempertahankan viabilitas benih rekalsitran dalam waktu yang lama, karena benih tidak dapat dikeringkan dan tidak dapat disimpan pada suhu O'C. Penyimpanan benih dengan kadar air yang tinggi pada suhu O'C akan mematikan benih karena terjadi freezing injury atau kerusakan karena pembekuanl h s t a l es di dalam benih. Benih rekalsitran dari daerah tropika akan te rjadi kerusakan karena chilling injury jika disimpan pada suhu 1 0 ' ~
-
1 5 ' ~ . Menurut Ruhl (1995) penyimpanan menyebabkan perubahan ultrastrukural pada benih rekalsitran. Dijelaskan oleh Suzuka dalam Hong dan Ellis (1996) bahwa benih rekalsitran dari daerah temperate dapat lebih lama disimpan, karena tahan disimpan pada suhu rendah seperti oak ( Querqus spp) dapat disimpan pada suhu -3'~.Menurut Luprince, Hendry dan McKersie (1993)- perbedaan mendasar antara benih rekalsitran dengan benih ortodoks pada ketahanannya terhadap desikasi. Benih ortodoks mengandung gula (sukrosa dan raffinosa) yang tinggi, yang fungsinya dapat menggantikan air pada permukaan molekul makro selama desikasi. Benih ortodoks juga mengandung late embryogenesis abundant (LEA) protein yang dapat menarnbah ketahanan terhadap desikasi. Sebaliknya pada benih rekalsitran tidak demikian, misalnya benih Aesculus indica (Uniyal dan Nautiyal, 1996).
Beberapa penelitian penyimpanan benih Shorea spp telah dilakukan di Indonesia, akan tetapi hasilnya masih belurn memuaskan. Penelitian Erizal dan Komar (1988), menunjukkan benih S. pinaga yang disimpan dengan media serbuk gergaji (perbandingan 4: 1) dalarn kaleng pada ruang simpan ber AC (suhu 1 8 ' ~
- 2 2 ' ~ , RH 60%
- 70%), daya kecambah menurun dan 86,7% menjadi 74,7% setelah disimpan selama 2
minggu. Benih S. compre.t r.o yacg dlslmpan dengan medla serbuk gergaj I (25 butir benih + 500 gram serbuk gergajl ) dalam wadah kaleng tertutup pada suhu 1 8 " ~- 2 2 " ~
, RH 60%-
70%, daya berkecambahnyadan
77% menjadi 46% setelah disimpan selama 1 minggu dan menjadi 29% setelah disimpan 4 minggu (Sagala dan Suprapti, 1990).Benih S. seminis yang disimpan dalam kantong blacu terbuka ( tanpa kotak kayu)
dan kantong blacu dalam kotak kayu dengan suhu 2 5 ° ~ - 3 0 0 ~ dan RH 80%-90%, daya berkecambahnya 68,3% setelah disimpan selama 3 hari dan menurun menjadi 33,4% setelah disimpan selama 18 hari. Sedangkan pada suhu 1 5 ° ~ - 2 0 0 ~ , RH 45%-70%. daya berkecambahnya sebesar 66,5% setelah disimpan 3 hari dan menurun menjadi 18,79% setelah disimpan 18 hari. Selarna penyimpanan benih mengalami penurunan kadar air karena melakukan keseimbangan dengan kelebaban ruang simpan (Zanzibar dan Supriyanto, 1993).
Benih S. selanica yang disimpan dalarn wadah plastik tertutup dapat mempertahankan daya berkecambahnya selama 5 minggu pada kondisi kamar. Benih hanya sedikit mengalami penunuran daya berkecarnbah yaitu dari 94,6% menjadi 92,0% yang secara statistika tidak berbeda nyata. Akan tetapi bila disimpan dalam wadah plastik terbuka, daya berkecambahnya menurun secara nyata sebesar 53,3% setelah disimpan 5 minggu ( Masano dan Mawazin, 1997).
Hasil penelitian Purwaningsih (1999), penurunan daya berkecarnbah benih Shorea stenoptera sebesar 50% pada kondisi simpan ruang terbuka, dicapai selama 3,5 minggu, sedangkan bila disimpan pada suhu 2 0 ' ~ dan RH 90% selama 7,7 mmggu. Setelah disimpan selama 4 minggu, daya berkecambah benih pada ruang terbuka
menurun menjadi 53,3%
dan
kehilangan viabilitas (daya berkecambah 0% setelah 6 mlnggu) Sedangkan pada kondisi simpan 20" C n RH 90%. benlh yang disimpan selama 4 minggu maslh mempunyai daya berkzcambah 94,7%, kemudian turun menjadl 78,7% setelah 6 minggu dan 56,0% setelah 8 minggu penyimpanan.Penggunaan Inhibitor pada Benih Rekalsitran selama Penyimpanan
Beberapa benih rekalsitran mempunyai sifat dormansi primer yang disebabkan oleh kulit benih yang tebal, embrio .yang belum masak, atau adanya inhibitor pada kulit benih. Pada benih rekalsitran yang tidak dorman, perkecarnbanan segera terjadi jika benih berada dalam keadaan yang sesuai
untuk
perkecambahan. Benih rekalsitran setelah dipanen menurut Parnmenter et al. (1994), melakukan aktivitas metabolisme tanpa memerlukan fase istirahat. Penyimpanan pada kondisi lembab dapat menimbulkan pernasalahan yaitu terjadinya perkecarnbahan selama penyimpanan. Biasanya benih rekalsitran mempunyai kadar air yang sama dengan keadaan berimbibisi penuh pada saat jatuh dari pohon induknya, sehingga benih &an segera berkecambah bila disimpan dalam kondisi lembab. Keadaan ini &an menyebabkan penurunan viabilitas benih selama penyimpanan dan kesullitan dalam penanaman.Menurut Roberts dm King (1980), pada beberapa benih rekalsitran ditemukan inhibitor perkecambahan alarni (endogen). Penggunaan inhibitor alami,
untuk
menekan pertumbuhan akar telah banyak diteliti, seperti ekstrak pulp kakao atau kulit kopi, clan asarn dari jeruk, narnun hasilnya h a n g baik, sehingga digunakan inhibitor kimiawi, seperti ABA dan cumarin.Dalam proses perkecambahan dibutuhkan keseimbangan zat mengatur tumbuh tanaman dalam benih. Pada ben~h yang belurn masak kandungan glibrell~nnya t~nggl, akan tetapi laju perkecambahannya rendah, karena asam absisatnya (ABAnya) tlnggl. Hal ini bermanfaat bagi mencegah perkecambahan dini (Quatrano dalam Kusdamayanti, 2000). ABA merupakan inhibitor yang secara alami terdapat dl dalam benih, akan tetapi bahan ini jarang digunakan sebagai inhbitor exogen selama penyimpanan mengingat harganya relatif mahal.
Menurut Bonner (1976), coumarin dan derivatnya, serta derivat dan asam sinamat dan asam benzoat, seperti halnya beberapa senyawa fenol, cukup banyak terdapat pada tanaman
dan
diketahui dapat mencegah perkecambahan. Akan tetepi seberapa lama fungsi dan penganrhnya belum diketahui secara jelas. Penggunaan asarn benzoat sebagai zat pengharnbat perkecambahannya dalarn penyimpanan benih belum dapat diketahui bagaimana mekanisme pengaruh asam benzoat dalam menghambat perkecambahan benih.Asam benzoat adalah asam karboksilat yang termasuk ke dalam golongan senyawa organik dengan dicirikan oleh adanya gugus karboksil (-COOH) dan merupakan asam aromatik yang paling sederhana. Rumus empirik asam benzoat adalah
C7H602.
Asam benzoat tergolong asam, karena senyawa ini terurai menjadi ion dalam larutan, menghasilkan ion karboksilat dan proton. Sebagaimana kebanyakan asam karbohilat, asam benszoat adalah asam lemah karena hanya mengurai sedikit dalam larutan berair Wilbraham dan Matta dalarn Kusdarnayanti (2000). Asam benzoat merupakan asam organik yang terkenal sebagai bahan pengawet makanan tingkat racun sangat rendah. Asam benzoat lebih efektif sebagai anti kamir dan jamur.Berdasarkan hasil penelitian Murti (2000) pada benih A.. loranthfoliu yang direndam dalam larutan asam benzoat dengan konsentrasi 0.5 g/l dan 1 0 g/l sebelum penyimpanan tidak mengalami perkecambahan selama penyimpanan 12 minggu, dan setelah dikecambahkan selesai penyimpanan ternyata dapat meningkatkan daya berkecambah dan keserempakan perkecambahan benih secara nyata dibandingkan kontrol.
Penggunaan inhibitor menimbulkan induced dormancy pada benih. Induced dormancy dapat timbul oleh perlakuan pelembaban, suhu, sub-optimum, kekurangan oksigen, kondisi anaerobik, perlakuan cahaya, dan perendaman benih dalam larutan berpotensial osmotik tinggi. Dormansi tersebut terjadi karena timbulnya penghambat metabolisme perkecambahan atau timbulnya ketidak seimbangan antara promotor dan inhibitor di dalam benih, sehingga tidak terjadi perkecambahan (Copeland, 1987). Benih yang mengalami induced dormancy tidak dapat langsung berkecambah dalarn kondisi optimum, walaupun faktor penyebab dormasi dihilangkan. Benih tersebut memerlukan perlakuan tertentu agar dapat berkecambah dan
tumbuh
normal.Paclobutrazol merupakan salah satu zat penghambat pertumbuhan yang mempunyai rumus empirik ClsHzoC1N30 (Davis et al., 1997). Zat ini menghambat produksi gberellin endogen, sehingga aktivitas enzim hidrolisis lipid juga terhambat. Pengaruh fisiologis yang dapat ditimbulkan antara lain adalah menghambat perpanjangan sel pada meristem apical, memperpendek ruas tanaman, mempertebal batang, mencegah kerebahan, menghambat etiolasi dan Senescence (Wattimena, 1988). Giberelin merupakan zat pengatur turnbuh (ZPT) yang mendorong perkecambahan dan pembelahan sel ZPT ini mengaktifkan enzim-enzim perkecambahan terutama enzim hldrolisis
seperti amilase, protease, fofatase, ribonuklease dan beberapa enzim lainnya ( Jones dan McMillan, 1985).
Penggunaan paclobutrazol 250, 500, 750, dan 1000 ppm dapat mengurang pertumbuhan akar benih Theobroma cacao selama masa periode konservasi tetapi menyebabkan pertumbuhan bibit sangat lambat dan bahkan bibit menjad abnormal (Shalahudin, 1987). Pemberian paclobutrazol pada konsentrasi 100 ppm yang diberikan pada benih kakao sebelum disimpan, selama periode konservasi 5 minggu juga menurunkan tinggi bibit, panjang hipokotil dan epikotil secara nyata (Budiarti, 1992).