• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon peternak terhadap pola bagi hasil anakan Riza Asti O RESPON PETERNAK TERHADAP POLA BAGI HASIL ANAKAN USAHA TERNAK KAMBING PERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Respon peternak terhadap pola bagi hasil anakan Riza Asti O RESPON PETERNAK TERHADAP POLA BAGI HASIL ANAKAN USAHA TERNAK KAMBING PERAH"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 RESPON PETERNAK TERHADAP POLA BAGI HASIL ANAKAN USAHA TERNAK

KAMBING PERAH

(Studi kasus pada Kelompok Mandiri, Desa Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman , Yogyakarta)

RESPONSE OF THE FARMER TO LAMB SHARE TENANCY OF DAIRY GOAT BUSINESS

(Case Study of Mandiri Group Girikerto Village Turi District of Sleman Regency Yogyakarta)

Riza Asti Octavira*, Lilis Nurlina**, Marina Sulistyati**

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinnagor-Sumedang 45363

*Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 ** Staff Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadajaran

E-mail: rizaoctavira@gmail.com ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah Mengkaji respon tertutup (kognitif dan afektif) dan respon terbuka (pskimotorik) peternak terhadap pola bagi hasil anakan usaha ternak kambing perah. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Informan yang dipilih sebanyak 8 orang yang terdiri dari pengurus kelompok, peternak dan investor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peternak sudah memahami makna , hak dan kewajiban serta perjanjian kerjasama pola bagi hasil. Peternak menyetujui pola bagi hasil anakan dengan sistem gaduhan menguntungkan dan aturan bagi hasil sudah sesuai dengan harapan peternak. Peternak kurang menyetujui jika perjanjian pola bagi hasil dibuat dalam bentuk tertulis. Tindakan peternak terhadap pola bagi hasil sudah sesuai dengan aturan bagi hasil kelompok yaitu 60 : 40, Investor rutin mengontrol ternaknya sebulan sekali, penjualan cempe dilakukan atas izin investor dan penerimaan peternak dari bagi hasil penjualan per ekor cempe sampai dijual umur 6 bulan antara Rp 600.000 - Rp 900.000.

Kata Kunci : Respon, Pola bagi hasil, Usaha Ternak Kambing Perah.

ABSTRACT

The purpose of this research is to review the farmer of covert response (cognitive and affective) and overt response (psychomotor) of lamb share tenancy of dairy goat business. The method that has been used is a case study through a qualitative approach. As many as eight people were selected as informants are consisting of the farmer, group management and investor. The result of research showed that Farmers knowledge has been understanding about meaning, rights and obligation and cooperation agreement to lamb share tenancy. The farmer has been approving if lamb share tenancy has benefit and profit sharing rules appropriated with the farmer’s hope but They has not been approving if cooperation agreement of share lamb tenancy is made in writing. The implementation of lamb share tenancy already appropriated with regulation of group profit

(2)

2 sharing is 60:40, Investor has been controlling their goat once a month, The Salling of lamb have been done with permission of investor and Farmers revenue from profit sharing of salling lamb until its 6th months is Rp 600.000- Rp 900.000,-

Keywords : Response, Share Tenancy, Dairy Goats

PENDAHULUAN

Ternak kambing perah merupakan ternak yang sangat potensial dikembangkan di Indonesia. Usaha ternak kambing perah dapat memberikan sumbangan nyata bagi pembangunan subsektor peternakan di Indonesia dan langsung menyentuh masyarakat dengan kemampuan modal yang terbatas. Kambing perah dipelihara untuk memproduksi susu dan setelah tidak poduktif lagi dapat dijadikan sebagai penghasil daging. Kambing perah di Indonesia meliputi kambing Peranakan Etawah (PE), Etawah, Saanen, Jawarandu dan kacang.

Kabupaten Sleman merupakan salah satu sentra populasi kambing PE di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sentra produksi kambing PE di kabupaten Sleman terdapat di Kecamatan Turi, Pakem dan Berbah. Populasi kambing PE di Kabupaten Sleman dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar berturut-turut 2.496 , 2.595 dan 2.859 ekor. Hal ini juga terjadi pada produksi susu yang terus meningkat dari tahun 2010-2012 yaitu berturut-turut 21.562, 25.761 dan 37.469 liter/tahun. (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupten Sleman, 2013).

Jumlah kelompok kambing PE di wilayah Sleman sudah cukup banyak dan tersebar hampir diseluruh kecamatan. Kelompok pembudidaya kambing PE terbanyak dan pusat pengembangan kambing PE terdapat di Kecamatan Turi. Perkembangan kambing PE di wilayah ini didukung kemudahan dalam memperoleh hijauan (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman, 2013).

Kecamatan Turi yang berada di Kabupaten Sleman terkenal dengan Desa Agro Wisata Kambing PE (Peranakan Etawah) , di wilayah ini terdapat kelompok ternak, koperasi pengolahan susu dan kelompok pengolahan susu. Banyak orang dari dalam maupun luar kota ataupun manca negara berkunjung dalam rangka study tour ataupun pelatihan wirausaha bagi yang ingin memulai usaha kambing PE. Salah satu kelompok ternak di Kecamatan Turi adalah Kelompok Mandiri sebagai kelompok perintis desa agro wisata kambing PE.

(3)

3 Usaha ternak kambing PE di Kecamatan Turi masih didominasi oleh peternakan rakyat sebagai usaha sampingan dari usaha tani tanaman pangan yang dilakukan petani di pedesaan dengan jumlah kepemilikan ternak kambing sedikit. Jumlah pemilikan ternak kambing PE di kelompok mandiri kebanyakan berkisar 2-5 ekor induk. Anggota kelompok mandiri dalam menjalankan usahanya masih menghadapi kendala yaitu keterbatasan permodalan. Salah satu upaya mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan melalui pola bagi hasil.

Pola bagi hasil kambing PE belum berkembang seperti pada usaha ternak sapi perah yang mengikuti pola bagi hasil dengan peternak-koperasi maupun peternak-investor, program pengembangan kambing PE masih tertinggal dibandingkan dengan sapi perah. Pola bagi hasil usaha ternak kambing PE masih terbatas dan sebagian besar masih bersifat tradisional dalam bentuk gaduhan. Pada pola bagi hasil usaha kambing PE di Kelompok Mandiri investor bersifat perorangan yaitu orang yang mempunyai modal untuk melakukan kerja sama dengan peternak kambing PE sehingga banyak investor yang menjalin kerjasama dengan peternak. Pola bagi hasil antara investor dan peternak tentunya diikat oleh suatu perjanjian serta masing-masing memiliki hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak.

Pengembangan usaha ternak kambing PE dengan pola bagi hasil merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan keuntungan peternak. Pola bagi hasil sudah ada di masyarakat petani atau peternak sejak dahulu. Pola bagi hasil khususnya pada usaha ternak di kalangan petani /peternak sering dikenal dengan sebutan gaduhan. Gaduhan berasal dari bahasa Jawa yang secara sederhana dapat diartikan sebagai seseorang yang memberikan modal yang dimiilkinya untuk dikembangkan oleh orang lain. Gaduh diterapkan dengan mekanisme bagi hasil antara peternak dan investor. Hasil usaha akan dibagi sesuai dengan kesepakatan antara investor dan peternak.

Pada pola bagi hasil sistem gaduhan tidak ada kontrak secara tertulis tentang kerjasama usaha melainkan hanya secara lisan dan didasarkan atas saling percaya. Peternak penggaduh adalah orang yang sudah dikenal baik oleh investor ataupun yang dikenalkan oleh kerabat investor namun ada juga yang mengenal saat investor berkunjung ke kandang dan melakukan perjanjian secara lisan. Walaupun tidak ada ikatan perjanjian tertulis, tetapi prinsip yang dijalankan adalah kepercayaan dan keterbukaan. Peternak dilibatkan mulai dari pembelian ternak maupun penjualan ternak, dan dilakukan secara terbuka. Pola bagi hasil yang dilakukan di Kelompok Mandiri yaitu pola bagi hasil untuk anakan dengan bagi hasil 60 : 40, adapun

(4)

4 rinciannya yaitu 60% untuk peternak dan 40% untuk investor. Hasil susu dapat dimanfaatkan peternak untuk menambah pendapatan. Selain itu peternak juga memperoleh kotoran yang digunakan sebagai pupuk.

Proses respon peternak terhadap pola bagi hasil usaha ternak kambing perah dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahapan kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikometrik (tindakan). Pada tahap kognitif, peternak mengetahui adanya stimulus yaitu pola bagi hasil usaha ternak kambing perah, kemudian memprosesnya kedalam proses pemberian arti yang pada akhirnya kognitif ini menghasilkan dan menyerahkan jawaban. Pada tahapan afektif, peternak memberikan penilaian berupa perasan, perasaan ini berbentuk senang atau tidak senang, baik atau buruk, suka atau tidak suka dan terakhir tahapan psikomotorik peternak yaitu melakukan pola bagi hasil usaha ternak kambing perah. Dengan pendekatan stimulus-respon dalam penelitian ini diharapkan mampu mengungkapkan keadaan pola bagi hasil usaha ternak kambing perah di Kelompok Mandiri.

SUBJEK DAN METODE PENELITIAN

Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah informan, yaitu peternak yang mengikuti pola bagi hasil anakan usaha ternak kambing perah. Objek penelitian ini adalah respon peternak terhadap pola bagi hasil anakan pada kelompok peternak Mandiri yang berada di Desa Girikerto, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah penelitian yang mendalam terhadap suatu objek dan hasil penelitian tersebut hanya dapat digunakan oleh objek yang diteliti (Moleong,2007). Penelitian studi kasus dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam terhadap suatu organisme, lembaga atau gejala tertentu.

Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Kelompok Mandiri di Desa Girikerto, Kecamatan turi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta sebagai salah satu kelompok kambing perah yang dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di kelompok tersebut merupakan kelompok

(5)

5 perintis desa agro wisata kambing perah dan kelompok tergolong maju karena sudah menjalankan pasca panen dan pemasarannya sendiri.

Penentuan Informan

Informan dipilih secara purposive artinya informan diambil berdasarkan kebutuhan sesuai dengan permasalahan penelitian. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa dengan teknik purposive, banyak aspek dari kasus tunggal yang representatif yang dapat diamati dan dianalisis (Sudjana,1996). Penggalian data kualitatif dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa informan baik peternak kambing perah yang mengikuti pola bagi hasil maupun tokoh masyarakat yang paham dengan masalah pola bagi hasil. Informan dalam penelitian ini mereka yang memiliki kriteria sebagai berikut :

1. Peternak kambing PE yang mengikuti pola bagi hasil sebanyak 5 orang. 2. Tokoh peternak sebanyak 1 orang.

3. Investor sebanyak 2 orang. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui proses wawancara dengan informan berdasarkan pedoman wawancara yang telah dibuat. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka maupun catatan peternak mengenai kinerja, perkembangan ternak, dan pendapatan peternak.

Definisi Operasionalisasi Variabel dan Indikator yang Diteliti

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel respon covert (tertutup) dan respon overt (terbuka).

(1) Variabel Respon Covert Peternak

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain (Notoatmodjo,2003).

Sub Variabel atau Dimensi Respon Kognisi (Pengetahuan)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terbentuk setelah seseorang melakukan pengeinderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia,

(6)

6 yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2003). Pengetahuan peternak terhadap pola bagi hasil usaha ternak kambing perah mencakup:

1. Pengetahuan peternak terhadap makna pola bagi hasil.

Pola bagi hasil adalah pola kemitraan dengan keuntungan yang diperoleh berdasarkan pada presentase yang disepakati bersama yaitu terutama pola bagi hasil anakan dengan bagi hasil 60% : 40% , adapun rincinannya 60% untuk peternak dan 40% untuk investor.

2. Pengetahuan peternak terhadap hak dan kewajiban pola bagi hasil.

Hak dan kewajiban pola bagi hasil antara lain investor berhak mengambil kembali kambing dan memberikan masukan. Peternak berhak mengembalikan ternak atas dasar pertimbangan ekonomi. Kewajiban investor membeli dan memilih kambing yang sehat, mengontrol ternak dan mengusulkan penjualan. Kewajiban peternak memelihara ternak dengan baik, menyediakan sarana produksi, melaporkan perkembangan ternak dan memberitahukan rencana penjualan. 3. Pengetahuan peternak terhadap perjanjian pola bagi hasil.

Perjanjian pola bagi hasil meliputi : (1) Harga dasar sarana produksi dan/atau harga jual ternak atau pembagian dalam bentuk natura, (2) Jaminan pemasaran, (3) Pembagian keuntungan dan resiko usaha, (4) Penetapan standar mutu sarana produksi, ternak, dan produk hewan, serta (5) Mekanisme pembayaran (Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2013).

Sub Variabel atau Dimensi Respon Afeksi (Sikap)

Sikap merupakan faktor penentu perilaku, karena sikap berhubungan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Sikap adalah kesiap-siagaan mental yang dipelajari dan diorganisasi melalui pengalaman, dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain, obyek, dan situasi yang berhubungan dengannya (Rosenberg,1960) yang dikutip oleh (Gibson dkk, 1994). Sikap peternak terhadap pola bagi hasil usaha ternak kambing perah mencakup:

1. Sikap peternak terhadap pola bagi hasil

Sikap peternak terhadap pola bagi hasil dinilai dengan setuju, ragu-ragu atau tidak setuju berdasarkan pengalaman yang dirasakan peternak.

(7)

7 2. Sikap peternak terhadap aturan bagi hasil

Aturan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hasil perbuatan mengatur, segala sesuatu yang sudah diatur. Tanggapan peternak terhadap aturan bagi hasil berupa penilaian setuju, ragu-ragu dan tidak setuju berdasarkan pengalaman yang dirasakan peternak.

3. Sikap peternak terhadap perjanjian kerja sama pola bagi hasil

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang atau satu pihak berjanji kepada seseorang atau pihak lain atau dimana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Tanggapan peternak terhadap perjanjian pola bagi hasil berupa penilaian setuju, ragu-ragu dan tidak setuju berdasarkan pengalaman yang dirasakan peternak.

(2) Variabel Respon Overt Peternak

Respon overt yaitu respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice) yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo,2003).

Sub Variabel atau Dimensi Respon Psikomotorik (Tindakan)

Tindakan yaitu keseluruhan respons (reaksi) yang mencerminkan pilihan si pelaku dan mempunyai akibat (efek) terhadap lingkungannnya (Sarlito, 1995). Tindakan peternak terhadap pola bagi hasil usaha ternak kambing perah mencakup :

1. Kesesuaian pembagian hasil dengan aturan. 2. Kebersamaan usaha antara peternak dan investor. 3. Penjualan ternak.

Penjualan adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk mencari pembeli, mempengaruhi dan memberikan petunjuk agar pembeli dapat menyesuaikan kebutuhannya dengan produk yang ditawarkan serta mengadakan perjanjian mengenai harga yang menguntungkan bagi kedua belah pihak (Moekijat, 2000).

4. Penerimaan Peternak

Penerimaan peternak diperoleh dari bagi hasil penjualan per ekor cempe sampai dijual umur 6 bulan. Peternak memperoleh bagi hasil 60% dari penjualan per ekor cempe sedangkan untuk Investor 40%.

(8)

8 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara dan analisis data diketahui beberapa aspek tingkat pengetahuan peternak terhadap pola bagi hasil usaha ternak kambing perah yang meliputi makna, hak dan kewajiban serta perjanjian dari pola bagi hasil.

Peternak yang mengikuti pola bagi hasil di kelompok mandiri mengetahui makna pola bagi hasil yaitu pembagian keuntungan yang ditetapkan masing-masing pihak terutama bagi hasil anakan. Di kalangan masyarakat pedesaan tidak saja berlaku adat perjanjian bagi hasil tanah pertanian, tetapi juga berlaku perjanjian bagi hasil pemeliharaan ternak. Suatu perjanjian bagi hasil ternak adalah persetujuan yang diadakan antara pemilik ternak dengan penggaduh atau pemelihara hewan ternak dengan sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil ternak menurut hukum adat berlaku dengan cara membagi anak, sedangkan ternak bibitnya tetap (Hadikusuma, 2001). Tingkat pengetahuan peternak terhadap hak dan kewajiban pola bagi hasil sudah mengetahui secara luas. Tingkat pengetahuan peternak terhadap pola bagi hasil usaha ternak kambing perah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Respon Pengetahuan (Kognisi) Peternak Terhadap Pola Bagi Hasil

No Pengetahuan Konsep Standar Pengetahuan Peternak 1 Makna pola bagi hasil Pola kemitraan dengan

keuntungan yang diperoleh berdasarkan pada presentase yang disepakati bersama terutama pola bagi hasil anakan dengan bagi hasil 60% : 40% , adapun rincinannya 60% untuk peternak dan 40% untuk investor.

Peternak sudah memahami makna pola bagi hasil :

Pembagian hasil keuntungan terutama anakan. Bagian keuntungannya ditetapkan 60% : 40% teruatama untuk anakan dengan rincian 60% untuk peternak dan 40% untuk investor.

2 Hak dan Kewajiban (1) Investor berhak memperoleh bagi hasil dan mengambil kembali kambing dan memberikan masukan. (2) Peternak berhak memperoleh bagi hasil dan mengembalikan ternak atas dasar pertimbangan ekonomi. (3) Kewajiban investor membeli dan memilih kambing yang sehat, mengontrol ternak dan

Peternak sudah memahami hak dan kewajiban : (1) investor dan peternak memperoleh bagi hasil. (2) Kewajiban investor membeli dan memilih kambing yang sehat, mengontrol ternak dan mengusulkan penjualan. (3) Kewajiban peternak memelihara ternak dengan baik dan menyediakan sarana produksi, melaporkan perkembangan ternak dan memberitahukan rencana penjualan

(9)

9 Peternak sudah memahami perjanjian kerjasama pola bagi hasil. Hal ini dapat ditunjukkan dari ungkapan informan yang mengatakan bahwa perjanjian pola bagi hasil terdiri dari : (1) Pembagian keuntungan pola bagi hasil anakan dengan bagi hasil 60 % : 40% Ungkapan peternak selaras dengan yang telah ditetapkan oleh aturan kelompok mengenai sistem bagi hasil bahwasannya pola bagi hasil terdiri dari pola bagi hasil anakan 60%: 40% dengan rincian 60% penjualan anakan untuk peternak dan 40% untuk investor , (2) Risiko usaha, jika ternak mati maka investor dan peternak sama-sama menanggung kerugian serta (3) Mekanisme pembayaran. Seperti yang diungkapkan oleh ketiga orang informan :

“Perjanjian bagi hasil terutama membahas pembagian keuntungan, kedua masalah risiko usaha, Peternak hanya memelihara saja resikonya jika ternak mati yang menanggung adalah Investor dan masalah pengembalian ternak, jika peternaknya sudah tidak ada biaya untuk membeli pakan maka ternaknya dijual atau dikembalikan selain itu yang ketiga mekanisme pembayaran secara tunai dengan bertemu dikandang bagi investor yang berdomisili di wilayah Yogyakarta” (T, 44 tahun), (W, 45 Tahun) dan (S, 50 Tahun)

Meskipun perjanjian pola bagi hasil anakan tidak tertulis namun dicantumkan hal-hal yang pokok pada catatan kelompok peternak seperti pembagian keuntungan, risiko usaha dan mekanisme pembayaran. Perjanjian pola bagi hasil bersifat fleksibel atau luwes. Pada perjanjian baku, baik dibidang pertanian maupun keuangan dicantumkan ketentuan-ketentuan pokoknya

mengusulkan penjualan. (4) Kewajiban peternak memelihara ternak dengan baik, menyediakan sarana produksi, melaporkan perkembangan ternak dan memberitahukan rencana penjualan.

3 Perjanjian kerjasama Perjanjian pola bagi hasil terdiri dari pembagian keuntungan dan resiko usaha, harga jual ternak/ harga dasar sarana produksi, jaminan pemasaran, penetapan standar mutu ternak dan mekanisme pembayaran.

Peternak sudah memahami perjanjian kerjasama :

Pembagian keuntungan dan resiko usaha, jaminan pemasaran, harga jual ternak , pengembalian ternak dan mekanisme pembayaran

(10)

10 saja, sedangkan hal-hal yang bersifat detail ditambahkan dalam lampiran perjanjian dengan demikian pihak-pihak yang terlibat dapat menentukan syarat-syarat dan komposisi pembagian hasil yang disesuaikan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas produksi. (Tim Peneliti Unpad, 1999)

(2) Sikap Peternak terhadap Pola Bagi Hasil Anakan Usaha Ternak Kambing Perah

Sikap peternak setuju terhadap adanya pola bagi hasil terutama anakan. Hal ini berdasarkan analisis data bahwa peternak menganggap pola bagi hasil anakan dengan sistem gaduhan menguntungkan dan peternak ingin pola bagi hasil ini terus berjalan. Dipergunakannya pola bagi hasil, ternyata menghasilkan keuntungan komparatif yaitu keuntungan diatas alternatif-alternatif yang lain. Pola bagi hasil mempunyai keunggulan antara lain yaitu tujuan, konsep, suply dan demand, pemilikan aset, risiko, investasi, revenue sharing, masa perjanjian dan lain-lain. Sikap peternak terhadap aturan bagi hasil anakan adalah setuju. Menurut peternak sistem bagi hasil 60% : 40% sudah sesuai dengan harapan peternak. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan:

“Pola bagi hasil anakan 60:40 sudah sesuai dengan harapan saya yang jelas sama sama diuntungkan dan tidak ada yang dirugikan” (H,36 Tahun), (M, 37 Tahun).

Pembagian hasil sistem gaduhan ternak tidak kaku, tetapi bersifat proporsional atau kesebandingan yang didasarkan atas faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas hasil, besarnya investasi, tingkat kesulitan dan lain-lain. Perjanjian dengan menggunakan pola bagi hasil tidak didasarkan pada sistem hukum tertentu tetapi berdasarkan prinsip umum yaitu kebebasan berkontrak dengan pola yang bersifat universal.

Sikap peternak terhadap pola bagi hasil anakan dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Respon Afeksi (Sikap) Peternak Terhadap Pola Bagi Hasil Anakan

No Indikator Sikap Terhadap

1 Pola bagi hasil Sikap peternak terhadap pola bagi hasil adalah setuju. Peternak menilai pola bagi hasil dengan sistem gaduhan menguntungkan dan ingin pola bagi hasil dapat terus berjalan

2 Aturan bagi hasil Sikap peternak terhadap aturan bagi hasil adalah setuju. Peternak menilai bahwa aturan bagi hasil 60% : 40% sudah sesuai dengan harapan peternak.

(11)

11 3 Perjanjian kerjasama Sikap peternak terhadap perjanjian pola bagi hasil

yang dibuat melalui Mou (perjanjian tertulis) hanya disetujui 2 orang namun sebanyak 4 orang peternak menanggapi dengan ragu-ragu dan tidak perlu dibuat perjanjian tertulis karena selama menjalankan pola bagi hasil tidak ada masalah.

Perjanjian pola bagi hasil anakan di Kelompok Mandiri tidak tertulis, sikap peternak terhadap perjanjian kerjasama pola bagi hasil sebanyak 2 orang informan menilai setuju perlu dibuat perjanjian tertulis. Hal ini diungkapkan oleh informan :

“Perjanjian pola bagi hasil inginnya diatas kertas agar lebih kuat , seumpamanya ingin memelihara sampai kapan ternaknya agar peternak tahu kapan segera dijual anakannya selain itu investor juga sudah memberikan modal ke peternak dan memberikan kepercayaan untuk memelihara dan merawat ternaknya”. (H,36 Tahun) (S, 50 Tahun)

Namun sebanyak 4 informan termasuk pembina kelompok menanggapi ragu-ragu dalam memberikan penilaian terhadap perjanjian pola bagi hasil dan kurang menyetujui perlu dibuatnya Mou. Seperti yang diungkapkan oleh pembina kelompok :

“Sebetulnya perlu dibuat Mou namun untuk sekarang berjalan cukup lancar jadi tidak masalah jika tidak tertulis. Meskipun perjanjiannya tidak tertulis tetapi di buku notulis sudah ada aturannya yang berisi tentang pembagian keuntungan dan risiko usaha”. (K, 62 Tahun)

Lebih lanjut diungkapkan oleh salah satu informan :

“Perjanjian kerjasama selama ini tidak ada masalah ,mungkin masalahnya hanya jika musim kemarau saya inginnya menjual semua hasil gaduhannya tetapi investor inginnya dipelihara sampai besar jadi ditahan dulu, saya sepakat saja tetapi mencari pakannya sulit, dan tidak perlu dibuat Mou karena saya sudah memberikan foto rumah dan alamat yang jelas, kelompoknya juga sudah jelas, Investor ingin cari apa lagi? Peternak tidak akan kabur , jika saling percaya semuanya jadi mudah dan adil”. (W, 45 Tahun).

Perjanjian atau transaksi pola bagi hasil anakan di kelompok Mandiri tidak tertulis melainkan dengan sistem kepercayaan. Sistem ini dapat berjalan karena tingkat kepercayaan yang tinggi antara investor dengan peternak terutama di pedesaan karena interaksi sosial masih kental. Proses komunikasi antarpribadi dimulai dari kebutuhan dari pihak investor untuk menitipkan

(12)

12 serta memelihara kambingnya kepada peternak. Pihak investor maupun peternak sebelum melakukan pertukaran, terlebih dahulu mencari informasi mengenai masing-masing pihak.

Dari salah satu pernyataan informan bahwa dalam menjalankan pola bagi hasil memiliki beberapa risiko salah satunya saat musim kemarau hijauan sulit didapat dan peternak harus membeli konsentrat (pollard) sehingga dirasa menambah biaya. Jika Investor menyetujui, pola bagi hasil dapat diberhentikan sementara sehingga induk kambing dapat dijual atau dikembalikan dengan memperhitungkan biaya pemeliharaan yang telah dikeluarkan peternak. Apabila induk kambing dijual, keuntungan dari selisih harga beli dengan harga jual ternak tersebut lalu dibagi antara investor dan peternak.

(3) Tindakan Peternak terhadap Pola Bagi Hasil Anakan Usaha Ternak Kambing Perah Respon psikomotorik peternak terhadap pola bagi hasil anakan usaha ternak kambing perah dilihat dari kesesuaian pembagian hasil dengan aturan, kebersamaan usaha antara peternak dengan investor, penjualan ternak serta pendapatan peternak.. Tindakan Peternak terhadap pola bagi hasil anakan dapat dilihat di Tabel 3.

Tabel 3. Respon Psikomotorik (Tindakan Peternak) Terhadap Pola Bagi Hasil

No Tindakan Respon

1 Kesesuaian pembagian hasil dengan aturan

Pelaksanaan pola bagi hasil anakan yang dijalankan peternak dengan investor sudah mengikuti aturan bagi hasil kelompok.

2 Kebersamaan usaha antara peternak dengan investor

Investor mengontrol ternaknya ke kandang dan menanyakan perkembangan ternaknya melalui media elektronik, namun belum ada pendampingan berupa pengetahuan atau sarana produksi. Tidak ada unsur keterpaksaan dan pemerasan. Posisi investor tetap lebih tinggi dibanding peternak (Patron- Client).

3 Penjualan cempe Peternak selalu melapor dan melakukan izin terlebih dahulu melalui investor waktu anakan akan segera dijual. Peternak menjual anakan ke pasar ataupun ke anggota kelompok yang merupakan pedagang kambing.

4 Penerimaan Penerimaan peternak dari bagi hasil penjualan per ekor sampai cempe dijual umur 6 bulan antara Rp 600.000 - Rp 900.000.

(13)

13 Pelaksanaan pola bagi hasil anakan dengan sistem gaduhan yang dijalankan selama ini sudah sesuai dengan aturan bagi hasil kelompok. Masing-masing pihak selama ini sudah mematuhi aturan pembagian hasil dari kelompok yaitu 60:40 sehingga pembagian hasilpun dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh pengurus kelompok. Hal ini dapat dilihat dari adanya kewajiban anggota untuk memberikan 1% hasil penjualan kepada kelompok.

Kebersamaan usaha antara peternak dengan investor yang dijalankan selama ini kurang baik dari segi pendampingan investor baik berupa pengetahuan maupun sarana produksi, namun investor yang mengerti mengenai ternak terkadang memberikan obat-obatan dan vitamin. Investor yang berdomisili di sekitar wilayah Yogyakarta berkunjung ke kandang untuk melihat keadaan ternaknya setiap sebulan sekali kalaupun tidak dapat mengontrol ternaknya ke kandang, Investor menghubungi peternak melalui media elektronik dan menanyakan perkembangan kambingnya. Penjualan anakan dilakukan enam bulan atau setahun sekali tergantung kebutuhan masing-masing kedua belah pihak. Beberapa peternak ada yang membeli hasil gaduhan kemudian dipelihara sampai hari raya Idul Qurban karena harga jauh lebih tinggi.

Penjualan anakan dilakukan atas izin investor dengan peternak, terlebih dahulu peternak memberitahu investor mengenai rencana penjualan. Peternak mencari informasi harga cempe yang akan dijual. Setelah mendapatkan informasi harga kambing, peternak melakukan kesepakatan mengenai harga jual kepada investor. Peternak menjual cempe ke pasar ataupun ke anggota kelompok yang merupakan pedagang kambing. Dalam hal penjualan dan pemasaran investor menyerahkan kepada peternak.

Harga jual tergantung umur cempe dan bobot badan, peternak menjual cempe ketika harga kambing tinggi, namun rata-rata peternak menjual cempe umur 6 bulan dengan harga Rp 1.000.000 - Rp. 1.500.000,-. Pembayaran hasil penjualan cempe dilakukan peternak kepada investor dengan bertemu di kandang ataupun transfer ke rekening investor. Peternak wajib membayar iuran 1% dari hasil penjualan anakan pada kelompok untuk kegiatan kelompok.

Penerimaan peternak dari bagi hasil penjualan cempe per ekor sampai dijual umur 6 bulan antara Rp 600.000 - Rp 900.000 sedangkan Investor antara Rp 400.000 - Rp 600.000. Menurut Ibrahim (2009) bahwa PBP (Payback Periode) adalah jangka waktu tertentu yang menunjukkan terjadinya arus penerimaan (cash in flows) secara kumulatif sama dengan jumlah investasi dalam bentuk present value. Analisis payback periode dalam studi kelayakan perlu diperhitungkan

(14)

14 untuk mengetahui berapa lama proyek/usaha yang dikerjakan baru dapat mengembalikan investasi. Secara singkat, formula untuk menghitung Payback Periode yaitu:

𝑃ayback 𝑃eriode = Payback Periode = = 25 bulan atau 2 tahun 1 bulan

Berdasarkan perhitungan PBP (Payback Periode) diatas, lamanya usaha hingga investasi atau modal dapat kembali yaitu 25 bulan atau 2 tahun 1 bulan dari 1 ekor induk dengan 2 ekor cempe/ kelahiran.

SIMPULAN

1. Respon tertutup (pengetahuan) peternak terhadap pola bagi hasil usaha ternak kambing perah di Kelompok Mandiri sudah cukup baik, yakni memahami makna pola bagi hasil hak dan kewajiban serta perjanjian kerjasama. Respon tertutup (sikap) peternak terhadap pola bagi hasil dengan sistem gaduhan dan aturan bagi hasil menyetujui dan dirasa menguntungkan serta aturan sudah sesuai dengan harapan peternak, namu peternak tidak menyetujui perjanjian kerjasama pola bagi hasil jika dibuat secara tertulis.

2. Respon terbuka (tindakan) peternak terhadap pola bagi hasil anakan di kelompok Mandiri sudah sesuai dengan aturan bagi hasil kelompok yaitu 60% : 40%. Kebersamaan usaha antara investor dengan peternak kurang baik dalam hal pendampingan berupa pengetahuan atau sarana produksi namun Investor rutin mengontrol ternaknya ke kandang sebulan sekali dan menanyakan perkembangan ternaknya melalui media elektronik. Penjualan cempe dilakukan atas izin investor dan peternak, terlebih dahulu bertanya pada investor mengenai rencana penjualan. Penerimaan peternak dari bagi hasil penjualan per ekor cempe sampai dijual umur 6 bulan antara Rp 600.000 - Rp 900.000.

(15)

15 UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. Lilis Nurlina MS., Dr. Ir. Marina Sulistyati, MS., Dekan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Ir. Husmy Yumiati, MS., Wakil Dekan 1 Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Indrawati Yudha A, S.Pt.,MSi.,Ph.D., dan Ir. H. Sugeng Winaryanto, MS., Dr. Ir. Linda Herlina, MP., serta Ir. Hermawan, MS. Kedua orangtua, Mirzal kohar dan Rosdiana serta Riqa Asri Octavina yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Gibson, J.L, Ivancevich J.M dan Donnelly J.H. 1994. Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses. Edisi Kelima, Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Hadikusuma, Hilman. 2001. Hukum Perekonomian Adat Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Moekijat. 2000. Manajemen Pemasaran. Bandung : Penerbit CV. Mandar Maju.

Moleong, Lexy J. 2007 . Metode Penelitian Kualitatif. Penerbit PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Sarwono, Sarlito W. 1995. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo

Sudjana, Metode Statistika, Bandung: Penerbit Tarsito, 1996.

Tim Peneliti, Aspek-aspek Hukum Pemberdayaan Pranata Bagi Hasil Sebagai Model Pengembangan Pranata Universal Di Bidang Bisnis, Lembaga Penelitian-Unpad, Bandung, 1999.

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa, saksi sudah sering berusaha untuk mendamaikan Penggugat dan Tergugat akan tetapi Penggugat dan keluarganya tidak pernah mau datang dan berusaha untuk rukun

[r]

Crossplot dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat hubungan hasil inversi sehingga dilakukan kalibrasi dengan cara mengekstrak log impedansi elastik dengan

Sedangkan penelitian yang dilakukan Chu dan McKenzie (2008) menemukan.. adanya kemampuan market timing dan stock selection perusahaan investasi reksadana saham. Beberapa

Responden pada penelitian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan para pekerja yang sedang melakukan pekerjaan beton, baja dan bata dengan jumlah responden adalah

Kebijakan akuntansi dalam pengukuran persediaan untuk persediaan administrasi umum pada Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Utara dicatat berdasarkan harga perolehan yang

Beberapa rencana kegiatan disesuaikan dengan jenis luaran pendampingan penyusunan perdes sebagai upaya penguatan kapasitas desa tangguh bencana sesuai dengan

Dari hasil penelitian ada beberapa hal yang disarankan, yaitu: (1) Bagian kayu dari berbagai kelas umur pohon (yang saat ini hanya merupakan limbah dari pemanenan kulit