• Tidak ada hasil yang ditemukan

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUWU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUWU"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

KABUPATEN LUWU 2013

Ukuran Buku : 21 cm x 15 cm Jumlah Halaman : xii + 114 Halaman

Naskah : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Penyunting : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Gambar Kulit : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Diterbitkan Oleh : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Luwu

Dicetak Oleh :

Catatan:

(5)

Salah satu kontrol terhadap pembangunan daerah adalah mengukur tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan indikator kepedulian pemerintah terhadap pembangunan sumber daya manusia.

Terbitnya publikasi statistik “INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013” diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam merumuskan kebijakan strategis pengembangan sumber daya manusia. Selain itu, publikasi ini diharapkan pula dapat memberikan gambaran umum kinerja pembangunan di Kabupaten Luwu.

Dukungan dari berbagai pihak dalam penyusunan buku ini merupakan partisipasi positif dalam terwujudnya pembangunan di Kabupaten Luwu. Untuk itu diucapkan terima kasih dan diharapkan untuk lebih ditingkatkan lagi di masa mendatang.

Belopa, Juli 2013 BUPATI LUWU,

ttd

(6)

Publikasi “INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013” merupakan publikasi statistik yang diterbitkan oleh BPS Kabupaten Luwu bekerja sama dengan BAPPEDA Kabupaten Luwu yang memuat data mengenai indikator-indikator pembangunan manusia di Kabupaten Luwu.

Dengan terbitnya buku ini, diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu penunjang pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Luwu, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi kebijakan pembangunan, terutama yang berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup manusia di Kabupaten Luwu.

Akhirnya, kepada semua pihak yang telah mendukung terbitnya publikasi ini diucapkan banyak terima kasih. Saran dan kritik yang membangun tetap diharapkan untuk penyempurnaan publikasi ini di tahun yang akan datang. Semoga buku ini dapat digunakan oleh semua kalangan yang berkepentingan dan bermanfaat bagi kita semua.

Belopa, Juli 2013

KEPALA BAPPEDA KABUPATEN LUWU, ttd

Drs. ANDI MUSAKKIR, M. M. NIP. 19581231 198303 1 204

(7)

Publikasi “INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013” ini merupakan publikasi statistik tahunan yang diterbitkan BPS Kabupaten Luwu dan bekerja sama dengan BAPPEDA Kabupaten Luwu yang memberikan gambaran menyeluruh mengenai tingkat kesejahteraan rakyat dan indikator yang berfungsi sebagai ukuran pencapaian keberhasilan pembangunan daerah. Berhasilnya penerbitan publikasi ini karena dukungan serta kerja sama yang baik dari semua pihak yang turut membantu.

Menyadari hal tersebut, maka melalui kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada seluruh pimpinan Dinas/Badan/Instansi terkait serta lembaga pemerintah dan swasta lainnya atas bantuan dan peran sertanya dalam penerbitan publikasi ini. Diharapkan, kerja sama yang baik ini dapat lebih ditingkatkan pada masa yang akan datang guna memenuhi keperluan data yang makin esensial bagi pembangunan dalam rangka penerapan otonomisasi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.

Akhir kata, untuk perbaikan di masa yang akan datang, saran dan kritik dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga buku ini dapat digunakan oleh seluruh kalangan dan bemanfaat adanya.

Belopa, Juli 2013

KEPALA BPS KABUPATEN LUWU, ttd

(8)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN KATALOG PUBLIKASI ...ii

SAMBUTAN BUPATI LUWU ...iii

SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA KABUPATEN LUWU ...iv

PENGANTAR KEPALA BPS KABUPATEN LUWU ...v

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR ...x

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...3

1.2 Tujuan dan Manfaat ...4

1.3 Ruang Lingkup ...5

1.4 Sistematika Penulisan ...6

BAB II METODOLOGI ...9

2.1 Konsep dan Defenisi ...11

2.2 Sumber Data dan Pengumpulan Data ...16

2.3 Metode Pengolahan Data ...17

2.4 Metode Penghitungan ...17

2.5 Metode Analisis ...23

BAB III TINJAUAN UMUM ...25

3.1 Gambaran Umum Wilayah ...27

3.2 Gambaran Umum Kependudukan ...33

(9)

4.1 Komponen Pembentuk IPM Kabupaten Luwu ...45

4.2 IPM Kabupaten Luwu Secara Umum ...53

4.3 Perbandingan IPM Kabupaten/Kota di Daerah Luwu Raya, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Nasional ...55

BAB V KESEHATAN ...57

5.1 Angka Harapan Hidup ...59

5.2 Pemerataan Pelayanan Kesehatan ...62

5.3 Status Kesehatan Masyarakat ...65

5.4 Peningkatan Peran Serta Masyarakat ...68

BAB VI PENDIDIKAN ...71

6.1 Sarana dan Prasarana Pendidikan ...73

6.2 Angka Melek Huruf ...75

6.3 Rata-Rata Lama Sekolah ...76

6.4 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan ...78

6.5 Angka Partisipasi Sekolah ...80

BAB VII KETENAGAKERJAAN ...83

7.1 Angkatan Kerja ...85

7.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ...87

7.3 Tingkat Pengangguran Terbuka ...88

BAB VIII PERUMAHAN ...91

8.1 Kondisi Fisik Tempat Tinggal ...93

8.2 Fasilitas Tempat Tinggal ...95

BAB IX PENUTUP ...99

9.1 Kesimpulan ...101

(10)

Tabel 1. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM yang

Digunakan Dalam Penghitungan ... 19 Tabel 2. Jenjang Pendidikan dan Skor yang Digunakan untuk

Menghitung Rata-Rata Lama Sekolah (MYS) ... 22 Tabel 3. Jarak Dari Ibu Kota Kabupaten ke Ibu Kota Kecamatan di

Kabupaten Luwu, 2012 ... 31 Tabel 4. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Luwu,

2008 – 2012 ... 36 Tabel 5. Struktur Ekonomi (Persentase Kontribusi PDRB ADH Berlaku

per Sektor Ekonomi) Kabupaten Luwu, 2008 – 2012 (Persen) 40 Tabel 6. PDRB Perkapita Penduduk Kabupaten Luwu, 2008 – 2012 ... 41 Tabel 7. Perbandingan IPM Kabupaten/Kota di Daerah Luwu Raya,

2011 – 2012 ... 55 Tabel 8. Persentase Balita Menurut Penolong Persalinan Terakhir di

Kabupaten Luwu, 2010 – 2012 (Persen) ... 61 Tabel 9. Statistik Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Luwu,

2010 – 2012 ... 63 Tabel 10. Persentase Penduduk yang Mengalami Keluhan Menurut

Jenis Kelamin di Kabupaten Luwu, 2010 – 2012 (Persen) ... 65 Tabel 11. Persentase Penduduk yang Menderita Sakit Menurut Jenis

Kelamin dan Jumlah Hari Sakit di Kabupaten Luwu,

2012 (Persen) ... 67 Tabel 12. Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Jenjang

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kabupaten Luwu,

2009 – 2012 (Persen) ... 79 Tabel 13. Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Jenjang

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin

di Kabupaten Luwu, 2012 (Persen) ... 80 Tabel 14. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Usia Sekolah

(11)

2008 – 2012 ... 87 Tabel 16. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut

Kegiatan Utama Selama Seminggu yang Lalu di Kabupaten

Luwu, 2008 – 2012 (Persen) ... 88 Tabel 17. Persentase Rumah Tangga Menurut Kualitas Rumah yang

Ditempati dan Luas Lantainya di Kabupaten Luwu,

2009 – 2012 (Persen)... 95 Tabel 18. Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum,

Penggunaan Kakus, dan Jarak ke Penampungan Terakhir

(12)

Gambar 1. Peta Administratif Kabupaten Luwu ... 28 Gambar 2. Persentase Ketinggian Daerah di Kabupaten Luwu, 2012 ... 32 Gambar 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten

Luwu, 2008 – 2012 ... 34 Gambar 4. Struktur Ekonomi Kabupaten Luwu, 2012 (Persen) ... 38 Gambar 5. Angka Harapan Hidup (e0) Kabupaten Luwu, Provinsi

Sulawesi Selatan, dan Nasional, 2008 – 2012 (Tahun) ... 47 Gambar 6. Indeks Kesehatan Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi

Selatan Selatan, dan Nasional, 2008 – 2012 ... 48 Gambar 7. Angka Melek Huruf (AMH) Kabupaten Luwu, Provinsi

Sulawesi Selatan Selatan, dan Nasional, 2008 – 2012

(Persen) ... 49 Gambar 8. Rata-Rata Lama Sekolah (MYS) Kabupaten Luwu, Provinsi

Sulawesi Selatan Selatan, dan Nasional, 2008 – 2012

(Tahun) ... 50 Gambar 9. Indeks Pendidikan Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi

Selatan Selatan, dan Nasional, 2008 – 2012 ... 51 Gambar 10. Kemampuan Daya Beli (PPP) Kabupaten Luwu, Provinsi

Sulawesi Selatan Selatan, dan Nasional, 2008 – 2012 (Ribu

Rupiah) ... 52 Gambar 11. Indeks Kemampuan Daya Beli Kabupaten Luwu, Provinsi

Sulawesi Selatan Selatan, dan Nasional, 2008 – 2012 ... 53 Gambar 12. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Luwu,

2008 – 2012 ... 54 Gambar 13. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Luwu,

Provinsi Sulawesi Selatan, dan Nasional, 2008 – 2012 ... 56 Gambar 14. Angka Harapan Hidup (e0) Kabupaten Luwu, 2008 – 2012

(13)

Keluhan Menurut Ada Tidaknya Gangguan Kesehatan

dan Jenis Kelamin di Kabupaten Luwu, 2012 (Persen) ... 66 Gambar 16. Angka Melek Huruf (AMH) Kabupaten Luwu, 2008 – 2012

(Persen) ... 76 Gambar 17. Rata-Rata Lama Sekolah (MYS) Kabupaten Luwu,

2008 – 2012 (Tahun) ... 77 Gambar 18. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Luwu,

(14)
(15)

BAB I

PENDAHULUAN

(16)

dibutuhkan adalah Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) kabupaten/kota yang merupakan

pendekatan terhadap perkembangan

pembangunan manusia yang mencakup aspek

kesehatan, aspek pendidikan, dan aspek

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Belakangan ini, perhatian global disamping terfokus pada isu-isu pertumbuhan ekonomi dan perlunya dilaksanakan reformasi ekonomi, juga perlunya memperhatikan dimensi manusia dalam pembangunan. Hal terakhir muncul sebagai salah satu isu sehubungan dengan tujuan pembangunan yang dinilai kurang berorientasi pada manusia dan hak-hak azasinya. Hal ini dilihat dari berkembangnya pemikiran tentang pembangunan (paradigma) di dunia. Pada dekade 60-an, pembangunan berorientasi pada peningkatan produksi(production centered development) dan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Pertumbuhan ekonomi bukanlah akhir dari tujuan pembangunan, tetapi hanya sebagai alat/cara untuk mencapai tujuan yang lebih esensial yaitu human security. Dalam kerangka pemikiran ini manusia bukan sebagai faktor variabel, tetapi hanya sebagai faktor produksi. Kemudian pada dekade 70-an paradigma pembangunan bergeser dengan lebih menekankan pada distribusi hasil-hasil pembangunan (distribution growth development). Selanjutnya, muncul paradigma pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar (basic need development) pada dekade 80-an, dan memasuki era tahun 90-an paradigma pembangunan terpusat pada aspek manusia(human centered development).

(18)

pengukuran hasil-hasil pembangunan yang ada. Kita jumpai berbagai macam program pemerintah yang hanya berbau slogan belaka, menunjukkan betapa perencanaan tidak didasarkan atas pertimbangan “dapatkah program itu diukur keberhasilannya”. Kebutuhan untuk melihat fenomena atau masalah dalam perspektif waktu dan tempat sering menuntut adanya ukuran baku. Upaya untuk mengangkat manusia sebagai tujuan utama pembangunan, sebenarnya telah muncul dengan lahirnya konsep “basic need development”. Paradigma ini mengukur keberhasilan pembangunan dengan menggunakan Indeks Mutu Hidup (Physical Quality of Life Index), yang memiliki tiga parameter yaitu angka kematian bayi, angka harapan hidup waktu lahir, dan tingkat melek huruf. Kemudian dengan muncul dan berkembangnya paradigma baru pembangunan manusia, sejak tahun 1990 UNDP menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) sebagai indikator untuk mengukur keberhasilan dalam upaya mengukur pembangunan kualitas hidup manusia (masyarakat atau penduduk). Sejalan dengan itu, perlu dilakukan pengukuran kinerja pembangunan kualitas hidup manusia (masyarakat atau penduduk) untuk melihat kinerja pembangunan di Kabupaten Luwu.

1.2 TUJUAN DAN MANFAAT

Publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Luwu Tahun 2013 disusun dalam kerangka untuk menempatkan dimensi manusia sebagai titik sentral dalam pembangunan, dengan bercirikan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sehingga diharapkan daerah mempunyai indikator yang berfungsi sebagai ukuran pencapaian pembangunan, terutama yang terkait erat dengan upaya-upaya peningkatan kualitas hidup manusia. Disamping itu,

(19)

IPM berfungsi sebagai input dalam penyusunan Pola Dasar (POLDAS) dan Rencana Pembangunan Lima Tahun Daerah (REPELITADA), agar jiwa pembangunan pada era reformasi ini terimplementasi dalam dokumen perencanaan dan untuk penajaman prioritas pembangunan.

Penggunaan salah satu indikator komposit (Indeks Pembangunan Manusia) dalam tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum kinerja pembangunan Kabupaten Luwu, khususnya dalam hal evaluasi proses pembangunan SDM selama tahun 2011 – 2012. IPM juga menjelaskan tentang bagaimana manusia mempunyai kesempatan untuk mengakses hasil dari suatu proses pembangunan, sebagai bagian dari haknya seperti dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya.

Adapun manfaat atau kegunaan data IPM adalah sebagai berikut:  Mengetahui perkembangan hasil pembangunan SDM dalam berbagai

aspek kehidupan.

 Mengetahui capaian progam-progam pemerintah yang berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

 Mendapatkanfeedback atas usaha pembangunan yang telah dilakukan.  Sebagai variabel pendukung penyusunan Dana Alokasi Umum (DAU).  Mengukur keterkaitan dengan proses pembangunan dibidang lainnya

(sosial, ekonomi, politik, dan lain sebagainya). 1.3 RUANG LINGKUP

(20)

penghitungan IPM adalah angka harapan hidup pada saat lahir (e0), angka melek huruf (AMH), rata-rata lama sekolah (MYS), dan pengeluaran perkapita riil yang disesuaikan (PPP).

Publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Luwu 2013 ini terfokus pada wilayah Kabupaten Luwu untuk tahun 2012. Namun, untuk melihat perbandingan series di tahun-tahun sebelumnya, maka dilakukan analisis perbandingan IPM Kabupaten Luwu tahun 2012 dengan tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, untuk melihat keterbandingan dengan daerah lain, juga dilakukan analisis keterbandingan untuk melihat posisi IPM Kabupaten Luwu di antara kabupaten/kota lainnya, baik dalam satu regional daerah Luwu Raya, Provinsi Sulawesi Selatan, maupun skala nasional.

1.4 SISTEMATIKA PENULISAN

Publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Luwu 2013 disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

1. Bab I – Pendahuluan

Menguraikan latar belakang, tujuan dan manfaat, ruang lingkup, dan sistematika penulisan.

2. Bab II – Metodologi

Membahas tentang metodologi, yang meliputi pengertian, konsep, metode yang digunakan, penjelasan IPM dan komponennya, cara penghitungan indeks masing-masing komponen, dan sumber data yang digunakan. 3. Bab III – Tinjauan Umum

Membahas mengenai gambaran umum Kabupaten Luwu yang diuraikan atas letak geografis, komposisi kependudukan, dan ekonomi (PDRB).

(21)

4. Bab IV – Posisi Pembanguan Manusia

Membahas mengenai posisi pembangunan manusia yang meliputi Indeks Kesehatan, Indeks Pendidikan, Indeks Paritas Daya Beli, dan IPM.

5. Bab V – Kesehatan

Membahas masalah kesehatan yang meliputi Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup, pelayanan kesehatan, status gizi, status kesehatan masyarakat, dan peningkatan peran serta masyarakat.

6. Bab VI – Pendidikan

Membahas mengenai pendidikan yang meliputi sarana dan prasarana pendidikan, tingkat pendidikan yang ditamatkan, serta partisipasi sekolah. 7. Bab VII – Ketenagakerjaan

Membahas mengenai ketenagakerjaan yang meliputi angkatan kerja, lapangan pekerjaan utama, sektor informal, dan angka pengangguran. 8. Bab VIII – Perumahan

Membahas mengenai perumahan yang meliputi kondisi fisik tempat tinggal dan fasilitas tempat tinggal.

9. Bab IX – Penutup

(22)
(23)

BAB II

METODOLOGI

(24)

pencapaian upaya pembangunan manusia

suatu wilayah secara keseluruhan dan

bersifat agregatif.”

(25)

BAB II

METODOLOGI

2.1 KONSEP DAN DEFINISI

Kebutuhan untuk melihat fenomena atau masalah sering menuntut adanya ukuran baku dengan menyusun indeks agregat yang memungkinkan diturunkannya satu angka yang merangkum berbagai dimensi masalah yang sedang menjadi topik bahasan. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh upaya pemberdayaan yang telah dicapai masyarakat secara cepat adalah indikator komposit. Beberapa indikator komposit yang telah dikembangkan dan direkomendasi oleh UNDP (United Nation Development Programme) adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Jender (IPJ), Indeks Pemberdayaan Jender (IDJ), dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM). Indikator tersebut digunakan dalam perspektif yang berbeda, dan dalam penyajian laporan ini secara khusus hanya menyajikan IPM.

IPM digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian upaya pembangunan manusia secara keseluruhan dan bersifat agregatif. Meskipun demikian ukuran komposit ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran bagi para perencana pembangunan di daerah tentang kualitas pembangunan manusia yang telah dicapai selama ini. Secara umum, langkah yang ditempuh dalam menghadapi pengembangan tolak ukur fenomena yang sifatnya kuantitatif, selalu di mulai dengan memahami konsep dan definisi dan

(26)

konsep dan definisi dari beberapa indikator yang digunakan serta sumber data yang dibutuhkan dalam penyusunan buku ini.

UNDP mendefinisikan pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Dalam konsep tersebut penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir (the ultimated end) sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana (principal means) untuk mencapai tujuan itu. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, empat hal pokok yang perlu diperhatikan adalah produktivitas, pemerataan, kesinambungan, pemberdayaan (UNDP, 1995). Secara ringkas empat hal pokok tersebut mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut:

i. Produktivitas

Penduduk harus dimampukan untuk meningkatkan produktivitas dan berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan nafkah. Pembangunan ekonomi, dengan demikian merupakan himpunan bagian dari model pembangunan manusia.

ii. Pemerataan

Penduduk harus memiliki kesempatan/peluang yang sama untuk mendapatkan akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan social. Semua hambatan yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses tersebut harus dihapus, sehingga mereka dapat mengambil menfaat dari kesempatan yang ada dan berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang dapat meningkatkan kualitas hidup. iii. Kesinambungan

Akses terhadap sumber daya ekonomi dan social harus dipastikan tidak hanya untuk generasi-generasi yang aka datang. Semua sumber daya fisik, manusia, dan lingkungan selalu diperbaharui.

(27)

iv. Pemberdayaan

Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang akan menentukan (bentuk/arah) kehidupan mereka, serta untuk berpartisipasi dan mengambil manfaat dari proses pembangunan.

Sebenarnya, paradigma pembangunan manusia tidak berhenti sampai di situ saja. Pilihan-pilihan tambahan yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat luas seperti kebebasan politik, ekonomi dan sosial, sampao kesempatan untuk menjadi kreatif dan produktif, dan menikmati kehidupa yang sesuai dengan harkat pribadi dan jasmani hak-hak azasi manusia merupakan bagian dari paradigm tersebut. Dengan demikian, paradigma pembangunan manusia memiliki dua sisi. Sisi pertama berupa informasi kapabilitas manusia seperti perbaikan taraf kesehatan, pendidikan dan keterampilan. Sisi lainnya adalah pemanfaatan kapabilitas mereka untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif, kultural, sosial, dan politik. Jika kedua sisi itu didak seimbang maka hasilnya adalah frustasi masyarakat.

Konsep pembangunan manusia dalam pengertian di atas jauh lebih baik dari pada teori-teori pembangunan ekonomi yang konvensional termasuk model pertumbuhan ekonomi, pembangunan sumber daya manusia (SDM), pendekatan kesejateraan dan pendekatan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Model pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan produksi nasional (GNP). Pembangunan manusia teruatama sebagai input dari proses produksi (sebagai suatu sarana bukan tujuan). Pendekatan kesejahteraan melihat manusia sebagai agen perubahan dalam

(28)

Untuk dapat membuat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) maka UNDP mensponsoru sebuah proyek tahun 1989 yang dilaksanakan oleh tim ekonomi dan pembangunan. Tim tersebut menciptakan kemampuan dasar. Kemampuan dasar itu adalah umur panjang, pengetahuan dan daya beli. Umur panjang yang dikuantifikasikan dalam umur harapan hidup saat lahir atau sering disebut Angka Harapan Hidup (e0). Pengetahuan dikuantifikasikan

dalam kemampuan baca tulis/ angka melek huruf dan rata-rata lama bersekolah. Daya beli dikuantifikasikan terhadap kemampuan mengakses sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup yang layak.

Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali), dan tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup yang layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu.

Karena hanya mencakup tiga komponen, maka IPM harus dilihat sebagai penyederhanaan dari realitas yang kompleks dari luasnya dimensi pembangunan manusia. Oleh karena itu, pesan dasar IPM perlu dilengkapi dengan kajian dan analisis yang dapat mengungkapkan dimensi-dimensi pembangunan manusia yang penting lainnya (yang tidak seluruhnya dapat diukur) seperti kebebasan politik, kesinambungan lingkungan, dan kemerataan antar generasi.

Indeks Pembangunan Manusia merupakan alat ukur yang peka untuk dapat memberikan gambaran perubahan yang terjadi, terutama pada

(29)

komponen daya beli yang dalam kasus Indonesia sudah sangat merosot akibat krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997. Krisis ekonomi dan moneter tersebut berdampak pada tingkat pendapatan yang akibatnya banyak PHK dan menurutnya kesempata kerja yang kemudian dipengaruhi tingkat inflasi yang tinggi selama tahun 1997 – 1998. Menurutnya tingkat kesempatan kerja dalam konteks pembangunan manusia merupakan terputusnya jembatan yang menghubungkan antara pertumbuhan ekonomi dengan upaya peningkatan kapasitas dasar penduduk.

Dampak dari krisis ekonomi pada pembangunan manusia adalah dengan menurunnya daya beli dan ini juga berarti terjadinya penundaan upaya peningkatan kapasitas fisik dan kapasitas intelektual penduduk. Penurunan beberapa komponen IPM sebagai akibat kepekaan IPM sebagai alat ukur yang dapat menangkap perubahan nyata yang dialami penduduk dalam jangka pendek.

Pembangunan nasional Indonesia sesungguhnya menurut GBHN yang kemudian dijabarkan ke dalam Repelita adalah pembangunan yang menganut konsep pembangunan manusia. Konsep pembangunan manusia seutuhnya merupakan konsep yang menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk baik secara fisik, mental maupun dilakukan menitikberatkan pada pembangunan sumber daya manusia secara fisik dan mental mengandung makna peningkatan kapasitas dasar penduduk yang kemudian akan memperbesar kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang berkelanjutan.

(30)

satu prinsip pembangunan manusia. Melalui strategi delapan jalur pemerataan, kebijakan pembangunan mengarah pada pemihakan terhadap kelompok penduduk yang tertinggal. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas fisik dan mental penduduk dilakukan pemerintah melalui pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan dasar. Di sektor ekonomi, azas pemerataan yang diimplementasikan antara lain adalah dengan memberikan pengaruh yang sangat besar oleh karena sektor pertanian menyerap tenaga kerja terbanyak. Juga upaya pemberdayaan dilakkukan usaha bagi penduduk miskin melalui program Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan Program Kukesra serta Takesra.

Pembangunan di bidang sosial yang sangat mengesankan adalah upaya pengendalian jumlah penduduk melalui program keluarga berencana. Upaya ini secara nyata telah berhasil menurunkan angka kelahiran hingga setengahnya yang kemudian berpengaruh pada pengurangan laju pertambahan penduduk dalam konteks Indonesia, sesungguhnya merupakan upaya yang mempercepat terjadinya peningkatan kualitas hidup, oleh karena bagian terbesar penduduk Indonesia ditinjau dari berbagai indikator sosial berada pada tingkatan kualitas yang masih rendah.

2.2 SUMBER DATA DAN PENGUMPULAN DATA

Pengukuran keberhasilan pembangunan suatu daerah yang disajikan dalam tulisan ini menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2008 (Susenas 2008), Susenas 2009, Susenas 2010, Susenas 2011, dan Susenas 2012. Selain data survei tersebut sebagai pembanding juga disajikan data Sensus Penduduk 2010 (SP2010) dan angka proyeksinya. Yang diungkap dalam penyajian laporan ini sebagai indikator atau basis data adalah data

(31)

yang dihasilkan dari kor Susenas 2008, 2009, 2010, 2011, dan 2012 atau data dari instansi pemerintah terutama yang berkaitan dengan indikator pendukung, seperti indikator kependudukan, indikator kesehatan, indikator pendidikan, indikator ketenagakerjaan, dan indikator perumahan.

2.3 METODE PENGOLAHAN DATA

Setelah tahap pengumpulan data selesai, tahap berikutnya adalah pengolahan data. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer dan software yang meliputi tahapan:

- pemeriksaan data;

- editing dan coding (penyuntingan data dan pengkodean); - entry data (perekaman data); dan

- validasi dan tabulasi data. 2.4 METODE PENGHITUNGAN

IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari Indeks Kesehatan (Harapan Hidup e0), Indeks Pendidikan

(Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah), dan Indeks Standar Hidup Layak (Indeks Paritas Daya Beli), yang dirumuskan sebagai berikut:

Dimana,

(32)

X(2) = Indeks Pendidikan

= 2/3 (Indeks Melek Huruf) + 1/3 (Indeks Rata-Rata Lama Sekolah) X(3) = Indeks Standar Hidup Layak

Nilai indeks hasil hitungan masing-masing komponen tersebut adalah antara 0 (keadaan terburuk) dan 1 (keadaan terbaik). Dalam penulisan ini, indeks tersebut dinyatakan dalam angka ratusan (dikalikan 100) untuk mempermudahkan penafsiran, seperti yang disarankan oleh BPS dan UNDP tahun 1996.

Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan antara selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan nilai minimum indikator yang bersangkutan. Rumusnya adalah sebagai berikut:

Dimana,

X(i) = Indikator ke-i, dengan i = 1, 2, dan 3 X(i) maks = Nilai Maksimum X(i)

X(i) min = Nilai Minimum X(i)

X(i) – X(i) min Indeks X(i) =

(33)

Tabel 1. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM yang Digunakan Dalam Penghitungan Indikator Komponen IPM [=X(i)] Nilai Catatan Maksimum Minimum (1) (2) (3) (4)

Angka Harapan Hidup 85 25 Sesuai StandarGlobal (UNDP)

Angka Melek Huruf 100 0 Sesuai StandarGlobal (UNDP)

Rata-Rata Lama Sekolah 15 0 Sesuai StandarGlobal (UNDP) Konsumsi Perkapita yang Disesuaikan (Pendekatan Terhadap Daya Beli) 732.720 300.000 (1996) UNDP Menggunakan PDB Perkapita Riil yang Disesuaikan 360.000 (1999)

Sumber : Indonesia Human Development Report 2001 – Towards a New Consensus (Democrasy and Human Development in Indonesia) – BPS, BAPPENAS, UNDP

Seperti dalam rekomendasi UNDP, meskipun telah muncul berbagai kritik dan masukan berkaitan dengan rumusan indikator variabel IPM, hingga saat ini masih digunakan ketiga komponen diatas, yaitu komponen kesehatan (longevity) yang diwakili dengan usia harapan hidup (life expectancy at age 0; e0), komponen pengetahuan atau kecerdasan diwakili oleh dua buah indikator

yaitu angka melek huruf(literacy rate; Lit) dan rata-rata lama sekolah (mean years of schooling; MYS), dan komponen hidup layak (decent living) atau kemakmuran yang diwakili oleh paritas daya beli (purchasing power parity; PPP). Berhubung data PPP sulit diperoleh, maka terkadang sering digunakan PDRB riil perkapita.

(34)

a. Angka Harapan Hidup (e0)

Seperti yang telah disebutkan dalam BPS-UND, bahwa sebenarnya agak sedikit berlebihan mengatakan variabel e0 dapat mencerminkan lama

hidup sekaligus hidup sehat, mengingat angka morbiditas tampaknya lebih valid dalam mengukur hidup sehat. Meskipun demikian, karena keterbatasan data dan hanya sedikit negara yang memiliki data morbiditas yang dapat dipercaya maka variabel tersebut tidak digunakan untuk tujuan perbandingan. Penggunaan angka harapan hidup didasarkan atas pertimbangan bahwa angka ini merupakan resultante dari berbagai indikator kesehatan. AHH merupakan cerminan dari ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, sanitasi lingkungan, pengetahuan ibu tentang kesehatan, gaya hidup masyarakat, pemenuhan gizi ibu dan bayi, dan lain-lain. Oleh karena itu, AHH untuk sementara bisa mewakili indikator lama hidup.

b. Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah

Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah dihitung berdasarkan data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) yang dilakukan BPS di tiap tahunnya, dalam tulisan ini menggunakan penduduk 15 tahun ke atas. Indikator angka melek huruf diperoleh dari variabel kemampuan membaca dan menulis baik huruf latin maupun huruf lainnya.

Penghitungan indikator rata-rata lama sekolah dilakukan dengan cara penghitungan tidak langsung. Langkah pertama adalah memberikan bobot variabel ijazah atau STTB tertinggi yang dimiliki sebagaimana disajikan

(35)

pada Tabel 2. Langkah selanjutnya adalah menghitung rata-rata tertimbang dari variabel tersebut sesuai bobotnya. Secara sederhana, prosedur penghitungan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana,

MYS = Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun) i = Jenjang Pendidikan (1, 2, 3, …, 10)

fi = Frekuensi Penduduk yang Berumur 15 Tahun ke Atas untuk Jenjang Pendidikan ke-i.

Si = Skor Masing-Masing Jenjang Pendidikan ke-i. LSi = 0 (Bila Tidak/Belum Pernah Sekolah) LSi = Si (Bila Tamat)

LSi = Si + Kelas yang Diduduki – 1

(Bila Masih Bersekolah dan Pernah Tamat) LSi = Kelas yang Diduduki – 1

(36)

Tabel 2. Jenjang Pendidikan dan Skor yang Digunakan untuk Menghitung Rata-Rata Lama Sekolah (MYS)

Jenjang Pendidikan Skor

(1) (2) Tidak Punya 0 SD/MI/Sederajat 6 SLTP/MTs/Sederajat/Kejuruan 9 SMU/MA/Sederajat/Kejuruan 12 Diploma I/II 14

Diploma III/Sarjana Muda 15

Diploma IV/S1 16

S2 18

S3 21

Sumber : Badan Pusat Statistik Republik Indonesia

c. Purchasing Power Parity (PPP)

Komponen standar hidup layak atau dikenal juga sebagaiPurchasing Power Parity (PPP) yang digunakan dalam laporan ini adalah PDRB riil perkapita yang telah disesuaikan(adjusted real GRDP percapita), seperti juga yang digunakan oleh UNDP. Berbeda dengan laporan IPM 1996 yang telah menggunakan komponen yang lebih baik yaitu dengan menggunakan konsumsi riil perkapita dari hasil SUSENAS Modul Konsumsi yang disesuaikan dengan indeks PPP. Dengan menggunakan PDRB riil perkapita ini berarti mengasumsikan bahwa hasil dari PDRB daerah dapat dinikmati oleh sebagian besar penduduk wilayah ini.

(37)

Rumus Atkinson yang digunakan untuk penyesuaian rata-rata konsumsi riil, yang dianggap kemampuan daya beli (U), secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:

U(y) = y’ jika y = y’

= y’ + 2(y-y’)(1/2) jika y’ < y-2y’

= y’+ 2(y-y’)(1/2)+ 3(y-2y’)(1/3) jika 2y’ < y-3y’ = y’ + 2(y-y’)(1/2)+ 3(y-2y’)(1/3)+ 4(y-3y’)(1/4) jika 3y’ < y-4y’ dan seterusnya

Dimana,

y = PDRB Riil Perkapita

y’ =Threshold atau Tingkat Pendapatan Tertentu yang Digunakan Sebagai Batas Kecukupan (Garis Kemiskinan) yang Dalam Laporan Ini Nilai y Ditetapkan Sebesar Rp. 540.378,00 Perkapita Setahun

2.5 METODE ANALISIS

Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode analisis deskriptif. Analisis deskriptif merupakan analisis kuantitatif yang digunakan untuk mempermudah analisis tabel-tabel dan grafik secara sederhana sehingga didapatkan gambaran mengenai perkembangan dari obyek penelitian. Dalam publikasi ini, analisis tersebut digunakan untuk menginterpretasikan angka IPM Kabupaten Luwu tahun 2012 jika

(38)

kabupaten/kota lainnya di regional daerah Luwu Raya, Provinsi Sulawesi Selatan, dan skala nasional.

(39)

BAB III

TINJAUAN UMUM

(40)

Luwu tahun 2011 – 2012 sebesar 0,83

persen, dengan jumlah penduduk pada

tahun 2012 sebesar 338.609 jiwa dan

jumlah penduduk tahun 2011 sebesar

335.828 jiwa.”

(41)

BAB III

TINJAUAN UMUM

3.1 GAMBARAN UMUM WILAYAH

Awalnya, Kabupaten Luwu adalah sebuah kabupaten besar di Provinsi Sulawesi Selatan yang kemudian mekar menjadi empat wilayah strategis. Bermula dari pemekaran yang menjadikan Kabupaten Luwu Utara dengan ibu kota kabupatennya Kecamatan Massamba dan Kabupaten Luwu itu sendiri dengan ibu kota kecamatannya masih tetap di Palopo. Kemudian Kabupaten Luwu Utara memekarkan sebuah kabupaten baru yaitu Kabupaten Luwu Timur dengan ibu kota kabupatennya bertempat di Kecamatan Malili, dan di saat yang hampir bersamaan Kabupaten Luwu juga memekarkan Kota Palopo menjadi pemerintahan otonomi Kota Palopo.

Pasca pemekaran Kabupaten Luwu dan Kota Palopo atas dasar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2003, pusat pemerintahan dipindahkan dari Kota Palopo ke Kecamatan Belopa sejak tahun 2006, seiring ditetapkannya Kecamatan Belopa sebagai ibu kota Kabupaten Luwu berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2005, dan diresmikan menjadi ibu kota sejak 13 Februari 2006. Periode 2004 – 2009, Kabupaten Luwu dipimpin oleh Bupati H. M. Basmin Mattayang. Kemudian dilakukan pemilihan kepala daerah langsung untuk pertama kalinya dan terpilih Ir. H. Andi Mudzakkar sebagai bupati terpilih periode 2009 – 2014.

(42)

Gambar 1.

Peta Administratif Kabupaten Luwu

Secara geografis, Kabupaten Luwu terletak pada koordinat antara 2°3’45” sampai 3°37’30” LS dan 119°15” sampai 121°43’11” BB, dengan batas administratif sebagai berikut:

(43)

- Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Luwu Utara dan Kabupaten Tana Toraja;

- Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidenreng Rappang dan Kabupaten Wajo;

- Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Enrekang; dan

- Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Bone dan Provinsi Sulawesi Tenggara.

Dilihat dari letak geografis, Kabupaten Luwu terbilang cukup strategis dikarenakan bersebelahan dengan Kota Palopo yang terletak di jalur Trans Sulawesi, yang menghubungkan daerah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Pelabuhan Tanjung Ringit yang berada di Kota Palopo turut menjadikan Kabupaten Luwu sebagai salah satu dari kabupaten/kota lainnya di daerah Luwu Raya sebagai pintu gerbang utama Sulawesi Selatan bagian utara, dimana pelabuhan ini merupakan salah satu pintu penghubung untuk mendistribusikan hasil pertanian Kabupaten Luwu ke luar daerah.

Wilayah Kabupaten Luwu bagian timur terbentang pantai yang panjangnya 100 km sarat dengan potensi usaha perikanan, dan sebelah barat terbentang pegunungan yang sangat berpotensi untuk agrowisata serta kandungan alamnya memiliki beberapa jenis bahan tambang.

Luas wilayah Kabupaten Luwu sekitar 3.000,25 km2, dengan jarak

tempuh dari Kota Makassar lebih dari 367 km, dan terdiri dari 21 kecamatan pada tahun 2012 yang dibagi habis menjadi 227 desa/kelurahan. Kecamatan

(44)

Kabupaten Luwu, menyusul kemudian Kecamatan Bassesangtempe dan Kecamatan Walenrang Utara dengan luas masing-masing sekitar 301,00 km2

dan 259,77 km2 atau 10,03 persen dan 8,66 persen. Sedangkan kecamatan

yang memiliki luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Belopa Utara dengan luas kurang lebih 34,73 km2atau hanya sekitar 1,16 persen.

Kecamatan Bassesangtempe dengan ibu kota kecamatannya adalah Lissaga merupakan kecamatan terjauh dari ibu kota Kabupaten Luwu dengan jarak sekitar 110 km, terjauh kedua adalah Kecamatan Walenrang Barat dengan jarak sekitar 89 km, dan ketiga adalah Kecamatan Walenrang Timur dengan jarak sekitar 88 km. Sementara itu, yang terdekat adalah Kecamatan Belopa Utara yang hanya sekitar 1 km, sedangkan kecamatan yang lain tercatat hanya sekitar 6 – 87 km.

(45)

Tabel 3. Jarak Dari Ibu Kota Kabupaten ke Ibu Kota Kecamatan di Kabupaten Luwu, 2012

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23)

LAROMPONGLarompong - 15 7 17 17 23 18 24 31 127 42 44 37 32 58 91 105 97 98 106 104

LAROMPONG SEL.Bonepute 15 - 22 32 32 38 33 39 46144 57 59 52 47 73 106 120 112 113 121 119

SULI Suli 7 22 - 10 10 16 17 17 24120 35 37 30 25 51 84 98 90 89 99 97 SULI BARAT Lindajang 17 32 10 - 20 26 27 27 34130 45 47 40 45 61 94108 10099 109 107

BELOPA Tampumia Radda 17 32 10 20 - 6 1 7 14110 25 30 20 25 41 74 88 80 79 89 87 KAMANRE Cilallang 23 38 16 26 6 - 7 13 20129 31 24 16 21 35 68 82 74 73 89 81

BELOPA UTARAPammanu 18 33 17 27 1 7 - 8 15111 26 31 21 26 42 75 89 81 80 90 88 BAJO Bajo 24 39 17 27 7 13 8 - 7 117 20 33 21 26 42 81 95 87 86 96 94 BAJO BARAT Bonelemo 31 46 24 34 14 20 15 7 - 124 27 40 28 33 49 88102 94 93103 101

BASSESANGTEMPELissaga 127 144 120 130 110 129 111 117 124 - 85 97 90 95 69 78 92 84 83 93 91 LATIMOJONGKadundung 42 57 35 45 25 31 26 20 27 85 - 47 40 45 61 84 98 10089 99107

BUPON Noling 44 59 37 47 30 24 31 33 40 97 47 - 12 17 33 61 75 67 66 76 74 PONRANG Paddang Sappa37 52 30 40 20 16 21 21 28 90 40 12 - 5 21 54 68 60 59 69 67

PONRANG SELATANPattedong 32 47 25 45 25 21 26 26 33 95 45 17 5 - 26 59 73 65 64 74 72 BUA Bua 58 73 51 61 41 35 42 42 49 69 61 33 21 26 - 33 47 39 38 48 46 WALENRANGBatusitanduk91 106 84 94 74 68 75 81 88 78 84 61 54 59 33 - 14 6 5 15 13

WALENRANG TIMURTabah 105 120 98108 88 82 89 95102 92 98 75 68 73 47 14 - 20 19 29 27 LAMASI Lamasi 97 112 90100 80 74 81 87 94 84100 67 60 65 39 6 20 - 11 21 7

WALENRANG UTARABosso 98 113 89 99 79 73 80 86 93 83 89 66 59 64 38 5 19 11 - 20 18

WALENRANG BARATIlan Batu 106 121 99109 89 89 90 96103 93 99 76 69 74 48 15 29 21 20 - 28

LAMASI TIMURTo'lemo 104 119 97107 87 81 88 94101 91107 74 67 72 46 13 27 7 18 28 -KECAMATAN IBU KOTA

KECAMATAN LA R O M P O N G LA R O M P O N G SE L. SU LI SU LI B A R A T B A JO B A R A T B A SS E SA N G T E M P E LA T IM O JO N G B U P O N B E LO P A K A M A N R E B EL O P A U T A R A B A JO LA M A SI T IM U R W A LE N R A N G T IM U R LA M A SI W A LE N R A N G U T A R A W A LE N R A N G B A R A T P O N R A N G P O N R A N G SE LA T A N B U A W A LE N R A N G

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Kabupaten Luwu Dalam Angka 2013)

Menurut ketinggian daerah, sebagian besar wilayah Kabupaten Luwu berada di ketinggian 100 m ke atas. Seperti terlihat pada Gambar 2 di bawah,

(46)

> 1.000 m 24% 500 - 1.000 m 18% 100 - 500 m 22% 25 - 100 m 17% 0 - 25 m 19%

luas wilayah yang berada di atas 100 m tercatat sekitar 63,99 persen, sisanya sekitar 36,01 persen wilayah berada pada ketinggian 0 – 100 m.

Gambar 2.

Persentase Ketinggian Daerah di Kabupaten Luwu, 2012

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Kabupaten Luwu Dalam Angka 2013)

Di Kabupaten Luwu tercatat 11 sungai yang cukup besar dan panjang, kesebelas sungai tersebut masing-masing adalah:

i. Sungai Lamasi melintasi Kecamatan Walenrang Barat, Kecamatan Walenrang, dan Kecamatan Lamasi;

ii. Sungai Makawa melintasi Kecamatan Lamasi Timur; iii. Sungai Bua melintasi Kecamatan Bua;

iv. Sungai Pareman (Noling) melintasi Kecamatan Bupon, Kecamatan Ponrang, Kecamatan Ponrang Selatan, dan Kecamatan Kamanre;

(47)

v. Sungai Bajo melintasi Kecamatan Bajo Barat, Kecamatan Bajo, dan Kecamatan Belopa;

vi. Sungai Suli melintasi Kecamatan Suli Barat dan Kecamatan Suli; vii. Sungai Larompong melintasi Kecamatan Larompong;

viii. Sungai Tembo'e melintasi Kecamatan Larompong Selatan; ix. Sungai Rante Belu melintasi Kecamatan Larompong;

x. Sungai Sampano melintasi Kecamatan Larompong Selatan; dan xi. Sungai Kandoa (Balambang) melintasi Kecamatan Bua.

Dari kesebelas sungai tersebut, yang terpanjang adalah Sungai Pareman (Noling) dengan panjang tercatat sekitar 73 km. Sepuluh sungai lainnya panjangnya tercatat sekitar 12 – 69 km.

3.2 GAMBARAN UMUM KEPENDUDUKAN

Jumlah penduduk Kabupaten Luwu tahun 2012 yang disajikan pada Gambar 3 di bawah ini merupakan angka hasil proyeksi Sensus Penduduk 2010 dan hasil olahan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2012. Jumlah penduduk Kabupaten Luwu tahun 2012 adalah sebesar 338.609 jiwa, terdiri dari 167.102 jiwa laki-laki dan 171.507 jiwa perempuan.

(48)

Gambar 3.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Luwu, 2008 – 2012

0 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 350.000 400.000

LAKI-LAKI PEREMPUAN TOTAL

LAKI-LAKI 158.970 162.101 164.314 165.968 167.102

PEREMPUAN 165.259 166.079 168.168 169.860 171.507

TOTAL 324.229 328.180 332.482 335.828 338.609

2008 2009 2010 2011 2012

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Kabupaten Luwu Dalam Angka 2013)

Laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2011 – 2012 mengalami peningkatan sebesar 0,83 persen, dengan jumlah penduduk pada tahun sebelumnya sebesar 335.828 jiwa terdiri dari 165.968 jiwa laki-laki dan 169.860 jiwa penduduk perempuan.

Jumlah penduduk yang terus bertambah setiap tahunnya yang tersebar di berbagai kecamatan di Kabupaten Luwu. Tahun 2012, jumlah penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Bua yaitu sebesar 9,31 persen dan jumlah penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Latimojong sekitar 1,64 persen penduduk. Sementara jika dilihat dari kepadatan penduduk per km2,

(49)

Kecamatan Lamasi merupakan daerah terpadat yaitu 491,42 penduduk per kilometer persegi (km2) dengan luas wilayah hanya 1,40 persen dari luas

Kabupaten Luwu, sementara yang paling rendah kepadatannya terdapat di Kecamatan Latimojong yaitu hanya 11,88 penduduk per kilometer persegi (km2) dengan luas wilayah 15,60 persen dari luas Kabupaten Luwu.

Rasio jenis kelamin Kabupaten Luwu di tahun 2012 berada di bawah angka 100, tercatat hanya sekitar 97. Ini berarti bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari pada jumlah penduduk laki-laki. Atau dengan kata lain, dari 100 penduduk perempuan terdapat 97 penduduk laki-laki. Kendati demikian jika dilihat dari kelompok umurnya penduduk umur 5 – 9 tahun memiliki rasio jenis kelamin tertinggi yaitu sebesar 108 yang berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk perempuan. Begitu pula jika diamati menurut kecamatan, di Kecamatan Suli Barat, Kecamatan Bassesangtempe, Kecamatan Latimojong, Kecamatan Walenrang Utara, dan Kecamatan Walenrang Barat keadaannya menjadi terbalik, dimana angka rasio jenis kelamin melebihi angka 100, yang berarti bahwa di kecamatan tersebut penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk perempuan.

Jumlah rumah tangga keadaan akhir tahun 2012 tercatat sebanyak 74.385 rumah tangga dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga sekitar 4 – 5 orang. Jumlah rumah tangga ini terbanyak di Kecamatan Bua yaitu sekitar 6.950 rumah tangga dan terkecil di Kecamatan Latimojong dengan jumlah rumah tangga hanya tercatat 1.523 rumah tangga.

(50)

3.3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN

Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari besarnya nilai PDRB (Atas Dasar Harga Konstan) yang berhasil diperoleh pada tahun tertentu dibandingkan dengan nilai PDRB tahun sebelumnya. Penggunaan angka atas dasar harga konstan ini dimaksudkan untuk menghindari pengaruh perubahan harga, perubahan yang diukur adalah perubahan produksi sehingga menggambarkan pertumbuhan riil ekonomi. Sejak tahun 1993, pertumbuhan ekonomi baik nasional maupun regional provinsi dan kabupaten/kota dihitung dengan menggunakan harga konstan 1993 sebagai tahun dasar. Akan tetapi sejak sekitar 7 tahun lalu, pertumbuhan ekonomi dihitung dengan menggunakan harga konstan tahun 2000. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang dihitung berdasarkan tahun dasar 1993 menjadi semakin tidak realistis, karena perubahan struktur ekonomi yang relatif cepat mengakibatkan pertumbuhan ekonomi berdasarkan tahun 1993 menjadi terlalu rendah.

Tabel 4. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Luwu, 2008 – 2012

Tahun

ADH Berlaku ADH Konstan 2000 PDRB (Juta Rupiah) Perkembangan Ekonomi (Persen) PDRB (Juta Rupiah) Pertumbuhan Ekonomi (Persen) (1) (2) (3) (4) (5) 2008 2.696.359,14 19,62 1.480.669,07 5,74 2009 3.195.646,47 18,52 1.581.663,42 6,82 2010 3.717.632,93 16,33 1.691.511,74 6,95 2011* 4.351.150,40 17,04 1.817.943,58 7,47 2012** 5.030.495,95 15,61 1.954.090,35 7,49

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Catatan :*Angka Sementara

(51)

Pada tabel di atas dapat dilihat angka PDRB, Perkembangan Ekonomi, dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Luwu selama tahun 2008 – 2012. Perkembangan Ekonomi menjelaskan tentang perkembangan perekonomian suatu daerah yang terlihat melalui besaran PDRB ADH Berlaku pada tahun tertentu dibandingkan dengan nilai tahun sebelumnya. Sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dapat dilihat dari besarnya nilai PDRB ADH Konstan 2000 pada tahun tertentu dibandingkan dengan nilai tahun sebelumnya, di mana penggunaan nilai harga atas dasar harga konstan ini dimaksudkan untuk menghindari pengaruh perubahan harga, sehingga perubahan yang diukur merupakan pertumbuhan riil ekonomi. Perlu diketahui bahwa dalam penulisan ini, sebenarnya istilah perkembangan dan pertumbuhan dimaksudkan untuk memudahkan dalam membedakan penafsiran pertumbuhan ekonomi riil (ADH Konstan 2000) dengan pertumbuhan non-riil (ADH Berlaku).

Pada tahun 2012, PDRB ADH Berlaku Kabupaten Luwu mencapai nilai 5.030.495,95 juta rupiah. Dibandingkan tahun 2011, angka PDRB ini meningkat cukup signifikan yaitu sekitar 679.345,55 juta rupiah atau naik sekitar 15,61 persen. Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2011, 2010, 2009, dan 2008. Selama kurun waktu tersebut, PDRB ADH Berlaku Kabupaten Luwu secara terus-menerus mengalami peningkatan. Jika pada tahun 2007 PDRB ADH Berlaku Kabupaten Luwu mencapai angka 2.254.158,20 juta rupiah, di tahun 2008 meningkat sekitar 19,62 persen menjadi 2.696.359,14 juta rupiah, dan di tahun 2009 kembali meningkat sekitar 18,52 persen menjadi 3.195.646,47 juta rupiah, begitu seterusnya hingga tahun 2012.

(52)

Pada tahun 2012, PDRB ADH Konstan 2000 Kabupaten Luwu mencapai 1.954.090,35 juta rupiah atau naik sekitar 136.146,77 juta rupiah, bertumbuh sekitar 7,49 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan tahun 2011 mencapai 1.817.943,58 juta rupiah atau naik sekitar 126.431,84 juta rupiah, bertumbuh 7,47 persen dibandingkan tahun 2010 yang nilainya mencapai 1.691.511,74 juta rupiah. Kenaikan juga terjadi pada tahun 2010, 2009, dan 2008.

Gambar 4.

Diagram Struktur Ekonomi Kabupaten Luwu, 2012* (Persen)

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Catatan :*Angka Sangat Sementara

(53)

Pada tahun 2012, kontribusi Sektor Pertanian dalam pembentukan nilai total PDRB ADH Berlaku Kabupaten Luwu adalah sebesar 49,71 persen, atau hampir separuhnya total PDRB ADH Berlaku Kabupaten Luwu berasal dari Sektor Pertanian. Besarnya kontribusi Sektor Pertanian erat kaitannya dengan peran Sub-Sektor Perkebunan, Sub-Sektor Perikanan, dan Sub-Sektor Tanaman Bahan Makanan.

Sektor lain yang cukup besar peranannya terhadap perekonomian Kabupaten Luwu pada tahun 2012 sesuai urutan dengan kontribusi terbesar setelah Sektor Pertanian adalah Sektor Jasa-Jasa sebesar 19,64 persen, Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran sebesar 12,07 persen, Sektor Bangunan sebesar 7,22 persen, dan Sektor Industri Pengolahan sebesar 5,87 persen.

Sedangkan sisa sektor lainnya seperti Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Listrik, Gas, dan Air bersih, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, dan Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan, kontribusinya terhadap pembentukan total PDRB ADH Berlaku Kabupaten Luwu masih kecil yakni di bawah 3 persen.

(54)

Tabel 5. Struktur Ekonomi (Persentase Kontribusi PDRB ADH Berlaku per Sektor Ekonomi) Kabupaten Luwu, 2008 – 2012 (Persen)

Sub-Sektor Struktur Ekonomi (Persen)

2008 2009 2010* 2011* 2012**

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. Pertanian 52,57 51,27 49,76 49,44 49,71

2. Pertambangan & Penggal. 0,96 0,85 0,76 0,79 0,80 3. Industri Pengolahan 9,62 7,99 7,16 6,44 5,87 4. Listrik, Gas, & Air Bersih 0,20 0,19 0,19 0,20 0,21

5. Bangunan 8,16 7,57 7,08 7,28 7,22

6. Perdag., Hotel, & Restoran 9,54 9,54 11,17 11,94 12,07 7. Pengangkutan & Komuni. 1,80 1,73 1,77 1,93 2,02 8. Keu., Pers., & Jasa Perus. 2,35 2,21 2,49 2,44 2,45

9. Jasa-Jasa 14,79 18,64 19,63 19,55 19,64

PDRB ADH Berlaku 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Catatan :*Angka Sementara

** Angka Sangat Sementara

Dapat dilihat pada Tabel 4 di atas, struktur ekonomi Kabupaten Luwu pada kurun waktu tahun 2008 – 2012 tampaknya tidak mengalami pergeseran. Peranan sektor pertanian terhadap perekonomian daerah ini masih cukup besar yakni rata-rata sekitar 50 persen. Struktur perekonomian Kabupaten Luwu selama periode tahun 2008 – 2012 masih didominasi oleh Sektor Pertanian, yang berarti bahwa basis utama perekonomian Kabupaten Luwu adalah Sektor Pertanian, meskipun setiap tahunnya hingga tahun 2011, kontribusinya semakin menurun dan bergeser ke sektor lainnya seperti Sektor Jasa-Jasa, Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, Sektor Bangunan, dan Sektor Industri Pengolahan, namun di tahun 2012 kontribusi Sektor Pertanian ini meningkat sedikit menjadi sekitar 49,71 persen. Hal tersebut menandakan

(55)

bahwa salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu telah tercapai yaitu mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier.

Sementara itu, setiap tahunnya PDRB Perkapita Penduduk Kabupaten Luwu terus mengalami pertumbuhan positif, seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel 6. PDRB Perkapita Penduduk Kabupaten Luwu, 2008 – 2012

Tahun Penduduk Kab. LuwuPDRB Perkapita (Rupiah)

PDRB Perkapita Penduduk Prov. Sul-Sel

(Rupiah) Peringkat se-Prov. Sul-Sel (1) (2) (3) (4) 2008 8.264.778,33 10.825.425,05 11 2009 9.698.354,12 12.567.363,67 11 2010 11.181.456,22 14.665.034,90 11 2011* 12.956.484,87 16.929.030,03 11 2012** 14.856.356,30 19.465.540,37 11

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Catatan :*Angka Sementara

** Angka Sangat Sementara

Perlu diketahui bahwa nilai yang tertera pada tabel di atas adalah nilai setelah direvisi akibat dari perubahan jumlah penduduk yang diproyeksi ulang dari tahun berdasarkan angka jumlah penduduk hasil olah Sensus Penduduk 2010 (SP2010). Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa selama periode tahun 2008 – 2012, PDRB Perkapita Penduduk Kabupaten Luwu terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2008, PDRB Perkapita Penduduk

(56)

9.698.354,12 pada tahun 2009 dan kembali meningkat di tahun 2010 dengan nilai Rp. 11.181.456,22. Tahun 2011 juga meningkat menjadi Rp. 12.956.484,87 dan di tahun 2012 menembus angka di atas 14 juta sebesar Rp. 14.856.356,30. Kenaikan rata-rata per tahun selama tahun 2008 – 2012 adalah sebesar 15,79 persen. PDRB Perkapita Penduduk Kabupaten Luwu tahun 2012 masih berada di peringkat 11 dari 24 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan.

(57)

BAB IV

ANALISIS IPM

(58)

menempatkan manusia sebagai titik sentral

pembangunan yang berarti bahwa

pembangunan yang dilaksanakan adalah

dari rakyat

(of people)

, untuk rakyat

(for

people)

, dan oleh rakyat

(by people)

.”

(59)

BAB IV

ANALISIS IPM

4.1 KOMPONEN PEMBENTUK IPM KABUPATEN LUWU

Model pembangunan manusia telah menempatkan manusia sebagai titik sentral pembangunan yang berarti bahwa pembangunan yang dilaksanakan adalah dari rakyat (of people), untuk rakyat (for people), dan oleh rakyat (by people). Pembangunan dari rakyat mengandung makna pemberdayaan yaitu peningkatan kapabilitas melalui pendidikan, pelatihan, pemeliharaan kesehatan yang lebih baik, perumahan layak huni dan perbaikan gizi. Pembangunan untuk rakyat berarti hasil pembangunan benar-benar diterima semua rakyat secara adil, buah pertumbuhan ekonomi harus terlihat pada kehidupan rakyat sehari-hari, tidak terjadi ketimpangan dalam masyarakat. Proses ini biasanya tidak secara otomatis tampak, akan tetapi memerlukan waktu serta manajemen kebijakan yang hati-hati. Pembangunan oleh rakyat berarti rakyat harus benar-benar ikut mengambil bagian dan berperan aktif dalam pembangunan, bukan sebagai penonton dan penerima hasil pembangunan. Dengan berperan aktif berarti ikut serta berkontribusi dalam pengambilan keputusan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kehidupannya.

Dua hal yang ditekankan pada konsep pembangunan manusia, yaitu peningkatan kapabilitas atau pemberdayaan, dan penciptaan peluang. Antara kapabilitas dan peluang harus imbang. Bila kapabilitas berhasil ditingkatkan

(60)

peluang telah tercipta tapi tidak ditopang oleh kemampuan SDM maka akan menimbulkan pengaruh yang tidak baik.

IPM dapat digunakan sebagai ukuran kebijakan dan upaya yang dilakukan dalam kerangka pembangunan manusia khususnya upaya pemberdayaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan partisipasi dalam pembangunan. Namun indeks ini hanya akan memberikan gambaran perbandingan antar waktu dan perbandingan antar wilayah. Sebelum pembahasan mengenai perbandingan IPM antar waktu, perlu diuraikan terlebih dahulu mengenai keadaan dari masing-masing indikator (komponen) pembentuk IPM. Masing-masing komponen tersebut adalah indeks kesehatan, indeks pendidikan, dan indeks paritas daya beli.

Model pembangunan adalah suatu model pembangunan yang memiliki konsep yang lebih luas mengenai pilihan-pilihan manusia yang sangat tidak terbatas jumlahnya dan bahkan cenderung berubah setiap waktu. Namun sejumlah pilihan ini, ada 3 pilihan yang sangat esensial untuk dipenuhi yaitu, (1) pilihan untuk hidup sehat dan berumur panjang, (2) pilihan untuk memiliki ilmu pengetahuan, dan (3) pilihah untuk mempunyai akses ke berbagai sumber yang diperlukan agar dapat memenuhi standar kehidupan yang layak. Apabila ketiga pilihan mendasar ini dapat terpenuhi maka seseorang akan mudah meningkatkan kemampuannya dalam aktifitas sehari-hari serta memiliki kemampuan pula untuk meraih pilihan-pilihan lain yang juga tidak kalah pentingnya seperti pilihan untuk berpartisipasi dalam bidang politik, kebebasan mengeluarkan pendapat dan sebagainya.

(61)

69,87 72,80 74,04 74,14 73,70 73,30 69,60 70,20 70,45 69,80 70,00 69,00 69,20 69,43 69,65 67,00 68,00 69,00 70,00 71,00 72,00 73,00 74,00 75,00 2008 2009 2010 2011 2012*

Luwu Sulawesi Selatan Nasional

Ketiga pilihan yang esensial tersebut di atas dapat tercermin dari komponen-komponen indeks pembangunan manusia sebagai berikut:

a. Indeks Kesehatan

Indeks kesehatan diwakili dengan Angka Harapan Hidup (e0). Angka ini diharapkan dapat mencerminkan pembangunan manusia di bidang kesehatan. Pada tahun 2008, Angka Harapan Hidup Kabupaten Luwu sebesar 72,80 tahun, tahun 2009 meningkat menjadi 73,30 tahun, tahun 2010 meningkat kembali menjadi 73,70 tahun, tahun 2011 menjadi 74,04 tahun hingga tahun 2012 meningkat menjadi 74,14 tahun. Angka Harapan Hidup Kabupaten Luwu selalu lebih tinggi bila dibandingkan dengan Angka Harapan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan seperti yang terlihat pada gambar di bawah.

Gambar 5.

Angka Harapan Hidup (e0) Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi

(62)

81,00 81,17 81,73 81,89 79,7 75,00 75,00 75,33 75,75 74,3 74,78 74,42 74,05 73,68 73,3 70,0 72,0 74,0 76,0 78,0 80,0 82,0 84,0 2008 2009 2010 2011 2012* Luwu Sulawesi Selatan Nasional

Pada tahun 2008 indeks kesehatan Kabupaten Luwu tercatat sekitar 79,67, tahun 2009 menjadi 80,42, tahun 2010 menjadi 81,17, tahun 2011 sebesar 81,73 hingga pada tahun 2012 terus meningkat menjadi 81,89. Hal ini dapat diartikan bahwa kondisi kesehatan masyarakat Luwu relatif mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2008 – 2012. Selain itu, indeks kesehatan Kabupaten Luwu selalu lebih tinggi bila dibandingkan dengan indeks kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan dan nasional di setiap tahunnya, seperti yang terlihat pada tabel di bawah. Walaupun indeks kesehatan di Kabupaten Luwu terus mengalami peningkatan di setiap tahunnya, namun perhatian di bidang kesehatan perlu lebih ditingkatkan lagi utamanya fasilitas dan tenaga kesehatannya harus bisa dijangkau oleh setiap desa/kelurahan.

Gambar 6.

Indeks Kesehatan Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Nasional, 2008 – 2012

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Catatan : * Angka Sementara

(63)

93,25 91,50 91,48 91,63 91,70 91,50 87,75 87,00 88,73 88,07 86,50 92,99 92,91 92,60 92,20 84,00 86,00 88,00 90,00 92,00 94,00 2008 2009 2010 2011 2012* Luwu Sulawesi Selatan Nasional b. Indeks Pendidikan

Indeks pendidikan merupakan gabungan dari dua indikator pendidikan yaitu angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Indeks pendidikan di Kabupaten Luwu pada tahun 2009 sebesar 78,12, pada tahun 2010 menjadi 78,19, tahun 2011 kembali meningkat menjadi sekitar 78,42 hingga menjadi 78,48 pada tahun 2012. Hal ini disebabkan karena komponen angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah pada tahun 2012 mengalami perubahan. Pada tahun 2010, AMH Kabupaten Luwu sebesar 91,48 persen, tahun 2011 menjadi 91,63 persen dan meningkat menjadi 91,70 persen pada tahun 2012. Sedangkan rata-rata lama sekolah di Kabupaten Luwu sekitar 7,74 tahun pada tahun 2010, meningkat menjadi 7,80 tahun di tahun 2011 dan tahun 2012 terus meningkat menjadi 7,81 tahun.

Gambar 7.

Angka Melek Huruf (AMH) Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Nasional, 2008 – 2012 (Persen)

(64)

7,70 7,80 7,81 7,74 7,70 7,20 7,92 7,95 7,40 7,84 8,08 7,50 7,70 7,92 7,94 7,00 7,20 7,40 7,60 7,80 8,00 8,20 8,40 2008 2009 2010 2011 2012* Luwu Sulawesi Selatan Nasional

Gambar 8.

Rata-Rata Lama Sekolah (MYS) Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Nasional, 2008 – 2012 (Tahun)

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Catatan : * Angka Sementara

Indeks pendidikan Kabupaten Luwu tahun 2012 sebesar 78,48 ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan Provinsi Sulawesi Selatan dengan nilai 76,82, namun lebih rendah dari angka nasional dengan nilai 80,12, seperti yang terlihat pada gambar di bawah. Dengan melihat kondisi ini, tampaknya sektor pendidikan di daerah ini sudah berkembang dengan baik. Walaupun begitu, sektor pendidikan tetap harus ditingkatkan lebih tajam lagi dengan memberantas buta huruf dan membangun sekolah hingga ke pelosok-pelosok pedesaan.

(65)

78,10 78,42 78,48 78,20 78,12 73,80 76,31 76,82 74,48 75,92 78,20 78,88 79,53 79,64 80,12 72,00 74,00 76,00 78,00 80,00 82,00 2008 2009 2010 2011 2012* Luwu Sulawesi Selatan Nasional

Gambar 9.

Indeks Pendidikan Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Nasional, 2008 – 2012

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Catatan : * Angka Sementara

c. Indeks Paritas Daya Beli

Komponen PPP(Puschasing Power Parity) dikenal sebagai komponen kemampuan daya beli atau standar hidup layak. Dalam publikasi ini, untuk mewakili PPP digunakan PDRB riil perkapita. Penggunaan PDRB riil perkapita dikarenakan data yang ideal (modul konsumsi Susenas) belum sampai hingga estimasi kabupaten/kota. Namun begitu, dengan asumsi bahwa PDRB Kabupaten Luwu dapat dinikmati oleh sebagian besar penduduk, maka dianggap masih relevan dengan tingkat pendapatan sebagai indikator standar hidup layak.

(66)

624,50 633,08 635,46 630,71 629,30 630,80 638,90 643,59 635,50 636,60 641,04 628,30 631,50 633,64 638,05 620,00 624,00 628,00 632,00 636,00 640,00 644,00 2008 2009 2010 2011 2012* Luwu Sulawesi Selatan Nasional

Daya beli penduduk Kabupaten Luwu pada tahun 2008 sekitar 624,50 ribu rupiah dan pada tahun 2009 bergerak naik menjadi 629,25 ribu rupiah, di tahun 2010 kembali meningkat menjadi 630,71 ribu rupiah, tahun 2011 menjadi 633,08 ribu rupiah dan terus meningkat menjadi 635,46 ribu rupiah pada tahun 2012. Sementara itu, rata-rata daya beli penduduk Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2012 sekitar 643,59 ribu rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan daya beli penduduk Kabupaten Luwu lebih rendah dibandingkan keseluruhan penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan.

Gambar 10.

Kemampuan Daya Beli (PPP) Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Nasional, 2008 – 2012 (Ribu Rupiah)

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Catatan : * Angka Sementara

Indeks PPP di Kabupaten Luwu sebesar 61,12 pada tahun 2008, tahun 2009 dan 2010 masing masing sebesar 62,22 dan 62,57, tahun 2011 menjadi 63,11 dan terus meningkat menjadi 63,66 pada tahun 2012.

(67)

64,95 62,22 62,57 63,66 63,11 61,12 63,92 63,70 65,54 64,78 62,60 64,26 63,24 62,70 62,00 60,00 61,00 62,00 63,00 64,00 65,00 66,00 67,00 2008 2009 2010 2011 2012* Luwu Sulawesi Selatan Nasional

Gambar 11.

Indeks Kemampuan Daya Beli Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Nasional, 2008 – 2012

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Catatan : * Angka Sementara

4.2 IPM KABUPATEN LUWU SECARA UMUM

Perbandingan antar indikator (komponen IPM seperti yang diuraikan pada sub-bab sebelumnya) merupakan tinjauan parsial, artinya tingkat keberhasilan pembangunan baru diukur dari satu komponen saja. Akan tetapi dengan adanya indikator tunggal IPM merupakan suatu jawaban untuk menilai tingkat kinerja pembangunan manusia secara keseluruhan dari tingkat pencapaian pembangunan manusia. Indikator ini juga secara mudah dapat memberikan posisi kinerja pembangunan (output pembangunan) yang dicapai oleh suatu daerah. Makin tinggi nilai IPM suatu daerah, maka makin tinggi pula tingkat kinerja pembangunan yang dicapai wilayah tersebut.

(68)

73,59 74,68 74,42 73,98 70,00 71,00 72,00 73,00 74,00 75,00 2009 2010 2011 2012* Gambar 12.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Luwu, 2008 – 2012

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Catatan : * Angka Sementara

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Luwu pada tahun 2009 sebesar 73,59 dan meningkat menjadi 73,98 di tahun 2010. Pada tahun 2011 kembali meningkat menjadi 74,42. Hingga pada tahun 2012 meningkat menjadi 74,68.

Bila diperhatikan secara seksama, IPM Kabupaten Luwu terus mengalami tren yang positif dari tahun ke tahun. Ini menandakan bahwa arah pembangunan manusia beserta kebijakan-kebijakan yang dilakukan untuk kepentingan peningkatan kinerja pembangunan manusia di Kabupaten Luwu sudah tepat. Namun demikian, perlu lebih digiatkan dan ditingkatkan program-program yang dilakukan tersebut agar lebih tepat sasaran.

(69)

4.3 PERBANDINGAN IPM KABUPATEN/KOTA DI DAERAH LUWU RAYA, PROVINSI SULAWESI SELATAN, DAN NASIONAL

Posisi IPM Kabupaten Luwu pada tahun 2012 berada pada peringkat ke-6 dari 23 kabupaten/kota se-Provinsi Sulawesi Selatan. Jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Luwu Raya, maka IPM Kabupaten Luwu pada tahun 2012 menduduki peringkat ke-3 setelah Kota Palopo dan Kabupaten Luwu Utara, sedangkan Kabupaten Luwu Timur berada pada posisi terakhir. Di tahun 2012, peringkat masing-masing kabupaten/kota di daerah Luwu Raya ternyata tidak berubah sama sekali, masih sama seperti tahun 2011. Tabel 7. Perbandingan IPM Kabupaten/Kota di Daerah Luwu Raya,

2011 – 2012

Kabupaten/ Kota

2011 2012*

IPM Peringkatse-Prov.

Sul-Sel IPM Peringkat se-Prov. Sul-Sel (1) (2) (3) (4) (5) Luwu 74,42 6 74,68 6 Luwu Utara 74,69 5 74,97 5 Luwu Timur 73,11 8 73,56 8 Palopo 76,85 3 77,28 3 Sulawesi Selatan 72,14 19 72,70 18

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Catatan :*Angka Sementara

Sebagai gambaran bahwa pada tahun 2010, IPM Provinsi Sulawesi Selatan sekitar 71,62 dan pada tahun 2011 meningkat menjadi sekitar 72,14 dan terus meningkat menjadi 72,70 pada tahun 2012. IPM Kabupaten Luwu lebih tinggi bila dibandingkan dengan IPM Provinsi Sulawesi Selatan.

(70)

73,29 72,96 74,42 74,68 73,98 73,59 70,22 72,14 72,70 70,94 71,62 71,17 71,76 72,27 72,77 69,00 70,00 71,00 72,00 73,00 74,00 75,00 2008 2009 2010 2011 2012* Luwu Sulawesi Selatan Nasional

Gambar 13.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Nasional, 2008 – 2012

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Catatan : * Angka Sementara

Tidak berubahnya peringkat IPM Kabupaten Luwu selama periode 2011 – 2012 namun nilainya mengalami peningkatan, hal ini menunjukkan bahwa peningkatan/pertumbuhan IPM Kabupaten Luwu lebih rendah dibandingkan peningkatan IPM sebagian daerah di Provinsi Sulawesi Selatan.

Berdasarkan kriteria UNDP, nilai IPM kurang dari 51 (< 51) digolongkan sebagai IPM rendah, nilai IPM antara 51 sampai dengan 79 (51 – 79) digolongkan sebagai IPM menengah, dan nilai IPM di atas 79 (> 79) digolongkan tinggi. Dengan demikian sesuai dengan kriteria tersebut, IPM Kabupaten Luwu tergolong IPM menengah, baik IPM pada tahun 2011 maupun IPM pada tahun 2012.

(71)

BAB V

KESEHATAN

(72)

Indonesia Tahun 1992, kesehatan diartikan

sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa,

dan sosial yang memungkinkan setiap orang

hidup produktif secara sosial dan ekonomi.”

(73)

BAB V

KESEHATAN

5.1 ANGKA HARAPAN HIDUP

Menurut Undang-Undang Kesehatan Indonesia Tahun 1992, kesehatan diartikan sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Hidup sehat merupakan kebutuhan dasar manusia dan setiap insan mempunyai hak untuk menikmati derajat kesehatan yang tinggi bagi kehidupannya. Agar dapat tercapai derajat kesehatan yang tinggi, maka penduduk harus mendapatkan hak-haknya atas kecukupan dalam memperoleh makanan, air minum, pakaian, pemukiman, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan sosial.

Pemerintah mempunyai peranan penting dalam meningkatkan derajat kesehatan penduduk, karena kesehatan merupakan investasi untuk meningkatkan SDM. Disamping itu, setiap individu bertanggung jawab terhadap kesehatan dirinya, keluarganya, dan lingkungannya. Kemajuan dalam pembangunan kesehatan akan mempunyai pengaruh terhadap pembangunan nasional dan sebaliknya pembangunan nasional akan mempunyai dampak penting terhadap derajat kesehatan penduduk.

Pada hakikatnya derajat kesehatan penduduk sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor perilaku masyarakat, lingkungan hidup, pelayanan

Gambar

Tabel 1. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM yang
Tabel 1. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM yang Digunakan Dalam Penghitungan Indikator Komponen IPM [=X(i)] Nilai Catatan Maksimum Minimum (1) (2) (3) (4)
Tabel 3. Jarak Dari Ibu Kota Kabupaten ke Ibu Kota Kecamatan di Kabupaten Luwu, 2012
Tabel 4. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Luwu, 2008 – 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

“ Tujuan Umum; yakni menyiapkan peserta didik agar dapat :a) Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik;b) Menjalani kehidupan secara umum dan layak; c)

Keputusan Pembelian (Studi Kasus Pada Konsumen Yamaha Mio PT Harpindo

Jika radius orbit Bumi mengelilingi Matahari menjadi dua kali lebih besar daripada sekarang, maka satu kali mengorbit, Bumi memerlukan waktu.. sekitar dua kali

4 (a) 1 Inference : The brightness of the bulb depend on the speed of blade rotation// The brightness of the bulb depend on the speed of magnet (b) 1 Hypothesis : If the

Wawasan Nusantara Dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara SGD Ketepatan dalam penyelesaian masalah yang diberikan 7% 6 Setelah mengikuti perkuliahan

Pemeriksaan kualitas makanan minuman secara bakteriologis untuk Perusahaan yang memproduksi makanan minuman :. Pemeriksaan kualitas makanan minuman secara kimiawi untuk

percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan tiga faktor kultivar (kultivar Ambon Kuning, Tanduk, dan Kepok), tiga faktor umur tanaman saat

Kemampuan psikomotorik peserta didik kelas XI IPA 1 SMA Negeri 3 Sungguminasa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran Scientific Method mengalami peningkatan,