4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Berenuk (Crescentia cujete L) 1. Sistematika tanaman
Sistematika tanaman berenuk (Crescentia cujete L) adalah sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyta
Sub division : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Sub Classis : Asteridae
Ordo : Scrophulariales
Famili : Bignoniaceae
Genus : Crescentia
Species : Crescentia cujete L.
2. Nama lain
Tanaman berenuk (Crescentia cujete L) memiliki nama lain, yaitu :
a. Nama botani : Tanaman berenuk mempuyai nama botani Crescentia cujete L, dan mempunyai sinonim Crescentia acuminate Kunth. Crescentia angustifolia Wild, Crescentia arborea Raf, Crescentia cuneifolia Gardner,
Crescentia fasiculata Miers, Crescentia ovate Burm f, Crescentia plectantha Miers, Crescentia spathulata Miers. (Lim, 2012)
b. Nama daerah :Tabu kayu (Sumatera), berenuk (Jawa), bila balanda
(Sulawesi), buah no (Maluku).
c. Nama asing : Japacary (Argentina), Cabaceira (Brazil), Tutomo (Columbia),
Kalabashboom (Dutch), Calabassier (Franch), Kalabassenbaum (German),
La’Amia (Hawaian), Calabassa Guiana (Italian), Cujete (Mexico), Cabaco
5
d. Nama simplisia: Crescentia cujete Folium (daun berenuk) (Dalimartha, 2000).
3. Uraian tanaman
Menurut Lim (2012) Tanaman berenuk (Crescentia cujete L) tumbuh tegak dengan tinggi antara 6 – 10 m. Batang berkayu, bulat, percabangannya
simpodial, beralur, kulitnya mudah pecah-pecah dan mengelupas terbuka
dengan kepanjangan tidak normal, berwarna coklat pucat, Daunnya majemuk,
menyirip, lonjong, tepi rata, ujung meruncing pangkal membulat, tipis, panjang
10-15 cm, lebar 5-7 cm, warna hijau. Berenuk mempunyai Bunga tunggal di
cabang dan ranting, kelopak berbentuk corong, ujung bercangap, berwarna
hijau pucat atau putih, benang sari berjumlah 4 dengan panjang ± 2 cm, kepala
putik bentuk corong, berwarna putih, mahkota bentuk bibir dan berwarna putih.
Buah dari tanaman berenuk ini berupa buni, bulat, ketika masih muda
berwarna hijau, setelah tua berwarna coklat, Dibutuhkan sekitar enam
sampai.tujuh bulan untuk mematangkan dan akhirnya jatuh ke tanah. Buah ini
merupakan buah musiman yang berkembang setelah.penyerbukan oleh
kelelawar. Buah muncul pada akhir musim kemarau,.diameter buah sebesar 12
sampai 14 cm (Gilman, 1993). Biji dari buah berenuk kecil, masih muda
berwarna hijau, setelah tua berwarna hitam, Berenuk memiliki akar tunggang
yang berwarna puih kotor. (Dalimartha, 2000).
Pemanfaatan tanaman berenuk sebagian besar diolah menjadi
kerajinan tangan, terutama bagian buahnya. Selain itu, secara tradisional di
masyarakat sering digunakan untuk berbagai macam pengobatan, antara lain
daunya sebagai obat luka baru dan bengkak. Daging buahnya untuk urus-urus,
sebagai diuretik, obat pencahar, obat penurun panas, untuk membersihkan luka,
dan untuk pengobatan sakit kepala. Kulitnya biasa dimanfaatkan untuk bahan
kerajinan. Di Vietnam, buah kering dari pohon labu dijual dengan nama 'Tien
6
Menurut Murch et al (2001), tanaman berenuk (Crescentia cujete L) umumnya tumbuh di seluruh Kosta Rika tetapi bukan tanaman asli Amerika
Utara dan tumbuh hanya dalam jumlah yang relatif kecil di Amerika Serikat
dan Kanada. Tanaman ini tersebar hampir di seluruh belahan dunia terutama
yang dilalui oleh garis katulistiwa dan beriklim tropis. Oleh karena itu tanaman
berenuk ini tumbuh dengan subur di Indonesia yang beriklim tropis
Habitat dari tanaman berenuk ini umumnya sering ditemukan di
semak-semak, hutan, pinggir jalan dan di padang rumput dengan ketinggian
dari permukaan laut sampai 800 m. Selain itu, tanaman ini tumbuh dengan baik
di daerah-daerah dengan curah hujan rata-rata tahunan antara 1.500 dan 1.300
mm dan suhu rata-rata tahunan 26 0C. (Lim T.K, 2012). Budidaya tanaman ini
di Indonesia masih belum dikembangkan untuk menjadi tanaman budidaya
sumber penghasil bahan baku obat herbal.
Tanaman ini mengandung senyawa aktif antara lain: asam tartarat,
sianohidrik, asam sitrat, crescentia acid, tanin, beta-sitosterol, estigmastrol, alpa dan beta amirina, asam esterat, asam palmitat, flavonoid-quersetin, apigenin, naphtaquinon, glikosida iridoid, 3-hydroxyoctanol glicosides, (Marc, 2008) tannin, saponin, anthraquinon, cardenolides (Ejelonu et al, 2011).
Pada tahun 1988 telah dilakukan uji pendahuluan antiinflamasi oleh
Gupta yang menghasilkan bahwa ekstrak hydroalkohol 80% daun berenuk
memiliki efek antiinflamasi terhadap tikus 200 gram dengan dosis > 1200
mg/KgBB. Selain itu sudah banyak diteliti juga efek antimikrobial kuat dari
7
B. Ekstrak dan Ekstraksi
Menurut Depkes RI (1995) ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh
dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Sedangkan ekstraksi sendiri adalah kegiatan penarikan kandungan kimia
yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut
cair. Simplisia yang akan diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut
dan senyawa yang tidak dapat larut dan mempunyai struktur kimia yang
berbeda-beda yang dapat mempengaruhi kelarutan dan stabilitas senyawa-senyawa
tersebut terhadap suhu, udara, cahaya, dan logam berat (Depkes RI, 2000).
Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).
Prinsip kerja ekstrasi menggunakan metode sokletasi adalah penyaringan yang
berulang ulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan
relatif sedikit. Bila penyaringan ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan
kembali dan sisanya adalah zat yang tersari. Metode sokletasi menggunakan suatu
pelarut yang mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa organik yang
terdapat pada bahan tersebut, tapi tidak melarutkan zat padat yang tidak
diinginkan. Sokletasi memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, antara lain :
1. Kelebihan sokletasi:
a. Sampel diekstraksi dengan sempurna karena dilakukan berulang ulang
b. Jumlah pelarut yang digunakan sedikit.
c. Proses sokletasi berlangsung cepat.
8
2. Kelemahan sokletasi :
a. Tidak baik dipakai untuk mengekstraksi bahan bahan yang tidak tahan
panas karena akan terjadi penguraian.
b. Pelarut yang digunakan mempunyai titik didih rendah, sehingga mudah
menguap (Voigt, 1995).
C. Luka Baru dan Pendarahan
Ketika kita mengalami luka pada permukaan tubuh, maka tubuh akan
mengeluarkan darah. Terjadinya pendarahan itu disebabkan oleh sobeknya kapiler
atau pembuluh darah. Pada keadaan luka yang ringan, setelah beberapa saat darah
akan berhenti mengalir. Penghentian pendarahan adalah proses yang kompleks.
Pembekuan dimulai ketika keping-keping darah dan faktor-faktor lain dalam
plasma darah kontak dengan permukaan yang tidak biasa, seperti pembuluh darah
yang rusak atau terluka. Pada saat terjadi luka pada permukaan tubuh, komponen
darah, yaitu trombosit akan segera berkumpul mengerumuni bagian yang terluka
dan akan menggumpal sehingga dapat menyumbat dan menutupi luka. Di dalam
plasma darah terdapat trombosit yang akan pecah apabila menyentuh permukaan
yang kasar. Jika trombosit pecah, enzim tromboplastin yang dikandungnya akan
keluar bercampur dengan plasma darah. Selain trombosit, di plasma darah terdapat
protombin. Protombin akan diubah menjadi trombin oleh enzim tromboplastin.
Perubahan protombin menjadi trombin dipicu oleh ion kalsium (Ca2+).
Protombin adalah suatu protein plasma yang pembentukannya memerlukan
vitamin K. Trombin akan berfungsi sebagai enzim yang dapat mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Fibrinogen adalah suatu protein yang terdapat dalam
plasma. Adapun fibrin adalah protein berupa benang-benang yang tidak larut
dalam plasma. Benang-benang fibrin yang terbentuk akan saling bertautan
sehingga sel-sel darah merah beserta plasma akan terjaring dan membentuk
gumpalan. Jaringan baru akan terbentuk menggantikan gumpalan tersebut dan
9
D. Inflamasi (Radang)
Inflamasi adalah mekanisme alami tubuh untuk menginaktivasi atau
merusak organisme penyerang, menghilangkan zat iritan atau mengatur derajat
perbaikan jaringan yang disertai peradangan yang akan hilang dengan sendirinya
jika proses penyembuhan telah sempurna (Wilmana, 1995). Apabila terjadi
inflamasi maka akan muncul tanda tanda berupa: Kemerahan (rubor),
pembengkakan (tumor), panas (kalor), nyeri (dolor), dan hilangnya fungsi
(fungsio laesa) (Kee dan Evelyn, 1996).
Mekanisme terjadinya inflamasi karena adanya reaksi setempat dari
jaringan atau sel terhadap suatu rangsang atau cedera. Inflamasi diawali dengan
adanya stimulus yang merusak jaringan, mengakibatkan sel mast pecah dan
terlepasnya mediator-mediator inflamasi, diantaranya adalah histamin, serotonin,
bradikinin, leukotrin, dan prostaglandin. Histamin bertanggung jawab pada
perubahan yang paling awal yaitu menyebabkan vasodilatasi pada arteriol yang
didahului dengan vasokonstriksi awal dan peningkatan permeabilitas kapiler.
Perubahan permeabilitas yang terjadi menyebabkan cairan keluar dari pembuluh
darah dan berkumpul dalam jaringan. Bradikinin bereaksi lokal menimbulkan rasa
sakit, vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler. Sebagai penyebab radang,
prostaglandin berpotensi kuat setelah bergabung dengan mediator lainnya
(Mansjoer, 1999).
Mediator kimiawi spesifik bervariasi dengan tipe proses peradangan
yang meliputi amin, seperti histamin dan 5-hidroksitiptamin; lipid, seperti
prostaglandin; peptida kecil, seperti bradikinin; dan peptida besar seperti
interleukin-1 (Mycek, 2001).
Histamin merupakan mediator pertama yang dilepaskan dan segera
muncul dalam beberapa detik yang menyebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler. Histamin bekerja pada dua reseptoryang berbeda yang disebut reseptor H1
10
menyebabkan dilatasi pembuluh paru-paru, meningkatkan frekuensi jantung dan
kenaikan kontraktilitas jantung serta kenaikan sekresi kelenjar terutama dalam
mukosa lambung. Histamin merupakan produk dekarboksilasi dari asam amino
histidin yang terdapat dalam semua jaringan tubuh. Konsentrasi tertinggi terdapat
dalam paru-paru, kulit dan dalam saluran cerna. Histamin akan dibebaskan dari
sel-sel pada reaksi hipersensitivitas, rusaknya sel (misalnya pada luka) serta akibat
senyawa pembebas histamin (Mutschler, 1999).
Bradikinin dan kalidin merupakan mediator yang dapat bereaksi lokal
menimbulkan rasa sakit, vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler dan
berperan meningkatkan potensi prostaglandin (Mutschler, 1999).
Serotonin (5-HT) berasal dari asam amino esensial triptamin melalui
hidroksilasi dan dekarboksilasi, terdapat dalam platelet darah, mukosa usus dan
beberapa bagian otak. Pada trombosit berfungsi meningkatkan agregasi dan
mempercepat penggumpalan darah sehingga mempercepat hemostatis (Mutschler,
1999).
Prostaglandin hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan atau radang. Prostaglandin sebagai penyebab radang bekerja
lemah, namun berpotensi kuat setelah bergabung dengan mediator atau substansi
lainnya yang dibebaskan secara lokal, seperti histamine, serotonin dan leukotrin.
Prostaglandin dapat menimbulkan vasodilatasi,dan meningkatkan aliran darah
lokal (Ganiswara, 1995). Prostaglandin mempunyai banyak efek, termasuk
diantaranya adalah vasodilatasi, relaksasi otot polos dan meningkatnya
permeabilitas kapiler, dan sensitisasi sel saraf terhadap nyeri (Kee dan Evelyn,
11
1. Obat Anti Inflamasi
a) Natrium Diklofenak
Natrium diklofenak merupakan obat antiinflamasi nonsteroid yang
termasuk ke dalam kelompok preverencially selective Cox inhibitor. Obat ini bekerja menghambat aktivitas enzim siklooksigenase yang berperan dalam
metabolism asam arakidonat menjadi prostaglandin yang merupakan salah satu
mediator inflamasi (Kertia, 2009). Natrium diklofenak merupakan derivate
fenilasetat yang termasuk NSAID yang daya antiradangnya paling kuat dengan
efek samping yang kurang dibandingkan dengan obat lainnya (seperti
indometasin, piroxicam) (Tjay, 2002).
Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap
yang terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek lintas awal ( first-pass) sebesar 40-50%. Walaupun waktu paruh singkat yakni 1- 3 jam, Na diklofenak diakumulasi di cairan sinovilia yang menjelaskan efek terapi di
sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut. Efek samping yang
lazim terjadi ialah mual, gastritis, eritema kulit, dan sakit kepala. Hal ini
dikarenakan obat ini merupakan obat yang bersifat tidak selektif dimana kedua
jenis COX di blokir. Dengan dihambatnya COX-1, maka tidak ada lagi yang
bertanggung jawab melindungi mukosa lambung-usus dan ginjal sehingga
terjadi iritasi dan dapat terjadi efek toksik pada ginjal (Tjay dan Rahardja,
2002). Dosis obat ini untuk orang orang dewasa sebesar 100-150 mg sehari
terbagi dua atau 3 dosis (Gunawan, 2008).
2. Metode Uji Antiinflamasi
Metode pembentuka udema buatan adalah salah satu teknik yang
paling umum digunakan berdasarkan kemampuan agen tersebut untuk
menghambat produksi edema di kaki belakang tikus setelah injeksi agen radang
12
penginduksi edema antara lain formalin, kaolin, ragi, dan dekstran. Iritan yang
umum digunakan dan memiliki kepekaan yang tinggi adalah karagen (Vogel,
2002).
3. Formalin
Menurut Turner (1965) dalam bukunya, formalin 4 % dari formalin
dalam pelarut NaCl 0,9% dapat menimbulkan derajat submaximal inflamasi.
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk.
Formalin mengandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air, dan biasanya
ditambahkan metanol hingga 15 persen sebagai pengawet. Dalam konsentrasi
yang sangat kecil (di bawah satu persen), digunakan sebagai pengawet untuk
berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci
piring, pelembut, digunakan juga sebagai antiseptic dan anti bakteri. Formalin
bagi tubuh manusia diketahui sebagai zat beracun, karsinogen yang
menyebabkan kanker, mutagen yang menyebabkan perubahan sel dan jaringan
tubuh, korosif serta iritatif. Formaldehid berinteraksi dengan molekul membran
sel dan jaringan tubuh dan cairan (seperti protein dan DNA) dan merusak fungsi