• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DIYAN FAOZIN MATEMATIKA'16

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II DIYAN FAOZIN MATEMATIKA'16"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

A. Kajian Teori

1. Kemampuan Penalaran Matematis

Penalaran merupakan konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk sampai pada kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui (Surajiyo, 2006: 20).

Penalaran ada dua jenis, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif :

a) Penalaran Induktif

Menurut Santrock (2010) penalaran induktif adalah penalaran dari hal-hal spesifik ke umum. Surajiyo (2006) juga menyatakan bahwa penalaran induktif merupakan suatu bentuk penalaran yang menyimpulkan suatu proposisi umum dari sejumlah proposisi khusus.

Jadi penalaran induktif merupakan penarikan kesimpulan-kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus kemudian menyatakan hal tersebut kedalam hal yang bersifat umum.

(2)

1) Transduktif

Transduktif adalah menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan pada kasus lainnya. Penalaran transduktif merupakan bentuk penalaran induktif yang paling sederhana. Transduktif dalam matematika dapat diartikan sebagai penarikan kesimpulan matematis dari suatu kasus matematika yang diterapkan pada kasus matematika lain,

2) Generalisasi

Menurut Keraf (2007) menyatakan bahwa generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup suatu fenomena. Artinya, siswa akan mampu mengadakan generalisasi yaitu menangkap ciri-ciri atau sifat umum yang terdapat dari hal-hal khusus. Jika siswa telah memiliki kosep, kaidah, prinsip (kemahiran intelektual) dan siasat-siasat untuk memecahkan persoalan tersebut.

Secara umum generalisasi dalam matematika yaitu penerapan matematis dari suatu kasus matematika lain yang memiliki kesamaan matematis.

3) Analogi

(3)

yang satu dengan yang lain. Keraf (2007) berpendapat bahwa analogi atau kadang-kadang disebut juga analogi induktif adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa khusus yang mirip satu sama lain, kemudian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk suatu hal akan berlaku pula untuk hal lain.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa analogi dalam matematika adalah membandingkan dua hal matematis yang berlainan, namun memiliki kriteria matematis yanga sama. Maka analogi yang dicari yaitu kemiripan dari dua hal yang berbeda dan menarik kesimpulan dari dasar kemiripan tersebut.

4) Hubungan kausal

Hubungan kausal (sebab dan akibat) adalah suatu keadaan atau kejadian yang menimbulkan atau kejadian yang lain. Hubungan antara sebab dan akibat tersebut bukan hubungan urutan biasa atau hubungan yang kebetulan. Dalam hubungan kausal dapat dibedakan menjadi dua kondisi yaitu kondisi mutlak (necessary condition) dan kondisi memadai (sufficient condition).

5) Memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan interpolasi dan ekstrapolasi.

6) Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada.

(4)

Santrock (2010: 358) mengatakan penalaran deduktif merupakan penalaran dari umum ke khusus. Surajiyo, Astanto dan Andini (2006: 63) juga menyatakan bahwa penalaran deduktif merupakan mengambil suatu kesimpulan yang hakekatnya sudah tercakup diproporsisi atau lebih.

Jadi penalaran deduktif merupakan penarikan kesimpulan-kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum kemudian menyatakan hal tersebut kedalam hal yang berdifat khusus.

Menurut Sumarno dan Hendriani (2014) ada kegiatan yang tergolong kedalam penalaran deduktif yaitu:

a. Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu. b. Menarik kesimpulan logis (penalaran logis) berdasarkan aturan

inferensi, berdasarkan proporsi yang sesuai, berdasarkan peluang, korelasi antara dua variabel, menetapkan kombinasi beberapa variabel. c. Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung, dan

pembuktian dengan induksi matematika. d. Menyusun analisis dan sintesis beberapa kasus.

(5)

spesifik ke umum, sedangkan penalaran deduktif merupakan penalaran dari hal yang umum ke spesifik.

Berdasarkan uraian mengenai kedua penalaran tersebut, maka di dapat disimpulkan indikator yang terkait yaitu sebagai berikut :

1) Mampu menentukan pola untuk menyelesaikan masalah matematika. Kemampuan memodifikasi rumus kedalam beberapa bentuk sehingga mampu mewakili bentuk umumnya.

2) Mampu melakukan analogi atau melakukan generalisasi matematika. Kemampuan untuk menarik kesimpulan dengan cara membandingkan situasi yang satu dengan situasi yang lain.

3) Mampu menganalisis soal cerita kedalam bentuk matematika.

Melakukan proses analisis soal cerita kedalam bentuk matematika untuk memudahkan suatu perhitungan.

4) Mampu menentukan jawaban dan proses solusi.

Kemampuan memberikan penguatan pada suatu pernyataan yang sudah diketahui kebenarannya.

5) Mampu melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu.

Kemampun menempatkan suatu aturan atau rumus kedalam suatu permasalahan dengan tepat.

(6)

Proses menyusun bukti-bukti dalam suatu pernyataan sehingga terbentuk dalah satu kalimat singkat, padat, dan jelas yang disebut sebagai kesimpulan.

2. Rasa Percaya Diri Siswa

Menurut Prasetyono (2014: 97) percaya diri adalah sikap dimana individu-idividu memiliki pandangan positif, namun juga realistis, serta pandangan tentang diri dan situasi mereka. Sikap tersebut berarti bahwa orang-orang yang percaya diri mampu menempatkan kepercayaan terhadap kemampuan dan keputusan mereka. Orang yang percaya diri bukan berarti dapat melakukan segalanya. Tetapi orang yang percaya diri dapat bersikap positif dan membuat situasi terbaik untuk mereka.

Percaya diri memiliki beberapa definisi, antara lain :

a. Keyakinan dan percaya diri terhadap kemampuan seseorang, b. Yakin akan nilai kepercayaan atau kopetensi orang lain,

c. Kesepakatan bahwa informasi tidak dibocorkan, seperti ungkapan “rahasia”.

Berikut merupakan indikator percaya diri, yaitu :

a. Bersifat lebih independen, tidak terlalu tergantung pada orang lain. b. Mampu memikul tanggung jawab yang diberikan.

c. Bisa menghargai diri dan usahanya sendiri. d. Tidak mudah mengalami frustasi.

(7)

f. Memiliki emosi yang lebih hidup, tetapi tetap stabil. g. Mudah berkomunikasi dan membantu orang lain.

Utsman (2005) juga menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan perasaan bahagia yang dirasakan oleh anak, dan kebahagiaan itu sendiri terletak pada perasaan aman dan tentram. Ketika anak kehilangan rasa percaya diri, maka dia mudah untuk terombang-ambing, dan selalu merasa bahwa orang-orang selalu mengawasi dan melecehkannya. Selain itu, dia selalu mempunyai perasaan rendah diri, tidak setara dengan orang lain, selalu ragu-ragu, malu, dan tidak mempunyai keberanian untuk menghadapai manusia. Dia juga mempunyai kecenderungan untuk bersembunyi dan mengucilkan dirinya dari lingkungan sekitar, maka dari itu rasa percaya diri untuk seseorang itu sangatlah penting.

Berdasarkan dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa percaya diri merupakan perasaan percaya pada diri sendiri dan mampuan menerapkan kepercayaan itu pada kemampun dan keputusan mereka, sehingga seseorang akan mampu memikul tanggung jawab yang diberikan, bisa menghargai diri dan usahanya sendiri, tidak mudah mengalamu frustasi, mudah berkomunikasi dan membantu orang lain, mampu menerima tantangan atau tugas baru, serta memiliki emosi yang lebih hidup tetapi stabil.

3. Brain Based Learning(Pembelajaran Berbasis Otak)

(8)

mengandung antara 50 sampai 100 miliar saraf. Ukuran dan berat saraf juga sangat bervariasi diantara manusia. Berat otak rata-rata 1,36 kg, dan otak orang dewasa yang sehat bisa berkisara dari 0,9 kg sampai 1,8 kg. otak manusia hidup yang normal berwarna merah jambu abu-abu kecoklatan dan cukup lembut.

Brain Based Learning atau bisa disebut pembelajaran berbasis otak merupakan keterlibatan strategi yang didasarkan pada prinsip-prinsip yang berasal dari pemahaman tentang otak (Jensen: 2011). Icha juga mengungkapkan bahwa Brain Based Learning merupakan sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran dengan berorientasi pada upaya memberdayakan potensi otak siswa (Icha: 2011).

Jensen (2011) menyatakan otak dapat dikarakteristikan dalam banyak cara, tetapi ada tiga hal yang penting. Pertama, otak sangat terhubung dengan peristiwa dalam satu bagian otak yang memengaruhi peristiwa-peristiwa dalam bagian otak lainnya. Kedua, otak merupakan keajaiban pembelajaran; artinya bahwa apa yang dipelajarinya mungkin bukan apa yang dimaksudkan oleh gurunya. Terakhir, otak sangat bisa diadaptasikan dan dirancang untuk menanggapi masukan lingkungan.

(9)

a) Pra-paparan

Tahapan ini memberikan kepada otak satu tinjauan atas pembelajaran baru sebelum benar-benar digali. Pra-paparan membantu otak mengembangkan peta konseptual yang lebih baik.

b) Persiapan

Ini adalah tahap dimana seorang guru menciptakan keingintahuan atau kegembiraan. Hal ini mirip dengan ”mengatur kondisi antisipatif”,

tetapi sedikit lebih jauh dalam belajar dengan berorientasi pada pemberdayaan otak, sehingga potensi diri yang dimiliki oleh siswa dapat berkembang degan maksimal.

c) Inisiasi dan akuisisi

Tahapan ini guru memberikan siswa fakta awal yang penuh dengan ide, rincian, kompleksitas, dan makna. Hal ini diikuti dengan antisipasi, keingintahuan, dan pencarian untuk menemukan makna bagi diri seseorang. d) Elaborasi

Tahapan ini merupakan tahapan pengolahan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjadikan pembelajarannya bermakna. e) Inkubasi dan Pengkodean Memori

Tahap ini menekankan bahwa waktu istirahat dan waktu utuk mengulang kembali merupakan satu hal yang penting.

(10)

Tahap ini, guru mengecek apakah siswa sudah paham atau belum dengan materi yang sudah dipelajari. Siswa juga perlu tahu apakah dirinya sudah memahami materi atau belum.

g) Selebrasi dan Integrasi

Tahap ini penting untuk melibatkan emosi. Buatlah itu menjadi menyenangkan, ceria, dan menggembirakan. Tahap ini menanamkan rasa cinta akan pembelajran.

Adapun langkah-langkah guru dan siswa dalam pelaksanaan Brain Based Learning :

a) Persiapan

Guru memberikan penjelasan awal mengenai materi himpunan, menjelaskan pengertian dan notasi himpunan serta memahami konsep himpunan serta siswa melakukan tanya jawab dengan guru, bila ada yang kurang jelas.

b) Inisiasi dan Akuisisi

Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok dan guru membagikan lembar diskusi pada setiap kelompok serta siswa melaksanakan diskusi dengan kelompoknya masing-masing.

c) Elaborasi

(11)

d) Inkubasi dan Pengkodean Memori

Siswa membuat jurnal sederhana tentang materi pelajaran yang telah mereka pelajari serta mendengarkan musik untuk relaksasi.

e) Verifikasi dan Pengecekan Keyakinan

Guru memberikan soal-soal latihan setingkat lebih rumit dari pada soal untuk dikerjakan kelompok.

f) Perayaan dan Integrasi

Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan materi yang dipelajari serta memberi tahu siswa tentang materi apa yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya.

Berdasarkan para ahli dapat disimpulkan bahwa Brain Based Learning merupakan pembelajaran yang didasarkan pada prinsip-prinsip yang berasal dari pemahaman tentang otak dan menciptakan pembelajaran dengan berorientasi pada upaya memberdayakan potensi otak siswa. Ada tujuh tahapan dalam dalam Brain Based Learning antara lain pra-paparan, persiapan, inisiasi dan akuisis, elaborasi, inkubasi dan pengkodean memori, verifikasi dan pengecekan kepercayaan.

4. Pembelajaran Konvensional

(12)

pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.

Pembelajaran yang dilakukan oleh guru matematika diSMP Cokroaminoto Banjarmangu merupakan pembelajaran kovensional, yaitu mengunakan ceramah diiringi dengan penjelasan, serta peserta didik diberi soal latihan. Terlihat bahwa pembelajaran konvensional merupakan proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai “pen-transfer”

ilmu, sedangkan peserta didik lebih pasif sebagai “penerima” ilmu.

B. Penelitian Relevan

Hasil penelitian dari Budi (2013) menunjukkan bahwa pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural siswa di kelas eksperimen yang menggunakan pendekatan Brain Based Learning berbantuan GeoGebra lebih baik dibandingkan dibandingkan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Serta hasil penelitian dari Wirasa (2015) menunjukkan bahwa siswa di kelas eksperimen yang menggunakan pendekatan Brain Based Learning berbantuan GeoGebra prestasi belajar matematika siswanya lebih baik dari pada kelas kontrol

(13)

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Budi (2013) dan Wirasa (2015) tersebut adalah variabel bebasnya, yaitu menggunakan Brain Based Learning. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian relevan adalah peneliti

menggunakan Brain Based Learning (Pembelajaran Berbasis Otak) dan variabel terikatnya adalah penalaran matematis dan percaya diri siswa.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Ryanto (2014) adalah kemampuan penalaran matematis dan percaya diri. Perbedaanya pada model pembelajarannya, penelitian ini menggunakan Brain Based Learning, sedangkan penelitian ang dilakukan Ryanto menggunakan pembelajaran Advance Organizers.

C. Kerangka Pikir

NCTM (2000) menjelaskan tentang lima kemampuan mendasar yang merupakan standar matematika yaitu memecahkan masalah (problem solving), penalaran dan bukti (resoning and proof), komunikasi (communication), koneksi (connection), serta representasi (representation). Salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam belajar matematika yaitu penalaran matematis. Penalaran matematis merupakan proses berfikir logis dan sistematis dari fakta-fakta yang ada untuk memperoleh kesimpulan dari kumpulan informasi dan menentukan pola untuk menyelesaikan masalah matematika.

(14)

keyakinan akan kemampuan seseorang. Jadi kemampuan penalaran matematis akan selaras dengan rasa percaya diri yang dimiliki siswa, sehingga siswa akan yakin akan kemampuan yang dimiliki.

Tahapan pra-paparan dalam Brain Based Learning merupakan tahapan memberikan kepada otak satu tinjauan atas pembelajaran baru sebelum digali. Pra-paparan membantu otak mengembangkan peta konsep yang lebih baik. Tahap pra-paparan bisa membantu siswa untuk menentukan pola dalam menyelesaikan permasalahan matematika.

Berdasarkan para ahli dapat disimpulkan bahwa Brain Based Learning merupakan pembelajaran yang didasarkan pada prinsip-prinsip yang berasal dari pemahaman tentang otak dan menciptakan pembelajaran dengan berorientasi pada upaya memberdayakan potensi otak siswa. Salah satu tahapan menurut Jensen (2011) dalam Brain Based Learning adalah Persiapan. Ini merupakan tahapan guru untuk menciptakan keingin tahuan dan kegembiraan. Seperti yang diungkapkan oleh Utsman (2005) yang berpendapat bahwa percaya diri yang dimiliki oleh seseorang dapat meyehatkan jiwa dan dia mampu mempunyai perasaan bahagia yang positif serta perasaan puas. Itu berarti jika tahapan persiapan dalam Brain Based Learning dilakukan maka siswa akan mendapatkan rasa percaya diri ketika

pembelajaran.

(15)

dan rasa percaya diri siswa. Di duga Brain Based Learning ini dapat berpengaruh positif kemampuan penalaran matematis dan rasa percaya diri siswa.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Ada perbedaan pengaruh penalaran matematis antara siswa yang mengikuti

Brain Based Learning dengan penalaran matematis siswa yang mengikuti Pembelajaran Konvensional.

2. Ada perbedaan pengaruh percaya diri siswa antara siswa yang mengikuti

Brain Based Learning dengan percaya diri siswa yang mengikuti

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melakukan analisis data dan dilanjutkan dengan pembuktian hipotesis diperoleh gambaran yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hubungan yang signifikan

kelas V.A SD Negeri 002 Muara Lembu. Aktivitas guru pada pertemuan pertama siklus I sebesar 64.2% sedangkankan pada pertemuan kedua meningkat menjadi 75%. Siklus II

Data berupa proses bisnis peminjaman buku oleh mahasiswa, sivitas akademis, proses bisnis pengembalian buku oleh mahasiswa, sivitas akademis, proses bisnis pelayanan informasi

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji faktor-faktor penentu yang menentukan ”value” produk Telkom Flexi yang ditawarkan dari perusahaan kepada pelanggan, Bagaimana strategi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa obat kumur yang mengandung cetylpyridinium chloride (CPC) dan obat kumur yang mengandung

Beberapa survei dan penelitian menguatkan bahwa betapa penting kemampuan untuk bisa mendengar, bahkan banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa kemampuan seseorang untuk

Penyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) yang disebabkan oleh Bovine herpesvirus-1 (BHV-1) diketahui telah menyerang ternak sapi di Indonesia dengan sebaran penyakit

Tesis ini telah disetujui dan disahkan oleh Komisi Penguji Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Indonesia pada tanggal 30 Januari 2009 dan telah