BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Kemampuan Komunikasi Matematis
Menurut Mulyana (2008) komunikasi adalah proses berbagi makna melalui
perilaku verbal dan nonverbal. Segala perilaku dapat disebut komunikasi jika
melibatkan dua orang atau lebih. Untuk mengembangkan kemampuan
berkomunikasi, siswa-siswa dapat menyampaikan informasi dengan bahasa
matematika. Komunikasi matematis adalah suatu proses penting untuk
mempelajari matematika karena melalui komunikasi siswa dapat memperjelas,
memperluas dan memahami ide-ide matematis (Ontario Ministry of Education,
2010).
Indikator kemampuan komunikasi matematis siswa menurut NCTM (2000)
dapat dilihat dari :
1. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan
mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual;
2. Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide
matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya;
3. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan
struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan
hubungan-hubungan dengan model-model situasi.
Menurut Shadiq (2009), kemampuan komunikasi matematis merupakan
proses memberi dan menyampaikan arti dalam menyampaikan pemahaman
informasi atau mengkomunikasikan gagasan, antara lain melalui pembicaraan
lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Sejalan Soekamto
(1992), komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara untuk
menyampaikan suatu pesan ke penerima pesan untuk memberitahu, pendapat, atau
perilaku baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media. Di dalam
berkomunikasi tersebut harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang
disampaikan seseorang itu dapat dipahami oleh orang lain.
Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa bahwa kemampuan
komunikasi matematis secara tertulis adalah kemampuan siswa dalam
merefleksikan gambar, tabel, grafik kedalam ide-ide matematika, memberikan
penjelasan ide, konsep, atau situasi matematika dengan bahasa sendiri dalam
bentuk penulisan secara matematik dan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam
bahasa atau simbol matematika. Karena matematika merupakan suatu bahasa yang
kaya akan simbol-simbol,simbol-simbol tersebut memiliki makna yang penting
untuk dikomunikasikan. Adapun indikator kemampuan komunikasi yang akan
digunakan peneliti dalam penelitian ini:
a. Menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide
matematika
b. Menjalaskan ide situasi, dan relasi matematika secara tulisan dengan benda
nyata, gambar, grafik, dan aljabar.
c. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.
B. Regulasi Diri
Regulasi diri adalah memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan,
dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan yang dimaksud disini dapat
berupa tujuan akademik maupun sosioemosional (Santrock, 2010). Menurut
Ormrod (2008) untuk menjadi pembelajar yang benar-benar efektif, siswa harus
terlibat dalam beberapa aktivitas mengatur diri (regulasi diri). Secara khusus
perilaku pengaturan diri dalam belajar mencakup proses-proses berikut:
1. Penetapan tujuan. Peserta didik yang memiliki pengaturan diri (regulasi diri)
yang baik maka akan tahu apa yang ingin mereka capai ketika belajar.
2. Perencanaan. Peserta didik yang memiliki pengaturan diri sebelum
pembelajaran sudah mementukan bagaimana baiknya menggunakan waktu
yang tersedia untuk tugas-tugas belajar.
3. Motivasi diri. Peserta didik yang memiliki pengaturan diri memiliki keyakinan
atau rasa percaya diri akan kemampuan mereka menyelesaiakan tugas, dengan
menggunakan strategi agar tetap terarah pada tugas.
4. Kontrol atensi. Peserta didik yang memiliki pengaturan diri akan berusaha
memfokuskan perhatian mereka pada pelajaran yang sedang berlangsung dan
memfokuskan pada tugas dengan mengoptimalkan usaha untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
5. Penggunaan strategi belajar yang fleksibel. Setiap peserta didik memiliki
strategi belajar yang berbeda tergantung tujuan yang ingin mereka capai.
6. Monitor diri. Peserta didik harus terus memonitor kemajuan meraka dalam
7. Mencari bantuan yang tepat. Peserta didik yang memiliki pengaturan diri tidak
selalu harus berusaha sendiri. Sebaliknya, mereka menyadari bahwa mereka
membutuhkan bantuan orang lain yang akan memudahkan mereka untuk
bekerja secara mandiri dikemudian hari.Pembelajaran matematika yang
berorientasikan pada kemampuan komunikasi matematis baik secara individu
maupun kerlompok memungkinkan siswa untuk mencari bantuan yang tepat.
Ini dapat meminimalisir kesalahpahaman serta mengasah ketrampilan
komunikasi matematisnya.
8. Evaluasi diri. Peserta didik yang mampu mengatur diri dapat menentukan
apakah yang mereka pelajari itu telah memenuhi tujuan awal atau belum.
Sehinggamereka juga dapat menggunakan evaluasi diri untuk menyesuaikan
penggunaan berbagai strategi belajar.
Aspek-aspek Regulasi Diri Siswa menurut Pintrich (Kuswana,2013)
mencakup tiga aspek, yaitu:
a. Metakognisi, yaitu kemampuan individu dalam merencanakan, melakukan
pemantauan, dan pengamatan dalam aktivitas belajar, berpikir dan memilih
strategi belajar.
b. Motivasi, yang dimaksudkan motivasi dalam regulasi diri ini yaitu pendorong
yang ada pada diri individu yang mencakup persepsi terhadap efikasi diri
(percaya diri), mengontrol diri, dan cara meningkatkan kesadaran diri untuk
c. Perilaku, yaitu upaya individu untuk mengatur diri, mengevaluasi diri, dan
memanfaatkan lingkungan maupun menciptakan lingkungan yang mendukung
aktivitas belajar.
Selain aspek-aspek terdapat pula proses perputaran. Faktor yang
berpengaruh pada proses ini biasanya berubah selama proses pembelajarn dan
memerlukan pengawasan dari guru. Proses perputaran dalam regulasi diri dapat
dilihat pada fase gambar berikut:
Gambar 2.1 Fase Regulasi Diri Siswa menurut Zimmerman
Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa proses regulasi terdiri dari tiga
tahap yang bersifat siklis. Pada fase pemikiran, siswa merancang tujuan yang
hendak dicapai. Selain itu, siswa membuat perencanaan strategi yang hendak
digunakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Pada fase kinerja atau kendali,
siswa menerapkan strategi yang sudah direncanakan. Berikutnya fase refleksi diri
yaitu siswa melakukan evaluasi diri.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan, regulasi diri siswa yaitu upaya
yang dilakukan siswa untuk meningkatkan pencapaian hasil belajar, mengatur diri
dalam belajar, dan dapat mengelola lingkungan belajar yang kondusif untuk Kinerja atau
kendali
belajar dengan mengikutsertakan kemampuan metakognisi, yaitu bagaimana
individu mengorganisasi, merencanakan, dan mengukur diri dalam beraktivitas.
Motivasi mencakup strategi yang digunakan untuk menjaga diri. Berkaitan dengan
perilaku adalah bagaimana individu menyeleksi, dan memanfaatkan lingkungan
dalam mendukung aktivitasnya.
C. Model Pembelajaran Langsung
Pembelajaran yang berorientasi pada guru adalah model pembelajaran
langsung, dimana hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan oleh guru.
Pembelajaran langsung adalah suatu model pengajaran yang bersifat teacher
center. Menurut Arend (Trianto, 2009) bahwa model pembelajaran langsung
adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang
proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif (pengetahuan
tentang sesuatu yang dapat berupa fakta konsep, prinsip, atau generalisasi) dan
pengetahuan prosedural (pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu)
yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang
bertahap, selangkah demi selangkah.
Menurut Slavin (2003), langkah-langkah pembelajaran langsung adalah
sebagai berikut :
1. Menginformasikan tujuan pembelajaran kepada siswa
Dalam tahap ini guru menginformasikan hal-hal yang harus dipelajari siswa
2. Me-review pengetahuan dan ketrampilan
Dalam tahap ini guru mengajukan pertanyaan untuk mengungkap
3. Menyampaikan materi
Dalam langkah ini, guru menyampaikan materi, menyajikan informasi,
memberikan contoh-contoh, mendemonstrasikan konsep dan sebagainya.
4. Melaksanakan bimbingan
Bimbingan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk
menilai tingkat pemahaman siswa dan mengoreksi kesalahan konsep.
5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih
Dalam langkah ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih
keterampilannya atau menggunakan informasi baru secara individu atau
kelompok.
6. Menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik
Guru memberikan review terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa,
memberikan umpan balik terhadap respon siswa yang benar dan mengulang
keterampilan jika diperlukan.
7. Memberikan latihan mandiri
Dalam langkah ini, guru dapat memberikan tugas-tugas mandiri kepada siswa
untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah mereka
pelajarai.
Tahapan pelaksanaan pembelajaran langsung menurut Majid (2014) adalah
sebagai berikut :
a. Guru menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
b. Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan
d. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
e. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan dan penerapan konsep
Menurut Majid (2014), pembelajaran langsung mempunyai beberapa
kelebihan, yaitu sebagai berikut :
1) Guru dapat mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh
siswa, sehingga dapat mempertahankan focus mengenai apa yang harus dicapai
siswa.
2) Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil.
3) Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan
keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi
rendah.
4) Menekankan kegiatan mendengarkan (melalui ceramah) sehingga membantu
sehingga membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara ini.
5) Model pembelajaran direct instruction (terutama kegiatan demonstrasi) dapat
memberikan tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan antar teori (hal
yang seharusnya) dan observasi (kenyataan yang terjadi).
Selain memiliki kelebihan-kelebihan tersebut, pembelajaran langsung juga
memiliki kekurangan-kekurangan. Menurut Majid (2014),
kekurangan-kekurangan, yaitu sebagai berikut :
a) Sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan, pengetahuan awal,
b) Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif,
sulit bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal
mereka.
c) Karena guru memainkan peran pusat, kesuksesan strategi pembelajaran ini
bergantung pada image guru. Model pembelajaran langsung sangat bergantung
pada gaya komunikasi guru.
d) Jika model pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa akan
kehilangan perhatian setelah 10-15 menit, dan hanya akan mengingat sedikit isi
materi yang disampaikan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa pembelajaran langsung
adalah pembelajaran yang berpusat pada guru dengan menggunakan waktu
lebih efisien sehingga materi yang disampaikan lebih luas.
D. Problem Based Learning
Problem based learning adalah suatu pembelajaran yang dimulai dengan
disajikan suatu masalah yang relevan dan penting bagi siswa, dimana
masalah tersebut merupakan pengalaman sehari-hari siswa. Menurut Finkle dan
Torp (Shoimin,2014) menyatakan bahwa problem based learning merupakan
pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara
simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan
keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai
pemecah permasalahan sehari-hari dan tidak terstruktur dengan baik. Selain itu,
pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa
dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata.
Menurut Margetson (Rusman, 2013)problem based learning membantu
untuk meningkatkan perkembangan ketrampilan belajar sepanjang hayat dalam
pola pikir yang terbuka, efektif, kritis dan belajar aktif. Problem based learning
memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompok
dan keterampilan interpersonal dengan lebih baik disbanding pendekatan yang
lain. Adapun karakteristik dari problem based learning menurut Min Liu
(Shoimin,2014), yaitu,
1. Learning is student-centered
Proses pembelajaran dalam problem based learning lebih
menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, problem
based learning didukung juga oleh teori kontruktivisme dimana siswa di
dorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.
2. Authentic problems form the organizing focus for learning
Masalah yang disajikan kepada siswa dalah masalah yang otentik
sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat
menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti
3. New information is acquired through self-directed learning
Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum
mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya sehingga siswa
berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau
4. Learning occurs in small groups
Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha
membangun pengetahuan secara kolaboratif, problem based learning
dilaksanakan dalam kelompok kecil.Kelompok yang dibuat menuntut
pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.
5. Teachers act as facilitators
Padapelaksanaanproblem based learning, guru hanya berperan sabai
fasilitator.Meskipun begitu, guru harus selalu memantau perkembangan
aktivitas siswa dan mendorong mereka agar mencapai target yang hendak
dicapai.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas dengan menggunakan
problem based learning terdapat langkah-langkah yang akan dilaksanakan selama
proses pembelajaran berlangsung. Langkah-langkah problem based learning
menurut Arends (Warsono dkk,2013) :
a. Fase 1 : Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa.
Gurumembahas tujuan pembelajaran, mendeskripsikan berbagai
kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam
kegiatan mengatasi masalah.
b. Fase 2 : Mengorganisasikan siswa untuk meneliti
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahan.
Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang
tepat,melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi terhadap
masalah yang sedang dihadapi.
d. Fase 4 : Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan
artefak-artefak yang tepat dapat berupa laporan, rekaman video,dan model-model.
Dan membantu mereka untuk penyampaiannya kepada siswa lain.
e. Fase 5 : Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Mengatasi Masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasi
dan proses-proses yang mereka gunakan dalam menyelesaikan masalah
yang mereka gunakan.
Sintaks problem based learning menurut Jamie Kirkley (Kemendikbud,
2013)
1) Mengidentifikasi masalah
2) Menetapkan masalah melalui berpikir tentang masalah dan menyelekst
informasi-informasi yang relevan
3) Mengembangkan solusi melalui pengidentifikasian alternatif-alternatif,
tukar pikiran dan mengecek perbedaan pandang
4) Melakukan tindakan strategis
5) Melihat ulang dan mengevaluasi pengaruh-pengaruh dari solusi yang
Selain itu, menurut Ibrahim dan Nur (Rusman,2014:243) menguraikan
tahapan-tahapan problem based learning yaitu
Tabel2.1 Langkah-langkah problem based learning
Tahapan Perilaku Guru
Fase 1 : Orientasi siswa kepada masalah
Menjelas kantujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yg diperlukan, dan memotivasi siswa untuk terlibat aktif.
Fase2: Mengorganisasikan
siswa
Membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Fase 3 : Membimbing
penyelidikan individu dan
kelompok .
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.
Menurut Kunandar (2007) model problem based learning memiliki
kelebihan, antara lain:
1) Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan, sebab mereka sendiri yang
menemukan konsep tersebut.
2) Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan
berpikir siswa yang lebih tinggi.
3) Pengetahuan tertanam berdasarkan skema yang dimiliki siswa sehingga
4) Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah yang diselesaikan
langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat meningkatkan
motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajari.
5) Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan
menerima pendapat orang lain, menanamkan sifat sosial yang positif di antara
siswa.
6) Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap
pembelajaran dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa
dapat diharapkan.
Menurut Kunandar (2007) problem based learning memiliki kelemahan,
antara lain:
a) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan
merasakan enggan untuk mencoba.
b) Keberhasilan pembelajaran melalui problem based learningini membutuhkan
cukup waktu untuk persiapan.
c) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah
yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka
pelajari.
Langkah-langkah pembelajaran dengan pembelajaran problem based
learning dalam penelitian ini adalah: 1) Langkah pertama: mengorientasi siswa
pada masalah; 2) Langkah kedua: mengorganisasikan siswauntuk belajar;
Langkah keempat: mempresentasikan hasil karya; 5) Langkah kelima:
manganalisis dan mengevalusi proses pemecahan masalah.
Keterkaitan Problem Based Learning dengan Kemampuan Komunikasi
Matematika
Menurut Ontario (2005: 23) indikator kemampuan komunikasi matematika
yaitu kemampuan mengekspresikan mengorganisasikan ide dan pemikiran,
mengkomunikasikan kepada orang lain, dan menggunakan istilah atau bahasa
matematika. Indikator pencapaian pertama yaitu. kemampuan mengekspresikan
dan mengorganisasikan ide dan pemikiran. Di dalam problem based learning,
siswa diberikan masalah matematika, kemudian siswa diminta untuk
menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan gambar atau grafik. Hal ini
otomatis melatih siswa untuk mengidentifikasi dan menerjemahkan soal ke dalam
bentuk gambar. Selain itu, untuk mendukung pemahamannya, pada problem
based learning siswa dilatih untuk menyampaikan pendapatnya pada saat
presentasi kelompok di akhir pembelajaran. Pada tahap ini, siswa selalu diarahkan
untukmenggambarkan masalah di papan tulis terlebih dahulu, baru selanjutnya
dijelaskan penyelesaiannya. Setelah presentasi ada tahap konfirmasi yang
dilakukan guru sehingga siswa mengetahui letak kesalahan mereka danbagaimana
gambar/penyelesaian yang tepat. Hal ini erat kaitannya dengan pencapaian
indikator kemampuan komunikasi matematis mereka.
Selanjutnya, kemampuan dalam menggunakan istilah atau bahasa
matematika. Didalam problem based learning siswa dilatih melalui permasalahan
ide/gagasan mereka dengan cara mereka sendiri untuk kemudian disampaikan di
depan kelas dan dikonfirmasi kebenarannya oleh guru. Soal disajikan dalam
bentuk cerita agar siswa berlatih untuk menerjemahkan masalah, mengumpulkan
informasi yang diperlukan, mencari penyelesaian yang sesuai, dan menyajikan
kesimpulan. Hal ini melatih mereka menjelaskan ide, situasi, dan solusi
matematika secara tulisan dan menggunakan simbol atau bahasa matematika
secara tepat.
Secara teori model pembelajaran berbasis masalah dapat digunakan untuk
melatihkan kemampuan komunikasi matematika karena dalam problem based
learning siswa diminta untuk memahami bagaimana cara mengekspresikan dan
mengkomunikasikan baik secara lisan maupun tulisan dengan baik dan dapat
menggunakan istilah ataupun simbol pada matematika.Oleh karena itu, guru dapat
melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan problem based learning yang
akan mengarahkan siswa untukmempelajari ide-ide dan konsep-konsep
matematika melalui permasalahan yang berkaitan dengan dunia nyata. Sehingga
siswa akan berperan aktif untuk menemukan sendiri konsep tersebut, dengan
demikian diharapkan siswa akan menjadi lebih mudah memahami konsep tersebut
dan terbentuklah kemampuan komunikasi matematis yang baik.
E. Probing Prompting
Menurut arti katanya, Probing adalah penyelidikan dan pemeriksaan
sedangkan Prompting berarti mendorong atau menuntun. Pembelajaran dengan
menggunakan strategi Probing Prompting berkaitan erat dengan pertanyaan.
Suherman (dalam Huda, 2013) mengemukakan bahwa Probing Question adalah
pertanyaan yang sifatnya menggali untuk mendapatkan jawaban lebih mendalam
dari siswa dengan bermaksud untuk mengembangkan kualitas jawaban, sehingga
jawaban berikutnya lebih jelas, akurat, dan beralasan. Secara lebih lanjut, Marno
dan Idris (2010) mengemukakan bahwa Probing Question dapat digunakan
sebagai teknik untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas jawaban murid. Jadi,
Probing Question dapat diartikan sebagai pertanyaan lanjutan yang bersifat
menggali dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas jawaban siswa.
Pembelajaran dengan menggunakan strategi Probing Prompting berkaitan erat
dengan pertanyaan yang dilontarkan saat proses pembelajaran berlangsung.
Suyatno (2009) mengemukakan, Probing Prompting adalah pembelajaran dengan
cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan
menggali, sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan sikap
siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.
Dengan strategi ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa
secara acak sehingga siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak
bisa menghindar dari proses pembelajaran, sehingga kemungkinan akan terjadi
suasana tegang. Untuk mengurangi kondisi tersebut, guru hendaknya memberikan
serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukan, nada
lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa sehingga suasana menjadi nyaman,
menyenangkan, dan ceria. Tetapi apabila ada siswa yang menjawab salah harus
Pola umum dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi
probing melalui tiga tahapan (Rosnawati, 2008:24), yaitu sebagai berikut:
1. Kegiatan awal : Guru menggali pengetahuan prasyarat yang sudah dimiliki
siswa dengan menggunakan teknik probing. Hal ini berfungsi untuk
introduksi, revisi dan motivasi. Apabila prasyarat telah dikuasi siswa maka
langkah yang keenam dari tahapan teknik probing tidak perlu
dilaksanakan. Untuk memotivasi siswa, pola probing cukup tiga langkah
saja yaitu langkah 1, 2, dan 3.
2. Kegiatan inti : pengembangan materi maupun penerapan materi dilakukan
dengan menggunakan teknik probing.
3. Kegiatan akhir : teknik probing digunakan untuk mengetahui keberhasilan
siswa dalam belajarnya setelah siswa selesai melakukan kegiatan inti yang
telah ditetapkan sebelumnya. Pola meliputi ketujuh langkah itu dan
diterapkan terutama untuk ketercapaian indikator.
Adapun langkah-langkah strategi Probing Prompting menurut Sudarti
(Huda, 2014), yaitu:
a. Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan dengan membeberkan
gambar, rumus, atau situasi lain yang mengandung permasalahan.
b. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk
merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskan
permasalahan.
c. Guru mengajukan persoalan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus
d. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk
merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil.
e. Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.
f. Jika jawabannya tepat,maka menunggu beberapa saat untuk memberikan
kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi
kecil.
g. Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.
h. Jika jawabannya tepat, maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain
tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat
dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Namun, jika siswa tersebut
mengalami kemacetan jawaban atau jawaban yang diberikan kurang tepat,
tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan pertanyan-pertanyaan lainyang
jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaianjawaban.
i. Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih
menekankan bahwa indikator tersebut benar-benar telah dipahami oleh seluruh
siswa.
Kelebihan dan kekurangan Probing Prompting menurut (Shoimin, 2014),
yaitu
1) Kelebihan Probing Prompting
a) Mendorong siswa aktif berpikir.
b) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang
kurang jelas sehingga guru dapat menjelaskan kembali.
d) Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan
mengemukakan pendapat.
2) Kelemahan Probing Prompting
a) Dalam jumlah siswa yang banyak, tidak mungkin cukup waktu untuk
memberikan pertanyaan kepada tiap siswa.
b) Siswa merasa takut, apalagi bila guru kurang dapat mendorong siswa untuk
berani, dengan menciptakan suasana yang tidak tegang, melainkan akrab.
c) Waktu sering banyak terbuang apabilasiswa tidak dapat menjawab
pertanyaan sampai dua atau tiga orang.
F. Problem Based Learning (PBL) dengan Strategi Probing Prompting
Problem based learning menggunakan strategi Probing Prompting
merupakan suatu model pembelajaran yang berorientasi pada masalah dunia nyata
untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan komunikasi matematis dan
regulasi diri yang dikombinasikan dengan pemberian pertanyaan yang bersifat
menggali, mengarahkan, serta menuntun sehingga siswa dapat memperoleh
informasi serta pengetahuan. Pembelajaran berbasis masalah dengan
menggunakan strategi Probing-Prompting juga dapat memotivasi siswa untuk
memahami suatu permasalahan dengan lebih mendalam, sehingga siswa mampu
mencapai jawaban yang dituju. Problem based learning menggunakan strategi
Probing Prompting dicirikan dengan adanya 1) pengajuan masalah yang
berorientasi pada kehidupan sehari-hari, 2) pemberian pertanyaan yang bersifat
menggali pengetahuan dan mengarahkan siswa dalam menemukan solusi, 3)
penyelidikan, serta 4) memberi kesempatan pada siswa untuk melaporkan hasil
dari diskusi dalam rangka menemukan solusi dari permasalahan yang diberikan.
Tabel 2.2 Langkah-langkah Problem Based Learning dengan Strategi
Probing Prompting
Tahapan Perilaku Guru Perilaku Siswa
Fase 1 gambar, rumus, atau situasi lain yang mengandung permasalahan.
Guru membagi siswa ke dalam kelompok diskusi kecil.
Guru memberikan penjelasan tentang alur pembelajaran pada pertemuan ini. Serta guru memandu jalannya pembelajaran.
Tahapan Perilaku Guru Perilaku Siswa pada siswa yang berbeda untuk lebih menekankan bahwa indikator tersebut telah dipahami oleh seluruh siswa
Idola (2014) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis SMP
yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari kemampuan
komunikasi matematis siswa SMP dengan pembelajaran langsung. Siswa pada
kelas pembelajaran berbasis masalah mengalami peningkatan kemampuan
komunikasi matematis yang lebih tinggi daripada siswa pada kelas pembelajaran
langsung.
Nani (2012) meneliti tentang Konstruksi Self-Regulation Skill dan
Help-Seeking Behavior dalam Pembelajaran Matematika, diperoleh hasil bahwa
pengoptimalan terbentuknya regulasi diri pada siswa akan meningkatkan kualitas
dalam pemecahan masalah matematika dan mempengaruhi peningkatan kualitas
pembelajaran matematika itu sendiri. Ini menunjukkan bahwa regulasi diri
memiliki peran penting dalam pencapaian hasil belajar secara umum, termasuk
dalam pembelajaran matematika.
Fachrurazi (2011) menyatakan bahwa terdapat perbedaan peningkatan
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional. Siswa pada kelas pembelajaran
berbasis masalah mengalami peningkatan kemampuan komunikasi matematis
yang lebih tinggi daripada siswa pada kelas konvensional.
Utari(2015) menyatakan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis
siswa kelas VIII pada materi kubus dan balok menggunakan pembelajaran
Probing Promting berbasis etnomatenatika lebih baik dari rata-rata kemampuan
komunikasi matematis siswa kelas VIII pada materi kubus dan balok dengan
pembelajaran langsung.
Persamaan penelitian terdahulu dengan yang saya teliti terletak pada
modelnya sama. Perbedaannya pada penerapan strategi pembelajaran yaitu
peneliti yang sebelumnnya hanya menggunakan modelnya problem based
learning dan kemampuan komunikasi matematis. Dengan demikian, peneliti ingin
melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh model Problem Based Learning
(PBL) dengan strategi Probing Promting terhadap kemampuan komunikasi
matematis dan regulasi diri siswa .
H. Kerangka Pikir
Pembelajaran matematika selama ini cenderung menghafalkan rumus,
mengulang, dan menyebutkan definisi tanpa memahami konsepnya. Sehingga
diperlukan strategi pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran
tersebut karena strategi pembelajaran merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran. Dalam pemilihan strategi
pembelajaran yang tidak tepat justru menghambat tercapainya tujuan
pembelajaran. Strategi pembelajaran yang dapat digunakan guru salah satunya
yaitu strategi probing prompting. Strategi probing prompting adalah
pembelajaran guru menyajikan serangkian pertanyaan yang sifatnya menuntun
dan menggali sehingga terjadi proses berfikir mengaitkan pengetahuan baru
dengan yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa mengonstruksi konsep – prinsip
– aturan menjadi pengetahuan baru. Selain strategi, untuk mengoptimalkan
tercapainya tujuan pembelajaran diperlukan adanya suatu model pembelajaran
yang mendukung selama proses pembelajaran salah satunya yaitu model problem
based learning. Model problem based learning merupakan model pembelajaran
dengan menggunakan permasalahan nyata sebagai titik awal pembelajaran.
Dengan adanya permasalahan, siswa belajar untuk mencari penyelesaian masalah
melalui penyelidikan dan belajar dalam kelompok.
Kemampuan komunikasi merupakan aspek penting untuk dilatih dan
dikembangkan melalui belajar matematika. Dengan demikian, guru dapat melihat
sejauh mana siswa memahami materi yang diberikan melalui kemampuan
komunikasi matematika siswa. Dengan dimilikinya kemampuan komunikasi
matematis, siswa mampu menyampaikan intruksi atau mengkomunikasikan
gagasan, diantaranya melalui pembicaraan lisan, grafik, diagram dalam belajar.
Selain itu kemampuan regulasi diri (pengaturan diri) perlu dimiliki setiap siswa
karena regulasi diri merupakan salah satu indikator keberhasilan siswa, dengan
mengatur, memotivasi, dan merencanakan diri dalam belajarnya untuk
menghasilkan tujuan belajar yang diinginkan.
Langkah awal dalam pembelajaran mengunakan model problem based
learning dengan strategi Probing Prompting yaitu orientasi pada siswa. Pada
tahap ini guru memberikan gambaran, rumus, atau situasi lain yang mengandung
permasalahan. Sehingga siswa akan dapat menyatakan situasi atau ide matematika
dalam konteks nyata dan juga siswa dapat mengatur strategi yang baik untuk
belajar. Pada langkah kedua yaitu mengorganisasikan siswa untuk belajar, pada
langkah ini siswa dituntut untuk bertanya yang bertujuan agar siswa aktif dalam
pembelajaran dan guru memeberikan materi pembelajaran kepada siswa. Langkah
ketiga yaitu membantu penyelidikan mandiri dan kelompok, pada langkah ini
siswa mengajukan persoalan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban sehingga
siswa dapat menjelaskan suatu permasalahan. Langkah keempat yaitu
mengembangkan dan menyajikan hasil karya pada langkah ini guru menunjuk
salah satu siswa untuk mempresentasikan jawaban sehingga akan melatih siswa
untuk menyusun argumen atau mengungkapkan pendapat. Langkah terakhir yaitu
menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah pada langkah ini guru
memberikan pertanyaan akhir sehingga siswa dituntut untuk lebih aktif lagi dalam
pembelajaran sehingga siswa mampu menyelesaikan persoalan dengan strategi
belajar yang sudah direncanakan.
Dengan adanya pembelajaran menggunakan model problem based learning
komunikasi matematis siswa dan reguasi diri siswa menjadi lebih baik.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kerangka pikir bahwa melalui
pembelajaran model problem based learning dengan strategi probing prompting
dapat berpengaruh positif terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa dan
regulasi diri siswa.
I. Hipotesis Penelitia
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan (Sugiyono 2014: 99).
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir di atas maka diduga:
1. Capaian kemampuan komunikasi matematis yang mengikuti pembelajaran
menggunakan model problem based learning dengan strategi probing promting
lebih baik dari pada kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti
pembelajaran langsung.
2. Capaian regulasi diri siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model
problem based learning dengan strategi probing promting lebih baik dari pada