• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Komunikasi Matematis - PENGARUH PROBLEM BASED LEARNING DENGAN STRATEGI PROBING PROMTING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DAN REGULASI DIRI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 KEMBARAN - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Komunikasi Matematis - PENGARUH PROBLEM BASED LEARNING DENGAN STRATEGI PROBING PROMTING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DAN REGULASI DIRI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 KEMBARAN - repository perpustakaan"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Kemampuan Komunikasi Matematis

Menurut Mulyana (2008) komunikasi adalah proses berbagi makna melalui

perilaku verbal dan nonverbal. Segala perilaku dapat disebut komunikasi jika

melibatkan dua orang atau lebih. Untuk mengembangkan kemampuan

berkomunikasi, siswa-siswa dapat menyampaikan informasi dengan bahasa

matematika. Komunikasi matematis adalah suatu proses penting untuk

mempelajari matematika karena melalui komunikasi siswa dapat memperjelas,

memperluas dan memahami ide-ide matematis (Ontario Ministry of Education,

2010).

Indikator kemampuan komunikasi matematis siswa menurut NCTM (2000)

dapat dilihat dari :

1. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan

mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual;

2. Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide

matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya;

3. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan

struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan

hubungan-hubungan dengan model-model situasi.

Menurut Shadiq (2009), kemampuan komunikasi matematis merupakan

proses memberi dan menyampaikan arti dalam menyampaikan pemahaman

(2)

informasi atau mengkomunikasikan gagasan, antara lain melalui pembicaraan

lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Sejalan Soekamto

(1992), komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara untuk

menyampaikan suatu pesan ke penerima pesan untuk memberitahu, pendapat, atau

perilaku baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media. Di dalam

berkomunikasi tersebut harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang

disampaikan seseorang itu dapat dipahami oleh orang lain.

Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa bahwa kemampuan

komunikasi matematis secara tertulis adalah kemampuan siswa dalam

merefleksikan gambar, tabel, grafik kedalam ide-ide matematika, memberikan

penjelasan ide, konsep, atau situasi matematika dengan bahasa sendiri dalam

bentuk penulisan secara matematik dan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam

bahasa atau simbol matematika. Karena matematika merupakan suatu bahasa yang

kaya akan simbol-simbol,simbol-simbol tersebut memiliki makna yang penting

untuk dikomunikasikan. Adapun indikator kemampuan komunikasi yang akan

digunakan peneliti dalam penelitian ini:

a. Menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide

matematika

b. Menjalaskan ide situasi, dan relasi matematika secara tulisan dengan benda

nyata, gambar, grafik, dan aljabar.

c. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.

(3)

B. Regulasi Diri

Regulasi diri adalah memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan,

dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan yang dimaksud disini dapat

berupa tujuan akademik maupun sosioemosional (Santrock, 2010). Menurut

Ormrod (2008) untuk menjadi pembelajar yang benar-benar efektif, siswa harus

terlibat dalam beberapa aktivitas mengatur diri (regulasi diri). Secara khusus

perilaku pengaturan diri dalam belajar mencakup proses-proses berikut:

1. Penetapan tujuan. Peserta didik yang memiliki pengaturan diri (regulasi diri)

yang baik maka akan tahu apa yang ingin mereka capai ketika belajar.

2. Perencanaan. Peserta didik yang memiliki pengaturan diri sebelum

pembelajaran sudah mementukan bagaimana baiknya menggunakan waktu

yang tersedia untuk tugas-tugas belajar.

3. Motivasi diri. Peserta didik yang memiliki pengaturan diri memiliki keyakinan

atau rasa percaya diri akan kemampuan mereka menyelesaiakan tugas, dengan

menggunakan strategi agar tetap terarah pada tugas.

4. Kontrol atensi. Peserta didik yang memiliki pengaturan diri akan berusaha

memfokuskan perhatian mereka pada pelajaran yang sedang berlangsung dan

memfokuskan pada tugas dengan mengoptimalkan usaha untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan.

5. Penggunaan strategi belajar yang fleksibel. Setiap peserta didik memiliki

strategi belajar yang berbeda tergantung tujuan yang ingin mereka capai.

6. Monitor diri. Peserta didik harus terus memonitor kemajuan meraka dalam

(4)

7. Mencari bantuan yang tepat. Peserta didik yang memiliki pengaturan diri tidak

selalu harus berusaha sendiri. Sebaliknya, mereka menyadari bahwa mereka

membutuhkan bantuan orang lain yang akan memudahkan mereka untuk

bekerja secara mandiri dikemudian hari.Pembelajaran matematika yang

berorientasikan pada kemampuan komunikasi matematis baik secara individu

maupun kerlompok memungkinkan siswa untuk mencari bantuan yang tepat.

Ini dapat meminimalisir kesalahpahaman serta mengasah ketrampilan

komunikasi matematisnya.

8. Evaluasi diri. Peserta didik yang mampu mengatur diri dapat menentukan

apakah yang mereka pelajari itu telah memenuhi tujuan awal atau belum.

Sehinggamereka juga dapat menggunakan evaluasi diri untuk menyesuaikan

penggunaan berbagai strategi belajar.

Aspek-aspek Regulasi Diri Siswa menurut Pintrich (Kuswana,2013)

mencakup tiga aspek, yaitu:

a. Metakognisi, yaitu kemampuan individu dalam merencanakan, melakukan

pemantauan, dan pengamatan dalam aktivitas belajar, berpikir dan memilih

strategi belajar.

b. Motivasi, yang dimaksudkan motivasi dalam regulasi diri ini yaitu pendorong

yang ada pada diri individu yang mencakup persepsi terhadap efikasi diri

(percaya diri), mengontrol diri, dan cara meningkatkan kesadaran diri untuk

(5)

c. Perilaku, yaitu upaya individu untuk mengatur diri, mengevaluasi diri, dan

memanfaatkan lingkungan maupun menciptakan lingkungan yang mendukung

aktivitas belajar.

Selain aspek-aspek terdapat pula proses perputaran. Faktor yang

berpengaruh pada proses ini biasanya berubah selama proses pembelajarn dan

memerlukan pengawasan dari guru. Proses perputaran dalam regulasi diri dapat

dilihat pada fase gambar berikut:

Gambar 2.1 Fase Regulasi Diri Siswa menurut Zimmerman

Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa proses regulasi terdiri dari tiga

tahap yang bersifat siklis. Pada fase pemikiran, siswa merancang tujuan yang

hendak dicapai. Selain itu, siswa membuat perencanaan strategi yang hendak

digunakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Pada fase kinerja atau kendali,

siswa menerapkan strategi yang sudah direncanakan. Berikutnya fase refleksi diri

yaitu siswa melakukan evaluasi diri.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan, regulasi diri siswa yaitu upaya

yang dilakukan siswa untuk meningkatkan pencapaian hasil belajar, mengatur diri

dalam belajar, dan dapat mengelola lingkungan belajar yang kondusif untuk Kinerja atau

kendali

(6)

belajar dengan mengikutsertakan kemampuan metakognisi, yaitu bagaimana

individu mengorganisasi, merencanakan, dan mengukur diri dalam beraktivitas.

Motivasi mencakup strategi yang digunakan untuk menjaga diri. Berkaitan dengan

perilaku adalah bagaimana individu menyeleksi, dan memanfaatkan lingkungan

dalam mendukung aktivitasnya.

C. Model Pembelajaran Langsung

Pembelajaran yang berorientasi pada guru adalah model pembelajaran

langsung, dimana hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan oleh guru.

Pembelajaran langsung adalah suatu model pengajaran yang bersifat teacher

center. Menurut Arend (Trianto, 2009) bahwa model pembelajaran langsung

adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang

proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif (pengetahuan

tentang sesuatu yang dapat berupa fakta konsep, prinsip, atau generalisasi) dan

pengetahuan prosedural (pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu)

yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang

bertahap, selangkah demi selangkah.

Menurut Slavin (2003), langkah-langkah pembelajaran langsung adalah

sebagai berikut :

1. Menginformasikan tujuan pembelajaran kepada siswa

Dalam tahap ini guru menginformasikan hal-hal yang harus dipelajari siswa

2. Me-review pengetahuan dan ketrampilan

Dalam tahap ini guru mengajukan pertanyaan untuk mengungkap

(7)

3. Menyampaikan materi

Dalam langkah ini, guru menyampaikan materi, menyajikan informasi,

memberikan contoh-contoh, mendemonstrasikan konsep dan sebagainya.

4. Melaksanakan bimbingan

Bimbingan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk

menilai tingkat pemahaman siswa dan mengoreksi kesalahan konsep.

5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih

Dalam langkah ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih

keterampilannya atau menggunakan informasi baru secara individu atau

kelompok.

6. Menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik

Guru memberikan review terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa,

memberikan umpan balik terhadap respon siswa yang benar dan mengulang

keterampilan jika diperlukan.

7. Memberikan latihan mandiri

Dalam langkah ini, guru dapat memberikan tugas-tugas mandiri kepada siswa

untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah mereka

pelajarai.

Tahapan pelaksanaan pembelajaran langsung menurut Majid (2014) adalah

sebagai berikut :

a. Guru menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa

b. Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan

(8)

d. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

e. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan dan penerapan konsep

Menurut Majid (2014), pembelajaran langsung mempunyai beberapa

kelebihan, yaitu sebagai berikut :

1) Guru dapat mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh

siswa, sehingga dapat mempertahankan focus mengenai apa yang harus dicapai

siswa.

2) Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil.

3) Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan

keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi

rendah.

4) Menekankan kegiatan mendengarkan (melalui ceramah) sehingga membantu

sehingga membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara ini.

5) Model pembelajaran direct instruction (terutama kegiatan demonstrasi) dapat

memberikan tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan antar teori (hal

yang seharusnya) dan observasi (kenyataan yang terjadi).

Selain memiliki kelebihan-kelebihan tersebut, pembelajaran langsung juga

memiliki kekurangan-kekurangan. Menurut Majid (2014),

kekurangan-kekurangan, yaitu sebagai berikut :

a) Sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan, pengetahuan awal,

(9)

b) Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif,

sulit bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal

mereka.

c) Karena guru memainkan peran pusat, kesuksesan strategi pembelajaran ini

bergantung pada image guru. Model pembelajaran langsung sangat bergantung

pada gaya komunikasi guru.

d) Jika model pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa akan

kehilangan perhatian setelah 10-15 menit, dan hanya akan mengingat sedikit isi

materi yang disampaikan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa pembelajaran langsung

adalah pembelajaran yang berpusat pada guru dengan menggunakan waktu

lebih efisien sehingga materi yang disampaikan lebih luas.

D. Problem Based Learning

Problem based learning adalah suatu pembelajaran yang dimulai dengan

disajikan suatu masalah yang relevan dan penting bagi siswa, dimana

masalah tersebut merupakan pengalaman sehari-hari siswa. Menurut Finkle dan

Torp (Shoimin,2014) menyatakan bahwa problem based learning merupakan

pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara

simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan

keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai

pemecah permasalahan sehari-hari dan tidak terstruktur dengan baik. Selain itu,

(10)

pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa

dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata.

Menurut Margetson (Rusman, 2013)problem based learning membantu

untuk meningkatkan perkembangan ketrampilan belajar sepanjang hayat dalam

pola pikir yang terbuka, efektif, kritis dan belajar aktif. Problem based learning

memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompok

dan keterampilan interpersonal dengan lebih baik disbanding pendekatan yang

lain. Adapun karakteristik dari problem based learning menurut Min Liu

(Shoimin,2014), yaitu,

1. Learning is student-centered

Proses pembelajaran dalam problem based learning lebih

menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, problem

based learning didukung juga oleh teori kontruktivisme dimana siswa di

dorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.

2. Authentic problems form the organizing focus for learning

Masalah yang disajikan kepada siswa dalah masalah yang otentik

sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat

menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti

3. New information is acquired through self-directed learning

Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum

mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya sehingga siswa

berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau

(11)

4. Learning occurs in small groups

Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha

membangun pengetahuan secara kolaboratif, problem based learning

dilaksanakan dalam kelompok kecil.Kelompok yang dibuat menuntut

pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.

5. Teachers act as facilitators

Padapelaksanaanproblem based learning, guru hanya berperan sabai

fasilitator.Meskipun begitu, guru harus selalu memantau perkembangan

aktivitas siswa dan mendorong mereka agar mencapai target yang hendak

dicapai.

Dalam pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas dengan menggunakan

problem based learning terdapat langkah-langkah yang akan dilaksanakan selama

proses pembelajaran berlangsung. Langkah-langkah problem based learning

menurut Arends (Warsono dkk,2013) :

a. Fase 1 : Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa.

Gurumembahas tujuan pembelajaran, mendeskripsikan berbagai

kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam

kegiatan mengatasi masalah.

b. Fase 2 : Mengorganisasikan siswa untuk meneliti

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan

tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahan.

(12)

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang

tepat,melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi terhadap

masalah yang sedang dihadapi.

d. Fase 4 : Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan

artefak-artefak yang tepat dapat berupa laporan, rekaman video,dan model-model.

Dan membantu mereka untuk penyampaiannya kepada siswa lain.

e. Fase 5 : Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Mengatasi Masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasi

dan proses-proses yang mereka gunakan dalam menyelesaikan masalah

yang mereka gunakan.

Sintaks problem based learning menurut Jamie Kirkley (Kemendikbud,

2013)

1) Mengidentifikasi masalah

2) Menetapkan masalah melalui berpikir tentang masalah dan menyelekst

informasi-informasi yang relevan

3) Mengembangkan solusi melalui pengidentifikasian alternatif-alternatif,

tukar pikiran dan mengecek perbedaan pandang

4) Melakukan tindakan strategis

5) Melihat ulang dan mengevaluasi pengaruh-pengaruh dari solusi yang

(13)

Selain itu, menurut Ibrahim dan Nur (Rusman,2014:243) menguraikan

tahapan-tahapan problem based learning yaitu

Tabel2.1 Langkah-langkah problem based learning

Tahapan Perilaku Guru

Fase 1 : Orientasi siswa kepada masalah

Menjelas kantujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yg diperlukan, dan memotivasi siswa untuk terlibat aktif.

Fase2: Mengorganisasikan

siswa

Membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

Fase 3 : Membimbing

penyelidikan individu dan

kelompok .

Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.

Menurut Kunandar (2007) model problem based learning memiliki

kelebihan, antara lain:

1) Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan, sebab mereka sendiri yang

menemukan konsep tersebut.

2) Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan

berpikir siswa yang lebih tinggi.

3) Pengetahuan tertanam berdasarkan skema yang dimiliki siswa sehingga

(14)

4) Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah yang diselesaikan

langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat meningkatkan

motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajari.

5) Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan

menerima pendapat orang lain, menanamkan sifat sosial yang positif di antara

siswa.

6) Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap

pembelajaran dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa

dapat diharapkan.

Menurut Kunandar (2007) problem based learning memiliki kelemahan,

antara lain:

a) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan

bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan

merasakan enggan untuk mencoba.

b) Keberhasilan pembelajaran melalui problem based learningini membutuhkan

cukup waktu untuk persiapan.

c) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah

yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka

pelajari.

Langkah-langkah pembelajaran dengan pembelajaran problem based

learning dalam penelitian ini adalah: 1) Langkah pertama: mengorientasi siswa

pada masalah; 2) Langkah kedua: mengorganisasikan siswauntuk belajar;

(15)

Langkah keempat: mempresentasikan hasil karya; 5) Langkah kelima:

manganalisis dan mengevalusi proses pemecahan masalah.

Keterkaitan Problem Based Learning dengan Kemampuan Komunikasi

Matematika

Menurut Ontario (2005: 23) indikator kemampuan komunikasi matematika

yaitu kemampuan mengekspresikan mengorganisasikan ide dan pemikiran,

mengkomunikasikan kepada orang lain, dan menggunakan istilah atau bahasa

matematika. Indikator pencapaian pertama yaitu. kemampuan mengekspresikan

dan mengorganisasikan ide dan pemikiran. Di dalam problem based learning,

siswa diberikan masalah matematika, kemudian siswa diminta untuk

menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan gambar atau grafik. Hal ini

otomatis melatih siswa untuk mengidentifikasi dan menerjemahkan soal ke dalam

bentuk gambar. Selain itu, untuk mendukung pemahamannya, pada problem

based learning siswa dilatih untuk menyampaikan pendapatnya pada saat

presentasi kelompok di akhir pembelajaran. Pada tahap ini, siswa selalu diarahkan

untukmenggambarkan masalah di papan tulis terlebih dahulu, baru selanjutnya

dijelaskan penyelesaiannya. Setelah presentasi ada tahap konfirmasi yang

dilakukan guru sehingga siswa mengetahui letak kesalahan mereka danbagaimana

gambar/penyelesaian yang tepat. Hal ini erat kaitannya dengan pencapaian

indikator kemampuan komunikasi matematis mereka.

Selanjutnya, kemampuan dalam menggunakan istilah atau bahasa

matematika. Didalam problem based learning siswa dilatih melalui permasalahan

(16)

ide/gagasan mereka dengan cara mereka sendiri untuk kemudian disampaikan di

depan kelas dan dikonfirmasi kebenarannya oleh guru. Soal disajikan dalam

bentuk cerita agar siswa berlatih untuk menerjemahkan masalah, mengumpulkan

informasi yang diperlukan, mencari penyelesaian yang sesuai, dan menyajikan

kesimpulan. Hal ini melatih mereka menjelaskan ide, situasi, dan solusi

matematika secara tulisan dan menggunakan simbol atau bahasa matematika

secara tepat.

Secara teori model pembelajaran berbasis masalah dapat digunakan untuk

melatihkan kemampuan komunikasi matematika karena dalam problem based

learning siswa diminta untuk memahami bagaimana cara mengekspresikan dan

mengkomunikasikan baik secara lisan maupun tulisan dengan baik dan dapat

menggunakan istilah ataupun simbol pada matematika.Oleh karena itu, guru dapat

melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan problem based learning yang

akan mengarahkan siswa untukmempelajari ide-ide dan konsep-konsep

matematika melalui permasalahan yang berkaitan dengan dunia nyata. Sehingga

siswa akan berperan aktif untuk menemukan sendiri konsep tersebut, dengan

demikian diharapkan siswa akan menjadi lebih mudah memahami konsep tersebut

dan terbentuklah kemampuan komunikasi matematis yang baik.

E. Probing Prompting

Menurut arti katanya, Probing adalah penyelidikan dan pemeriksaan

sedangkan Prompting berarti mendorong atau menuntun. Pembelajaran dengan

menggunakan strategi Probing Prompting berkaitan erat dengan pertanyaan.

(17)

Suherman (dalam Huda, 2013) mengemukakan bahwa Probing Question adalah

pertanyaan yang sifatnya menggali untuk mendapatkan jawaban lebih mendalam

dari siswa dengan bermaksud untuk mengembangkan kualitas jawaban, sehingga

jawaban berikutnya lebih jelas, akurat, dan beralasan. Secara lebih lanjut, Marno

dan Idris (2010) mengemukakan bahwa Probing Question dapat digunakan

sebagai teknik untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas jawaban murid. Jadi,

Probing Question dapat diartikan sebagai pertanyaan lanjutan yang bersifat

menggali dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas jawaban siswa.

Pembelajaran dengan menggunakan strategi Probing Prompting berkaitan erat

dengan pertanyaan yang dilontarkan saat proses pembelajaran berlangsung.

Suyatno (2009) mengemukakan, Probing Prompting adalah pembelajaran dengan

cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan

menggali, sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan sikap

siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.

Dengan strategi ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa

secara acak sehingga siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak

bisa menghindar dari proses pembelajaran, sehingga kemungkinan akan terjadi

suasana tegang. Untuk mengurangi kondisi tersebut, guru hendaknya memberikan

serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukan, nada

lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa sehingga suasana menjadi nyaman,

menyenangkan, dan ceria. Tetapi apabila ada siswa yang menjawab salah harus

(18)

Pola umum dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi

probing melalui tiga tahapan (Rosnawati, 2008:24), yaitu sebagai berikut:

1. Kegiatan awal : Guru menggali pengetahuan prasyarat yang sudah dimiliki

siswa dengan menggunakan teknik probing. Hal ini berfungsi untuk

introduksi, revisi dan motivasi. Apabila prasyarat telah dikuasi siswa maka

langkah yang keenam dari tahapan teknik probing tidak perlu

dilaksanakan. Untuk memotivasi siswa, pola probing cukup tiga langkah

saja yaitu langkah 1, 2, dan 3.

2. Kegiatan inti : pengembangan materi maupun penerapan materi dilakukan

dengan menggunakan teknik probing.

3. Kegiatan akhir : teknik probing digunakan untuk mengetahui keberhasilan

siswa dalam belajarnya setelah siswa selesai melakukan kegiatan inti yang

telah ditetapkan sebelumnya. Pola meliputi ketujuh langkah itu dan

diterapkan terutama untuk ketercapaian indikator.

Adapun langkah-langkah strategi Probing Prompting menurut Sudarti

(Huda, 2014), yaitu:

a. Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan dengan membeberkan

gambar, rumus, atau situasi lain yang mengandung permasalahan.

b. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk

merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskan

permasalahan.

c. Guru mengajukan persoalan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus

(19)

d. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk

merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil.

e. Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.

f. Jika jawabannya tepat,maka menunggu beberapa saat untuk memberikan

kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi

kecil.

g. Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.

h. Jika jawabannya tepat, maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain

tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat

dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Namun, jika siswa tersebut

mengalami kemacetan jawaban atau jawaban yang diberikan kurang tepat,

tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan pertanyan-pertanyaan lainyang

jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaianjawaban.

i. Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih

menekankan bahwa indikator tersebut benar-benar telah dipahami oleh seluruh

siswa.

Kelebihan dan kekurangan Probing Prompting menurut (Shoimin, 2014),

yaitu

1) Kelebihan Probing Prompting

a) Mendorong siswa aktif berpikir.

b) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang

kurang jelas sehingga guru dapat menjelaskan kembali.

(20)

d) Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan

mengemukakan pendapat.

2) Kelemahan Probing Prompting

a) Dalam jumlah siswa yang banyak, tidak mungkin cukup waktu untuk

memberikan pertanyaan kepada tiap siswa.

b) Siswa merasa takut, apalagi bila guru kurang dapat mendorong siswa untuk

berani, dengan menciptakan suasana yang tidak tegang, melainkan akrab.

c) Waktu sering banyak terbuang apabilasiswa tidak dapat menjawab

pertanyaan sampai dua atau tiga orang.

F. Problem Based Learning (PBL) dengan Strategi Probing Prompting

Problem based learning menggunakan strategi Probing Prompting

merupakan suatu model pembelajaran yang berorientasi pada masalah dunia nyata

untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan komunikasi matematis dan

regulasi diri yang dikombinasikan dengan pemberian pertanyaan yang bersifat

menggali, mengarahkan, serta menuntun sehingga siswa dapat memperoleh

informasi serta pengetahuan. Pembelajaran berbasis masalah dengan

menggunakan strategi Probing-Prompting juga dapat memotivasi siswa untuk

memahami suatu permasalahan dengan lebih mendalam, sehingga siswa mampu

mencapai jawaban yang dituju. Problem based learning menggunakan strategi

Probing Prompting dicirikan dengan adanya 1) pengajuan masalah yang

berorientasi pada kehidupan sehari-hari, 2) pemberian pertanyaan yang bersifat

menggali pengetahuan dan mengarahkan siswa dalam menemukan solusi, 3)

(21)

penyelidikan, serta 4) memberi kesempatan pada siswa untuk melaporkan hasil

dari diskusi dalam rangka menemukan solusi dari permasalahan yang diberikan.

Tabel 2.2 Langkah-langkah Problem Based Learning dengan Strategi

Probing Prompting

Tahapan Perilaku Guru Perilaku Siswa

Fase 1 gambar, rumus, atau situasi lain yang mengandung permasalahan.

Guru membagi siswa ke dalam kelompok diskusi kecil.

Guru memberikan penjelasan tentang alur pembelajaran pada pertemuan ini. Serta guru memandu jalannya pembelajaran.

(22)

Tahapan Perilaku Guru Perilaku Siswa pada siswa yang berbeda untuk lebih menekankan bahwa indikator tersebut telah dipahami oleh seluruh siswa

Idola (2014) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis SMP

yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari kemampuan

komunikasi matematis siswa SMP dengan pembelajaran langsung. Siswa pada

kelas pembelajaran berbasis masalah mengalami peningkatan kemampuan

komunikasi matematis yang lebih tinggi daripada siswa pada kelas pembelajaran

langsung.

Nani (2012) meneliti tentang Konstruksi Self-Regulation Skill dan

Help-Seeking Behavior dalam Pembelajaran Matematika, diperoleh hasil bahwa

pengoptimalan terbentuknya regulasi diri pada siswa akan meningkatkan kualitas

dalam pemecahan masalah matematika dan mempengaruhi peningkatan kualitas

pembelajaran matematika itu sendiri. Ini menunjukkan bahwa regulasi diri

memiliki peran penting dalam pencapaian hasil belajar secara umum, termasuk

dalam pembelajaran matematika.

Fachrurazi (2011) menyatakan bahwa terdapat perbedaan peningkatan

(23)

menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional. Siswa pada kelas pembelajaran

berbasis masalah mengalami peningkatan kemampuan komunikasi matematis

yang lebih tinggi daripada siswa pada kelas konvensional.

Utari(2015) menyatakan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis

siswa kelas VIII pada materi kubus dan balok menggunakan pembelajaran

Probing Promting berbasis etnomatenatika lebih baik dari rata-rata kemampuan

komunikasi matematis siswa kelas VIII pada materi kubus dan balok dengan

pembelajaran langsung.

Persamaan penelitian terdahulu dengan yang saya teliti terletak pada

modelnya sama. Perbedaannya pada penerapan strategi pembelajaran yaitu

peneliti yang sebelumnnya hanya menggunakan modelnya problem based

learning dan kemampuan komunikasi matematis. Dengan demikian, peneliti ingin

melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh model Problem Based Learning

(PBL) dengan strategi Probing Promting terhadap kemampuan komunikasi

matematis dan regulasi diri siswa .

H. Kerangka Pikir

Pembelajaran matematika selama ini cenderung menghafalkan rumus,

mengulang, dan menyebutkan definisi tanpa memahami konsepnya. Sehingga

diperlukan strategi pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran

tersebut karena strategi pembelajaran merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran. Dalam pemilihan strategi

(24)

pembelajaran yang tidak tepat justru menghambat tercapainya tujuan

pembelajaran. Strategi pembelajaran yang dapat digunakan guru salah satunya

yaitu strategi probing prompting. Strategi probing prompting adalah

pembelajaran guru menyajikan serangkian pertanyaan yang sifatnya menuntun

dan menggali sehingga terjadi proses berfikir mengaitkan pengetahuan baru

dengan yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa mengonstruksi konsep – prinsip

– aturan menjadi pengetahuan baru. Selain strategi, untuk mengoptimalkan

tercapainya tujuan pembelajaran diperlukan adanya suatu model pembelajaran

yang mendukung selama proses pembelajaran salah satunya yaitu model problem

based learning. Model problem based learning merupakan model pembelajaran

dengan menggunakan permasalahan nyata sebagai titik awal pembelajaran.

Dengan adanya permasalahan, siswa belajar untuk mencari penyelesaian masalah

melalui penyelidikan dan belajar dalam kelompok.

Kemampuan komunikasi merupakan aspek penting untuk dilatih dan

dikembangkan melalui belajar matematika. Dengan demikian, guru dapat melihat

sejauh mana siswa memahami materi yang diberikan melalui kemampuan

komunikasi matematika siswa. Dengan dimilikinya kemampuan komunikasi

matematis, siswa mampu menyampaikan intruksi atau mengkomunikasikan

gagasan, diantaranya melalui pembicaraan lisan, grafik, diagram dalam belajar.

Selain itu kemampuan regulasi diri (pengaturan diri) perlu dimiliki setiap siswa

karena regulasi diri merupakan salah satu indikator keberhasilan siswa, dengan

(25)

mengatur, memotivasi, dan merencanakan diri dalam belajarnya untuk

menghasilkan tujuan belajar yang diinginkan.

Langkah awal dalam pembelajaran mengunakan model problem based

learning dengan strategi Probing Prompting yaitu orientasi pada siswa. Pada

tahap ini guru memberikan gambaran, rumus, atau situasi lain yang mengandung

permasalahan. Sehingga siswa akan dapat menyatakan situasi atau ide matematika

dalam konteks nyata dan juga siswa dapat mengatur strategi yang baik untuk

belajar. Pada langkah kedua yaitu mengorganisasikan siswa untuk belajar, pada

langkah ini siswa dituntut untuk bertanya yang bertujuan agar siswa aktif dalam

pembelajaran dan guru memeberikan materi pembelajaran kepada siswa. Langkah

ketiga yaitu membantu penyelidikan mandiri dan kelompok, pada langkah ini

siswa mengajukan persoalan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan guru

memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban sehingga

siswa dapat menjelaskan suatu permasalahan. Langkah keempat yaitu

mengembangkan dan menyajikan hasil karya pada langkah ini guru menunjuk

salah satu siswa untuk mempresentasikan jawaban sehingga akan melatih siswa

untuk menyusun argumen atau mengungkapkan pendapat. Langkah terakhir yaitu

menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah pada langkah ini guru

memberikan pertanyaan akhir sehingga siswa dituntut untuk lebih aktif lagi dalam

pembelajaran sehingga siswa mampu menyelesaikan persoalan dengan strategi

belajar yang sudah direncanakan.

Dengan adanya pembelajaran menggunakan model problem based learning

(26)

komunikasi matematis siswa dan reguasi diri siswa menjadi lebih baik.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kerangka pikir bahwa melalui

pembelajaran model problem based learning dengan strategi probing prompting

dapat berpengaruh positif terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa dan

regulasi diri siswa.

I. Hipotesis Penelitia

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk

kalimat pertanyaan (Sugiyono 2014: 99).

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir di atas maka diduga:

1. Capaian kemampuan komunikasi matematis yang mengikuti pembelajaran

menggunakan model problem based learning dengan strategi probing promting

lebih baik dari pada kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti

pembelajaran langsung.

2. Capaian regulasi diri siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model

problem based learning dengan strategi probing promting lebih baik dari pada

Gambar

Gambar 2.1 Fase Regulasi Diri Siswa menurut Zimmerman
Tabel 2.2 Langkah-langkah Problem Based Learning dengan Strategi

Referensi

Dokumen terkait

Governance as a socio cybernetic system , artinya dampak hasil kepemerintahan (kebijakan pemerintah) bukanlah produk dari apa yang dilakukan (tindakan )

disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan

Sistem informasi konsultasi ini adalah berbasis web, yang memiliki kelebihan bisa diakses kapan saja dan dari mana saja, tanpa terbatas jarak dan waktu, dan

Karena medan sambungan dari simpul sebelum simpul yang dihapus harus terhubung ke simpul berikutnya dari simpul yang dihapus, maka harus ada pointer bantuan (bantu) yang

• Aljabar boolean merupakan aljabar yang terdiri atas suatu himpunan dengan dua operator biner yang didefinisikan pada himpunan tersebut..  Untuk mempunyai sebuah

Hasil penelitian menunjukkan terjadi interaksi antara perlakuan konsentrasi kitosan dan frekuensi pemberian kitosan pada pertambahan diameter batang pada 70 dan 90 hari

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Purwokerto Judul : Analisis Perbaikan Susut Energi Pada Jaringan.. Menengah Penyulang Kalibakal 03

Dalam pemrograman menggunakan MATLAB terdapat esktraksi ciri yang dipakai untuk mendapatkan ciri dari citra gambar yaitu dengan Gray Level Co-occurrance Matrix