• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II - HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH IBU DAN STATUS PEKERJAAN DENGAN PERKEMBANGAN KEMANDIRIAN ANAK USIA PRASEKOLAH (4-6) TAHUN DI TK PERTIWI DWP SETDA KABUPATEN BANJARNEGARA - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II - HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH IBU DAN STATUS PEKERJAAN DENGAN PERKEMBANGAN KEMANDIRIAN ANAK USIA PRASEKOLAH (4-6) TAHUN DI TK PERTIWI DWP SETDA KABUPATEN BANJARNEGARA - repository perpustakaan"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemandirian anak

1. Definisi Kemandirian

Pembahasan tentang kemandirian anak menjadi topik global. Menurut

Steinberg (1995), istilah kemandirian secara konseptual mengacu kepada

kapasitas individu untuk memperlakukan diri sendiri. Anak yang sudah

mencapai kemandirian mampu menjalankan atau melakukan sendiri

aktivitas hidup terlepas dari pengaruh kontrol orang lain terutama ibu.

Kemandirian anak oleh Rohita (2004), merupakan bagian dari kemampuan

personal (personal skills), yang terdiri atas kesadaran potensi diri yang

dapat dirinci menjadi cara belajar menolong diri sendiri dalam berpakaian,

makan, dan aktivitas dikamar mandi (buang air kecil/buang air besar).

Menurut Prasetyo (Lonan, 2008: 28) anak yang mandiri akan mampu

menghadapi persaingan dan tidak mudah menyerah. Kemandirian itu tidak

didapat begitu saja terbentuk tetapi melalui proses dan berkembang karena

adanya pengaruh dari beberapa faktor. WHO (1999) menyatakan bahwa

kemandirian hidup adalah kemampuan untuk mengembangkan perilaku

beradaptasi yang memungkinkan individu agar secara efektif dapat

(2)

Masa kritis bagi perkembangan kemandirian berlangsung pada usia

dua sampai tiga tahun. Pada usia ini tugas utama perkembangan anak

adalah untuk mengembangkan kemandiriannya. Kebutuhan untuk

mengembangkan kemandirian yang tidak terpenuhi pada usia dua sampai

3 tahun akan menimbulkan terhambatnya perkembangan mandiri yang

maksimal berdasarkan teori Erikson (Yamin & Jamilah, 2010).

Kemandirian anak ditandai dengan adanya kemampuan untuk melakukan

aktivitas sederhana sehari-hari, seperti makan tanpa disuapi, menggunakan

pakaian sendiri, mampu memakai kaos kaki dan sepatunya sendiri.

Berk (2005) menjelaskan bahwa anak-anak yang berumur 3-6 tahun

secara bertahap mulai mandiri berpakaian dan makan. Pada saat usia 3

tahun, anak mulai dapat pergi sendiri dan mengurus keperluan toiletnya.

Anak umur 4-5 tahun dapat berpakaian dan melepas pakaiannya tanpa

harus diawasi. Pada waktu makan, anak-anak usia prasekolah sudah dapat

menggunakan sendok dengan benar dan makan sendiri, pada umur 5-6

tahun dapat menggunakan pisau untuk memotong makanan lunak.

Perkembangan kemandirian anak diperlukan peran serta berbagai

pihak. Dalam mengembangkan kemandirian anak, diperlukan keterlibatan

guru, ibu, dan anak. Hal ini berhubungan dengan pendapat yang

diutarakan oleh Aunilah (2011:155) bahwa “Peran ibu dalam membentuk

(3)

(2010:14) bahwa “Anak perlu dukungan, seperti sikap positif dari ibu atau

pendidik dan latihan-latihan keterampilan menuju kemandiriannya”.

Senada dengan pendapat tersebut, maka ibu ikut ambil dalam

perkembangan kemandirian anaknya. Oleh sebab itu perlu adanya kerja

sama antara guru dan ibu dalam pendidikan anak.

2. Faktor-faktor Mempengaruhi Kemandirian

Beberapa faktor yang mempengaruhi kemandirian anak menurut

(Soetjiningsih, 2004) terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Menurut teori Soetjiningsih, faktor internal merupakan faktor yang ada

dalam diri anak itu sendiri yang meliputi emosi dan intelektual.

1) faktor emosi (kemampuan mengontrol emosi) yaitu faktor emosi

yang ditunjukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak

terganggunya kebutuhan emosi anak.

2) faktor intelektual (kemampuan mengatasi masalah) yaitu faktor

intelektual yang ditunjukan dengan kemampuan untuk mengatasi

masalah yang dihadapi anak.

b. Faktor eksternal yaitu faktor yang datang atau ada dari luar anak itu

sendiri yang meliputi lingkungan, karakteristik sosial, setimulasi, pola

asuh ibu, cinta dan kasih sayang, kualitas informasi anak dan ibu dan

(4)

1) Lingkungan, merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai

atau tidaknya kemandirian anak usia prasekolah. Lingkungan yang

baik akan meningkatkan cepat tercapainya kemandirian anak.

2) Karakteristik sosial dapat mempengaruhi kemandirian anak,

misalnya tingkat kemandirian anak dari keluarga miskin berbeda

dengan anak-anak dari keluarga kaya.

3) Setimulasi, anak yang mendapat stimulasi terarah dan teratur akan

lebih cepat mandiri dibanding dengan anak yang kurang atau tidak

mendapat stimulasi.

4) Pola asuh ibu, anak dapat mandiri akan membutuhkan kesempatan,

dukungan dan dorongan. Peran ibu sebagai pengasuh sangat

diperlukan bagai anak sebagai penguat perilaku yang telah

dilakukannya. Oleh karena itu pola asuh, merupakan hal yang

sangat penting dalam membentukan kemandirian anak

5) Cinta dan kasih sayang, hendaknya diberi sewajarnya kepada anak,

karena ini akan mempengaruhi kemandirian anak bila diberikan

berlebihan akan menjadi anak kurang mandiri. Hal ini dapat diatasi

bila interaksi dua arah antara orang tua dan anak berjalan lancar

dan baik.

6) Kualitas informasi anak-anak dan ibu, dengan interaksi dua arah

(5)

7) Status pekerjaan ibu, apabila ibu bekerja diluar rumah untuk

mencari nafkah maka ibu tidak bisa memantau kemandirian anak

sesuai perkembangan usianya.

3. Jenis–jenis Kemandirian

Menurut Steinberg (dalam Desmita, 2011) membedakan

kemnadirian atas tiga jenis, yaitu :

a. Kemandirian emosi, yakni aspek kemandirian yang berhubungan

perubahan kedekatan atau keterkaitan hubungan emosional

individu, terutama sekali dengan ibu atau orang dewasa lainnya

yang banyak melakukan interaksi dengannya.

b. Kemandirian kognitif, yakni suatu kemampuan untuk membuat

keputusan-keputusan secara bebas dan menindak lanjutinya.

Kemandirian kognitif yaitu mandiri dalam bertindak dan bebas

untuk bertindak sendiri tanpa terlalu bergantung pada bimbingan

orang lain. Kemandirian bertindak dimulai sejak usia anak dan

berkembang dengan sangat tajam sepanjang usianya.

c. Kemandirian nilai, yakni kebebasan untuk memaknai seperangkat

benar-salah, baik-buruk apa yang berguna dan sia-sia bagi dirinya

sendiri. Diantara ketiga komponen kemandirian, kemandirian nilai

merupakan proses yang paling kompleks, umumnya berkembang

paling akhir dan paling sulit dicapai secara sempurna dibanding

(6)

dan lingkungan sekolah sebagai sumber utama bagi perkembangan

kemandirian.

4. Meningkatkan Kemandirian

Meningkatkan kemandirian anak Retno Dwi Astuti, (2005:4)

mengemukakan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan

untuk meningkatkan kemandirian anak sebagai berikut:

a. Beri kesempatan memilih, anak yang terbiasa berhadapan dengan

situasi atau hal-hal yang sudah ditentukan oleh orang lain, akan

malas untuk melakukan pilihan sendiri. Sebaliknya bila ia terbiasa

dihadapkan pada beberapa pilihan, ia akan terlatih untuk membuat

keputusan sendiri bagi dirinya. Misalnya, sebelum menentukan

menu dihari itu, ibu memberi beberapa alternatif masakan yang

dapat dipilih anak untuk makan siangnya. Demikian pula dalam

memilih pakaian yang akan dipakai untuk pergi ke pesta ulang

tahun temannya, misalnya. Kebiasaan untuk membuat

keputusan-keputusan sendiri dalam lingkup kecil sejak dini akan

memudahkan untuk kelak menentukan serta memutuskan sendiri

hal-hal dalam kehidupannya.

b. Hargailah usahanya, hargailah sekecil apapun usaha yang

diperlihatkan anak untuk mengatasi sendiri kesulitan yang ia

hadapi. ibu biasanya tidak sabar menghadapi anak yang

(7)

permennya. Terutama bila saat itu ibu sedang sibuk didapur,

misalnya. Untuk itu sebaiknya ibu memberi kesempatan padanya

untuk mencoba dan tidak langsung turun tangan untuk membantu

membukakannya. Jelaskan juga padanya bahwa untuk membuka

kaleng akan lebih mudah kalau menggunakan ujung sendok,

misalnya. Kesempatan yang anda berikan ini akan dirasakan anak

sebagai penghargaan atas usahanya, sehingga akan mendorongnya

untuk melakukan sendiri hal-hal kecil seperti itu.

c. Hindari banyak bertanya. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan

ibu, yang sebenarnya dimaksudkan untuk menunjukkan perhatian

pada si anak, dapat diartikan sebagai sikap yang terlalu banyak

mau tahu. Karena itu hindari kesan cerewet.

d. Jangan langsung menjawab pertanyaan, meskipun salah tugas ibu

adalah memberi informasi serta pengetahuan yang benar kepada

anak, namun sebaiknya ibu tidak langsung menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Sebaliknya, berikan kesempatan

padanya untuk menjawab pertanyaan tersebut.

e. Dorong untuk melihat alternatif, sebaiknya anak pun tahu bahwa

untuk mengatasi suatu masalah, ibu bukanlah satu-satunya tempat

untuk bertanya. Masih banyak sumber-sumber lain diluar rumah

yang dapat membantu untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

(8)

mengatasi suatu masalah tertentu. Dengan demikian anak tidak

akan hanya tergantung pada ibu, yang bukan tidak mungkin kelak

justru akan menyulitkan dirinya sendiri.

f. Jangan patahkan semangatnya, tak jarang ibu ingin menghindarkan

anak dari rasa kecewa dengan mengatakan “mustahil” terhadap apa

yang sedang diupayakan anak. Sebenarnya apabila anak sudah mau

memperlihatkan keinginan untuk mandiri, dorong anak untuk terus

melakukannya.

Anak yang memiliki kemandirian yang normal akan cenderung lebih

positif dimasa depannya. Anak yang mandiri cenderung berprestasi

karena dalam menyelesaikan tugas-tugasnya anak tidak lagi tergantung

pada orang lain. Sehingga anak bisa lebih percaya diri. Dengan begitu

anak akan tumbuh menjadi orang yang mampu untuk berfikir serius dan

berusaha untuk menyelesaikan sesuatu yang menjadi targetnya. Anak

akan mudah untuk diterima oleh anak-anak dan teman-teman disekitarnya

(Zimmer & Collins, 2003). Sebaliknya menurut Sidharto (2004)

anak-anak yang tidak mandiri akan berpengaruh negatif terhadap

perkembangan kepribadiannya sendiri. Jika hal ini tidak segera teratasi,

(9)

5. Indikator Kemandirian

Adapun indikator kemandirian yang digunakan dalam penelitian ini

dapat menggunakan tes perkembangan adaptasi sosial yang merupakan

suatu evolusi perkembangan prilaku yang nantinya anak dapat

mengekspresikan pengalamannya secara utuh dalam meningkatkan

kemampuan untuk mandiri, bekerjasama dan bertanggung jawab terhadap

kelompoknya. Skala pengukuran perkembangan adaptasi sosial yang baik

digunakan adalah tes penilaian perkembangan kemandirian yang

menggunakan Skala Kematangan Sosial atau VSMS (Vineland Social

Maturity Scale) yaitu sebuah tes yang digunakan untuk mengukur dan

mengungkapkan darajat atau tingkat kematangan sosial anak. Tes ini

diberikan kepada anak usia 0–12 tahun dengan tujuan untuk mencari

kematangan sosial anak. Skala maturitas dari Vineland ini dibagi menjadi

8 kategori perkembangan. Doll (2010) dalam Wicaksono (2012)

menyatakan skala maturasi sosial dari Vineland tersebut adalah:

a. Self-help general (SHG)

Merupakan kemampuan dan keinginan anak untuk melakukan

segala sesuatu dengan sendiri. Kemampuan ini, menjadikan anak dapat

menolong dirinya sendiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai

tahap perkembangannya. Kemampuan anak usia prasekolah dalam

menolong dirinya sendiri tersebut merupakan kemampuan dasar anak

(10)

prasekolah adalah Anak usia prasekolah (4-5 tahun), sesuai

perkembangannya anak mampu pergi tidur sendiri, mencuci muka dan

tangan tanpa dibantu serta mengeringkanya sendiri. Anak usia

prasekolah (5-6 tahun), sesuai perkembangannya anak mampu pergi

tidur sendiri tanpa bantuan dan anak menggosok gigi tanpa bantuan

(Sholihah, 2011).

b. Self-help eating (SHE)

Merupakan kemampuan menolong diri sendiri anak dalam hal

makan yakni anak mampu untuk makan sendiri. Kemampuan anak

usia prasekolah dalam self-help eating adalah Anak usia prasekolah

(4-5 tahun), sesuai perkembangannya anak mampu mengambil

makanan sendiri tanpa bantuan, anak dapat memakai sendok atau

garpu saat makan, dan anak mampu memotong makanan sendiri. Anak

usia prasekolah (5-6 tahun), sesuai perkembangannya anak mampu

mengambil makanan sendiri dengan baik dan mampu melayani dirinya

sendiri saat makan (Sholihah, 2011).

c. Self-help dressing (SHD)

Merupakan kemampuan anak menolong dirinya sendiri dalam hal

berpakaian yakni mampu berpakaian sendiri. Kemampuan anak usia

prasekolah adalah Anak usia prasekolah (4-5 tahun), sesuai

perkembangannya anak mampu memakai pakaian sendiri. Anak usia

(11)

membuka pakaian sendiri tanpa bantuan termasuk baju yang harus

ditarik ke atas (Wong, 2008).

d. Self-help direction (SHD)

Merupakan kemampuan anak dalam hal mengarahkan, memimpin

dirinya sendiri dan bertanggung jawab penuh untuk konsekuensi dari

setiap perilakunya. Kemampuan anak usia prasekolah adalah Anak

usia prasekolah (4-5 tahun), sesuai perkembangannya anak dapat

disuruh membeli sesuatu dan anak mengetahui jadwal makan dan

belajar yang teratur. Anak usia prasekolah (5-6 tahun), sesuai

perkembangannya anak mampu belanja kecil-kecilan (Sholihah,

2011).

e. Occupation (O)

Merupakan kemampuan anak untuk melakukan pekerjaan untuk

dirinya sendiri untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kemampuan

occupation anak usia prasekolah adalah Anak usia prasekolah (4-5

tahun), sesuai perkembangannya anak mampu menyisir rambutnya

sendiri dan menggunakan alat tulis untuk menggambar. Anak usia

prasekolah (5-6 tahun), sesuai perkembangannya anak mampu

menggunakan pisau untuk memotong dan anak dapat menggunakan

(12)

f. Communication (C)

Merupakan kemampuan anak dalam berkomunikasi seperti

berbicara, tertawa dan membaca untuk mengekspresikan sesuatu hal

yang sedang dirasakan dan juga untuk melakukan hubungan sosial

dengan orang lain. Kemampuan komunikasi yang dapat dilakukan

oleh anak usia prasekolah adalah anak usia prasekolah (4-5 tahun),

sesuai perkembangannya anak mampu menyampaikan pesan

sederhana kepada orang lain dan anak dapat mengutarakan

keinginannya. Anak usia prasekolah (5-6 tahun), sesuai

perkembangannya anak mampu mengutarakan keinginanya dan

mengungkapkan perasaannya (Sholihah, 2011).

g. Locomotion (L)

Merupakan kemampuan anak dalam bergerak kemanapun yang

anak inginkan. Kemampuan bergerak ini merupakan salah satu

aktivitas motorik yang dilakukan anak, dengan adanya aktivitas

motorik yang baik maka semakin baik pula kemampuan bergerak dan

kemampuan berpindah yang anak dapat lakukan. Kemampuan anak

usia prasekolah dalam locomotion ini adalah anak usia prasekolah (4-5

tahun), sesuai perkembangannya anak mampu menaiki dan menuruni

tangga tanpa bantuan serta anak pergi ke tetangga dekat tanpa diantar

(13)

anak mampu mengikuti permainan yang beresiko seperti melompat,

mendorong dan jungkir balik (Sholihah, 2011).

h. Socialization (S)

Merupakan kemampuan anak dalam berteman, terlibat dalam

permainan dan berkompetisi dengan tujuan memperoleh kepuasan diri

dalam hubungan sosial tersebut. Kemampuan Socialization anak usia

prasekolah adalah anak usia prasekolah (4-6 tahun), sesuai

perkembangannya anak mampu mengikuti permainan yang bersifat

lomba dan anak mampu bermain kartu atau ular tangga (Sholihah,

2011).

B. Pola Asuh Ibu

1. Pengertian

Pola asuh adalah asuhan yang diberikan ibu atau pengasuh lain berupa

sikap, dan perilaku dalam kedekatannya dengan anak, memberikan makan,

merawat, menjaga kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagianya.

Pola asuh berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan fisik,

mental, status gizi, pendidikan umum, pengetahuan tentang pengasuhan

anak yang baik, peran dalam keluarga, masyarakat (Septiari, 2004: 74).

Pengaruh pengasuhan ibu terhadap anak akan terus berlangsung tidak

hanya pada masa kanak-kanak tetapi berlangsung terus,

pengalaman-pengalaman yang menakutkan, menggoncangkan seperti trauma,

(14)

perkembangan berikutnya. Pengalaman tersebut akan terus dibawa dan

disimpan dialam bawah sadar dan dapat muncul berupa tingkah laku yang

aneh yang seringkali tidak dimengerti oleh individu yang bersangkutan

(Hidayat, 2009).

Menurut Danang danu suseno irdawati membentuk sikap mandiri pada

anak sebenarnya dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang

sangat mendasar adalah pola asuh ibu. dan terdapat hubungan yang

bermakna antara pola asuh ibu dengan kemandirian pada anak usia

prasekolah di TK Aisyiyah Mendungan Sukoharjo.

2. Macam-macam Pola Asuh

Menurut Dario (2004), ada 4 macam pola asuh ibu yaitu:

a. Pola asuh otoriter

Pola asuh otoriter adalah pola asuh anak ibu yang mengharuskan

anak patuh pada kehendak ibu sehingga anak akan cenderung kurang

inisiatif dalam melakukan suatu hal apapun, selalu merasa takut, tidak

percaya diri, sering cemas, dan rendah diri.

b. Pola asuh demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh ibu pada anak yang memberi

kebebasan tapi dengan pengawasan ibu sehingga anak akan menjadi

(15)

c. Pola asuh permisif

Pola asuh permisif adalah pola asuh ibu yang biasanya memberikan

pengawasan yang sangat longgar, yaitu apapun yang dilakukan anak

diperolehkan ibu sehingga anak akan menjadi anak kurang disiplin,

anak menjadi semena-mena, bila anak mampu menggunakan

kebebasan tersebut secara bertanggung jawab maka anak-anak akan

menjadi seorang yang mandiri, kreatif, inisiatif dan mampu

menunjukan aktualisasinya.

d. Pola asuh penelantar

Pola asuh penelantar adalah pola asuh campuran dari pola asuh yang

lain dan merupakan pola asuh yang terakhir pada umumnya ibu lebih

memprioritaskan kepentingan anaknya akan tetapi juga tidak ragu-ragu

untuk mendisiplinkan anaknya, ibu memberi dukungan untuk anaknya,

dan berfariasi dalam menerapkan pola asuh, menghasilkan

karakteristik anak yang mandiri, dapat mengotrol diri, dan dapat cepat

menyesuaikan diri dengan dengan temannya.

3. Faktor-faktor Mempengaruhi Pola Asuh Ibu

Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua

a. Tingkat pendidikan

Pendidikan yang dimiliki oleh ibu akan mempengaruhi kesiapan

orang tua dalam melakukan kegiatan pengasuhan. Menurut hasil riset

(16)

sebagai pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan

sebagai macam perubahan. Perubahan-perubahan tersebut dapat

bersifat tetap atau permanen didalam keniasaan tingkah laku, pikiran,

dan sikap.

b. Lingkungan

Lingkungan sangat mempengaruhi pola pengasuhan yang diberikan

orang tua seperti halnya dalam perkembangan anak. Faktor ligkungan

yang dapat berpengaruh dalam pola asuh ini adalah keluarga, dimana

dikatakan bahwa keluarga merupakan konstanta tetap dalam

kehidupan anak. Anak sering sekali mengamati perilaku orang lain

kemudian menjadi cirri kebiasaan atau kepribadiannya.

c. Budaya

Kebanyakan orang tua mempelajari praktek pengasuhan dari ibu

mereka sendiri. Sebagaian praktek tersebut mereka terima, namun

sebagaian lagi mereka tinggalkan (Santrock, 2007).

4. Tujuan Pola Asuh Ibu

Menurut Shochib (2000), pada dasarnya tujuan utama pengasuhan ibu

adalah sebagai berikut

a. Mempertahankan kekuatan fisik anak

b. Meningkatkan kesehatan anak

c. Memfasilitasi anak untuk mengembangkan kemampuan sejalan

(17)

d. Mendorong peningkatan kemampuan berperilaku sesuai dengan

nilai agama dan budaya yang diyakini

5. Mengasuh Anak Yang Baik

Erikson (Sudjana, 2004) berpendapat bahwa orang tua dapat mengasuh

anak dengan baik apabila ibu memfokuskan pada tuju hal, yaitu:

a. Menciptakan relasi atau hubungan sehat dengan anak

b. Menyediakan kebutuhan fisik dan keamanan bagi anak

c. Menerima adanya kebutuhan pada diri anak

d. Menanamkan nilai-nilai pendidikan moral bagi anak

e. Menanamkan nilai-nilai pendidikan sepiritual bagi anak

f. Menggali hal-hal yang menyenangkan bagi anak

g. Membantu anak mengembangkan kemampuannya

6. Instrumen Pengukuran Pola Asuh Ibu

Baumrind dalam Judy et al (2012) menyatakan bahwa terdapat

berbagai macam tipe pola asuh ibu, sehingga dibuatlah sejumlah

pertannyaan yang masing-masing terdiri dari 20 pertannyaan untuk

mengidentifikasi perkembangan kemandirian anak prasekolah berdasarkan

tipe pola asuh yang diterapkan oleh ibu dan status pekerjaan, maka cara

pengukuran pola asuh didasarkan pada hasil kuesioner yang berisikan

tentang penerapan pola asuh ibu. Pengklasifikasiannya didasarkan pada

kecenderungan hasil jawaban yang mengarah pada bentuk pola asuh

(18)

Berdasarkan nilai total pengisian kuesioner pada perkembangan

kemandirian anak 4-6 tahun, akan didapatkan nilai perkiraan berdasarkan

tabel yang ada yang mewakili gambaran pola asuh ibu kepada anaknya.

Ibu melakukan dengan menyilang jawaban yang terbagi menjadi empat

kategori (SL) selalu nilainya 3, (SR) sering nilainya 2, (JR) jarang nilainya

1, (TP) tidak pernah nilainya 0. Yang disesuaikan dengan kehidupan ibu

sehari-hari.

7. Indikator Pola Asuh yang Diteliti

a. Indikator pola asuh otoriter

Baumrind (dalam Santrok, 2003) menetapkan indikator dari pola

asuh adalah:

1) Kontrol, ibu membuat batasan-batasan bagi anaknya secara

berlebihan.

2) Kasih sayang, ibu dalam mendidik anaknya tidak memperhatikan

perasaan anaknya.

3) Komunikasi, ibu sedikit dalam melakukan komunikasi secara

verbal.

4) Tuntutan kedewasaan, ibu terlalu menekan kepada anak untuk

mencapai suatu tingkat kemampuan secara intelektual, personal,

sosial dan emosional tanpa memberi kesempatan pada anak untuk

berdiskusi.

(19)

Baumrind (dalam Santrok, 2007) menetapkan indikator dari pola asuh

adalah:

1) Kontrol, memberikan kebebasan pada anak tetapi tetap memberi

kontrol terhadap anak.

2) Kasih sayang, bentuk kasih sayang ibu yang dapat diberikan pada

anaknya yakni ibu berusaha membesarkan hati anak.

3) Komunikasi, komunikasi verbal dua arah antara anak dengan ibu,

yaitu terdapat komunikasi yang baik antara anak dan ibu.

4) Tuntutan kedewasaan, ibu memberikan pengrtian kepada anak

untuk mencapai suatu tingkat kemampuan secara intelektual,

personal, sosial dan emosional dan selalu memberi anak untuk

berlatih dan berdiskusi.

c. Indikator pola asuh permisif

Baumrind (dalam Santrok, 2007) menetapkan indikator dari pola

asuh adalah:

1) Kontrol, ibu memberikan pengawasan kepada anak secara

longgar.

2) Kasih sayang, ibu dalam mendidik anaknya membolehkan anak

melakukan apapun sehingga anak akan menjadi kurang disiplin.

3) Komunikasi, dalam berkomunikasi verbal antara ibu dengan anak

anak lebih mendominasi, yaitu anak menjadi semena-mena dalam

(20)

4) Tuntutan kedewasaan, ibu memberikan kebebasan bila anak

mampu untuk bertanggung jawab maka anak-anak akan menjadi

seorang yang mandiri, kreatif, inisiatif dan mampu menunjukan

aktualisasinya.

d. Indikator pola asuh penelantar

Baumrind (dalam Santrok, 2007) menetapkan indikator dari pola

asuh adalah:

1) Kontrol, ibu memberikan pengawasan kepada anak secara longgar

dan kadang bisa memberikan batasan-batasan.

2) Kasih sayang, ibu dalam mendidik kurang membantu anak

mengetahui kemampuan dan kemauan yang anak inginkan,

membebaskan anak untuk melakukan tugasnya.

3) Komunikasi, dalam berkomunikasi verbal antara ibu dengan anak,

ibu sedikit berkomunikasi.

4) Tuntutan kedewasaan, ibu memberikan kebebasan bila anak bisa

mencapai tingkatan maka anak-anak akan menjadi seorang yang

kurang bertanggung jawab, inisiatif, kreatif dan mampu

(21)

C. Status Pekerjaan Ibu

1. Pengertian

Menurut Mappiare (seperti yang disebut Andika.2005) ibu rumah

tangga menurut konsep tradisional adalah wanita yang mempersembahkan

waktunya untuk memelihara dan melatih, mengasuh anak-anak menurut

pola-pola yang diberikan oleh masyarakat. Jadi wanita yang tidak bekerja

adalah wanita yang mempersembahkan waktunya untuk mengurus,

memelihara rumah (keluarga) tanpa suatu aktivitas atau pekerjaan diluar

rumah. Atau dengan kata lain wanita yang tidak bekerja adalah wanita

yang hanya menjalankan fungsinya sebagai ibu rumah tangga yang lebih

banyak menghabiskan waktunya dirumah tanpa terkait pekerjaan lain di

rumah.

Ibu rumah tangga, para ibu yang mempunyai anak kecil dan pergi

bekerja sering dikecam, tetapi belum ada yang menunjukkan bahwa

anak-anak dari ibu bekerja itu tidak mandiri. lbu bekerja biasanya merasa

bersalah karena mereka pikir mereka kurang mengasuh anak mereka.

Meskipun sering disalahkan karena masalah anak mereka, sekarang

tampak bahwa anak-anak yang ibunya bekerja tidak memiliki masalah

(22)

2. Definisi APAK

Angka Partisipasi Angkatan Kerja (APAK) adalah bagian dari

penduduk usia kerja, 15 tahun keatas yang mempunyai pekerjaan selama

seminggu yang lalu, baik yang bekerja maupun yang sementara tidak

bekerja karena suatu sebab seperti menunggu panenan atau cuti. Di

samping itu, mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedang

mencari pekerjaan juga termasuk dalam kelompok angkatan kerja. (Sensus

Penduduk 2004, hal : xxi).

Indikator ini bermanfaat untuk mengetahui bagian dari tenaga kerja

yang sesungguhnya terlibat, atau berusaha untuk terlibat, dalam kegiatan

produktif yaitu memproduksi barang dan jasa, dalam kurun waktu

tertentu.

Penghitungan APAK dapat dilakukan dengan membandingkan antara

jumlah penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja dengan jumlah

penduduk yang termasuk dalam usia kerja.

a. Rumus

(23)

b. Sumber Data

Data sebagai dasar penghitungan indikator ini bisa didapatkan

dari Sensus Penduduk (SP), Survey Sosial dan Ekonomi Nasional

(Susenas), dan Survey Ketenaga Kerjaan Nasional (Sakernas).

Lihat lampiran untuk definisi variabelnya dibagian indikator

angkatan kerja. Definisi ini berdasarkan kuesioner Susenas 2002,

2003 dan 2004.

c. Contoh

Berdasarkan data SP 2000, jumlah angkatan kerja sebanyak

97.433.125 orang dan jumlah penduduk usia kerja sebanyak

139.991.800 orang, maka APAK Indonesia pada tahun 2000

adalah; APAK = 97.433.125 / 139.991.800 x 100% = 69.6%.

3. Data Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Tabel 2.1 data tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat

pengangguran terbuka (TPT) penduduk yang berumur 15 tahun ke atas.

Kabupaten/Kota TPT TPAK

2011 2012 2013 2011 2012 2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

01 Kab. Cilacap 6,52 7,40 6,76 71,76 65,44 66,42

02 Kab. Banyumas 4,95 5,06 5,46 70,17 65,54 64,17

03 Kab. Purbalingga 5,54 5,14 5,72 70,50 76,63 73,76

(24)
(25)

72 Kota Surakarta 6,36 6,07 7,18 69,01 70,49 72,57

73 Kota Salatiga 6,39 6,69 6,20 67,71 68,98 68,38

74 Kota Semarang 6,92 5,82 5,96 69,61 67,91 67,75

75 Kota Pekalongan 7,29 7,44 5,28 70,41 69,49 66,64

76 Kota Tegal 7,14 8,49 9,25 70,20 63,51 71,52

Jawa Tengah 5,93 5,63 6,02 70,77 71,43 70,72

Sumber : Data diolah dari Sakernas Agustus 2011-2013. Statistik provinsi

Jawa Tengah No.69/11/33/Th.VII, 06 November 2013.

D. Perkembangan Anak

1. Pengertian

Perkembangan (development) merupakan pola perubahan yang dimulai

sejak pertumbuhan, yang berlanjut sepanjang rentang hidup. Anak

memiliki suatu ciri yang khas yaitu selalu bertumbuh dan berkembang

sejak konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Perkembangan ialah

bertambahnya kemampuan struktur atau fungsi tubuh yang lebih

kompleks, yang bersifat kualitatif dimana pengukurannya lebih sulit dari

pada pengukuran pertumbuhan (IDAI, 2002).

Dalam perkembangan anak semua aspek yang dimiliki ibu berpengaruh

besar terhadap perkembangan dimana sosial ekonomi ibu mempengaruhi

perkembangan anak 20,4%, pekerjaan ibu 23,3%, dan pola asuh ibu

36,7%, dan sisanya besar dipengaruhi faktor lingkungan. Ibu merupakan

tokoh sentral dalam perkembangan anak terutama dalam pola pengasuhan

(26)

anak agar sesuai tahapan perkembangan anak, jadi dari dasar ini dapat

diteladani bahwa peran ibu dalam pola pengasuhan sangat bisa

menentukan aktifitas sosial anak seperti kemandirian, membantu kegiatan

dirumah dan lingkungan sekitar. Apabila anak mampu melakukan

penyesuaian sosial dengan baik, anak akan mudah diterima sebagai

anggota kelompok sosial ditempat mereka mengembangkan diri

(Suherman, 2010).

Menurut DepKes RI dalam buku pedoman stimulasi, deteksi dan

intervensi dini tumbuh kembang anak (2005) menyatakan bahwa

perkembangan sosial anak adalah proses perubahan yang berlangsung

secara terus menerus menuju kedewasaan yang memerlukan adanya

komunikasi dengan masyarakat, lebih dari 25% anak toddler mengalami

keterlambatan perkembangan seperti kurangnya kemandirian anak (tidak

dapat berpakaian sendiri, tidak berhasil dalam toilet training), tidak bisa

berkomunikai dengan lancar dimana anak tidak mampu menyebutkan

namanya sendiri sehingga anak cenderung pasif dan tidak dapat

mengembangkan kemampuannya.

2. Aspek Tumbuh Kembang Anak

Aspek tumbuh kembang pada anak ini merupakan suatu aspek yang

(27)

menjelaskan mengenai proses pembentukan seseorang, baik dari fisik

maupun psikososial.

a. Pertumbuhan dan perkembangan secara fisik berupa perubahan ukuran

besar kecilnya fungsi organ mulai dari tingkat sel hingga perubahan

organ tubuh.

b. Perkembangan intelektual anak dapat dilihat dari kemampuan anak

secara simbolik maupun abstrak, seperti berbicara, bermain, berhitung,

membaca dan lainnya.

c. Pertumbuhan dan perkembangan emosional anak dapat dilihat dari

perilaku sosial dilingkungan anak (Arvin, 2000).

3. Ciri-ciri Perkembangan

Yusuf (2007) mengungkapkan cirri-ciri perkembangan anak pada usia

pra-sekolah adalah:

a. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk

permainan-permainan yang umum.

b. Membangun sikap yang sehat mengenai sendiri sebagai anak yang

sedang tumbuh.

c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-temanya.

d. Mulai mengembangkanperan sosial pria atau wanita yang tepat.

e. Mengembangkan keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan

(28)

f. Mengembangkan pengertian-pengertianyang diperlukan untuk

kehidupan sehari-hari.

g. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral,dan tingkatan nilai.

h. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial.

i. Mencapai kebebasan pribadi.

4. Periode Pola Perkembangan

Periode pola perkembangan yakni berlangsung secara

berkesinambungan, terdapat bukti bahwa pada berbagai usia ciri bawaan

tertentulebih menonjol dari pada yang lain karena perkembangannya

terjadi lebih cepat. Bijou mengusulkan bahwa periode pada perkembangan

tidak ditandai dengan usia, tetapi dengan kejadian biologis dan perubahan

dalam perilaku seseorang (Bijiou, 1975).

Lima periode perkembangan utama anak menurut Hurlock (1978):

a. Periode pra lahir (pembuahan sampai lahir)

Sebelum lahir, perkembangan berlangsung secara cepat, yang

terutama terjadi secara fisiologis dan terdiri dari pertumbuhan

seluruh struktur tuguh.

b. Masa neonates (lahir sampai 10-14 hari)

Masa ini adalah periode bayi yang baru lahir atau neonate.

selama waktu ini, bayi harus menyesuaikan diri dengan lingkungan

yang seluruhnya baru diluar rahim ibu. Pertumbuhan untuk

(29)

c. Masa bayi (2 minggu sampai 2 tahun)

Pertama-tama bayi sama sekali tidak berdaya. Secara bertahap

mereka belajar mengendalikan ototnya sehingga mereka secara

berangsur dapat bergantung pada dirinya sendiri. Perubahan ini

disertai disertai timbulnya perasaan tidak suka dianggap seperti

anak bayi dan keinginan untuk mandiri.

d. Masa kanak-kanak (2 tahun sampai masa remaja)

Periode ini biasanya terdiri atas dua bagian yaitu:

1) Masa kanak-kanak dini (2 sampai 6 tahun)

Adalah usia prasekolah atau perkelompok anak itu berusaha

mengendalikan lingkungan dan mulai belajar menyesuaikan diri

secara sosial.

2) Akhir masa kanak-kanak (6 sampai 13 tahun pada anak

perempuan dan 14 tahun pada anak laki-laki)

Adalah periode dimana anak terjadi kematangan seksual dan

masa remaja dimulai. Perkembangan utama ialah sosialisasi. Ini

merupakan usia sekolah atau usia kelompok.

e. Masa puber (11 sampai 16 tahun)

Merupakan metode saling tumpang tindih kira-kira 2 tahun

meliputi akhir masa kanak-kanak dan 2 tahun meliputi awal masa

(30)

gadis dan dari 12 sampai 16 tahunpada jejaka. Tubuh anak sekarang

berubah menjadi tubuh orang dewasa.

Pada setiap periode perkembangan terdapat harapan sosial,

harapan sosial dikenal sebagai “tugas perkembangan”. Havighurst

telah mendefinisikan tugas perkembangan sebagai, tugas yang

timbul pada sekitar periode sekitar periode kehidupan individu

tertentu. Adapun tujuan tugas perkembangan mempunyai tiga

tujuan yang sangat berguna:

1) Tugas pertama, tugas ini bertindak sebagai pedoman untuk

membantu orang tua dan guru guna mengetahui apa yang

harus dipelajari anak pada usia tertentu.

2) Tugas ke dua, tugas perkembangan menimbulkan kekuatan

motivasi bagi anak untuk belajarhal-hal yang diharapkan

masyarakat dari mereka pada usia tersebut.

3) Tugas ke tiga, tugas perkembangan menunjukan pada para

orang tua dan guru tentang apa yang diharapkan dari mereka

dimasa mendatang.

5. Tugas Perkembangan

Tugas untuk masa lahir sampai 6 tahun dari Havighurst (1972):

a. Belajar berjalan

b. Belajar makan makanan padat

(31)

d. Belajar mengendalikan pembuangan sampah tubuh

e. Belajar membedakan jenis kelamin dan kesopanan seksual

f. Mencapai setabilitas fisiologis

g. Membentuk konsep sederhanamengenai kenyataan sosial dan fisik

h. Belajar berhubungan secara emosional dengan orang tua, saudara

kandung, dan orang lain

i. Belajar membedakan yang benardan yang salah serta mengembangkan

hati nurani

E. Anak Usia Prasekolah

1. Pengertian

Masa anak prasekolah (usia 60-72 bulan) adalah masa yang sensitif

terjadi penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan serta masa anak

dipersiapkan untuk sekolah. Oleh karena itu, panca indra dan sistem

reseptor penerima rangsang serta proses memori sudah harus siap,

sehingga anak mampu belajar dengan baik. Ibu dan keluarga diharapkan

mampu memantau dan mendeteksi pertumbuhan dan perkembangan

anaknya agar dapat dilakukan intervensi dini bila anak mengalami

kelainan dan gangguan, sehingga perkembangan anak dapat dioptimalkan

(Dep Kes RI, 2006).

Berdasarkan laporan pelaksanaan DDTK Dinas Kesehatan Kota

Palangkaraya yang dilakukan tahun 2008 dan 2009 cenderung meningkat

(32)

perkembangan. Di embaga Pendidikan Khusus Melati Ceria Palangkaraya

44 anak memiliki penyimpangan perkembangan dan terlambat diketahui

karena ketidaktahuan keluarga dan ibu dalam hal deteksi dan stimulasi

perkembangan anak secara dini.

Perkembangan anak prasekolah dipengaruhi oleh faktor biologi dan

psikososial. Kemiskinan dan konteks sosial budaya meningkatkan paparan

biologi dan psikososial terhadap anak dan mempengaruhi perkembangan

serta perubahan struktur dan fungsi otak maupun perubahan perilaku

(Walker, 2007). Termasuk dalam faktor psikososial adalah kepekaan

(sensitivity) dan ketanggapan (responsiveness) pengasuh terhadap anak.

Sensitivitas dan responsivitas diidentifikasi sebagai fitur utama dari

perilaku pengasuhan yang berhubungan dengan outcome perkembangan

positif dan kesehatan anak dikemudian hari (Richter L, 2004).

2. Tujuan Pengasuhan Anak

Kemandirian merupakan bagian dari tugas perkembangan anak

prasekolah melalui proses pengasuhan. Brooks (2001) menjabarkan

beberapa tujuan pengasuhan anak yaitu:

a. Menjamin kesehatan fisik (gizi dan kesehatan) dan kelangsungan

hidup anak.

b. Menyiapkan anak agar menjadi orang dewasa yang mandiri dan

(33)

c. Mendorong perilaku individu yang positif, termasuk cara penyesuaian

diri, kemampuan intelektual, dan kemampuan berinteraksi sosial

dengan orang lain agar dapat bertanggung jawab dan bermanfaat bagi

lingkungan sekitar.

F. Hubungan Pola Asuh Ibu dan Setatus Pekerjaan dengan Kemandirian

Anak Usia Prasekolah

1. Pengertian

Puspitawati (2009) menyatakan bahwa keluarga sebagai yunit terkecil

dalam masyarakat memiliki peranan yang sangat penting bagi setiap

bangsa, yaitu sebagai pendidik pertama dan utamabagi individu. Keluarga

secara universal telah diakui perannan pentingnya dalam menciptakan

Sumber Daya Manausia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang

memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, dan kesehatan yang prima

disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.

Hasil penelitian Astuti (2005) ada pengaruh pola asuh ibu terhadap

kemandirian siswa diterima dan dan kontribusi pola asuh ibu terhadap

kemandirian siswa dalam belajar 63,92%. Hal ini berarti bahwa meningkat

atau menurunnya kemandirian siswa ditentukan oleh pola asuh ibu sebesar

63,92% sedangkan sisanya 36,08% ditentukan oleh faktor lain yang juga

berpengaruh terhadap kemandirian siswa.

Peran ibu dalam keluarga terkandung dalam pasal 1 ayat 11

(34)

anak) terdapat istilah “KuasaAsuh” yaitu kekuasaan ibu untuk mengasuh,

mendidik, memelihara, membina, melindungi dan menumbuh

kembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan

bakat serta minatnya. Kewajiban sebagai ibu adalah memberikan kasih

sayang (afeksi) dan cinta terhadap anak. Kasih sayang ibu kepada anak

diwujudkan dengan pemenuhan kebutuhan hak anak secara layak.

Pengasuhan ibu dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang memiliki

tujuan agar dapat membuat anak prasekolah bertahan menghadapi

tantangan dari lingkungan serta dapat berkembang. Potensi anak dapat

dikembangkan melalui serangkaian stimulasi psikososial dari ibu dan

lingkungan (Houghughi, 2004). Pada pernyataan tersebut diketahui bahwa

pengasuhan merupakan sebuah proses dua orang atau lebih yang memiliki

tujuan yang positif dan penting bagi perkembangan kemandirian anak usia

prasekolah untuk dapat bertahan hidup.

Ibu rumah tangga yang bekerja atau wanita karier adalahh wanita yang

melakukan sesuatu kegiatan untuk mencari nafkah (mata pencaharian)

selain itu juga untuk memperoleh perkembangan dan kemajuan dalam

pekerjaan dalam pekerjaan, jabatan, dan sebagainya, Mey (seperti yang

disebut nanda 2010).

Hendaknya setiap ibu menghindari memanjakan anak secara

berlebihan, karena hal ini akan menjadikannya kurang mandiri. Ketidak

(35)

mengurus dirinya sendiri (ketidak mandirian fisik). Namun bisa berwujud

ketidak mampuan anak untuk membuat keputusan (ketidak mandirian

psikologis). Akibatnya anak sering jadi merepotkan juga mengalami

kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Ketidak mampuan

membuat keputusan juga membuatnya jadi kurang percaya diri, ia tampak

cenderung bergantung pada orang lain. Tidak heran bila anak terkesan

(36)

G. Kerangka Teori

Kerangka teori pada penilitian ini dapat di lihat pada gambar di bawahini:

Gambar 2.1. Kerangka teori faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian anak usia

prasekolah (Soetjiningsih, 1995; Bahri, 2004)

Berdasarkan landasan teori penelitian diatas maka dapat dilihat bahwa

faktor internal dan faktor eksternal pada kemandirian anak di TK Pertiwi

DWP Setda Kabupaten Banjarnegara dipengaruhi ketidak mampuan anak

mengembangkan kemampuan kemandirian yang maksimal berdasarkan teori

Erikson (Yamin & Jamilah, 2010). melakukan aktivitas sederhana sehari-hari,

seperti makan tanpa disuapin, menggunakan pakaian sendiri, mampu memakai

(37)

H. Kerangka konsep

Kerangka konsep pada penilitian dapat di lihat pada gambar dibawahini :

Variabel bebas (independen) Variabel terkait (dependen)

Gambar 2.2. Kerangka konsep pola asuh ibu yang mempengaruhi kemandirian anak

usia pra sekolah.

Keterangan :

: diteliti : berhubungan, yang diteliti

: tidak diteliti

Berdasarkan kerangka konsep penelitian diatas maka dapat dilihat bahwa

kemandirian anak usia prasekolah berkaitan dengan status pekerjaan ibu dan

pola asuh ibu yang meliputi Pola asuh otoriter, Pola asuh demokratis, Pola

asuh permisif dan pola asuh penelantar, sedangkan variabel antara faktor 1. Status pekerjaan ibu

2. Pola asuh ibu menurut Dario (2004) :

a. Pola asuh otoriter b. Pola asuh

demokratis

c. Pola asuh permisif d. Pola asuh

penelantar

(38)

internal: emosi, intelektual. Faktor eksternal: lingkungan, karakteristik sosial,

setimulasi, cinta dan kasih sayang, kualitas informasi anak.

Menurut Nursalam (2009), konsep merupakan abstraksi dari suatu realita

agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan

keterkaitan antar variabel (baik variabel yang diteliti maupun tidak diteliti).

a. Variabel bebas (independen)

Vareabel bebas adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain.

Pada penelitian ini variabel bebasnya adalah pola asuh ibu dan status

pekerjaan ibu.

b. Variabel terkait (dependen)

Variabel terikat adalah variabel yang ditentukan oleh variabel lain,

variabel terikat pada penelitian ini adalah perkembangan kemandirian

(39)

I. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian merupakan jawaban atau dugaan sementara

penelitian atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam

sebuah penelitian (Setiadi, 2007). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ho= Tidak ada hubungan antara pola asuh ibu dan status pekerjaan dengan

perkembangan kemandirian anak usia prasekolah 4-6 tahun di TK Pertiwi

DWP Setda Kabupaten Banjarnegara.

Ha= Ada hubungan antara pola asuh ibu dan status pekerjaan dengan

perkembangan kemandirian anak usia prasekolah 4-6 tahun di TK Pertiwi

Gambar

tabel yang ada yang mewakili gambaran pola asuh ibu kepada anaknya.
Gambar 2.1. Kerangka teori faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian anak usia
Gambar 2.2. Kerangka konsep pola asuh ibu yang mempengaruhi kemandirian anak

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perbedaan motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran KKPI antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model

critical theory in contemporary world politics but new social movements that explicitly connect capitalism with US imperial power remind us of the remaining relevance of Marxism

Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa, yang menajdi masalah dalam skripsi ini adalah hubungan pengelolaan kelas dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran

Metode : Pada 16 orang mahasiswa FK-UKM (Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha) yang berumur antara 20-23 tahun dilakukan pengukuran tekanan darah dengan cara gabungan

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa hampir setengah responden sudah mampu melakukan evaluasi terhadap pencarian informasi yang telah dilakukan untuk

hasil inventori. Pemetaan Kesenian Bali tahun 2005 menggunakan katagori Seni Wali, Seni Bebali dan Seni Balih-Balihan sebagai kerangka inventarisasi dengan dukungan data-data dari

Seperti pada perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia yang mengalami penurunan penjualan pada Januari 2014 yang disebabkan curah hujan yang tinggi dan banjir

Banyaknya warga negara asing yang menetap di Indonesia dan kemudian mempelajari bahasa Indonesia terus mengalami peningkatan. Tidak hanya sebagai seorang pemilik