• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPEMIMPINAN MAHASISWA DALAM TANTANGAN ZAMAN (STUDI FENOMENOLOGI TENTANG PENGALAMAN KEPEMIMPINAN MAHASISWA PADA ORMAS MAHASISWA) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KEPEMIMPINAN MAHASISWA DALAM TANTANGAN ZAMAN (STUDI FENOMENOLOGI TENTANG PENGALAMAN KEPEMIMPINAN MAHASISWA PADA ORMAS MAHASISWA) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

KEPEMIMPINAN MAHASISWA DALAM TANTANGAN ZAMAN (STUDI FENOMENOLOGI TENTANG PENGALAMAN KEPEMIMPINAN MAHASISWA PADA ORMAS MAHASISWA)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh Lusiana Bintang Siregar

NIM : 07 9114 131

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv MOTTO

Dalam keadaan kritis tidak bersikap netral, melainkan berani

mengambil sikap yang jelas dan tegas, dan tidak oportunitis

“asal aman, selamat dan menguntungkan”. Ukuran yang

menentukan bagi seseorang adalah bukan pada saat nyaman

dan menyenangkan, tetapi pada saat ada tantangan dan

pertentangan – Martin Luther King

Pengalaman adalah apa yang Anda peroleh saat Anda tidak

memperoleh apa yang Anda inginkan- Dan Stanford. Karakter

seseorang mungkin terlihat dalam peristiwa besar, tapi itu

terbentuk dari kejadian-kejadian kecil- Phillips Brooks, *kualitas

dan karakter seseorang akan lebih terlihat dalam situasi krisis*

Dengan berjanji kita dapat memperoleh sahabat, tetapi dengan

menepati janjilah mereka dapat dipertahankan- Benjamin

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

dengan penuh cinta karya yang sederhana ini kupersembahkan pada …

Papa Mama

Allah

Erik Ian

Negriku Opung

My Self

Juga kepada Mami …………..yang menambah inspirasi dan pengalaman hidup ….

PMKRI dan keluarga besar ….tempat aku ditempa …menjadi ‘seseorang’ …

seluruh sejarah hidupku ….

Ad Maiorem Dei Gloriam

(6)

vi

PERNYATAAN

Saya, Lusiana Bintang Siregar yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan

bahwa skripsi yang saya tulis ini adalah karya sendiri dan tidak terdapat karya

atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain. Terkecuali yang terdapat

dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah.

Yogyakarta, 13 Maret 2012

Penulis

(7)

vii

KEPEMIMPINAN MAHASISWA DALAM TANTANGAN ZAMAN (STUDI FENOMENOLOGI TENTANG PENGALAMAN KEPEMIMPINAN MAHASISWA PADA ORMAS MAHASISWA)

Lusiana Bintang Siregar

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian fenomenologi yang bertujuan untuk mendeskripsikan pengalaman mahasiswa dalam memimpin ormas mahasiswa. Data pengalaman dalam penelitian ini didapatkan melalui wawancara yang mendalam kepada tiga (3) orang informan yang merupakan mahasiswa dan sedang atau pernah menjadi pemimpin ormas mahasiswa. Selain itu, dalam penelitian ini juga menggunakan metode dokumentasi yaitu mengambil data dari dokumen tertentu pada ormas mahasiswa yang relevan dengan konteks penelitian. Langkah-langkah analisis data pada penelitian ini terdiri dari menyusun verbatim, membuat horizonaliting, textural description dan structural description serta menyimpulkan makna dari pengalaman. Hasil penelitian ini mengungkapkan dua makna dari pengalaman kepemimpinan mahasiswa pada ormas mahasiswa. Makna yang pertama adalah memiliki karakter dan nilai keutamaan sebagai pemimpin dan makna yang kedua adalah belum dilakukannya sistem pendampingan yang optimal untuk menyiapkan anak muda termasuk menjadi pemimpin. Oleh karena itu, peneliti menyarankan kepada mahasiswa untuk lebih terlibat dalam organisasi dan kepada masyarakat pada umumnya agar lebih memperhatikan pendampingan kepada anak muda dalam mengembangkan kemampuan kepemimpinan.

.

(8)

viii

STUDENT LEADERSHIP IN CHALLENGING TIMES (STUDY OF THE PHENOMENOLOGY OF THE STUDENT

LEADERSHIP EXPERIENCE IN STUDENT SOCIETY ORGANIZATION)

Lusiana Bintang Siregar

ABSTRACT

This phenomenology research aimed to describe the student experience as a leader in student society organizations. Data obtained in this study experience through in-depth interviews to three informants who are students a leader of student society organizations. Moreover, in this study also used the method of documentation that is retrieving data from a specific document on the student organizations that are relevant to the research context. The step of data analysis made verbatim, horizonaliting, textural description, structural description and the sense of the leadership experience. The results of this study revealed two meanings. The first meaning has the character and value of virtue as a leader and the second meaning do not have optimal mentoring system to prepare young people including the leader. For students, researcher suggest that student must have activity in organization and for all of people more have attention to mentoring young people to have a leadership ability.

(9)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Lusiana Bintang Siregar

NIM : 07 9114 131

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

KEPEMIMPINAN MAHASISWA DALAM TANTANGAN ZAMAN (STUDI FENOMENOLOGI TENTANG PENGALAMAN KEPEMIMPINAN MAHASISWA PADA ORMAS MAHASISWA)

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau di media

lain, untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya dan untuk digunakan

dengan semestinya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 13 Maret 2012

Penulis,

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kepada Allah Bapa, Putra, dan Roh

Kudus atas segala segala berkat dan pendampingan pada tiap-tiap langkah hidup.

Rasa syukur yang mendalam juga dihaturkan pada Bunda Maria yang selalu

mendengarkan dan mengabulkan doa. Dalam penulisan karya ini selalu

mendapatkan berkat dan makna yang luar biasa. Terima kasih untuk Engkau,

Yesus.

Penulis telah lama tertarik dengan bahasan mengenai kepemimpinan dan

pemimpin. Banyak pengalaman dan pembelajaran hidup yang penulis dapatkan

dari kepemimpinan. Ketertarikan ini juga didasari oleh keprihatinan penulis

terhadap rekan-rekan muda terutama mahasiswa yang jarang mengambil peran

sebagai pemimpin dan terkesan apatis dengan fenomena sosial kemasyarakatan di

negri sendiri. Penulis memahami bahwa posisi pemimpin memang menuntut

tanggung jawab dan pengorbanan lebih. Di samping itu juga perlu adanya

pendampingan dari seluruh pihak untuk anak muda ini. Semoga melalui karya

sederhana ini dapat berguna dan menggugah lebih banyak rekan-rekan muda

berperan sebagai pemimpin.

Penyelesaian karya ini adalah untuk melengkapi satu tahapan proses

belajar di Fakultas Psikologi. Peran serta dukungan yang selalu hadir terutama

dari orang tua sangat dirasakan. Rasa terima kasih yang mendalam kepada

ayahanda Bonifasius B. P Siregar dan ibunda Berliana Nababan untuk segenap

(11)

xi

kasih yang tak pernah habis. Rasa terima kasih juga disampaikan kepada adikku,

Federikus Bonar Reynara Siregar yang dengan senyum dan kepolosannya selalu

bertanya dan mendorong agar cepat lulus. Terima kasih juga tak lupa disampaikan

pada Ian yang senantiasa hadir, menemani, dan memberi dukungan dalam

kesulitan maupun suka, terima kasih untuk proses belajar dan kasih yang

diberikan.

Dalam proses pendidikan hingga penyelesaian karya ini tentunya banyak

pihak yang hadir, mendukung baik secara langsung maupun tidak langsung serta

secara moril dan materil mengiringi langkah penulis. Untuk itu, dengan hormat,

rasa terima kasih ini secara khusus penulis sampaikan kepada :

1. Dr. Christina Siwi Handayani, selaku Dekan Fakultas Psikologi Sanata

Dharma. Terlebih dengan kesabaran dan keteguhan ibu dalam

membimbing penulis menyelesaikan karya skripsi ini memberi

motivasi dan inspirasi bagi penulis untuk selalu terbuka bagi sesama.

2. Pak Heri dan Pak Agung yang telah membimbing dan memberi

kesempatan kepada penulis sebagai asisten penelitian serta terlibat

dalam proses belajar metode SEM.

3. Bu Nimas sebagai dosen pembimbing akademik yang selalu memberi

perhatian

4. Bu Tanti yang juga selalu tersenyum dalam setiap proses belajar di

kelas maupun di luar kelas. Senyum ibu yang khas menginspirasi saya

(12)

xii

5. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi, dengan semangat

dan ciri khasnya masing-masing. Terima kasih telah setia berbagi ilmu

di Fakultas ini.

6. Segenap staff Fakultas : mas Gandung, Bu Nanik, Pak Gie, mas Muji,

Mas Doni untuk setiap pelayanan dan bantuan selama penulis

menuntut ilmu di Fakultas Psikologi.

7. Informan dalam penelitian ini, TS sebagai mantan pengurus PMKRI

cabang Yogyakarta, BA sebagai ketua HMI Bulaksumur, dan ED

sebagai ketua GMKI cabang Yogyakarta. Terima kasih sudah berbagi

pengalaman dan pengetahuan. Semoga apa yang dirasakan bersama

dalam wilayah gerakan mahasiswa ini dapat segera terjawab. HIDUP

MAHASISWA !

8. Rekan-rekan gerakan mahasiswa pada forum Cipayung. Terima kasih

atas penerimaan dan persahabatan serta perjuangan bersama dalam

rangka keberpihakan pada rakyat dan penegakan keadilan.

9. Kawan-kawan angkatan ’07, terima kasih atas kebersamaan selama

proses belajar kita.

10. Teman-teman yang pernah bersama dalam kegiatan kepanitiaan AKSI,

EKM, Paskah Paingan, Valentine, Live in, dan yang lainnya.

11. Kakak, teman, serta adik-adik keluarga besar Paduan Suara Fakultas

(PSF) Psikologi “Angel Voices”. Terima kasih atas tiap-tiap moment

(13)

xiii

jam terbang supaya PSF Psikologi USD lebih terkenal dan bisa

menggelar konser.

12. Teman-teman Srikandi Sariayu, Tisa, Krisna sekaligus teman di

Rengganis, Oca, Putri, Anggun, Helen. Terima kasih untuk

kebersamaan dan tradisi-tradisi ke-sariayu-an..kenangan dalam suka

dan duka tidak pernah terlupakan…Terima kasih Sahabat!

13. Naposo Siregar, terima kasih untuk ito dan eda semua, tetap semangat

dalam kekeluargaan ini. Semoga ke depan komunitas naposo siregar

Yogyakarta dapat lebih berkarya.

14. Teman-teman panitia dan peserta YMCA 2009, kesempatan live in

bersama dan berinteraksi langsung dengan sahabat-sahabat dari Jepang

membawa pengalaman tersendiri.

15. Keluarga cemara 1, diwakili oleh mba Bella yang memberi semangat

dan password jurnal…semoga sukses ..juga keluarga cemara 2 dengan

segala keluh kesah, perjuangan, curhatan, motivasi, dan impian-impian

bersama, Nadya, mba Ninit, mba Wulan. Ayo Kita Pasti Bisa…!

Selalu ingat satu sama lain di kemudian hari..

16. Keluarga besar Bapak Ardian dan Ibu Siwi, dek Jagad yang menjadi

penghibur di saat pusing serta seluruh pribadi yang ada dalam rumah

cemara…. Terima kasih untuk pengalaman dan kesempatan yang

diberi…Teman-teman kempo juga yang ikut menyemangati

(14)

xiv

17. Komunitas MAGIS dan suster-suster FCJ….terima kasih untuk

pendampingan dan penyegaran rohani, selama proses ini khususnya

dalam peregrinasi memberikan kesadaran akan hadirnya Allah dalam

setiap pergumulan hidup

18. Dan tentunya untuk PMKRI cabang Yogyakarta “St. Thomas

Aquinas” dan keluarga besarnya….. terima kasih untuk sarana ini,

terima kasih untuk tempaan ini, terima kasih untuk kawan-kawan Rio,

Tata, Aji, Izak, Rosa beserta Angga, Indra, dan Edwin yang sedang

menyelesaikan skripsi (ayo segera menyusul, terima kasih untuk

persaingan yang sehat dalam penyelesaian skripsi), dan teman-teman

yang aktif selama 2010-2012 yang selalu setia dan dihadirkan dalam

proses belajar ini….. Kawan, saat kita menjalaninya itu mungkin terasa

sakit dan melelahkan, tetapi saat kita telah melewatinya, percayalah

hal itu akan terasa sangat menyenangkan dan membanggakan. Tetap

rendah hati dalam proses belajar dan setia dalam karya. ROSA!

PETRA!

19. Anggota Penyatu PMKRI dengan sharing dan partisipasi baik moril

maupun materil, khususnya Dewan Pembina PMKRI cabang

Yogyakarta, Pak Sony dan Pak Lukas. Terima kasih boleh merasakan

proses belajar dan dukungan yang penuh dalam pengembangan diri

saya dan kawan-kawan dalam perhimpunan. Terima kasih atas contoh

(15)

xv

20. semua pihak yang hadir dalam tiap hariku dan yang selalu menanti

saat ini……

Akhir kata, penulis menyadari keterbatasannya dan bahwa karya

skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Maka

dari itu, penulis mohon maaf dan terbuka atas semua saran serta kritik yang

membangun demi sebuah karya yang lebih baik.

Yogyakarta, 13 Maret 2012

Penulis

(16)

xvi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING………... ii

HALAMAN PENGESAHAN ……….. iii

HALAMAN MOTTO ……… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ……… v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ………….. vi

ABSTRAK ...………. vii

ABSTRACT ………... viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………. ix

KATA PENGANTAR ……… x

DAFTAR ISI ……….. xvi

DAFTAR TABEL ……….. xix

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xx

BAB I. PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Rumusan Masalah ………. 7

C. Tujuan Penelitian ………... 7

(17)

xvii

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 9

A. Kepemimpinan ……….. 9

1. Kepemimpinan ……… 9

2. Pemimpin ……… 12

B. Kepemimpinan Anak Muda dan Ormas Mahasiswa ……… 17

1. Anak Muda ……….. 17

2. Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Mahasiswa …………. 24

3. Kepemimpinan Mahasiswa dalam Ormas Mahasiswa ……. 27

C. Pengalaman Kepemimpinan Mahasiswa Pada Ormas Mahasiswa.. 32

BAB III. METODE PENELITIAN ……… 34

A. Pendekatan Penelitian Kualitatif ……… 34

B. Batasan Istilah ………. 34

C. Subjek Penelitian ……… 35

D. Teknik Pengumpulan Data ………. 36

E. Teknik Analisis dan Interpretasi Data ... 39

F. Kredibilitas Penelitian ……… 40

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………... 42

A. Pandangan dan Peran Peneliti dalam Penelitian ……… 42

B. Pelaksanaan Penelitian ……… 44

1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ……….. 44

(18)

xviii

3. Dinamika Psikologis Informan ……….. 54

C. Analisis Data dan Hasil Penelitian ………. 60

1. Analisis Data Pengalaman ………. 60

2. Pengalaman Kepemimpinan Mahasiswa Pada Ormas Mahasiswa ………. 79

D. Pembahasan ……… 85

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 95

A. Kesimpulan ………... 95

B. Saran ………... 95

DAFTAR PUSTAKA ……… 98

(19)

xix DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah dan Rasio Pemuda Indonesia (2004)………. 3

Tabel 2. Guide Interview………. 38

Tabel 3. Data Demografi ……….. 54

Tabel 4. Data Sintesis Pengalaman

(20)

xx DAFTAR LAMPIRAN

Transkrip Verbatim ………. 101

1. Informan I ……….. 101

2. Informan II ………. 126

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan akan pemimpin, khususnya di Indonesia, yang dirasakan

dewasa ini boleh jadi tidak sesuai dengan tingkat kesediaan seseorang untuk

menjadi pemimpin. Saat ini generasi muda termasuk mahasiswa cenderung

enggan mengambil bagian dalam organisasi dan menjadi pemimpin.

Keterlibatan mereka dalam mengikuti organisasi cenderung rendah, mulai dari

organisasi intra kampus, seperti unit kegiatan mahasiswa (UKM) hingga BEM

(Badan Eksekutif Mahasiswa) yang sudah mulai ditinggalkan (KOMPAS,

2011).

Organisasi kemahasiswaan seperti Perhimpunan Mahasiswa Katolik

Republik Indonesia (PMKRI) pun mengalami penurunan kader. Sebelumnya,

pada tahun 1970an - 2000an, organisasi kemahasiswaan ini masih

mendapatkan kader berjumlah ratusan, namun dalam tujuh (7) tahun terakhir

hanya mampu mendapatkan 30 orang per tahun (buku MPAB PMKRI, 2010).

Pun demikian, kader yang berhasil berpartisipasi juga jarang yang bertahan.

Dalam proses di organisasi tidak sedikit yang mundur dan hilang.

Sementara itu, dalam organisasi HMI (Himpunan Mahasiswa Islam),

GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa

Kristen Indonesia), dan PMII (Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia) yang

(22)

kesulitan dalam mencari kader-kader baru yang tertarik mengikuti organisasi

kader atau lebih dikenal sebagai ormas (organisasi kemasyarakatan)

mahasiswa. Organisasi kepemudaan seperti Pemuda Katolik juga mengalami

hal demikian. Menurut ketua Pemuda Katolik (periode 2009-2012) untuk

wilayah Yogyakarta setelah vakum selama 15 tahun ketika dihidupkan kembali

pada tahun 2009, hanya 20 orang yang menjadi anggotanya. Itu pun tidak

semua anggota aktif.

Hasil jajak pendapat yang dilakukan KOMPAS pada pemuda usia 16

– 30 tahun, pada kurun waktu 27-28 Oktober 2010 di beberapa kota di

Indonesia juga mengungkapkan hal senada. Bahwa sebagian besar responden

mengaku tidak pernah menjadi pemimpin di dalam berbagai kegiatan, saat

menempuh pendidikan rendah hingga pendidikan tinggi. Sementara,

pengalaman menjadi pemimpin dalam kegiatan di sekolah, seperti Organisasi

Siswa Intra Sekolah (OSIS), Senat Mahasiswa di perguruan tinggi, organisasi

kepemudaan, atau organisasi profesi, mampu menempa dan membentuk

karakter sebagai pemimpin (KOMPAS, 2010).

Minimnya keterlibatan anak muda termasuk mahasiswa dalam

organisasi dan rendahnya keterlibatan mereka untuk menjadi pemimpin

menunjukkan persoalan serius terkait dengan regenerasi kepemimpinan di

negeri ini. Sementara di negara ini jumlah pemuda hampir setengah jumlah

(23)

Tabel 1.

Jumlah dan Rasio Pemuda Indonesia (2004)

Tabel diambil dari makalah Strategi dan Program Pembangunan Pemuda, oleh Ir. Budi Setiawan pada TANNASDA 2008, yang mengutip sumber BPS tahun 2004

Dapat dilihat dalam tabel tersebut, jumlah pemuda baik di kota

maupun desa hampir setengah dari jumlah penduduk keseluruhan. Bila dilihat

dari jumlah pemuda ini, anak muda termasuk juga mahasiswa sebagai agen

perubahan (agen of change) dapat lebih memiliki peluang mengambil peran

pemimpin dalam kehidupan organisasi dan masyarakat di wilayah perkotaan

dan pedesaan. Namun, perhatian dan pemahaman anak muda mengenai

kepemimpinan serta keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan di organisasi

tertentu masih kurang.

Saat ini, peran organisasi mahasiswa, khususnya ormas-ormas, seperti

: HMI, PMKRI, PMII, GMKI, GMNI, mengalami penurunan dalam dinamika

keterlibatan mereka di nasional maupun dalam pertemuan-pertemuan internal

organisasi, seperti diskusi dan pertemuan anggota serta pertemuan eksternal

dengan beberapa organisasi lain dalam forum tertentu. Bahkan beberapa

diantara mereka justru mengalami konflik internal berkepanjangan. Seperti

konflik dualisme kepemimpinan dalam organisasi PMKRI Nasional sampai Tipe Daerah Jumlah Pemuda

(dalam jutaan)

Jumlah Penduduk

(dalam jutaan)

Perkotaan Pedesaan

Total

36,1 (40,0%)

44,6 (35,2%)

80,7 (37,2%)

92

125

(24)

pada konflik internal cabang misalnya pada organisasi HMI cabang

Yogyakarta (BA, wawancara 27 Juli & TS, wawancara 15 Agustus, 2011).

Proses regenerasi dan kaderisasi dalam organisasi untuk anak muda pun masih

belum optimal (Ali, 2008).

Adanya keprihatinan terhadap rendahnya minat anak muda dan

mahasiswa mengambil peran kepemimpinan di Indonesia ternyata menjadi

fenomena umum yang juga dialami oleh banyak negara lain. Salah satunya

dapat dilihat dari hasil penelitian eksperimen Forno dan Merlone (2006) yang

melibatkan dua (2) kelompok mahasiswa tahun pertama di Universitas Turin.

Masing-masing kelompok berjumlah 65 orang mahasiswa dari kelas Bisnis

Administrasi (kelompok A) dan 67 orang mahasiswa dari kelas Informasi dan

Bisnis Relasi (kelompok B). Salah satu hasil penelitian ini menyebutkan bahwa

motivasi mahasiswa untuk mengambil peran sebagai pemimpin ternyata sangat

terbatas. Sebagian besar responden tersebut menyebutkan bahwa alasan untuk

tidak menjadi pemimpin berasal dari diri mereka sendiri dan sebagian lagi

menyebutkan bahwa ada orang yang bisa lebih baik memimpin sehingga

merasa dirinya tidak memiliki kompetensi yang memadai untuk menjadi

pemimpin.

Sementara penelitian Wehman (dalam Edelman, dkk, 1996)

menyatakan bahwa pengalaman keterlibatan dalam organisasi terstruktur selalu

dapat mengembangkan kemampuan kepemimpinan di kalangan anak muda.

Pengembangan kemampuan kepemimpinan melalui kegiatan ekstrakurikuler

(25)

program olahraga, dan kegiatan seni. Namun persoalannya, bagaimana bisa

mengembangkan kemampuan kepemimpinan jika minat untuk berpartisipasi

dalam organisasi sangat terbatas di kalangan anak muda ?

Jumlah pemuda seperti yang telah dipaparkan sebelumnya

menunjukkan bahwa sebenarnya potensi dari segi jumlah sumber daya manusia

dari sisi anak muda untuk menjadi pemimpin sangat mencukupi jika mereka

mau mengembangkan potensi diri dengan terlibat dalam organisasi. Namun,

pada saat ini nyatanya minat anak muda untuk menjadi pemimpin dan terlibat

dalam organisasi masih rendah. Selain itu, di Indonesia sendiri tantangan untuk

mengembangkan kemampuan kepemimpinan juga dipengaruhi oleh kondisi

dan dinamika organisasi. Banyak organisasi anak muda maupun organisasi

kemahasiswaan saat ini mengalami kemandegan dalam hal kaderisasi seperti

yang telah dijelaskan sebelumnya. Meskipun demikian, masih ada anak muda

yang mau menjadi pemimpin serta terlibat dalam organisasi. Peneliti tertarik

dengan pemimpin-pemimpin anak muda termasuk mahasiswa ini, mengapa

mereka masih mau menjadi pemimpin di tengah dinamika organisasi yang

penuh tantangan dan rendahnya minat anak muda termasuk mahasiswa dalam

organisasi dan menjadi pemimpin.

Berkenaan dengan masalah tersebut, ada beberapa penelitian yang

mencoba untuk menggambarkan persoalan dari sudut pandang eksternal anak

muda antara lain, melihat pentingnya berorganisasi pada anak muda (Wehman,

1996), pentingnya partisipasi anak muda dalam program pengembangan diri

(26)

yang efektif pada kalangan anak muda (Forno & Merlone, 2006). Peneliti

belum menemukan penelitian tentang anak muda dan kepemimpinan yang

mengungkap sisi internal dari pengalaman anak mudanya sendiri. Beberapa

penelitian kepemimpinan lebih fokus pada kondisi eksternal dan belum melihat

dari sisi anak mudanya sendiri.

Di Indonesia, ada satu penelitian yang dilakukan oleh Handayani

(2011) tentang organisasi mahasiswa Katolik dan perkembangan demokrasi di

Indonesia (sebuah tinjauan psikologi) yang mencoba melihat pengalaman

internal anak muda Katolik dalam perannya mengembangkan demokrasi di

Indonesia. Namun, penelitian ini terbatas pada anak muda Katolik dan tidak

secara khusus melihat kepemimpinan di kalangan anak muda. Oleh karena itu,

penelitian tentang pengalaman kepemimpinan pada anak muda dari perspektif

anak mudanya sendiri masih terbatas. Penelitian ini akan fokus pada

pengalaman internal anak muda sendiri. Peneliti ingin melihat bagaimana anak

muda termasuk mahasiswa yang terlibat dalam organisasi dan menjadi

pemimpin memaknai pengalamannya dalam kepemimpinan di tengah

kaderisasi pada anak muda yang belum optimal serta rendahnya minat anak

muda dalam berorganisasi dan menjadi pemimpin.

Penelitian mengenai pengalaman mahasiswa yang terlibat dalam

organisasi dan kepemimpinan ini diharapkan mengungkapkan makna menjadi

pemimpin bagi mahasiswa serta dapat mengetahui tantangan dan hambatan

selama terlibat dalam organisasi hingga mengalami menjadi seorang pemimpin

(27)

menjadi pemimpin tersebut diharapkan dapat mendeskripsikan fenomena

mengapa masih ada anak muda yang mau menjadi pemimpin ketika kaderisasi

belum optimal dan anak muda yang lain memilih untuk tidak terlibat dalam

organisasi dan menjadi pemimpin.

Dari berbagai paparan tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui

bagaimana pengalaman kepemimpinan dari kader-kader ormas selama

berproses pada masa sekarang ini yang notabene sangat membutuhkan

pemimpin. Kepemimpinan anak muda merupakan aspek krusial guna menata

bangunan peradaban bangsa.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pengalaman kepemimpinan mahasiswa pada organisasi

kemasyarakatan mahasiswa?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pengalaman

kepemimpinan mahasiswa pada organisasi kemasyarakatan mahasiswa.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

(28)

kepemimpinan dalam organisasi serta dapat menjadi bahan kajian bagi

penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Bagi organisasi, khususnya organisasi kemahasiswaan yang

bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan, pembinaan dan kaderisasi,

penelitian ini diharapkan menjadi bahan refleksi dan informasi agar

mereka lebih berperan aktif dalam kaderisasi mahasiswa khususnya

sebagai wadah lahirnya pemimpin-pemimpin baru.

Bagi masyarakat pada umumnya terutama mahasiswa, penelitian

ini diharapkan dapat menjadi media reflektif secara individual maupun

dalam sebuah komunitas atau kelompok. Para mahasiswa diharapkan dapat

menghargai diri dan menyadari bahwa dirinya merupakan anak muda yang

diharapkan dan dibutuhkan untuk menjadi pemimpin-pemimpin bangsa

dan negara berikutnya sehingga dapat lebih mengambil peran dalam

kepemimpinan.

Bagi peneliti, penelitian ini merupakan kesempatan untuk

refleksi, menganalisa serta menarik kesimpulan dan makna dari

(29)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini diuraikan sejumlah teori-teori dan pengertian-pengertian

yang diharapkan dapat membantu peneliti untuk menjelaskan bagaimana

pengalaman memimpin pada mahasiswa yang terlibat dalam ormas mahasiswa.

Pada bagian pertama, peneliti akan menjelaskan mengenai teori serta pengertian

dari kepemimpinan dan pemimpin. Dalam bagian ini juga dijelaskan elemen dan

unsur kepemimpinan serta pentingnya pemimpin memiliki kemampuan tertentu

dalam melaksanakan kepemimpinan.

Pada bagian kedua diuraikan pengertian kepemimpinan secara lebih

khusus, yaitu peranan anak muda sebagai generasi penerus dan calon pemimpin.

Salah satu hal yang penting dalam proses kepemimpinan ini adalah keterlibatan

anak muda dalam organisasi. Selain itu, diuraikan juga pengertian anak muda dan

organisasi serta kepemimpinan mahasiswa dalam ormas mahasiswa. Kemudian,

bagian terakhir bab ini akan menguraikan pengertian dari pengalaman mahasiswa

dalam memimpin ormas mahasiswa pada zaman ini yang menjadi tujuan atau

fokus dari penelitian.

A. Kepemimpinan

1. Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan hal yang penting dalam kemajuan suatu

(30)

kegiatan manusia secara bersama-sama dalam kelompok tertentu selalu

membutuhkan kepemimpinan. Hal ini disebabkan dalam kepemimpinan

ada sebuah proses dan usaha mempengaruhi orang sehingga mau secara

sukarela dan antusias bekerja sama mencapai tujuan kelompok (Weihrich

dalam Maridjo, 2001). Proses yang ada dalam kepemimpinan untuk

mengarahkan orang lain untuk sebuah tindakan demi tercapainya tujuan

inilah yang mempertegas bahwa kepemimpinan merupakan hal yang

pokok dalam organisasi (Locke dalam Listianto, 2001).

Senada dengan pengertian tersebut, kepemimpinan juga dipahami

sebagai proses mengubah anggota, menciptakan visi dan mencapai tujuan

serta mengkomunikasikan kepada anggota jalan menuju pencapaian tujuan

(Bass, 1985; Tichy & Devanna, 1986 dalam Hughes,dkk, 2006). Dalam

hal ini, ada aksi atau tindakan yang fokus kepada sumber-sumber potensi

dalam organisasi menuju penyelesaian tujuan (Roach & Behling, 1984

dalam Hughes, dkk, 2006).

Kada (1982) menyebutkan bahwa kepemimpinan melibatkan

suasana, usaha dan kemampuan memimpin. Kemampuan memimpin

bukan saja sekedar mengatur dan memimpin namun disertai juga dengan

seni mempengaruhi tingkah laku manusia serta kemampuan membimbing

orang lain sebagai anggotanya (Hoyt dalam Kartono, 2010).

Kepemimpinan pada akhirnya merupakan keterlibatan dari berbagai pihak

dalam arti bahwa kepemimpinan memerlukan kemampuan untuk

(31)

tujuan. Pemimpin yang baik adalah seorang yang dapat membangun tim

untuk mencapai hasil melampaui berbagai macam situasi (Hogan, dkk,

1994 dalam Hughes, dkk. 2006).

Proses kepemimpinan memiliki unsur kemampuan mempengaruhi

orang lain, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang

lain, dan mencapai tujuan organisasi ( Kartono, 2010). Listianto (2001)

menyebutkan tiga elemen yang bisa didapatkan dari pengertian-pengertian

mengenai kepemimpinan. Elemen pertama yaitu kepemimpinan memiliki

konsep relasi. Dalam hal ini sebuah proses kepemimpinan tidak dapat

dilepaskan dari relasi bersama orang lain yang dinamakan pengikut. Jika

tidak ada pengikut, maka tidak ada pemimpin. Seorang pemimpin yang

efektif harus mengetahui bagaimana menjalin hubungan dengan anggota

dan menginspirasi pengikutnya.

Elemen yang kedua adalah kepemimpinan merupakan sebuah

proses. Dalam memimpin, pemimpin harus melakukan sesuatu untuk

mencapai tujuan. Sementara elemen yang ketiga yaitu kepemimpinan

menginstruksikan orang lain atau pengikutnya untuk melakukan sesuatu.

Pemimpin membujuk pengikutnya dengan banyak cara, seperti mengatur

tujuan, membangun kerja sama tim, dan mengkomunikasikan visi bersama

(Listianto, 2001).

Dari penjelasan mengenai kepemimpinan tersebut dapat dilihat

bahwa sampai saat ini pengertian kepemimpinan tidak jauh berbeda antara

(32)

pemimpin, anggota dan sebuah aksi atau tindakan. Dalam kepemimpinan

juga ditekankan sebuah proses mempengaruhi anggota dalam kelompok

dalam mencapai suatu tujuan.

2. Pemimpin

Kepemimpinan dalam menjalankan prosesnya tentunya

membutuhkan seorang pemimpin. Di samping untuk membimbing dan

mengarahkan anggota, dalam kepemimpinannya, pemimpin perlu memiliki

keterampilan dan keahlian memandang visi ke depan, serta menginspirasi

setiap tindakan. Seorang pemimpin juga perlu memberi wewenang kepada

orang lain. Hal ini dimaksudkan untuk membesarkan hati dan mendorong

orang lain untuk bermacam-macam fungsi, kedisiplinan, serta mengatur

untuk menemukan tujuan bersama dalam memperbaiki keseluruhan

industri, komunitas, negara, bahkan dunia. ( Kanter, 1996 dalam Listianto

2001).

Berdasarkan proses kepemimpinan, pemimpin harus memiliki

sejumlah kemampuan dalam melangsungkan kepemimpinannya.

Kemampuan yang dimiliki pemimpin ini tidak hanya sekedar berasal dari

bakat alami. Pendapat terdahulu mengenai kepemimpinan yang

dimunculkan oleh bakat yang telah ada dalam diri seseorang sehingga

dengan sendirinya menjadi pemimpin telah bergeser. Dalam

perkembangan zaman pada awal abad 20 oleh Frederick W. Taylor

dikembangkan teori kepemimpinan. Teori ini menyebutkan bahwa

(33)

tetapi pada penyiapan secara berencana dalam melatih calon-calon

pemimpin (Kartono, 2010).

Dalam hal membentuk kemampuan pemimpin ini, The

Conference Board (2002) melakukan penelitian mengenai

kemampuan-kemampuan pemimpin yang dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan pada

tahun 2010. Kemampuan tersebut diantaranya kemampuan kognitif,

meliputi kekuatan intelektual dan mental; memiliki kemampuan strategi

dalam kesiapan menghadapi kompetensi global; kemampuan analisis,

terutama untuk menyaring informasi yang didapatkan dan

sumber-sumbernya; kemampuan mengambil suatu keputusan; kemampuan

personal dan komunikasi; kemampuan untuk mempengaruhi kelompok

lain; kemampuan mengatur lingkungan dan orang lain dari berbagai

budaya, gender, dan generasi; kemampuan untuk dapat mendelegasikan

orang secara efektif; kemampuan untuk mengidentifikasi,

mengembangkan, dan menggunakan talenta orang lain; serta kemampuan

mengambil makna dari pengalaman (dalam Hughes, dkk, 2006).

Sementara itu, Wirjana dan Supardo (2005) dari pengalaman di

lapangan mendapatkan bahwa hal utama yang juga harus dimiliki

pemimpin adalah kemampuan memimpin diri sendiri. Kemampuan ini

berkaitan dengan bagaimana pemimpin dapat mengerti dan memahami

suatu keadaan, strategi dan kriteria yang paling tepat digunakan dalam

(34)

Keterampilan lain yang juga harus dimiliki seorang pemimpin

adalah kemampuan mengerti, memotivasi, dan berkomunikasi dengan

orang lain sehingga dapat diterima dalam semua situasi oleh semua pihak.

Dalam setiap lembaga baik bisnis, pemerintahan, maupun organisasi sosial

kemasyarakatan, pemimpin juga perlu memiliki kemampuan berpikir

strategik dalam merumuskan tujuan atau sasaran. Selain itu, cara berpikir

yang sitematis juga diperlukan oleh seorang pemimpin. Hal ini disebabkan

karena pemimpin perlu untuk mengindentifikasi setiap situasi ataupun

masalah dalam organisasi serta mengetahui akar permasalahannya dan

menyusun solusi. Cara berpikir sistematis dalam cara praktis dan konkrit

ini menunjukkan ciri pemimpin yang dewasa. (Wirjana & Supardo, 2005).

Selain memiliki keterampilan, pemimpin juga perlu untuk

memahami perannya dalam memimpin. Covey (dalam Wirjana & Susilo,

2005) membagi peran pemimpin dalam 3 aspek. Aspek yang pertama

adalah pemimpin berperan sebagai penunjuk jalan. Peran ini berkaitan

dengan kemampuan pemimpin dalam membangun visi dan misi serta

dapat memandang tujuan dan arah organisasi jauh ke depan. Dalam hal ini,

tujuan organisasi berkaitan dengan menyatukan nilai-nilai yang disepakati

bersama dengan kebutuhan masyarakat dan stakeholders melalui suatu

sistem tertentu sehingga anggota dalam organisasi memiliki semangat

dalam mencapai tujuan yang besar dan transenden.

Aspek kedua adalah peran pemimpin dalam menggalang seluruh

(35)

visi dan misi organisasi. Pemimpin harus dapat merangkul dan

menyatukan sitem, nilai, dan seluruh operasional dalam organisasi untuk

dapat bekerja sama mencapai tujuan. Selain itu, pemimpin harus dapat

memastikan bahwa anggota dapat mengerti dengan benar setiap peran dan

posisinya (Covey dalam Wirjana & Susilo, 2005).

Aspek yang ketiga yaitu peran pemimpin berkaitan dengan

pemberdayaan. Dalam hal ini, pemimpin harus mampu melihat

sumber-sumber potensi yang ada dalam organisasi. sumber-sumber potensi yang utama

adalah anggota organisasi. Setiap orang dalam organisasi pasti memiliki

talenta masing-masing. Pemimpin harus dapat memahami kemampuan

setiap orang dan mengembangkannya sehingga satu-sama lain dapat

bekerja sama serta menciptakan sinergi dalam mendukung pencapaian

tujuan (Covey, dalam Wirjana & Susilo, 2005).

Pemimpin yang efektif dan dapat memahami perannya dengan

baik sangat dibutuhkan saat ini. Para anggota dan pengikut memiliki

harapan yang tinggi kepada pemimpin sebagai orang yang dianggap

mampu membawa organisasi dan anggotanya mencapai tujuan. Rosabeth

Moss Kanter menuliskan keterampilan kekal dalam pemimpin perubahan

dalam majalahLeader to Leader( dalam Wirjana & Supardo, 2005). Pada

Zaman sekarang yang sangat dibutuhkan adalah pemimpin yang mampu

membawa perubahan bagi kebaikan masyarakat dan bangsa. Seperti yang

(36)

kemasyarakatan disebut sebagai “agen perubahan” ( dalam Wirjana &

Supardo, 2005).

Pemimpin sebagai “agen perubahan” merupakan tantangan zaman

ini. Pada zaman millennium baru, pemimpin merupakan seorang yang

dapat menciptakan kultur dan sistem organisasi yang didasarkan pada

prinsip-prinsip. Menciptakan kultur yang demikian adalah tantangan besar

baik di perusahaan, pemerintahan, organisasi atau di manapun. Pemimpin

semacam ini hanya dapat dicapai oleh pemimpin-pemimpin yang memiliki

keberanian, visi, serta kerendahan hati untuk selalu belajar dan tumbuh (

Covey dalam Wirjana & Supardo, 2005).

Dapat dilihat dari pengertian di atas bahwa dalam proses

kepemimpinan dibutuhkan seorang pemimpin sebagai contoh dan kunci

dalam penentu arah. Pemimpin juga perlu memberi arahan dan bimbingan

bagi orang yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini,

masyarakat dan bangsa membutuhkan pemimpin yang mengerti akan

kebutuhan mereka dan dapat memberdayakan serta memberi motivasi

kepada seluruh anggota dalam mencapai tujuan.

Beberapa penjelasan tersebut menggambarkan bahwa

kepemimpinan dan pemimpin adalah hal yang tidak dapat dipisahkan.

Pemimpin merupakan seorang yang dipercayakan untuk memimpin suatu

organisasi sedangkan kepemimpinan adalah proses yang dijalankan oleh

pemimpin. Seorang pemimpin dituntut untuk memiliki sejumlah

(37)

mampu berkomunikasi, dapat memberikan motivasi juga mampu

memimpin diri sendiri. Keterampilan dan kemampuan inilah yang

digunakan dalam proses untuk mengarahkan dan memotivasi seluruh

anggota dalam mencapai visi dan misi organisasi.

B. Kepemimpinan Anak Muda dan Ormas Mahasiswa

1. Anak Muda

Anak muda selalu dikaitkan dengan generasi yang diharapkan

dapat melanjutkan proses zaman di masa depan dengan lebih baik. Hal ini

dikarenakan usia mereka yang masih muda dan dapat menggantikan

generasi sebelumnya. Levinson (dalam Santrock, 2002) menyatakan bahwa

proses menuju kedewasaan merupakan proses yang amat panjang dan

biasanya periode ini berawal pada usia 17 tahun dan berakhir pada usia 33

tahun. Pada masa ini banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi pada

anak muda menuju proses kedewasaan penuh.

Dalam tulisan mengenai anak muda, Handayani (2009)

menyebutkan bahwa kategori anak muda atau “youth” secara popular

digunakan merujuk pada orang yang berumur antara 16-25 tahun. Istilah

youthmuncul pertama kali pada periode tahun 1950-an dan 1960-an di USA

dan Inggris terutama terkait dengan tindakan kriminal yang dianggap

melekat pada anak muda. Pada masa itu, anak muda bergabung dalam

(38)

jawab atas tindakannya, masih belum matang pemikirannya dan emosinya

pun masih labil.

Sementara menurut Piaget, tahapan usia anak muda mulai

memiliki pemikiran logis (lihat Santrock, 2002). Selain berpikir logis, anak

muda juga lebih berpikir idealistis (Kuhn dalam Santrock, 2002). Anak

muda mulai berpikir seperti para ilmuwan, menyusun rencana, dan mencari

solusi atas sebuah masalah. Perkembangan berpikir seperti ini juga disebut

dengan penalaran deduktif hipotesis dimana anak muda memiliki

kemampuan untuk mengembangkan hipotesis dan menemukan cara-cara

terbaik dalam hal pemecahan masalah. Pada tahap pemikiran ini, anak muda

juga dapat berpikir secara lebih sistematis dalam memandang suatu hal dan

menarik kesimpulan.

Di sisi lain, ahli sosiologi Kenneth Kenniston menyebutkan bahwa

masa muda (youth) merupakan periode transisi antara masa remaja dan

masa dewasa. Selain itu, pada masa ini pribadi anak muda masih bersifat

sementara dan merupakan perpanjangan dari kondisi ekonomi. Namun, anak

muda sendiri berbeda dengan masa remaja. Pada masa muda terdapat usaha

dan perjuangan membangun pribadi yang mandiri dan terlibat secara sosial

sedangkan pada remaja merupakan masa mendefinisikan dirinya. Dalam hal

ini ciri dominan yang dilekatkan pada kategori anak muda adalah memiliki

kemampuan atau kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam hal

(39)

Sementara itu, kategori anak muda di Indonesia seperti yang diatur

dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2009 (dalam Bappenas) adalah anak

muda yang masuk dalam kategori umur 16-30 tahun. Di sisi lain, dalam

pengertian budaya Jawa di Indonesia, seseorang dapat dikatakan dewasa

ketika sudah menikah, sedangkan orang yang belum menikah tidak pernah

dianggap dewasa yang disebut juga “durung jawa” yaitu belum bisa

mengendalikan diri, belum bisa menempatkan diri di ruang sosial

(Handayani, 2009).

Pada perkembangannya, masa anak muda adalah masa yang penuh

dinamika. Dinamika anak muda di Indonesia digambarkan semenjak tahun

1940an. Pada masa ini, anak muda dilibatkan dan dituntut untuk ikut

membela tanah air. Berikutnya, pada tahun 1960an saat kondisi sosial dan

politik Indonesia belum stabil, anak muda digambarkan dalam sosok Soe

Hok Gie dan teman-teman dengan kehidupan pecinta alamnya. Selain itu,

mereka juga menikmati kesenian-kesenian tradisional, menghadiri pesta

serta menonton dan menganalisa film (Handayani, 2005).

Selanjutnya, pada tahun 1970-an dimana kondisi ekonomi, sosial,

dan politik Indonesia mulai stabil, kehidupan anak muda digambarkan

dengan adanya group band dan film. Pada masa 1980an sampai 1990an,

perkembangan anak muda digambarkan dengan film-film bertemakan

roman picisan dan cerita-cerita percintaan yang cengeng di mana anak muda

(40)

Perkembangan anak muda pada tahun 1990an kembali pada

gambaran pergerakan mahasiswa. Mahasiswa terlibat dalam situasi politik

dan kembali menjadi pemeran utama dalam perubahan besar politik bangsa

Indonesia. Mahasiswa dalam hal ini masuk dalam kategori masa dewasa

awal, yaitu 18-40 tahun yang mempunyai tugas perkembangan penyesuaian

pribadi dalam berhubungan dengan dunia dan diperlukan kemampuan

menjalin hubungan dengan orang lain, kemampuan sosial, pekerjaan, dan

keluarga (Hurlock, 1999). Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor XXX/ 1990 tentang pendidikan tinggi disebutkan pada Bab I, pasal

1 (6) mendefinisikan mahasiswa sebagai anggota masyarakat yang berusaha

mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan

jenis pendidikan tertentu.

Oleh karena itu, mahasiswa dikategorikan sebagai kaum intelektual

dengan ciri khas tertentu (Shill dalam Widyanto, 2010). Arbi Sanit

menyebutkan bahwa sebagai kaum intelektual, mahasiswa memiliki fungsi

dalam membina keberdayaan bersama, mempengaruhi perubahan sosial dan

memainkan peran politik. Sanit berpendapat bahwa terdapat empat faktor

pendorong mahasiswa berperan dalam kehidupan politik. Pertama adalah

mahasiswa merupakan kelompok masyarakat yang mempunyai kesempatan

memperoleh pendidikan terbaik.

Setelah itu, faktor yang kedua adalah mahasiswa adalah bagian dari

kelompok masyarakat yang mengalami proses pendidikan di bangku

(41)

sosialisasi politik terpanjang dari pada anak muda lainnya. Faktor ketiga

adalah adanya pengalaman kehidupan kampus yang beragam dari berbagai

latar belakang yang membentuk gaya hidup tertentu pada mahasiswa. Selain

itu, faktor terakhir mahasiswa memasuki peran politik adalah pada akhirnya,

kelompok mahasiswa ini yang akan masuk dalam lapisan struktur

kekuasaan, struktur perekonomian, dan elit politik (dalam Widyanto, 2010).

Jika pada masa 1990an, kehidupan anak muda ini telah bercampur

antara gaya hidup dan politik, maka pada tahun 2000an, anak muda

digambarkan sebagai komunitas yang modern dan fun. Berbagai fasilitas

modern ditawarkan pada anak muda. Pada masa ini, anak muda juga

meletakkan pekerjaan hanya sebagai hobi (Handayani, 2009).

Mengenai anak muda ini secara sosial sering dipersepsikan sebagai

seorang yang belum dapat mandiri. Di Indonesia sendiri seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya bahwa seseorang yang belum menikah masih

merupakan tanggung jawab orangtua (Handayani, 2009). Sejalan dengan

pandangan di Indonesia, Kurth dan Schai (1988) menyebutkan bahwa saat

ini anak muda dipersepsikan sebagai posisi tengah di mana anak muda baru

belajar menjadi masyarakat dewasa, tidak berkompeten dan tidak sempurna

sehingga memerlukan panduan orang dewasa. Hal inilah yang dianggap

sebagai kesalahan pandangan meremehkan anak muda. Penelitian Toffler

(dalam Kurth dan Schai,1988) menyebutkan bahwa persepsi orang dewasa

yang ada atas anak muda ini dipandang sebagai hambatan utama yang

(42)

anak muda juga memiliki kemampuan dan potensi yang besar bahkan dapat

berperan sebagai penentu utama perubahan suatu bangsa.

Menyadari anak muda sebagai generasi harapan bangsa dan

diharapkan sebagai pemimpin kelak inilah perlu adanya perhatian yang

lebih. Di Indonesia sendiri, wacana mengenai pentingnya pembinaan anak

muda telah disadari terutama dalam hal pendampingan dan pemimbanaan

kepemimpinan anak muda. Mengenai pembinaan kepemimpinan anak muda

termasuk di dalamnya mahasiswa ini dilandasi beberapa hal, yaitu landasan

ideologi dan konstitusional, landasan kultural, landasan strategis, dan

landasan operasional (Kartono, 2010).

Landasan ideologi dan konstitusional meliputi 2 hal yaitu landasan

ideologi dan landasan konstitusional. Landasan Ideologi didasarkan pada

Pancasila, sedangkan Landasan Konstitusinal didasarkan pada

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar dari hukum tertulis tertinggi di Indonesia

(Kartono, 2010). Landasan Kultural merupakan cerminan dari kebersamaan,

sikap kekeluargaan serta gotong royong. Nilai-nilai luhur bangsa ini harus

melandasi cara pandang dan perilaku pemimpin.

Di samping itu, Landasan Strategis yang ditetapkan pada

Garis-Garis Besar Haluan Negara menekankan pada pengembangan generasi

muda untuk mempersiapkan kader penerus perjuangan bangsa diberi bekal

keterampilan, kepemimpinan, patriotisme, dan kemampuan lainnya dalam

situasi yang sehat dan perlu dilibatkan dalam proses pelaksanaan

(43)

seperti sekolah, organisasi perlu ditingkatkan sarananya untuk

pengembangan potensi kepemudaan (Kartono, 2010). Sedangkan landasan

keempat, yaitu landasan operasional yang didasarkan pada keputusan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0323/1978 tentang Pola Dasar

Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda memberikan pengertian dan

arahan pembinaan. Selain itu, Keputusan Presiden No. 23 Tahun 1979

tentang Badan Koordinasi Penyelenggaraan Pembinaan dan Pengembangan

Generasi Muda juga merupakan bentuk dukungan terhadap penyelenggaraan

pengembangan generasi muda (Kartono, 2010).

Anak muda dalam perkembangannya memiliki tugas yang banyak,

diantaranya adalah harus mampu mengidentifikasi dirinya, menempatkan

dirinya dan kemampuan berpikir sistematis dan logis serta memiliki

kemampuan berkomunikasi yang baik. Namun, tuntutan yang dibebankan

kepada anak muda saat ini belum selaras dengan pandangan mengenai anak

muda yang masih dibatasi oleh boleh dan tidaknya anak muda dalam

melakukan sesuatu atau terlibat dalam situasi tertentu.

Di sisi lain, perlu adanya pengembangan pemahaman bahwa anak

muda adalah generasi yang perlu diperhatikan, dibimbing dan diberi banyak

kesempatan. Kemajuan suatu bangsa ada di tangan generasi muda,

khususnya mahasiswa yang sedang menuntut ilmu pengetahuan dan

teknologi. Para mahasiswa aktivis dan pemimpin-pemimpin mahasiswa

(44)

negara-negara maju maupun di negara yang sedang berkembang (Kartono,

2010).

2. Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Mahasiswa

Organisasi berasal dari kata Yunani yaitu “ organon” yang berarti

alat (Anwar, 2002). Sementara itu, Monney (dalam Supardi & Anwar, 2002)

menyebutkan bahwa organisasi merupakan suatu bentuk kerja sama

manusia untuk mencapai tujuan bersama. Bentuk kerja sama dalam

organisasi membutuhkan koordinasi yang terencana dari segala komponen

yang ada di dalamnya sebagai bentuk usaha dalam mencapai tujuan bersama

yang dijalankan melalui pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab

(Schein 1980).

Mempertegas gagasan di atas, Chaplin (2005) juga mendefinisikan

organisasi sebagai suatu struktur dan pengelompokkan yang terdiri dari

unit-unit yang berfungsi saling berkaitan dan bekerja sehingga membentuk suatu

kesatuan yang terpadu. Dapat disimpulkan bahwa organisasi itu sendiri

merupakan suatu struktur yang terorganisir dan terpadu dari segala unsur

atau sistem yang ada di dalamnya guna mencapai tujuan bersama. Dalam

hal ini, Supardi dan Anwar (2002) melihat organisasi dari beberapa sudut

pandang, yaitu, organisasi sebagai suatu wadah, organisasi sebagai suatu

proses, dan organisasi sebagai suatu sistem.

Sebagai suatu wadah, organisasi bersifat relatif tetap, karena

merupakan tempat dimana setiap kegiatan dijalankan. Adanya perubahan

(45)

jawab dan peran dalam organisasi tersebut. Di sisi lain, organisasi sebagai

suatu proses memiliki makna bahwa dalam organisasi terdapat proses

interaksi antar anggota yang tergabung dalam organisasi tersebut. Sebagai

suatu proses, organisasi lebih dinamis. Berbagai macam hubungan maupun

interaksi yang ada dalam organisasi, diantaranya hubungan formal yang

menunjukkan adanya sifat resmi dari pola hubungan itu sendiri dan biasanya

juga diarahkan oleh pimpinan, hubungan Informal yang bersifat lebih bebas,

tidak resmi dalam stukrtur organisasi. Biasanya anggota dalam organisasi

membentuk pola kerjasama dalam jangka pendek maupun jangka panjang

yang tidak diatur dalam sistem serta berfungsi sebagai sarana komunikasi

dan memelihara perasaan akan keutuhan pribadi (Supardi & Anwar, 2002).

Berikutnya adalah organisasi sebagai suatu sistem. Organisasi

dipandang sebagai suatu sistem karena di dalamnya terdapat sistem sosial

sebagai sistem hubungan antar sesama manusia dengan lingkungannya. Di

samping itu organisasi juga memiliki sistem fungsional yaitu ikatan kerja

atau koordinasi segala fungsi dalam organisasi secara integral sehingga

dapat mencapai tujuan bersama serta sistem komunikasi sebagai sarana

informasi bagi organisasi untuk selalu hidup dan berkembang (Supardi &

Anwar, 2002).

Dari uraian tersebut, dapat dilihat bahwa organisasi tersebut

mengandung unsur interaksi antar anggota secara berkesinambungan untuk

bersama-sama bekerja mencapai visi dan tujuan organisasi. Sama halnya

(46)

dalam pembukaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang

Organisasi Kemasyarakatan pada huruf b bahwa Organisasi

Kemasyarakatan merupakan sarana untuk menyalurkan pendapat dan

pikiran bagi anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia. Di

samping itu, organisasi kemasyarakatan mempunyai peranan yang sangat

penting dalam meningkatkan keikutsertaan secara aktif seluruh lapisan

masyarakat dalam mewujudkan masyarakat Pancasila berdasarkan

Undang-Undang Dasar 1945 dalam rangka menjamin pemantapan persatuan dan

kesatuan bangsa, menjamin keberhasilan pembangunan nasional sebagai

pengamalan Pancasila, dan sekaligus menjamin tercapainya tujuan nasional.

Begitu juga dengan ormas mahasiswa. Ormas mahasiswa atau yang

dikenal dengan organisasi sosial kemasyarakatan mahasiswa ialah wadah

perjuangan mahasiswa dalam mengisi kemerdekaan. Dalam ormas

mahasiswa ini biasanya ditanamkan nilai-nilai kebangsaan dan

keberpihakan terhadap rakyat.

Ormas mahasiswa juga biasa dikenal sebagai organisasi kader.

Ormas mahasiswa disebut organisasi kader karena bertujuan untuk

menyiapkan anggotanya menjadi calon pemimpin dengan sistem yang

teratur secara berkesinambungan (Parwadi, 2006). Di samping itu, ormas

mahasiswa memiliki fungsi sebagai kontrol sosial terhadap ketimpangan

(47)

Penjelasan mengenai organisasi di atas memberi gambaran bahwa

organisasi merupakan sarana atau alat untuk berkumpul dan berinteraksi

dalam mencapai tujuan bersama. Ormas mahasiswa dalam hal ini lebih

ditekankan kepada sarana mahasiswa untuk ikut terlibat dalam usaha

mengisi kemerdekaan dan pembangunan bangsa.

3. Kepemimpinan Mahasiswa Dalam Ormas Mahasiswa

Kepemimpinan mahasiswa seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya merupakan hal yang penting, khususnya dalam hal

pembangunan Bangsa dan Negara. Di Indonesia, dalam kurun waktu satu

abad telah membuktikan keterlibatan mahasiswa dalam kepemimpinan yang

dapat dikatakan memegang peran sentral dalam sejarah Bangsa. Peran

mahasiswa ini dimulai dari berdirinya organisasi Budi Utomo pada tahun

1908 yang kemudian dimaknai sebagai awal dari Kebangkitan Nasional.

Selanjutnya pada tahun 1928 ditandai dengan bersatunya pemuda

membentuk pemahaman bersama sebagai suatu bangsa dengan Sumpah

Pemuda. Proses Proklamasi 1945 juga tidak terlepas dari peran aktif pemuda

dan mahasiswa yang mengusahakannya.

Dalam era pasca kemerdekaan disebut dengan istilah Era Orde

Lama, semangat kepemimpinan di kalangan mahasiswa tidak luntur. Pada

saat itu justru para mahasiswa sangat besar pengaruhnya dalam perubahan

rakyat. Gerakan mahasiswa 1966 yang dipelopori oleh Himpunan

Mahasiswa Universitas mampu menggulirkan rezim Orde Lama pada Rezim

(48)

hebat yaitu keberhasilan menjatuhkan Rezim Orde Baru yang selama 32

tahun berkuasa dan dipandang tidak relevan lagi dalam pembangunan

Bangsa ke Era Reformasi yang dikenal dengan Gerakan Reformasi pada

tahun 1998.

Dalam hal ini, pada banyak “peristiwa pembebasan” mahasiswa

tampil memimpin dan menjadi motor penggerak. Pada setiap peristiwa ini

tentunya tidak sedikit tenaga dan pikiran yang dikorbankan bahkan

menanggung resiko kehilangan nyawa, namun dari sinilah justru muncul

tokoh-tokoh mahasiswa sebagai pemimpin (Kartono, 2010).

Fenomena-fenomena ini tentunya bukan tanpa makna. Bila dilihat

dengan seksama dari sejarah perjuangan ini dapat dilihat ciri perjuangan

bangsa. Ciri yang pertama menunjukkan bahwa yang berusia muda selalu

tampil menonjol dari setiap tahap perjuangan Bangsa. Hal ini menunjukkan

peran pemuda dan mahasiswa sebagai pembaharu. Di samping itu,

perjuangan bangsa yang bersifat situasional menjadi ciri yang kedua. Hal ini

dipengaruhi dari kemampuan pemimpin dalam mengenali tantangan dan

peluang pada masa itu dan kemampuan mengenali dan memunculkan

potensi bangsa serta menggunakannya sebagai daya perjuangan (Batubara,

2008).

Ciri perjuangan yang ketiga bahwa untuk dapat berjuang dan

membangun secara efektif diperlukan ideologi yang dikembangkan. Dalam

hal ini perlu adanya hasrat untuk mewujudkan suatu cita-cita yang luhur

(49)

Selain itu, dalam ciri yang keempat, perjuangan yang total, tuntas, dan

berkesinambungan selalu digambarkan dalam setiap gerakan mahasiswa

tersebut. Tidak ada perjuangan yang dapat berhasil dengan usaha

setengah-setengah. Di samping itu, dari perjuangan dapat disimpulkan bahwa bangsa

Indonesia memiliki ciri dan kemampuan dapat memperbaharui diri sehingga

mampu menyesuaikan setiap cara perjuangan dan pembangunannya

(Batubara, 2008).

Melalui berbagai peristiwa tersebut, dapat dilihat bahwa

kepeloporan pemuda dan mahasiswa selalu menjadi tonggak perubahan.

Kemampuan memimpin mahasiswa ini melampaui tantangan zaman pada

saat itu. Hal ini disebabkan adanya kesadaran untuk terlibat dalam

penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi bangsa dan pembangunan

bangsa. Namun, kepemimpinan dan perjuangan mahasiswa seperti pada

beberapa tahun tersebut tampaknya belum muncul pada jiwa mahasiswa saat

ini.

Dewasa ini, sebagian mahasiswa cenderung apatis dengan

organisasi dan kepemimpinan. Di samping itu, hanya sebagian kecil

mahasiswa yang tertarik dan terlibat dalam persoalan kebangsaan dan

kemasyarakatan. Di sisi lain, kepemimpinan dari kalangan pemuda dan

mahasiswa sangat dibutuhkan. Palar Batubara (dalam Hasibuan, 2008)

mneyebutkan bahwa regenerasi kepemimpinan sangat mendesak bagi

(50)

dan global. Kebutuhan akan pemimpin pada situasi krisis kepemimpinan

saat ini sangat membutuhkan regenerasi dan kaderisasi (Hasibuan, 2008).

Kaderisasi atau pembinaan calon pemimpin ini bertujuan untuk

mendapat tenaga pemimpin. Tugas pembinaan ini salah satunya melibatkan

organisasi-organisasi masyarakat atau sosial yang menyelenggarakan

bermacam-macam kegiatan kemasyarakatan selain pemerintah dan partai

politik (Kartono, 2010).

Proses keorganisasian mahasiswa, khususnya ormas-ormas

mahasiswa (HMI, PMKRI, PMII, GMKI, dan GMNI) dalam dinamikanya

dapat memberi pengalaman dan menumbuhkan cita-cita untuk dapat berbuat

dan bertindak lebih baik, lebih bermanfaat, dan lebih mantap untuk

menghadapi tantangan masa depan serta memanfaatkan peluang yang

terbuka. Pembinaan seperti ini perlu untuk memupuk dan memperlihatkan

kepedulian para mahasiswa akan masa depan bangsa dan negara Indonesia

(Batubara, 2010).

Mahasiswa sebagai kelompok masyarakat yang memiliki

kesempatan mengemban pendidikan ini diharapkan dapat memanfaatkan

wadah ekstrakurikuler seperti ormas mahasiswa ini sehingga mendapatkan

semangat kepeloporan mahasiswa kembali, memberikan kontribusi

maksimal dan berkelanjutan dalam pembangunan nasional di masa depan

dengan nilai Bhineka Tunggal Ika (Batubara, 2010). Dengan demikian

mahasiswa sebagai kader bangsa yang dilahirkan dari proses yang teratur

(51)

menjadi pemimpin bangsa yang memahami setiap tantangan dan persoalan

yang dihadapi dalam masyarakat.

Dari uraian tersebut terlihat bahwa pada setiap zaman dan

perubahan, mahasiswa dapat tampil sebagai “agen of change” atau pelaku

perubahan. Hal ini dapat dilihat dari perjuangan mahasiswa pada setiap era

dan dinamika bangsa sejak era kebangkitan anak muda pertama tahun 1908,

tahun 1928, tahun 1945 pada zaman merebut kemerdekaan, tahun 1966 pada

masa orde lama, dan tahun 1998 saat menumbangkan orde baru menuju

orde reformasi. Hal ini menunjukkan bahwa anak muda termasuk

mahasiswa memiliki potensi dan memegang peranan penting dalam

dinamika bangsa.

Pada bagian ini menunjukkan bahwa anak muda sering disebut

sebagai penerus bangsa. Di samping tuntutan perkembangan yang harus

dilalui, berupa tahap perkembangan pemikiran, kemandirian, dan

identifikasi diri, tuntutan dari sosial dan masyarakat pun perlu diperhatikan

oleh anak muda ini. Keseluruhan tugas anak muda ini sudah seharusnya

disertai dukungan dari orang yang lebih dewasa atau bimbingan dari

generasi sebelumnya. Salah satu sarana yang dapat membantu anak muda

dalam berkembang adalah organisasi. sepeti yang dipahami, organisasi

merupakan sarana untuk proses belajar dan berinteraksi, merumuskan visi

bersama dan bekerja sama mencapai tujuan. Pada mahasiswa, sarana ini

(52)

sebagai sarana mahasiswa untuk berkumpul dan menempatkan fungsi

mahasiswa sebagai kaum terdidik yang ikut serta dalam pembangunan

Nasional.

C. Pengalaman Kepemimpinan Mahasiswa Pada Ormas Mahasiswa

Pengalaman dipahami sebagai sesuatu yang dialami oleh seseorang

dalam situasi tertentu maupun proses kehidupannya. Melalui pengalaman ini

nantinya akan terlihat pandangan dan pemahaman seseorang tentang sesuatu

yang dialami. Selain itu, data pengalaman seseorang juga dapat

menggambarkan tentang pandangan hidup, cita-cita, sikap, kebiasaan, harapan

serta perasaan seseorang terhadap sesuatu hal ( Kriyantono, 2006).

Dalam penelitian ini akan melihat pengalaman kepemimpinan

mahasiswa pada ormas mahasiswa saat ini, secara khusus pengalaman

mahasiswa dalam memimpin ormas mahasiswa. Moleong (2011) menyebutkan

bahwa penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa

yang dialami oleh informan sebagai subjek penelitian yang meliputi perilaku,

persepsi, motivasi, tindakan. Oleh sebab itu, penelitian ini akan lebih

mengeksplorasi pengalaman subjektif dan mendalam dari informan meliputi

perilaku, perasaan, dan nilai atau pemikiran yang dimiliki informan sebagai

seorang pemimpin maupun pengurus dalam ormas mahasiswa serta bagaimana

mahasiswa tersebut mengalaminya pada masa ini.

Selain itu, dalam penelitian ini juga akan mendekripsikan hal-hal apa

saja yang pernah dialami dan menarik makna atas pengalaman tersebut.

(53)

dinamika dan tantangan yang muncul dalam pengalaman memimpin di ormas

mahasiswa pada zaman ini. Oleh karena itu, sebagai rumusan masalah dalam

penelitian ini peneliti ingin melihat bagaimana pengalaman kepemimpinan

(54)

34 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian Kualitatif

Penelitian dengan menggunakan metodologi kualitatif merupakan

proses penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa perilaku yang

dapat diamati dan kata-kata tertulis maupun lisan dari subjek secara menyeluruh

(Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2011). Adapun dalam penelitian ini,

peneliti lebih menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.

Pendekatan fenomenologi digunakan untuk menjelaskan makna dari

pengalaman-pengalaman individu mengenai konsep atau fenomena (Creswell,

2007). Pendekatan fenomenologi juga bertujuan mengungkap pengalaman

informan melalui pemaknaan realitas yang djumpai (Husserl dalam Widiyanto,

2007). Data akan diperoleh dari orang-orang yang mengalami fenomena atau

pengalaman tertentu kemudian dikembangkan deskripsi gabungan dari esensi

pengalaman semua individu. Penulis menggunakan pendekatan ini karena ingin

menggambarkan dinamika pengalaman dari mahasiswa saat menjadi anggota

organisasi kemahasiswaan dan memerankan fungsi kepemimpinan sehingga

mengembangkan karakter kepemimpinan.

B. Batasan Istilah

Pengalaman kepemimpinan mahasiswa yang mengikuti organisasi

(55)

pengalaman-pengalaman memimpin pada mahasiswa yang menjadi anggota

ormas mahasiswa. Hal ini terkait dengan bagaimana memahami keterlibatan

dalam proses kaderisasi (nilai) pada ormas mahasiswa serta apa yang dilakukan

(perilaku) dan dirasakan mahasiswa (perasaan) tersebut ketika menjadi

pemimpin maupun pengurus dalam ormas mahasiswa. Berdasarkan hal yang

akan diungkap tersebut, maka digunakan beberapa panduan pertanyaan sebagai

berikut.

C. Subjek Penelitian

Penelitian kualitatif berupaya memahami sudut pandang dan konteks

subjek penelitian secara mendalam sesuai dengan permasalahan penelitian

(Poerwandari, 2005). Oleh karena itu, peneliti memilih informan secara

purposive dalam pengambilan data, yaitu pemilihan informan dengan kriteria

tertentu yang telah disusun sebelumnya oleh peneliti. Beberapa kriteria yang

ditetapkan peneliti antara lain :

1. Mahasiswa yang terlibat dan menjadi anggota organisasi

kemasyarakatan mahasiswa, khususnya anggota yang menjadi

ketua atau pengurus maupun mantan pengurus. Pemilihan subjek

dengan kategori ini dimaksudkan karena peneliti ingin melihat

pengalaman memimpin pada mahasiswa sehingga dapat

mengetahui tantangan dan hambatan apa saja yang dialami serta

(56)

2. Ormas mahasiswa yang digunakan dalam penelitian ini adalah

PMKRI, HMI, dan GMKI. Pemilihan ini didasarkan karena ormas

mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung merupakan salah satu

ormas mahasiswa yang tertua dan diakui secara resmi oleh

pemerintah dan institusi agama masing-masing. Selain itu ormas

mahasiswa ini dari sejak berdirinya sampai sekarang tetap hidup

dan melakukan proses kaderisasi secara berkesinambungan.

Peneliti memilih tiga ormas dari lima ormas yang bergabung dalam

Cipayung karena ketua maupun pengurus dari ormas mahasiswa

lain, yaitu GMNI dan PMII belum dapat terlibat disebabkan oleh

dinamika internal organisasi.

Selain dari kriteria tersebut, alasan pemilihan informan adalah alasan

praktis, yaitu peneliti cukup familiar dengan subjek dan sering berinteraksi.

Di samping itu, dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan 3 orang

informan. Hal ini disebabkan peneliti masih belajar sehingga belum cukup

profesional melakukan penelitian dengan subjek yang lebih banyak (Smith,

2008). Sedangkan alasan pemilihan tempat di daerah Yogyakarta adalah

untuk memudahkan akses peneliti dalam melakukan penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Seperti yang telah diinginkan penulis bahwa akan menggunakan

(57)

sendiri, maka peneliti menggunakan metode wawancara dalam pengambilan

data. Dalam menggunakan metode wawancara, akan memudahkan peneliti

melakukan probing sehingga dapat menghasilkan data yang lebih mendalam

(Kahn & Cannel dalam Downs, Smeyak, & Martin, 1980).

Wawancara dalam penelitian ini merupakan wawancara semi

terstruktur dengan mengggunakan media recorder. Wawancara semi

terstruktur merupakan wawancara yang memiliki guide line atau kerangka

pertanyaan, namun penulis dapat melakukanprobingsehingga dapat bertanya

di luar kerangka pertanyaan sejauh hal tersebut relevan dengan tema

penelitian dan data yang dibutuhkan. Jenis pertanyaan wawancara dalam

penelitian ini ada 3 (lihat Moleong, 2011), yaitu :

1. Pertanyaan yang berkaitan dengan nilai

Pertanyaan ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman

atau interpretasi serta refleksi seseorang dalam mengalami

sesuatu hal.

2. Pertanyaan yang berkaitan dengan perilaku

Pertanyaan ini bertujuan untuk mengungkap

pengalaman, hal-hal apa saja yang telah dilakukan, tindakan,

dan kegiatan yang dapat diamati.

3. Pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan

Pertanyaan ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman

seseorang dari sisi emosi dan refleksi ketika mengalami

(58)

Tabel 2.

Guide Interview

Pertanyaan

Pemahaman dalam proses kaderisasi pada ormas mahasiswa 1. Bagaimana pengalaman Anda terlibat dalam proses kaderisasi di

organisasi?

2. Mengapa Anda memutuskan menjadi pemimpin atau pengurus dalam ormas mahasiswa ini?

3. Nilai apa yang Anda dapatkan dalam proses memimpin dalam ormas mahasiswa?

4. Pengalaman atau hal apa yang membuat Anda bertahan dalam organisasi ini?

5. Menurut Anda, sejauh mana peran organisasi ini dalam perkembangan kaderisasi dan kepemimpinan?

Hal-hal yang dilakukan sebagai pemimpin

6. Bagaimana pengalaman Anda berinteraksi dalam organisasi dan kepengurusan?

7. Bagaimana bentuk-bentuk interaksi yang Anda terapkan selama memimpin?

8. Bagaimana pengalaman yang Anda dapatkan dalam memimpin?

Perasaan sebagai pemimpin

9. Bagaimana perasaan Anda terhadap proses kaderisasi di organisasi?

10. Bagaimana perasaan Anda ketika diberi tanggung jawab sebagai pemimpin atau pengurus dalam organisasi?

11. Bagaimana perasaan Anda selama menjadi pemimpin dalam ormas mahasiswa?

Di samping itu, metode wawancara yang digunakan bersifat terbuka.

Metode wawancara ini mengandaikan bahwa informan mengetahui bahwa

dirinya sedang diwawancarai serta mengetahui maksud dan tujuan wawancara

(59)

Peneliti juga menggunakan dokumen dalam pengambilan data.

Dokumen yang digunakan terdiri dari dokumen resmi organisasi. Dokumen

merupakan bahan tertulis selain record (Guba dan Lincoln dalam Moleong,

2011). Dalam hal ini, peneliti menggunakan dokumen internal dari ormas

mahasiswa untuk mengetahui sejarah dan profil organisasi serta beberapa

sistem kaderisasi yang digunakan untuk melengkapi data dari hasil

wawancara.

E. Teknik Analisis dan Interpretasi Data

Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan teknik analisis data

agar didapat hasil penelitian. Proses analisis data biasanya dimulai dari melihat

seluruh data yang diperoleh dari berbagai sumber lalu mulai menyususun

kategori untuk menangkap tema tertentu. Teknik analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini mengacu pada langkah-langkah analisis Moustakas (1994),

sebagai berikut :

1. Peneliti menemukan bahwa masalah penelitian dapat ditelaah

dengan menggunakan pendekatan fenomenologi.

2. Mengidentifikasi fenomena berdasarkan hasil penelitian, mengenali

asumsi filosofi dari fenomenologi, mengkombinasikan antara

realitas dan pengalaman individu.

3. Mengumpulkan data dari individu dan melakukan verbatim data.

4. Membangun data dari pertanyaan dan jawaban pada verbatim serta

Gambar

Tabel 1. Jumlah dan Rasio Pemuda Indonesia (2004)…………….
Tabel diambil dari makalah Strategi dan Program Pembangunan Pemuda, oleh Ir. Budi
Tabel 2.
Tabel 3.Data Demografi
+3

Referensi

Dokumen terkait

terasa di awal tahun 2009, yang ditunjukkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan I-2009, melambat dibandingkan dengan triwulan

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan

P Permanen: 2) P-O-P Temporer; dan 3) Media in store (di dalam toko). Bagi para manajer ritel penerapan Point-of-Purchase dilakukan karena keinginan untuk mencapai: 1) Hasil

Yang dimaksud dengan “kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik” adalah kondisi dimana kapasitas penyediaan tenaga listrik tidak mencukupi kebutuhan beban di daerah

Peserta yang telah melakukan pendaftaran akan dihubungi oleh pihak panitia pada tanggal 5 Oktober 2016 untuk konfirmasi.. Formulir pendaftaran dapat diambil di sekretariat

ANALISIS KALIMAT ELIPSIS BAHASA JERMAN DALAM ROMAN TRÄUME WOHNEN ÜBERALL KARYA CAROLIN PHILIPPS DAN PADANANNYA.. DALAM