KEPEMIMPINAN MAHASISWA DALAM TANTANGAN ZAMAN (STUDI FENOMENOLOGI TENTANG PENGALAMAN KEPEMIMPINAN MAHASISWA PADA ORMAS MAHASISWA)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh Lusiana Bintang Siregar
NIM : 07 9114 131
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv MOTTO
Dalam keadaan kritis tidak bersikap netral, melainkan berani
mengambil sikap yang jelas dan tegas, dan tidak oportunitis
“asal aman, selamat dan menguntungkan”. Ukuran yang
menentukan bagi seseorang adalah bukan pada saat nyaman
dan menyenangkan, tetapi pada saat ada tantangan dan
pertentangan – Martin Luther King
Pengalaman adalah apa yang Anda peroleh saat Anda tidak
memperoleh apa yang Anda inginkan- Dan Stanford. Karakter
seseorang mungkin terlihat dalam peristiwa besar, tapi itu
terbentuk dari kejadian-kejadian kecil- Phillips Brooks, *kualitas
dan karakter seseorang akan lebih terlihat dalam situasi krisis*
Dengan berjanji kita dapat memperoleh sahabat, tetapi dengan
menepati janjilah mereka dapat dipertahankan- Benjamin
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
dengan penuh cinta karya yang sederhana ini kupersembahkan pada …
Papa Mama
Allah
Erik Ian
Negriku Opung
My Self
Juga kepada Mami …………..yang menambah inspirasi dan pengalaman hidup ….
PMKRI dan keluarga besar ….tempat aku ditempa …menjadi ‘seseorang’ …
seluruh sejarah hidupku ….
Ad Maiorem Dei Gloriam
vi
PERNYATAAN
Saya, Lusiana Bintang Siregar yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan
bahwa skripsi yang saya tulis ini adalah karya sendiri dan tidak terdapat karya
atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain. Terkecuali yang terdapat
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah.
Yogyakarta, 13 Maret 2012
Penulis
vii
KEPEMIMPINAN MAHASISWA DALAM TANTANGAN ZAMAN (STUDI FENOMENOLOGI TENTANG PENGALAMAN KEPEMIMPINAN MAHASISWA PADA ORMAS MAHASISWA)
Lusiana Bintang Siregar
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian fenomenologi yang bertujuan untuk mendeskripsikan pengalaman mahasiswa dalam memimpin ormas mahasiswa. Data pengalaman dalam penelitian ini didapatkan melalui wawancara yang mendalam kepada tiga (3) orang informan yang merupakan mahasiswa dan sedang atau pernah menjadi pemimpin ormas mahasiswa. Selain itu, dalam penelitian ini juga menggunakan metode dokumentasi yaitu mengambil data dari dokumen tertentu pada ormas mahasiswa yang relevan dengan konteks penelitian. Langkah-langkah analisis data pada penelitian ini terdiri dari menyusun verbatim, membuat horizonaliting, textural description dan structural description serta menyimpulkan makna dari pengalaman. Hasil penelitian ini mengungkapkan dua makna dari pengalaman kepemimpinan mahasiswa pada ormas mahasiswa. Makna yang pertama adalah memiliki karakter dan nilai keutamaan sebagai pemimpin dan makna yang kedua adalah belum dilakukannya sistem pendampingan yang optimal untuk menyiapkan anak muda termasuk menjadi pemimpin. Oleh karena itu, peneliti menyarankan kepada mahasiswa untuk lebih terlibat dalam organisasi dan kepada masyarakat pada umumnya agar lebih memperhatikan pendampingan kepada anak muda dalam mengembangkan kemampuan kepemimpinan.
.
viii
STUDENT LEADERSHIP IN CHALLENGING TIMES (STUDY OF THE PHENOMENOLOGY OF THE STUDENT
LEADERSHIP EXPERIENCE IN STUDENT SOCIETY ORGANIZATION)
Lusiana Bintang Siregar
ABSTRACT
This phenomenology research aimed to describe the student experience as a leader in student society organizations. Data obtained in this study experience through in-depth interviews to three informants who are students a leader of student society organizations. Moreover, in this study also used the method of documentation that is retrieving data from a specific document on the student organizations that are relevant to the research context. The step of data analysis made verbatim, horizonaliting, textural description, structural description and the sense of the leadership experience. The results of this study revealed two meanings. The first meaning has the character and value of virtue as a leader and the second meaning do not have optimal mentoring system to prepare young people including the leader. For students, researcher suggest that student must have activity in organization and for all of people more have attention to mentoring young people to have a leadership ability.
ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Lusiana Bintang Siregar
NIM : 07 9114 131
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
KEPEMIMPINAN MAHASISWA DALAM TANTANGAN ZAMAN (STUDI FENOMENOLOGI TENTANG PENGALAMAN KEPEMIMPINAN MAHASISWA PADA ORMAS MAHASISWA)
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau di media
lain, untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya dan untuk digunakan
dengan semestinya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 13 Maret 2012
Penulis,
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kepada Allah Bapa, Putra, dan Roh
Kudus atas segala segala berkat dan pendampingan pada tiap-tiap langkah hidup.
Rasa syukur yang mendalam juga dihaturkan pada Bunda Maria yang selalu
mendengarkan dan mengabulkan doa. Dalam penulisan karya ini selalu
mendapatkan berkat dan makna yang luar biasa. Terima kasih untuk Engkau,
Yesus.
Penulis telah lama tertarik dengan bahasan mengenai kepemimpinan dan
pemimpin. Banyak pengalaman dan pembelajaran hidup yang penulis dapatkan
dari kepemimpinan. Ketertarikan ini juga didasari oleh keprihatinan penulis
terhadap rekan-rekan muda terutama mahasiswa yang jarang mengambil peran
sebagai pemimpin dan terkesan apatis dengan fenomena sosial kemasyarakatan di
negri sendiri. Penulis memahami bahwa posisi pemimpin memang menuntut
tanggung jawab dan pengorbanan lebih. Di samping itu juga perlu adanya
pendampingan dari seluruh pihak untuk anak muda ini. Semoga melalui karya
sederhana ini dapat berguna dan menggugah lebih banyak rekan-rekan muda
berperan sebagai pemimpin.
Penyelesaian karya ini adalah untuk melengkapi satu tahapan proses
belajar di Fakultas Psikologi. Peran serta dukungan yang selalu hadir terutama
dari orang tua sangat dirasakan. Rasa terima kasih yang mendalam kepada
ayahanda Bonifasius B. P Siregar dan ibunda Berliana Nababan untuk segenap
xi
kasih yang tak pernah habis. Rasa terima kasih juga disampaikan kepada adikku,
Federikus Bonar Reynara Siregar yang dengan senyum dan kepolosannya selalu
bertanya dan mendorong agar cepat lulus. Terima kasih juga tak lupa disampaikan
pada Ian yang senantiasa hadir, menemani, dan memberi dukungan dalam
kesulitan maupun suka, terima kasih untuk proses belajar dan kasih yang
diberikan.
Dalam proses pendidikan hingga penyelesaian karya ini tentunya banyak
pihak yang hadir, mendukung baik secara langsung maupun tidak langsung serta
secara moril dan materil mengiringi langkah penulis. Untuk itu, dengan hormat,
rasa terima kasih ini secara khusus penulis sampaikan kepada :
1. Dr. Christina Siwi Handayani, selaku Dekan Fakultas Psikologi Sanata
Dharma. Terlebih dengan kesabaran dan keteguhan ibu dalam
membimbing penulis menyelesaikan karya skripsi ini memberi
motivasi dan inspirasi bagi penulis untuk selalu terbuka bagi sesama.
2. Pak Heri dan Pak Agung yang telah membimbing dan memberi
kesempatan kepada penulis sebagai asisten penelitian serta terlibat
dalam proses belajar metode SEM.
3. Bu Nimas sebagai dosen pembimbing akademik yang selalu memberi
perhatian
4. Bu Tanti yang juga selalu tersenyum dalam setiap proses belajar di
kelas maupun di luar kelas. Senyum ibu yang khas menginspirasi saya
xii
5. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi, dengan semangat
dan ciri khasnya masing-masing. Terima kasih telah setia berbagi ilmu
di Fakultas ini.
6. Segenap staff Fakultas : mas Gandung, Bu Nanik, Pak Gie, mas Muji,
Mas Doni untuk setiap pelayanan dan bantuan selama penulis
menuntut ilmu di Fakultas Psikologi.
7. Informan dalam penelitian ini, TS sebagai mantan pengurus PMKRI
cabang Yogyakarta, BA sebagai ketua HMI Bulaksumur, dan ED
sebagai ketua GMKI cabang Yogyakarta. Terima kasih sudah berbagi
pengalaman dan pengetahuan. Semoga apa yang dirasakan bersama
dalam wilayah gerakan mahasiswa ini dapat segera terjawab. HIDUP
MAHASISWA !
8. Rekan-rekan gerakan mahasiswa pada forum Cipayung. Terima kasih
atas penerimaan dan persahabatan serta perjuangan bersama dalam
rangka keberpihakan pada rakyat dan penegakan keadilan.
9. Kawan-kawan angkatan ’07, terima kasih atas kebersamaan selama
proses belajar kita.
10. Teman-teman yang pernah bersama dalam kegiatan kepanitiaan AKSI,
EKM, Paskah Paingan, Valentine, Live in, dan yang lainnya.
11. Kakak, teman, serta adik-adik keluarga besar Paduan Suara Fakultas
(PSF) Psikologi “Angel Voices”. Terima kasih atas tiap-tiap moment
xiii
jam terbang supaya PSF Psikologi USD lebih terkenal dan bisa
menggelar konser.
12. Teman-teman Srikandi Sariayu, Tisa, Krisna sekaligus teman di
Rengganis, Oca, Putri, Anggun, Helen. Terima kasih untuk
kebersamaan dan tradisi-tradisi ke-sariayu-an..kenangan dalam suka
dan duka tidak pernah terlupakan…Terima kasih Sahabat!
13. Naposo Siregar, terima kasih untuk ito dan eda semua, tetap semangat
dalam kekeluargaan ini. Semoga ke depan komunitas naposo siregar
Yogyakarta dapat lebih berkarya.
14. Teman-teman panitia dan peserta YMCA 2009, kesempatan live in
bersama dan berinteraksi langsung dengan sahabat-sahabat dari Jepang
membawa pengalaman tersendiri.
15. Keluarga cemara 1, diwakili oleh mba Bella yang memberi semangat
dan password jurnal…semoga sukses ..juga keluarga cemara 2 dengan
segala keluh kesah, perjuangan, curhatan, motivasi, dan impian-impian
bersama, Nadya, mba Ninit, mba Wulan. Ayo Kita Pasti Bisa…!
Selalu ingat satu sama lain di kemudian hari..
16. Keluarga besar Bapak Ardian dan Ibu Siwi, dek Jagad yang menjadi
penghibur di saat pusing serta seluruh pribadi yang ada dalam rumah
cemara…. Terima kasih untuk pengalaman dan kesempatan yang
diberi…Teman-teman kempo juga yang ikut menyemangati
xiv
17. Komunitas MAGIS dan suster-suster FCJ….terima kasih untuk
pendampingan dan penyegaran rohani, selama proses ini khususnya
dalam peregrinasi memberikan kesadaran akan hadirnya Allah dalam
setiap pergumulan hidup
18. Dan tentunya untuk PMKRI cabang Yogyakarta “St. Thomas
Aquinas” dan keluarga besarnya….. terima kasih untuk sarana ini,
terima kasih untuk tempaan ini, terima kasih untuk kawan-kawan Rio,
Tata, Aji, Izak, Rosa beserta Angga, Indra, dan Edwin yang sedang
menyelesaikan skripsi (ayo segera menyusul, terima kasih untuk
persaingan yang sehat dalam penyelesaian skripsi), dan teman-teman
yang aktif selama 2010-2012 yang selalu setia dan dihadirkan dalam
proses belajar ini….. Kawan, saat kita menjalaninya itu mungkin terasa
sakit dan melelahkan, tetapi saat kita telah melewatinya, percayalah
hal itu akan terasa sangat menyenangkan dan membanggakan. Tetap
rendah hati dalam proses belajar dan setia dalam karya. ROSA!
PETRA!
19. Anggota Penyatu PMKRI dengan sharing dan partisipasi baik moril
maupun materil, khususnya Dewan Pembina PMKRI cabang
Yogyakarta, Pak Sony dan Pak Lukas. Terima kasih boleh merasakan
proses belajar dan dukungan yang penuh dalam pengembangan diri
saya dan kawan-kawan dalam perhimpunan. Terima kasih atas contoh
xv
20. semua pihak yang hadir dalam tiap hariku dan yang selalu menanti
saat ini……
Akhir kata, penulis menyadari keterbatasannya dan bahwa karya
skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Maka
dari itu, penulis mohon maaf dan terbuka atas semua saran serta kritik yang
membangun demi sebuah karya yang lebih baik.
Yogyakarta, 13 Maret 2012
Penulis
xvi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………. i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING………... ii
HALAMAN PENGESAHAN ……….. iii
HALAMAN MOTTO ……… iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ……… v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ………….. vi
ABSTRAK ...………. vii
ABSTRACT ………... viii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………. ix
KATA PENGANTAR ……… x
DAFTAR ISI ……….. xvi
DAFTAR TABEL ……….. xix
DAFTAR LAMPIRAN ……….. xx
BAB I. PENDAHULUAN ………. 1
A. Latar Belakang Masalah ……… 1
B. Rumusan Masalah ………. 7
C. Tujuan Penelitian ………... 7
xvii
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 9
A. Kepemimpinan ……….. 9
1. Kepemimpinan ……… 9
2. Pemimpin ……… 12
B. Kepemimpinan Anak Muda dan Ormas Mahasiswa ……… 17
1. Anak Muda ……….. 17
2. Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Mahasiswa …………. 24
3. Kepemimpinan Mahasiswa dalam Ormas Mahasiswa ……. 27
C. Pengalaman Kepemimpinan Mahasiswa Pada Ormas Mahasiswa.. 32
BAB III. METODE PENELITIAN ……… 34
A. Pendekatan Penelitian Kualitatif ……… 34
B. Batasan Istilah ………. 34
C. Subjek Penelitian ……… 35
D. Teknik Pengumpulan Data ………. 36
E. Teknik Analisis dan Interpretasi Data ... 39
F. Kredibilitas Penelitian ……… 40
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………... 42
A. Pandangan dan Peran Peneliti dalam Penelitian ……… 42
B. Pelaksanaan Penelitian ……… 44
1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ……….. 44
xviii
3. Dinamika Psikologis Informan ……….. 54
C. Analisis Data dan Hasil Penelitian ………. 60
1. Analisis Data Pengalaman ………. 60
2. Pengalaman Kepemimpinan Mahasiswa Pada Ormas Mahasiswa ………. 79
D. Pembahasan ……… 85
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 95
A. Kesimpulan ………... 95
B. Saran ………... 95
DAFTAR PUSTAKA ……… 98
xix DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah dan Rasio Pemuda Indonesia (2004)………. 3
Tabel 2. Guide Interview………. 38
Tabel 3. Data Demografi ……….. 54
Tabel 4. Data Sintesis Pengalaman
xx DAFTAR LAMPIRAN
Transkrip Verbatim ………. 101
1. Informan I ……….. 101
2. Informan II ………. 126
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebutuhan akan pemimpin, khususnya di Indonesia, yang dirasakan
dewasa ini boleh jadi tidak sesuai dengan tingkat kesediaan seseorang untuk
menjadi pemimpin. Saat ini generasi muda termasuk mahasiswa cenderung
enggan mengambil bagian dalam organisasi dan menjadi pemimpin.
Keterlibatan mereka dalam mengikuti organisasi cenderung rendah, mulai dari
organisasi intra kampus, seperti unit kegiatan mahasiswa (UKM) hingga BEM
(Badan Eksekutif Mahasiswa) yang sudah mulai ditinggalkan (KOMPAS,
2011).
Organisasi kemahasiswaan seperti Perhimpunan Mahasiswa Katolik
Republik Indonesia (PMKRI) pun mengalami penurunan kader. Sebelumnya,
pada tahun 1970an - 2000an, organisasi kemahasiswaan ini masih
mendapatkan kader berjumlah ratusan, namun dalam tujuh (7) tahun terakhir
hanya mampu mendapatkan 30 orang per tahun (buku MPAB PMKRI, 2010).
Pun demikian, kader yang berhasil berpartisipasi juga jarang yang bertahan.
Dalam proses di organisasi tidak sedikit yang mundur dan hilang.
Sementara itu, dalam organisasi HMI (Himpunan Mahasiswa Islam),
GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa
Kristen Indonesia), dan PMII (Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia) yang
kesulitan dalam mencari kader-kader baru yang tertarik mengikuti organisasi
kader atau lebih dikenal sebagai ormas (organisasi kemasyarakatan)
mahasiswa. Organisasi kepemudaan seperti Pemuda Katolik juga mengalami
hal demikian. Menurut ketua Pemuda Katolik (periode 2009-2012) untuk
wilayah Yogyakarta setelah vakum selama 15 tahun ketika dihidupkan kembali
pada tahun 2009, hanya 20 orang yang menjadi anggotanya. Itu pun tidak
semua anggota aktif.
Hasil jajak pendapat yang dilakukan KOMPAS pada pemuda usia 16
– 30 tahun, pada kurun waktu 27-28 Oktober 2010 di beberapa kota di
Indonesia juga mengungkapkan hal senada. Bahwa sebagian besar responden
mengaku tidak pernah menjadi pemimpin di dalam berbagai kegiatan, saat
menempuh pendidikan rendah hingga pendidikan tinggi. Sementara,
pengalaman menjadi pemimpin dalam kegiatan di sekolah, seperti Organisasi
Siswa Intra Sekolah (OSIS), Senat Mahasiswa di perguruan tinggi, organisasi
kepemudaan, atau organisasi profesi, mampu menempa dan membentuk
karakter sebagai pemimpin (KOMPAS, 2010).
Minimnya keterlibatan anak muda termasuk mahasiswa dalam
organisasi dan rendahnya keterlibatan mereka untuk menjadi pemimpin
menunjukkan persoalan serius terkait dengan regenerasi kepemimpinan di
negeri ini. Sementara di negara ini jumlah pemuda hampir setengah jumlah
Tabel 1.
Jumlah dan Rasio Pemuda Indonesia (2004)
Tabel diambil dari makalah Strategi dan Program Pembangunan Pemuda, oleh Ir. Budi Setiawan pada TANNASDA 2008, yang mengutip sumber BPS tahun 2004
Dapat dilihat dalam tabel tersebut, jumlah pemuda baik di kota
maupun desa hampir setengah dari jumlah penduduk keseluruhan. Bila dilihat
dari jumlah pemuda ini, anak muda termasuk juga mahasiswa sebagai agen
perubahan (agen of change) dapat lebih memiliki peluang mengambil peran
pemimpin dalam kehidupan organisasi dan masyarakat di wilayah perkotaan
dan pedesaan. Namun, perhatian dan pemahaman anak muda mengenai
kepemimpinan serta keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan di organisasi
tertentu masih kurang.
Saat ini, peran organisasi mahasiswa, khususnya ormas-ormas, seperti
: HMI, PMKRI, PMII, GMKI, GMNI, mengalami penurunan dalam dinamika
keterlibatan mereka di nasional maupun dalam pertemuan-pertemuan internal
organisasi, seperti diskusi dan pertemuan anggota serta pertemuan eksternal
dengan beberapa organisasi lain dalam forum tertentu. Bahkan beberapa
diantara mereka justru mengalami konflik internal berkepanjangan. Seperti
konflik dualisme kepemimpinan dalam organisasi PMKRI Nasional sampai Tipe Daerah Jumlah Pemuda
(dalam jutaan)
Jumlah Penduduk
(dalam jutaan)
Perkotaan Pedesaan
Total
36,1 (40,0%)
44,6 (35,2%)
80,7 (37,2%)
92
125
pada konflik internal cabang misalnya pada organisasi HMI cabang
Yogyakarta (BA, wawancara 27 Juli & TS, wawancara 15 Agustus, 2011).
Proses regenerasi dan kaderisasi dalam organisasi untuk anak muda pun masih
belum optimal (Ali, 2008).
Adanya keprihatinan terhadap rendahnya minat anak muda dan
mahasiswa mengambil peran kepemimpinan di Indonesia ternyata menjadi
fenomena umum yang juga dialami oleh banyak negara lain. Salah satunya
dapat dilihat dari hasil penelitian eksperimen Forno dan Merlone (2006) yang
melibatkan dua (2) kelompok mahasiswa tahun pertama di Universitas Turin.
Masing-masing kelompok berjumlah 65 orang mahasiswa dari kelas Bisnis
Administrasi (kelompok A) dan 67 orang mahasiswa dari kelas Informasi dan
Bisnis Relasi (kelompok B). Salah satu hasil penelitian ini menyebutkan bahwa
motivasi mahasiswa untuk mengambil peran sebagai pemimpin ternyata sangat
terbatas. Sebagian besar responden tersebut menyebutkan bahwa alasan untuk
tidak menjadi pemimpin berasal dari diri mereka sendiri dan sebagian lagi
menyebutkan bahwa ada orang yang bisa lebih baik memimpin sehingga
merasa dirinya tidak memiliki kompetensi yang memadai untuk menjadi
pemimpin.
Sementara penelitian Wehman (dalam Edelman, dkk, 1996)
menyatakan bahwa pengalaman keterlibatan dalam organisasi terstruktur selalu
dapat mengembangkan kemampuan kepemimpinan di kalangan anak muda.
Pengembangan kemampuan kepemimpinan melalui kegiatan ekstrakurikuler
program olahraga, dan kegiatan seni. Namun persoalannya, bagaimana bisa
mengembangkan kemampuan kepemimpinan jika minat untuk berpartisipasi
dalam organisasi sangat terbatas di kalangan anak muda ?
Jumlah pemuda seperti yang telah dipaparkan sebelumnya
menunjukkan bahwa sebenarnya potensi dari segi jumlah sumber daya manusia
dari sisi anak muda untuk menjadi pemimpin sangat mencukupi jika mereka
mau mengembangkan potensi diri dengan terlibat dalam organisasi. Namun,
pada saat ini nyatanya minat anak muda untuk menjadi pemimpin dan terlibat
dalam organisasi masih rendah. Selain itu, di Indonesia sendiri tantangan untuk
mengembangkan kemampuan kepemimpinan juga dipengaruhi oleh kondisi
dan dinamika organisasi. Banyak organisasi anak muda maupun organisasi
kemahasiswaan saat ini mengalami kemandegan dalam hal kaderisasi seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya. Meskipun demikian, masih ada anak muda
yang mau menjadi pemimpin serta terlibat dalam organisasi. Peneliti tertarik
dengan pemimpin-pemimpin anak muda termasuk mahasiswa ini, mengapa
mereka masih mau menjadi pemimpin di tengah dinamika organisasi yang
penuh tantangan dan rendahnya minat anak muda termasuk mahasiswa dalam
organisasi dan menjadi pemimpin.
Berkenaan dengan masalah tersebut, ada beberapa penelitian yang
mencoba untuk menggambarkan persoalan dari sudut pandang eksternal anak
muda antara lain, melihat pentingnya berorganisasi pada anak muda (Wehman,
1996), pentingnya partisipasi anak muda dalam program pengembangan diri
yang efektif pada kalangan anak muda (Forno & Merlone, 2006). Peneliti
belum menemukan penelitian tentang anak muda dan kepemimpinan yang
mengungkap sisi internal dari pengalaman anak mudanya sendiri. Beberapa
penelitian kepemimpinan lebih fokus pada kondisi eksternal dan belum melihat
dari sisi anak mudanya sendiri.
Di Indonesia, ada satu penelitian yang dilakukan oleh Handayani
(2011) tentang organisasi mahasiswa Katolik dan perkembangan demokrasi di
Indonesia (sebuah tinjauan psikologi) yang mencoba melihat pengalaman
internal anak muda Katolik dalam perannya mengembangkan demokrasi di
Indonesia. Namun, penelitian ini terbatas pada anak muda Katolik dan tidak
secara khusus melihat kepemimpinan di kalangan anak muda. Oleh karena itu,
penelitian tentang pengalaman kepemimpinan pada anak muda dari perspektif
anak mudanya sendiri masih terbatas. Penelitian ini akan fokus pada
pengalaman internal anak muda sendiri. Peneliti ingin melihat bagaimana anak
muda termasuk mahasiswa yang terlibat dalam organisasi dan menjadi
pemimpin memaknai pengalamannya dalam kepemimpinan di tengah
kaderisasi pada anak muda yang belum optimal serta rendahnya minat anak
muda dalam berorganisasi dan menjadi pemimpin.
Penelitian mengenai pengalaman mahasiswa yang terlibat dalam
organisasi dan kepemimpinan ini diharapkan mengungkapkan makna menjadi
pemimpin bagi mahasiswa serta dapat mengetahui tantangan dan hambatan
selama terlibat dalam organisasi hingga mengalami menjadi seorang pemimpin
menjadi pemimpin tersebut diharapkan dapat mendeskripsikan fenomena
mengapa masih ada anak muda yang mau menjadi pemimpin ketika kaderisasi
belum optimal dan anak muda yang lain memilih untuk tidak terlibat dalam
organisasi dan menjadi pemimpin.
Dari berbagai paparan tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui
bagaimana pengalaman kepemimpinan dari kader-kader ormas selama
berproses pada masa sekarang ini yang notabene sangat membutuhkan
pemimpin. Kepemimpinan anak muda merupakan aspek krusial guna menata
bangunan peradaban bangsa.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana pengalaman kepemimpinan mahasiswa pada organisasi
kemasyarakatan mahasiswa?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pengalaman
kepemimpinan mahasiswa pada organisasi kemasyarakatan mahasiswa.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
kepemimpinan dalam organisasi serta dapat menjadi bahan kajian bagi
penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Bagi organisasi, khususnya organisasi kemahasiswaan yang
bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan, pembinaan dan kaderisasi,
penelitian ini diharapkan menjadi bahan refleksi dan informasi agar
mereka lebih berperan aktif dalam kaderisasi mahasiswa khususnya
sebagai wadah lahirnya pemimpin-pemimpin baru.
Bagi masyarakat pada umumnya terutama mahasiswa, penelitian
ini diharapkan dapat menjadi media reflektif secara individual maupun
dalam sebuah komunitas atau kelompok. Para mahasiswa diharapkan dapat
menghargai diri dan menyadari bahwa dirinya merupakan anak muda yang
diharapkan dan dibutuhkan untuk menjadi pemimpin-pemimpin bangsa
dan negara berikutnya sehingga dapat lebih mengambil peran dalam
kepemimpinan.
Bagi peneliti, penelitian ini merupakan kesempatan untuk
refleksi, menganalisa serta menarik kesimpulan dan makna dari
9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian ini diuraikan sejumlah teori-teori dan pengertian-pengertian
yang diharapkan dapat membantu peneliti untuk menjelaskan bagaimana
pengalaman memimpin pada mahasiswa yang terlibat dalam ormas mahasiswa.
Pada bagian pertama, peneliti akan menjelaskan mengenai teori serta pengertian
dari kepemimpinan dan pemimpin. Dalam bagian ini juga dijelaskan elemen dan
unsur kepemimpinan serta pentingnya pemimpin memiliki kemampuan tertentu
dalam melaksanakan kepemimpinan.
Pada bagian kedua diuraikan pengertian kepemimpinan secara lebih
khusus, yaitu peranan anak muda sebagai generasi penerus dan calon pemimpin.
Salah satu hal yang penting dalam proses kepemimpinan ini adalah keterlibatan
anak muda dalam organisasi. Selain itu, diuraikan juga pengertian anak muda dan
organisasi serta kepemimpinan mahasiswa dalam ormas mahasiswa. Kemudian,
bagian terakhir bab ini akan menguraikan pengertian dari pengalaman mahasiswa
dalam memimpin ormas mahasiswa pada zaman ini yang menjadi tujuan atau
fokus dari penelitian.
A. Kepemimpinan
1. Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan hal yang penting dalam kemajuan suatu
kegiatan manusia secara bersama-sama dalam kelompok tertentu selalu
membutuhkan kepemimpinan. Hal ini disebabkan dalam kepemimpinan
ada sebuah proses dan usaha mempengaruhi orang sehingga mau secara
sukarela dan antusias bekerja sama mencapai tujuan kelompok (Weihrich
dalam Maridjo, 2001). Proses yang ada dalam kepemimpinan untuk
mengarahkan orang lain untuk sebuah tindakan demi tercapainya tujuan
inilah yang mempertegas bahwa kepemimpinan merupakan hal yang
pokok dalam organisasi (Locke dalam Listianto, 2001).
Senada dengan pengertian tersebut, kepemimpinan juga dipahami
sebagai proses mengubah anggota, menciptakan visi dan mencapai tujuan
serta mengkomunikasikan kepada anggota jalan menuju pencapaian tujuan
(Bass, 1985; Tichy & Devanna, 1986 dalam Hughes,dkk, 2006). Dalam
hal ini, ada aksi atau tindakan yang fokus kepada sumber-sumber potensi
dalam organisasi menuju penyelesaian tujuan (Roach & Behling, 1984
dalam Hughes, dkk, 2006).
Kada (1982) menyebutkan bahwa kepemimpinan melibatkan
suasana, usaha dan kemampuan memimpin. Kemampuan memimpin
bukan saja sekedar mengatur dan memimpin namun disertai juga dengan
seni mempengaruhi tingkah laku manusia serta kemampuan membimbing
orang lain sebagai anggotanya (Hoyt dalam Kartono, 2010).
Kepemimpinan pada akhirnya merupakan keterlibatan dari berbagai pihak
dalam arti bahwa kepemimpinan memerlukan kemampuan untuk
tujuan. Pemimpin yang baik adalah seorang yang dapat membangun tim
untuk mencapai hasil melampaui berbagai macam situasi (Hogan, dkk,
1994 dalam Hughes, dkk. 2006).
Proses kepemimpinan memiliki unsur kemampuan mempengaruhi
orang lain, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang
lain, dan mencapai tujuan organisasi ( Kartono, 2010). Listianto (2001)
menyebutkan tiga elemen yang bisa didapatkan dari pengertian-pengertian
mengenai kepemimpinan. Elemen pertama yaitu kepemimpinan memiliki
konsep relasi. Dalam hal ini sebuah proses kepemimpinan tidak dapat
dilepaskan dari relasi bersama orang lain yang dinamakan pengikut. Jika
tidak ada pengikut, maka tidak ada pemimpin. Seorang pemimpin yang
efektif harus mengetahui bagaimana menjalin hubungan dengan anggota
dan menginspirasi pengikutnya.
Elemen yang kedua adalah kepemimpinan merupakan sebuah
proses. Dalam memimpin, pemimpin harus melakukan sesuatu untuk
mencapai tujuan. Sementara elemen yang ketiga yaitu kepemimpinan
menginstruksikan orang lain atau pengikutnya untuk melakukan sesuatu.
Pemimpin membujuk pengikutnya dengan banyak cara, seperti mengatur
tujuan, membangun kerja sama tim, dan mengkomunikasikan visi bersama
(Listianto, 2001).
Dari penjelasan mengenai kepemimpinan tersebut dapat dilihat
bahwa sampai saat ini pengertian kepemimpinan tidak jauh berbeda antara
pemimpin, anggota dan sebuah aksi atau tindakan. Dalam kepemimpinan
juga ditekankan sebuah proses mempengaruhi anggota dalam kelompok
dalam mencapai suatu tujuan.
2. Pemimpin
Kepemimpinan dalam menjalankan prosesnya tentunya
membutuhkan seorang pemimpin. Di samping untuk membimbing dan
mengarahkan anggota, dalam kepemimpinannya, pemimpin perlu memiliki
keterampilan dan keahlian memandang visi ke depan, serta menginspirasi
setiap tindakan. Seorang pemimpin juga perlu memberi wewenang kepada
orang lain. Hal ini dimaksudkan untuk membesarkan hati dan mendorong
orang lain untuk bermacam-macam fungsi, kedisiplinan, serta mengatur
untuk menemukan tujuan bersama dalam memperbaiki keseluruhan
industri, komunitas, negara, bahkan dunia. ( Kanter, 1996 dalam Listianto
2001).
Berdasarkan proses kepemimpinan, pemimpin harus memiliki
sejumlah kemampuan dalam melangsungkan kepemimpinannya.
Kemampuan yang dimiliki pemimpin ini tidak hanya sekedar berasal dari
bakat alami. Pendapat terdahulu mengenai kepemimpinan yang
dimunculkan oleh bakat yang telah ada dalam diri seseorang sehingga
dengan sendirinya menjadi pemimpin telah bergeser. Dalam
perkembangan zaman pada awal abad 20 oleh Frederick W. Taylor
dikembangkan teori kepemimpinan. Teori ini menyebutkan bahwa
tetapi pada penyiapan secara berencana dalam melatih calon-calon
pemimpin (Kartono, 2010).
Dalam hal membentuk kemampuan pemimpin ini, The
Conference Board (2002) melakukan penelitian mengenai
kemampuan-kemampuan pemimpin yang dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan pada
tahun 2010. Kemampuan tersebut diantaranya kemampuan kognitif,
meliputi kekuatan intelektual dan mental; memiliki kemampuan strategi
dalam kesiapan menghadapi kompetensi global; kemampuan analisis,
terutama untuk menyaring informasi yang didapatkan dan
sumber-sumbernya; kemampuan mengambil suatu keputusan; kemampuan
personal dan komunikasi; kemampuan untuk mempengaruhi kelompok
lain; kemampuan mengatur lingkungan dan orang lain dari berbagai
budaya, gender, dan generasi; kemampuan untuk dapat mendelegasikan
orang secara efektif; kemampuan untuk mengidentifikasi,
mengembangkan, dan menggunakan talenta orang lain; serta kemampuan
mengambil makna dari pengalaman (dalam Hughes, dkk, 2006).
Sementara itu, Wirjana dan Supardo (2005) dari pengalaman di
lapangan mendapatkan bahwa hal utama yang juga harus dimiliki
pemimpin adalah kemampuan memimpin diri sendiri. Kemampuan ini
berkaitan dengan bagaimana pemimpin dapat mengerti dan memahami
suatu keadaan, strategi dan kriteria yang paling tepat digunakan dalam
Keterampilan lain yang juga harus dimiliki seorang pemimpin
adalah kemampuan mengerti, memotivasi, dan berkomunikasi dengan
orang lain sehingga dapat diterima dalam semua situasi oleh semua pihak.
Dalam setiap lembaga baik bisnis, pemerintahan, maupun organisasi sosial
kemasyarakatan, pemimpin juga perlu memiliki kemampuan berpikir
strategik dalam merumuskan tujuan atau sasaran. Selain itu, cara berpikir
yang sitematis juga diperlukan oleh seorang pemimpin. Hal ini disebabkan
karena pemimpin perlu untuk mengindentifikasi setiap situasi ataupun
masalah dalam organisasi serta mengetahui akar permasalahannya dan
menyusun solusi. Cara berpikir sistematis dalam cara praktis dan konkrit
ini menunjukkan ciri pemimpin yang dewasa. (Wirjana & Supardo, 2005).
Selain memiliki keterampilan, pemimpin juga perlu untuk
memahami perannya dalam memimpin. Covey (dalam Wirjana & Susilo,
2005) membagi peran pemimpin dalam 3 aspek. Aspek yang pertama
adalah pemimpin berperan sebagai penunjuk jalan. Peran ini berkaitan
dengan kemampuan pemimpin dalam membangun visi dan misi serta
dapat memandang tujuan dan arah organisasi jauh ke depan. Dalam hal ini,
tujuan organisasi berkaitan dengan menyatukan nilai-nilai yang disepakati
bersama dengan kebutuhan masyarakat dan stakeholders melalui suatu
sistem tertentu sehingga anggota dalam organisasi memiliki semangat
dalam mencapai tujuan yang besar dan transenden.
Aspek kedua adalah peran pemimpin dalam menggalang seluruh
visi dan misi organisasi. Pemimpin harus dapat merangkul dan
menyatukan sitem, nilai, dan seluruh operasional dalam organisasi untuk
dapat bekerja sama mencapai tujuan. Selain itu, pemimpin harus dapat
memastikan bahwa anggota dapat mengerti dengan benar setiap peran dan
posisinya (Covey dalam Wirjana & Susilo, 2005).
Aspek yang ketiga yaitu peran pemimpin berkaitan dengan
pemberdayaan. Dalam hal ini, pemimpin harus mampu melihat
sumber-sumber potensi yang ada dalam organisasi. sumber-sumber potensi yang utama
adalah anggota organisasi. Setiap orang dalam organisasi pasti memiliki
talenta masing-masing. Pemimpin harus dapat memahami kemampuan
setiap orang dan mengembangkannya sehingga satu-sama lain dapat
bekerja sama serta menciptakan sinergi dalam mendukung pencapaian
tujuan (Covey, dalam Wirjana & Susilo, 2005).
Pemimpin yang efektif dan dapat memahami perannya dengan
baik sangat dibutuhkan saat ini. Para anggota dan pengikut memiliki
harapan yang tinggi kepada pemimpin sebagai orang yang dianggap
mampu membawa organisasi dan anggotanya mencapai tujuan. Rosabeth
Moss Kanter menuliskan keterampilan kekal dalam pemimpin perubahan
dalam majalahLeader to Leader( dalam Wirjana & Supardo, 2005). Pada
Zaman sekarang yang sangat dibutuhkan adalah pemimpin yang mampu
membawa perubahan bagi kebaikan masyarakat dan bangsa. Seperti yang
kemasyarakatan disebut sebagai “agen perubahan” ( dalam Wirjana &
Supardo, 2005).
Pemimpin sebagai “agen perubahan” merupakan tantangan zaman
ini. Pada zaman millennium baru, pemimpin merupakan seorang yang
dapat menciptakan kultur dan sistem organisasi yang didasarkan pada
prinsip-prinsip. Menciptakan kultur yang demikian adalah tantangan besar
baik di perusahaan, pemerintahan, organisasi atau di manapun. Pemimpin
semacam ini hanya dapat dicapai oleh pemimpin-pemimpin yang memiliki
keberanian, visi, serta kerendahan hati untuk selalu belajar dan tumbuh (
Covey dalam Wirjana & Supardo, 2005).
Dapat dilihat dari pengertian di atas bahwa dalam proses
kepemimpinan dibutuhkan seorang pemimpin sebagai contoh dan kunci
dalam penentu arah. Pemimpin juga perlu memberi arahan dan bimbingan
bagi orang yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini,
masyarakat dan bangsa membutuhkan pemimpin yang mengerti akan
kebutuhan mereka dan dapat memberdayakan serta memberi motivasi
kepada seluruh anggota dalam mencapai tujuan.
Beberapa penjelasan tersebut menggambarkan bahwa
kepemimpinan dan pemimpin adalah hal yang tidak dapat dipisahkan.
Pemimpin merupakan seorang yang dipercayakan untuk memimpin suatu
organisasi sedangkan kepemimpinan adalah proses yang dijalankan oleh
pemimpin. Seorang pemimpin dituntut untuk memiliki sejumlah
mampu berkomunikasi, dapat memberikan motivasi juga mampu
memimpin diri sendiri. Keterampilan dan kemampuan inilah yang
digunakan dalam proses untuk mengarahkan dan memotivasi seluruh
anggota dalam mencapai visi dan misi organisasi.
B. Kepemimpinan Anak Muda dan Ormas Mahasiswa
1. Anak Muda
Anak muda selalu dikaitkan dengan generasi yang diharapkan
dapat melanjutkan proses zaman di masa depan dengan lebih baik. Hal ini
dikarenakan usia mereka yang masih muda dan dapat menggantikan
generasi sebelumnya. Levinson (dalam Santrock, 2002) menyatakan bahwa
proses menuju kedewasaan merupakan proses yang amat panjang dan
biasanya periode ini berawal pada usia 17 tahun dan berakhir pada usia 33
tahun. Pada masa ini banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi pada
anak muda menuju proses kedewasaan penuh.
Dalam tulisan mengenai anak muda, Handayani (2009)
menyebutkan bahwa kategori anak muda atau “youth” secara popular
digunakan merujuk pada orang yang berumur antara 16-25 tahun. Istilah
youthmuncul pertama kali pada periode tahun 1950-an dan 1960-an di USA
dan Inggris terutama terkait dengan tindakan kriminal yang dianggap
melekat pada anak muda. Pada masa itu, anak muda bergabung dalam
jawab atas tindakannya, masih belum matang pemikirannya dan emosinya
pun masih labil.
Sementara menurut Piaget, tahapan usia anak muda mulai
memiliki pemikiran logis (lihat Santrock, 2002). Selain berpikir logis, anak
muda juga lebih berpikir idealistis (Kuhn dalam Santrock, 2002). Anak
muda mulai berpikir seperti para ilmuwan, menyusun rencana, dan mencari
solusi atas sebuah masalah. Perkembangan berpikir seperti ini juga disebut
dengan penalaran deduktif hipotesis dimana anak muda memiliki
kemampuan untuk mengembangkan hipotesis dan menemukan cara-cara
terbaik dalam hal pemecahan masalah. Pada tahap pemikiran ini, anak muda
juga dapat berpikir secara lebih sistematis dalam memandang suatu hal dan
menarik kesimpulan.
Di sisi lain, ahli sosiologi Kenneth Kenniston menyebutkan bahwa
masa muda (youth) merupakan periode transisi antara masa remaja dan
masa dewasa. Selain itu, pada masa ini pribadi anak muda masih bersifat
sementara dan merupakan perpanjangan dari kondisi ekonomi. Namun, anak
muda sendiri berbeda dengan masa remaja. Pada masa muda terdapat usaha
dan perjuangan membangun pribadi yang mandiri dan terlibat secara sosial
sedangkan pada remaja merupakan masa mendefinisikan dirinya. Dalam hal
ini ciri dominan yang dilekatkan pada kategori anak muda adalah memiliki
kemampuan atau kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam hal
Sementara itu, kategori anak muda di Indonesia seperti yang diatur
dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2009 (dalam Bappenas) adalah anak
muda yang masuk dalam kategori umur 16-30 tahun. Di sisi lain, dalam
pengertian budaya Jawa di Indonesia, seseorang dapat dikatakan dewasa
ketika sudah menikah, sedangkan orang yang belum menikah tidak pernah
dianggap dewasa yang disebut juga “durung jawa” yaitu belum bisa
mengendalikan diri, belum bisa menempatkan diri di ruang sosial
(Handayani, 2009).
Pada perkembangannya, masa anak muda adalah masa yang penuh
dinamika. Dinamika anak muda di Indonesia digambarkan semenjak tahun
1940an. Pada masa ini, anak muda dilibatkan dan dituntut untuk ikut
membela tanah air. Berikutnya, pada tahun 1960an saat kondisi sosial dan
politik Indonesia belum stabil, anak muda digambarkan dalam sosok Soe
Hok Gie dan teman-teman dengan kehidupan pecinta alamnya. Selain itu,
mereka juga menikmati kesenian-kesenian tradisional, menghadiri pesta
serta menonton dan menganalisa film (Handayani, 2005).
Selanjutnya, pada tahun 1970-an dimana kondisi ekonomi, sosial,
dan politik Indonesia mulai stabil, kehidupan anak muda digambarkan
dengan adanya group band dan film. Pada masa 1980an sampai 1990an,
perkembangan anak muda digambarkan dengan film-film bertemakan
roman picisan dan cerita-cerita percintaan yang cengeng di mana anak muda
Perkembangan anak muda pada tahun 1990an kembali pada
gambaran pergerakan mahasiswa. Mahasiswa terlibat dalam situasi politik
dan kembali menjadi pemeran utama dalam perubahan besar politik bangsa
Indonesia. Mahasiswa dalam hal ini masuk dalam kategori masa dewasa
awal, yaitu 18-40 tahun yang mempunyai tugas perkembangan penyesuaian
pribadi dalam berhubungan dengan dunia dan diperlukan kemampuan
menjalin hubungan dengan orang lain, kemampuan sosial, pekerjaan, dan
keluarga (Hurlock, 1999). Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor XXX/ 1990 tentang pendidikan tinggi disebutkan pada Bab I, pasal
1 (6) mendefinisikan mahasiswa sebagai anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan tertentu.
Oleh karena itu, mahasiswa dikategorikan sebagai kaum intelektual
dengan ciri khas tertentu (Shill dalam Widyanto, 2010). Arbi Sanit
menyebutkan bahwa sebagai kaum intelektual, mahasiswa memiliki fungsi
dalam membina keberdayaan bersama, mempengaruhi perubahan sosial dan
memainkan peran politik. Sanit berpendapat bahwa terdapat empat faktor
pendorong mahasiswa berperan dalam kehidupan politik. Pertama adalah
mahasiswa merupakan kelompok masyarakat yang mempunyai kesempatan
memperoleh pendidikan terbaik.
Setelah itu, faktor yang kedua adalah mahasiswa adalah bagian dari
kelompok masyarakat yang mengalami proses pendidikan di bangku
sosialisasi politik terpanjang dari pada anak muda lainnya. Faktor ketiga
adalah adanya pengalaman kehidupan kampus yang beragam dari berbagai
latar belakang yang membentuk gaya hidup tertentu pada mahasiswa. Selain
itu, faktor terakhir mahasiswa memasuki peran politik adalah pada akhirnya,
kelompok mahasiswa ini yang akan masuk dalam lapisan struktur
kekuasaan, struktur perekonomian, dan elit politik (dalam Widyanto, 2010).
Jika pada masa 1990an, kehidupan anak muda ini telah bercampur
antara gaya hidup dan politik, maka pada tahun 2000an, anak muda
digambarkan sebagai komunitas yang modern dan fun. Berbagai fasilitas
modern ditawarkan pada anak muda. Pada masa ini, anak muda juga
meletakkan pekerjaan hanya sebagai hobi (Handayani, 2009).
Mengenai anak muda ini secara sosial sering dipersepsikan sebagai
seorang yang belum dapat mandiri. Di Indonesia sendiri seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa seseorang yang belum menikah masih
merupakan tanggung jawab orangtua (Handayani, 2009). Sejalan dengan
pandangan di Indonesia, Kurth dan Schai (1988) menyebutkan bahwa saat
ini anak muda dipersepsikan sebagai posisi tengah di mana anak muda baru
belajar menjadi masyarakat dewasa, tidak berkompeten dan tidak sempurna
sehingga memerlukan panduan orang dewasa. Hal inilah yang dianggap
sebagai kesalahan pandangan meremehkan anak muda. Penelitian Toffler
(dalam Kurth dan Schai,1988) menyebutkan bahwa persepsi orang dewasa
yang ada atas anak muda ini dipandang sebagai hambatan utama yang
anak muda juga memiliki kemampuan dan potensi yang besar bahkan dapat
berperan sebagai penentu utama perubahan suatu bangsa.
Menyadari anak muda sebagai generasi harapan bangsa dan
diharapkan sebagai pemimpin kelak inilah perlu adanya perhatian yang
lebih. Di Indonesia sendiri, wacana mengenai pentingnya pembinaan anak
muda telah disadari terutama dalam hal pendampingan dan pemimbanaan
kepemimpinan anak muda. Mengenai pembinaan kepemimpinan anak muda
termasuk di dalamnya mahasiswa ini dilandasi beberapa hal, yaitu landasan
ideologi dan konstitusional, landasan kultural, landasan strategis, dan
landasan operasional (Kartono, 2010).
Landasan ideologi dan konstitusional meliputi 2 hal yaitu landasan
ideologi dan landasan konstitusional. Landasan Ideologi didasarkan pada
Pancasila, sedangkan Landasan Konstitusinal didasarkan pada
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar dari hukum tertulis tertinggi di Indonesia
(Kartono, 2010). Landasan Kultural merupakan cerminan dari kebersamaan,
sikap kekeluargaan serta gotong royong. Nilai-nilai luhur bangsa ini harus
melandasi cara pandang dan perilaku pemimpin.
Di samping itu, Landasan Strategis yang ditetapkan pada
Garis-Garis Besar Haluan Negara menekankan pada pengembangan generasi
muda untuk mempersiapkan kader penerus perjuangan bangsa diberi bekal
keterampilan, kepemimpinan, patriotisme, dan kemampuan lainnya dalam
situasi yang sehat dan perlu dilibatkan dalam proses pelaksanaan
seperti sekolah, organisasi perlu ditingkatkan sarananya untuk
pengembangan potensi kepemudaan (Kartono, 2010). Sedangkan landasan
keempat, yaitu landasan operasional yang didasarkan pada keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0323/1978 tentang Pola Dasar
Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda memberikan pengertian dan
arahan pembinaan. Selain itu, Keputusan Presiden No. 23 Tahun 1979
tentang Badan Koordinasi Penyelenggaraan Pembinaan dan Pengembangan
Generasi Muda juga merupakan bentuk dukungan terhadap penyelenggaraan
pengembangan generasi muda (Kartono, 2010).
Anak muda dalam perkembangannya memiliki tugas yang banyak,
diantaranya adalah harus mampu mengidentifikasi dirinya, menempatkan
dirinya dan kemampuan berpikir sistematis dan logis serta memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik. Namun, tuntutan yang dibebankan
kepada anak muda saat ini belum selaras dengan pandangan mengenai anak
muda yang masih dibatasi oleh boleh dan tidaknya anak muda dalam
melakukan sesuatu atau terlibat dalam situasi tertentu.
Di sisi lain, perlu adanya pengembangan pemahaman bahwa anak
muda adalah generasi yang perlu diperhatikan, dibimbing dan diberi banyak
kesempatan. Kemajuan suatu bangsa ada di tangan generasi muda,
khususnya mahasiswa yang sedang menuntut ilmu pengetahuan dan
teknologi. Para mahasiswa aktivis dan pemimpin-pemimpin mahasiswa
negara-negara maju maupun di negara yang sedang berkembang (Kartono,
2010).
2. Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Mahasiswa
Organisasi berasal dari kata Yunani yaitu “ organon” yang berarti
alat (Anwar, 2002). Sementara itu, Monney (dalam Supardi & Anwar, 2002)
menyebutkan bahwa organisasi merupakan suatu bentuk kerja sama
manusia untuk mencapai tujuan bersama. Bentuk kerja sama dalam
organisasi membutuhkan koordinasi yang terencana dari segala komponen
yang ada di dalamnya sebagai bentuk usaha dalam mencapai tujuan bersama
yang dijalankan melalui pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab
(Schein 1980).
Mempertegas gagasan di atas, Chaplin (2005) juga mendefinisikan
organisasi sebagai suatu struktur dan pengelompokkan yang terdiri dari
unit-unit yang berfungsi saling berkaitan dan bekerja sehingga membentuk suatu
kesatuan yang terpadu. Dapat disimpulkan bahwa organisasi itu sendiri
merupakan suatu struktur yang terorganisir dan terpadu dari segala unsur
atau sistem yang ada di dalamnya guna mencapai tujuan bersama. Dalam
hal ini, Supardi dan Anwar (2002) melihat organisasi dari beberapa sudut
pandang, yaitu, organisasi sebagai suatu wadah, organisasi sebagai suatu
proses, dan organisasi sebagai suatu sistem.
Sebagai suatu wadah, organisasi bersifat relatif tetap, karena
merupakan tempat dimana setiap kegiatan dijalankan. Adanya perubahan
jawab dan peran dalam organisasi tersebut. Di sisi lain, organisasi sebagai
suatu proses memiliki makna bahwa dalam organisasi terdapat proses
interaksi antar anggota yang tergabung dalam organisasi tersebut. Sebagai
suatu proses, organisasi lebih dinamis. Berbagai macam hubungan maupun
interaksi yang ada dalam organisasi, diantaranya hubungan formal yang
menunjukkan adanya sifat resmi dari pola hubungan itu sendiri dan biasanya
juga diarahkan oleh pimpinan, hubungan Informal yang bersifat lebih bebas,
tidak resmi dalam stukrtur organisasi. Biasanya anggota dalam organisasi
membentuk pola kerjasama dalam jangka pendek maupun jangka panjang
yang tidak diatur dalam sistem serta berfungsi sebagai sarana komunikasi
dan memelihara perasaan akan keutuhan pribadi (Supardi & Anwar, 2002).
Berikutnya adalah organisasi sebagai suatu sistem. Organisasi
dipandang sebagai suatu sistem karena di dalamnya terdapat sistem sosial
sebagai sistem hubungan antar sesama manusia dengan lingkungannya. Di
samping itu organisasi juga memiliki sistem fungsional yaitu ikatan kerja
atau koordinasi segala fungsi dalam organisasi secara integral sehingga
dapat mencapai tujuan bersama serta sistem komunikasi sebagai sarana
informasi bagi organisasi untuk selalu hidup dan berkembang (Supardi &
Anwar, 2002).
Dari uraian tersebut, dapat dilihat bahwa organisasi tersebut
mengandung unsur interaksi antar anggota secara berkesinambungan untuk
bersama-sama bekerja mencapai visi dan tujuan organisasi. Sama halnya
dalam pembukaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang
Organisasi Kemasyarakatan pada huruf b bahwa Organisasi
Kemasyarakatan merupakan sarana untuk menyalurkan pendapat dan
pikiran bagi anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia. Di
samping itu, organisasi kemasyarakatan mempunyai peranan yang sangat
penting dalam meningkatkan keikutsertaan secara aktif seluruh lapisan
masyarakat dalam mewujudkan masyarakat Pancasila berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945 dalam rangka menjamin pemantapan persatuan dan
kesatuan bangsa, menjamin keberhasilan pembangunan nasional sebagai
pengamalan Pancasila, dan sekaligus menjamin tercapainya tujuan nasional.
Begitu juga dengan ormas mahasiswa. Ormas mahasiswa atau yang
dikenal dengan organisasi sosial kemasyarakatan mahasiswa ialah wadah
perjuangan mahasiswa dalam mengisi kemerdekaan. Dalam ormas
mahasiswa ini biasanya ditanamkan nilai-nilai kebangsaan dan
keberpihakan terhadap rakyat.
Ormas mahasiswa juga biasa dikenal sebagai organisasi kader.
Ormas mahasiswa disebut organisasi kader karena bertujuan untuk
menyiapkan anggotanya menjadi calon pemimpin dengan sistem yang
teratur secara berkesinambungan (Parwadi, 2006). Di samping itu, ormas
mahasiswa memiliki fungsi sebagai kontrol sosial terhadap ketimpangan
Penjelasan mengenai organisasi di atas memberi gambaran bahwa
organisasi merupakan sarana atau alat untuk berkumpul dan berinteraksi
dalam mencapai tujuan bersama. Ormas mahasiswa dalam hal ini lebih
ditekankan kepada sarana mahasiswa untuk ikut terlibat dalam usaha
mengisi kemerdekaan dan pembangunan bangsa.
3. Kepemimpinan Mahasiswa Dalam Ormas Mahasiswa
Kepemimpinan mahasiswa seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya merupakan hal yang penting, khususnya dalam hal
pembangunan Bangsa dan Negara. Di Indonesia, dalam kurun waktu satu
abad telah membuktikan keterlibatan mahasiswa dalam kepemimpinan yang
dapat dikatakan memegang peran sentral dalam sejarah Bangsa. Peran
mahasiswa ini dimulai dari berdirinya organisasi Budi Utomo pada tahun
1908 yang kemudian dimaknai sebagai awal dari Kebangkitan Nasional.
Selanjutnya pada tahun 1928 ditandai dengan bersatunya pemuda
membentuk pemahaman bersama sebagai suatu bangsa dengan Sumpah
Pemuda. Proses Proklamasi 1945 juga tidak terlepas dari peran aktif pemuda
dan mahasiswa yang mengusahakannya.
Dalam era pasca kemerdekaan disebut dengan istilah Era Orde
Lama, semangat kepemimpinan di kalangan mahasiswa tidak luntur. Pada
saat itu justru para mahasiswa sangat besar pengaruhnya dalam perubahan
rakyat. Gerakan mahasiswa 1966 yang dipelopori oleh Himpunan
Mahasiswa Universitas mampu menggulirkan rezim Orde Lama pada Rezim
hebat yaitu keberhasilan menjatuhkan Rezim Orde Baru yang selama 32
tahun berkuasa dan dipandang tidak relevan lagi dalam pembangunan
Bangsa ke Era Reformasi yang dikenal dengan Gerakan Reformasi pada
tahun 1998.
Dalam hal ini, pada banyak “peristiwa pembebasan” mahasiswa
tampil memimpin dan menjadi motor penggerak. Pada setiap peristiwa ini
tentunya tidak sedikit tenaga dan pikiran yang dikorbankan bahkan
menanggung resiko kehilangan nyawa, namun dari sinilah justru muncul
tokoh-tokoh mahasiswa sebagai pemimpin (Kartono, 2010).
Fenomena-fenomena ini tentunya bukan tanpa makna. Bila dilihat
dengan seksama dari sejarah perjuangan ini dapat dilihat ciri perjuangan
bangsa. Ciri yang pertama menunjukkan bahwa yang berusia muda selalu
tampil menonjol dari setiap tahap perjuangan Bangsa. Hal ini menunjukkan
peran pemuda dan mahasiswa sebagai pembaharu. Di samping itu,
perjuangan bangsa yang bersifat situasional menjadi ciri yang kedua. Hal ini
dipengaruhi dari kemampuan pemimpin dalam mengenali tantangan dan
peluang pada masa itu dan kemampuan mengenali dan memunculkan
potensi bangsa serta menggunakannya sebagai daya perjuangan (Batubara,
2008).
Ciri perjuangan yang ketiga bahwa untuk dapat berjuang dan
membangun secara efektif diperlukan ideologi yang dikembangkan. Dalam
hal ini perlu adanya hasrat untuk mewujudkan suatu cita-cita yang luhur
Selain itu, dalam ciri yang keempat, perjuangan yang total, tuntas, dan
berkesinambungan selalu digambarkan dalam setiap gerakan mahasiswa
tersebut. Tidak ada perjuangan yang dapat berhasil dengan usaha
setengah-setengah. Di samping itu, dari perjuangan dapat disimpulkan bahwa bangsa
Indonesia memiliki ciri dan kemampuan dapat memperbaharui diri sehingga
mampu menyesuaikan setiap cara perjuangan dan pembangunannya
(Batubara, 2008).
Melalui berbagai peristiwa tersebut, dapat dilihat bahwa
kepeloporan pemuda dan mahasiswa selalu menjadi tonggak perubahan.
Kemampuan memimpin mahasiswa ini melampaui tantangan zaman pada
saat itu. Hal ini disebabkan adanya kesadaran untuk terlibat dalam
penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi bangsa dan pembangunan
bangsa. Namun, kepemimpinan dan perjuangan mahasiswa seperti pada
beberapa tahun tersebut tampaknya belum muncul pada jiwa mahasiswa saat
ini.
Dewasa ini, sebagian mahasiswa cenderung apatis dengan
organisasi dan kepemimpinan. Di samping itu, hanya sebagian kecil
mahasiswa yang tertarik dan terlibat dalam persoalan kebangsaan dan
kemasyarakatan. Di sisi lain, kepemimpinan dari kalangan pemuda dan
mahasiswa sangat dibutuhkan. Palar Batubara (dalam Hasibuan, 2008)
mneyebutkan bahwa regenerasi kepemimpinan sangat mendesak bagi
dan global. Kebutuhan akan pemimpin pada situasi krisis kepemimpinan
saat ini sangat membutuhkan regenerasi dan kaderisasi (Hasibuan, 2008).
Kaderisasi atau pembinaan calon pemimpin ini bertujuan untuk
mendapat tenaga pemimpin. Tugas pembinaan ini salah satunya melibatkan
organisasi-organisasi masyarakat atau sosial yang menyelenggarakan
bermacam-macam kegiatan kemasyarakatan selain pemerintah dan partai
politik (Kartono, 2010).
Proses keorganisasian mahasiswa, khususnya ormas-ormas
mahasiswa (HMI, PMKRI, PMII, GMKI, dan GMNI) dalam dinamikanya
dapat memberi pengalaman dan menumbuhkan cita-cita untuk dapat berbuat
dan bertindak lebih baik, lebih bermanfaat, dan lebih mantap untuk
menghadapi tantangan masa depan serta memanfaatkan peluang yang
terbuka. Pembinaan seperti ini perlu untuk memupuk dan memperlihatkan
kepedulian para mahasiswa akan masa depan bangsa dan negara Indonesia
(Batubara, 2010).
Mahasiswa sebagai kelompok masyarakat yang memiliki
kesempatan mengemban pendidikan ini diharapkan dapat memanfaatkan
wadah ekstrakurikuler seperti ormas mahasiswa ini sehingga mendapatkan
semangat kepeloporan mahasiswa kembali, memberikan kontribusi
maksimal dan berkelanjutan dalam pembangunan nasional di masa depan
dengan nilai Bhineka Tunggal Ika (Batubara, 2010). Dengan demikian
mahasiswa sebagai kader bangsa yang dilahirkan dari proses yang teratur
menjadi pemimpin bangsa yang memahami setiap tantangan dan persoalan
yang dihadapi dalam masyarakat.
Dari uraian tersebut terlihat bahwa pada setiap zaman dan
perubahan, mahasiswa dapat tampil sebagai “agen of change” atau pelaku
perubahan. Hal ini dapat dilihat dari perjuangan mahasiswa pada setiap era
dan dinamika bangsa sejak era kebangkitan anak muda pertama tahun 1908,
tahun 1928, tahun 1945 pada zaman merebut kemerdekaan, tahun 1966 pada
masa orde lama, dan tahun 1998 saat menumbangkan orde baru menuju
orde reformasi. Hal ini menunjukkan bahwa anak muda termasuk
mahasiswa memiliki potensi dan memegang peranan penting dalam
dinamika bangsa.
Pada bagian ini menunjukkan bahwa anak muda sering disebut
sebagai penerus bangsa. Di samping tuntutan perkembangan yang harus
dilalui, berupa tahap perkembangan pemikiran, kemandirian, dan
identifikasi diri, tuntutan dari sosial dan masyarakat pun perlu diperhatikan
oleh anak muda ini. Keseluruhan tugas anak muda ini sudah seharusnya
disertai dukungan dari orang yang lebih dewasa atau bimbingan dari
generasi sebelumnya. Salah satu sarana yang dapat membantu anak muda
dalam berkembang adalah organisasi. sepeti yang dipahami, organisasi
merupakan sarana untuk proses belajar dan berinteraksi, merumuskan visi
bersama dan bekerja sama mencapai tujuan. Pada mahasiswa, sarana ini
sebagai sarana mahasiswa untuk berkumpul dan menempatkan fungsi
mahasiswa sebagai kaum terdidik yang ikut serta dalam pembangunan
Nasional.
C. Pengalaman Kepemimpinan Mahasiswa Pada Ormas Mahasiswa
Pengalaman dipahami sebagai sesuatu yang dialami oleh seseorang
dalam situasi tertentu maupun proses kehidupannya. Melalui pengalaman ini
nantinya akan terlihat pandangan dan pemahaman seseorang tentang sesuatu
yang dialami. Selain itu, data pengalaman seseorang juga dapat
menggambarkan tentang pandangan hidup, cita-cita, sikap, kebiasaan, harapan
serta perasaan seseorang terhadap sesuatu hal ( Kriyantono, 2006).
Dalam penelitian ini akan melihat pengalaman kepemimpinan
mahasiswa pada ormas mahasiswa saat ini, secara khusus pengalaman
mahasiswa dalam memimpin ormas mahasiswa. Moleong (2011) menyebutkan
bahwa penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh informan sebagai subjek penelitian yang meliputi perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan. Oleh sebab itu, penelitian ini akan lebih
mengeksplorasi pengalaman subjektif dan mendalam dari informan meliputi
perilaku, perasaan, dan nilai atau pemikiran yang dimiliki informan sebagai
seorang pemimpin maupun pengurus dalam ormas mahasiswa serta bagaimana
mahasiswa tersebut mengalaminya pada masa ini.
Selain itu, dalam penelitian ini juga akan mendekripsikan hal-hal apa
saja yang pernah dialami dan menarik makna atas pengalaman tersebut.
dinamika dan tantangan yang muncul dalam pengalaman memimpin di ormas
mahasiswa pada zaman ini. Oleh karena itu, sebagai rumusan masalah dalam
penelitian ini peneliti ingin melihat bagaimana pengalaman kepemimpinan
34 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian Kualitatif
Penelitian dengan menggunakan metodologi kualitatif merupakan
proses penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa perilaku yang
dapat diamati dan kata-kata tertulis maupun lisan dari subjek secara menyeluruh
(Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2011). Adapun dalam penelitian ini,
peneliti lebih menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.
Pendekatan fenomenologi digunakan untuk menjelaskan makna dari
pengalaman-pengalaman individu mengenai konsep atau fenomena (Creswell,
2007). Pendekatan fenomenologi juga bertujuan mengungkap pengalaman
informan melalui pemaknaan realitas yang djumpai (Husserl dalam Widiyanto,
2007). Data akan diperoleh dari orang-orang yang mengalami fenomena atau
pengalaman tertentu kemudian dikembangkan deskripsi gabungan dari esensi
pengalaman semua individu. Penulis menggunakan pendekatan ini karena ingin
menggambarkan dinamika pengalaman dari mahasiswa saat menjadi anggota
organisasi kemahasiswaan dan memerankan fungsi kepemimpinan sehingga
mengembangkan karakter kepemimpinan.
B. Batasan Istilah
Pengalaman kepemimpinan mahasiswa yang mengikuti organisasi
pengalaman-pengalaman memimpin pada mahasiswa yang menjadi anggota
ormas mahasiswa. Hal ini terkait dengan bagaimana memahami keterlibatan
dalam proses kaderisasi (nilai) pada ormas mahasiswa serta apa yang dilakukan
(perilaku) dan dirasakan mahasiswa (perasaan) tersebut ketika menjadi
pemimpin maupun pengurus dalam ormas mahasiswa. Berdasarkan hal yang
akan diungkap tersebut, maka digunakan beberapa panduan pertanyaan sebagai
berikut.
C. Subjek Penelitian
Penelitian kualitatif berupaya memahami sudut pandang dan konteks
subjek penelitian secara mendalam sesuai dengan permasalahan penelitian
(Poerwandari, 2005). Oleh karena itu, peneliti memilih informan secara
purposive dalam pengambilan data, yaitu pemilihan informan dengan kriteria
tertentu yang telah disusun sebelumnya oleh peneliti. Beberapa kriteria yang
ditetapkan peneliti antara lain :
1. Mahasiswa yang terlibat dan menjadi anggota organisasi
kemasyarakatan mahasiswa, khususnya anggota yang menjadi
ketua atau pengurus maupun mantan pengurus. Pemilihan subjek
dengan kategori ini dimaksudkan karena peneliti ingin melihat
pengalaman memimpin pada mahasiswa sehingga dapat
mengetahui tantangan dan hambatan apa saja yang dialami serta
2. Ormas mahasiswa yang digunakan dalam penelitian ini adalah
PMKRI, HMI, dan GMKI. Pemilihan ini didasarkan karena ormas
mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung merupakan salah satu
ormas mahasiswa yang tertua dan diakui secara resmi oleh
pemerintah dan institusi agama masing-masing. Selain itu ormas
mahasiswa ini dari sejak berdirinya sampai sekarang tetap hidup
dan melakukan proses kaderisasi secara berkesinambungan.
Peneliti memilih tiga ormas dari lima ormas yang bergabung dalam
Cipayung karena ketua maupun pengurus dari ormas mahasiswa
lain, yaitu GMNI dan PMII belum dapat terlibat disebabkan oleh
dinamika internal organisasi.
Selain dari kriteria tersebut, alasan pemilihan informan adalah alasan
praktis, yaitu peneliti cukup familiar dengan subjek dan sering berinteraksi.
Di samping itu, dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan 3 orang
informan. Hal ini disebabkan peneliti masih belajar sehingga belum cukup
profesional melakukan penelitian dengan subjek yang lebih banyak (Smith,
2008). Sedangkan alasan pemilihan tempat di daerah Yogyakarta adalah
untuk memudahkan akses peneliti dalam melakukan penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data
Seperti yang telah diinginkan penulis bahwa akan menggunakan
sendiri, maka peneliti menggunakan metode wawancara dalam pengambilan
data. Dalam menggunakan metode wawancara, akan memudahkan peneliti
melakukan probing sehingga dapat menghasilkan data yang lebih mendalam
(Kahn & Cannel dalam Downs, Smeyak, & Martin, 1980).
Wawancara dalam penelitian ini merupakan wawancara semi
terstruktur dengan mengggunakan media recorder. Wawancara semi
terstruktur merupakan wawancara yang memiliki guide line atau kerangka
pertanyaan, namun penulis dapat melakukanprobingsehingga dapat bertanya
di luar kerangka pertanyaan sejauh hal tersebut relevan dengan tema
penelitian dan data yang dibutuhkan. Jenis pertanyaan wawancara dalam
penelitian ini ada 3 (lihat Moleong, 2011), yaitu :
1. Pertanyaan yang berkaitan dengan nilai
Pertanyaan ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman
atau interpretasi serta refleksi seseorang dalam mengalami
sesuatu hal.
2. Pertanyaan yang berkaitan dengan perilaku
Pertanyaan ini bertujuan untuk mengungkap
pengalaman, hal-hal apa saja yang telah dilakukan, tindakan,
dan kegiatan yang dapat diamati.
3. Pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan
Pertanyaan ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman
seseorang dari sisi emosi dan refleksi ketika mengalami
Tabel 2.
Guide Interview
Pertanyaan
Pemahaman dalam proses kaderisasi pada ormas mahasiswa 1. Bagaimana pengalaman Anda terlibat dalam proses kaderisasi di
organisasi?
2. Mengapa Anda memutuskan menjadi pemimpin atau pengurus dalam ormas mahasiswa ini?
3. Nilai apa yang Anda dapatkan dalam proses memimpin dalam ormas mahasiswa?
4. Pengalaman atau hal apa yang membuat Anda bertahan dalam organisasi ini?
5. Menurut Anda, sejauh mana peran organisasi ini dalam perkembangan kaderisasi dan kepemimpinan?
Hal-hal yang dilakukan sebagai pemimpin
6. Bagaimana pengalaman Anda berinteraksi dalam organisasi dan kepengurusan?
7. Bagaimana bentuk-bentuk interaksi yang Anda terapkan selama memimpin?
8. Bagaimana pengalaman yang Anda dapatkan dalam memimpin?
Perasaan sebagai pemimpin
9. Bagaimana perasaan Anda terhadap proses kaderisasi di organisasi?
10. Bagaimana perasaan Anda ketika diberi tanggung jawab sebagai pemimpin atau pengurus dalam organisasi?
11. Bagaimana perasaan Anda selama menjadi pemimpin dalam ormas mahasiswa?
Di samping itu, metode wawancara yang digunakan bersifat terbuka.
Metode wawancara ini mengandaikan bahwa informan mengetahui bahwa
dirinya sedang diwawancarai serta mengetahui maksud dan tujuan wawancara
Peneliti juga menggunakan dokumen dalam pengambilan data.
Dokumen yang digunakan terdiri dari dokumen resmi organisasi. Dokumen
merupakan bahan tertulis selain record (Guba dan Lincoln dalam Moleong,
2011). Dalam hal ini, peneliti menggunakan dokumen internal dari ormas
mahasiswa untuk mengetahui sejarah dan profil organisasi serta beberapa
sistem kaderisasi yang digunakan untuk melengkapi data dari hasil
wawancara.
E. Teknik Analisis dan Interpretasi Data
Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan teknik analisis data
agar didapat hasil penelitian. Proses analisis data biasanya dimulai dari melihat
seluruh data yang diperoleh dari berbagai sumber lalu mulai menyususun
kategori untuk menangkap tema tertentu. Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini mengacu pada langkah-langkah analisis Moustakas (1994),
sebagai berikut :
1. Peneliti menemukan bahwa masalah penelitian dapat ditelaah
dengan menggunakan pendekatan fenomenologi.
2. Mengidentifikasi fenomena berdasarkan hasil penelitian, mengenali
asumsi filosofi dari fenomenologi, mengkombinasikan antara
realitas dan pengalaman individu.
3. Mengumpulkan data dari individu dan melakukan verbatim data.
4. Membangun data dari pertanyaan dan jawaban pada verbatim serta