• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh bimbingan rohani terhadap kemampuan komunikasi antarpribadi para suster yunior dan yang berkaul kekal lima tahun ke bawah Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia Pematangsiantar - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh bimbingan rohani terhadap kemampuan komunikasi antarpribadi para suster yunior dan yang berkaul kekal lima tahun ke bawah Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia Pematangsiantar - USD Repository"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

i   

PENGARUH BIMBINGAN ROHANI TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PARA SUSTER YUNIOR DAN YANG BERKAUL KEKAL LIMA TAHUN KE BAWAH KONGREGASI SUSTER

FRANSISKAN SANTA LUSIA PEMATANGSIANTAR

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Tantika Lumban Gaol NIM: 081124030

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv   

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada semua orang yang dengan sepenuh hati

membantu dan mendukung saya selama penulisan skripsi ini, terutama para

saudariku para suster KSFL, keluarga, seluruh dosen IPPAK-USD dan

(5)

v   

MOTTO

"Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal”

(Yoh 8: 68)

Kita tidak bisa melakukan hal besar di bumi ini. Kita hanya bisa melakukan

hal kecil dengan cinta yang besar

(6)

vi   

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 24 Oktober 2012

Penulis

Tantika Lumban Gaol

(7)

vii   

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Tantika Lumban Gaol

Nomor Mahasiswa : 081124030

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGARUH BIMBINGAN ROHANI TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PARA SUSTER YUNIOR DAN YANG BERKAUL KEKAL LIMA TAHUN KE BAWAH KONGREGASI SUSTER FRANSISKAN SANTA LUSIA PEMATANGSIANTAR

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan

dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain

untuk kepentingan akademis tanpa perlu minta izin dari saya maupun memberikan

royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 24 Oktober 2012

Yang mengatakan,

(8)

viii   

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PENGARUH BIMBINGAN ROHANI TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PARA SUSTER YUNIOR DAN YANG BERKAUL KEKAL LIMA TAHUN KE BAWAH KONGREGASI SUSTER FRANSISKAN SANTA LUSIA (KSFL).

Judul ini dipilih berdasarkan keingintahuan penulis akan sumbangan bimbingan rohani terhadap kemampuan komunikasi antarpribadi di mana kemampuan ini mutlak perlu dalam hidup yang memudahkan para suster menjalani hidup berkomunitas dan karya pelayanan mereka. Keingintahuan tersebut muncul karena ada kesan bahwa komunikasi antarpribadi di kalangan para suster tak jarang terjadi salah paham yang menimbulkan ketidaknyamanan dalam komunitas.

Bimbingan rohani adalah hubungan tetap antara dua orang di mana yang satu mencari pengaruh dari yang lain dalam perkembangan hidup rohani. Pengaruh itu ditujukan kepada kedewasaan rohani dan manusiawi. Salah satu indikator dari kedewasaan tersebut adalah kemampuan komunikasi antarpribadi. Kemampuan komunikasi antarpribadi adalah kemampuan membina dan memelihara komunikasi di mana mereka dapat menerima dan menyampaikan pesan secara tepat sehingga merasakan kenyamanan dalam jalinan komunikasi dengan sesama. Kemampuan komunikasi antarpribadi ini dipengaruhi banyak faktor antara lain pendidikan dan pengalaman. Salah satu bentuk pendidikan dalam Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia adalah bimbingan rohani.

Berdasarkan pemikiran di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu, H0: tidak ada pengaruh bimbingan rohani terhadap komunikasi antarpribadi para suster yunior dan yang berkaul kekal lima tahun ke bawah Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia. H1: ada pengaruh bimbingan rohani terhadap kemampuan komunikasi antarpribadi para suster yunior dan yang berkaul kekal lima tahun ke bawah Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia Pematangsiantar.

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif berbentuk regresi. Populasi dari penelitian ini adalah para suster yunior dan yang berkaul kekal lima tahun ke bawah Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia Pematangsiantar sebanyak 60 responden. Instrumen yang digunakan ialah skala sikap yang dikembangkan dalam 30 pernyataan mengenai bimbingan rohani dan 30 pernyataan mengenai kemampuan komunikasi antarpribadi. Dari hasil uji validitas pada taraf signifikansi 5%, N 60 orang dengan nilai kritis 0,254 terdapat 59 item valid. Sedangkan dari hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien alpha sebesar 0,674, yang berarti reliabilitas instrumen cukup tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai mean bimbingan rohani adalah 129.6500 dan mean kemampuan komunikasi antarpribadi adalah 31.2000, kedua

(9)

ix   

ABSTRACT

This writing entitles THE INFLUENCE OF SPIRITUAL GUIDANCE TO INTERPERSONAL COMMUNICATION ABILITY OF THE JUNIOR AND THE SISTERS IN THE INITIAL FIVE YEARS OF PERPETUAL VOWS IN THE CONGREGATION OF FRANSISCAN SISTER OF SAINT LUCIA. This title was chosen based on the writer’s curiosity about spiritual guidance contribution to the interpersonal communication ability. It is realized that this ability is basically needed in their community and ministry. The writer thinks that the communication among the sisters is occasionally disrupted because of their misunderstanding. This causes inconvenience in community. This writing is destined to measure how deep is the influence of the spiritual guidance to sisters’ interpersonal communication ability.

Spiritual guidance is a continual relation between two persons in which one of them searching for guidance to one’s spirituality progress. The guidande is directed to spiritual guidance process, one is demanded to deliver and accept messages precisely in order to get the good relation for one’s personal and spiritual maturity. Thus, it is clear that spiritual guidance influences interpersonal communication ability.

Based on the theory above, it can be formulated research hypothesis, that are H0: there is no influence of spiritual guidance for Junior and five year perpetual vow sisters and H1: there is influence of spiritual guidance for junior and five year perpetual vows sisters of the Fransiscan Congregation of Saint Lucia, Pematangsiantar.

This research uses regressive quantitative method. Population of this research is junior sisters and five year perpetual vow sisters of the Fransiscan Congregation of Saint Lucia, Pematangsiantar. There are 60 respondents. The instrument applied is behavior scale which is encompassed in 30 questions about interpersonal communication ability. From the result of validity test on 5 % of significance level, N 60 respondents with 0,254 critical value is found 59 valid item. Whereas, the result of the reliability test coefficient alpha 0,674 that means the instrument reliability is high enough.

(10)

x   

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang atas

berkat, rahmat dan karunia-Nya yang telah penulis alami selama proses penulisan

skripsi ini sampai selesai. Penulis menyadari bahwa proses penulisan skripsi ini

dapat diselesaikan berkat bantuan dan keterlibatan banyak pihak baik langsung

maupun tidak langsung membantu proses penulisan skripsi ini. Oleh karena itu

penulis mengucapkan limpah terimakasih serta penghargaan yang tulus kepada:

1. Bapak F.X. Dapiyanta, SFK, M.Pd., selaku dosen utama yang dengan sepenuh

hati dan kesabaran mendampingi, mengarahkan, memberikan masukan yang

sangat berguna dalam seluruh proses penulisan skripsi ini sampai selesai.

2. Rm. Dr. B. A. Rukiyanto, SJ., selaku dosen pembimbing akademik sekaligus

penguji II yang setia membimbing dan memberi masukan selama proses

penulisan skripsi ini sampai selesainya.

3. Bapak Banyu Dewa, HS, S.Ag., M.Si., selaku dosen penguji III yang memberi

semangat kepada penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi.

4. Kaprodi IPPAK-USD, Drs. H.J. Suhardiyanto, SJ., yang telah memberikan

izin kepada penulis untuk menyusun skripsi dan melakukan penelitian dari

awal hingga akhir penyusunan skripsi ini.

5. Segenap dosen prodi IPPAK-USD, yang telah membekali penulis dengan

berbagai ilmu pengetahuan yang dapat penulis gunakan sebagai bekal hidup

yang berharga.

6. Segenap staf karyawan IPPAK-USD khususnya bagian sekretariat yang selalu

(11)

xi   

7. Sr. Adelberta, KSFL, selaku Pemimpin Umum Kongregasi Suster Fransiskan

Santa Lusia (KSFL) yang memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan

penelitian kepada para suster yunior dan yang berkaul kekal lima tahun ke

bawah.

8. Sr. Gerarda, KSFL, yang membantu penulis dalam mendistribusikan koesioner

untuk para suster yang tersebar di berbagai komunitas yang ada di Sumatera

Utara dan mengembalikan sesuai dengan waktu yang penulis harapkan.

9. Teman-teman angkatan 2008/2009 yang dengan sepenuh hati dan ketulusan

mendukung, memotivasi penulis sampai selesainya skripsi ini.

10. Orang tua dan segenap keluarga yang selalu mencintai dan mendoakan penulis

dalam menjalani panggilan dan perutusan studi ini.

11. Para saudariku, suster yunior dan yang berkaul kekal lima tahun ke bawah

yang bersedia memberikan waktu dan bantuannya kepada penulis sehingga

penulis dapat melakukan penelitian.

12. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang mencintai

mendoakan, memberikan perhatian yang tulus kepada penulis dalam

(12)

xii   

Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dalam

menyusun skripsi ini sehingga masih jauh dari sempurna. Maka dari itu penulis

mengharapkan saran para pembaca yang bisa membangun demi perbaikan skripsi

ini. Akhirnya, penulis berharap semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, 24 Oktober 2012

Penulis

(13)

xiii   

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .. ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO . ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK .. ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR . ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 10

C.Pembatasan Masalah ... 10

D.Rumusan Permasalahan ... 11

E.Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penulisan. ... 12

G.Metode Penulisan ... 12

(14)

xiv   

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ... 14

A. Bimbingan Rohani ... 14

1. Pengertian dan Tujuan Bimbingan Rohani ... 14

2. Prinsip-prinsip Bimbingan Rohani ... 16

a. Komunikasi Pribadi ... 16

b. Berdasarkan Pandangan Iman ... 17

c. Sharing ... 17

d. Membimbing ... 17

3. Model-model dalam Bimbingan Rohani ... 18

a. Bimbingan Rohani menurut Isinya ... 18

1) Bimbingan bagi Para Awam ... 18

2) Bimbingan bagi Para Imam ... 19

(a) Bidang Manusiawi ... 20

(b)Bidang Rohani ... 21

(c) Bidang Intelektual ... 22

(d)Bidang Pastoral ... 23

(e) Bidang hidup bersama/cinta persaudaraan ... 23

3) Bimbingan bagi Para Biarawan- Biarawati ... 24

(a) Keperawanan ... 25

(b)Kemiskinan ... 25

(c) Ketaatan ... 26

b. Bimbingan Rohani menurut Pelaksanaan dan Prosesnya ... 26

1) Bimbingan yang Edukatif dan Informatif ... 26

2) Bimbingan yang Kebapaan atau Keibuan ... 27

3) Bimbingan Rohani dalam Persahabatan ... 27

4) Proses Bimbingan Rohani ... 28

(a) Pembuka ... 28

(b)Inti ... 28

(1) Bentuk Bimbingan yang Edukatif dan Informatif ... 28

(15)

xv   

(3) Proses Inti dalam Bimbingan Rohani bentuk Persahabatan .. 29

(c) Penutup ... 29

c. Bimbingan menurut Situasi Konkret dan Kebutuhan Orang yang Dibimbing ... 30

1) Bimbingan bagi Kaum Muda ... 30

2) Bimbingan bagi Keluarga ... 30

3) Bimbingan bagi Orang yang Mengatasi Krisis Hidup ... 31

4) Bimbingan bagi Orang yang akan memilih Panggilan Hidup ... 31

4. Peranan Pembimbing Rohani ... 32

a. Membimbing ... 32

b. Sahabat dan Teman Perjalanan ... 32

c. Penopang ... 33

d. Teladan ... 33

B. Kemampuan Komunikasi Antarpribadi ... 34

1. Pengertian Komunikasi secara Umum ... 34

2. Unsur-unsur dalam Komunikasi ... 36

a. Pengirim Berita atau Komunikator ... 37

b. Medium atau Bentuk Pesan ... 37

c. Komunikan ... 37

d. Prosedur Pengiriman Pesan ... 38

e. Tanggapan/ reaksi ... 38

3. Pengertian Komunikasi Antarpribadi ... 39

4. Syarat-syarat terjadinya Komunikasi Antarpribadi ... 40

a. Pembukaan Diri (self-disclousure) ... 40

b. Saling Membangun Kepercayaaan ... 42

c. Saling Mendengarkan dan Memahami ... 43

d. Saling mengungkapkan Perasaan secara verbal dan secara Nonverbal ... 43

e. Saling Menerima dan Mendukung ... 44

5. Tingkat Komunikasi Antarpribadi ... 44

C.Penelitian yang Relevan ... 46

(16)

xvi   

1. Kerangka Pikir ... 47

2. Hipotesis ... 48

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 49

A.Jenis Penelitian ... 49

B.Desain Penelitian ... 49

C.Tempat dan Waktu Penelitian ... 50

D.Populasi dan Sampel ... 50

E.Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 51

1. Variabel Penelitian ... 51

2. Definisi Konseptual Variabel ... 51

3. Definisi Operasional Variabel ... 52

a. Bimbingan Rohani ... 52

b. Kemampuan Komunikasi Antarpribadi ... 52

4. Teknik Pengumpulan Data ... 52

5. Instrumen Penelitian ... 53

6. Kisi-kisi Penelitian ... 54

7. Pengembangan Instrumen ... 55

a. Uji Coba Terpakai ... 55

b. Uji Validitas ... 56

c. Uji Reliabilitas ... 57

8. Deskripsi Data ... 57

a. Bimbingan Rohani ... 58

b. Kemampuan Komunikasi Antarpribadi ... 59

F. Uji Persyaratan Analisis ... 59

1. Uji Normalitas Data ... 59

2. Uji Linieritas Regresi ... 60

3. Uji Homokedastisitas ... 61

G.Uji Hipotesis ... 61

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 63

(17)

xvii   

1. Uji Persyaratan Analisis ... 63

a. Uji Normalitas ... 63

b. Uji Linieritas ... 65

c. Uji Homokedastisitas ... 65

2. Deskripsi Data ... 67

a. Bimbingan Rohani ... 67

1) Pembimbing ... 68

2) Proses ... 69

3) Terbimbing ... 71

4) Tujuan ... 72

b. Kemampuan Komunikasi Antarpribadi ... 74

1) Menerima Pesan ... 75

2) Menyampaikan Pesan ... 77

3) Suasana ... 78

B. Uji Hipotesis ... 80

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 85

D. Refleksi Kateketis ... 90

1.Pengertian dan Tujuan Katekese ... 90

a. Katekese sebagai Pendidikan Iman ... 90

b. Katekese sebagai Komunikasi Iman ... 91

1) Unsur- unsur Komunikasi dalam Katekese ... 92

a) Bebas ... 92

b) Dinamis ... 93

c) Terbuka ... 93

d) Terencana ... 93

2. Proses dalam Katekese ... 94

3. Aspek Kateketis dalam Bimbingan Rohani ... 95

4. Aspek kateketis dalam Komunikasi Antarpribadi ... 96

(18)

xviii   

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ... 99

A.Simpulan ... 99

B.Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103

LAMPIRAN ... 105

Lampiran 1 : Kata Pengantar Koesioner ... (1)

Lampiran 2 : Petunjuk pengisian Koesioner ... (2)

Lampiran 3 : Koesioner Variabel X dan Variabel Y ... (3)

Lampiran 4 : Analisis Validitas Variabel X ... (8)

Lampiran 5 : Analisis Validitas Variabel Y ... (9)

Lampiran 6 : Tabel Total Variabel X dan Y ... (10)

Lampiran 7 : Tabel Descriptive Statistics ... (11)

(19)

xix   

DAFTAR SINGKATAN

A Singkatan Dokumen Gereja

CT : Catechesi Tradendae

OT: Optatam Totius

PC : Perfectae Caritatis

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

PKKI: Pertemuan Kateketik antar-Keuskupan se-Indonesia

KHK : Kitab Hukum Kanonik

B Singkatan dalam Penelitian

ANOVA : Analisys of Variance

Dev : Deviasi

Ho : Hipotesis nol

H1 : Hipotesis alternatif

SPSS : Statistical Product and Service Solutions

Std : Standard

Sig : Signifikansi

C Singkatan lain

KSFL : Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia

(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nilai luhur panggilan seorang religius adalah kesalehan hidup rohaninya.

Ia dipanggil untuk menghadirkan satu bentuk hidup yang sepenuhnya dijiwai oleh

Kristus. Supaya keluhuran panggilan seorang religius itu tetap terjaga perlu usaha

dari orang-orang terpanggil itu dan tentu saja bersama rahmat Allah. Kristus juga

menuntut kerjasama dari pihak manusia yakni setiap religius harus bertekun

dalam mengembangkan hidup rohaninya, oleh karena itu para calon religius dan

para religius perlu dibantu dan diarahkan untuk memahami maksud Allah yang

memanggilnya.

Dewasa ini banyak kaum religius kurang memperhatikan hidup

rohaninya karena terlalu sibuk di dalam karya pelayanan. Mereka kurang

menyediakan waktu untuk menyepi, masuk ke dalam keheningan batin. Oleh

karena itu, banyak kaum religius yang mengalami krisis panggilan, muncul rasa

bosan, kurang puas akan berbagai fasilitas yang tersedia, mudah mengeluh, mudah

merasa jenuh dan lelah dalam karya. Setiap pribadi religius semestinya

mengusahakan keseimbangan antara hidup rohani dan hidup karya nyata. Untuk

itu, seorang religius harus meluangkan waktu untuk membenahi hidup rohaninya.

Salah satu bentuk pembinaan dalam kongregasi Fransiskan Santa Lusia

adalah melalui bimbingan rohani. Sebagai kaum religius, para suster Kongregasi

(21)

luput dari tuntutan itu seturut semangat Santo Fransiskus Asisi, para suster KSFL

harus menjaga keseimbangan hidup rohani dan karya pelayanannya. Oleh karena

itu, keanggotaan di dalam KSFL dibedakan menjadi tiga bagian yaitu; yunior,

medior dan senior. Tujuan dari pentahapan tersebut adalah agar pendampingan

dan pembinaan hidup rohani para suster dapat optimal dan sesuai dengan

kebutuhan para suster yang bersangkutan. KSFL menyediakan berbagai program

pembinaan bagi semua suster baik yunior, medior maupun senior. Akan tetapi

peneliti hanya memfokuskan perhatian pada pembinaan melalui bimbingan rohani

karena sampai sekarang program ini masih secara intensif dilaksanakan khususnya

bagi para suster yunior yang berkaul kekal lima tahun.

Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia (KSFL) didirikan oleh Muder

Lusia Dierckx pada tanggal 15 oktober 1847 di Meersel-Belgia. Kemudian para

suster KSFL dari Belanda mengembangkan karya ke Indonesia tepatnya pada

tanggal 03 Oktober 1925. Pada awal berdirinya Kongregasi ini bernama:

Kongregasi Peniten Rekolektin Ordo III Reguler Santo Fransiskus Asisi yang

sekarang dikenal dengan nama: Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia

(KSFL). Dalam tulisan ini peneliti memfokuskan kepada para suster yunior dan

suster kaul kekal usia lima tahun yang terdiri dari ± 60 orang yang sedang

menjalani dan sudah mengalami bimbingan rohani.

(22)

melaksanakan pengutusannya dengan penuh dedikasi (Konstitusi pasal 2: 32).

Pada tahap yunior para suster masih harus menjalani pembinaan secara

intensif sebelum mereka bergabung secara definitif dalam Kongregasi Suster

Fransiskan Santa Lusia dengan pengikraran kaul kekal. Salah satu program

pembinaan adalah dalam bentuk bimbingan rohani secara pribadi. Adapun isi dari

bimbingan rohani ini meliputi lima aspek pembinaan, yaitu aspek kepribadian,

Fransiskan, hidup religius yang terdiri dari kaul, doa dan karya kerasulan. Aspek

kepribadian bertujuan membantu para suster untuk mengenal dan menerima diri

apa adanya, mampu mengendalikan diri, memiliki semangat, mampu membangun

komunikasi antarpribadi dalam komunitas maupun di luar komunitas. Aspek

karisma bertujuan membantu para suster semakin terbuka akan rahmat panggilan

dan menghayati karisma dan spiritualitas kongregasi. Aspek Fransiskan bertujuan

membantu para suster agar semakin menghayati Injil secara radikal dengan

semangat pengosongan diri, kegembiraan dalam persaudaraan, dan pertobatan

terus-menerus sebagaimana dihidupi dan dihayati oleh Bapa Fransiskus Asisi.

Aspek hidup religius bertujuan untuk membantu para suster agar semakin

menumbuhkembangkan semangat doa, latihan rohani, askese dan menghayati

ketiga kaul sedangkan aspek karya kerasulan bertujuan untuk membantu para

suster melakukan pelayanan dengan sepenuh hati kepada siapapun mereka diutus

untuk melayani.

(23)

hidup sesuai dengan semangat kongregasi secara konsekwen dan konsisten (Konstitusi pasal 2: 13)

Pada kenyataannya para suster terkesan sering mengalami persoalan dalam

hidup berkomunitas yang diakibatkan oleh antara lain kurangnya kemampuan

dalam komunikasi antarpribadi yang menimbulkan salah paham, curiga, saling

mendiamkan, karena tidak mampu mengkomunikasikan perasaan, pikiran

masing-masing secara jujur dan terbuka. Kenyataan di atas membuat suasana

dalam komunitas tidak nyaman dan dalam kondisi demikian mempengaruhi

seluruh gerak hidup baik di komunitas maupun karya. Semestinya hidup

persaudaraan dalam komunitas menyuburkan semangat pelayanan para suster

dalam berbagai bidang yang mereka geluti.

Panggilan hidup sebagai religius pada zaman ini dihadapkan dengan

sejumlah tantangan. Tantangan zaman ditandai oleh hal-hal yang bersifat instan

cukup banyak orang muda yang masuk sebagai calon anggota tarekat religius

tergolong dalam generasi instan yang memiliki kecenderungan ingin langsung

hidup enak, tidak memiliki kesabaran dan daya tahan untuk memulai sesuatu dari

bawah, cepat menyerah bila berhadapan dengan kesulitan. Kenyataan ini tampak

dari lebih mudahnya orang berganti haluan dalam memilih jalan hidup ketika

mengalami keraguan atau kesulitan. Adanya gejala individualisme semakin

banyak ditemukan misalnya: kuatnya keinginan untuk mengejar aktualisasi diri,

sulitnya membangun hidup berkomunitas dan semangat kebersamaan

Masalah tersebut berangkat dari situasi zaman yang terus berubah dan

sekaligus perubahan mentalitas dan paradigma terhadap hidup. Seorang yang

(24)

Perubahan-perubahan antara lain berkaitan dengan kemajuan dibidang ilmu

pengetahuan, kemajuan dalam bidang teknologi dan informasi.

Kemajuan-kemajuan ini disatu sisi menggambarkan Kemajuan-kemajuan peradaban manusia. Namun

disisi lain kemajuan-kemajuan tersebut semakin membuat manusia terasing dari

dirinya sendiri dan lebih parah lagi bisa menjadi sumber yang merusak manusia

dan dunianya (Sudiarja, 2003: 11).

Dalam kenyataan kemajuan teknologi yang semakin canggih membawa

pengaruh terhadap perkembangan pribadi para suster. Apabila pribadi suster

kurang matang akan mudah terpengaruh terhadap tawaran-tawaran zaman karena

tidak mempunyai sikap dan prinsip yang kuat dan tangguh.

Menanggapi permasalahan di atas kongregasi berupaya meningkatkan

pembinaan hidup religius agar para suster yunior semakin memiliki pribadi yang

matang dan tangguh sehingga tidak mudah terpengaruh terhadap tantangan dan

situasi baik dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar dirinya. Para suster yunior

diharapkan selalu bertumbuh dan berkembang, oleh karena itu perlu dibimbing

dan diarahkan untuk menemukan nilai-nilai hidup dan spiritualitas yang hakiki.

Maka menurut penulis para suster perlu mendapat pendampingan dan bimbingan

yang tepat dan intensif sehingga mereka semakin memiliki kecakapan dalam

komunikasi antarpribadi dan melalui kemampuan berkomunikasi antarpribadi baik

dengan pembimbing rohani maupun dalam komunitas akan membantu mereka

menjalani panggilan dengan penuh kegembiraan.

Kegiatan bimbingan rohani bagi para suster dilaksanakan oleh seorang

(25)

sebagai pembimbing rohani. Penelitian ini difokuskan pada pengaruh bimbingan

rohani terhadap kemampuan komunikasi antarpribadi. Dalam hal ini pembimbing

rohani mempunyai peluang untuk mengikuti perkembangan pribadi para suster

yunior melalui bimbingan rohani yang intensif di samping itu pembimbing rohani

mempunyai tanggung jawab utama sebagai fasilitator untuk membantu

perkembangan para suster dalam mencapai kemampuan komunikasi antarpribadi.

Dari pengamatan awal penulis, para suster yunior kurang memahami arti

bimbingan rohani dan tujuan bimbingan rohani, sehingga banyak di kalangan

yunior kurang memanfaatkan bimbingan rohani sebagai kesempatan untuk

berkomunikasi dengan pembimbing sedangkan pembimbing sering juga bukan

sebagai pribadi yang sungguh-sungguh mendengarkan terbimbing sehingga

kurang membantu terbimbing untuk sampai pada kemampuan komunikasi

antarpribadi. Oleh karena itu penulis ragu apakah para suster yunior

sungguh-sungguh tahu arti dan tujuan bimbingan rohani. Karena bila tidak memahami

esensi dari bimbingan rohani mengakibatkan kurang memanfaatkan bimbingan

rohani sebagai ajang untuk belajar dengan mengkomunikasikan seluruh diri dan

pergulatannya. Bimbingan rohani yang efektif akan membantu suster yunior

dalam memaknai dan mengolah berbagai pergulatan hidupsehingga suster yunior

sungguh mencapai kemampuan dalam komunikasi antarpribadi.

Bimbingan rohani penting bagi para suster yunior karena menjadi sarana

untuk berkomunikasi dengan pembimbing rohani dan merupakan kesempatan bagi

para suster yunior untuk mengungkapkan dirinya dengan jujur dan terbuka kepada

(26)

panggilan sebagai religius dalam hidup sehari-hari. Pertemuan yang intensif

antara suster terbimbing dengan pembimbing rohani akan menjadi efektif apabila

dalam pertemuan terjadi komunikasi yang didasari kepercayaan satu sama lain

dan akhirnya dapat terbuka dan jujur untuk menyampaikan seluruh diri dan

bersama-sama mengolah pengalaman dan pergulatannya dengan baik.

Dalam konteks bimbingan rohani syarat keterbukaan tampak bila suster

terbimbing mengungkapkan dengan jujur dan terbuka akan pengalaman jatuh dan

bangun, suka dan duka dalam menghayati karisma, persaudaraan dalam

komunitas, karya perutusan, hidup doa, ketiga kaul. Pembimbing juga siap dan

terbuka untuk mendengarkan, memberikan peneguhan maupun petunjuk bagi

terbimbing.

Dalam bimbingan rohani unsur percaya sangat mendasar dari kedua belah

pihak yakni dari pihak pembimbing maupun terbimbing. Dengan adanya

kepercayaan dari kedua belah pihak akan muncul keterbukaan dan kejujuran

menyampaikan segala pengalaman dan pergulatan. Akhirnya pengalaman

jatuh-bangun, suka-duka itu dapat diolah bersama dan dimaknai khususnya oleh

terbimbing sebagai bagian dari hidupnya dalam menghayati panggilan.

Kesalingpercayaan akan membuat relasi dan komunikasi antar pembimbing dan

terbimbing dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Seorang pembimbing harus menjadi pendengar yang empatik, karena bila

mendengarkan dengan empatik akan mudah memahami terbimbing. Sikap

mendengarkan dalam bimbingan rohani mutlak perlu karena kesediaan

(27)

baik suka-duka maupun jatuh-bangun dalam menghayati karisma, persaudaraan

dalam komunitas, karya perutusan, hidup doa maupun ketiga kaul. Pembimbing

rohani mampu memahami, menaruh empati, mengarahkannya hingga terbimbing

sungguh menemukan dirinya dan semakin tangguh dalam menjalani

panggilannya.

Seorang pembimbing rohani juga sangat perlu memiliki pemahaman

akan bahasa tubuh (nonverbal) di mana seseorang menyampaikan pesan bukan

dengan kata-kata saja tetapi dengan bahasa tubuh/syarat, misalnya: sorotan mata,

raut muka, senyuman, suara, dan kepalan tangan. Dalam konteks bimbingan

rohani, pembimbing rohani harus mampu menangkap bahasa nonverbal ini karena

yang dihadapi adalah seorang yunior yang bisa jadi mengalami pergulatan batin

yang serius yang mungkin tidak berani atau justru sengaja untuk tidak

diungkapkan. Demikian juga sikap menerima dan mendukung dalam bimbingan

rohani harus pertama-tama ditunjukkan oleh pihak pembimbing yang dipercayai

dapat berperan sebagai “penolong” untuk membantu terbimbing yang telah

mengutarakan pergulatannya dalam menghayati panggilannya.

Sebagaimana disebutkan di atas salah satu aspek dalam pembinaan

melalui bimbingan rohani adalah aspek kepribadian yang bertujuan membantu

para suster untuk mengenal dan menerima diri apa adanya, mampu

mengendalikan diri, memiliki semangat, mampu membangun relasi yang baik

dengan orang lain dalam komunitas maupun di luar komunitas. Aspek kepribadian

ini amat sangat menentukan bagi seorang suster dalam menghayati panggilannya.

(28)

membangun persaudaraan yang sehat dalam komunitas serta menjalankan

perutusannya dengan baik oleh karena itu dalam pembinaan harus dibangun dasar

dan pondasi yang kuat yakni cakap dalam komunikasi antarpribadi.

Pembinaan hidup para suster amat sangat penting demi mutu mereka

sendiri. Seorang suster dituntut menjadi teladan bagi semua orang. Menjadi

teladan berarti mengandaikan seorang suster memiliki kematangan pribadi,

mampu menjalin relasi interpersonal yang sehat. Pada kenyataannya sering sekali

tidak seperti yang diharapkan banyak suster kurang mampu memberikan teladan

yang baik bagi sesama bahkan para suster juga masih sering terlibat dalam

persoalan-persoalan intern di komunitas sendiri; salah paham, curiga, cemburu,

marah, mendiamkan, dan lain-lain. Hal itu barangkali dikarenakan kurangnya

keseriusan dalam membina diri dan juga kekurangberhasilan bimbingan rohani

sebagai ajang belajar dari pembimbing yang dianggap kompeten untuk itu.

Sebagai seorang suster penulis sendiri terbentur dalam sikap demikian,

oleh karena itu hal ini menjadi keprihatinan dalam diri penulis sekiranya para

suster mampu dan cakap dalam komunikasi antarpribadi akan sangat membantu

para suster dalam seluruh gerak hidupnya karena kemampuan menghayati

panggilan justru dimulai dari dalam persaudaraan intern di komunitas. Bilamana

persaudaraan sehat akan sangat membantu menyuburkan para suster dalam

menghayati tugas pelayanan mereka dalam berbagai bentuk. Oleh karena itu

penulis tergerak untuk meneliti seberapa besar pengaruh pembinaan dalam hal ini

(29)

B.IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapatlah

diidentifikasi beberapa pokok permasalahan yang umum, yaitu:

1. Rendahnya pemahaman akan bimbingan rohani.

2. Pembimbing rohani masih kurang memiliki kualitas baik

3. Kurangnya keteladanan dari suster senior maupun medior

4. Komunitas belum menjadi tempat persemaian bagi panggilan yang baru dalam

diri yunior

5. Kesulitan dalam membuka diri dari pihak terbimbing dihadapan pembimbing

rohani.

6. Kurangnya komunikasi yang baik antara terbimbing dan pembimbing.

7. Para suster belum memiliki kecakapan komunikasi antarpribadi.

8. Mudahnya para suster memilih jalan pintas termasuk berubah haluan.

9. Sulit membuat komitmen.

10. Sikap Individualisme.

C. PEMBATASAN MASALAH

Mengingat luasnya permasalahan yang teridentifikasi dan keterbatasan

penulis baik dari segi waktu dan kemampuan maka pada skripsi ini masalah

dibatasi pada pengaruh bimbingan rohani terhadap kemampuan komunikasi

antarpribadi para suster yunior dan yang berkaul kekal lima tahun ke bawah

(30)

D. RUMUSAN PERMASALAHAN

Dari uraian di atas ada beberapa hal yang ingin dicermati lebih lanjut

sehingga pada akhirnya menjadi titik awal dari penulisan ini. Adapun masalah

yang ingin dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah bimbingan rohani para suster yunior dan yang berkaul kekal

lima tahun ke bawah dalam KSFL?

2. Bagaimanakah komunikasi antarpribadi para suster yunior dan yang berkaul

kekal lima tahun ke bawah dalam KSFL?

3. Seberapa besar pengaruh bimbingan rohani terhadap kemampuan

berkomunikasi antarpribadi para suster para suster yunior dan yang berkaul

kekal lima tahun ke bawah dalam KSFL?

E. TUJUAN PENELITIAN

Maksud diadakannya penelitian ini untuk memperoleh data dan informasi

mengenai pengaruh bimbingan rohani bagi kemampuan komunikasi antarpribadi

para suster. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan bimbingan rohani para suster yunior dan yang berkaul kekal

lima tahun ke bawah dalam KSFL.

2. Mendeskripsikan kemampuan komunikasi antarpribadi para suster yunior

dan yang berkaul kekal lima tahun ke bawah dalam KSFL

3. Mengetahui besarnya pengaruh bimbingan rohani terhadap kemampuan

komunikasi antarpribadi para suster yunior dan yang berkaul kekal lima tahun

(31)

F.MANFAAT PENULISAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para suster baik

pembimbing maupun terbimbing, peneliti sendiri maupun peneliti lain.

1. Bagi para suster

Penelitian ini diharapkan dapat membantu para suster untuk menyadari

pentingnya meningkatkan efektivitas bimbingan rohani dalam rangka mencapai

kemampuan komunikasi antarpribadi para suster Kongregasi Suster Fransikan

Santa Lusia.

2. Bagi para pembimbing rohani

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan kepada pembimbing

rohani dalam rangka meningkatkan efektivitas bimbingan rohani.

3. Bagi Peneliti lain

Penelitian ini dapat menjadi sumber inspirasi bagi peneliti lain yang ingin

mendalami bimbingan rohani dalam rangka membantu kemampuan komunikasi

antarpribadi.

G. METODE PENULISAN

Tulisan ini dikembangkan melalui penelitian lapangan yakni dengan

mengumpulkan, memaparkan, dan menganalisis data dari permasalahan yang ada

(32)

H. SISTEMATIKA PENULISAN

1. BAB I Berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan, identifikasi

masalah, pembatasan masalah, rumusan permasalahan, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

2. BAB II Menguraikan tentang bagaimanakah bimbingan rohani dan

bagaimanakah kemampuan komunikasi antarpribadi.

3. BAB III Mengenai metodologi penelitian pengaruh bimbingan rohani bagi

kemampuan komunikasi antarpribadi para suster yunior dan kaul kekal usia

lima tahun Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia yang meliputi jenis

penelitian, desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan

sampel, teknik dan instrumen pengumpulan data dan teknik analisis data.

4. BAB IV Uraian tentang hasil analisis pengaruh bimbingan rohani terhadap

kemampuan komunikasi antarpribadi para suster yunior dan kaul kekal usia

lima tahun Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia berdasarkan hasil analisis

pada bab III.

(33)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

Pada bagian ini, penulis akan mendalami tentang konsep dan teori

bagaimana pengaruh bimbingan rohani terhadap kemampuan komunikasi

antarpribadi. Pada dasarnya, bimbingan rohani mengantar seorang terbimbing

untuk semakin matang secara pribadi, baik dalam aspek manusiawi maupun dalam

aspek rohani (spiritual). Dengan semakin matang dalam tataran manusiawi dan

spiritual, diandaikan kemampuan seorang terbimbing dalam komunikasi

antarpribadi juga semakin baik.

A. BIMBINGAN ROHANI

Bimbingan rohani bukanlah pembicaraan yang biasa antara dua pribadi.

Bimbingan rohani merupakan suatu sarana dalam proses pembinaan seorang

religius untuk bertumbuh dan berkembang dalam penghayatan hidup religiusnya.

Pada bagian ini akan diuraikan tentang: 1) pengertian dan tujuan bimbingan

rohani, 2) Prinsip-prinsip bimbingan rohani, 3) model-model bimbingan rohani, 4)

peranan pembimbing rohani.

1. Pengertian dan Tujuan Bimbingan Rohani

Bimbingan rohani adalah hubungan tetap antara dua orang di mana yang

satu mencari pengaruh dari yang lain dalam perkembangan hidup rohani.

(34)

pribadi di mana orang dapat dengan sadar dan bebas melaksanakan diri menurut

nilai-nilai manusiawi yang sekaligus menjadi norma dan daya penarik baginya.

Nilai dan norma itu tidak dipelajari secara teoritis tetapi dalam hubungan pribadi

dengan pembimbing (Jacobs, 1973: 15-16)

Bimbingan rohani merupakan interaksi atau pembicaraan antarpribadi,

yang terjadi antara pembimbing dan orang yang dibimbing (terbimbing). Dalam

hidup religius, perhatian utama dalam bimbingan rohani adalah untuk memahami

panggilan yang khusus dari Allah, yang secara personal menyapa orang yang

dibimbing (Darminta 2006: 19). Bimbingan rohani membantu terbimbing untuk

bertumbuh dalam iman dan mengalami keakraban komunikasi dengan Tuhan,

bagaimana Tuhan hadir dan berkarya dalam hidupnya. Bimbingan rohani menjadi

sarana merefleksikan Tuhan yang hadir dan berkarya dalam hidup terbimbing

(Darminta 2006: 21).

Proses pembicaraan antarpribadi dalam bimbingan rohani terarah pada

pertumbuhan dan perkembangan pribadi terbimbing secara utuh, khususnya

pertumbuhan hidup rohaninya. Bimbingan rohani teristimewa membantu

terbimbing masuk ke dalam pengalaman rohani, yaitu pengalaman akan anugerah

rahmat dalam pengalaman hidup harian. Dengan bimbingan rohani, seorang

terbimbing dibantu untuk mengalami kehadiran Allah dalam segala peristiwa

hidupnya. Bimbingan rohani mengarahkan hidup konkret dan aktual terbimbing

agar sesuai dengan orientasi dasar hidup kristiani (Darminta, 1993: 250-251).

Orang yang mendapat bimbingan rohani diharapkan menjadi akrab

(35)

roh tersebut memampukannya dalam mengambil keputusan. Bimbingan rohani

membantu terbimbing semakin mampu mengenal suasana hati dan jiwanya dan

memahami tindakan Allah atas hidup atau panggilannya. Bimbingan rohani juga

menolong terbimbing semakin mengenali diri secara baik, menyadari apa yang

menjadi kekuatan maupun kelemahan dirinya, serta dapat menerima diri apa

adanya, sebagaimana Tuhan menerimanya. Adapun tujuan utama bimbingan

rohani adalah pertumbuhan iman melalui keakraban komunikasi dengan Tuhan.

Tuhan yang selalu hadir dan berkarya dalam hidupnya. Maka bimbingan rohani

menjadi sarana untuk merefleksikan kehadiran Tuhan dalam hidupnya setiap hari

(Darminta, 2006: 21).

2. Prinsip-prinsip Bimbingan Rohani

Praktek bimbingan rohani memuat sejumlah prinsip penting. Pada bagian

ini akan diuraikan sejumlah prinsip penting dalam praktek bimbingan rohani.

Sejumlah prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

a. Komunikasi Pribadi

Dalam bimbingan rohani terjadi suatu komunikasi konkret pribadi antara

dua orang dalam iman demi kedewasaan rohani terbimbing. Dalam bimbingan

rohani komunikasi antarpribadi merupakan syarat mutlak karena bimbingan

rohani dilaksanakan dalam komunikasi antarpribadi. Dikatakan bimbingan rohani

(36)

secara periodik atau terus menerus dalam kurun waktu tertentu sampai terbimbing

memiliki kedewasaan rohani (Jacobs, 1973: 36-37).

b. Berdasarkan Pandangan Iman

Bimbingan rohani adalah komunikasi antarpribadi dalam iman.

Pembicaraan harus diarahkan pada hidup yang konkret dan hidup konkret dilihat

dalam rangka iman. Ciri bimbingan rohani yang paling hakiki adalah pengarahan

iman kepada hidup yang konkret dan riil dalam arti pelaksanaan iman bukan

teorinya (Jacobs, 1973: 37-38).

c.Sharing

Dalam bimbingan rohani pembimbing dan terbimbing saling membuka

diri dan saling mengkomunikasikan pengalaman iman. Sharing ini mengandaikan

adanya komunikasi antarpribadi. Sharing pengalaman satu dengan yang lain

selalu dilandaskan pada pengenalan dan kesalingpercayaan antar kedua belah

pihak baik terbimbing maupun pembimbing (Jacobs, 1973: 38-39).

d. Membimbing

Dalam bimbingan rohani ada perbedaan antara yang dibimbing dan yang

membimbing. Orang yang membimbing harus lebih unggul dari pada yang

mereka bimbing. Pembimbing harus memiliki pengetahuan dan pengalaman

rohani melebihi orang yang dibimbing dan keunggulan itu dapat membantu

(37)

namun sudah mengarah ke sana karena dalam kenyataan demikian baru mungkin

ada komunikasi antarpribadi antara yang dibimbing dan yang membimbing

(Jacobs, 1973: 40-41).

3. Model-model dalam Bimbingan Rohani

Ada sejumlah model dalam bimbingan rohani. Sejumlah model tersebut

antara lain 1) bimbingan rohani menurut isinya, 2) bimbingan rohani menurut

pelaksanaannya, dan 3) bimbingan rohani menurut situasi konkret dan kebutuhan

orang yang dibimbing.

a. Bimbingan Rohani menurut Isinya

Bimbingan rohani dapat dijalankan sesuai dengan panggilan dan

kedudukan seseorang dalam kerohanian kristiani, yakni dalam rangka hidup

menggereja. Di dalam hidup menggereja ada pola hidup sebagai awam, imam dan

biarawan-biarawati. Kedudukan yang berbeda itu tentu saja akan membedakan

bimbingan yang terjadi. Di bawah ini akan dijelaskan ketiga jenis bimbingan

tersebut.

1) Bimbingan bagi Para Awam

Bimbingan rohani bukan khas religius namun juga bagi semua umat

kristiani. Kaum awam juga diandaikan mempunyai pembimbing rohani karena

hidup rohani perlu ditingkatkan oleh semua orang kristiani dan bukan hanya

(38)

kurang menggunakan kesempatan itu mungkin karena mereka kurang mengetahui

atau karena tingkat kesibukan baik umat sendiri maupun gembala yang memiliki

otoritas untuk membimbing umatnya. Sekarang ini yang terjadi dalam bimbingan

awam atau tepatnya pembinaan umat bersifat kolektif baik ditingkat lingkungan,

wilayah maupun paroki. Hal ini pun kurang menyentuh aspek perkembangan

hidup rohani umat secara pribadi karena tema yang dibicarakan lebih bersifat

umum dan kadang-kadang konteks yang berkaitan dengan pengelolaan paroki.

Oleh karena itu umat perlu disadarkan akan perlunya memiliki pembimbing

rohani selain mereka harus tekun dan setia mengikuti perayaan Ekaristi, menerima

sakramen tobat, serta mengikuti pengajaran agama, rekoleksi, retret dan bacaan

rohani (Jacobs, 1973: 86).

2) Bimbingan bagi Para Imam

Pembinaan rohani berhubungan erat dengan pendidikan intelektual dan pastoral dengan bantuan pembimbing rohani sehingga para seminaris belajar hidup dalam persekutuan mesra dan terus menerus dengan Bapa melalui putera-Nya Yesus Kristus. Karena ditahbiskan mereka harus menjadi secitra dengan Kristus sang Imam, maka hendaknya juga dalam hidup persekutuan akrab yang meliputi seluruh hidup mereka membiasakan diri sebagai sahabat berpaut pada-Nya. Hendaknya mereka diajak mencari Kristus dengan setia merenungkan sabda Allah, dalam keakraban yang aktif dengan misteri-misteri suci Gereja, terutama dalam Ekaristi dan ibadat harian. Penting juga para seminaris belajar hidup menurut doa, Injil, makin bertambah teguh dalam iman, harapan, dan cinta kasih, supaya dalam mengamalkannya mereka memperoleh semangat doa, peneguhan serta perlindungan bagi panggilan mereka. Kekuatan bagi keutamaan-keutamaan lain, dan supaya makin bertumbuhlah semangat mereka untuk memperolehkan semua orang bagi Kristus (Optatam Totius, artikel 8)

Panggilan menjadi imam adalah panggilan untuk mengikuti Kristus.

(39)

berjalan bersama, dan berkarya bersama Kristus. Untuk itu, bimbingan yang

intensif bagi para imam sangat perlu, sehingga lambat laun mereka dapat hidup

dan berkarya sebagaimana Tuhan Yesus. Bimbingan bagi para imam bertujuan

untuk membangun kesatuan dan persahabatan yang mendalam dengan Yesus

sendiri. Dalam bimbingan, para imam dihantar untuk sampai pada jawaban akan

pertanyaan Yesus, “Apakah engkau mencintai Aku?” Para imam dalam hal ini

diarahkan pada semangat pemberian diri secara total kepada Allah. Adapun

bidang-bidang bimbingan bagi para imam adalah bidang manusiawi, bidang

rohani, bidang intelektual, dan bidang pastoral dan bidang hidup bersama/cinta

persaudaraan.

a) Bidang Manusiawi

Imam sebagai gambaran Kristus yang hidup harus tetap berusaha

mencerminkan di dalam dirinya kesempurnaan manusiawi yang telah tampak

dahulu dalam diri Sang Sabda yang menjadi daging. Kualitas ini mengandaikan

bahwa imam sendiri harus bertumbuh dalam kepribadian manusiawi sedemikian

rupa sehingga bisa menjadi jembatan bagi sesama untuk sampai kepada Yesus

penyelamat. Dan seperti Yesus, ia mesti mampu memahami kedalaman hati

sesama, menangkap masalah dan kesulitan mereka, mudah berjumpa dan

berdialog, mampu menciptakan kepercayaan dan kerjasama. Jadi, pertumbuhan

dan pemenuhan pribadi imam bukan hanya untuk pemenuhan diri tetapi demi

finalitas tugas pelayanannya. Finalitas tersebut menuntut kualitas: pribadi yang

(40)

pastoral, terdidik dalam mencintai kebenaran, loyal, hormat terhadap setiap

pribadi, punya kepekaan akan keadilan, benar dalam kata-katanya, solider, utuh,

seimbang dalam penilaian dan perilaku (Mardi Prasetyo, 2001: 128-131).

b)Bidang Rohani

Dalam bidang rohani ini, imam harus sampai pada kesatuan dengan

Yesus membawa penyerahan diri total pada Roh dalam semangat keputeraan

terhadap Bapa dan ikatan penuh kepercayaan terhadap Gereja. Adapun

pokok-pokok dan tuntutannya adalah:

(1)Nilai dan tuntutan kesatuan hidup yang mendalam dengan Kristus. Kesatuan

yang didasarkan pada sakramen baptis dan selalu disegarkan dalam sakramen

Ekaristi.

(2)Nilai dan tuntutan ketekunan untuk mencari Yesus. Ditekuni melalui

pengembangan hidup kontemplatif, ambil bagian secara aktif dalam misteri

kudus Gereja dan memperhatikan orang-orang kecil, lemah dan tertindas.

(3)Nilai dan tuntutan hidup doa dan lectio Divina. Tekun membaca dan

merenungkan Kitab Suci serta membaca kehadiran Allah dalam hidup. Juga

doa-doa yang personal

(4)Nilai dan tuntutan keheningan sebagai suasana rohani untuk menyadari

kehadiran Allah dan menjadi ciri man of God yang akan membantu umat

sampai pada Bapa.

(5)Nilai dan tuntutan Ekaristi, yang akan membawa kita pada disposisi batin

(41)

persembahan Kristus, keutamaan cinta kasih, devosi serta kerinduan akan

kesatuan dengan Yesus yang hadir dalam Ekaristi.

(6)Nilai keindahan dan kegembiraan Sakramen Tobat. Perasaan kecukupan

dewasa ini membawa orang pada kesombongan yang mengaburkan makna

rekonsiliasi dan pembaruan hidup di hadapan Tuhan.

(7)Nilai dan tuntutan mencari Kristus dalam sesama. Kesatuan yang mendalam

dengan Tuhan akan mendorong kita untuk membagikan cinta kasih kepada

sesama, dan cinta kasih ini perlu diintegrasikan di dalam pembinaan ketaatan,

kemiskinan, dan selibat.

(8)Nilai dan tuntutan hidup selibat yang harus diketahui, dihargai, dicintai, dan

dihayati seturut hakikat dan tujuannya yang sejati demi kerajaan Allah. Maka

harus disajikan secara jelas, positif tanpa ambivalensi (Mardi Prasetyo, 2001:

131-134).

c) Bidang Intelektual

Pembinaan dalam hal intelektual adalah dasar yang membantu imam

ambil bagian dalam sinar terang Allah agar menjadi bijaksana. Pada zaman

sekarang bidang intelektual ini sangat dituntut guna mewartakan Injil secara baru.

Kemajuan zaman dan ilmu teknologi menjadi tuntutan juga agar para imam dapat

berdialog dengan arus zaman dan sedapat mungkin membantu meletakkan arah

yang benar pada setiap perkembangan ilmu dan teknologi. Hanya melalui

(42)

Yesus Kristus secara lebih meyakinkan dan dipercaya juga dalam level penalaran

manusia (Mardi Prasetyo, 2001: 134-135).

d)Bidang Pastoral

Seluruh pembinaan baik manusiawi, rohani dan intelektual dalam diri

seorang imam diarahkan untuk tujuan khas pastoral. Pembinaan pastoral ini

diharapkan berkembang melalui refleksi yang matang dan penerapan yang praktis

(Mardi Prasetyo, 2001: 135-136).

e) Bidang hidup Bersama/ cinta persaudaraan

Para Imam sebagaimana semua orang adalah mahluk sosial yang harus

berelasi dengan orang lain dan dalam kebersamaan dengan orang lain mereka

dapat bertumbuh dan berkembang. Mereka juga akan menikmati kebahagiaan

dalam hidup bersama dalam komunitas. Cinta persaudaraan diantara para imam

adalah harta yang sangat bernilai disebuah keuskupan atau rumah religius, senjata

paling ampuh melawan kejahatan, kekuatan paling tangguh untuk kebaikan. Cinta

persaudaraan menghasilkan kekudusan yang lebih besar, cinta persaudaraan

menghasilkan hidup sehat yang lebih baik. Cinta persaudaraan menghasilkan

ketenangan jiwa yang lebih besar. Cinta persaudaraan menciptakan sebuah iklim

yang sehat untuk berkembang dalam kekudusan, dalam ketenangan jiwa, dan

kesejahteraan fisik. Cintailah satu dengan yang lain sabda Tuhan “seperti aku

telah mencintai kamu” ini adalah hukum adikodrati pewahyuan Kristus sebuah

(43)

yang pertama pada para imam, karena kepada para imam Ia pertama-tama

mewahyukannya. karena itu cinta, apakah itu kodrati ataupun adikodrati, adalah

makanan yang paling penting yang menghasilkan kebaikan dalam suasana yang

sehat dan suci. Cinta persaudaraan membutuhkan pengertian, hormat terhadap

orang lain, suatu penghormatan yang lahir dari iman (Breire, 2003: 38-42).

3) Bimbingan bagi Para Biarawan-Biarawati

Pembaruan tarekat-tarekat yang sesuai sangat tergantung dari pembinaan para anggota. Oleh karena itu perlu pembinaan mereka dibidang religius maupun kerasulan, begitu pula pendidikan pengetahuan maupun kejuruan, termasuk pula untuk mendapat ijazah yang diperlukan. Tetapi penyesuaian hidup religius dengan tuntutan-tuntutan zaman kita sekarang hendaknya jangan melulu bersifat lahiriah. Untuk maksud itu hendaknya mereka-sesuai dengan bakat-kecerdasan dan watak-perangai pribadi masing-masing diberi pendidikan secukupnya tentang cara-cara hidup dan cara-cara berpandangan serta berpikir dalam masyarakat sekarang. Untuk itu para pemimpin hendaknya sedapat mungkin menciptakan kemungkinan serta mengusahakan bantuan dan waktu bagi mereka. Termasuk tugas para pemimpin juga: mengusahakan supaya moderator, para pembimbing rohani dan para dosen dipilih dengan sangat cermat dan disiapkan dengan sungguh baik (Perfectae Caritatis, artikel 18)

Bimbingan bagi religius dimaksudkan untuk hidup menurut semangat

Injil. Hidup menurut nasihat Injil berarti hidup yang diisi oleh cinta Kristus,

nasihat Injil untuk mengubah dunia. Dengan mengikrarkan ketiga kaul, setiap

religius dijadikan bebas untuk Allah dari ikatan afeksi, milik dan kekuasaan.

(44)

a) Keperawanan

Cinta kepada Tuhan dengan hati yang tidak terbagi. Berarti hubungan

dengan Tuhan melalui Kristus dalam Roh Kudus menjadi pusat dalam hidup

afeksi kita. Selibat ini langsung menyentuh kecenderungan yang lebih dalam dari

kodrat kemanusiaan kita. Keperawanan membebaskan hati manusia sedemikian

rupa hingga membakar hatinya semata-mata dengan cinta kepada Tuhan dan

sesama. Pembinaan hidup perawan punya tujuan-tujuan sebagai berikut:

(1)Bersyukur dan bergembira karena dipanggil Kristus secara pribadi.

(2)Membangun semangat rekonsiliasi, bimbingan rohani rutin, dan semangat

cinta persaudaraan dalam komunitas.

(3)Mewujudkan buah-buah keperawanan dalam bentuk kesuburan hidup rohani

dan karya pelayanan.

(4)Menciptakan suasana hidup penuh kepercayaan antara terbimbing dan

pembimbing. Pembimbing selalu siap sedia mendengarkan dengan penuh

kasih apa pun yang diungkapkan terbimbing dalam bimbingan, berusaha

menerangi dan menyemangati terbimbing.

(5)Mencoba bertindak bijaksana dalam komunikasi dan pergaulan antarpribadi

agar menghindari bahaya (Mardi Prasetyo, 2001: 92-94).

b) Kemiskinan

Penghayatan kemiskinan sebagaimana Kristus yang miskin dalam

kepemilikan maupun semangat, hidup kerja keras sebagaimana orang miskin,

(45)

kemiskinan di sekitarnya entah yang dialami oleh seseorang maupun kelompok

mestinya menumbuhkan keprihatinan dan pemilihan gaya hidup sederhana

dengan sikap lepas-bebas yang bersumber dari dalam batinnya (Mardi Prasetyo,

2001: 94-95).

c) Ketaatan

Ketaatan pertama-tama dihunjukkan kepada Allah dan bukan kepada

manusia namun Gereja mengakui bahwa orang-orang yang berkaul harus taat

kepada pemimpin sebagai wakil Allah yang sah. Ketaatan dapat dipahami sebagai

penyerahan kehendak kepada pemimpin sebagai wakil Allah. Ketaatan sama

sekali bukan perendahan martabat manusia karena ketaatan ini murni sarana

dalam mengikuti Kristus yang taat pada kehendak Bapa (Mardi Prasetyo, 2001:

96-97).

b. Bimbingan Rohani menurut Pelaksanaan dan Prosesnya

Model bimbingan rohani menurut bentuk pelaksanaannya dapat dibagi

dalam tiga macam, 1) bimbingan yang edukatif dan informatif, 2) bimbingan yang

kebapaan dan keibuan, 3)bimbingan rohani dalam persahabatan, 4)Proses

pelaksanaan.

1) Bimbingan yang Edukatif dan Informatif

Bimbingan ini dicirikan oleh banyaknya pengajaran dan informasi yang

(46)

yang masih tahap pemula yakni pada masa aspiran, postulan dan novis. Peran

pembimbing rohani sangat menonjol dengan memberikan informasi dalam

berbagai ajaran misalnya ajaran teologis, ajaran moral maupun rohani. Dalam

model ini pembimbing cenderung bersifat otoritatif. Tujuan utama bimbingan

model ini adalah untuk mengajar dan mendidik terbimbing agar memahami

panggilan kristiani maupun panggilan hidup religius (Darminta, 2006: 23).

2) Bimbingan yang Kebapaan atau Keibuan

Dalam model ini hubungan keduanya bisa terarah pada relasi antara bapa

atau ibu dengan anak rohani. Dalam relasi demikian dapat terjadi hubungan

afektif yang mendalam hingga kepersahabatan rohani yang sejati. Model

bimbingan ini cocok bagi tahap pemula maupun suster yunior karena pada

kenyataan semua orang yang masih dalam tahap pembinaan membutuhkan sosok

pembimbing yang kebapaan maupun keibuan (Darminta, 2006: 23-24).

3) Bimbingan Rohani dalam Persahabatan

Model ini terjadi antara dua orang yang sudah dewasa. Ciri kedewasaan

misalnya mempunyai hati nurani yang cukup terdidik, merdeka dan

bertanggungjawab menjadi dasar antara orang yang membimbing dan orang yang

dibimbing. Ada perbedaan dalam kompetensi namun tidak ada rasa lebih dari

pihak yang membimbing. Dasar untuk membangun hubungan adalah cinta

persaudaraan antara anak-anak Allah. Orang yang membimbing bersedia melayani

(47)

rohani. Dalam hubungan ini ada saling hormat, saling terbuka, dan saling

mempercayai. Pembimbing menjadi sahabat dan penunjuk jalan dalam perjalanan

hidup rohani orang yang dibimbing. Bimbingan ini cocok untuk yunior, medior

maupun senior (Darminta, 2006: 22-25).

4) Proses Bimbingan Rohani

Proses bimbingan rohani hampir sama dalam setiap bentuk bimbingan

menurut pelaksanaan ini yakni terdiri dari tiga bagian; 1) bagian pembuka, 2)

bagian inti dan 3) bagian penutup. Namun ada perbedaan pada bagian inti. Di

bawah ini akan dijelaskan secara singkat ketiga bagian tersebut.

(a) Pembuka

Pada bagian pembuka ini selalu diawali dengan menciptakan suasana

yang enak dan rileks (tidak tegang) tempat duduk dalam posisi nyaman untuk

bicara, ruangan yang mendukung, maupun sikap ramah dari pembimbing yang

menciptakan suasana nyaman bagi terbimbing. Setelah merasa cukup rileks bagi

kedua belah pihak pembimbing akan memulai dengan doa singkat.

(b) Inti

(1) Bentuk bimbingan yang Edukatif dan Informatif

Pada bagian inti ini, pada proses pembimbing yang memberikan

sejumlah ajaran baik teologis maupun moral dan hal-hal yang mendukung kepada

(48)

bimbingan ini melulu pengajaran namun tetap memperhatikan kebutuhan konkret

dari terbimbing.

(2) Bentuk bimbingan yang Kebapaan dan Keibuan

Proses bimbingan terjalin dengan cukup rileks dan terbuka karena relasi

afeksi yang terjadi diantara pembimbing dan terbimbing. Pembicaraan akan

mudah mengalir sampai pada hal-hal yang pribadi karena masing-masing

memiliki kepercayaan yang tinggi satu sama lain. Meskipun kedudukan berbeda

misalnya antara senior (pembimbing) dan yunior (terbimbing) namun komunikasi

mereka mendalam. Kemendalaman tersebut dapat dilihat dari sikap terbuka dan

jujur, akan seluruh pergulatan hidup terbimbing dan pembimbing hadir sebagai

ibu atau bapak rohani yang membantu mereka untuk semakin mengenal dan

menerima diri serta menerima orang lain dalam kelebihan dan kekurangannya

sehingga memungkinkan terbantunya terbimbing mencapai kedewasaan rohani.

(3) Proses Inti dalam Bimbingan Rohani bentuk Persahabatan

Pada proses inti ini terjadi komunikasi dari hati ke hati. Maka bisa

dibayangkan pembimbing dan terbimbing luwes untuk membicarakan hal-hal

yang mereka pandang perlu untuk dikomunikasikan yang bertujuan kepada

kedewasaan pribadi dan rohani (spiritual) mereka.

(c) Penutup

Pada bagian penutup selalu akan diakhiri dengan doa yang dipimpin oleh

terbimbing sebagai kesempatan untuk merangkumkan seluruh isi bimbingan

(49)

c. Bimbingan menurut Situasi Konkret dan Kebutuhan Orang yang Dibimbing

Bimbingan rohani diberikan sesuai dengan kebutuhan konkret orang

seperti: 1) bimbingan kepada kaum muda, 2) bimbingan kepada keluarga, 3)

bimbingan bagi orang yang mengatasi krisis hidup, 4) bimbingan bagi orang yang

akan menentukan jalan panggilan hidup (Darminta, 2006: 25).

1) Bimbingan bagi Kaum Muda.

Bimbingan ini memperhatikan kebutuhan-kebutuhan kaum muda berupa

nilai-nilai yang dianut kaum muda, tingkat penghayatan iman dalam hidup kaum

muda, tingkat keterbukaan kaum muda akan anugerah rahmat Allah yang

bertujuan pada pengembangan kepekaan akan kehidupan yang relasional yang

mencerminkan kedalaman tanggung jawab dan cinta terhadap orang lain:

keluarga, teman (Shelton, 1988: 54).

2) Bimbingan bagi Keluarga

Keluarga adalah seminarium, persemaian hidup, nilai dan iman;

cerminan kasih Kristus kepada Gereja. Keluarga amat penting, oleh karena itu

menjadi alamat kasih bimbingan. Keluarga adalah komunitas pertama dan asal

mula keberadaan setiap manusia dan merupakan persekutuan pribadi-pribadi

(comunio personarum) yang hidupnya berdasarkan dan bersumber pada

(50)

asal dan upaya efektif untuk membangun masyarakat yang manusiawi dan rukun.

Oleh karena itu, keluarga Katolik diharapkan dapat menyumbangkan

keutamaan-keutamaan dan nilai-nilai Katolik yang dimiliki dan dihayatinya (KWI, 2011: 18).

3) Bimbingan bagi Orang yang Mengatasi Krisis Hidup

Hampir semua orang pernah menghadapi yang namanya krisis dalam

perjalanan hidupnya entah itu krisis komunikasi, krisis kepercayaan diri dll. Krisis

merupakan saat sulit bagi mereka yang sedang mengalaminya dan seringkali

membutuhkan bantuan dari mereka yang memiliki pengalaman dan pengetahuan

untuk menolong mereka menangani krisis yang sedang dialami seseorang itu

sehingga ia bisa keluar dari krisis itu dan belajar dari pengalaman tersebut.

4) Bimbingan bagi Orang yang akan Memilih Panggilan Hidup

Dalam konteks Gereja Katolik ada beberapa jenis status yang biasa

disebut sebagai panggilan hidup misalnya panggilan menjadi Imam,

biarawan-biarawati, berkeluarga atau memilih hidup sendiri tidak menjadi Imam dan

biarawan-biarawati tetapi juga tidak menikah (berkeluarga) namun mereka

bekerja dengan giat dalam bidang sosial. Semua jenis panggilan di atas dipandang

baik karena itulah banyak orang mengalami kebingungan untuk menentukan

pilihan yang tepat dan sesuai dengan dirinya. Orang yang dalam kondisi

kebingungan membutuhkan bantuan dan pertolongan guna menemukan status atau

pilihan hidup, oleh karena itu orang dalam kondisi ini perlu dibantu agar dapat

(51)

4. Peranan Pembimbing Rohani

Pembimbing rohani harus melaksanakan bimbingan dalam rangka hidup

menggereja dan atas nama gereja, maupun demi pelayanan bagi orang yang

dibimbing. Karena kehadirannya merupakan kehadiran yang personal, maka

bimbingan rohani juga mencakup suatu proses kesatuan hidup dalam Kristus.

Adapun peranan pembimbing adalah:

a. Membimbing

Orang yang membimbing harus lebih unggul dari pada yang mereka

bimbing, misalnya harus memiliki pengetahuan dan pengalaman rohani melebihi

orang yang dibimbing dan kelebihan itu dapat membantu terbimbing tersebut,

namun demikian bukan berarti terbimbing sama sekali belum dewasa tetapi sudah

mengarah kesana, dan dalam kenyataan demikian baru mungkin ada komunikasi

antarpribadi antara pembimbing dan terbimbing.

b. Sahabat dan Teman Perjalanan

Pembimbing rohani hadir sebagai sahabat dan teman perjalanan bagi

orang yang dibimbing, ia menjadi orang yang penuh perhatian, mendengarkan,

bersikap empatik terhadap orang yang dibimbing, dengan demikian pembimbing

rohani bukanlah penentu jalan hidup bagi orang yang dibimbing. Dia menjadi

sahabat yang menemani dan membantu perjalanan hidup orang itu, sebagai

(52)

orang yang ditemani dan membantu perjalanan iman terbimbing (Darminta, 2006:

36).

c. Penopang

Seorang pembimbing rohani sudah memiliki pengalaman hidup bersama

Allah, ia mengenali kehadiran Allah dalam setiap pengalamannya. Berdasarkan

pengalaman itu pula ia mampu menopang orang yang dibimbing sehingga selalu

mampu memusatkan hidupnya kepada Allah. Menopang juga dalam arti

mempermudah orang yang dibimbing dalam penghayatan hidup bersama Allah

dalam hidup konkret setiap hari. Terbimbing diharapkan sampai pada pengalaman

iman yang personal, konkret dan historis dan menghayatinya secara otentik lewat

penegasan rohani, yang dilakukan dalam suasana doa dan refleksi rohani, yang

menumbuhkan percakapan dari hati ke hati dengan Allah (Darminta, 2006: 36).

d. Teladan

Seorang pembimbing rohani adalah orang yang bergaul erat dengan

Allah serta memiliki pengalaman dalam penghayatan imannya, mengenal gerakan

roh dan seorang pendoa sejati. Pembimbing juga harus memiliki kemampuan

untuk membantu orang lain masuk kedalam pergaulan dengan Allah. Walaupun

kita sadari bahwa pembimbing rohani itu juga adalah suatu karunia roh atau suatu

karisma.

Seorang pembimbing harus mampu membangun hubungan secara

(53)

dibimbingnya, artinya bahwa orang yang dibimbing semakin mengenal dirinya

secara mendalam, tetapi bukan diri yang tertutup melainkan diri yang terbuka

kepada roh. Kehadiran personal ini merupakan komunikasi dalam iman.

Komunikasi ini biasanya terjadi dengan adanya wawancara, yang sifatnya lebih

memperjelas kesatuan hidup itu sendiri. Dengan demikian wawancara/sharing

merupakan bagian sentral dalam bimbingan rohani. Karenanya, bimbingan rohani

juga mengandaikan suatu seni wawancara. Kemampuan wawancara merupakan

tuntutan mutlak dari seorang pembimbing (Darminta, 2006: 37).

B. Kemampuan Komunikasi Antarpribadi

Pada bagian ini akan diulas sejumlah hal, antara lain 1) pengertian komunikasi secara umum, 2) Unsur-unsur komunikasi, 3) pengertian komunikasi

antarpribadi, 4) Syarat-syarat terjadinya komunikasi, 5) Tingkatan komunikasi.

1. Pengertian Komunikasi secara Umum

Kata komunikasi berasal dari kata latin cum yaitu kata depan yang berarti

dengan, bersama dengan, dan unus yaitu kata bilangan yang berarti satu. Dari

kedua kata ini terbentuk kata benda communio dan dalam bahasa Inggris menjadi

communion yang berarti kebersamaan, persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan. Untuk ber-communio dibutuhkan usaha dan kerja, dari kata itu dibuat

kata kerja communicare yang berarti membagi sesuatu dengan seseorang,

(54)

kepada seseorang, memberitahukan sesuatu kepada seseorang, bercakap-cakap,

bertukar pikiran, berhubungan, berteman. Proses dalam komunikasi adalah proses

penyampaian pikiran atau perasaan oleh seorang (komunikator) kepada orang lain

(komunikan) (Agus M. Hardjana, 2003: 10). Harold Laswell dalam karyanya ”The

Structure and Function of Communication in Society” mengartikan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada

komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

Steven J. Stein, Ph.D dan Howard E. Book, M. D. dalam bukunya yang

berjudul Ledakan EQ (2000: 165) mengungkapkan bahwa komunikasi

antarpribadi adalah kemampuan membina dan memelihara hubungan yang saling

memberi serta menerima kasih sayang. Keterampilan menjalin hubungan

antarpribadi yang positif dicirikan oleh kepedulian kepada sesama. Hal-hal yang

dibutuhkan dalam memelihara komunikasi antarpribadi yang baik:

• Pertama: menyangkut sikap menyadari lingkungan sosial kita; bagian ini

mengajari kita tentang kapan, di mana, dan mengapa kita memulai dan

mengakhiri berbagai macam antaraksi.

• Kedua: yakni peningkatan keterampilan antarpribadi, menyangkut aspek

verbal maupun nonverbal antaraksi ini-cara menjadi pendengar yang

baik, cara mengalihkan topik pembicaraan.

• Ketiga: menyorot keterampilan berbicara di depan khalayak. Apabila kita

merasa nyaman berbicara di depan sekelompok orang, kita berpeluang

lebih besar untuk dapat mengembangkan jaringan pergaulan yang

(55)

dan bermakna. Ranah antarpribadi berkaitan dengan “keterampilan

bergaul” yang kita miliki. Kemampuan kita berinteraksi dan bergaul baik

dengan orang lain, terdiri dari tiga skala: (1) empati adalah kemampuan

untuk memahami perasaan dan pikiran orang lain. Tanggung jawab sosial

adalah kemampuan untuk menjadi anggota masyarakat yang dapat

bekerja dan yang bermanfaat bagi kelompok masyarakatnya. Hubungan

antapribadi mengacu pada kemampuan untuk menciptakan dan

mempertahankan hubungan yang saling menguntungkan, dan ditandai

oleh saling memberi dan menerima dan rasa kedekatan emosional. (2)

ranah penyesuaian diri berkaitan dengan kemampuan untuk bersikap

lentur dan realistis, dan untuk memecahkan aneka masalah yang muncul.

(3) uji realitas adalah kemampuan untuk melihat sesuai dengan

kenyataannya, bukan seperti yang kita inginkan atau takuti; sikap

fleksibel kemampuan untuk menyesuaikan perasaan, pikiran dan

tindakan kita dengan keadaan yang berubah-ubah dan pemecahan

masalah yakni kemampuan untuk mendefenisikan permasalahan,

kemudian bertindak untuk mencari dan menerapkan pemecahan yang jitu

dan tepat.

2. Unsur-unsur dalam Komunikasi

Ada lima unsur pokok dalam komunikasi yakni komunikator, medium,

komunikan, prosedur pengiriman pesan, tanggapan/reaksi. Unsur-unsur pokok

Gambar

Tabel 1: Jumlah Responden
Tabel 2: Skor alternatif variabel Skor
Tabel 3 Kisi-Kisi Instrumen Variabel
Tabel 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dilihat dari prospek keberlanjutan pelayanan sosial menunjukkan bahwa kegiatan- kegiatan sosial yang ada di Kelurahan Panggungrejo bersifat karitatif dan hanya

Ia selalu menyebut Allah sebagai Bapa-Nya (bahkan ketika Ia baru berumur 12.. 50 Siapakah Yesus? tahun). Dalam doa-doa-Nya ia menyebut Allah itu Bapa. Yesus memberitahukan kepada

Dengan switching yang terpusat, pelanggan hanya memerlukan satu saluran untuk menghubungkannya dengan sistem penyambungan, sehingga total saluran yang diperlukan sama

Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata nilai gain yang dinormalisasi untuk kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan konseptual interaktif yang menggunakan

Desain halaman Materi utama pada pengembangan media interaktif dirancang berisikan logo, identitas pengembang, tombol navigasi Home, tombol navigasi Lanjut, tombol

Kapiler dapat dikelompokkan dalam 3 jenis menurut struktur dinding sel endotel: (1) Kapiler kontinu yang memiliki susunan sel endotel rapat; (2) Kapiler fenestrata atau

Kayu dari batang atas pohon jabon dan cabang yang potensinya cukup besar dibandingkan kayu dari batang bebas cabang akan diteliti pemanfaatannya untuk bahan baku

[r]