• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analysis of flow coefficient and the coefficient of river regime as parameter scoring the criticality in Babak catchment Tugas Akhir Untuk memenuhi persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Teknik Sipil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Analysis of flow coefficient and the coefficient of river regime as parameter scoring the criticality in Babak catchment Tugas Akhir Untuk memenuhi persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Teknik Sipil"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KOEFISIEN ALIRAN DAN KOEFISIEN REGIM

SUNGAI SEBAGAI PARAMETER PENILAIAN KEKRITISAN

DAS

( STUDI KASUS . DAS BABAK )

Analysis of flow coefficient and the coefficient of river regime as parameter scoring the criticality in Babak catchment

Tugas Akhir

Untuk memenuhi persyaratan

Mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Teknik Sipil

Oleh .

SUNARDI F1A 109 058

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MATARAM

(2)

ii

( STUDI KASUS . DAS BABAK )

Analysis of flow coefficient and the coefficient of river regime as parameter scoring the criticalityin Babak catchment

Oleh .

SUNARDI F1A 109 058

Telah diperiksa dan disetujui oleh tim pembimbing .

1. Pembimbing Utama

Humairo Saidah, ST,. MT. NIP. 19720609 199703 2 001

2. Pembimbing Pendamping

Ir. Lilik Hanifah, MT. NIP. 19590610 1988032 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mataram

Jauhar Fajrin, ST., MSc (Eng)., Ph. D. NIP. 19740607 199802 1 001

Tanggal . Oktober 2016

(3)

iii Oleh .

SUNARDI F1A 109 058

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal Oktober 2016 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

1. Penguji I

Ir. Heri Sulistiyono, M.Eng., PhD NIP. 19651113 199403 1 001

2. Penguji II

Ir. Anid Supriyadi, MT NIP. 19660813 199403 1 001

3. Penguji III

Dr. Sasmito S, MS., M.Phill NIP. 19570508 198602 1 001

Mataram, Oktober 2016 Dekan Fakultas Teknik

Universitas Mataram

(4)

iv

limpahan rahmat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunantugas akhir yang berjudul ANALISISKOEFISIEN REGIM SUNGAI DAN KOEFISIEN ALIRAN SUNGAI SEBAGAI PARAMETER PENILAIAN KEKRITISAN DAS( STUDI KASUS . DAS BABAK )”.

Tugas akhir merupakan salah satu prasyarat wajib akademis yang harus

dipenuhi oleh setiap mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Mataram sebagai

syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S-1).

Penulis menyadari bahwamakalah tugas akhir ini masih jauh dari

kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai

pihak sangat diharapkan, guna perbaikan dan penyempurnaan penyusunan

selanjutnya.

Mataram, Oktober 2016

(5)

v

menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada .

1. Allah SWTatas segala berkat, rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis

dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Kepada kedua orang tuaku, yang selalu memberikan doa, semangat, nasihat,

motivasi,

3. Bapak Yusron Saadi, ST., M.Sc, (Eng), Ph.D. selaku Dekan Fakultas Teknik

Universitas Mataram.

4. Bapak Jauhar Fajrin, ST., MSc, (Eng)., Ph. D. selaku Ketua Jurusan Teknik

Sipil, Fakultas Teknik Universitas Mataram.

5. Bapak M. Bagus Budianto, ST., MT. selaku Sekretaris Program Studi Teknik

Sipil, Fakultas Teknik Universitas Mataram

6. Agustono Setiawan, ST., Msc, selaku Dosen Pembimbing Akademik/ Dosen

Wali.

7. Ibu Humairo Saidah, ST., MT, selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah

memberikan bimbingan dan arahan serta motivasi kepada penulis selama

penyusunan Tugas Akhir ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

8. Ibu Ir. Lilik Hanifah, MT.selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan, saran serta memberikan semangat agar Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.

9. Bapak Ir. Heri Sulistiyono, M.Eng., PhD, selaku Dosen Penguji Iyang telah

memberikan banyak saran dan masukan pada seminar proposal, seminar akhir

dan sidang ujian skripsi.

10. Bapak Ir. Anid Supriyadi, MT, selaku Dosen Penguji IIyang telah

memberikan banyak saran dan masukan pada seminar proposal, seminar akhir

dan sidang ujian skripsi.

11.Bapak Ir. Sasmito S, MS., Mphill, selaku Dosen Penguji IIIyang telah

(6)

vi

L.Sofyan Sauri ST, Muhammad Taufiqurrahman ST, dan Ragil Faturrahman

ST.

13.Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

(7)

vii

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ... xii

INTISARI………....xiii

2.1 Tinjauan Pustaka ... 4

2.2 Landasan Teori ... 5

2.2.1 DAS (Daerah Aliran Sungai) ... 5

2.2.2 Siklus Hidrologi ... 6

2.2.3 Air Limpasan ... 7

2.2.4Faktor-faktor Penentu Air Limpasan... 9

2.2.5Curah Hujan ... 10

2.2.5.1 Uji Konsistensi Data Hujan ... 12

2.2.6 Debit Aliran Sungai ... 14

2.2.6.1 AWLR (Automatic Water Level Recorder) ... 15

2.2.7Koefisien Kekritisan DAS ……….. ... 19

2.2.7.1 Koefisien Regim Sungai (KRS) ... 19

(8)

viii

2.2.9.2 Koefisien Aliran Sungai (C) ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

3.1 Lokasi Studi ... 24

3.2 Pelaksanaan Penelitian ... 25

3.2.1 Tahapan Persiapan... 25

3.2.2 Pengumpulan Data ... 25

3.2.3Analisis Data ... 25

3.2.4Klasifikasi Koefisien Regim Sungai dan Koefisien Aliran Sungai ... 26

3.3Bagan Alir Penelitian ... 27

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1Gambaran Umum Lokasi Studi ... 28

4.2Pengumpulan Data ... 29

4.3Analisa Data ... 29

4.3.1Koefisien Regim Sungai (KRS) ... 29

4.3.2 Koefisien Aliran Sungai (C) ... 46

4.3.2.1Uji Konsistensi Data Hujan ... 47

4.3.2.2Polygon Thiessen ... 51

4.3.2.3LimpasanTahunan (Q) ... 54

4.3.2.4 Curah Hujan Tahunan (P) ... 56

4.3.2.5 Nilai Koefisien Aliran Sungai (C) ... 56

4.3.2.6Klasifikasi Koefisien Aliran Sungai (C) ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

5.1 Kesimpulan... 60

5.2 Saran ... 60

(9)

ix

Tabel 2.2 Kriteia/Sub kriteria dan pembobotan dalam penetapan klasifikasi

DAS ... 21

Tabel 2.3Klasifikasi Nilai KRS... 22

Tabel 2.4 Klasifikasi Koefisien Aliran (C) Tahunan ... 22

Tabel 4.1 Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru

2001 ... 30

Tabel 4.2 Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru

2002 ... 31

Tabel 4.3 Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru

2003 ... 32

Tabel 4.4 Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru

2004 ... 33

Tabel 4.5 Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru

2005 ... 34

Tabel 4.6 Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru

2006 ... 35

Tabel 4.7 Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru

2007 ... 36

Tabel 4.8 Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru

2008 37

Tabel 4.9 Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru

2009 ... 38

Tabel 4.10 Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru

2010 ... 39

Tabel 4.11 Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru

2011 ... 40

Tabel 4.12 Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru2012

(10)

x 2014 43

Tabel 4.15 Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru

2015 ... 44

Tabel 4.16 Nilai Koefisien Regim Sungai (KRS) ... 45

Tabel 4.17 Data Hujan Setengah Bulanan Stasiun Perian ... 48

Tabel 4.18Uji RAPS Stasiun Hujan Perian ... 50

Tabel 4.19Hasil Uji RAPS Stasiun Hujan ... 51

Tabel 4.20Data Luasan Curah Hujan Rata-rata Dengan Metode Polygon Thiessen ... 52

Tabel 4.21Hasil Analisis Curah Hujan Rata-rata Bulanan Tahun 2001 Dengan Polygon Thiessen ... 53

Tabel 4.22Data Debit Rata-rata Bulanan Stasiun AWLR Keru ... 54

Tabel 4.23 Data total debit AWLR Keru tahun 2001 ... 55

Tabel 4.24Nilai Koefisien Aliran (C) DAS Babak Selama 15 tahun ... 57

(11)

xi

Gambar 2.2 Siklus Hidrologi ... 6

Gambar 2.3 Macam-macam aliran air dalam suatu DAS dan bentuk hidrograf yang dihasilkan ... 9

Gambar 2.4Automatic Water Level Recorder (AWLR) ... 15

Gambar 3.1Peta DAS Babak ... 24

Gambar 3.2 Aliran Sungai Babak ... 24

Gambar 3.3Bagan Alir Penelitian ... 27

Gambar 4.1 Peta Stasiun Hujan Yang Terpengaruh Pada DAS Babak ... 29

Gambar 4.2 Grafik Besarnya Koefisien Regim Sungai Selama 15 Tahun (KRS) ... 46

Gambar 4.3 Peta Perhitungan Dengan Metode Polygon Thiessen ... 52

(12)

xii Data Stasiun Hujan

Lampiran II

Hasil Uji Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS) Perhitungan Curah Hujan Rata-rata Bulanan

(13)

xiii

A : Luas Daerah (m²)

BF : Aliran Dasar ( m3/detik)

C : Koefisien Aliran Sungai

DRO : Nilai Total run off (m3/detik) KRS : Koefisien Aliran Sungai

n : Banyaknya Stasiun Pengamatan Hujan

R : Curah Hujan Rerata tahunan (mm)

Ṝ : Tinggi Hujan Rata-rata Daerah Aliran (mm)

Ptahunan : Tebal Hujan Tahunan (mm)

Qtahunan : Tebal Limpasan Tahunan (mm)

Q : Debit aliran (m3/detik)

Qmaks : Debit Aliran Maksimal (m3/detik)

Qmin : Debit Aliran Minimal (m3/detik)

(14)

xiv

meluasnya lahan kritis, tingginya laju erosi dan sedimentasi serta besarnya

fluktuasi debit air musim hujan dan kemarau. Untuk itu segala bentuk perlakuan

pada suatu wilayah DAS harus memperhatikan aspek kelestarian alam dan

lingkungan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitiandi kawasan Daerah Aliran

Sungai (DAS) Babak Kabupaten Lombok Barat dengan judul “Analisis Koefisien

Aliran Dan Koefisien Regim SungaiSebagaiParameter Penilaian Kekritisan DAS

(Studi Kasus . DAS Babak)”.

Koefisien Regim Sungai(KRS) adalah perbandingan antara debit

maksimum (Qmaks) dengan debit minimum (Qmin) dalam suatu DAS. Data Qmaks

dan Qmin diperoleh dari nilai rata-rata debit harian (Q) dari hasil pengamatan

SPAS (Stasiun Pengamat Aliran Sungai) di DAS/SubDAS yang dipantau.

Sedangkan Koefisien aliran(C)adalah bilangan yang menunjukan perbandingan

antara besarnya air limpasan terhadap besarnya curah hujan.Tebal limpasan (Q)

diperoleh dari volume debit (Q, dalam satuan m3) dari hasil pengamatan SPAS di DAS/Sub DAS selama satu tahun dibagi dengan luas DAS/Sub DAS (ha atau m2) yang kemudian dikonversi ke satuan mm.

Nilai Koefisien Regim Sungai (KRS) selama 15 tahun mulai dari tahun

2001 sampai dengan tahun 2015 bervariasi, yaitu berkisar antara 2.09 sampai

dengan 23.36 dan keadaan ektrim terjadi pada tahun 2007 dan 2011 dengan nilai

KRS melebihi 20.Sedangkan Nilai Koefisien Aliran Sungai (C) selama 15 tahun

mulai dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2015 bervariasi, yaitu berkisar antara

0.02 sampai dengan 0.70 dimana keadaan ekstrim terjadi pada tahun 2007 dan

2013 dengan nilai C melebihi 0.5.

(15)

xv

lands, the high rate of erosion and sedimentation as well as fluctuations in water

flow dry and rainy season. For that all forms of treatment in a river basin should

pay attention to the conservation of nature and environmental aspects. Therefore it

is necessary to do research in the area of the Watershed (DAS) Round West

Lombok district with the title "Analysis of Flow Coefficient and Regime of River

Coefficientwatershed As Criticality Assessment Parameters (Case Study :Babak

Watershed)".

The Regime of River Coefficient (KRS) is the comparison between the

maximum discharge (Qmaks) with a minimum flow (Qmin) in a watershed. Qmaks

and Qmin Data obtained from the average value of daily discharge (Q) from

observations of SPAS (Watershed Monitoring Station) in DAS / SubDAS

monitored. While the flow coefficient(C) is a number that shows the ratio between

the amount of water runoff to the amount of rainfall. Thick runoff (Q) obtained

from the discharge volume (Q, in units of m3) of observation SPAS watershed / sub-watershed during the year divided by the area of watershed / sub-watershed

(ha or m2) which is then converted to units of mm.

Value Regime of River Coefficient (KRS) for 15 years from 2001 to 2015

varied, there is between 2.99 until 23.36 and the state of extreme occurred in 2007

and 2011 with a value exceeding 20. While Flow Coefficient value (C) for 15

years from 2001 to 2015 varied, there is between 0.02 until 0.70 and there is

extreme circumstances in 2007 and 2013 with a value of C exceeds 0.5.

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daerah aliran sungai yang disingkat DAS adalahsuatuwilayahdaratan yang

merupakansatukesatuandengansungaidananak-anaksungainya, yang berfungsi

menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari

curahhujankedanauataukelautsecaraalami, yang batas di

daratmerupakanpemisahtopografisdanbatas di lautsampaidengandaerahperairan

yang masihterpengaruhaktivitas daratan(BWS NTB1, 2015).

Salah satu DAS penyusun Wilayah Sungai (WS) Lombok adalah DAS

Babak yang merupakan DAS ultilitastinggi.Luas Daerah Sungai Babak

259,17km2denganpanjang sungai 54,89 km. Elevasitertinggi DAS beradapada ketinggian +2.732 m.d.p.l. di GunungTimarukdanelevasiterendahpadaketinggian

+4 m.d.p.l. Sungai Babak di bagianhuluberadapada elevasi +2.575 m.d.p.l.

denganpanjangsungaibagian hulu 27,62 km dankemiringan 0,0867.

Dibagiantengahsungaiberadapadaelevasi +175 m.d.p.l. dengan panjang 17,99 km

dan kemiringan 0,0091. Sedangkan di bagianhilirberadapadaelevasi +12,5

m.d.p.ldengan panjang 9,29 km dankemiringanhilir 0,0013(BWS NTB1, tahun

2015).

Pendayagunaan sumber daya alam di DAS inisangat komplek, meliputi

sumber air PDAM, Jaringan Interkoneksi (HLD) dengan beberapa bendung

irigasidanembung. Selainitu tepat di muara sungai

BabakterdapatPembangkitListrikTenagaUap (PLTU) Lombok(BWS NTB1,

2015).

Selainpemanfatansungai yang sudahmultigunatersebut, di sisi lain

keberadaan sungai Babakmembawadampak negatif berupabanjir di

beberapadaerah yang menimbulkan kerugian, dan hampir setiap tahunnya terjadi

banjir di sepanjang aliran sungai Babak. Banjir terparah pernah terjadi pada tahun

(17)

merata di seluruh WS Lombok, sehingga mengakibatkan banjir besar di beberapa

desa yang dilewati oleh aliran sungai Babak, selain itu banjir juga merusak

beberapa prasarana sungai, diantaranya adalah bangunan perkuatan tebing dan

tanggul banjir. Kejadian banjir ini dapat menunjukkan indikasi adanya kerusakan

fisik pada DAS karena air hujan yang jatuh tidak sepenuhnya terinfiltrasi dengan

baik menjadi air tanah. Selain itu, dengan kejadian ini juga diperkirakan

menunjukkan nilai Koefisien Aliran Sungai (C) yang tinggi karena besar kecilnya

debit yang dipakai dalam perhitungannya tergantung pada kondisi fisik DAS

(Sasaqgagah14.wordpress.com, 2016).

Kemudian saat musim kemarau juga terjadi pengurangan debit sungai

yang signifikan, sehingga banyak lahan-lahan pertanian dan juga prasarana

lainnya tidak bisa memanfaatkan aliran sungai Babak dengan baik dan

sebagaimana mestinya. Nilai Koefisien Regim Sungai (KRS) bergantung pada

besar kecilnya debit terendah suatu DAS pada tiap tahunnya karena nilai debit

terendah tersebut merupakan faktor yang mengindikasikan kemampuan suatu

DAS dalam menginfiltrasi air hujan yang jatuh kedalam tanah yang nantinya akan

menjadi base flow pada sungai saat musim kemarau

(Sasaqgagah14.wordpress.com, 2016).

Berdasarkanpermasalahantersebut, makadiperlukaninformasimengenai

kriteria kekritisan DAS Babakdengantujuanuntuk keperluan monitoring demi

sungai yang berkelanjutansesuaiamanatPeraturanPemerintahRepublik Indonesia

Nomor 8 tahun 2011.Peraturaninimengaturtentangsungai, antara lain

mengenairuangsungai, pengelolaansungai, perizinan, sistem informasi,

danpemberdayaanmasyarakat.

1.2 RumusanMasalah

1. Berapakahnilai Koefisien Regim Sungai (KRS) pada DAS Babak?

2. Berapakah nilai Koefisien Aliran Sungai (C) pada DAS Babak?

3. Bagaimana kriteria kekritisan DAS Babak selama 15 tahun terakhir

berdasarkan nilai Koefisien Regim Sungai (KRS) dan Koefisien Aliran Sungai

(18)

1.3 BatasanMasalah

Untukmenghindaritidak fokusnya penelitianinipada topik utamapenelitian,

makaperludibuatkanbatasanmasalah, yaitu:

1. Penelitianinidilakukan pada DAS Babak dengan daerah tangkapan AWLR

Keru, Lombok Barat.

2. Menggunakan debit observasi AWLR Keru,Lombok Barat.

3. Menggunakan data Stasiun Curah Hujan ARR Perian, ARR Jurang Sate, dan

ARR Sesaot.

4. Penilaian kekritisan DAS mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal RLPS

(Rehabilitasi lahan dan perhutanan sosial) tentang “Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah AliranSungai”dan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia tahun 2014 tentang “Kriteria Penetapan Klasifikasi Daerah Aliran Sungai”.

1.4 Tujuan Studi Penelitian

Adapuntujuandaripenelitianiniadalah :

1. Untuk mengetahui nilai dan kriteria berdasarkan Koefisien Regim Sungai

(KRS) pada DAS Babak.

2. Untuk mengetahui nilai dan kriteria berdasarkan Koefisien Aliran Sungai (C)

pada DAS Babak.

3. Untuk mengetahui kriteria kekritisan DAS Babak dalam 15 tahun terakhir

menurut nilai Koefisien Regim Sungai (KRS) dan Koefisien Aliran Sungai (C).

1.5 Manfaat Studi Penelitian

Adapunmanfaatdaripenelitianiniadalah:

1. Memberikaninformasitentang kriteria kekritisanpada DAS Babak.

2. Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk pihak terkait

(19)

BAB II DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Lalu Sigar Canggih Ranesa bersama dua dosen dari Universitas Brawijaya

Malang (2010), melakukan analisis rasionalisasi jaringan pos hujan untuk

kalibrasi hidrograf pada DAS Babak. Dalam penelitiannya, Lalu Sigar dkk.

menggunakan beberapa metode diantaranya mengevaluasi jaringan stasiun dengan

tujuan untuk meninjau stasiun hujan dengan data yang sama atau homogen. Selain

itu peneliti juga menganilis jaringan stasiun hujan rekomendasi. Pada tahap ini

peneliti menggunakan Metode Kagan-Rodda dan Metode Krigingyang tujuannya sendiri untuk mendapatkan jumlah dan penempatan stasiun yang efektif pada

DAS Babak.

Hasil yang didapatkan pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada

tahap pengevaluasian terdapat stasiun hujan yang homogen dan tidak memenuhi

syarat dari WMO (Word Meteorogical Organization), sedangkan pada tahap analisis jaringan hujan rekomendasi menunjukkan bahwa pada Metode Kagan-Rodda mendapatkan 2 stasiun dan Metode Kriging mendapatkan 3 stasiun.

Ismail (2010) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Mataram dalam tugas akhirnya yang berjudul “Penilaian Tingkat Kerusakan Daerah Aliran Sungai pada Sub-sub DAS Karang Mungut” menggunakan parameter Koefisien Regim

Sungai (KRS) dan Koefisien Aliran Sungai (C). Hasil penelitiannya dengan

parameter tersebut menunjukkan bahwa DAS Karang Mungut masuk dalam kriteria “Sedang” yang artinya tingkat pemeliharaan dan pengelolaannya tidak berat serta ekonomis.

Organisasi Sasaq Gagah (2016) yang berfokus pada kegiatan pelestarian

sumber daya alam menyatakan daerah tangkapan air DAS Babak selama kurun

waktu tahun 2006 sampai dengan tahun 2015 telah mengalami perubahan kualitas

(20)

2.2 Landasan Teori

2.2.1 DAS (Daerah Aliran Sungai)

Daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi oleh

punggung-punggung gunung/pegunungan dimana air hujan yang jatuh di daerah tersebut

akan mengalir menuju sungai utama pada suatu titik/stasiun yang ditinjau.

Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau catchment

area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya yang terdiri atas

sumber daya alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai

pemanfaat sumber daya alam (Triatmodjo, 2008).

Aliran DAS adalah satu kesatuan yang dimulai dari hulu, tengah ke hilir.

Hulu sungai/DAS adalah bagian alur sungai yang terdekat dengan titik tertinggi

dari alur sungai. Secara biogeofisik, bagian hulu dicirikan dengan merupakan

daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah

dengan kemiringan lereng besar (lebih besar dari 15%), bukan merupakan daerah

banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase dan jenis vegetasi

umumnya berupa tegakan hutanserta memiliki nilai debit relatif kecil, alur sungai

relatif sempit dan ukuran material/sedimen relatif besar (Asdak, 2010).

Gambar 2.1Daerah Aliran Sungai

(21)

Menurut Asdak (2010), bagian tengah DAS memiliki karakteristik

diantara hulu dan hilir, dengan kata lain bagian tengah merupakan daerah transisi

dari hulu dan hilir dengan nilai kelerengan umumnya antara 8-15 %. Sedangkan

bagian hilir memiliki ciri merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase

lebih kecil, merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil (kurang dari 8%),

pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), pengaturan

pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi

tanaman pertanian kecuali daerah estuaria yang didominasi hutan bakau/gambut,

serta memiliki nilai debit relatif besar, sungai relatif lebar dan ukuran material

halus.

2.2.2 Siklus Hidrologi

Daerah aliran sungai sebagai ekosistem alami terjadi proses-proses biofisik

hidrologis di dalamnya, dimana proses-proses tersebut merupakan bagian dari

suatu siklus hidrologi (lihat Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Siklus Hidrologi

(Sumber : Bebasbanjir.wordpress.com)

Siklus hidrologi adalah suatu rangkaian proses sirkulasi air bumi yang

terjadi secara terus-menerus, dimulai dari penguapan, uap air menjadi awan, awan

terkondensasi menjadi presipitasi, presipitasi ini bisa dalam bentuk salju, hujan es,

(22)

biasa disebut sebagai intersepsi, air hujan yang jatuh ke permukaan bumi menjadi

aliran permukaan dan air tanah lalu mengalir ke laut dan menguap kembali.

Pemanasan sinar matahari akan menyebabkan penguapan air yang berada

di lautan ataupun di daratan. Air yang menguap dari daratan dan lautan akan

berubah menjadi awan dan kemudian mengembun dan jatuh sebagai hujan

ataupun salju ke permukaan tanah dan lautan. Sebagian air sebelum jatuh ke

permukaan tanah atau lautan segera menguap kembali, sebagian air jatuh akan

tertahan oleh tumbuhan, sebagian menguap dan sebagian mengalir terus hingga

tiba di permukaan tanah.

Air hujan yang jatuh ke daratan, sebagian mengalir sebagai air permukaan

(sungai, danau dan genangan air), sebagian meresap ke dalam tanah sebagai air

tanah yang mengisi rongga dan pori lapisan tanah/batuan mengalir menuju ke

laut/danau atau muncul di permukaan sebagai mata air, dan sebagian lagi

menguap langsung ataupun melalui tumbuhan (intersepsi dan transpirasi). Pada

kondisi tertentu air tanah dapat tertahan dan tersimpan membentuk waduk air

tanah.

Sirkulasi air terjadi secara terus-menerus mulai dari penguapan, presipitasi

dan jatuh sebagai hujan, mengalir di daratan melalui sungai, air tanah, terus ke

laut, dan begitu seterusnya. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam

komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran

Sungai (DAS). Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah

adalah wujud dan tempatnya.

2.2.3 Air Limpasan

Air larian (surface runoff)adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau, dan lautan. Air hujan yang jatuh

ke permukaan tanah ada yang langsung masuk ke dalam tanah atau disebut

infiltrasi. Sebagian lagi tidak sempat masuk ke dalam tanah dan oleh karenanya mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah. Ada juga bagian

air hujan yang telah masuk ke dalam tanah, terutama pada tanah yang hampir atau

(23)

yang lebih rendah. Kedua fenomena aliran air permukaan di atas disebut air limpasan. Sebelum air dapat mengalir di atas permukaan tanah, curah hujan terlebih dahulu harus terlebih dahulu harus memenuhi keperluan air untuk

evaporasi, intersepsi, infiltrasi, dan berbagai bentuk cekungan tanah (surface detentions) dan bentuk penampung lainnya.

Air larian ini berlangsung ketika jumlah curah hujan melampaui laju

infiltrasi air ke dalam tanah. Ada bagian air larian yang berlangsung agak cepat

untuk selanjutnya membentuk aliran debit (Gambar 2.3).

Debit tahunan yaitu aliran air sungai sepanjang tahun tampaknya mendapat

sumber air dari air tanah (aliran air D pada gambar 2.3). Aliran air yang

memberikan sumbangan paling cepat terhadap pembentukan debit adalah air

hujan yang jatuh langsung di atas permukaan saluran air atau dikenal sebagai

intersepsi saluran (channel interception). Intersepsi ini yang pertama kali menaikkan hidrograf aliran dan berhenti segera setelah hujan berakhir. Air larian

merupakan aliran air di atas permukaan tanah yang terjadi karena laju curah hujan

melampaui laju infiltrasi (aliran air B) dan aliran mejadi pembentuk aliran air

tercepat kedua setelah intersepsi aliran A.

Aliran air bawah tanah permukaan (subsurface flow) adalah bagian dari curah hujan yang terinfiltrasi ke dalam tanah, kemudian mengalir dan bergabung

dengan aliran debit. Aliran air bawah permukaan C merupakan penyumbang debit

yang cukup besar di daerah perhutanan.

Gabungan dari aliran air A, B, dan C dikenal sebagai debit aliran (storm flow). Storm flow ini menjadi komponen hidrograf yang paling diperhatikan dalam analisis banjir, terutama dalam kaitannya dengan karakteristik DAS.

Pada kebanyakan studi hidrograf, tidak lazim memisahkan masing-masing

komponen pembentuk stormflow seperti di atas. Melainkan, analisis dilaksanakan dengan cara memisahkan aliran air cepat (quick flow) dari aliran air lambat

(baseflow). Base flow ini mudah dikenali, yaitu debit aliran yang mengalir sepanjang musim kemarau ketika tidak ada komponen curah hujan yang ikut

(24)

Gambar 2.3Macam-macaam aliran air dalam suatu DAS dan

bentuk hidrograf yang dihasilkan

(Sumber : Bebasbanjir.wordpress.com)

2.2.4 Faktor-faktor Penentu Air Limpasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi air larian dapat dikelompokkan menjadi

faktor-faktor yang berhubungan dengan iklim, terutama curah hujan dan yang

berhubungan dengan karakteristik DAS. Lama waktu hujan, intensitas, dan

penyebaran hujan mempengaruhi laju dan volume air larian. Hujan dengan waktu

yang singkat tidak banyak menghasilkan air limpasan. Pada hujan dengan

intensitas yang sama dan dengan waktu yang lebih lama, akan menghasilkan air

larian yang lebih besar.

Intensitas hujan akan mempengaruhi laju dan volume air limpasan. Pada

hujan dengan intensitas tinggi, kapasitas infiltrasi akan terlampaui dengan beda

yang cukup besar pada hujan yang kurang intensif. Total volume air limpasan

akan lebih besar pada hujan intensif dibandingkan dengan hujan yang kurang

intensif meskipun curah hujan total untuk kedua hujan tersebut sama besarnya.

(25)

kerusakan struktur permukaan tanah (pemadatan) yang ditimbulkan oleh tenaga

kinetis hujan dan air larian yang dihasilkannya.

Laju air dan volume terbesar akan terjadi ketika seluruh DAS tersebut ikut

berperan. Dengan kata lain, hujan turun merata di seluruh wilayah DAS yang

bersangkutan. Semakin besar ukuran DAS, maka semakin besar air limpasan dan

volume air limpasan.

Luas, kemiringan lereng, bentuk dan kerapatan drainase DAS diyakini

juga berperan penting terhadap laju dan volume air limpasan yang dalam hal ini

berkaitan dengan hidrograf aliran yang dihasilkannya (Asdak, 2010).

2.2.5 Curah Hujan

Hujan berasal dari uap air di atmosfer, sehingga bentuk dan jumlahnya di

pengaruhi oleh faktor klimatologi seperti angin, temperatur dan tekanan atmosfer.

Uap air tersebut akan naik ke atmosfer sehingga mendingin dan terjadi kondensasi

menjadi butir-butir air dan kristal-kristal es yang akhirnya jatuh sebagai hujan

(Triatmodjo, 2008).

Jumlah air yang jatuh di permukaan bumi dapat di ukur dengan

menggunakan alat penakar hujan. Distribusi hujan dalam ruang dapat diketahui

dengan mengukur hujan di beberapa lokasi pada daerah yang ditinjau, sedangkan

distribusi waktu dapat diketahui dengan mengukur hujan sepanjang waktu

(Triatmodjo, 2008).

Jumlah hujan yang jatuh di permukaan bumi dinyatakan dalam kedalaman

air (biasanya mm), yang dianggap terdistribusi secara merata pada seluruh daerah

tangkapan air. Intensitas hujan adalah jumlah curah hujan dalam suatu satuan

waktu, yang biasanya dinyatakan dalam mm/jam, mm/hari, mm/minggu

mm/bulan, mm/tahun, dan sebagainya, yang berturut turut sering disebut hujan jam-jaman, harian, mingguan, bulanan, tahunan, dan sebagainya (Triatmodjo,

2008).

Stasiun penakar hujan atau Automatic Rainfall Recorder (ARR) hanya memberikan tebal hujan di titik dimana stasiun tersebut berada, sehingga hujan

(26)

suatu daerah terdapat lebih dari satu stasiun pengukuran yang ditempatkan secara

terpencar, hujan yang tercatat di masing-masing stasiun dapat tidak sama. Dalam

analisis hidrologi sering diperlukan untuk menentukan hujan rerata pada daerah

tersebut, yang dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu metode rerata Aritmatik

(Aljabar), Polygon Thiessen, Isohyet.

1. Metode Rerata Aritmatik (Aljabar)

Metode ini paling sederhana untuk menghitung hujan rerata pada suatu

daerah. Pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang

bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan jumlah stasiun. Stasiun

hujan yang digunakan dalam hitungan biasanya adalah yang berada dalam DAS

yang masih berdekatan juga bisa diperhitungkan (Triatmodjo, 2008).

Metode Aljabar memberikan hasil yang baik apabila: • Stasiun hujan tersebar secara merata di DAS

• Distribusi hujan relatif merata pada seluruh DAS.

𝑃

=

𝑃1+𝑃2+𝑃3+⋯+𝑃𝑛

𝑛

(2-1)

Dengan:

R = Hujan rerata kawasan (mm)

P1 + P2 + P3 +...+Pn = Hujan pada stasiun 1,2,....n

n = Jumlah stasiun yang digunakan

2. Metode Polygon Thiessen

Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang

mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa

hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat, sehingga hujan

yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini digunakan

apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata, pada

(27)

stasiun hujan. Hitungan curah hujan rata-rata dilakukan dengan memperhitungkan

daerah pengaruh dari tiap stasiun (Triatmodjo, 2008).

p=

A1p1+A2p2+A3p3+…..……+Anpn

Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman

hujan yang sama. Pada metode Isohyet, dianggap bahwa hujan pada suatu daerah

di antara dua garis Isohyet adalah merata dan sama dengan nilai rata-rata dari

kedua garis Isohyet tersebut (Triatmodjo, 2008).

p=A1

A1,A2,…,An=Luas bagian-bagian antara garis-garis isohyet (km2)

I1…In =Besar curah hujan rata – rata pada bagianA1,A2,..An 2.2.5.1 Uji konsistensi data hujan

Data yang diperoleh dari stasiun hujan perlu diuji karena ada kemungkinan

data tidak panggah akibat alat pernah rusak, alat pernah berpindah tempat, lokasi

alat terganggu atau data tidak sah. Uji kepanggahan dalam penelitian ini dilakukan

dengan caraRescaled Adjusted Partial Sums (RAPS).

(28)

stasiun itu sendiri dengan mendeteksi pergeseran nilai rata-rata (mean).

BilaQ/ 𝑛yang didapat lebih kecil dari nilai kritik untuk tahun dan confidance level yang sesuai, maka data dapat dinyatakan panggah. Uji kepanggahan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut (Sri Harto, 1993):

𝑆𝑘 ∗ = 𝑌𝑖𝑘+𝑙 𝑖 − 𝑌 , Dengan k = 1, 2, 3, …,n (2-4)

𝑆0∗= 0 (2-5)

𝑆𝑘∗∗ = 𝑆𝑘∗

𝐷𝑦 , Dengan k = 1, 2, 3, …, n (2-6)

𝐷𝑦 2 = (𝑌𝑖 −𝑌 )

2

𝑛 𝑘

𝑖=1 (2-7)

Dengan :

𝑌𝑖 = Data hujan ke-i

𝑌 = Data hujan, rerata-i

𝑆𝑘,𝑆

𝑘 ∗∗,𝐷𝑦 = Nilai statistik

n = Jumlah data hujan

Untuk uji kepanggahan digunakan cara statistik:

Nilai statistik Q : 𝑄 = max0≤𝑘≤𝑛 𝑆𝑘 ∗∗ (2-8)

Nilai statistik R (Range) :

𝑅 = max0≤𝑘≤𝑛𝑆𝑘 ∗∗−min0≤𝑘≤𝑛𝑆𝑘 ∗∗ (2-9)

Dengan :

Q = Nilai statistik,

(29)

Dengan melihat nilai statistik di atas maka dapat dicari nilai 𝑄𝑦/ 𝑛dan

𝑅𝑦/ 𝑛. Hasil yang didapat dibandingkan dengan nilai 𝑄𝑦/ 𝑛 syarat dan 𝑅𝑦/ 𝑛

syarat.

Tabel 2.1 Nilai kritis yang diijinkan untuk metode RAPS

(Sumber : Sri Harto, 1993)

2.2.6 Debit Aliran Sungai

Debit aliran adalah jumlah air yang mengalir dalam satuan volume per

waktu. Debit adalah satuan besaran air yang keluar dari Daerah Aliran Sungai

(DAS). Satuan debit yang digunakan adalah meter kubir per detik (m3/detik). Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu

penampang melintang sungai persatuan waktu (Asdak, 2010).

Menurut Triatmodjo (2008) debit aliran sungaiadalah jumlah air yang

mengalir melalui tampang lintang sungai tiap satu satuan waktu, yang biasanya

dinyatakan dalam meter kubik per detik (m3/detik). Debit sungai dengan distribusinya dalam ruang dan waktu, merupakan informasi penting yang

diperlukan dalam perencanaan bangunan air dan pemanfaatan sumber daya air.

Mengingat bahwa debit aliran sungai bervariasi dari waktu ke waktu, maka

diperlukan data pengamatan debit dalam waktu panjang.Debit di suatu lokasi di

sungai dapat diperkirakan dengan cara berikut:

1. Pengukuran di lapangan (di lokasi yang ditetapkan)

2. Berdasarkan data debit dari stasiun di dekatnya

3. Berdasarkan data hujan,

(30)

Pengukuran debit di lapangan dapat dilakukan dengan membuat stasiun

pengamatan atau dengan mengukur debit di bangunan air seperti bendung dan

peluap.Pengukuran debit dilakukan dengan menggunakan alat Automatic Water Level Recorder (AWLR).

2.2.6.1 AWLR (Automatic Water Level Recorder)

Automatic Water Level Recorder (AWLR) adalah alat untuk mengukur tingggi muka air pada sungai, danau, ataupun aliranirigasi. AWLR merupakan

alat pengganti sistem pengukuran tinggi air konvensional dimana perekaman data

masih dilakukan secara manual hingga sistem penyimpananya tidak akurat.Hasil

pengukurannya berupa grafik hubungan antara tinggi muka air dengan waktu atau

disebut hidrograf.Perekam tinggi muka air atau AWLR terdiri dari sistem puli, pelampung, pemberat, sensor, dan media penyimpanan data.

Gambar 2.4 Automatic Water Level Recorder (AWLR) (Sumber : Wikimapia.org)

Penempatan AWLR harus lebih memperhatikan keamanan dan kedudukan

alat. Karena alat ini lebih mahal dan kerusakannya dapat menghentikan survey

terutama jika ketersediaan suku cadang alat terbatas. Seperti pada papan duga,

AWLR perlu ditempatkan pada bak penenang. AWLR tanpa bak penenang yang

(31)

pencatatan secara manual dengan papan duga sehingga usaha dan biaya yang

dikeluarkan terbuang percuma.

Walaupun AWLR mencatat secara otomatis, selama pengukuran alat perlu

sering diperiksa keadaannya (ketersediaan tinta, keadaan jarum, keadaan kertas,

peredaman gelombang, halangan pada saluran atau pipa penghubung). Sebelum

dipasang, selain diperiksa kalibrasi pencatatannya, AWLR perlu diatur sehingga

selang pengukuran (batas maksimum dan minimum) masuk dalam kertas pencatat.

Papan duga atau AWLR perlu dilindungi untuk tetap pada kedudukannya karena

adanya hempasan gelombang, tertabrak perahu atau gerusan tanah dasar.

Pada pembuatan stasiun pengamatan debit, parameter yang diukur adalah

tampang lintang sungai, elevasi muka air dan kecepatan aliran. Selanjutnya, debit

aliran dihitung dengan mengalikan luas tampang dan kecepatan aliran. Untuk

mendapatkan hasil yang teliti, lebar sungai dibagi menjadi sejumlah pias dan

diukur kecepatan aliran pada vertikal di setiap pias. Apabila di sungai terdapat

bangunan air misalnya bendung, debit sungai dapat dihitung dengan mengukur

tinggi muka air di atas puncak bendung. Kecepatan aliran diukur dengan

menggunakan alat ukur kecepatan seperti current meter, pelampung, atau

peralatan lain. Apabila dasar dan tebing sungai tidak berubah (tidak mengalami

erosi atau sedimentasi) pengukuran elevasi dasar sungai dilakukan hanya satu kali.

Kemudian dengan mengukur elevasi muka air untuk berbagai kondisi, mulai dari

debit kecil sampai debit besar (banjir), dapat dihitung luas tampang untuk

berbagai elevasi muka air tersebut. Kecepatan aliran juga dihitung bersamaan

dengan pengukuran elevasi muka air. Dengan demikian dapat dihitung debit untuk

berbagai kondisi aliran.

Dalam praktek, seringkali variasi kecepatan pada tampang lintang

diabaikan, dan kecepatan aliran dianggap seragam di setiap titik pada tampang

lintang yang besarnya sama dengan kecepatan rerataV, sehingga debit aliran

(32)

Q = AxV (2-10)

Dengan :

Q =Debit Aliran (m3/detik) A = Luas Penampang (m2) V = Kecepatan Aliran (m/detik)

Faktor penentu debit airmerupakan komponen yang penting dalam

pengelolaan suatu DAS. Pelestarian hutan juga penting dalam rangka menjaga

kestabilan debit air yang ada di DAS, karena hutan merupakan faktor utama dalam

hal penyerapan air tanah serta dalam proses Evaporasi dan Transpirasi. Selain itu

juga digunakan sebagai pengendali terjadinya longsor yang mengakibatkan

permukaan sungai menjadi dangkal, jika terjadi pendangkalan maka debit air

sungai akan ikut berkurang.

Selain menjaga pelestarian hutan, juga yang tidak kalah pentingnya yaitu

tingkah laku manusia terhadap DAS, seperti pembuangan sampah

sembarangan.Hal-hal berikut ini adalah yang mempengaruhi debit air (Asdak,

2010):

1. Intensitas hujan.

Karena curah hujan merupakan salah satu faktor utama yang memiliki

komponen musiman yang dapat secara cepat mempengaruhi debit air dan

siklus tahunan dengan karakteristik musim hujan panjang (kemarau pendek),

atau kemarau panjang (musim hujan pendek) yang menyebabkan

bertambahnya debit air.

2. Penggundulan Hutan

Fungsi utama hutan dalam kaitan dengan hidrologi adalah sebagai penahan

tanah yang mempunyai kelerengan tinggi, sehingga air hujan yang jatuh di

daerah tersebut tertahan dan meresap ke dalam tanah untuk selanjutnya akan

menjadi air tanah. Air tanah di daerah hulu merupakan cadangan air bagi

(33)

memberikan manfaat berupa ketersediaan sumber-sumber air pada musim

kemarau. Sebaliknya hutan yang gundul akan menjadi malapetaka bagi

penduduk di hulu maupun di hilir. Pada musim hujan, air hujan yang jatuh di

atas lahan yang gundul akan menggerus tanah yang kemiringannya tinggi.

Sebagian besar air hujan akan menjadi aliran permukaan dan sedikit sekali

infiltrasinya. Akibatnya adalah terjadi tanah longsor atau banjir bandang yang

membawa kandungan lumpur.

3. Pengalihan hutan menjadi lahan pertanian

Risiko penebangan hutan untuk dijadikan lahan pertanian sama besarnya

dengan penggundulan hutan. Penurunan debit air sungai dapat terjadi akibat

erosi. Selain akan meningkatnya kandungan zat padat tersuspensi (suspended solid) dalam air sungai sebagai akibat dari sedimentasi, juga akan diikuti oleh meningkatnya kesuburan air dengan meningkatnya kandungan hara dalam air

sungai.Kebanyakan kawasan hutan yang diubah menjadi lahan pertanian

mempunyai kemiringan diatas 25%, sehingga bila tidak memperhatikan faktor

konservasi tanah, seperti pengaturan pola tanam, pembuatan teras dan lain-lain

4. Intersepsi

Adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi diatas

permukaan tanah, tertahan beberapa saat, untuk diuapkan kembali (hilang) ke

atmosfer atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan. Proses intersepsi terjadi

selama berlangsungnya curah hujan dan setelah hujan berhenti. Setiap kali

hujan jatuh di daerah bervegetasi, ada sebagian air yang tak pernah mencapai

permukaan tanah dan dengan demikian, meskipun intersepsi dianggap bukan

faktor penting dalam penentu faktor debit air, pengelola daerah aliran sungai

harus tetap memperhitungkan besarnya intersepsi karena jumlah air yang

hilang sebagai air intersepsi dapat mempengaruhi neraca air regional.

Penggantian dari satu jenis vegetasi menjadi jenis vegetasi lain yang berbeda,

dapat mempengaruhi hasil air di daerah tersebut.

5. Evaporasi dan Transpirasi

Evaporasi dan transpirasi juga merupakan salah satu komponen atau

(34)

DAS, dikatakan salah satu komponen penentu debit air, karena melalui kedua

proses ini dapat membuat air baru, sebab kedua proses ini menguapkan air dari

permukan air, tanah dan permukaan daun serta cabang tanaman sehingga

membentuk uap air di udara. Karena adanya uap air diudara maka akan terjadi

hujan, sehingga dengan adanya hujan tadi maka debit air di DAS akan

bertambah juga.

2.2.7 Koefisien Kekritisan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Pada penelitian ini penilaian kekritisan DAS menggunakan parameter

Koefisien Regim Sungai (KRS) dan Koefisien Aliran Sungai (C).

2.2.7.1Koefisien Regim Sungai (KRS)

Koefisien Regim Sungai (KRS) adalah perbandingan antara debit

maksimum (Qmaks) dengan debit minimum (Qmin) dalam suatu DAS (Dirjen RLPS,

2009).

KRS = Qmaks

Qmin (2-11)

Dengan:

Qmaks (m3/det) = Debit harian rata-rata (Q) tahunan tertinggi

Qmin (m3/det) = Debit harian rata-rata (Q) tahunan terendah

Data Qmaks dan Qmin diperoleh dari nilai rata-rata debit harian (Qharian) dari

hasil pengamatan SPAS (stasiun pengamat aliran sungai) di DAS/SubDAS yang

dipantau. Nilai KRS yang tinggi menunjukkan perbedaan kisaran nilai Qmaks dan

Qminsangat besar , atau dikatakan bahwa kisaran nilai limpasan pada musim

penghujan yang terjadi besar, sedang pada musim kemarau aliran air yang terjadi

sangat kecil atau menunjukkan kekeringan. Secara tidak langsung kondisi ini

menunjukkan bahwa daya resap lahan kurang mampu menahan dan menyimpan

(35)

terbuang ke laut sehingga ketersediaan air di DAS saat musim kemarau sedikit

(Dirjen RLPS, 2009).

2.2.7.2Koefisien Aliran Sungai (C)

Koefisien aliran Sungai atau sering disingkat C adalah bilangan yang menunjukan perbandingan antara besarnya air aliran terhadap besarnya curah

hujan. Misalnya C untuk hutan adalah 0,10, artinya 10 persen dari total curah hujan akan menjadi air aliran. Angka Koefisien Aliran ini merupakan salah satu

indikator untuk menentukan apakah suatu DAS telah mengalami gangguan (fisik).

Nilai C yang besar menunjukan bahwa lebih banyak air hujan yang menjadi air

permukaan atau yang langsung menuju sungai. Hal ini kurang menguntungkan

dari segi pencagaran sumber daya air karena besarnya air yang akan menjadi air

tanah berkurang. Kerugian lainya adalah dengan semakin besarnya jumlahair

hujan yang menjadi air aliran, maka ancaman terjadinya erosi dan banjir menjadi

lebih besar. Angka C berkisar antara 0 hingga 1, dimana angka 0 menunjukan

bahwa semua air hujan terdistribusi menjadi air intersepsi dan terutama infiltrasi.

Sedangkan angka C = 1 menunjukan bahwa semua air hujan mengalir sebagai air

aliran(Asdak, 2010).

Menurut Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial

(2009), Koefisien Aliran Sungai (C) adalah perbandingan antara tebal aliran

tahunan(Q, mm) dengan tebal hujan tahunan (P, mm) di DAS yang dinyatakan

dengan persamaan (Dirjen RLPS, 2009):

C = Air Limpasan tahunan Q

Curah Hujan Tahunan P

=

Qtahunan Ptahunan

(2-12)

Selanjutnya dapat dijabarkan rumus dari Air Limpasan Tahunan (Q)

dan Curah Hujan Tahunan (P) sebagai berikut (Asdak, 2010):

C = (Qtotal bulanan x 86400)

n=12 n=1

(36)

Untuk mendapatkan Air Limpasan Tahunan (Q) yaitu dengan

menjumlahkan total debit bulanan selama 12 bulan yang bisa dihitung dengan

rumus (Asdak, 2010):

Q total bulanan = Qbulanan x (60 x 60 x 24) (2-14)

= Qbulanan x 86,400 (2-15)

Qtotal tahunan = n=12n=1 (Qtotal bulanan x 86,400) (2-16)

Selanjutnya untuk mendapatkan besaran Curah Hujan Tahunan (P)

dapat dijabarkan dengan rumus (Asdak, 2010):

Ptahunan = n=12

n=1 CH.rata-rata bulanan

1000 x A (2-17)

Dengan:

Q = Debit total tahunan (m3)

P = Curah hujan total tahunan (m3) 86400 = Jumlah detik dalam

24 jam (60 detik x 60 menit x 24 jam) CH. rata-rata bulanan = Curah hujan rata-rata dari polygon thiessen

(mm)

1000 = Konversi dari mm ke m A = Luas DAS (m2)

Tebal limpasan (Q) diperoleh dari volume debit (Q, m3) dari hasil pengamatan SPAS (Stasiun Pengamat Aliran Sungai) di DAS/Sub DAS selama

satu tahun dibagi dengan luas DAS/Sub DAS (ha atau m2) yang kemudian dikonversi ke satuan mm. Sedangkan tebal hujan tahunan (P) diperoleh dari hasil

(37)

2.2.8 Kriteria untuk menetapkan klasifikasi DAS

Jenis kriteria, sub kriteria terpilih untuk menentukan kekritisan Das

disajikan pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Kriteria/Sub kriteria dan pembobotan dalam Penetapan Klasifikasi DAS

(Sumber : Peraturan Kementrian Kehutanan, 2014)

2.2.9 Klasifikasi Penilaian Kekritisan DAS 2.2.9.1Koefisien Regim Sungai (KRS)

Berdasarkan klasifikasi dari Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan

Perhutanan Sosial nilai KRS untuk menunjukkan karakteristik tata air DAS

disajikan pada Tabel 2.3

NO. Kriteria / Sub kriteria Bobot (%) Sumber Data

1 Kondisi Lahan 40

a. Persentase Lahan Kritis 20 BP DAS,BPKH b. Persentae Penutupan Vegetasi 10 RTWP, BAPLAN c. Indeks Erosi atau Nilai Faktor 10 BP DAS

2 Kualitas,Kuantitas dan Kontinuitas Air

(Tata Air) 20

a. Koefisien Regim Sungai 5 PU,BMKG,BWS,BISD A

b. Koefisien Aliran Tahunan 5 PU,BWS,BISDA c. Muatan Sedimen 4 PU, BWS,PEMDA

d. Banjir 2 PU,BWS,BP DAS

e. Indeks Penggunaan air 4 PU,BWS,PERTANIA N

3 Sosial, Ekonomi dan Kelembagaan 20

a. Tekanan Penduduk Terhadap lahan 10 BP DAS,BPS,BPN b. Tingkat Kesejahteraan Penduduk 7 BP DAS LSM,PEMDA c. Keberadaan dan penegakkan Peraturan 3 MASYARAKAT

4 Investasi Bangunan air 10

a. Klasifiasi Kota 5 BP DAS,BPKH b. Klasifikasi Nilai bangunan Air 5 PU,BWS,PEMDA

5 Pemanfaatan Ruang Wilayah 10

(38)

Tabel 2.3 Klasifikasi Nilai KRS

No Nilai Skor Kriteria

1 KRS < 5 0,5 Sangat Baik

2 5 < KRS < 10 0,75 Baik

3 10 < KRS < 15 1 Sedang

4 15 < KRS < 20 1,25 Jelek

5 20<KRS 1,5 Sangat Jelek

Bobot 5

(Sumber: Dirjen RLPS, 2009)

2.2.9.2Koefisien Aliran Sungai (C)

Menurut Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial

(Dirjen RLPS, 2009) Klasifikasi Koefisien Aliran Sungai (C) ditentukan sebagai

berikut:

Tabel 2.4 Klasifikasi Koefisien Aliran (C) tahunan

No Nilai Skor Kriteria

1 C< 0,2 0,5 Sangat Baik

2 0,2 <C< 0,3 0,75 Baik

3 0,3 <C< 0,4 1 Sedang

4 0,4 <C< 0,5 1.25 Jelek

5 0,5<C 1.5 Sangat Jelek

Bobot 5

(Sumber: Dirjen RLPS, 2009)

Koefisien Aliran Sungai(C) suatu DAS/Sub DAS, misalnya: menunjukkan

nilai sebesar 0,4 maka berarti 40 % dari air hujan yang jatuh di DAS/Sub DAS

menjadi air limpasan langsung (direct run off). Jika DAS/Sub DAS tersebut seluruhnya dibeton atau diaspal maka nilai Koefisien Aliran Sungai (C) DAS/Sub

DAS tersebut besarnya 1 (satu) yang artinya 100% air hujan yang jatuh di

(39)

Perhitungan aliran dasar (base flow) untuk nilai Base flow harian rata-rata bulanan = nilai Q rata-rata harian terendah saat tidak ada hujan (P=0). Apabila

nilai aliran dasar diikutsertakan dalam perhitungan maka nilai Koefisien Aliran

(C)

DAS/Sub DAS besarnya bisa lebih dari 1 (>1). Hal ini karena meskipun

tidak hujan, misalnya pada saat musim kemarau, aliran air di sungai

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 LokasiStudi

Studiini di lakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Babak. Daerah Aliran

Sungai (DAS) Babak merupakan salah satu DAS Wilayah Sungai (WS) Lombok

yang merupakan Daerah Aliran Sungai dengan Tingkat Ultinitas Tinggi, terletak

diantara 8025’15.51” s/d -8040’20.98” LS dan 11604’7.66” s/d 166024’50.95” BT. Secara Administratif berada di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, dan

sebagian kecil berada di Kabupaten Lombok Timur. DAS Babak ini meliputi 3

kecamatan di Kabupaten Lombok Timur, 3 Kecamatan di kabupaten Lombok

Tengah dan 4 Kecamatan di Kabupaten Lombok Barat.

Gambar 3.1 Peta DAS Babak

(Sumber : BWS NTBI)

(41)

3.2 Pelaksanaan penelitian

Secara garis besar langkah penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

3.2.1 Tahapan Persiapan

Tahappersiapan yang dimaksudadalah survey lokasi yang

merupakanlangkahawal yang

dilakukanuntukmendapatkangambaransementaratentanglokasipenelitian,

pengumpulanliteratur–literatur danreferensi yang menjadilandasanteori dalam

penelitian.

3.2.2 Pengumpulan Data

Data-data yang

diperlukanuntukmenyelesaikanstudisesuaidenganbatasandanperumusanmasalahs

epertipadabab I adalahsebagaiberikut :

a. Data debit AWLR Keru digunakanuntukmencariQmaks, Qmin, dan Qrata-rata bulanan.

b. Data CurahHujanHarianARR Perian, ARR Jurang Sate, ARR Sesaot yang

digunakanuntukmencarinilai Curah Hujan Rata-rata.

3.2.3 Analisa Data

Setelah data diperoleh, maka selanjutnya dilakukan analisa data. Adapun

langkah-langkah analisis sebagai berikut:

a. Analisa data Qmaks dan Qmin

b. AnalisaCurahHujan Rata-rata Bulanan

c. Analisanilai KoefisienRegim Sungai (KRS) denganrumus:

KRS = Qmaks

Qmin

(3-1)

(42)

Qmin = Debit harian rata-rata tahunan terendah (m3/det)

d. Analisa nilai Koefisien Aliran Sungai (C) dengan rumus:

C = (Qtotal bulanan x 60 x 60 x 24) n=12

n=1

P tahunan/1000 x A (3-2)

Dengan: Q = Debit rata-rata bulanan (m3/detik)

P = Curah hujan rata-rata tahunan (mm)

A = Luas DAS (m2)

3.2.4 Penilaian Koefisien Regim Sungai (KRS) dan Koefisien Aliran Sungai (C)

menurut Dirjen RLPS

PenilaianKoefisienRegim Sungai dan Koefisien Aliran Sungai dalam

(43)

3.3 Bagan Alir Penelitian

4

Tidak

Ya

5

Debit Bulanan

Pembahasan Mulai

Pengumpulan Data

Data Debit Harian

AWLR Data Hujan Setengah Bulanan

Analisa Qmin dan Qmaks

Analisa Koefisien Regim Sungai (KRS)

Analisa Hujan Setengah Bulanan

Klasifikasi Koefisien Regim Sungai

(KRS)dan Koefisien Aliran Sungai (C)

SELESAI Kesimpulan dan Saran

Analisa Koefisien Aliran Sungai (C) Hujan Bulanan

(44)

Gambar 3.3Bagan alir penelitian

BABIV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Studi

Secarageografislokasistudi yang dilakukanpada DAS Babakterletak di antara

80 25’ 15.51” LS sampai dengan -80 40’ 20.98” LS dan 1160 4’ 7.66” BTsampai dengan 1160 24’ 50.95” BT denganluasDAS-nya 293,17 km2 yang mencakup 3 Kecamatan (4 desa) di Kabupaten Lombok Timur, 3 Kecamatan (14

desa/kelurahan) di Kabupaten Lombok Tengah dan 4 Kecamatan (20 desa) di

Kabupaten Lombok Barat serta DAS Babakberadapadaketinggianantara ±0 s/d

±2.732,00 m d.p.l.

Stasiunpengamatanhidrometri yang dilakukanpadastudiini yaitu

pospencatatmukaair otomatisKeru yang dikelolaolehBalaiHidrologi Provinsi NTB

dansecaraadministratif beradapadawilayahKecamatan Narmada Kabupaten

Lombok Barat.Sedangkan stasiunpenakarhujanotomatisyang berpengaruh di DAS

Babak terdiridaribeberapa stasiunsebagaiberikut :

 ARR Perian ( 080 33' 06" LS dan 1160 23' 23" BT )

 ARR Jurang Sate ( 080 35' 27" LS dan 1160 16' 30" BT )

 ARR Sesaot ( 080 32' 06" LS dan 116014’ 12" BT )

(45)

Gambar 4.1Peta Stasiun Hujan yang berpengaruh padaDAS Babak (Sumber : Hasil Perhitungan)

4.2 Pengumpulan Data

Adapun data-data yang digunakan pada penelitian meliputi:

a. Data pengamatan debit AWLRKeru dari tahun 2001 sampai tahun 2015

(Lampiran).

b. Data curah hujan setengah bulanan ARRPerian, ARR Jurang Sate dan

ARR Sesaot dari tahun 2001 sampai tahun 2015 (Lampiran).

4.3 Analisa Data

Darihasilpengumpulan data pada pos AWLR danARRDASBabak, kemudian

dilakukan analisa data untuk menentukan Koefisien Regim Sungai (KRS) dan

Koefisien Aliran Sungai (C).

4.3.1 Koefisien Regim Sungai (KRS)

Dalam menentukan Koefisien Regim Sungai (KRS) terlebih dahulu perlu

diketahui debit Qmaks dan Qmin harian. Penentuan Qmaks dan Qmin harian dapat

(46)

masing-masing tahun. Berikut data-data debit rerata harian yang didapat dari stasiun

AWLR Keru.

Tabel 4.1Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru 2001

Tgl Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okto Nov Des 1 2.55 4.46 2.92 4.97 3.75 3.02 3.32 2.05 - - 3.12 4.46

Min 2.55 2.92 2.55 3.32 2.92 2.83 2.05 1.76 1.76 1.62 3.02 2.73 Max 4.97 4.46 4.97 5.10 3.86 3.32 3.42 2.73 1.76 3.12 3.98 4.46

(47)

Tabel 4.2Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru 2002

Tgl Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okto Nov Des 1 2.73 3.12 3.22 2.38 1.49 2.21 2.05 1.90 1.76 1.62 1.76 3.22

Min 2.73 3.12 3.12 1.49 1.24 1.62 1.90 1.76 1.62 1.62 1.62 3.22 Max 4.71 4.97 4.97 2.46 1.69 2.21 2.05 1.90 1.76 1.90 3.75 4.21

(Sumber: Balai Informasi Sumber Daya Air NTB)

(48)

Tabel 4.3Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru 2003

Tgl Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okto Nov Des

1 3.98 3.98 4.09 2.92 2.55 2.38 1.62 0.79 1.19 1.83 1.90 3.32

Min 3.32 3.32 2.83 2.38 2.38 1.49 0.62 0.79 0.93 1.69 1.90 3.22

(49)

Tabel 4.4Data Debit Rerata Harian Sungai Jangkok Stasiun AWLR Keru 2004

Tgl Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okto Nov Des 1 3.22 4.09 3.22 3.75 3.32 2.92 2.29 2.29 1.69 1.76 1.62 1.90

(50)

Tabel 4.5Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru 2005

Tgl Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okto Nov Des 1 3.22 2.73 5.80 4.33 2.21 2.21 1.76 1.62 1.30 1.13 2.55 1.62

Min 2.46 2.55 2.83 2.21 2.21 1.90 1.69 1.30 1.03 1.13 1.76 1.55 Max 3.32 4.84 5.80 4.46 2.21 2.21 1.76 1.62 1.30 3.42 5.66 3.75 (Sumber: Balai Informasi Sumber Daya Air NTB)

(51)

Tabel 4.6Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru 2006

Tgl Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okto Nov Des 1 2.05 3.32 2.73 2.55 2.46 2.29 1.55 1.24 1.13 1.08 1.03 1.03

Min 2.05 2.38 2.05 2.46 2.38 1.55 1.30 1.13 1.08 0.97 0.88 1.03

Max 5.10 3.53 4.09 4.09 3.42 2.38 1.69 1.30 1.13 1.13 1.19 2.38

(Sumber: Balai Informasi Sumber Daya Air NTB)

(52)

Tabel 4.7Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru 2007

Tgl Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okto Nov Des 1 1.05 0.64 0.64 3.16 3.54 3.16 1.56 0.46 0.38 0.09 0.73 0.46 Min 0.64 0.38 0.64 2.05 1.29 1.29 0.46 0.31 0.09 0.06 0.19 0.46 Max 1.05 0.64 9.72 5.23 6.94 3.74 1.84 0.83 0.46 0.55 1.69 6.68

(53)

Tabel 4.8Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru 2008

Tgl Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okto Nov Des 1 1.62 1.62 4.21 3.32 2.38 2.38 1.98 1.62 1.30 1.62 1.98 3.86 Min 1.62 1.62 3.32 2.55 1.98 1.62 1.62 1.30 1.30 1.62 1.98 2.21 Max 1.98 3.22 6.09 3.42 2.46 2.46 1.98 1.98 1.76 3.22 5.80 3.86

(54)

Tabel 4.9Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru 2009

Tgl Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okto Nov Des 1 2.29 5.80 2.83 2.38 3.32 2.38 2.38 2.05 1.90 1.98 1.90 3.22 10 20.90 5.51 2.38 3.32 2.38 2.38 2.21 1.98 1.90 1.90 1.76 3.42 11 10.54 5.24 2.38 3.12 2.38 2.38 2.21 1.98 1.90 1.90 1.69 3.32 12 5.80 5.24 2.38 2.83 2.38 2.38 2.21 2.05 1.90 1.90 1.62 3.32 Min 2.29 2.83 2.38 2.38 2.38 1.98 2.05 1.90 1.90 1.90 1.62 2.83 Max 20.90 7.03 3.64 5.10 4.09 2.38 2.38 2.05 1.98 1.98 3.75 4.21

(Sumber: Balai Informasi Sumber Daya Air NTB)

(55)

Tabel 4.10Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru 2010

Tgl Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okto Nov Des 1 3.42 3.32 3.53 4.21 1.98 3.02 3.64 3.02 3.64 3.75 3.53 2.55 24 3.53 3.75 3.98 1.69 3.32 3.64 3.12 3.98 13.21 3.53 3.64 2.55 25 3.75 3.75 3.98 1.62 3.53 3.64 3.12 3.86 7.53 3.53 3.32 2.55

Min 3.42 2.55 3.53 1.62 1.76 1.83 3.12 2.64 3.64 3.53 3.32 2.55 Max 3.98 3.75 4.21 4.21 3.53 3.75 4.09 4.46 13.21 3.75 3.98 3.02

(56)

Tabel 4.11Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru 2011

Tgl Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okto Nov Des

1 2.17 2.42 2.97 2.29 0.72 0.45 0.55 0.29 0.14 0.14 0.61 1.33

Min 2.17 1.83 1.94 0.66 0.45 0.36 0.19 0.14 0.14 0.14 0.61 0.72

Max 2.55 2.97 3.27 2.97 2.29 0.55 0.55 0.29 0.19 0.72 1.72 1.94

(Sumber: Balai Informasi Sumber Daya Air NTB)

(57)

Tabel 4.12Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru 2012

Tgl Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okto Nov Des

1 1.23 2.45 2.45 2.45 1.78 1.78 1.15 0.92 0.85 0.72 0.92 3.36

Min 1.07 2.21 1.99 1.59 1.40 1.23 0.85 0.92 0.44 0.72 0.78 1.78

Max 3.22 4.76 6.61 2.45 2.45 1.78 1.15 0.94 0.85 0.99 3.79 4.10

(58)

Tabel 4.13Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru 2013

Tgl Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okto Nov Des

1 1.99 3.65 4.42 4.10 3.22 5.09 4.93 4.76 4.93 2.57 2.69 4.42

10 3.08 4.42 3.79 3.95 2.82 3.79 6.02 4.76 2.69 2.57 2.57 10.75

11 3.22 4.42 3.79 3.95 2.82 3.65 4.76 4.76 2.69 2.45 2.33 8.09

Min 1.23 1.59 3.08 3.22 2.45 2.95 4.76 4.76 2.57 2.45 2.33 1.89

Max 3.50 5.09 4.42 4.10 5.09 5.09 6.02 4.93 4.93 3.08 4.42 10.75

(59)

Tabel 4.14Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru 2014

Tgl Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okto Nov Des

1 4.65 3.59 2.42 1.41 3.22 4.28 1.52 1.72 1.00 1.00 1.00 4.04

Min 4.28 2.28 1.94 1.33 2.95 1.16 1.52 1.00 1.00 1.00 1.00 2.42

Max 7.92 3.92 2.65 4.23 4.28 4.28 1.89 1.72 1.00 1.00 4.51 4.04

(60)

Tabel 4.15Data Debit Rerata Harian Sungai Babak Stasiun AWLR Keru 2015

Tgl Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okto Nov Des

1 5.04 4.46 4.46 4.65 2.17 2.17 1.52 1.33 1.16 1.16 -

(61)

Dari Tabel 4.1di atas didapatkan Qmaks terbesar terjadi pada bulan April

dengan debit harian 5.10 m3/dt dan Qminterendah terjadi pada bulan Oktober

dengan debit harian sebesar 1.62 m3/dt.

Untuk menentukan Koefisien Regim Sungai (KRS) untuk tahun 2001

digunakan persamaan (2-11) dengan perhitungan sebagai berikut:

KRS

=

5.10

1.62

=

3.15

Berdasarkanhasil KRS di atas dapat disimpulkanbahwakondisi DAS Babak

pada tahun 2001 dalam kriteria “Sangat Baik” dengan skor “0.5” sesuai dengan nilai KRS pada Tabel 2.3. Dengan cara yang sama selanjutnya dicari nilai KRS

untuk tahun-tahun selanjutnya, yang hasilnya disajikan dalam Tabel 4.16.

Tabel 4.16Nilai Koefisien Regim Sungai (KRS)

(Sumber: Hasil Perhitungan)

QMaks QMin

1 2001 5.10 1.62 3.15 0.5 Sangat Baik 2 2002 4.97 1.24 4.01 0.5 Sangat Baik

3 2003 7.36 0.62 11.87 1 Sedang

4 2004 4.84 1.62 2.99 0.5 Sangat Baik

5 2005 5.80 1.03 5.63 0.75 Baik

6 2006 5.10 0.88 5.80 0.75 Baik

7 2007 9.72 0.06 162.00 1.5 Sangat Jelek 8 2008 6.09 1.30 4.68 0.5 Sangat Baik

9 2009 20.90 1.62 12.90 1 Sedang

10 2010 13.21 1.62 8.15 0.75 Baik

11 2011 3.27 0.14 23.36 1.5 Sangat Jelek 12 2012 6.61 0.44 15.02 1.25 Jelek

13 2013 10.75 1.23 8.74 0.75 Baik

14 2014 7.92 1.00 7.92 0.75 Baik

15 2015 5.45 1.16 4.70 0.5 Sangat Baik Kriteria Skor

(62)

BerdasarkanTabel 4.16Koefisien Regim Sungai pada DAS Babak selama 15

tahun yaitu dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2015 menunjukkan skor dan

kriteria yang bervariasi.

Besarnya Koefisien Regim Sungai (KRS) yang terjadi selama 15 tahun

dapat dilihat Gambar 4.2 di bawah ini.

Gambar 4.2Grafik Besarnya Koefisien Regim Sungai Selama 15 Tahun (KRS)

(Sumber : Perhitungan)

Dari Gambar 4.2 di atas terlihat bahwa antara tahun 2001, 2002, 2004,

2008, 2015 nilai Koefisien Regim Sungai (KRS) menunjukkan kriteria “Sangat Baik” dengan skor “0.5”. Kemudian pada tahun 2005, 2006, 2010, 2013, 2014 menunjukkan kriteria “Baik” dengan skor “0.75” sedangkan kriteria “Sedang”

berada pada tahun 2003, 2009. Kriteria kekritisan “Jelek” berada pada tahun 2012

dan hanya pada tahun 2007 masuk pada kriteria ektrim yaitu “Sangat

Jelek”dengan nilai Koefisien Regim Sungai (KRS) lebih dari 162 (Berdasarkan Tabel 2.3) yang mengindikasikan adanya kerusakan pada fisik DAS-nya namun

pada tahun berikutnya yaitu tahun 2008 kriteria kekritisannya turun sangat cepat

menjadi “Sangat Baik”. Dengan melihat perbaikan kriteria yang sangat cepat ini,

yang berarti telah terjadi perbaikan kerusakan pada fisik DAS, kemungkinan

banyak pendapat akan menyatakan tidak logis karena dikerjaan sangat cepat atau

adanya kesalahan data. Perbaikan kerusakan pada fisik DAS yang dapat dilakukan

dengan cepat adalah perbaikan kemiringan lerengnya. Karena salah satu penentu

0

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

(63)

besar kecilnya nilai debit pada pengukuran AWLR berdasarkan teori yang berlaku

yaitu tergantung dari luas DAS, jenis vegetasi, bentuk dan kerapatan drainase

serta besar kecilnya kemiringan lereng pada DAS tersebut.

4.3.2 Koefisien Aliran Sungai (C)

KoefisienAliran (C) adalahperbandinganantara tebal limpasan tahunan (Q)

dengan curah hujan tahunan (P). Analisis data meliputi uji konsistensi data hujan

dan penentuan area tangkapan air (Catchment Area) dengan metode Polygon Thiessen. Stasiun hujan yang digunakan yakni ARR Perian, ARR Jurang Sate dan

ARR Sesaot.

4.3.2.1 Uji Konsistensi Data Curah Hujan

Data yang diperoleh dari stasiun hujan perlu diuji karena ada kemungkinan

data tidak panggah. Kesalahan data bisa terjadi disebabkan karena alat pencatat

pernah rusak, pindah tempat, lokasi alat terganggu atau data tidak sah. Untuk

mengatasi hal tersebut, salah satu cara yang digunakan untuk menguji ketidak

panggahan antar data yaitu dengan metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums). Pengujian RAPS menggunakan Persamaan (2-4) sampai dengan (2-9). Untuk data hujan setengah bulanan ARR Perian pada tahun 2001 disajikan pada

Gambar

Gambar 2.1Daerah Aliran Sungai
Gambar 2.2  Siklus Hidrologi
Gambar 2.3Macam-macaam aliran air dalam suatu DAS dan
Gambar 2.4  Automatic Water Level Recorder (AWLR)   (Sumber : Wikimapia.org)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Jusuf (1996, p258) mengemukakan, “Sistem Pengendalian internal adalah suatu sistem yang terdiri dari

Di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 432/KMK.06/2002, Tentang Jasa Akuntan Publik, seseorang disebut sebagai Akuntan Publik apabila yang

Berdasarkan Keputusan Direksi No. KD.13/PS000/SDM-12/97 tentang Master Plan Manajemen Sumber Daya Manusia, Sistem Imbal Jasa dan Penghargaan menganut prinsip-prinsip umum

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini menggunakan variabel independen yaitu audit tenure , debt default , reputasi KAP,

Sebagaimana konduktor lain yang dialiri arus bolak-balik, arus cenderung untuk mengalir pada permukaan konduktor. Hal ini memperbesar kerugian kapasitas dan juga menambah

Variabel yang digunakan untuk menilai tingkat kesejahteraan nelayan pancing ulur di PPN Palabuhanratu Sukabumi adalah berdasarkan Nilai Tukar Nelayan (NTN), indikator

Menurut Bowlby (dalam Bretherton dkk,1997 ) internal working model dan figur lekat saling melengkapi serta saling menggambarkan dua sisi hubungan tersebut. Bayi yang diasuh

Roti manis yang dibuat dengan metode langsung ( straight dough ) dan proporsi tepung mocaf 20 persen dalam formulasi menunjukkan mutu fisik, kimia dan organoleptik