• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. keputih-putihan atau kekuning-kuningan serta kehitam-hitaman. Batang tanaman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. keputih-putihan atau kekuning-kuningan serta kehitam-hitaman. Batang tanaman"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Rotan

Akar tanaman rotan mempunyai sistem perakaran serabut, berwarna keputih-putihan atau kekuning-kuningan serta kehitam-hitaman. Batang tanaman rotan berbentuk memanjang dan bulat seperti silinder tetapi ada juga yang berbentuk segitiga. Batang tanaman rotan terbagi menjadi ruas-ruas yang setiap ruas dibatasi oleh buku-buku. Pelepah dan tangkai daun melekat pada buku-buku tersebut. Tanaman rotan berdaun majemuk dan pelepah daun yang duduk pada buku dan menutupi permukaan ruas batang. Daun rotan ditumbuhi duri, umumnya tumbuh mengahadap ke dalam sebagai penguat mengaitkan batang pada tumbuhan inang. Rotan termasuk tumbuhan berbunga majemuk. Bunga rotan terbungkus seludang. Bunga jantan dan bunga betina biasanya berumah satu tetapi ada pula yang berumah dua. Karena itu, proses penyerbukan bunga dapat terjadi dengan bantuan angin atau serangga penyerbuk. Buah rotan terdiri atas kulit luar berupa sisik yang berbentuk trapezium dan tersusun secara vertikal dari toksis buah. Bentuk permukaan buah rotan halus atau kasar berbulu, sedangkan buah rotan umumnya bulat, lonjong atau bulat telur (Januminro, 2000).

Rotan merupakan palem berduri yang memanjat dan hasil hutan bukan kayu yang terpenting di Indonesia (MacKinnon et al., 2000). Rotan dapat berbatang tunggal (soliter) atau berumpun. Rotan yang tumbuh soliter hanya dipanen sekali dan tidak berregenerasi dari tunggul yang terpotong, sedangkan rotan yang tumbuh berumpun dapat dipanen terus –menerus. Rumpun terbentuk oleh berkembangnya tunas-tunas yang dihasilkan dari kuncup ketiak pada bagian bawah batang. Kuncup-kuncup tersebut berkembang sebagai rimpang pendek

(2)

yang kemudian tumbuh menjadi batang di atas permukaan tanah (Dransfield dan Manokaran, 1996).

Secara umum tujuh ratus juta orang di dunia memanfaatkan rotan (FAO, 2002). Rotan sebagai salah satu komoditi yang mulai dapat di andalkan untuk penerimaan negara telah dipandang sebagai komoditi perdagangan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang cukup penting bagi Indonesia (Erwinsyah, 1999). Hasil hutan bukan kayu umumnya dikelola oleh masyarakat yang bermukim di sekitar hutan. Oleh karena itu, selain menjadi sumber devisa negara HHBK seperti rotan, daging binatang, madu, dammar, berbagai macam minyak tumbuhan bahan obat-obatan, dan lain sebagainya merupakan sumber penghidupan bagi jutaan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan (Ngakan et al., 2006).

Rotan tidak hanya dimanfaatkan sebagai bahan baku industri furniture

tetapi juga sebagai makanan dan obat. Banyak jenis rotan yang menghasilkan pucuk rotan atau hati rotan yang dapat dimakan seperti Calamus hookerianus, Calamus metzianus, dan Calamus thwaitesii (Reunika, 2007). Di Leyte Filiphina, rotan digunakan untuk mengikat tiang rumah (Rachman, 2002). Rotan merupakan hasil hutan yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan ekspor (Tellu, 2002).

Bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia, produk rotan sudah banyak dikenal terutama pada masyarakat bawah dan menengah. Selain kegiatan pengolahan rotan, maka perdagangan rotan juga telah banyak dilakukan. Terjalinnya hubungan dagang dengan pihak luar negeri memacu pada bertambahnya peran hasil rotan untuk meningkatkan kontribusi penerimaan Negara yang layak untuk diperhitungkan (Erwinsyah,1999).

(3)

Taksonomi Rotan

Tellu (2005) menyatakan bahwa pengelompokan jenis-jenis rotan umumnya didasarkan atas persamaan cirri-ciri karakteristik morfologi organ tanaman, yaitu: akar, batang, daun, bunga, buah dan alat-alat tambahan. Dalam ilmu taksonomi tumbuhan, rotan diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Arecales

Famili : Palmae (Arecaceae) Sub Famili : Calamoideae Genus : Calamus

Spesies : Calamus caesius (rotan sega) merupakan salah satu contoh spesies genus Calamus

Selain genus Calamus, genus lainnya yang termasuk ke dalam Sub Famili Calamoideae adalah Daemonorops dan Karthalsia. Salah satu spesies dari genus Daemonorops adalah Daemonorops robusta Warb (rotan bulu rusa), sedangkan salah satu genus Korthalsia adalah Korthalsia schaphigera (Plantamor, 2008).

(4)

1. Rotan Cacing

Rotan cacing tumbuh secara berumpun dan tumbuh tegak. Dalam satu rumpun dapat mencapai 30-50 batang. Batang rotan cacing berwarna hijau kekuningan, setelah dirunti berwarna kuning telur, mengkilap, agak keras dan kuat. Panjang batang dapat mencapai 50 m dan diameter 0,5-0,9 cm dengan panjang ruas 15-40 cm. Daun rotan cacing berwarna hijau tua dan tidak mengkilap, dengan kalsifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) Sub Kelas : Arecidae

Ordo : Arecales

Famili

Genus

Spesies : Calamus melanoloma Mart (Plantamor, 2008). 2. Rotan Sega

Rotan sega tumbuh secara berumpun, panjang tiap batang 19,5 cm diameter batang ikut pelepah 0,79 cm. Tekstur daun berduri, ujung daun mempunyai kucir. Warna batang hijau tua, buah berkeping satu yang memiliki tekstur keras. Rotan sega memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

(5)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) Sub Kelas : Arecidae

Ordo : Arecales

Famili

Genus

Spesies : Calamus caesius Blume (Plantamor, 2008).

3. Rotan Manau

Rotan manau (Calamus manan) secara umum memiliki warna batang kuning lansat, dengan diameter batang berkisar 25 mm, panjang ruasnya 35 cm dengan total panjang batang bila dewasa mencapai 40 meter. Batang tumbuh dengan cara merambat di antara batang dan ranting pohon. Batang tersebut tumbuh tunggal dan tidak berumpun. Warna batang hijau tua dan kering menjadi kekuning-kuningan. Daun Rotan Manau bertipe majemuk menyirip dengan panjang daun sekitar 4 m, dengan klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom :Plantae Subkingdom :Tracheobionta Divisi :Magnoliophyta Kelas :Monokotil Ordo :Arecales Famili :Arecaceae Genus :Calamus

(6)

(a) Rotan cacing (b) Rotan sega (c) Rotan manau Gambar 1. Jenis Rotan yang Diambil Masyarakat

Tempat Tumbuh dan Penyebaran Rotan

Tempat tumbuh rotan pada umumnya di daerah tanah berawa, tanah kering, hingga tanah pegunungan. Tingkat ketinggian tempat untuk tanaman rotan dapat mencapai 2900 meter di atas permukaan laut (mdpl). Semakin tinggi tempat tumbuh semakin jarang dijumpai jenis rotan. Rotan juga semakin sedikit di daerah yang berbatu kapur. Tanaman rotan menghendaki daerah yang bercurah hujan antara 2000mm-4000mm per tahun menurut tipe iklim Schmidt dan Ferguson, atau daerah yang beriklim basah dengan suhu udara berkisar 24 oC-30 oC. Tanaman rotan yang tumbuh dan merambat pada suatu pohon akan memiliki tingkat pertumbuhan batang lebih panjang dan jumlah batang dalam satu rumpun

(7)

lebih banyak jika dibandingkan dengan rotan yang menerima sedikit cahaya matahari akibat tertutup oleh cabang, ranting dan daun pohon (Januminro, 2000). Kegunaan Rotan

Batang rotan yang sudah tua banyak dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan dan perabot rumah tangga. Batang yang muda digunakan untuk sayuran, akar dan buahnya untuk bahan obat tradisional. Getah rotan dapat digunakan untuk bahan baku pewarnaan pada industri keramik dan farmasi. Manfaat tidak langsung dari rotan adalah kontribusinya meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan, peranannya dalam membentuk budaya, ekonomi, dan sosial masyarakat. Batang rotan dapat dibuat bermacam-macam bentuk perabot rumah tangga atau hiasan-hiasan lainnya. Misalnya mebel, kursi, rak, penyekat ruangan, keranjang, tempat tidur, lemari, lampit, sofa, baki, pot bunga, dan sebagainya (Januminro, 2000).

Rotan mempunyai keterkaitan yang rumit dengan binatang-binatang di dalam hutan seperti tumbuh-tumbuhan lainnya dalam hutan basah tropis. Banyak rotan yang memberi tempat kehidupan bagi semut dalam helaian daun, duri, dan batangnya mungkin hal ini merupakan suatu perlindungan terhadap pemangsaan. Dalam hubungan timbal balik antara semut dan rotan, semut memelihara kutu-kutu bertepung yang menghasilkan embun madu. Bunga rotan berbau harum dan penyerbukan bergantung pada serangga termasuk semut, kumbang, trips, lebah, dan lalat. Burung, kera, monyet dan luang diperkirakan merupakan pemencar biji rotan yang penting (MacKinnon et al., 2000).

(8)

Pemanenan Rotan

Tanaman rotan pada umumnya tumbuh berumpun dan mengelompok, maka umur dan tingkat ketuaan rotan yang siap dipanen berbeda. Oleh karena itu, pemungutan rotan dilakukan secara tebang pilih. Tanda-tanda rotan siap dipanen adalah daun dan durinya sudah patah; warna durinya berubah menjadi hitam atau kuning kehitam-hitaman; dan sebagian batangnya sudah tidak dibalut oleh pelepah daun dan telah berwarna hijau (Januminro, 2000).

Hal yang sangat penting sebelum pemanfaatan hasil rotan adalah proses cara pemungutan dan pasca panen. Rotan merupakan tumbuhan merambat di pohon-pohon penopang (turus) dengan bantuan duri-duri (cirus) pengait yang terdapat pada ujung tangkai daun pada pelepah daun. Rambatan rotan tidak saja hanya pada pohon penopangnya, akan tetapi juga pada pohon-pohon sekitarnya dan kadang-kadang saling berjalin dengan cabang atau ranting pohon. Keadaan tersebut kadang-kadang mengakibatkan para penebang rotan akan mengalami kesulitan untuk menarik rotan secara keseluruhan dimana sebagain rotan ada yang tertinggal di atas pohon (Dishut Prov. Sumatra Utara, 2008).

Distribusi dan Pemasaran Rotan

Pola distribusi pemasaran rotan ada dua yaitu dari petani ke pedagang pengumpul pertama ke pedagang pengumpul kedua kemudian ke konsumen dan pola distribusi dari petani ke pedagang pengumpul pertama langsung kepada konsumen. Selisih harga yang ditetapkan pedagang pengumpul kedua pada pola pertama berkisar Rp.3000 sampai Rp.5000. Sistem penjualan dari petani ke pedagang pertama kemudian ke konsumen umumnya dalam skala besar untuk mengurangi biaya. Umumnya pengrajin memproduksi kerajinan berdasarkan

(9)

pesanan, dimana sistem ini memiliki kelemahan yaitu pengrajin tidak mempunyai akses informasi penjualan komoditas yang memiliki pasar. Hal ini memaksa pedagang besar memesan kepada pengrajin dan kompensasi memberikan kemudahan penyediaan bahan baku

(Tetuko, 2007).

Pada umumnya rantai penjualan dan perdagangan rotan dari petani rotan kepada pengumpul rotan lokal ke pengumpul besar selanjutnya ke industri rotan di luar daerah. Petani rotan pada umumnya melakukan pemungutan dan pemanenan rotan dari hutan-hutan sekitar tempat tinggal (yang sudah diklaim menjadi milik sebagai bekas perladangan turun temurun) dan kebun-kebun rotan yang ditanam sendiri selanjutnya dilakukan penjualan bebas kepada pedagang pengumpul atau diolah lebih dulu melalui proses pemilihan, pengawetan dan pemutihan (diblerang) dengan tingkat rendemen mencapai 70%-80%. Harga jual rotan diolah terlebih dahulu memiliki nilai jual yang tinggi dari pada rotan basah yang dijual langsung setelah panen oleh petani rotan (Rawing, 2006).

Kebijakan Pemerintah Mengenai Pengangkutan Rotan

Suryopamungkas (2006) menyatakan bahwa rotan dieksploitasi secara terus-menerus oleh masyarakat tampa diikuti proses pembudidayaan yang seimbang. Untuk membatasi pengambilan rotan yang berlebihan maka pemerintah mengeluarkan peraturan tentang pengambilan dan pengangkutan rotan. Pengambilan rotan diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 50 ayat (3) Huruf H, bahwa setiap orang dilarang mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan. Surat keterangan sahnya hasil hutan pada setiap

(10)

segmen kegiatan dalam penatausahaan hasil hutan. Jika ketentuan ini dilanggar maka di ancam dengan sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000 (Pasal 78 ayat (7) UU No. 41 tahun 1999).

Referensi

Dokumen terkait

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XXXVIII-5/W16, 2011 ISPRS Trento 2011 Workshop, 2-4 March 2011, Trento, Italy...

[r]

Developing application in CH domain dealing with reconstruction at landscape scale, poses peculiar requirement to rendering engines: there is a huge variation in

[r]

From a methodological point of view the stages that characterize a communication project designed to increase the value of the archaeological heritage are:

Alat berat yang umum dipakai dalam proyek kostruksi antara lain : Alat Pengolah Lahan seperti Dozer Shovel, Bulldozer Alat gali (excavator) seperti backhoe, front shovel,

Seven aspects of bias are excessive optimism, representativeness, overconfidence, herding effect, availability, confirmation, and framing in making life insurance purchasing

Kmsentrasi Timbal dan Kadmium pada Organ Ikan di Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil, Provinsi Riau. KajianBiolimnologi Perairan di Situ Cileunca, Bandung Jawa