• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KONDUKTIVITAS HIDROLIK JENUH PADA BATANG BAMBU KUNING (Bambusa vulgaris schard Es.J.C)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KONDUKTIVITAS HIDROLIK JENUH PADA BATANG BAMBU KUNING (Bambusa vulgaris schard Es.J.C)"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KONDUKTIVITAS HIDROLIK JENUH PADA BATANG BAMBU KUNING (Bambusa vulgaris schard Es.J.C)

Oleh

Jenni Aulia Perucha

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai konduktivitas hidrolik jenuh (Ks) bambu kuning pada berbagai perlakuan sebagai alat untuk keperluan irigasi bawah permukaan. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian Ks bambu kuning dilakukan pada 6 perlakuan, yaitu lapisan epidermis dan endodermis tidak dikikis (C1); lapisan epidermis dan endodermis dikikis sampai setebal 0,5 cm (C2); lapisan epidermis dan endodermis dikikis sampai setebal 0,7 cm (C3); lapisan epidermis dan endodermis dikikis sampai setebal 0,9 cm (C4); lapisan epidermis dan endodermis dikikis sampai setebal 1,1 cm (C5); lapisan epidermis dan endodermis dikikis sampai setebal 1,3 cm (C6), kemudian keenam perlakuan ini dilakukan 3 kali pengulangan dan endurance selama 5 minggu. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, Ks bambu kuning dengan perlakuan C1 adalah 0 cm/detik; C2 adalah 7,24 x 10-8 cm/detik; C3 adalah 6,87 x 10-8 cm/detik; C4 adalah 8,56 x 10-8 cm/detik; C5 adalah 6,93 x 10 -8

cm/detik; dan C6 adalah 7,06 x 10-8 cm/detik. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan bambu dalam mengikat air maka semakin tinggi pula nilai konduktivitas hidroliknya. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan bambu dalam mengikat air maka semakin rendah pula nilai konduktivitas hidroliknya.

(2)

ABSTRACT

THE ANALYSIS OF SATURATED HYDRAULIC CONDUCTIVITY ON YELLOW BAMBOO (Bambusa vulgaris schard Es.J.C) STICK

By

Jenni Aulia Perucha

This research aims to determine the value of saturated hydraulic conductivity (Ks) yellow bamboo in various treatments as a tool for subsurface irrigation purposes. This research has been conducted on March until April 2015. This research was conducted in the Laboratory of Power and Agricultural Machinery, Agricultural Engineering Department, Faculty of Agriculture, University of Lampung. The Ks of yellow bamboo research conducted on 6 treatments, those are the epidermis and endodermis that not scraped ( C1 ); layers of the epidermis and endodermis

scraped until 0,5 cm thickness ( C2 ); layers of the epidermis and endodermis scraped up as thick as 0,7 cm ( C3 ); layers of the epidermis and endodermis scraped up as thick as 0,9 cm ( C4 ); layers of the epidermis and endodermis scraped up as thick as 1,1 cm ( C5 ); layers of the epidermis and endodermis scraped up as thick as 1,3 cm ( C6 ), then all treatments is performed in three repetitions and endurance for 5 weeks. Based on the research that has been done , the Ks of yellow bamboo with C1 treatment is 0 cm/sec; C2 was 7,24 x 10-8 cm/sec; C3 was 6,87 x 10-8 cm/sec; C4 was 8,56 x 10-8 cm/sec; C5 was 6,93 x 10-8 cm/sec; and C6 was 7,06 x 10-8 cm/sec. It can be show that the higher bamboo’s water absorbing ability the higher hydrolic conductivity’s value that obtained. Whereas, the lower bamboo’s water absorbing ability the lower hydrolic conductivity’s value that obtained.

(3)

ANALISIS KONDUKTIVITAS HIDROLIK JENUH PADA BATANG BAMBU KUNING (Bambusa vulgaris schard Es J.C)

Oleh

JENNI AULIA PERUCHA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung tanggal 15 Januari 1994, sebagai anak kedua dari lima bersaudara, dari Bapak Ruslan Roni, SE., MM dan Ibu Yusnani,S.Sos., MM. Penulis menyelesaikan Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Kartika II-6 Bandar Lampung pada tahun 1999, Sekolah Dasar (SD) di SD Kartika II-5 Bandar Lampung tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 25 Bandar Lampung diselesaikan tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Perintis 1 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2011.

(8)
(9)

PERSEMBAHAN

Karya ini aku persembahkan teruntuk kedua orang tuaku tercinta Ruslan Roni, S.E.,MM dan Yusnani,S.Sos.,MM

Kepada kakak dan adik-adikku tersayang Yulandhita Pratiwi,S.E Annisa Fiqih dan Raafi

Terimakasih atas semua doa’a, kasih sayang, semangat, motivasi, dukungan

baik moril maupun materil yang telah diberikan tiada henti-hentinya kepada penulis

Serta

Almamater Tercinta

(10)

SANWACANA

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi, shalawat beserta salam senantiasa tercurah kepada Nabiyullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Konduktivitas Hidrolik pada Batang Bambu Kuning (Bambusa vulgaris schard Es. J.C)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Tenologi Pertanian di Universitas Lampung. Skripsi ini disusun setelah penulis menyelesaikan study di Jurusan Teknik Pertanian sejak tanggal tahun 2011 sampai dengan selesai. Dalam pembuatan skripsi ini penulis menyadari jauh dari sempurna mengingat keterbatasan kemampuan yang penulis miliki.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Ahmad Tusi, S.T.P., M.Si., selaku Dosen Pembimbing satu dan

Dosen Pembimbing Akademik atas motivasi dan dukungannya. 2. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku Ketua Jurusan Teknik

Pertanian atas bantuannya selama ini.

(11)

4. Bapak Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc., selaku Pembimbing kedua atas motivasi dan saran yang telah diberikan.

5. Bapak Ir. Iskandar Zulkarnain, M.Si., selaku Pembahas atas masukan dan saran dalam pembuatan skripsi.

6. Seluruh Dosen dan Karyawan di Jurusan Teknik Pertanian atas bantuan dan arahan yang telah diberikan selama penulis menjalani proses

perkuliahan di Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 7. Papa, Mama, Yulandhita Pratiwi, S.E, Annisa Suci Ramadhanti,

Muhammad Rachman Fiqih, Muhammad Raafi Arraihan serta seluruh keluargaku yang telah memberikan dukungan, motivasi, kasih sayang, bantuannya baik moril maupun materil, dan doa yang selalu diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Skripsi. 8. Sahabat-sahabatku Dharma Agista Pratama, Martian Sugiarto, Muhammad

Zaini terima kasih telah memberikan semangat dan bantuannya selama penelitian.

9. Seluruh teman-teman Teknik Pertanian angkatan 2011 Karunia, Eka, Rere, Afip, Aidil, Ani, Ardi, Ayesha, Dea, Dewa, Diana, Erma, Fathia, Handy, Hendrik, Iwan, Made, Mahfudin, Nadzir, Nanda, Nando, Ning, Nurlina, Reny, Ribut, Rina, Rita, Riwanto, Rizky, Sayu, Tulus, Vero, Yulinda, Yuni, Yurica, Hargo terima kasih atas kebersamaan yang telah terjalin dengan indah selama ini.

(12)

11.Adik-adikku Herza, Nay, Farrel, Chandra, dan yang tidak bisa disebutkan satu-persatu terima kasih atas bantuannya.

12.Seluruh angkatan 2008, 2009, 2010, 2012, dan teman-teman KKN ku Kautsar, Ali, Refan, Esa, Widia, Butet, Budi atas motivasi dan

kerjasamanya selama ini.

13.Serta semua pihak yang telah membantu baik dalam pelaksanaan maupun penulisan Skripsi ini.

Demikian laporan Skripsi ini penulis buat, semoga dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bandar Lampung, Agustus 2015 Penulis,

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR TABEL ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

1.4 Hipotesis ... 4

1.5 Batasan Masalah ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tanaman Bambu dan Karakteristiknya ... 5

2.2 Klasifikasi Botani Tanaman Bambu Kuning ... 7

2.3 Sifat BioFisik Bambu ... 8

2.4 Usaha Pencegahan Kerusakan Bambu... 8

2.5 Konduktivitas Hidrolik ... 10

2.6 Hukum Darcy... 12

2.7 Sistem Irigasi Kendi ... 13

(14)

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 17

3.3.1 Pembuatan Rangkaian Alat Penelitian ... 18

3.3.2 Uji Konduktivitas Hidrolik pada Bambu Kuning ... 20

3.3.3 Pengujian Kerapatan Bambu ... 23

3.4 Parameter Pengamatan... 23

3.5 Pengolahan Data ... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1 Tabung Mariotte ... 25

4.2 Spesifik Bambu ... 27

4.3 Nilai Konduktivitas Hidrolik (Ks) Bambu Kuning (Bambusa vulgaris schard Es J.C) ... 28

4.4 Kerapatan Bambu ... 30

4.5 Endurance ... 31

4.6 Hubungan Antara Ketebalan dan Nilai Ks ... 32

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel: Teks Halaman

1. Karakteristik Bambu ... 28

2. Nilai Konduktivitas Hidrolik Bambu Kuning ... 29

3. Nilai Kerapatan Bambu ... 30

4. Hubungan Nilai Ks Bambu rata-rata, Kendi, dan Tanah ... 33

Lampiran 5. Data Hasil Pengamatan Minggu Pertama ... 40

6. Data Hasil Pengamatan Minggu Kedua ... 40

7. Data Hasil Pengamatan Minggu Ketiga ... 41

8. Data Hasil Pengamatan Minggu Keempat ... 41

9. Data Hasil Pengamatan Minggu Kelima ... 42

10. Data Nilai Ks Bambu Rata-rata... 42

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar: Teks Halaman

1. Anatomi Batang Bambu ... 6

2. Bambu Kuning (Bambusa vulgaris schard.Es J.C) ... 7

3. Pola Pembasahan Tanah pada Lahan Kering ... 15

4. Diagram Alir Uji Kinerja Sistem Irigasi Bambu... 18

5. Skema Pengujian Konduktivitas Hidrolik pada Bambu... 21

6. Spesifikasi Tabung Mariotte yang Digunakan dalam Penelitian ... 25

7. Grafik Hubungan Antara Ketinggian (Head) dan Volume ... 26

8. Spesifikasi Bambu ... 27

9. Perlakuan Bambu ... 28

10. Endurance ... 31

11. Grafik Hubungan Antara Ketebalan dan Nilai Ks ... 32

Lampiran 12. Proses pengukuran bambu... 44

13. Proses pemotongan bambu ... 44

14. Proses pemberian lem silicone ... 44

15. Proses penjemuran bambu yang telah diberi lem ... 45

17. Ember cat untuk menampung bambu ... 46

(17)

19. Proses perendaman bambu ... 46

20. Pengujian konduktivitas hidrolik jenuh ... 47

21. Posisi bambu di dalam ember cat ... 48

22. Batas air di dalam ember cat ... 48

23. Proses penimbangan bambu dengan timbangan analitik ... 49

24. Proses pengovenan bambu ... 49

25. Bambu yang terserang cendawan ... 50

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kelangsungan makhluk hidup yang ada di dunia ini. Hampir setiap aktivitas makhluk hidup seperti manusia, hewan, maupun tumbuhan membutuhkan air. Salah satu penggunaan air terbesar di dunia ini yaitu di bidang pertanian. Dalam bidang pertanian, kebutuhan air sangat diperlukan bagi tanaman. Tanaman membutuhkan air yang cukup agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga

menghasilkan produksi yang maksimal (C.Kirda, 1999, dalam Rosadi, 2012).

Pemberian air pada tanaman haruslah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman agar tidak menghambat pertumbuhan tanaman bahkan menyebabkan kematian pada tanaman. Masalah yang sering dihadapi oleh para petani dilahan terbuka adalah ketersediaan air dalam usaha pertaniannya. Dalam hal ini air yang disalurkan ke lahan harus tepat waktu, jumlah sesuai kebutuhan, dan dapat menghemat tenaga. Sehingga diperlukan suatu sistem manajemen irigasi yang baik dalam pengelolaannya.

(19)

2

semakin meningkat dan hemat biaya. Salah satu sistem irigasi bawah permukaan yang telah banyak dikembangkan, yaitu sistem irigasi kendi (dengan

menggunakan kendi). Sistem irigasi kendi merupakan salah satu sistem irigasi yang cukup efektif dan hemat air. Sistem kerja irigasi kendi yaitu dengan cara merembeskan air yang ada di dalam kendi ke media tanam dan air langsung merembes ke daerah zona perakaran tanaman secara perlahan-lahan (Hermantoro, 2011). Alternatif lain yang akan dikembangkan selain menggunakan tanah liat untuk irigasi bawah permukaan, yaitu dengan pemanfaatan bambu.

Bambu merupakan tumbuhan alam yang sejak zaman dahulu telah membantu manusia sebagai pengganti kayu untuk keperluan sehari-hari. Bambu adalah tanaman jenis rumput-rumputan yang di dalam batangnya terdapat rongga-rongga dan ruas. Bambu memiliki pertumbuhan sangat cepat karena memiliki sistem rhizoma-dependen yang unik. Di Indonesia terdapat sekitar 200 spesies bambu yang produktivitasnya tinggi dan ketersediaannya melimpah.

Bambu memiliki banyak manfaat, salah satunya sebagai wadah penampung nira. Nira yang berada di dalam bambu harus segera dipindahkan ke wadah yang lain, karena jika lapisan epidermis dan lapisan endodermis pada bambu terkikis maka bambu akan mengalami kebocoran dan air nira akan merembes keluar. Hal

(20)

3

tanah. Selain itu bambu juga memiliki harga yang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan kendi.

Namun, sampai saat ini belum ada ketersediaan informasi yang mengkaji mengenai sistem kerja dan nilai konduktivitas hidroliknya. Untuk itu perlu

diadakan kajian lebih lanjut mengenai pemanfaatan bambu untuk keperluan irigasi bawah permukaan. Pada penelitian ini digunakan bambu dengan varietas bambu kuning (Bambusa vulgaris schard Es J.C) karena bambu kuning memiliki pertumbuhan yang cepat, mudah diperbanyak, dapat tumbuh baik ditempat yang kering, dan batangnya sangat kuat, serta bambu kuning banyak dibudidayakan di negara Indonesia sehingga sangat mudah untuk dijumpai (Berlian dan Rahayu, 1995, hal.7).

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah menganalisis nilai konduktivitas hidrolik atau daya hantar air di dinding bambu.

1.3 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Mengetahui nilai konduktivitas hidrolik pada tanaman bambu kuning (Bambusa vulgaris schard Es J.C).

(21)

4

1.4 Hipotesis

Bambu diduga dapat menghantarkan air di dinding bambu.

1.5 Batasan Masalah

(22)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Bambu dan Karakteristiknya

Bambu merupakan tanaman yang sangat fleksibel dan mudah menyesuaikan diri terhadap cuaca dan kondisi tanah. Bambu dapat tumbuh di daerah yang sangat kering dan di daerah yang sangat lembab sampai 3800 meter dari permukaan laut (Kanisius,2004). Berdasarkan Fatriasari dan Hermiati (2008), bambu kuning dan bambu petung memiliki tingkat kesesuaian yang relatif baik sebagai bahan baku pulp berdasarkan analisis morfologi serat dan sifat-sifat fisis kimia dibandingkan dengan bambu-bambu jenis lainnya. Bambu dapat diperbanyak secara generatif maupun secara vegetatif. Pengembangbiakan bambu dengan cara generatif memiliki kendala karena kesulitan mendapatkan biji jambu. Pengembangbiakan yang sudah umum dilakukan pada tanaman bambu adalah dengan cara pembiakan vegetatif. Ada beberapa cara pembiakan secara vegetatif yaitu dengan

menggunakan anakan (Banik,1980).

(23)

6

melintang terbatas (Liese, 1980, hal. 167 dalam Lessard dan Chouinard, 1980). Epidermis batang Gramineae terdiri dari sel-sel yang tersusun rapat. Dinding sel bagian luar tebal dan dilapisi oleh kutikula. Epidermis batang Gramineae

mempunyai sel gabus yang mengandung suberin dan sel silika yang mengandung silika (Essau, 1965 dalam Sutikno, 1986). Kutikula terdiri dari kutin dan lilin, sehingga dinding sel epidermis bagian luar tidak mudah ditembus air. Adanya lapisan kutikula ini menyebabkan epidermis berfungsi antara lain sebagai jaringan pelindung terhadap penguapan (Cutter, 1969 dalam Sutikno, 1986).

Gambar 1. Anatomi Batang Bambu

(24)

7

sklerenkim mengalami kenaikkan dari pangkal ke ujung batang, sedangkan jumlah sel-sel parenkim semakin menurun. Parenkim pada umumnya tersusun oleh sel-sel yang berdinding tipis, vakuola besar dengan protoplas yang hidup butuh sel-sel isodiametrik atau poliedsis dan terdapat ruang antar sel (Essau, 1965 dalam Sutikno, 1986). Sel-sel parenkim pada tingkat akhir pertumbuhan lebih lanjut tidak kelihatan adanya lignifikasi (penebalan dinding dengan lignin atau pati), sedangkan pada pertumbuhan lebih lanjut tidak kelihatan adanya lignifikasi. Sel-sel parenkim berhubungan antara satu dengan lainnya melalui dinding yang terdapat pada dinding longitudinal (Liese, 1980, hal. 162).

2.2Klasifikasi Botani Tanaman Bambu Kuning

Gambar 2. Bambu Kuning (Bambusa vulgaris schard.Es J.C)

Tanaman bambu kuning (Bambusa vulgaris schard.Es J.C) memiliki klasifikasi botani sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

(25)

8

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (Berkeping dua atau dikotil) Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Family : Poaceae (Suku rumput-rumputan) Genus : Bambusa

Spesies : Bambusa vulgaris schard Es J.C

(Anonim,2014).

2.3 Sifat BioFisik Bambu

Secara biofisik, bambu menghasilkan selulosa per ha 2-6 kali lebih besar dari pinus. Peningkatan biomassa per hari 10-30% dibandingkan 2,5% untuk pohon. Bambu dapat dipanen dalam 4 tahun, lebih singkat dibandingkan 8-20 tahun untuk jenis pohon yang cepat tumbuh (Nasendi, 1995 dalam Herliyana et al, 2005). Bambu mempunyai kandungan selulosa yang tinggi sekitar 42,4-53,6%; lignin 19,8-26,6%; pentosan 1,24-3,77%; kadar abu 1,24-3,77%; kadar silika 0,10-1,78%; kadar ekstraktif (kelarutan air dingin) 4,5-9,9%; kadar ekstraktif

(kelarutan air panas) 5,3-11,8%; dan kadar ekstraktif (kelarutan alkohol benzene) 0,9-6,9% (Gusmailina dan Sumadiwangsa, 1988 dalam Krisdianto et al, 2000).

2.4 Usaha Pencegahan Kerusakan Bambu

(26)

9

Yang termasuk dengan metode tradisional adalah rendaman dalam lumpur, air sungai atau laut, culm curing (bambu ditebang dengan membiarkan cabang dan daun tetap ada, dalam keadaan demikian berbagai proses pada daun tetap berlangsung sehingga kandungan pati pada batang berkurang), pengaspalan, pemanasan, plesteran (bambu dilabur campuran kotoran sapi dan kapur atau adukan tembok), perebusan, dan pemilihan musim tebang (pranotomongso). Menebang bambu pada saat yang tepat dapat mengurangi resiko serangan kumbang bubuk atau sedikit sekali terserang kumbang bubuk. Masyarakat pedesaan menggunakan pedoman waktu untuk menebang bambu agar terhindar dari serangan kumbang bubuk atau pada waktu mongso tua yang biasanya dipilih mongso ke-10 atau ke-11. Hal ini disebabkan kandungan pati (lignin) dalam pembuluh bambu yang menjadi makanan kumbang bubuk tidak sama sepanjang musim, kandungan pati bambu naik turun mengikuti musim, mongso ke-11 jatuh pada bulan Mei, merupakan masa paling sedikit serangan kumbang bubuk (Sulthoni, 1983).

(27)

10

waktu yang terlalu lama kekuatan mekanikanya akan turun, hal ini sesuai dengan adanya korelasi antara besarnya berat jenis dengan kekuatan mekanikanya, disamping faktor lainnya misalnya kadar air bambu yang bersangkutan. Metode pengawetan dengan menggunakan bahan kimia meliputi fumigasi, peleburan, penyemprotan, butt treatment (bagian pangkal bambu segar dipotong dan dengan masih mengandung cabang dan daun kemudian dimasukkan ke dalam drum yang berisi bahan pengawet sehingga terjadi proses dalam daun yang mengalirkan bahan pengawet masuk ke dalam batang), rendaman, tekanan ( Boucherie-Morisco) yang dimodifikasi. Upaya untuk membuat bambu lebih tahan terhadap serangan kumbang bubuk adalah dengan memasukkan bahan kimia yang dapat mematikan serangga dan jamur yang menyerang bambu. Menurut Liese (1980, hal. 165), bambu tanpa pengawetan hanya dapat bertahan kurang dari 1-3 tahun jika langsung berhubungan dengan tanah dan tidak terlindung terhadap cuaca. Bambu yang terlindung terhadap cuaca dapat tahan lebih dari 4-7 tahun. Untuk lingkungan yang ideal, sengai rangka, bambu dapat bertahan lebih dari 10-15 tahun.

2.5 Konduktivitas Hidrolik

Konduktivitas hidrolik adalah kemampuan bahan untuk mengirim air.

(28)

11

awal dan dapat merubah konduktivitas hidroliknya. Dapat disimpulkan bahwa konduktivitas hidrolik akan berkurang bila konsentrasi zat terlarut elektrolit berkurang yang disebabkan oleh pengembangan dan dispersi yang juga dipengaruhi oleh jenis-jenis kation pada pelepasan dan perpindahan partikel-partikel lempung. Selama aliran yang lama, dapat menghasilkan penyumbatan pori. Interaksi zat terlarut dan metrik tanah serta pengaruhnya terhadap

konduktivitas hidrolik khususnya pada tanah masam dan berkadar natrium tinggi. Permaebilitas dapat digunakan sebagai persamaan untuk Ks (keterhantaran hidrolik jenuh). Permaebilitas dapat dilakukan dengan cara menerapkan metode constant head pada tabung uji yang dihubungkan dengan tangki air (reservoir) yang mempunyai tinggi tekan tetap dan dengan beda elevasi H (Muljana

Wangsadipura, 2005). Hukum Darcy menunjukkan bahwa kecepatan aliran (flux) adalah sama dengan Ks hanya jika gradient hidrolik sama dengan satu, sehingga menyebabkan nilai kecepatan aliran yang tidak sama.

Menurut Hermantoro (2010) mengenai pengukuran konduktivitas hidrolika jenuh kendi, yaitu nilai konduktivitas hidrolika jenuh kendi dapat dihitung dengan persamaan berikut:

K

kendi

=

Dimana:

Kkendi = Koduktivitas hidrolik jenuh (cm/det) Q = Debit terukur (cm3/det

A = Luas permukaan selubung luar (cm2) L = Tebal dinding kendi (cm)

(29)

12

Adapun prosedur yang dilakukan untuk mengukur konduktivitas hidrolika jenuh pada kendi, yaitu sebagai berikut:

a. Kendi yang telah diketahui dimensinya diisi dengan air dan direndam hingga dindingnya jenuh.

b. Setelah jenuh kendi dimasukkan ke dalam wadah air tempat pengukuran dan disambungkan dengan selang plastik ke tabung mariotte.

c. Setelah laju air keluar, maka mulailah melakukan pengukuran volume pada setiap interval waktu tertentu (V/t).

d. Kemudian menghitung nilai K kendi dengan menggunakan persamaan diatas.

2.6 Hukum Darcy

Hukum Darcy merupakan suatu persamaan yang menerangkan kemampuan air mengalir pada rongga-rongga atau pori-pori tanah dan sifat yang

mempengaruhinya. Terdapat dua asumsi utama yang digunakan dalam penetapan Hukum Darcy, asumsi pertama menjelaskan bahwa fluida atau cairan dalam tanah bersifat laminer, sedangkan asumsi yang kedua menjelaskan bahwa tanah berada dalam keadaan jenuh. Darcy menyatakan bahwa kecepatan pengaliran setiap luasan satuan sebuah akuifer sebanding dengan kelandaian hulu potensial yang diukur pada arah pengaliran. Darcy mengusulkan hubungan antara kecepatan aliran dan gradient hidrolik dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(30)

13

Dimana :

V = kecepatan air (m/det) I = gradient hidrolik

k = koefisien permeabilitas (m/det)

Debit rembesan (Q) dinyatakan dalam persamaan :

Q = k I A…………(2)

Sehingga persamaan dapat ditulis :

Q = V A…………(3)

Dimana :

Q = debit rembesan (m3/det) V = kecepatan air (m/det) A = luas aliran (m2)

Hukum Darcy diterbitkan oleh Henry Darcy melalui percobaan yang

dilakukannya dengan menggunakan suatu dalil yang kita kenal dengan Hukum Dasar Aliran Tanah Laminer (Syahidah, 2013).

2.7 Sistem Irigasi Kendi

(31)

14

penampung air berupa tabung mariotte yang dapat memberikan air ke dalam kendi dengan tekanan yang tetap (konstan), pipa penyalur, katup atau kran, dan kendi yang digunakan sebagai emitter.

Menurut Mondal (1974) dan Stein (1990), irigasi kendi termasuk kedalam sistem irigasi bawah permukaan (subsurface irrigation). Hal ini dikarenakan kendi sebagai emitter ditanam dibawah permukaan tanah. Berdasarkan aplikasinya, sistem irigasi kendi disebut juga sebagai suatu irigasi dengan rembesan air secara perlahan-lahan dengan volume yang rendah pada zona perakaran tanaman, dan dapat diklasifikasikan sebagai irigasi lokal karena hanya sebagian tanah yang terbasahi oleh air. Menurut Mondal (1974), sistem irigasi kendi bawah permukaan memberikan air irigasi di zona perakaran tanaman, sehingga dapat mengurangi terjadinya evaporasi, perkolasi, dan aliran permukaan. Menurut Stein (1997), dinding kendi yang porus dapat mengendalikan laju rembesan air berdasarkan kejenuhan tanah di sekitar kendi, sehingga dapat mengatur rembesan air secara otomatis (autoregulative).

Menurut hasil penelitian Hermantoro (2011), pada sistem irigasi kendi, akan terbentuk pola pembasahan tanah. Pola pembasahan tanah di sekitar kendi

(32)

15

Gambar 3. Pola Pembasahan Tanah pada Lahan Kering

Menurut Stein (1994) dalam Hermantoro (2010), sistem irigasi kendi dapat dikelompokkan berdasarkan sistem penambahan air ke dalam kendi, yaitu dengan cara:

1. Sistem manual, yaitu pengisian air yang dilakukan dengan cara menuangkan air ke dalam kendi menggunakan selang atau gayung. 2. Sistem semi otomatis, yaitu pengisian air yang dilakukan dengan

membuka kran pada pipa yang telah disambungkan pada setiap kendi dan kemudian kran ditutup kembali setelah kendi dipenuhi oleh air.

(33)

16

2.8 Sistem Irigasi Bawah Permukaan (Sub-surface)

Sistem irigasi merupakan satu kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan, dan pengaturan air sehingga dapat meningkatkan produksi pertanian. Salah satu sistem irigasi yang memungkinkan untuk mengatur jumlah air sesuai dengan kebutuhan tanaman adalah dengan menggunakan sistem irigasi bawah permukaan. Sistem irigasi bawah permukaan adalah pemberian air irigasi secara langsung ke daerah zona perakaran tanaman. Adapun keuntungan dari sistem irigasi bawah permukaan, yaitu sebagai berikut:

1. Menghemat tenaga kerja.

2. Penggunaan air untuk keperluan irigasi lebih efisien.

(34)

17

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai April 2015 bertempat di Laboratorium Daya dan Alat Masin Pertanian (DAMP) dan

Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan (RSDAL) Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah ember sebagai tempat untuk air dan bambu, selang plastik, penggaris ukur, penggaris, gergaji, ember kecil, pisau, gelas ukur, tabung mariotte, meteran, kamera, dan alat tulis.

3.2.2 Bahan

(35)

18

3.3 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang telah dilakukan adalah pembuatan rangkaian alat

penelitian, pengujian konduktivitas hidrolik, dan pengujian kerapatan pada batang bambu kuning (Bambusa vulgaris schard Es J.C).

Adapun diagram alir dari penelitian yang akan dilakukan, yaitu sebagai berikut:

Gambar 4. Diagram Alir Uji Kinerja Sistem Irigasi Bambu Pengumpulan data

Pengujian kerapatan bambu Uji konduktivitas hidrolik bambu

Persiapan alat dan bahan Mulai

Perhitungan dan analisis data

Hasil

(36)

19

3.3.1 Pembuatan Rangkaian Alat Penelitian

Rangkaian alat penelitian yang digunakan, terdiri dari tabung mariotte (pensuplay air kedalam bambu) yang dibuat dari pipa berukuran 4 inchi dan 0,5 inchi, ember cat yang telah diberi lubang dengan adaptor agar air yang melimpas dapat keluar melalui lubang tersebut, dan selang waterpass yang digunakan untuk menyalurkan air dari tabung mariotte ke bambu dan dari ember ke ember kecil.

Berikut ini adalah tahapan-tahapan dalam perangkaian alat penelitian yang akan digunakan:

1. Pipa berukuran 4 inchi dipotong sepanjang 60 cm dan pipa berukuran 0,5 inchi dipotong sepanjang 50 cm.

2. Pada bagian atas dan bagian bawah pipa 4 inchi, ditempelkan dop berukuran 4 inchi.

3. Pada bagian atas pipa 4 inchi diberi lubang untuk masuknya pipa berukuran 0,5 inchi.

4. Kedua pipa tersebut digabungkan menjadi satu, tetapi pada pipa berukuran 0,5 inchi ditarik keluar sepanjang 10 cm agar pipa 0,5 inchi dapat

digunakan sebagai tempat masuknya udara.

5. Pada batang pipa berukuran 4 inchi diberikan lubang setinggi 10 cm sebagai jalan keluarnya air dari tabung mariotte kedalam bambu dan pada lubang tersebut diberikan adaptor untuk mempermudah dalam pemasangan selang waterpass.

6. Tabung mariotte yang telah siap, akan diisi air sampai penuh.

(37)

20

8. Pada penelitian ini, bambu yang digunakan adalah bambu dengan varietas bambu kuning (Bambusa vulgaris schard Es J.C) yang berukuran 20 cm. Pada bagian atas dan bagian buku-buku bambu diberikan lapisan penutup berupa lem silicone dan diikat dengan karet ban dalam agar air tidak merembes keluar melalui atas dan bawah bambu.

9. Pada bagian atas bambu, diberikan lubang kecil dengan adaptor agar air dapat masuk kedalam bambu.

10.Bambu yang akan diuji, dimasukkan kedalam ember yang telah diisi air. 11.Ember yang digunakan diberikan lubang dengan adaptor dan

disambungkan dengan selang waterpass agar air yang melimpas dapat langsung tertampung oleh ember kecil.

3.3.2 Uji Konduktivitas Hidrolik pada Bambu Kuning

Pada pengujian konduktivitas hidrolik ini bertujuan untuk mengetahui nilai konduktivitas hidrolik (Ks) pada Bambu Kuning dengan berbagai perlakuan. Perlakuan yang dilakukan terhadap bambu terdapat 6 macam perlakuan, yaitu sebagai berikut:

1. Sebagai kontrol, yaitu tidak dikikis seluruh lapisan epidermis dan lapisan endodermisnya (C1) dengan tebal 1 cm.

2. Tebal bambu 0,5 cm dengan perlakuan lapisan epidermis dan endodermis dikikis (C2).

(38)

21

4. Tebal bambu 0,9 cm dengan perlakuan lapisan epidermis dan endodermis dikikis (C4).

5. Tebal bambu 1,1 cm dengan perlakuan lapisan epidermis dan endodermis dikikis (C5).

6. Tebal bambu 1,3 cm dengan perlakuan lapisan epidermis dan endodermis dikikis (C6).

Perlakuan yang dilakukan terhadap media bambu adalah di media air.

Berikut ini adalah skema pengujian konduktivitas hidrolik pada bambu kuning:

Gambar 5. Skema Pengujian Konduktivitas Hidrolik pada Bambu Keterangan:

1. Tabung mariotte. 2. Tumpuan tabung mariotte. 3. Selang sebagai penyalur air. 4. Air di dalam ember (20 liter). 5. Ruas Bambu kuning. 6. Ember kecil (2,5 liter).

Pada penelitian ini, nilai konduktivitas hidrolik pada bambu akan diuji dalam keadaan jenuh dengan menggunakan ember, tabung mariotte, dan ember kecil. Tinggi bambu yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 20 cm dengan diameter bambu 7 cm. Pengujian konduktivitas hidrolik akan dilakukan sebanyak

(39)

22

3 kali pengulangan. Bambu akan diberi lapisan penutup pada bagian buku-buku bambu agar bagian bawah bambu kedap air dan air hanya dapat keluar secara radial dari batang bambu. Setelah itu, bambu diletakkan secara vertikal tepat di tengah-tengah ember. Air yang merembes dari dalam bambu akan keluar melalui lubang pengeluaran pada ember yang tersambung dengan selang plastik ke dalam ember kecil. Volume air yang keluar akan diukur dengan selang waktu satu hari (24 jam), sehingga didapatkan debit rembesan air.

Langkah-langkah yang dilakukan pada pengujian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Pembuatan tabung mariotte dengan menggunakan pipa 4 inchi dan pipa 0,5 inchi.

2. Persiapan bambu yang akan digunakan yaitu sebanyak 18 buah bambu. 3. Seluruh bambu akan diisi air dan direndam hingga seluruh bagian batang

bambu berada dalam keadaan jenuh.

4. Setelah bambu dalam keadaan jenuh, masing-masing bambu diletakkan secara tegak pada ember yang telah diisi penuh dengan air dan untuk membantu menopang bambu di dalam akuarium maka digunakan kayu sebagai penyangga.

5. Setelah itu tempat media (ember) dan bambu yang terdapat di dalam ember, dihubungkan dengan selang plastik ke dalam tabung mariotte. 6. Setelah didapatkan laju air yang keluar dari bambu, maka mulai dilakukan

pengukuran volume setiap interval waktu tertentu (V/t).

(40)

23

Dengan melakukan semua perlakuan diatas maka kita dapat menentukan nilai konduktivitas hidrolik (Ks) bambu kuning dari setiap perlakuan yang diberikan dan dengan parameter luasan yang berbeda.

3.3.3 Pengujian Kerapatan Bambu

Pengujian kerapatan bambu dilakukan setelah pengujian konduktivitas hidrolik selesai. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kerapatan serat dari setiap bambu yang digunakan. Berikut ini adalah tahapan-tahapan yang dilakukan pada pengujian kerapatan serat bambu:

1. Pengambilan sampel bambu, yaitu dengan cara memotong bambu pada setiap perlakuan dengan dimensi 1cm x 1cm.

2. Masing-masing sampel ditimbang beratnya dengan menggunakan timbangan analitik untuk mengetahui berat basah bambu.

3. Semua sampel bambu dimasukkan kedalam oven selama 1 x 24 jam. 4. Setelah dioven, bambu dimasukkan kedalam decicator selama 10 menit

dan kemudian bambu ditimbang kembali untuk mengetahui berat kering bambu.

5. Nilai kerapatan bambu, akan diketahui dengan cara menghitung berat kering bambu dibagi volume awal bambu.

3.4 Parameter Pengamatan

(41)

24

3.5 Pengolahan Data

Pengolahan data hasil penelitian dilakukan menggunakan software Ms. Excel, yaitu dengan cara membuat tabulasi data dan grafik untuk hasil konduktivitas hidrolik bambu kuning, kerapatan bambu, spesifik tabung mariotte yang digunakan, dan endurance. Pada perhitungan nilai konduktivitas hidrolik , digunakan rumus sebagai berikut:

K

s

=

Keterangan:

Ks = Konduktivitas hidrolik jenuh (cm/detik) Q = Debit terukur (cm3/det)

A = Luas permukaan selubung luar (cm2) L = Tebal dinding kendi (cm)

(42)

35

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan yaitu, sebagai berikut:

1. Batang bambu kuning (Bambusa vulgaris schard Es J.C) memiliki nilai konduktivitas hidrolik (Ks) yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai konduktivitas hidrolik kendi dan tanah lempung.

2. Nilai konduktivitas hidrolik rata-rata dari perlakuan yang tidak dikikis lapisan epidermis dan lapisan endosermisnya adalah 0 cm/det.

3. Nilai konduktivitas hidrolik rata-rata dari perlakuan C2 sampai C6 adalah 7,23 x 10-8 cm/det; 6,87 x 10-8 cm/det; 8,56 x 10-8 cm/det; 6,93 x 10-8 cm/det; dan 7,06 x 10-8 cm/det.

(43)

36

5.2 Saran

Saran dari hasil penelitian ini yaitu, sebagai berikut:

1. Perlu diadakan kajian lebih lanjut mengenai nilai konduktivitas hidrolik batang bambu pada varietas yang berbeda, sehingga hasil dari pengujian ini dapat dibandingkan dengan nilai Ks bambu hasil penelitian lainnya. 2. Disarankan agar penelitian ini dapat dilanjutkan ke media tanah, sehingga

dapat diketahui nilai konduktivias hidrolik batang bambu kuning dalam keadaan tidak jenuh.

(44)

37

DAFTAR PUSTAKA

Banik, R.L. 1980. Propagation of bamboos by clonal methods and by seeds: hal. 139-150 In Lessard, G. Dan Chouinard, A., Bamboo Research in Asia. International Development Research Centre, Ottawa. Canada: 228 hal.

Berlian, N.V.A dan E. Rahayu. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Edisi 1. Penebar Swadaya. Jakarta.

Fatriasari, W dan E, Hermiati. 2008. Analisis Morfologi Serat dan Sifat Fisis-Kimia pada Enam Jenis Bambu sebagai Bahan Baku Pulp dan Kertas. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan, Vol. 1, No. 2 : 67-72.

Hermantoro. 2006. Pengembangan Sistem Irigasi Pipa Gerabah Bawah

Permukaan pada Lahan Kering. Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian, 29-30 November 2006.

Hermantoro. 2010. Teknik Fertigasi Kendi untuk Lahan Kering. STIPER Yogyakarta. Sleman Yogyakarta. 66 hal.

Hermantoro. 2011. Teknologi Inovatif Irigasi Lahan Kering dan Lahan Basah Studi Kasus Tanaman Lada Perdu. Agroteknose. Vol. V, No. 1: 37-44.

Herliyana, E.N, Noverita dan I.S, Lisdar. 2005. Fungsi pada Bambu Kuning (Bambusa vulgaris schard var. vitata) dan Bambu Hijau (Bambusa vulgaris schard var. vulgaris) serta Tingkat Degradasi yang Diakibatkannya. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. Vol. 18, No. 1: 2.

Krisdianto, Sumarni, dan Ismanto. 2000. Sari Hasil Penelitian Bambu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. 15 hal.

(45)

38

http://repository.ugm.ac.id/57658/. Diakses pada tanggal 19 November 2014.

Liese, W. 1980. Anatomy of Bambu : hal. 161-164 In Lessard, G. dan Chouinard, A., Bamboo Research in Asia. International Development Research Centre, Ottawa. Canada: 228 hal.

Liese, W. 1980. Anatomy of Bambu : hal. 165-172 In Lessard, G. dan Chouinard, A., Bamboo Research in Asia. International Development Research Centre, Ottawa. Canada: 228 hal.

PDAM Pontianak. 2007. Penjernihan Air. Bagian Produksi Penjernihan Air. Pontianak.

Rosadi,R.A.B. 2012. Irigasi Defisit. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Lampung. 102 hal.

Setiawan B.I. 1998. Sistem Irigasi Kendi untuk Tanaman Sayuran di Daerah Kering. Laporan Riset Unggulan Terpadu IV. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Stein, Th. M. 1997. The Influences of Evaporation, Hydraulic Conductivity, Wall Thickness and Surface Area on Seepage Rates of Pitcher Irrigation. Journal of Applied Irrigation Science (Zeitschrft fur bewasserungswirtscgaft).Vol. 32, No. 1: 65-83.

Sulthoni. 1983. Suatu Kajian tentang Pengawetan Bambu secara Tradisional untuk mencegah Serangan Bubuk. Disertasi Doktor Universitas Gadjah Mada. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tidak diterbitkan. Dapat diakses pada

http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=Penel itianDetail&act=view&typ=html&buku_id=12555. Diakses tanggal 20 November 2014.

Sutikno. 1986. Struktur Anatomi Empat Jenis Bambu dan Retensinya terhadap Bahan Pengawet. Tesis. Fakultas Kehutanan,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tidak diterbitkan. Dapat diakses pada

http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=Penel itianDetail&act=view&typ=html&buku_id=13095. Diakses tanggal 20 November 2014.

Gambar

Tabel:                                                   Teks
Gambar:
Gambar 1. Anatomi Batang Bambu
Gambar 2. Bambu Kuning (Bambusa vulgaris schard.Es J.C)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menjadi salah satu permasalahan bagi pihak management Universitas Islam Negeri SUSKA Riau, dengan adanya permasalahan ini maka akan dibuat suatu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun buas-buas dapat menurunkan tingkat kerusakan paru-paru pada pelebaran lumen alveolus, penebalan dinding

Jika status guru dalam pelaksanaan penelitian sebelumnya adalah guru sekolah yang menjadi objek penelitian dan kemudian dipromosikan/dimutasikan ke sekolah lain ataupun

2 Istilah dan defenisi 2.1 debu partikel padat yang terbentuk karena adanya kekuatan alami atau mekanik seperti penghalusan grinding, penghancuran chrushing, peledakan

Oleh sebab itu, berdasarkan fakta ini dapat dianalisa bahwa tindakan atau pendapat Abdurrauf paling tidak agaknya akan menimbulkan dua macam penafsiran. Pertama

Berdasarkan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa peserta merasa puas terhadap inovasi-inovasi metode pembelajaran yang dijalankan instruktur dalam menyampaikan

Menurut Oemar Hamalik (2005: 10), pelatihan merupakan suatu proses yang meliputi serangkaian tindakan atau upaya yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk

Fisik yang berkaitan dengan keterampilan memerlukan tingkat kondisi fisik yang sangat tinggi. Anggar adalah cabang olahraga yang memiliki karakteristik berbeda dengan cabang