• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konsep Negara hukum, Negara berdiri di atas hukum dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Dalam konsep Negara hukum, Negara berdiri di atas hukum dan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam konsep Negara hukum, Negara berdiri di atas hukum dan menjamin rasa keadilan kepada warga negaranya.1 Untuk mewujudkan suatu Negara hukum, menurut “Soerjono Soekanto” sebagaimana dikutip oleh Eddy OS Hiariej, paling tidak ada lima faktor yang mempengaruhi, pertama, hukum itu sendiri, baik dalam pengertian substansial dari suatu peraturan perundang-undangan maupun hukum formal untuk menegakan hukum materil, kedua adalah profesionalisme aparat penegak hukum, ketiga sarana dan prasarana yang cukup memadai, keempat adalah presepsi masyarakat terhadap hukum, dan yang kelima adalah budaya hukum itu sendiri.2

Kegiatan penegak hukum merupakan tindakan penerapan hukum terhadap setiap orang yang perbuatannya menyimpang dan bertentangan dengan norma hukum. Artinya hukum diberlakukan bagi siapa saja dan pemberlakuannya sesuai dengan mekanisme dan cara dalam sistem penegakan hukum yang telah ada. Penegakan hukum sebagai suatu kegiatan untuk menjaga dan mengawal hukum agar tetap tegak sebagai suatu norma yang mengatur kehidupan manusia demi terwujudnya ketertiban, keamanan dan ketentraman masyarakat dalam menjalankan kehidupannya.

1

Jimly Asshiddiqie, 2008.Menuju Negara Hukum Yang Demokratis, Jakarta, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstiusi, hlm. 33.

2

Eddy OS Hiariej, 1999 “Quo Vadis Kepolisian RI? Telaah Kritis Terhadap Konsep Rancangan Undang-undang Kepolisian Republik Indonesia”, Jurnal Mimbar Hukum, Fakultas hukum UGM Vol X, hlm.1.

(2)

Dalam Negara demokrasi sebagaimana yang diutarakan oleh Jermon H. Skolnick, dalam Justice Without Trial law Enforcement in Demokratic Society, polisi selain berfungsi untuk menegakan hukum dan pelayanan masyarakat, juga berfungsi sebagai figur ayah, teman, moralitas bahkan sebagai pengayom masyarakat.3 Dalam The limits of The Criminal Sanction, Harbert L. Packer, berpendapat bahwa polisi adalah penjaga pintu gerbang sistem peradilan pidana.4

Secara implisit Polri merupakan salah satu lembaga penegak hukum serta merupakan harapan dan teladan bangsa, karena mengemban tugas-tugas untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Cita-cita dan citra sebagai harapan dan teladan bangsa bukan suatu predikat yang dengan cuma-cuma diberikan kepada setiap anggota Polri, namun eksistensinya perlu proses, aktivitas serta perjuangan yang panjang dan membutuhkan banyak pengorbanan. Harapan dan teladan yang diberikan bagi anggota Polri tersebut perlu direalisasikan dalam pelaksanaan tugas sehingga tidak hanya merupakan simbolis semata. Perihal tugas kepolisian sebagai aparat penegak hukum, tugas dan wewenangnya telah diatur secara rinci dalam ketentuan perundang-undangan. Berdasarkan Pasal 13 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, tugas pokoknya yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.5 3 Ibid. 4 Ibid. 5

Lihat Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, tentang Polisi Republik Indonesia. (Lembaran Negara Republik Indo nesia Nomor 4168).

(3)

Demikian mulianya tugas yang diembankan kepada anggota Polri sebagai penegak hukum, anggota Polri dituntut tegas, konsisten dalam tindakan, serta etis dalam sikap, kalau ketiga hal tersebut tidak di emban dengan baik maka anggota Polri akan mudah terjebak pada hal-hal yang kurang simpatik yang tidak sesui dengan fungsi dan tugasnya.6

Tugas dan wewenang yang diberikan kepada anggota Polri dalam menjalankan tugas di bidang penegakan hukum pada hakikatnya diperoleh secara atributif, yakni diatur dalam peraturan perundang-undangan, yakni angota Polri dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai penegak hukum harus berorientasi pada tujuan yang diberikannya wewenang yakni untuk menciptakan dan atau mewujudkan negara yang aman, tertib, sejahtera, adil dan makmur. Apabila tugas dan wewenang yang diberikan oleh undang-undang tersebut tidak dijalankan dengan baik maka akan memepunyai konsekuensi hukum. Artinya setiap pelangaran atau penyimpangan yang dilakukan oleh anggota Polri dapat dipertanggungjawabakan secara hukum.

Sebagai bagian dari proses penyelenggara negara, institusi kepolisian terikat pada aturan-aturan hukum dan prosedur-prosedur tertentu, serta dikontrol dan bertanggungjawab pada hukum. Dalam rangka menciptakan anggota Polri yang bersih dari perbuatan tercela, anggota Polri memiliki pedoman bersifat mengikat yang wajib untuk ditaati yang dikenal dengan undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin

6

Marjono Reksodiprojo,1994, Kemajuan Perkembangan Ekonomi dan Kejahatan Pusat

(4)

Anggota Polri. Peraturan disiplin anggota Polri tersebut dilengkapi dengan Keputusan Kapolri Nomor. Pol: Kep/43/IX/2004 Tanggal 30 September 2004 tentang Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia, serta Keputusan Kapolri Nomor.Pol: Kep/97/XII/2003 tanggal 31 Desember 2003 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Devisi Propam Polri.

Walaupun peraturan disiplin anggota Polri telah diberlakukan, saat ini makin marak kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri, yang sebenarnya mereka adalah pengayom bagi masyarakat. Dalam pelaksanaan tugas maupun di luar tugas tidak jarang ditemui anggota Polri yang menyalahgunakan kekuasaan maupun kewenangannya bahkan banyak yang termasuk pelaku tindak pidana. Sebagai manusia biasa seorang anggota Polri memiliki kadar kekuatan iman dan ketaatan terhadap peraturan, baik menyangkut disiplin maupun kode etik. Banyaknya godaan terutama yang berwujud materi menyebabkan adanya oknum-oknum anggota Polri tergiur untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran atau tindak pidana baik yang bersifat ringan maupun berat dengan sanksi mulai dari peringatan sampai pemecatan.

Data yang didapat dari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (MABES POLRI).7 Pada tahun 2010, perkara pelanggaran disiplin yang melibatkan anggota Polri sebanyak 5,437 (lima ribu empat ratus tiga puluh tujuh) orang. Selain pelanggaran disiplin, Polri juga sudah memberikan

7

Febrina Ayu Scottiati, “Kapolri Sebut Jumlah Perwira yang Kena Sanksi Menurun di Tahun 2010/2011”, http:// news.detik.com/read/2011/01/24/145714/1553199/10/kaPolri-sebut-jumlah perwira yang kena -sanksi menurun- diTahun -2010. Diakses, Senin 28 oktober 2013.

(5)

sanksi bagi para perwira yang melakukan pelanggaran kode etik profesi sebanyak 215 (dua ratus lima belas) orang, polisi yang mendapat sanksi pidana sepanjang tahun 2010 sebanyak 628 (enam ratus dua puluh delapan) orang. Polri juga telah melakukan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) kepada 294 (dua ratus sembilan puluh empat) perwira yang melakukan pelanggaran. Dengan rincian, Perwira Menegah (PAMEN) 6 (enam) orang, Perwira Pertama (PAMA) 12 (dua belas) orang, Bintara 272 (dua ratus tujuh puluh dua) orang dan TAMTAM 4 (empat) orang.

Pada tahun 2011, sebanyak 267 (dua ratus enam puluh tujuh) anggota Polri dipecat atau diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH). Selanjutnya sebanyak 3,429 (tiga ribu empat ratus dua puluh sembilan) anggota Polri dijatuhi sanksi disiplin dan 12.987 (dua belas ribu sembilan ratus delapan puluh tujuh) anggota Polri melanggar tata tertib. Jendral Timur Pradobo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Polisi Republik Indonesia (KAPOLRI) menjelaskan, mereka yang dipecat sebagian besar adalah anggota Polri yang melakukan tindak pidana. Adapun yang dijatuhi sanksi disiplin diantaranya karena melanggar etika dan disiplin Polri, seperti bolos kerja sampai ke cara berpakaian.

Pada tahun 2012, Kepolisian Republik Indonesia telah memberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) 595 (lima ratus sembilan puluh lima) anggotanya. Jumlah tersebut naik dari tahun sebelumnya yang hanya 267 (dua ratus enam puluh tujuh) anggota atau meningkat sebanyak 55,12 (lima puluh lima koma dua belas) persen. Untuk pelanggaran disiplin terdapat

(6)

6.017 (enam ribu tujuh belas) kasus dan mengalami peningkatan 43 (empat puluh tiga) persen dari tahun 2011. Angka tersebut Polri berhasil menyelesaikan sebanyak 4.154 (empat ribu seratus lima puluh empat) kasus atau 69 (enam puluh sembilan) persen. Sementara itu untuk etika profesi sebanyak 651 (enam ratus lima puluh satua) kasus dan telah diselesaikan sebanyak 449 (empat ratus empat puluh sembilan) kasus. Jumlah ini pun meningkat sebesar 42,24 (empat puluh dua koma dua puluh empat) persen dari tahun sebelumnya.8

Selain data yang didapatkan dari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (MABES POLRI) data juga diperoleh dari Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta.9 Pada tahun 2011, anggota Polri yang dijatuhi hukuman disiplin sebanayak 347 (tiga ratus empat puluh tujuh) orang, dengan rincian Perwira Menegah (PAMEN) 2 (dua) orang, Perwira Pertama (PAMA) 23 (dua puluh tiga) orang, Bintara 319 (tiga ratus sembilan belas) orang, PNS Polri 3 (tiga) orang. Selain pelanggaran disiplin, Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta juga sudah memberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) Bintara yang melakukan pelanggaran kode etik profesi sebanyak 9 (sembilan) orang, dengan rincian pelanggaran disersi 3 orang, melanggar sumpah 1 (satu) orang, merugikan dinas 4 (empat) orang, tindak pidana 1 (satu) orang, dan anggota Polri yang mendapatkan hukuman Pidana sebanyak 15 (lima belas) orang, dengan rincian, penipuan 10 (sepuluh) orang, mengugurkan bayi

8

Dian Maharani, Anggota Polri yang Dipecat Naik 55 Persen pada 2012, Kompas.Com

ttp://nasional.kompas.com/read/2012/12/28/20080859/. Diakses, Senin 28 oktober 2013.

9

Sumber Data, POLDA D.I.Yogyakarta, Pra Penelitian tertanggal 26 Novenber 2013, dibuktikan dengan surat keterangan prapenelitian yang dikeluarkan oleh Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor Polisi : SKET/5/XII/2013/Bidpropam.

(7)

1(satu) orang, penganiayaan 1 (satu) orang, perzinahan 1 (satu) orang, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 2 (dua) orang.

Pada tahun 2012, perkara pelanggaran disiplin sebanyak 221 (dua ratus dua puluh satu) orang, yang dijatuhi sanksi disiplin 217 (dua ratus tujuh belas) orang, dengan rincian, Perwira Menegah (PAMEN) 11 (sebelas) orang, Perwira Pertama (PAMA) 26 (dua puluh enam) orang, Bintara 182 (seratus delapan puluh dua) orang, PNS Polri 2 (dua) orang, yang tidak terbukti melakukan pelanggaran (bebas) 4 (empat) orang. Selain pelanggaran disiplin, Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarata sudah memberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) bintara yang melakukan pelanggaran kode etik profesi sebanyak 6 (enam) orang, dengan rincian, pelanggaran disersi 3 orang, tindak pidana 3 (tiga) orang. Polisi yang mendapatkan sanksi Pidana sebanyak 17 (tujuh belas) orang,, dengan rincian, Penipuan 7 (tujuh) orang, penganiayaan 5 (lima) orang, pemerkosaan 1 (satu) orang, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 2 (dua) orang, dan pemalsuan surat 2 (dua) orang.

Pada tahun 2013 perkara pelanggaran disiplin sebanyak 233 (dua ratus tiga puluh tiga) orang, yang dijatuhi sanksi disiplin 224 (dua ratus dua puluh empat) orang, dengan rincian, Perwira Menegah (PAMEN) 6 (enam) orang, Perwira Pertama (PAMA) 14 (empat belas) orang, Bintara 213 (dua ratus tiga belas) orang, yang tidak terbikti melakukan pelanggaran (bebas) 9 (sembilan) orang. Selain pelanggaran disiplin, Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarata sudah memberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) perwira pertama dan bintara yang melakukan pelanggaran kode etik profesi sebanyak 7 (tujuh)

(8)

orang, dengan rincian, pelanggaran disersi 5 (lima) orang, salah prosedur 1 (satu) orang, tindak pidana 1 (satu) orang.

Penyimpangan perilaku anggota Polri tersebut diatas merupakan pelanggaran terhadap peraturan disiplin anggota Polri sebagaimana yang diatur dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri. Namun penegakan hukum terhadap peraturan disiplin anggota Polri saat ini dirasakan masih jauh dari harapan dan belum mampu secara maksimal memberikan dampak positif bagi perilaku anggota Polri, baik dikarenakan proses dari penegakan hukumnya maupun hasil dari penegakan hukum peraturan disiplinnya. Upaya penegakan disiplin dan kode etik Polri sangat dibutuhkan guna terwujudnya pelaksanaan tugas yang dibebankan dan tercapainya profesionalisme Polri. Sangat tidak mungkin penegakan hukum dapat berjalan dengan baik, apabila penegak hukumnya sendiri tidak disiplin dan tidak profesional.

Kepolisian Republik Indonesia mempunyai prinsip kehati-hatian sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia membawa perubahan konsep dan pola dalam penyelenggaraan fungsi kepolisian, penyelengaraan fungsi kepolisian mendekatkan pada pola sipil atau non-militer. Artinya persuasif, ramah bersahaja, selain sikap tersebut Kepolisian disamping melakukan tindakan represif (penindakan), juga mengendepankn tindakan preventif (bahwa tindakan kepolisian lebih mengutamakan pencegahan dari pada penindakan). Menurut Loebby Loqman, sebagaimana dikutip oleh Sajiono, dalam

(9)

menjalankan fungsi preventif, profesionalisme anggota Polri sangat dibutuhkan, dikarenakan fungsi tersebut lebih banyak didasarkan pada kebijakan. Kebijakan yang diambil tentunya memerlukan ketepatan dan kecermatan penilaian, kapan suatu tindakan preventif akan dilakukan, bagaimana bentuknya, sampai pada suatu keputusan apakah sudah selayaknya tindakan tersebut dilakukan serta apa akibat terhadap masyarakat.10 Selain sikap tersebut dalam penyelengaraan tugas Polri juga bertumpu pada asas-asas umum pemerintahan yang baik, asas-asas tersebut merupakan asas-asas dalam menjalankan fungsi pemerintahan, khususnya asas kehati-hatian atau kecermatan dalam bertindak.11

Prinsip ini menghendaki agar anggota Polri dalam melakukan tindakan, didasari sikap kehati-hatian atau cermat dalam bertindak sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat baik moril maupun materil, prinsip kehati-hatian dan kecermatan ini membebani suatu kewajiban bagi anggota Polri untuk tidak dengan mudah gegabah atau ceroboh dalam mengambil keputusan bertindak yang dapat menimbulkan kerugian orang perorangan badan hukum atau lembaga kepolisian itu sendiri.12

Berdasaran uaruan latar beakang tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Penegakan Sanksi Disiplin Terhadap Anggota POLRI Yang Melakukan Pelanggaran Dalam Menjalankan Tugas Di Bidang Penegakan Hukum”.

10

Tatiek Sri Djatmiati dan Sajiono, 2005 Fungsi Kepolisian dalam Pelaksanaan Good

Governance, LAKsbang Yogyakarta, hlm. 24.

11

Ibid, hlm. 27.

12

A. Kadarmanta, 2007, Membangun Kultur Kepolisian, PT Forum Media Utama, Jakarta, hlm. 23.

(10)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah upaya kepolisian mencegah pelanggaran disiplin terhadap anggota Polri dalam menjalankan tugas di bidang penegakan hukum ?

2. Bagaimanakah penegakan hukum disiplin terhadap anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin dalam menjalankan tugas di bidang penegakan hukum ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian dalam latar belakang serta mengacu pada rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui, menganalisis dan menjelaskan upaya kepolisian

mencegah pelanggaran disiplin terhadap anggota Polri dalam menjalankan tugas di bidang penegakan hukum;

2. Mengetahui, menganalisis dan menjelaskan penegakan hukum disiplin terhadap anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin dalam menjalankan tugas di bidang penegakan hukum.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dari sisi akademis dan sisi praktis sebagai berikut:

(11)

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya serta memberikan masukan bagi perkembangan pengetahuan ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan, penegakan sanksi disiplin terhadap anggota Polri yang melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas di bidang penegakan hukum.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para praktisi, akademisi dan Kepolisian Republik Indonesia, maupun pihak-pihak yang mempunyai keterkaitan dengan penelitian ini, dalam rangka menerapkan, mengembangkan dan membentuk hukum khususnya masalah penegakan sanksi disiplin terhadap anggota Polri yang melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas di bidang penegakan hukum.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran dan pengamatan yang penulis lakukan beberapa karya tulis baik berupa skripsi maupun tesis di perpustakaan Universitas Gadjah Mada maupun Perpustakaan Fakultas hukum Universitas Gadjah Mada yang berkaitan dengan masalah kepolisian secara umum yaitu:

(12)

1. Keputusan sidang komisi kode etik dalam penegakan hukum pidana di institusi Polri,13 karya tulis ini adalah skripsi yang dibuat pada tahun 2011, oleh Tivania Dewi Astuti, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Adapun rumusan masalah yang diangkat yaitu: (1) Bagaimana keputusan komisi kode etik Polri dalam penegakan kode etik profesi Polri terkait pelanggaran hukum pidana yang dilakukan oleh anggota Polri; (2) Apa relevansi keputusan sidang komisi kode etik dalam penegakan hukum pidana di institusi Polri. Adapun kesimpulannya adalah (1) Anggota Polri yang melakukan tindak pidana dapat dilakukan sidang komisi kode etik sebelum sidang pada peradilan umum berdasarkan pelanggaran kode etik Profesi Polri (Perkap Nomor.7 Tahun 2006); (2) Pelaksanaan sidang komisi kode etik Polri dilaksanakan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Polri yang tindak pidananya diklasifikasikan hanya pelanggaran kode etik Polri, (tidak dianggap sebagai tindak pidana), maka proses peradilan pidana terhadap tindak pidana tersebut tidak dilakukan.

2. Relevansi antara putusan sidang komis etik Polri dengan putusan peradilan pidana,14 karya tulis ini adalah skripsi yang dibuat pada tahun 2013, oleh Al Malikul Mufid. Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Adapun rumusan masalah yang diangkat yaitu: (1) Bagaimana relevansi antara putusan sidang komisi kode etik Polri dengan putusan

13

Tivania Dewi Astuti, 2011, “Keputusan Sidang Komisi Kode Etik Dalam Penegakan Hukum Pidana Di Institusi POLRI”, “Skiripsi” Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

14

Al Malikul Mufid, 2013, “Relevansi Antara Putusan Sidang Komis Etik Polri Dengan Putusan Peradilan Pidana”, “Skiripsi” Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

(13)

peradilan umum; (2) Bagaimana mekanisme penyelesain kasus pelanggaran kode etik profesi di institusi Polri. Kesimpulannya adalah (1) Putusan sidang komisi kode etik Polri mempunyai relevansi dengan putusan peradilan pidana terkait dengan tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Polri, dikerenakan anggota Polri tunduk pada peradilan umum.(2) Mekanisme penyelesaian pelanggaran kode etik Polri saat ini mengacu pada peraturan Kapolri Nomor. 19 Tahun 2012 tentang susunan organisassi dan tata kerja komisi kode etik kepolisian Republik Indonesia. Dalam Perkap (Peraturan Kapolri) tersebut maupun aturan yang lain, belum ada aturan yang tertulis jelas mengenai kompetensi yang harus dimiliki oleh anggota Polri yang berhak untuk menjadi anggota dalam sidang komisi kode etik profesi Polri.

Meskipun terdapat banyak karaya tulis ilmiah yang mengkaji tentang masalah kepolisian, namun penelitian ini memiliki objek yang berbeda, penelitian yang dilakukan oleh penulis secara khusus mengkaji tentang “penegakan sanksi disiplin terhadap anggota Polri yang melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas di bidang penegakan hukum”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, menganalisis dan menjelaskan upaya kepolisian mencegah pelanggaran disiplin terhadap anggota Polri dalam menjalankan tugas di bidang penegakan hukum, serta mengetahui, menganalisis dan menjelasakan penegakan hukum disiplin terhadap anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin dalam menjalankan tugas di bidang penegakan hukum” Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya

(14)

yang membehas tentang, keputusan sidang komisi kode etik dalam penegakan hukum pidana di institusi Polri dan relevansi antara putusan sidang komisi etik Polri dengan putusan peradilan pidana. Setelah penulis melakukan penelusuran dan pengamatan. Penelitian dengan objek yang sama belum pernah penulis temukan di perpustakaan Universitas Gadjah Mada maupun Perpustakaan Fakultas hukum Universitas Gadjah Mada.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut hasil dari yang sudah dilakukan yaitu uji chow dan uji hausman dengan ketiga model regresi data panel, maka model yang paling tepat digunakan dalam penelitian ini

Alat Analisis : Regresi Linier Berganda Variabel Dependen : Keputusan Pembelian Variabel Independen : Produk, Harga, Promosi, Tempat, Partisipan, Proses, Bukti Fisik Variabel

Faktor bentuk untuk elemen penampang yang diperkuat adalah Qa.. Besar tegangan kritis menurut AISC dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan tegangan kritis kolomseperti

R Square sebesar 0,322 menunjukkan bahwa 32,2% Opini Auditor di BPK RI Perwakilan Jawa Timur dipengaruhi oleh Pemeriksaan Interim, Lingkup Audit dan Independensi

Hasi penelitian yang dilakukan di Puskesmas Karang Taliwang usia kehamilan berdasarkan sampel terbanyak adalah aterm/yaitu sebanyak yaitu sebanyak 51 orang (93%), dan

2018 SK ABDIMAS REGULER ITS tahun 2018: Penerapan Solar Water Pumping atau Pompa Air Bertenaga Matahari Dilengkapi dengan Sistem MPPT (Maximum Power Point Tracking) untuk

Lampbrush chromosome merupakan suatu struktur dekondensasi kromosom yang dapat ditemukan pada sel gamet berbagai jenis hewan (pada tahap diplonema dari Meosis

Jadi yang penulis maksud dengan peningkatan profesionalisme guru melalui pusat sumber belajar (PSB) di SD Al Muslim Waru Sidoarjo adalah keadaan lebih baik, lebih tinggi, dan