• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II URAIAN TEORITIS"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Kerangka Teori

Para ilmuan mempunyai perspektif yang berbeda mengenai definisi teori, karena adanya fakta bahwa teori-teori individual didasarkan pada tradisi intelektual yang melibatkan asumsi-asumsi yang berbeda. Tradisi intelektual ini lebih populer dengan istilah paradigma. Paradigma memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan arah pengembangan suatu ilmu pengetahuan, termasuk ilmu komunikasi.

Dalam ilmu komunikasi dan ilmu sosial mengenal 3(tiga) paradigma diantaranya:

1. Paradigma Positivis

Paradigma ini menempatkan ilmu-ilmu sosial seperti halnya ilmu-ilmu alam fisika. Dalam perkembangan paradigma positivis mendominasi wacana ilmu pengetahuan mulai pada awal abad 20-an sampai saat ini, dengan menetapkan kriteria – kriteria yang harus dipenuhi yaitu:

a. Objektif, teori – teori tentang semesta haruslah bebas nilai.

b. Fenomenalisme, ilmu pengetahuan hanya bicara tentang semesta yang teramati.

c. Reduksionisme, semesta direduksi menjadi fakta – fakta yang dapat diamati.

d. Naturalisme, alam semesta adalah objek – objek yang bergerak secara mekanis seperti bekerjanya jam (Bungin, 2005: 31).

2. Paradigma Konstruktivis

Paradigma ini memandang kebenaran sebagai sesuatu yang subjektif dan diciptakan oleh partisipan dan peneliti sendirilah yang bertindak sebagai salah satu partisipan. Pada paradigma ini terdapat lebih sedikit penekanan pada objektivitas karena sifat objektif yang mutlak sangat tidak mungkin. Akan tetapi, hal ini tidak berarti bahwa penelitian pada tradisi ini harus bergantung pada apa yang dikatakan oleh partisipan tanpa ada penilaian di luar diri peneliti (West dan Turner, 2008: 75).

(2)

3. Paradigma Kritis

Paradigma ini menekankan pada tanggung jawab peneliti untuk mengubah ketidakadilan dalam kondisi yang sudah ada (status quo) dan membantu membentuk suatu kesadaran sosial agar seseorang atau masyarakat dapat memperbaiki dan merubah kondisi kehidupannya

(West dan Turner, 2008: 76).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma Positivis karena metodologi penelitiannya menggunakan penelitian kuantitatif dan teori yang digunakan adalah Komunikasi Massa, Jurnalistik & Pers, Sikap dan Teori S-O-R.

2.1.1 Komunikasi Massa

2.1.1.1 Pengertian Komunikasi Massa

Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan melalui media massa baik cetak maupun elektronik. Dengan demikian, media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak dan cepat kepada audien yang luas dan heterogen. Bahkan media massa mampu menyebarkan pesan pada waktu yang serempak.

Menurut Josep A Devito, (dalam Nurudin, 2011: 11), mendefinisikan bahwa komunikasi massa yakni, “First, mass communication is communication addressed to masses, to an extremely large audience. This does not means that the audience includes all people or everyone who reads or everyone who watches television; rather it means an audience that is large and generally rather poorly defined. Second, mass communication is communication mediated by audio and/or visual transmitter. Mass communication is perhaps most easily and most logically defined by its forms, television, radio, news paper, magazines, films, books, and tapes.”

Jika diterjemahkan secara bebas bisa berarti, “pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini tidak berarti pula bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yag disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya; televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku dan pita.

(3)

2.1.1.2 Karakteristik Komunikasi Massa

Berdasarkan defenisi komunikasi massa tersebut, terdapat karakteristik komunikasi massa yang membedakannya dengan tipe komunikasi lainnya (Nurudin, 2011: 19) yaitu:

a. Komunikator dalam Komunikasi Massa Melembaga

Komunikator dalam komunikasi massa bukan satu orang tetapi kumpulan orang. Artinya, gabungan antar berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga. Lembaga yang dimaksud di sini menyerupai sistem.

b. Komunikan dalam Komunikasi Massa Bersifat Heterogen

Komunikan dalam komunikasi massa sifatnya heterogen/beragam. Artinya, khalayaknya beragam dari segi pendidikan, umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi, jabatan, maupun agama atau kepercayaan.

c. Pesannya bersifat umum

Pesan dalam komunikasi massa tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyarakat tertentu. Oleh karena itu pesan yang dikemukakan tidak boleh bersifat khusus.

d. Komunikasinya Berlangsung Satu Arah

Komunikasi hanya berlangsung satu arah, yakni dari media massa ke komunikan dan tidak terjadi sebaliknya. Komunikan tidak bisa langsung memberikan respons atau umpan balik (feedback) kepada komunikatornya, kalaupun bisa sifatnya tertunda (delayed feedback). Hal ini sangat berbeda ketika kita melakukan komunikasi tatap muka.

e. Komunikasi Massa Menimbulkan Keserempakan

Dalam komunikasi massa ada keserempakan dalam proses penyebaran pesan-pesannya. Serempak di sini berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaan.

f. Komunikasi Massa Mengandalkan Peralatan Teknis

Dalam hal ini peralatan teknis bersifat mutlak atau harus dikarenakan, tanpa adanya peralatan teknis komunikasi massa akan sulit terjadi. Peralatan teknis yang dimaksud adalah pemancar atau satelit untuk media

(4)

elektronik (televisi, radio dan internet) dan sistem cetak jarak jauh (SCJJ) untuk media cetak (majalah, tabloid dan surat kabar).

g. Komunikasi Massa Dikontrol oleh Gatekeeper

Gatekeeper atau sering disebut penjaga gawang/ penapis informasi adalah orang yang berperan penting dalam mengemas sebuah pesan atau informasi yang disebarkan menjadi lebih mudah dipahami. Begitu pula tentang baik dan buruknya dampak pesan yang disebarkan tergantung pada peran gatekeeping dalam menapis informasi. Gatekeeper yang dimaksud antara lain reporter, editor, kameramen, sutradara, lembaga sensor, dan semua yang terjun dalam pengemasan informasi pada sebuah media massa.

2.1.1.3 Proses Komunikasi Massa

Proses komunikasi dapat dipahami dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Siapa (Who), Berkata Apa (Says What), Melalui Saluran Apa (In Which Channel), Kepada Siapa (To Whom), dan Dengan Efek Apa (With What Effect?). Ungkapan dalam bentuk pertanyaan yang dikenal dengan formula Laswell ini, meskipun sederhana telah membantu mengorganisasikan dan memberikan struktur pada kajian komunikasi massa. Selain dapat menggambarkan komponen dalam proses komunikasi massa, Laswell menggunakan formula ini untuk membedakan berbagai jenis penelitian komunikasi.

Adapun penerapan formula Laswell dalam komunikasi massa pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.1

Proses Komunikasi Massa Laswell

Sumber: (Cangara, 2006: 40). Siapa Komunikator Mengatakan Apa Pesan Melalui Apa Media dan Apa Akibatnya Efek Kepada Siapa Komunikan

(5)

2.1.1.4 Fungsi Komunikasi Massa

Secara umum fungsi komunikasi massa adalah menginformasikan pesan melalui media massa yang digunakan. Namun secara spesifik Burhan Bungin dalam bukunya “Sosiologi Komunikasi” (2008: 79-81) menjelaskan beberapa fungsi dari komunikasi massa, sebagai berikut:

1. Fungsi Pengawasan

Fungsi pengawasan ini dapat berupa peringatan dan kontrol sosial maupun kegiatan persuasif sebagai aktivitas preventif. Dalam hal ini adalah upaya memberi reward dan punishment kepada masyarakat. Media massa dapat memberikan reward kepada masyarakat yang bermanfaat dan fungsional bagi anggota masyarakat lainnya, namun akan memberi punishment apabila aktivitasnya tidak bermanfaat bahkan merugikan fungsi-fungsi sosial lainnya di masyarakat.

2. Fungsi Social Learning

Fungsi utama dari komunikasi massa melalui media massa adalah melakukan pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat. Media massa bertugas untuk memberikan pencerahan-pencerahan kepada masyarakat di mana komunikasi massa itu berlangsung. Komunikasi massa dimaksudkan agar proses pencerahan itu berlangsung efektif dan efisien dan menyebar secara bersamaan di masyarakat luas.

3. Fungsi Penyampaian Informasi

Komunikasi massa yang mengandalkan media massa memiliki fungsi utama yaitu menjadi proses penyampaian informasi kepada masyarakat luas. Komunikasi massa memungkinkan informasi dari institusi publik tersampaikan kepada masyarakat secara luas dalam waktu cepat sehingga fungsi informatif tercapai dalam waktu cepat dan singkat.

4. Fungsi Hiburan

Komunikasi massa juga digunakan sebagai media hiburan, terutama karena komunikasi massa menggunakan media massa sehingga fungsi hiburan yang ada pada media massa juga merupakan bagian dari fungsi komunikasi massa. Fungsi hiburan tidak lepas dari fungsi-fungsi lainnya dalam komunikasi massa.

(6)

Pesan menurut teori Cutlip dan Center yang dikenal dengan The 7C’s of Communication, meliputi:

a. Credibility (kredibilitas), yaitu memulai komunikasi dengan membangun kepercayaan. Oleh karena itu, untuk membangun berita kepercayaan itu berawal dari kinerja, baik pihak komunikator maupun pihak komunikan akan menerima pesan tersebut berdasarkan keyakinan yang dapat dipercaya begitu juga tujuannya.

b. Context (konteks), yaitu suatu program komunikasi mestinya berkaitan dengan lingkungan hidup atau keadaan sosial yang bertentangan dan seiring dengan keadaan tertentu dan memperhatikan sikap partisipatif. c. Content (isi)¸ pesan itu mempunyai arti bagi audiensnya dan memiliki

kecocokan dengan sistem nilai-nilai yang bermanfaat dan berlaku bagi orang banyak.

d. Clarity (kejelasan), menyusun pesan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan mempunyai persamaan arti antara komunikator dan komunikan.

e. Continuity and Consistency (kesinambungan dan konsistensi), yaitu komunikasi berlangsung terus dan pesan/berita tidak saling bertentangan (tidak berubah-ubah/tetap).

f. Capability (kapabilitas atau kemampuan audien), kemampuan khalayak terhadap pesan, yaitu melibatkan berbagai faktor adanya sesuatu kebiasaan-kebiasaan membaca, menonton dan menyerap ilmu pengetahuan dan sebagainya.

g. Channels of Distribution (saluran penerimaan berita), yaitu komunikasi harus menggunakan media/alat komunikasi yang sudah biasa digunakan oleh umum, misalnya media cetak yaitu surat kabar dan majalah, media elektronik yaitu televisi, radio dan internet (Cutlip dan Center, 2009: 408-409).

2.1.1.5 Televisi sebagai Media Massa 2.1.1.5.1 Pengertian Televisi

Televisi berasal dari dua suku kata yaitu dalam bahasa yunani tele yang berarti “Jarak” dan dalam bahasa latin visi yang berarti “Citra atau Gambar”. Jadi kata televisi berarti suatu sistem penyajian gambar dan suara dari suatu tempat yang berjarak jauh (Olii, 2007: 69). Dibandingkan dengan media massa lainnya, televisi merupakan media komunikasi massa yang paling efektif karena informasi yang disampaikan oleh televisi akan mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio dan jelas terlihat secara visual.

Pada hakekatnya, media televisi lahir karena perkembangan teknologi. Berawal dari ditemukannya electrische teleskop sebagai perwujudan dari gagasan seorang mahasiswa dari Berlin (Jerman Timur) yang bernama Paul Nipkov, untuk mengirim gambar melalui udara dari suatu tempat ke tempat yang lain. Atas

(7)

perwujudan dari gagasan Nipkov, maka ia diakui sebagai “Bapak” televisi sampai sekarang (Kuswandi, 1996: 6).

2.1.1.5.2 Perkembangan Televisi

Kehadiran televisi menjadi bagian yang sangat penting sebagai sarana untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam berbagai hal yang menyangkut perbedaan dan persepsi tentang suatu isu yang terjadi di belahan dunia. Daya tarik media televisi sedemikian besar, sehingga pola-pola kehidupan rutinitas manusia sebelum muncul televisi, berubah total. Media televisi menjadi panutan baru bagi kehidupan manusia. Tidak menonton televisi, sama saja dengan makhluk buta yang hidup dalam tempurung (Kuswandi, 1996: 23). Kekuatan media televisi adalah menguasai jarak dan ruang karena teknologi televisi telah menggunakan elektromagnetik, kabel dan fiber yang dipancarkan (transmisi) melalui satelit.

Pertelevisian di Indonesia juga mengalami perkembangan yang cukup pesat, dimulai pada tanggal 24 Agustus 1962, bertepatan dengan dilangsungkannya pembukaan pesta olahraga se-Asia IV atau Asean Games di Senayan. Sejak saat itu Televisi Republik Indonesia (TVRI) merupakan stasiun televisi pertama yang dimiliki Indonesia. Pada tahun 1989, pemerintah memberikan izin operasi kepada kelompok usaha Bimantara untuk membuka stasiun televisi RCTI yang merupakan stasiun televisi swasta pertama di Indonesia, disusul kemudian dengan TPI, SCTV, Indosiar dan ANTV. Sejak tahun 2000 muncul hampir serentak 5(lima) stasiun televisi swasta baru yaitu Metro TV, Trans TV, Trans7, TvOne dan Global TV dan masih banyak lagi televisi lokal (Morrisan, 2008: 3).

Terkait dengan perkembangan teknologi, diperkirakan pada tahun 2018, televisi di Indonesia akan memasuki era televisi digital. Teknologi digital akan meningkatkan kualitas gambar televisi. Masih terkait dengan perkembangan teknologi, kini terjadi konvergensi media, misalnya antara media televisi dengan media online. Konvergensi ini tentu memperluas jangkauan siaran televisi (Usman, 2009: 2).

(8)

2.1.1.5.3 Karakteristik Televisi

Sebagai salah satu bentuk media massa, televisi memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan media massa yang lainnya. Adapun karakteristik televisi yang dimaksud adalah sebagai berikut (Usman, 2009: 23):

1. Media Pandang Dengar (audio-visual)

Televisi adalah media pandang sekaligus media dengar. Televisi berbeda dengan media cetak, yang lebih merupakan media pandang. Televisi juga berbeda dengan media radio, yang merupakan media dengar. Orang memandang gambar yang ditayangkan televisi, sekaligus mendengar atau mencerna narasi atau naskah dari gambar tersebut.

2. Mengutamakan Gambar

Kekuatan televisi terletak lebih pada gambar. Gambar-gambar dalam hal ini adalah gambar hidup, membuat televisi lebih menarik dibanding media cetak.

3. Mengutamakan Kecepatan

Jika deadline media cetak 1 x 24 jam, deadline atau tenggat televisi bisa disebut setiap detik karena televisi mengutamakan kecepatan. Kecepatan menjadi salah satu unsur yang menjadikan berita televisi bernilai.

4. Bersifat Sekilas

Jika media cetak mengutamakan dimensi ruang, televisi mengutamakan dimensi waktu atau durasi.

5. Bersifat Satu Arah

Televisi bersifat satu arah, dalam arti pemirsa tidak bisa pada saat itu juga memberi respon balik terhadap siaran televisi yang ditayangkan.

6. Daya Jangkau Luas

Televisi memiliki daya jangkau luas. Ini berarti televisi menjangkau segala lapisan masyarakat, dengan berbagai latar belakang sosial ekonomi.

(9)

2.1.1.5.4 Kelebihan dan Kelemahan Televisi a. Kelebihan Televisi

Sebagai media dengan teknologi yang lebih canggih dibanding media cetak dan radio, menurut mondry (Mondry, 2008: 21) televisi memiliki beberapa kelebihan antara lain sebagai berikut:

1. Lebih “Hidup”

Informasi televisi dapat dilihat dengan lebih “hidup” karena ada gambar (visual), sehingga pemirsa dapat melihat langsung informasi yang ditayangkan.

2. Lebih “Dekat”

Dengan visualisasi yang bagus dari tayangan televisi, pemirsa dapat merasa lebih “dekat” baik terhadap lokasi peristiwa maupun dengan “perasaan” sesuatu yang ditayangkan. Tanpa memerlukan banyak informasi tambahan, pemirsa sudah paham dengan apa yang ditayangkan atau ditampilkan di layar televisi.

b. Kelemahan Televisi

Menurut Romli (dalam Mondry, 2008: 22-23) televisi juga memiliki kekurangan, yaitu sebagai berikut:

1. Selintas

Siaran televisi cepat hilang dan gampang dilupakan. Khalayak tidak dapat mengulang apa yang dilihat dan didengarnya.

2. Global

Penyajian informasi televisi bersifat global, tidak rinci (detail). Maka dari itu, sering penyebutan angka-angka juga dibulatkan, misalnya reporter akan menyebutkan angka 1000 orang lebih untuk angka 1.053 orang. 3. Batasan Waktu

Waktu siaran televisi relatif terbatas karena sudah dijatah 24 jam sehari, tidak bisa ditambah menjadi 25 jam, tidak seperti media cetak yang dapat menambah halaman dengan bebas.

(10)

4. Beralur Linear

Program yang dinikmati khalayak disajikan berdasarkan urutan yang sudah dipersiapkan atau dijadwalkan. Sangat berbeda dengan media cetak, pembaca dapat mulai membaca dari manapun dengan sesuka hati.

5. Mengandung Gangguan

Siaran televisi sangat mungkin mendapat gangguan, seperti gangguan pada gambar, gangguan teknis channel noise factor dan termasuk juga dengan pengaruh cuaca.

2.1.2 Jurnalistik dan Pers

2.1.2.1 Pengertian Jurnalistik dan Pers

Dalam buku “Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik” (Mondry, 2008: 17). Kata jurnalistik berasal dari kata: diurnalis (Latin), journal (Inggris) atau du jour (Perancis), yang berarti informasi atau peristiwa yang terjadi sehari-hari. Secara umum jurnalistik merupakan kegiatan menyiapkan, menulis, mengedit serta memberitakan suatu pemberitaan melalui media massa.

Bersamaan dengan munculnya mesin cetak, muncullah istilah press (Inggris) atau pers (Belanda), yang sebenarnya berarti menekan (pressing), karena mesin cetak menekan kertas untuk memunculkan tulisan. Akibatnya, terdapat dua istilah yang kini muncul di masyarakat dan sering diartikan sama, yaitu jurnalis (wartawan) dan pers. Sepintas arti kedua kata itu memang sama. Jurnalis merupakan orang pers yang tugasnya mencari informasi guna menjadi bahan berita.

2.1.2.2 Pengertian Berita

Berita merupakan laporan peristiwa yang memiliki nilai berita aktual, faktual, penting, dan menarik yang disebarkan melalui media massa (Mondry, 2008: 133). Adapun kualitas dasar untuk digolongkan sebagai berita adalah sebagai berikut :

1. Bersifat Baru (Actual), yaitu memberi pemahaman pada penerima pesan tentang informasi yang tidak diketahui sebelumnya.

(11)

2. Nyata (Factual), yaitu informasi tentang sesuatu yang sebenarnya terjadi. Gabungan dari kejadian nyata, pendapat dan pernyataan narasumber.

3. Menarik (Interesting).

4. Penting (Important), yaitu menyangkut kepentingan orang banyak. Pemberitaan atau reportase adalah laporan lengkap ataupun interpretatif (telah disajikan sebagaimana dianggap penting oleh redaksi pemberitaan) ataupun berupa pemberitaan penyelidikan (investigative reporting) yang merupakan pengkajian fakta-fakta lengkap dengan latar belakang, trend/kecenderungan, yang mungkin terjadi di masa mendatang.

Penilaian terhadap kualitas pemberitaan TV dapat ditinjau dalam beberapa aspek . Dalam hal ini McQuail (dalam Morissan, 2010: 62) mengajukan suatu kerangka kerja dalam memberikan penilaian terhadap kualitas media yang terbagi atas empat kriteria, yakni sebagai berikut:

1. Kebebasan media

Kebebasan media telah menjadi faktor terpenting dalam menilai atau mengukur kualitas pemberitaan media massa. Kebebasan media merupakan prinsip dasar dari setiap teori dasar mengenai komunikasi publik. Kebebasan media juga menjadi sumber manfaat media lainnya dan mengacu terutama pada hak-hak untuk menyatakan sesuatu secara bebas dan kebebasan dalam membentuk opini. Namun demikian, untuk dapat mewujudkan kebebasan media harus terdapat akses bagi masyarakat menuju ke berbagai saluran informasi dan juga kesempatan untuk menerima berbagai jenis informasi. Dalam hal ini kebebasan komunikasi memiliki dua aspek, yaitu: pertama, media dalam pemberitaannya harus dapat menyajikan informasi yang mewakili berbagai suara atau pandangan yang beragam dan; kedua, memberikan tanggapan terhadap berbagai keinginan atau kebutuhan yang beragam.

2. Keragaman Berita

Media massa dalam menyebarkan berita tidak boleh hanya memberikan perhatian pada satu isu tertentu saja. Prinsip keberagaman berita (diversity) adalah upaya media untuk menyajikan berita yang lengkap dengan menggunakan prinsip keadilan (fairness). Dalam hal ini prinsip keadilan dinilai berdasarkan pada

(12)

principle of proportional representation (prinsip keterwakilan secara proporsional). Media harus menyajikan berita secara proporsional, berdasarkan topik-topik yang relevan bagi masyarakat atau dengan kata lain, pemberitaan TV harus mampu mencerminkan keragaman kebutuhan atau minat audien terhadap berita.

Dalam hal ini keragaman berita dapat dinilai berdasarkan empat kriteria sebagai berikut:

a. Media dalam menyajikan isi berita harus mampu mencerminkan keragaman realitas sosial, ekonomi dan budaya dalam masyarakat secara proporsional. Dengan kata lain media harus mampu dan mau memberikan berbagai pilihan berita kepada audien.

b. Media dalam menyebarkan berita harus memberikan kesempatan yang lebih kurang sama terhadap berbagai pandangan dalam masyarakat, termasuk pihak minoritas dalam masyarakat.

c. Media harus bisa berfungsi sebagai forum bagi berbagai pandangan dan kepentingan yang berbeda dalam masyarakat.

d. Media harus mampu menyajikan pilihan berita yang relevan pada waktu tertentu (dalam hal adanya peristiwa besar) dan juga keragaman berita pada waktu lainnya.

3. Gambaran Realitas

Bias pada pemberitaan mengacu pada hal-hal seperti terjadinya penyimpangan (distorsi) terhadap realitas. Berita yang mengandung bias pada akhirnya kan menjadi berita bohong atau propaganda sebagaimana sebuah cerita fiksi (McQuail dalam Morissan, 2010: 64). Beberapa cirri berita yang mengandung bias antara lain sebagai berikut:

a. Media memberikan terlalu banyak waktu memberikan pandangan pejabat dan kalangan elit di masyarakat.

b. Berita luar negeri hanya berfokus pada negara-negara kaya saja.

c. Media menyampaikan pandangan yang mengandung bias karena cara pandang yang sempit terhadap nasionalisme atau kesukuan.

(13)

d. Berita terlalu mengutamakan nilai-nilai yang terlalu mendukung peran pria atau sebaliknya.

e. Kepentingan kelompok minoritas diabaikan atau dipinggirkan.

f. Terlalu berlebihan dalam menyajikan berita criminal dan mengabaikan realitas sesungguhnya di masyarakat.

4. Objektivitas Berita

Objektivitas adalah suatu tindakan atau sikap tertentu terkait dengan pekerjaan mengumpulkan, mengolah dan menyebarluaskan informasi. Menurut Westerstahl (dalam Morissan, 2010: 64), pemberitaan yang objektif harus memiliki dua kriteria, yaitu bahwa berita harus bersifat faktual, yang berarti berita ditulis berdasarkan fakta (factuality) dan tidak berpihak (impartiality).

Sifat faktual atau faktualitas mengacu pada bentuk laporan berupa peristiwa atau pernyataan yang dapat diperiksa kebenarannya kepada nara sumber berita dan tidak memasukkan komentar ke dalam laporan. Sifat faktual juga melibatkan kriteria kebenaran lainnya, kelengkapan penjelasan (5W1H).

2.1.2.3 Elemen Jurnalistik

Dalam Jurnalistik, ada 9 elemen jurnalisme yang dikemukakan oleh Bill Kovach seorang mantan kepala biro Washington New York Times, antara lain :

1. Kewajiban utama jurnalisme adalah pada pencarian kebenaran. 2. Loyalitas utama jurnalisme adalah pada warga Negara.

3. Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi.

4. Jurnalis harus menjaga independensi dari obyek liputannya.

5. Jurnalis harus membuat dirinya sebagai pemantau independen dari kekuasaan.

6. Jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk saling kritik dan menemukan kompromi.

7. Jurnalis harus berusaha membuat hal penting menjadi menarik dan relevan.

8. Jurnalis harus membuat berita yang komprehensif dan proporsional. 9. Jurnalis harus diperbolehkan mendengarkan hati nurani personalnya.

(14)

2.1.3 Sikap

2.1.3.1 Pengertian Sikap

Menurut Jalaluddin Rakhmat (2007: 39) ada 5 pengertian sikap, yaitu: 1. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa

dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.

2. Sikap mempunyai daya penolong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan; mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari.

3. Sikap lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami perubahan.

4. Sikap mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.

5. Sikap timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.

2.1.3.2 Komponen Sikap

Pada hakekatnya sikap adalah merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen, Menurut Allport (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2003: 96) komponen tersebut terbagi 3(tiga), yaitu:

1. Komponen Kognitif

Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut.

(15)

2. Komponen Afektif

Yaitu yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai – nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.

3. Komponen Konatif

Yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya.

2.1.3.3 Fungsi Sikap

Menurut Katz (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2003: 97) ada 4(empat) fungsi sikap, yaitu:

1. Fungsi Instrumental

Sikap memungkinkan seseorang untuk memperoleh atau memaksimalkan penghargaan atau persetujuan dan meminimalkan hukuman. Dengan kata lain, sikap dapat berfungsi sebagai penyesuaian sosial. Misal seseorang dapat memperbaiki ekspresi dari sikapnya terhadap suatu obyek tertentu untuk mendapatkan dukungan.

2. Fungsi Pengetahuan

Sikap membantu dalam memahami lingkungan dengan melengkapi ringkasan evaluasi tentang obyek dan kelompok obyek atau segala sesuatu yang dijumpai di dunia ini.

3. Fungsi Ekspresi Nilai

Sikap dipegang kuat karena memungkinkan seorang memberikan ekspresi positif pada nilai-nilai sentral dan pada identitas. Misalnya seorang remaja yang menyukai drama Korea dia akan mengekspresikan kepribadiannya melalui sikap yang sama seperti di drama Korea tersebut.

4. Fungsi Pertahanan Diri

Sikap melindungi diri, menutupi kesalahan, agresi dan sebagainya dalam rangka mempertahankan diri. Sikap ini mencerminkan kepribadian individu yang bersangkutan dan masalah – masalah yang belum mendapatkan penyelesaian secara tuntas, sehingga individu berusaha mempertahankan dirinya secara tidak wajar karena ia merasa takut kehilangan statusnya

(16)

2.1.3.4 Teori Perubahan Sikap

Usai perang dunia ke-2 hingga tahun 1960-an merupakan periode munculnya teori – teori komunikasi massa yang pada intinya menyatakan bahwa media massa memiliki efek terbatas. Dengan kata lain, media massa sudah tidak memiliki kekuatannya lagi sebagaimana periode teori masyarakat massa. Berakhirnya era teori masyarakat massa ditandai dengan munculnya beberapa teori yang menyatakan bahwa khalayak (penerima pesan) tidak mudah dipengaruhi oleh isi pesan media massa.

Beberapa teori penting muncul yaitu teori perubahan sikap (attitude change theory) dari Carl Hovland, yang muncul pada awal tahun 1950-an. Carl Hovland adalah pendiri atau pengagas awal penelitian eksperimental efek – efek komunikasi, ia bekerja dengan tujuan membangun suatu dasar pemikiran mengenai hubungan antara stimuli komunikasi, kecenderungan diri audiens dan perubahan pendapat.

Teori perubahan sikap memberikan penjelasan bagaimana sikap seseorang terbentuk dan bagaimana sikap itu dapat berubah melalui proses komunikasi dan bagaimana sikap itu dapat mempengaruhi tindakan atau tingkah laku seseorang. Teori perubahan sikap ini antara lain menyatakan bahwa seseorang akan mengalami ketidaknyamanan di dalam dirinya (mental discomfort) bila ia dihadapkan pada informasi baru atau informasi yang bertentangan dengan keyakinannya.

Keadaan tidak nyaman disebut dengan istilah disonansi, yang berarti ketidakcocokan atau ketidaksesuaian sehingga disebut juga dengan teori disonansi (dissonance theory). Seseorang akan berupaya secara sadar atau tidak sadar untuk membatasi atau mengurangi ketidaknyamanan melalui tiga proses selektif yang saling berhubungan.

Proses selektif ini akan membantu seseorang untuk memilih informasi apa yang ingin dikonsumsinya, diingat dan diinterpretasikan. Ketiga proses selektif itu adalah:

1. Penerimaan Informasi Selektif, merupakan proses dimana seseorang hanya akan menerima informasi yang sesuai dengan sikap atau kepercayaan yang sudah dimiliki sebelumnya. Menurut teori ini, seseorang cenderung atau

(17)

lebih suka membaca artikel media massa yang mendukung apa yang telah dipercayainya atau diyakininya.

2. Ingatan Selektif, mengasumsikan bahwa seseorang tidak akan mudah lupa atau sangat mengingat pesan – pesan yang sesuai dengan sikap atau kepercayaan yang sudah dimiliki sebelumnya. Contoh, penonton televisi akan lebih mengingat bahkan hingga ke detailnya, liputan mengenai pertemuan partai politik yang didukungnya daripada partai politik lain yang tidak disukainya.

3. Persepsi Selektif, seseorang akan memberikan interpretasinya terhadap setiap pesan yang diterimanya sesuai dengan sikap dan kepercayaan yang sudah dimiliki sebelumnya. Contoh jika politisi yang didukungnya mengubah pendapatnya mengenai sesuatu isu maka ia akan dinilai sebagai politisi yang bersikap fleksibel serta mengutamakan kepentingan masyarakat, namun jika hal serupa terjadi pada politisi yang tidak disukainya, maka politisi itu akan dituduh tidak memiliki pendirian atau tidak memiliki keyakinan.

Proses selektif ini menunjukkan bahwa pada dasarnya seseorang berupaya membatasi efek komunikasi massa dengan cara menyaring isi media yang diterimanya, sehingga isi media tidak mengakibatkan perubahan sikap yang signifikan pada diri individu (Morissan, 2010: 70-72).

2.1.4 Teori S-O-R

Teori S-O-R singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Menurut stimulus response efek yang ditimbulkan adalah reaksi stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan (Effendy, 2007: 254).

Prinsip teori ini pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar yang sederhana, dimana efek merupakan reaksi terhadap stimuli tertentu. Dengan demikian seseorang dapat mengharapkan atau memperkirakan suatau ikatan yang erat antar pesan-pesan media dan reaksi audiens.

(18)

Prof. Dr. Mar’at dalam bukunya “Sikap Manusia, Perubahan serta pengukurannya” mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada 3 (tiga) variabel penting

(Effendy, 2007: 255). Adalah sebagai berikut: 1. Perhatian

2. Pengertian mencakup pengetahuan dan pemahaman 3. Penerimaan yaitu :

a. Opini Positif b. Opini negatif

c. Opini Netral atau Pasif Gambar 2.2 Teori S-O-R

Sumber: Effendy, 2007: 255

Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organism. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.

Pendekatan teori S-O-R lebih mengutamakan cara pemberian imbalan yang efektif agar komponen konasi dapat diarahkan pada sasaran yang dikehendaki. Sedangkan pemberian informasi penting untuk dapat berubahnya komponen kognisi. Komponen kognisi itu merupakan dasar untuk memahami dan mengambil keputusan agar dalam keputusan itu terjadi keseimbangan.

Stimulus Organism

 Perhatian  Pengertian  Penerimaan

(19)

Keseimbangan inilah yang merupakan sistem dalam menentukan arah dan tingkah laku seseorang. Dalam penentuan arah itu terbentuk pula motif yang mendorong terjadinya tingkah laku tersebut. Dinamika tingkah laku disebabkan pengaruh internal dan eksternal.

Dalam teori S-O-R, pengaruh eksternal ini yang dapat menjadi stimulus dan memberikan rangsangan sehingga berubahnya sikap dan tingkah laku seseorang. Untuk keberhasilan dalam mengubah sikap maka komunikator perlu memberikan tambahan stimulus (penguatan) agar penerima berita mau mengubah sikap. Hal ini dapat dilakukan dalam berbagai cara seperti dengan pemberian imbalan atau hukuman. Dengan cara demikian ini penerima informasi akan mempersepsikannya sebagai suatu arti yang bermanfaat bagi dirinya dan adanya sanksi jika hak ini dilakukan atau tidak. Dengan sendirinya penguatan ini harus dapat dimengerti, dan diterima sebagai hal yang mempunyai efek langsung terhadap sikap. Untuk tercapainya ini perlu cara penyampaian yang efektif dan efisien.

Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.

Bila dikaitkan dengan penelitian ini, bagaimana pengaruh pemberitaan kekerasan terhadap wartawan Indonesia di Metro T V terhadap sikap mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi “Pembangunan” (STIK-P). Ada tiga variabel penting dalam menelaah sikap yang dirumuskan dalam teori S-O-R yaitu:

 Pesan (Stimulus) : Pemberitaan kekerasan terhadap wartawan Indonesia di Metro TV.

 Komunikan (Organism) : Mahasiswa STIK-P.

 Efek (Response) : Sikap yang timbul melalui pemberitaan kekerasan terhadap wartawan Indonesia di Metro TV, di kalangan mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi “Pembangunan” (STIK-P).

(20)

2.2 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena yang sama. Konsep dibangun dari teori – teori yang digunakan untuk menjelaskan variabel – variabel yang akan diteliti (Bungin, 2005: 57).

Variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas (X) atau Independent variabel

Variabel bebas merupakan variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat sehingga variabel bebas dapat dikatakan sebagai variabel yang mempengaruhi. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tayangan pemberitaan kekerasan terhadap wartawan Indonesia di Metro TV.

2. Variabel Terikat (Y) atau Dependent Variabel

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (independent). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi “Pembangunan” (STIK-P).

3. Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini karakteristik responden perlu disajikan untuk mengetahui latar belakang responden.

Gambar 2.3 Bagan Konsep Variabel (X) Pemberitaan kekerasan terhadap wartawan Indonesia di Metro TV Variabel (Y) Sikap Mahasiswa STIK-P Karakteristik Responden

(21)

2.3 Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan, maka untuk lebih memudahkan penelitian, perlu dibuat operasional variabel sebagai berikut :

Tabel 2.1 Operasional Variabel

Variabel Teoritis Variabel Operasional 1. Variabel Bebas (X)

Pemberitaan kekerasan terhadap wartawan Indonesia di Metro TV 1. Frekuensi 2. Materi/Isi pesan: a. Credibility b. Context c. Content d. Clarity e. Continuity f. Consistency g. Capability 2. Variabel Terikat (Y)

Sikap Mahasiswa STIK-P

1. Komponen Kognitif

a. Mengetahui Pemberitaan b. Mengikuti Pemberitaan 2. Komponen Afektif

a. Menyukai dan tidak menyukai Pemberitaan b. Setuju dan tidak setuju terhadap pemberitaan c. Perubahan Sikap 3. Karakteristik Responden a. Jenis Kelamin

b. Usia c. Angkatan

2.4 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 2008: 46).

(22)

Maka variabel – variabel dalam operasional penelitian ini didefinisikan sebagai berikut :

1. Variabel Bebas (pemberitaan kekerasan terhadap wartawan Indonesia di Metro TV)

1. Frekuensi adalah frekuensi penayangan pemberitaan kekerasan terhadap wartawan Indonesia di Metro TV.

2. Materi/Isi Pesan:

a. Credibility adalah nilai kepercayaan mahasiswa terhadap pemberitaan kekerasan terhadap wartawan indonesia di Metro TV.

b. Context adalah pemberitaan yang disajikan berisi hubungan yang menggambarkan kehidupan nyata.

c. Content adalah kejelasan makna dari pemberitaan kekerasan terhadap wartawan Indonesia di Metro TV.

d. Clarity adalah kejelasan bahasa pada pemberitaan kekerasan terhadap wartawan Indonesia di Metro TV.

e. Continuity adalah adanya kesinambungan mengenai pemberitaan kekerasan terhadap wartawan Indonesia di Metro TV.

f. Consistency adalah ketetapan atau keseimbangan terhadap makna pesan dalam pemberitaan kekerasan terhadap wartawan Indonesia di Metro TV.

g. Capability adalah kemampuan mahasiswa menerima pesan yang disampaikan dalam pemberitaan kekerasan terhadap wartawan Indonesia di Metro TV.

2. Variabel Terikat (pengetahuan dan sikap mahasiswa STIK-P) 1. Komponen Kognitif

a. Mengetahui Pemberitaan adalah pengetahuan mahasiswa mengenai pemberitaan kekerasan terhadap wartawan Indonesia di Metro TV.

b. Mengikuti Pemberitaan adalah sejauh mana mahasiswa mengikuti pemberitaan kekerasan terhadap wartawan Indonesia di Metro TV.

(23)

2. Komponen Afektif

a. Menyukai dan tidak menyukai Pemberitaan adalah sejauh mana mahasiswa menyukai dan tidak menyukai pemberitaan kekerasan terhadap wartawan Indonesia yang ditayangkan oleh Metro TV.

b. Setuju dan tidak setuju Terhadap Pemberitaan adalah sejauh mana mahasiswa menyetujui dan tidak menyetujui pemberitaan kekerasan terhadap wartawan Indonesia yang ditayangkan oleh Metro TV.

c. Perubahan Sikap adalah bagaimana sikap mahasiswa dalam menilai pemberitaan kekerasan terhadap wartawan Indonesia di Metro TV.

3. Karakteristik Responden

a. Jenis kelamin dari mahasiswa/I STIK-P. b. Usia mahasiswa/I STIK-P.

c. Angkatan mahasiswa/I STIK-P.

2.5 Hipotesis

Hipotesis merupakan pernyataan yang bersifat dugaan mengenai hubungan antara dua variabel atau lebih. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ha : Terdapat hubungan antara pemberitaan kekerasan terhadap wartawan Indonesia di Metro TV terhadap sikap mahasiswa sekolah tinggi ilmu komunikasi “pembangunan” (STIK-P).

Ho : Tidak terdapat hubungan antara pemberitaan pemberitaan kekerasan terhadap wartawan Indonesia di Metro TV terhadap sikap mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi “Pembangunan” (STIK-P).

Gambar

Gambar 2.3        Bagan Konsep  Variabel (X)  Pemberitaan  kekerasan  terhadap  wartawan  Indonesia di Metro TV  Variabel (Y) Sikap Mahasiswa  STIK-P  Karakteristik Responden
Tabel 2.1  Operasional Variabel

Referensi

Dokumen terkait

Dengan melihat hal tersebut, dimana penggunaan mobile social network telah menyentuh hampir semua individu, maka penggunaannya dapat digunakan sebagai sistem

Gambar 2.13 Peta Kerawanan Gerakan Tanah Kabupaten Pangandaran

adalah cara mengumpulkan data dengan mengamati atau menganalisis suatu obyek melalui ekspresi luar dari obyek tersebut dalam bentuk karya lukisan atau tulisan.. Metode ini dipakai

It is suggested that the numbering of destination spaces (e.g. rooms) is completed after the numbering of the decision points. This facilitates following a specific route to

Berdasarkan data yang telah terkumpul dari hasil identifikasi masalah, konselor menetapkan masalah utama yang dihadapi konseli yaitu pada sikap yang dimiliki oleh

Tes digunakan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan proses belajar mengajar yang dilakukan pada akhir kegiatan tiap-tiap siklus (post tes) dengan memberikan

Selain itu, terdapat juga tiga jalur lalu lintas perairan yang cukup ramai, yaitu Selat Gibraltar di antara Maroko dan Spanyol, Terusan Suez di Mesir, dan Terusan Panama

Temuan ini mendukung penelitian Schleifer & Vishny (1997) yang dikatakan bahwa blockholders me- miliki investasi yang baik dalam bentuk hutang dan saham yang besar