• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORETIS DAN HIPOTESIS. Pembelajaran IPA akan dipaparkan sebagai berikut: 1. Landasan Teori mengenai Model Pembelajaran SAVI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORETIS DAN HIPOTESIS. Pembelajaran IPA akan dipaparkan sebagai berikut: 1. Landasan Teori mengenai Model Pembelajaran SAVI"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORETIS DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

Landasan teori mengenai Penerapan Model Pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPA akan dipaparkan sebagai berikut:

1. Landasan Teori mengenai Model Pembelajaran SAVI

a. Pengertian Model

Sunarwan (dalam Sobry Sutikno, 2004: 15) mengartikan model sebagai gambaran tentang keadaan nyata. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008: 1034), model merupakan sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Model disebut juga barang tiruan yang kecil dengan bentuk (rupa) tepat benar seperti yang ditiru. Secara khusus, istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan.

b. Pengertian Pembelajaran

Menurut Aunurrahman (2010: 34), Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mendukung dan memengaruhi terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.

(2)

Hamalik (1998: 57) mengemukakan bahwa “Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling memengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran”.

Pembelajaran tidak dapat diartikan secara sederhana sebagai alih informasi pengetahuan dan keterampilan ke dalam benak siswa. Pembelajaran yang efektif seyogyanya membantu siswa menempatkan diri dalam situasi dimana mereka mampu melakukan konstruksi-konstruksi pemikirannya dalam situasi wajar, alami, dan mampu mengekspresikan dirinya secara tepat apa yang mereka rasakan dan mampu melaksanakannya.

Hal tersebut mengandung pengertian bahwa pembelajaran selain harus mampu memotivasi siswa untuk aktif, kreatif dan inovatif, juga harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa itu sendiri.

c. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk

pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru (Kamulyan dkk., 2012: 10).

Sunarwan (dalam Sobry Sutikno, 2004: 15), menyatakan bahwa model pembelajaran atau model mengajar adalah suatu rencana atau pola yang digunakan dalam mengatur materi pelajaran dan memberi petunjuk pada bagaimana cara mengajar di kelas dalam setting pengajaran. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur

(3)

yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Jadi pada intinya, model pembelajaran adalah prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.

d. Pengertian SAVI

SAVI merupakan singkatan dari Somatis, Auditori, Visual dan Intelektual. Pembelajaran SAVI diperkenalkan pertama kali oleh Dave Meier. Meier (2002: 91) dalam The Accelerated Learning Handbook mengemukakan bahwa manusia memiliki empat unsur belajar yakni: tubuh atau somatis (S), pendengaran atau auditori (A), penglihatan atau visual (V), dan pemikiran atau intelektual (I). Bertolak dari pandangan ini, ia mengajukan model pembelajaran aktif yang disingkat SAVI yaitu somatis yang bermakna belajar dengan berbuat; auditori yang bermakna belajar dengan berbicara dan mendengarkan; visual yang bermakna belajar dengan mengamati dan menggambarkan; serta intelektual yang bermakna belajar dengan berpikir dan merenung. Dengan demikian, belajar bisa terjadi secara optimal jika keempat unsur SAVI ada dalam proses pembelajaran, yaitu menggabungkan gerak fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indera.

(4)

e. Pengertian Model Pembelajaran SAVI

Menurut Warta (2010: 40), “Pendekatan SAVI merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki oleh siswa”. Pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) merupakan suatu proses pendidikan yang menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara-cara yang berbeda.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan atau model pembelajaran SAVI adalah suatu model pembelajaran yang menggabungkan gerak fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indera siswa dalam proses pembelajaran. Inti dari pembelajaran SAVI adalah menggabungkan keempat modalitas belajar (tubuh, pendengaran, penglihatan, dan pemikiran) dalam satu peristiwa pembelajaran.

f. Prinsip Dasar Model Pembelajaran SAVI

Menurut Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl dalam bukunya Accelerated Learning fot The 21th Century (2002: 91), Prinsip dasar Model Pembelajaran SAVI sejalan dengan Accelerated Learning (AL), yaitu:

(5)

2) pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkonsumsi,

3) kerjasama membantu proses pembelajaran,

4) pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan atau serentak,

5) belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik,

6) emosi positif sangat membantu pembelajaran, dan

7) otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.

g. Karakteristik Model Pembelajaran SAVI

Meier (2002: 92-100) membagi karakteristik SAVI menjadi empat bagian sesuai dengan singkatan dari SAVI yaitu Somatis, Auditori, Visual dan Intelektual.

1) Somatis

“Somatis” berasal dari bahasa yunani yang berarti tubuh. Jadi, belajar somatis berarti belajar dengan indera peraba, kinestetis, praktis –melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Sehingga, pembelajaran somatis adalah pembelajaran yang memanfaatkan dan melibatkan tubuh (indera peraba, kinestetik, melibatkan fisik dan menggerakkan tubuh sewaktu kegiatan pembelajaran berlangsung).

2) Auditori

Belajar dengan berbicara dan mendengar. Pikiran auditori kita lebih kuat daripada yang kita sadari. Telinga kita terus menerus

(6)

menangkap dan menyimpan informasi aitori ubahkan tanpa kita sadari. Ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara, beberapa area penting di otak kita menjadi aktif. Hal ini dapat diartikan dalam pembelajaran siswa hendaknya mengajak siswa membicarakan apa yang sedang mereka pelajari, menerjemahkan pengalaman siswa dengan suara. Mengajak mereka berbicara saat memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan informasi, membuat rencana kerja, menguasai keterampilan, membuat tinjauan pengalaman belajar, atau menciptakan makna-makna pribadi bagi diri mereka sendiri.

3) Visual

Belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak kita terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera yang lain. Setiap siswa yang menggunakan visualnya lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau program komputer. Secara khususnya pembelajar visual yang baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, gambar, diagram, peta gagasan, video dan sebagainya ketika belajar.

4) Intelektual

Belajar dengan berpikir memecahkan masalah dan merenung. Tindakan pembelajar yang melakukan sesuatu dengan pikiran mereka secara internal ketika menggunakan kecerdasan untuk

(7)

merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Hal ini diperkuat dengan makna intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, dan memecahkan masalah.

h. Kerangka Perencanaan Model Pembelajaran SAVI

Model Pembelajaran SAVI dapat direncanakan dalam 4 tahap (Meier, 2002: 103-108), yakni:

1) Tahap persiapan (kegiatan pendahuluan)

Pada tahap ini guru membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar.

Secara spesifik, tahap ini meliputi hal-hal berikut: a) memberikan sugesti positif,

b) memberikan pernyataan yang memberi manfaat kepada siswa,

c) memberikan tujuan yang jelas dan bermakna,

d) membangkitkan rasa ingin tahu,

e) menciptakan lingkungan fisik yang positif, f) menciptakan lingkungan emosional yang positif, g) menciptakan lingkungan sosial yang positif,

h) menenangkan rasa takut,

i) menyingkirkan hambatan-hambatan belajar,

j) banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah,

(8)

l) mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal. 2) Tahap Penyampaian (kegiatan inti)

Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menemukan materi belajar yang baru dengan cara menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indera, dan cocok untuk semua gaya belajar.

Hal-hal yang dapat dilakukan guru, antara lain: a) uji coba kolaboratif dan berbagi pengetahuan,

b) pengamatan fenomena dunia nyata,

c) pelibatan seluruh otak, seluruh tubuh, d) presentasi interaktif,

e) grafik dan sarana yang presentasi brwarna-warni,

f) aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar, g) proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim,

h) latihan menemukan (sendiri, berpasangan, berkelompok), i) pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual,

j) pelatihan memecahkan masalah.

3) Tahap Pelatihan (kegiatan inti)

Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa

mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara.

Secara spesifik, yang dapat dilakukan guru yaitu: a) aktivitas pemrosesan siswa,

(9)

b) usaha aktif atau umpan balik, c) simulasi dunia-nyata,

d) permainan dalam belajar, e) pelatihan aksi pembelajaran, f) aktivitas pemecahan masalah, g) refleksi dan artikulasi individu,

h) dialog berpasangan atau berkelompok,

i) pengajaran dan tinjauan kolaboratif,

j) aktivitas praktis membangun keterampilan, k) mengajar balik.

4) Tahap penampilan hasil (kegiatan penutup)

Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat. Hal–hal yang dapat dilakukan adalah:

a) penerapan dunia nyata dalam waktu yang segera,

b) penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi, c) aktivitas penguatan penerapan,

d) materi penguatan persepsi, e) pelatihan terus menerus,

f) umpan balik dan evaluasi kinerja,

g) aktivitas dukungan kawan,

(10)

i. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran SAVI

Dalam skripsi karya Purwanti (2010: 16), terdapat kelebihan dan kelemahan Model Pembelajaran SAVI, antara lain:

1) Keunggulan

a) membangkitkan kecerdasan terpadu siswa secara penuh melalui penggabungan gerak fisik dengan aktivitas intelektual;

b) memunculkan suasana belajar yang lebih menarik dan efektif;

c) mampu membangkitkan kreatifitas dan meningkatkan

kemampuan psikomotor siswa;

d) memaksimalkan ketajaman konsentrasi siswa melalui

pembelajaran secara visual, auditori dan intelektual.

2) Kelemahan

a) model pembelajaran ini sangat menuntut adanya guru yang

sempurna sehingga dapat memadukan keempat komponen dalam SAVI secara utuh;

b) penerapan model pembelajaran ini membutuhkan kelengkapan

sarana dan prasarana pembelajaran yang menyeluruh dan disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga memerlukan biaya pendidikan yang besar, terutama untuk pengadaan media pembelajaran yang canggih dan menarik. Ini dapat terpenuhi secara optimal pada sekolah-sekolah maju.

(11)

2. Landasan Teori mengenai Keaktifan Belajar a. Pengertian Keaktifan Belajar

Keaktifan mengandung arti bahwa “Pada waktu guru mengajar, ia harus mengusahakan agar murid-muridnya aktif, jasmani maupun rohani.” (Sriyono, 1992: 75).

Menurut Nana Sudjana (Fendi, 2011: 13) “keaktifan adalah kegiatan belajar atau kegiatan kesibukan”. Berasal dari kata aktif artinya bekerja, berusaha. Aktifitas adalah keaktifan, kegiatan, kesibukan, kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan dalam tiap bagian tertentu. Keaktifan siswa adalah sejauh mana siswa berperan dalam berpartisipasi dalam mengikuti pembelajaran di kelas.

Menurut Hamalik (1998: 57) Pembelajaran adalah ”suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling memengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran”.

Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keaktifan belajar adalah interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam lingkungan belajar dimana siswa turut aktif berpartisipasi baik jasmani maupun rohani untuk mengikuti proses pembelajaran.

b. Faktor–Faktor yang Memengaruhi Keaktifan Belajar

Muhibbin Syah (2012: 146) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi keaktifan belajar peserta didik dapat digolongkan menjadi

(12)

tiga macam, yaitu faktor internal (faktor dari dalam peserta didik), faktor eksternal (faktor dari luar peserta didik), dan faktor pendekatan belajar

(approach to learning). Secara sederhana, faktor-faktor yang

memengaruhi keaktifan belajar peserta didik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Faktor internal peserta didik, merupakan faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik itu sendiri, yang meliputi:

a) aspek fisiologis, yaitu kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat memengaruhi semangat dan intensitas peserta didik dalam mengikuti pelajaran.

b) aspek psikologis, yaitu semua keadaan dan fungsi psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajarnya. Adapun faktor psikologis tersebut antara lain sebagai berikut:

(1) inteligensi, tingkat kecerdasan atau inteligensi (IQ) peserta didik tidak dapat diragukan lagi dalam menentukan keaktifan dan keberhasilan belajar peserta didik. Ini bermakna bahwa semakin tinggi tingkat inteligensinya maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses, begitu juga sebaliknya; (2) sikap, adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa

(13)

yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif;

(3) bakat, adalah potensi atau kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir yang berguna untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing;

(4) minat, adalah kecenderungan atau kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu; dan

(5) motivasi, adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar.

2) Faktor eksternal peserta didik, merupakan faktor dari luar peserta didik yakni kondisi lingkungan di sekitar peserta didik.

Adapun yang termasuk dari faktor ekstrenal yaitu:

(a) lingkungan sosial, yang meliputi: para guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas; serta

(b) lingkungan non sosial, yang meliputi: gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga peserta didik dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik.

(14)

3) Faktor pendekatan belajar, merupakan segala cara atau strategi yang digunakan peserta didik dalam menunjang keefektifan dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu.

Hal yang sama dikemukakan oleh Abu Ahmadi (2008: 78) bahwa faktor yang memengaruhi keaktifan belajar peserta didik diklasifikasikan menjadi dua macam, yakni: (1) faktor intern (faktor dari dalam diri manusia itu sendiri) yang meliputi faktor fisiologis dan psikologi; serta (2) faktor ektern (faktor dari luar manusia) yang meliputi faktor sosial dan non sosial.

Dengan demikian, secara umum dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi keaktifan belajar peserta didik dalam proses pembelajaran adalah faktor internal (faktor dari dalam peserta didik) dan faktor eksternal (faktor dari luar peserta didik).

c. Cara Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa

Ada beberapa cara untuk meningkatkan keaktifan belajar dalam proses pembelajaran, di antaranya adalah:

1) Guru mengelola kelas dengan baik.

2) Menciptakan suasana belajar yang menarik dan menyenangkan.

3) Penampilan guru hangat dan menimbulkan partisipasi positif. 4) Siswa mengetahui maksud dan tujuan pembelajaran.

5) Guru menguasai materi pembelajaran dan menyampaikannya dengan cara yang mudah dipahami siswa.

(15)

6) Menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran.

7) Menerapkan model pembelajaran yang kreatif dan inovatif.

d. Indikator Keaktifan Belajar

Indikator dibuat untuk melihat perubahan tingkah laku yang muncul berdasarkan proses pembelajaran yang telah dirancang oleh guru. Ada lima indikator keaktifan belajar siswa yang dapat diamati dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1) Perhatian siswa terhadap penjelasan guru,

2) Kerjasama dalam kelompok,

3) Memberi kesempatan berpendapat kepada teman dalam kelompok,

4) Mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat, dan

5) Saling membantu menyelesaikan masalah.

Indikator keaktifan belajar siswa tersebut bisa diukur menggunakan bentuk penilaian non tes yakni metode observasi ketika pelaksanaan tindakan berlangsung.

3. Landasan Teori mengenai Pembelajaran IPA

a. Pengertian Pembelajaran

Kata dasar “pembelajaran” adalah belajar. Dalam arti sempit, pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses atau cara yang dilakukan agar seseorang dapat melakukan kegiatan belajar sehingga mencapai tujuan pembelajaran.

(16)

Istilah “pembelajaran” (instruction) berbeda dengan istilah “pengajaran” (teaching). Kata “pengajaran” lebih bersifat formal dan hanya ada di dalam konteks guru dengan siswa di kelas atau sekolah, sedangkan kata “pembelajaran” tidak hanya ada di dalam konteks guru dengan siswa di kelas secara formal, akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan belajar siswa di luar kelas yang mungkin saja tidak dihadiri oleh guru secara fisik.

Dalam arti luas, pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan sistemik, yang bersifat interaktif dan komunikatif antara pendidik (guru) dan siswa, sumber belajar dan lingkungan untuk menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar siswa agar dapat mencapai kompetensi belajar yang telah ditentukan (Zaenal, 2009: 10).

b. Pengertian IPA

IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang semesta alam beserta gejala-gejalanya. IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan kehidupan manusia (Leo Sutrisno dkk., 2007: 1-19).

IPA berasal dari kata-kata bahasa inggris yaitu “Natural Science” yang secara singkat sering disebut “science” atau sains. Natural artinya alamiah dan berhubungan dengan alam atau bersangkutan dengan alam. Sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Jadi, IPA atau science itu

(17)

secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam atau ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.

Menurut Suyoso (1998: 23), IPA berasal dari kata sains yang berarti alam. IPA merupakan “pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara universal”.

Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa IPA merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk mengungkap gejala-gejala alam dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan didapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga dapat terus dikembangkan di masyarakat. c. Tujuan dan Fungsi Mata Pelajaran IPA

Pemberian mata pelajaran IPA bertujuan agar siswa dapat memahami konsep-konsep IPA dan saling keterkaitannya, serta mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, sehingga lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan Tuhan Pencipta alam semesta.

Sedangkan Fungsi dari mata pelajaran IPA antara lain:

1) Memberi bekal pengetahuan dasar, baik untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi maupun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

(18)

2) Mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep IPA.

3) Menambah sikap ilmiah dan melatih siswa dalam menggunakan

metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

4) Menyadarkan siswa akan keteraturan alam dan segala keindahannya, sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan Penciptanya.

5) Memupuk daya kreatif dan inovatif siswa.

6) Membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru dalam

bidang IPTEK.

7) Memupuk serta mengembangkan minat siswa terhadap IPA.

d. Ruang Lingkup Kajian IPA di SD

Menurut kurikulum KTSP SD/MI 2006, ruang lingkup kajian IPA di SD meliputi aspek-aspek berikut:

1) Makhluk hidup dan proses kehidupan; yaitu manusia, hewan,

tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. 2) Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi; cair, padat

dan gas.

3) Energi dan perubahannya meliputi; gaya, bunyi, poros magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

4) Bumi dan alam semesta meliputi; tanah, bumi, tata surya dan benda-benda langit lainnya.

(19)

e. Pengertian Pembelajaran IPA

“Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana belajar memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap” (Dimyati dkk., 2006: 157). Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan erat dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis. IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan proses penemuan. Pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan ketrampilan proses dan sikap ilmiah.

Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA merupakan suatu kegiatan baik di dalam ataupun di luar kelas yang dilakukan oleh pendidik (guru) maupun peserta didik (siswa) dalam rangka mempelajari ilmu alam yang dilakukan secara sistematis mulai dari perencanaan, kegiatan, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi dan menekankan pada tujuan untuk mengembangkan keterampilan proses maupun sikap siswa sehingga dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

(20)

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Pada dasarnya suatu penelitian tidak berjalan dari nol secara murni, akan tetapi umumnya telah ada acuan yang mendasari atau terdapat penelitian yang sejenis. Banyak penelitian yang menggunakan model ataupun pendekatan pembelajaran SAVI dan telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam kelas. Berikut adalah beberapa contoh penelitian terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian ini:

Penelitian yang dilakukan oleh Purwanti (2010: 83) berjudul “Peningkatan Keaktifan Belajar Matematika Melalui Pendekatan Belajar “SAVI” pada Siswa Kelas V SDN 01 Jatisuko Jatipuro Tahun Pelajaran 2010/ 2011” menyimpulkan bahwa:

1. Penerapan pembelajaran SAVI meningkatkan keaktifan belajar matematika siswa kelas V SDN 01 Jatisuko Jatipuro Tahun Pelajaran 2010/ 2011.

2. Kualitas pembelajaran di kelas dapat meningkat setelah guru menerapkan pembelajaran SAVI.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Honest Ummi Kaltsum (dalam Septiana, 2013: 23) yang berjudul “Peningkatan Aktivitas Pembelajaran Bahasa Inggris melalui Strategi Savi (Somatic, Auditory, Visualization, Intellectualy) dengan Media Gambar terhadap Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Sonorejo Blora Tahun 2013” menyimpulkan bahwa:

1. Pembelajaran SAVI dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa kelas IV SD Negeri 1 Sonorejo Blora dalam mata pelajaran Bahasa Inggris.

(21)

2. Secara keseluruhan hasil belajar mencapai target yang telah ditetapkan setelah model pembelajaran SAVI diterapkan.

Hasil penelitian dalam 2 siklus yang dilakukan oleh Windha Prasetya Ratnaningsih (dalam Septiana, 2013: 23) yang berjudul “Peningkatan Kreativitas Belajar Siswa melalui Penerapan Pendekatan SAVI dalam Pembelajaran IPA Kelas V SD Negeri 4 Golantepus Mejobo Kudus Tahun ajaran 2012/ 2013”, menyimpulkan bahwa penerapan pembelajaran SAVI dapat meningkatkan kreativitas siswa kelas V SD Negeri 4 Golantepus Mejobo Kudus sehingga tercapailah hasil belajar yang lebih optimal.

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Maya Ayu Septiana (2013: 88) dengan judul “Peningkatan Keterampilan Menyimak Cerita Anak melalui Pendekatan SAVI (Somatic, Auditori, Visual, Intelektual) dan Media Audio Visual pada Siswa Kelas V SD Negeri Ngadirejo 01 Kartasura Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2013/ 2014” menyimpulkan bahwa:

1. Setelah diterapkannya pendekatan SAVI, terjadi adanya peningkatan rata-rata nilai dari siklus satu ke siklus dua dengan rincian berikut; keterampilan siswa dalam memperhatikan cerita (83,71% menjadi 100%), mengenali topik cerita (55,81% menjadi 80,23%), menjawab pertanyaan (66,27% menjadi 80,22%), dan menceritakan kembali isi cerita (52,32% menjadi 80,32%).

2. Penerapan pendekatan SAVI dapat meningkatkan hasil tes belajar siswa dalam materi keterampilan menyimak cerita anak.

Persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

(22)

Tabel 2.1. Persamaan dan Perbedaan Penelitian No. Peneliti Variabel X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 1. Purwanti √ - - - √ - - √ - - 2. Honest Ummi Kaltsum - √ - - - √ - √ √ - 3. Windha Prasetya Ratnaningsih - - √ √ - - - √ - - 4. Dewi Maya A S - - - √ √ - √ 5. Peneliti √ - - √ - - - √ - - Keterangan: X1 = Keaktifan Belajar X2 = Aktivitas Pembelajaran X3 = Kreativitas Belajar

X4 = Pembelajaran IPA atau Sains X5 = Pembelajaran Matematika X6 = Pembelajaran Bahasa Inggris

X7= Keterampilan Menyimak Cerita Anak

X8= Model Pembelajaran atau Pendekatan atau Strategi SAVI X9 = Media Gambar

(23)

C. Kerangka Berpikir

Anggapan dasar atau kerangka berpikir adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh penelitian yang harus dirumuskan secara jelas. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi keberhasilan dalam proses belajar yang saling berhubungan erat, yaitu tujuan, isi atau materi, model dan metode atau strategi pembelajaran serta penilaian akhir. Aktivitas belajar akan terjadi pada diri siswa apabila terdapat interaksi antara situasi stimulus atau rangsangan dengan isi memori sehingga perilakunya berubah dari waktu sebelum dan setelah adanya situasi stimulus atau rangsangan tersebut. (Arikunto, 2006: 68)

Sugiono (2003: 47) mengungkapkan bahwa “Kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting”.

Berdasarkan kajian teoritis sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dipandang perlu mengajukan kerangka pemikiran sebagai berikut:

1. Penggunaan model pembelajaran SAVI akan membuat siswa lebih

bersemangat dalam pembelajaran IPA sehingga keaktifan belajar pun akan meningkat.

2. Adanya keterkaitan antara penerapan model pembelajaran SAVI dengan peningkatan keaktifan belajar dalam pembelajaran IPA.

Bila hal tersebut digambarkan, maka akan tampak sebagaimana gambar bagan atau skema pada halaman selanjutnya.

(24)

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Kondisi Awal Tindakan PTK Kondisi Akhir Siswa kurang bersemangat untuk mengikuti proses pembelajaran IPA

Keaktifan belajar siswa masih rendah saat mengikuti proses pembelajaran IPA. Selain itu,

masih ada siswa yang nilainya di bawah KKM. Dalam proses pembelajaran, guru telah menerapkan Model Pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) SIKLUS I

Dengan menerapkan model pembelajaran SAVI, semua

potensi alat indera yang dimiliki oleh siswa dapat

dilibatkan dalam proses pembelajaran agar mereka

lebih aktif, sehingga pembelajaran IPA di kelas

pun menjadi lebih komunikatif dan

menyenangkan.

SIKLUS II

Dengan menerapkan model pembelajaran SAVI secara optimal, keaktifan belajar siswa dalam pembelajaran IPA pun meningkat.

Penerapan model pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa dalam pembelajaran IPA Kelas III SD Negeri 1

(25)

D. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan merupakan dugaan kebenaran sementara yang ditentukan oleh peneliti, tetapi masih harus dibuktikan, dites, atau diuji kebenarannya. Hipotesis ini dibuat berdasarkan kajian berbagai teori, kajian hasil penelitian yang pernah dilakukan dalam masalah serupa, diskusi dengan teman sejawat atau dengan pakar, serta refleksi pengalaman sendiri sebagai guru (Wardani, 2006:48).

Berdasarkan hasil kajian teori mengenai penerapan model pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual), keaktifan belajar siswa dan pembelajaran IPA sebelumnya, maka peneliti membuat hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

“Penerapan Model Pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) dapat Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPA Kelas III SD Negeri 1 Lebengjumuk Tahun 2015/ 2016”.

Gambar

Tabel 2.1. Persamaan dan Perbedaan Penelitian  No.  Peneliti  Variabel  X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 X 9 X 10 1
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Kondisi Awal Tindakan PTK Kondisi Akhir Siswa kurang bersemangat untuk mengikuti proses pembelajaran IPA

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil uji pH yogurt, kadar asam laktat, dan jumlah mikroba total, diperoleh data bahwa terdapat pengaruh jenis bahan dasar susu dengan perubahan pH yogurt,

Satuan batuan yang termasuk Lajur Bengkulu merupakan batuan pen- dukung pada Cekungan Bengkulu, meliputi For- masi Seblat, Formasi Lemau, Formasi Simpangaur, Formasi

Penelitian ini menekankan pada pengaruh penggunaan belimbing wuluh terhadap kualitas ekternal telur ayam (berat telur, berat kerabang telur, tebal kerabang telur

[r]

3.Dengan adanya aplikasi Rancang Bangun Sistem Informasi Geografis Pemetaan Kost /Rumah Sewa Wilayah Kota Stabat Berbasis Web yang telah dirancang mampu

PA/KPA Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya (K/L/D/I) Kabupaten Klungkung (Dinas Kesehatan) Alamat Jl... Ni Made Adi

Makna sebagai tu- han-tuhan yang tampak ini dijelaskan dengan implementasi berupa kepatuhan dan ketaatan yang harus dipenuhi dan dilakukan oleh kelu- arga pihak laki-laki

Pengumuman (8/7/2020) dari anak Theys Eluay, Yanto Eluay, bahwa sedang disiapkan pendirian suatu organisasi khusus bagi anak-anak dan cucu-cucu para pejuang Pepera (1969).”Kita