• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER. Oleh : ERWIN FAHRI A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER. Oleh : ERWIN FAHRI A"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER

Oleh : ERWIN FAHRI

A 14105542

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

RINGKASAN

ERWIN FAHRI. Analisis Aliran Perdagangan Teh Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Moneter. Dibawah Bimbingan RINA OKTAVIANI.

Akhir tahun 1997 Indonesia mengalami berbagai perubahan yang mendasar baik di bidang politik, maupun perekonomian. Hampir seluruh sektor perekonomian mengalami masalah dalam kondisi sulit ini. Saat terjadi krisis ekonomi, sektor pertanian merupakan sektor yang cukup kuat menghadapi goncangan ekonomi dan dapat diandalkan dalam pemulihan perekonomian nasional. Sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia.

Salah satu subsektor pertanian yang cukup besar potensinya adalah hasil perkebunan di antaranya adalah teh. Komoditas teh bagi Indonesia hampir 100 tahun merupakan salah satu andalan penghasil devisa dari subsektor perkebunan. Komoditas teh, pada waktu itu menjadi salah satu usaha andalan pemerintah sebagai penompang penghasil devisa setelah karet, kelapa, kelapa sawit, kakao dan kopi. Teh mampu menjadi andalan utama alternatif ekspor ketika sektor industri lain terpuruk.

Tahun 1997 volume ekspor teh merosot tajam menjadi 66.843 ton yang semula pada tahun 1996 volume ekspor teh sebesar 101.532 ton. Pada tahun 2003, posisi Indonesia masih berada diperingkat lima dalam ekspor teh dunia, atau kontribusinya baru sekitar tujuh persen. Indonesia yang merupakan eksportir teh terbesar kelima di dunia sejak 1993 mengalami penurunan volume ekspor. Pangsa pasar teh Indonesia di dunia yang pada 1993 sebesar 11 persen, pada 2005 menurun menjadi tujuh persen dari sekitar 1,3 juta ton pasar teh ekspor.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh variabel-variabel ekonomi dan non ekonomi, serta krisis moneter terhadap aliran perdagangan teh Indonesia. Selain itu, penelitian ini menganalisis perkembangan aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor baik sebelum dan setelah krisis moneter.

Analisis aliran perdagangan teh ke titik konsumsi ke berbagai negara tujuan ekspor teh, menggunakan suatu persamaan yang menyertakan berbagai faktor gravity model yang diperhitungkan. Penganalisaan aliran perdagangan teh

Indonesia menggunakan persamaan regresi berganda dengan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square/OLS). Pemakaian metode OLS harus memenuhi

beberapa asumsi agar dapat digunakan yaitu normalitas, homoskedastisitas dan multikolinieritas, dan beberapa pengujian hipotesis seperti koefisien determinasi (R2), uji F dan t. Persamaan tersebut diterapkan terhadap faktor-faktor ekonomi dan non-ekonomi seperti GDP per kapita, jarak, populasi dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar AS serta keadaan perekonomian Indonesia baik sebelum dan setelah krisis moneter yang diwakili oleh dummy untuk melihat

hubungan dan pengaruhnya terhadap aliran perdagangan teh. Melalui aliran perdagangan ini akan diketahui negara tujuan yang memilki potensi terbesar terhadap aliran perdagangan teh Indonesia serta perkembangannya, baik sebelum dan setelah krisis moneter.

Penelitian ini menggunakan data jenis sekunder berupa data deret ruang (cross section) tahun 1995 dan tahun 2006 yaitu data 15 negara yang selama ini

menjadi tujuan aliran perdagangan teh Indonesia antara lain : Afganistan, Iran, Jepang, Malaysia, Pakistan, Singapura, Mesir, Australia, Amerika Serikat, Jerman, Republik Irlandia, Belanda, Polandia, Rusia dan Inggris.Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan kuantitatif.

(3)

Dalam analisis data, model yang digunakan dalam analisis data adalah model regresi linier berganda dengan persamaan tunggal.

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa sekitar 59,5 persen keragaman aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel bebas dalam model. Selain itu sisanya sebesar 40,5 persen keragaman volume ekspor teh Indonesia tidak dapat diterangkan oleh variasi variabel-variabel dalam model atau diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model dan error.

Berdasarkan uji statistik-t, diperoleh variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap besar kecilnya aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor teh pada taraf lima persen yaitu nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar AS dan jumlah penduduk negara tujuan, pada taraf 15 persen adalah harga teh Indonesia di negara tujuan dan jarak antara Indonesia dengan negara tujuan. GDP per kapita negara tujuan dan variabel

dummy tidak berpengaruh nyata pada taraf pengujian statistik lima persen dan

15 persen. Pengujian statistik-F menunjukkan bahwa, secara bersama-sama semua variabel bebas dalam model dapat menjelaskan variasi perubahan aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan baik sebelum krisis maupun setelah krisis moneter. Sebelum krisis volume ekspor teh Indonesia sebesar 79.227 ton, sedangkan setelah krisis moneter volume ekspor teh Indonesia tepatnya pada tahun 2006 sebesar 95.339 ton.

Secara keseluruhan dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu Analisis aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan dengan gravity model

dapat menjelaskan keragaman variasi variabel-variabel bebas dalam model sebesar 59,5 persen, sedangkan sisanya sebesar 40,5 persen keragaman aliran perdagangan teh Indonesia diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model seperti hambatan perdagangan, selera dan pesaing serta error.

Variabel bebas yang berpengaruh positif terhadap aliran perdagangan teh Indonesia adalah populasi negara tujuan dan keadaan perekonomian di Indonesia. Variabel yang memiliki pengaruh negatif terhadap aliran perdagangan teh Indonesia adalah GDP per kapita, jarak antara Indonesia dengan negara tujuan, harga teh Indonesia di negara tujuan dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar AS. Populasi negera tujuan dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar AS signifikan dengan pengujian statistik-t pada taraf lima persen, selain itu ada dua variabel bebas lainnya yang siginifikan pada pengujian statistik-t pada taraf 15 persen yaitu, harga teh Indonesia di negara tujuan dan jarak Indonesia dengan negara tujuan ekspor. Aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan setelah krisis moneter lebih besar dibandingkan sebelum krisis. Negara yang paling banyak menyerap ekspor teh Indonesia sebelum krisis adalah Pakistan dengan volume ekspor mencapai 15924 ton dari total volume ekspor teh Indonesia. Rusia merupakan negara yang paling banyak menyerap ekspor teh Indonesia setelah krisis moneter yaitu sebesar 14882,83ton.

Mempertimbangkan potensi ekonomi dan non-ekonomi negara-negara yang potensial untuk aliran perdagangan teh Indonesia seperti Singapura yang memiliki jarak terdekat dengan Indonesia, Amerika Serikat memiliki populasi yang besar, Inggris merupakan negara dengan harga teh Indonesia yang kecil dan memiliki nilai tukar terhadap dollar AS yang tinggi. Sebaiknya ekspor teh Indonesia sudah dalam bentuk produk yang siap dikonsumsi, karena selama ini lebih banyak masih dalam bentuk setengah jadi. Dengan demikian, volume ekspor ke negara-negara tujuan akan meningkat dan mampu bersaing dengan negara pengekspor lainnya serta dapat memperluas pangsa pasar teh Indonesia ke negara lain.

(4)

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER

Oleh : ERWIN FAHRI

A 14105542

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS PERTANIAN

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh :

Nama : ERWIN FAHRI NRP : A 14105542

Judul : ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER

Dapat Diterima Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Rina Oktaviani. Ph. D NIP. 131 846 872

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER ” MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Januari 2008

Erwin Fahri A 14105542

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Langsa Aceh Timur Nanggroe Aceh Darussalam 3 Oktober 1983 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Rahmad Ali dan Ibu Syamiani. Penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di SDN Sidorejo Langsa pada Tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 9 Langsa, hingga lulus pada Tahun 1999. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Langsa dan lulus pada Tahun 2002.

Tahun 2002 penulis diterima menjadi mahasiswa pada Program Studi Diploma III Manajer Alat dan Mesin Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyelesaikan program Diploma III pada Tahun 2005. Pada Tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Aliran Perdagangan Teh Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Moneter.

Penelitian ini dilakukan bertujuan menganalisis bagaimana pengaruh variabel-variabel ekonomi dan non ekonomi serta krisis moneter, terhadap aliran perdagangan teh Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis perkembangan aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor baik sebelum dan setelah krisis moneter.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan baik pada saat ini maupun pada saat mendatang.

Bogor, Januari 2008

Erwin Fahri A14105542

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Bersamaan dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak atas bantuan dan kerjasamanya baik berupa moril maupun materil yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, yaitu kepada :

1. Allah SWT atas segala karunia, taufiq dan kebesaran-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ayah, ibu serta abang-abangku yang akan selalu kucintai ”Terima kasih atas segala pengorbanan, serta tidak bosan-bosannya memberikan kasih sayang, bimbingan, dukungan, semangat dan doanya yang terus mengalir tanpa batas ruang dan waktu” hingga selesainya skripsi ini.

3. Rina Oktaviani. Ph. D, selaku dosen pembimbing skripsi atas waktu dan kesabarannya dalam membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Ratna Winandi. Ms, selaku dosen penguji utama yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.

5. Dra. Yusalina. Ms, selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan masukan untuk penulisan yang lebih baik.

6. Anit yang setia menemani dan membantu penulis dari awal hingga selesainya penulisan skripsi ini, terima kasih untuk semuanya.

7. Keluarga besar MAMPER’S khususnya di X10C “Agus, Abenk, Bagoey, Urip, Opie, Cesper, Lukman, Boy, Igor, Koroev, Jaloe, Capoeng, Eko dan Anggia”. 8. Kepada seluruh Staf pengajar dan tata usaha, serta rekan-rekan Program

Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis.

9. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah... 4 1.3. Tujuan Penelitian ... 8 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Teh ... 9

2.2 Masuknya Teh ke Indonesia... 9

2.3 Manfaat Teh ... 10

2.4 Penelitian Terdahulu... 11

2.5 Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu ... 15

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran teoritis... 16

3.1.1 Krisis moneter... 16

3.1.2 Perdagangan Luar Negeri ... 17

3.1.3 Aliran Perdagangan dan Gravity Model... 21

3.1.4 Ekspor dan Nilai Tukar ... 29

3.1.5 Analisis Regresi Berganda ... 30

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 31

IV METODE PENELITiAN 4.1 Jenis dan sumber Data... 35

4.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 35

4.3 Analisis Data... 36 4.4 Perumusan Model... 37 4.5 Pengujian Asumsi ... 38 4.5.1 Uji Normalitas... 39 4.5.2 Uji Multikolinieritas ... 40 4.5.3 Uji Homoskedastisitas... 41 4.6 Pengujian Hipotesis... 41 4.6.1 Koefisien Determinasi ... 42 4.6.2 Uji t... 42 4.6.3 Uji F... 43

V Analisis Aliran Perdagangan Teh Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Moneter 5.1 Pengujian Asumsi... 45

5.2 Pengaruh Variabel-variabel Ekonomi dan Non Ekonomi, serta Krisis Moneter Terhadap Aliran Perdagangan Teh Indonesia... 47

(11)

5.2.1 Gross Domestic Product (GDP) Per Kapita Negara

Tujuan ... 49

5.2.2 Populasi Negara Tujuan Ekspor ... 52

5.2.3 Jarak Antara Indonesia dengan Negara Tujuan ... 54

5.2.4 Nilai Tukar Mata Uang Negara Tujuan Terhadap Dollar AS ... 56

5.2.5 Harga Teh Indonesia di Negara Tujuan ... 58

5.2.6 Sebelum dan Setelah Krisis Moneter (Dummy) ... 60

5.2.7 Faktor-faktor Lain yang Tidak Dapat Dijelaskan Oleh Model ... 61

5.3 Perkembangan Aliran Perdagangan Teh Indonesia ke Negara-negara Tujuan Ekspor Baik Sebelum dan Setelah Krisis Moneter... 64

VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 66

6.2 Saran... 67

DAFTAR PUSTAKA... 68

(12)

DARTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Perkembangan Ekspor Hasil Pertanian Indonesia

Tahun 1995-2005 ... 2 Tabel 2. Perkembangan Volume Ekspor Beberapa Komoditi Utama

Perkebunan Tahun 1995-2005 (ribu ton) ... 3 Tabel 3. Perkembangan Total Volume Ekspor Teh Indonesia Sebelum

Krisis Moneter Tahun 1991-1998 ... 6 Tabel 4. Perkembangan Total Volume Ekspor Teh Indonesia Setelah

Krisis Moneter Tahun 1999-2006... 6 Tabel 5. Output Model Analisis Regresi Gravity Model Aliran Perdagangan

Teh Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Moneter dengan

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Perdagangan Internasional Keseimbangan Parsial ...20 Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Aliran

Perdagangan Teh Indonesia Sebelum dan Setelah

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perbedaan dan Persamaan Penelitian dengan

Penelitian Terdahulu...70 Lampiran 2. Data Nominal yang digunakan dalam Pendugaan

Model Aliran Perdagangan Teh Indonesia Sebelum dan

Setelah Krisis Moneter (1995 dan 2006)...71 Lampiran 3. Output Model Analisis Regresi Gravity Model Aliran

Perdagangan Teh Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis

Moneter dengan Metode OLS ...72 Lampiran 4. Residual Plot Data Aliran Perdagangan Teh Indonesia

Sebelum dan Setelah Krisis Moneter...73 Lampiran 5. Negara-negara Tujuan Ekspor Teh Indonesia

(15)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akhir tahun 1997 Indonesia mengalami berbagai perubahan yang mendasar baik di bidang politik, maupun perekonomian. Pembangunan yang selama ini memperlihatkan pertumbuhan yang cukup baik, namun pada kenyataannya kondisi makro ekonomi sangat lemah dan tidak setabil. Sebagaimana diketahui bahwa negara Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu.

Krisis yang berkepanjangan ini adalah merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam, akibat serbuan yang tak terduga dan terus-menerus dari dollar AS serta jatuh temponya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar. Hampir seluruh sektor perekonomian mengalami masalah dalam kondisi sulit ini. Beberapa sektor yang sebelum krisis berperan sebagai penggerak pertumbuhan, kini mengalami masalah yang berat, disebabkan karena ketergantungan terhadap komponen luar negeri, baik bahan baku maupun peralatan.

Saat terjadi krisis ekonomi, sektor pertanian merupakan sektor yang cukup kuat menghadapi goncangan ekonomi dan dapat diandalkan dalam pemulihan perekonomian nasional. Sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini terbukti pada tahun 1998, di tengah pertumbuhan Produk Domestik Produk (PDB) nasional yang negatif yakni sekitar 14 persen, sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan mengalami pertumbuhan positif yaitu sebesar 1,23 persen (BPS, 1999).

Berdasarkan analisis ekspor hasil pertanian, diketahui bahwa pada pasca krisis (2000-2005) volume ekspor mencapai 12,6 juta ton/tahun. Hal ini berarti lebih tinggi dibanding pada masa krisis (1998-1999) bahkan masa sebelum krisis

(16)

(1995-1997), yaitu masing-masing sebesar 7,0 juta ton/tahun dan 7,8 juta ton/tahun. Perkembangan ekspor hasil pertanian dari tahun 1995 sampai tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Ekspor Hasil Pertanian Indonesia Tahun 1995-2005 Tahun Volume Ekspor (Juta Ton) Nilai (Juta US$)

1995 5,7 4.607,5 1996 7,5 5.194,3 1997 7,9 5.549,9 1998 6,8 4.468,4 1999 8,8 4.696,6 2000 9,5 4.500,3 2001 9,6 3.696,6 2002 11,6 5.518,3 2003 11,6 6.417,5 2004 15,1 8.544,0 2005* 18,1 10.564,0 Rata-rata (1995-1997) 7,0 5.117,2 Rata-rata (1998-1999) 7,8 4.582,5 Rata-rata (2000-2005) 12,6 6.540,1 Sumber : BPS, (2006)

Keterangan : * data s/d juni 2005 kemudiann dikalikan 2

Apabila dilihat dari sisi penerimaan devisa, pada masa sebelum krisis (1995-1997) nilai ekspor sebesar US$ 5.117,2 juta/tahun, sedangkan di masa krisis mengalami penurunan menjadi US$ 4.582,5 juta/tahun. Walaupun demikian, setelah masa krisis nilai ekspor kembali meningkat menjadi US$ 6.540,1 juta/tahun.

Salah satu subsektor pertanian yang cukup besar potensinya adalah perkebunan. Meskipun kontribusi subsektor perkebunan terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto belum terlalu besar yaitu sekitar 2,12 persen pada tahun 2005, namun berada diurutan ketiga di sektor pertanian setelah subsektor tanaman bahan pangan dan perikanan. Subsektor perkebunan merupakan penyedia bahan baku untuk sektor industri, penyerap tenaga kerja dan penghasil devisa (BPS, 2007).

(17)

Hasil perkebunan yang memiliki peranan penting salah satunya adalah teh. Komoditas teh bagi Indonesia hampir 100 tahun merupakan salah satu andalan penghasil devisa dari subsektor perkebunan. Kekuatannya dalam penghasil devisa, sudah dibuktikan selama masa krisis ekonomi beberapa tahun yang lalu, tepatnya tahun 1997 dan 1998.

Komoditas teh, pada waktu itu menjadi salah satu usaha andalan pemerintah sebagai penompang penghasil devisa setelah karet, kelapa, kelapa sawit, kakao dan kopi. Teh mampu menjadi andalan utama alternatif ekspor ketika sektor industri lain terpuruk. Perkembangan volume ekspor komoditi perkebunan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Volume Ekspor Beberapa Komoditi Utama Perkebunan Tahun 1995-2005 (ribu ton).

Komoditi Tahun

Karet Kelapa Kelapa Sawit Kakao Kopi Teh 1995 1.220 170 1.580 230 220 0,80 1996 1.430 410 2.010 320 370 100 1997 1.400 700 3.470 270 310 0,70 1998 1.640 450 1.830 330 360 0,70 1999 1.490 450 3.900 420 350 100 2000 1.380 830 4.700 420 340 110 2001 1.450 470 5.490 300 250 100 2002 1.500 570 7.080 460 330 100 2003 1.660 470 7.050 360 320 0,90 2004 1.873 547 9.601 369 349 0,99 2005 2.039 1.329 11.128 380 399 104 Sumber : BPS, 2007

Sekian banyak minuman yang tersedia saat ini, minuman yang berbahan dasar teh merupakan salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat di dunia. Teh merupakan minuman nomor dua terpopuler di dunia setelah air putih1. Teh tidak hanya sebagai penawar dahaga, tetapi dapat menjadi minuman alternatif selain air mineral di berbagai acara resmi.

1 I. G. A. Yudana dan Lie. 1998. Mengenal Ragam dan Manfaat Teh. http://www.infomedia.com. 20 Mei 2007.

(18)

Komoditas teh tidak hanya untuk minuman semata, namun memiliki kemampuan diversifikasi usaha yang variannya lebih luas sebagai minuman kesehatan, obat-obatan dan produk industri hilir lainnya. Sebagaimana diketahui sekarang ini bahwa teh tidak hanya dimanfaatkan sebagai bahan minuman saja, melainkan juga telah dimanfaatkan sebagai bahan untuk kosmetika baik untuk perawatan kulit maupun rambut.

Lebih lanjut diungkapkan, sebenarnya FAO sudah memprediksi perkembangan produksi dan konsumsi teh dunia permintaannya akan meningkat hingga tiga persen. Hal ini diperhitungkan dengan dasar pertumbuhan populasi penduduk dunia yang akan meningkat di atas angka lima persen ditambah gencarnya promosi tentang teh, dalam korelasinya dengan kesehatan tubuh dan produsen minuman ringan yang berbahan baku komoditi teh2.

Di Indonesia teh dinikmati oleh berbagai kalangan, baik itu kalangan ekonomi atas maupun kalangan ekonomi bawah. Teh merupakan salah satu minuman yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Hampir di berbagai suasana orang dapat menikmati minuman ini baik suasana formal maupun suasana non formal. Selain itu, teh sangat berkhasiat dalam hal kesehatan baik mencegah maupun mengobati berbagai macam penyakit karena memiliki kandungan zat antioksidan polifenol.

1.2 Perumusan Masalah

Teh merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai peran penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Teh juga salah satu komoditi ekspor Indonesia yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara

2 D. Riskomar. 2004. Kompetisi Indonesia dalam Penuhi Pasar Teh Dunia.

(19)

di luar minyak dan gas. Produksi teh Indonesia setiap tahun mencapai 150 ribu ton dan sekitar 100 ribu ton diantaranya ditujukan ke pasar ekspor3 .

Indonesia mempunyai peranan penting dalam perdagangan teh internasional, karena merupakan salah satu penghasil teh terbesar dunia. Produksi teh Indonesia masuk dalam kelompok lima besar sebagai negara penghasil teh dunia setelah India (820.000), Cina (647.000 ton), Sri Lanka (272.000), kenya (257.000) dan terakhir Indonesia (162.000)4 . Produksi Indonesia bukan saja dapat memenuhi kebutuhan pasar lokal, tetapi juga mampu memenuhi kebutuhan konsumen mancanegara dengan ekspornya.

Produksi teh sebagian besar dipasarkan ke mancanegara (diekspor) dan hanya sebagian kecil saja yang dipasarkan di dalam negeri. Ekspor teh Indonesia secara umum dibedakan menjadi dua jenis yaitu teh hijau (green tea)

dan teh hitam (black tea). Pangsa pasar untuk produk teh tersebut telah

menjangkau kelima benua yakni Asia, Afrika, Australia, Amerika dan Eropa. Namun demikian, Asia masih merupakan pangsa pasar yang paling utama.

Berdasarkan Tabel 3, tahun 1997 volume ekspor teh merosot tajam menjadi 66.843 ton yang semula pada tahun 1996 volume ekspor teh sebesar 101.532 ton. Ekspor teh mencapai puncaknya pada tahun 1993 dengan volume 123.900 ton, sedangkan tahun 2006 volume ekspor teh hanya sebesar 93.339 ton atau turun 6,80 persen dari tahun sebelumnya (Tabel 4).

Posisi Indonesia pada tahun 2003 masih berada diperingkat lima dalam ekspor teh dunia, atau kontribusinya baru sekitar tujuh persen. Sementara itu, kontribusi ekspor teh dari Kenya dan Sri Lanka masing-masing 19 persen, China 18 persen, dan India 14 persen. Negara lainnya yang juga menjadi produsen teh dunia adalah Afrika, Amerika Serikat, Vietnam, Malawi, dan beberapa negara di

3

Ibid

4 Ibid

(20)

Asia5. Perkembangan ekspor teh sebelum dan setelah krisis moneter dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Perkembangan Total Volume Ekspor Teh Indonesia Sebelum Krisis Moneter Tahun 1991-1998

Tahun Volume (Ton) Nilai (000 US$) Pertumbuhan (%) 1991 110.217 143.126 - 1992 121.243 140.823 10,00 1993 123.926 155.696 2,21 1994 84.916 96.181 -31,48 1995 79.227 87.719 -6,70 1996 101.532 112.343 28,15 1997 66.843 88.838 -34,17 1998 67.219 113.207 0,56 Sumber : BPS, (2007)

Tabel 4. Perkembangan Total Volume Ekspor Teh Indonesia Setelah Krisis Moneter Tahun 1999-2006

Tahun Volume (Ton) Nilai (000 US$) Pertumbuhan (%) 1999 97.847 97.140 45,56 2000 105.581 112.106 7,90 2001 99.721 99.854 -5,55 2002 100.185 103.426 0,47 2003 88.176 95.816 -11,99 2004 98.572 116.018 11,79 2005 102.294 121.496 10,38 2006 95.339 134.515 -6,80 Sumber : BPS, (2007)

Indonesia yang merupakan eksportir teh terbesar kelima di dunia sejak 1993 mengalami penurunan volume ekspor. Pangsa pasar teh Indonesia di dunia yang pada 1993 sebesar 11 persen, pada 2005 menurun menjadi tujuh persen dari sekitar 1,3 juta ton pasar teh ekspor. Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor teh Indonesia tahun 1995 dan tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 5.

Pada tahun 2004 tercatat ada 74 negara yang menjadi pangsa pasar teh Indonesia, namun pada tahun 2005 tercatat hanya 59 negara yang menjadi pangsa pasar teh Indonesia. Ekspor teh Indonesia selama 2005 ditujukan ke Rusia (18 persen), United Kingdom (13,53 persen), Pakistan (12,31 persen), Malaysia (9,68 persen) dan Jerman (7,21 persen). Kelima negara tersebut

5

(21)

menyerap pangsa pasar 60,73 persen dari total ekspor teh Indonesia (BPS, 2006).

Saat ini, perdagangan internasional memiliki peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Setiap negara akan mengekspor komoditi yang memiliki keunggulan komparatif dan mengimpor komoditi yang tidak memiliki keunggulan komparatif, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan karakteristik antar negara di dunia. Perbedaan ini menjadi dasar terjadinya perdagangan atau perpindahan barang dan jasa dari satu negara ke negara lainnya, yang disebut juga aliran perdagangan.

Melalui aliran perdagangan ini, dapat diketahui negara tujuan ekspor yang memiliki potensi pasar terbesar untuk teh Indonesia. Hal ini tentunya didasarkan pada potensi pasar ekonomi negara tujuan ekspor, mengingat negara-negara tujuan ekspor teh memiliki lokasi dan karakteristik yang berbeda-beda, baik dari faktor ekonomi dan non ekonomi. Perbedaan karakteristik ini tentu saja akan mempengaruhi aliran perdagangan teh Indonesia dengan negara-negara tujuan ekspor.

Di sisi lain, teh sebagai komoditas ekspor menghadapi implikasi dari perdagangan global yakni terjadinya persaingan yang semakin ketat, baik di antara negara produsen maupun antara negara produsen dengan pedagang. Selain itu meningkatnya kesadaran konsumen akan kelestarian lingkungan dan kesehatan atau isu lain yang berkaitan dengan produk akan mempengaruhi besarnya permintaan teh di pasar internasional. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh variabel-variabel ekonomi dan non ekonomi, serta krisis moneter terhadap aliran perdagangan teh Indonesia?

(22)

2. Bagaimana perkembangan aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor baik sebelum dan setelah krisis moneter?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis pengaruh variabel-variabel ekonomi dan non ekonomi, serta krisis moneter terhadap aliran perdagangan teh Indonesia. 2. Menganalisis perkembangan aliran perdagangan teh Indonesia ke

negara-negara tujuan ekspor baik sebelum dan setelah krisis moneter.

(23)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Teh

Negeri Cina dipercayai sebagai tempat kelahiran tanaman teh. Kisah yang paling banyak diikuti tentang asal usul teh, adalah cerita tentang Kaisar Shen Nung yang hidup sekitar tahun 2737 sebelum masehi. Kaisar Shen Nung juga disebut sebagai Bapak tanaman obat-obatan tradisional Cina saat itu. Konon kabarnya, pada suatu hari ketika sang kaisar sedang bekerja di salah satu sudut kebunnya, terlebih dahulu ia merebus air dikuali di bawah rindangan pohon.

Secara kebetulan, angin bertiup cukup keras dan menggugurkan beberapa helai daun pohon tersebut dan jatuh ke dalam rebusan air dan terseduh. Sewaktu sang kaisar meminum air rebusan tersebut, ia merasa bahwa air yang diminumnya lebih sedap daripada air putih biasa, dan menjadikan badan lebih segar. Daun yang terseduh ke dalam rebusan air sang kaisar adalah daun teh. Sejak saat itu teh mulai dikenal dan disebarluaskan6.

2.2 Masuknya Teh ke Indonesia

Teh dikenal di Indonesia sejak tahun 1686 ketika seorang Belanda bernama Dr. Andreas Cleyer membawanya ke Indonesia yang pada saat itu penggunaannya hanya sebagai tanaman hias. Baru pada tahun 1728, pemerintah Belanda mulai memperhatikan teh dengan mendatangkan biji-biji teh secara besar-besaran dari Cina untuk dibudayakan di pulau Jawa. Usaha tersebut tidak terlalu berhasil dan baru berhasil setelah pada tahun 1824 Dr.Van Siebold seorang ahli bedah tentara Hindia Belanda yang pernah melakukan

6

(24)

penelitian alam di Jepang mempromosikan usaha pembudidayaan dengan bibit teh dari Jepang7.

Usaha perkebunan teh pertama dipelopori oleh Jacobson pada tahun 1828 dan sejak itu menjadi komoditas yang menguntungkan pemerintah Hindia Belanda, sehingga pada masa pemerintahan Gubernur Van Den Bosh, teh menjadi salah satu tanaman yang harus ditanam rakyat melalui politik Tanam Paksa (Culture Stetsel). Pada masa kemerdekaan, usaha perkebunan dan

perdagangan teh diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Sekarang, perkebunan dan perdagangan teh juga dilakukan oleh pihak swasta.

2.3 Manfaat Teh

Selain nikmat, teh bisa menjaga kesehatan mulut dan gigi. Teh mampu mengurangi virus di rongga mulut dan bakteri berbahaya yang menyebabkan karang gigi dan sakit gusi. Selain itu, teh juga sumber fluoride untuk menguatkan gigi.

Di pucuk daun muda terdapat senyawa polifenol golongan catechin, kafein serta asam amino dalam konsentrasi dan jumlah yang tinggi. Senyawa catechin, sebagai salah satu komponen bioaktif teh, sangat mempengaruhi

kualitas warna, aroma, dan rasa sepet pada teh. Selain itu, catechin juga

berperan sebagai antioksidan yang mampu mencegah maupun menghambat serangan-serangan tidak terkendali pada kelompok sel tubuh seperti membran sel, DNA dan lemak oleh radikal bebas dan senyawa oksigen reaktif8.

Minuman teh ini dapat mencegah atau membantu penyembuhan penyakit ringan sejenis influenza hingga yang berat seperti kanker. Kemampuan teh dalam rnencegah dan melawan flu tak lepas dari kandungan vitamin C-nya yang

7

Ibid

8 PT Sinar Sosro (2006). Rasa Teh yang Unik, Membuat Orang Jatuh Cinta. http://www.sosro.com 20 Mei 2007.

(25)

tinggi, terutama pada teh hijau. Vitamin ini juga bisa menurunkan stress. Senyawa antioksidan di dalam teh yang disebut polifenal diketahui memiliki kemampuan melawan kanker, mencegah penyakit jantung dan stroke, memperlancar sistem sirkulasi, menguatkan pembuluh darah, dan menurunkan kadar kolesterol dalam darah.

Kandungan polifenal dalam teh membantu juga dalam penambahan jumlah sel darah putih yang berfungsi untuk melawan infeksi. Selain manfaat di atas, teh juga mengandung kafein yang bermanfaat untuk menghalau kantuk dan

kelelahan. Teh dapat pula digunakan sebagai obat luar untuk beberapa penyakit seperti di Cina misalnya, teh hijau digunakan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan luka atau mencegah penyakit kulit dan penyakit kaki karena kutu air (Priskilastono, 2004).

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian terkait dengan penelitian ini yang sebelumnya telah dilakukan akan diuraikan secara ringkas di bawah ini :

Turnip (2002), melakukan penelitian dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor dan aliran perdagangan kopi Indonesia. Penelitian ini menggunakan alat analisis model regresi linier berganda dengan persamaan tunggal. Berdasarkan penelitiannya, penawaran ekspor kopi Indonesia dipengaruhi oleh produksi, harga domestik, harga ekspor, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan ekspor kopi tahun sebelumnya. Produksi, harga ekspor, nilai tukar dan ekspor kopi tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap volume ekspor kopi, sedangkan harga domestik berpengaruh negatif.

Semua variabel penjelas berpengaruh secara nyata terhadap volume ekspor kopi, namun volume ekspor kopi Indonesia tidak responsif terhadap perubahan pada variabel-varibel penjelas. Persamaan aliran perdagangan kopi

(26)

Indonesia dipengaruhi oleh pendapatan per kapita negara tujuan, jarak antar kedua negara, harga kopi Indonesia di negara tujuan, jumlah penduduk di negara tujuan dan nilai tukar dollar AS terhadap negara tujuan ekspor. Pendapatan per kapita, jumlah penduduk dan nilai tukar dollar AS berpengaruh positif terhadap aliran perdagangan kopi, sedangkan jarak dan harga kopi berpengaruh negatif. Pendapatan per kapita, jarak dan jumlah penduduk negara tujuan ekspor yang berpengaruh nyata terhadap aliran perdagangan kopi Indonesia.

Junaidi (2005) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor teh Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perkembangan produksi dan ekspor komoditas teh Indonesia, serta faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor teh Indonesia. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Error Correlation Model

(ECM). Berdasarkan penelitiannya, maka variabel yang diduga mempengaruhi penawaran ekspor teh Indonesia adalah produksi domestik (Qt), harga domestik riil (PDt), harga ekspor riil (PXt), nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (ERt), kondisi perekonomian pra krisis dan pasca krisis sebagai dummy (Dt) dan

penawaran ekspor tahun sebelumnya (Xd-1). Berdasarkan dugaan regresi yang dihasilkan dengan ECM, menunjukkan variabel bebas jangka pendek yang berpengaruh secara nyata pada α = 15 persen terhadap pertumbuhan volume ekspor teh Indonesia adalah pertumbuhan penawaran ekspor teh sebelumnya, produksi, nilai tukar rupiah terhadap dollar dan dummy.

Peningkatan nilai tukar berpengaruh positif terhadap perkembangan volume penawaran ekspor Indonesia. Variabel dummy berpengaruh negatif pada

masa pasca krisis, yang berarti pasca krisis volume ekspor teh menurun dibandingkan sebelum krisis. Berdasarkan dugaan regresi yang dihasilkan ECM, menunjukkan variabel bebas jangka panjang yang berpengaruh secara nyata

(27)

pada α = 15 persen terhadap perkembangan volume ekspor teh Indonesia adalah pertumbuhan produksi, nilai tukar dan dummy.

Sunenti (2005) melakukan penelitian mengenai aliran perdagangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor meubel rotan di Indonesia. Penelitian dilakukan untuk mengkaji potensi ekonomi negara tujuan, menganalisis aliran perdagangan meubel rotan dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor meubel rotan ke negara-negara tujuan. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dengan tabulasi dan metode kuantitatif menggunakan regresi linier berganda dengan gravity model.

Berdasarkan penelitiannya, unsur-unsur gravity yang dianalisis terhadap

aliran perdagangan meubel rotan, maka pendapatan per kapita berpengaruh positif dan nyata pada taraf lima persen terhadap volume ekspor meubel rotan. Jarak Indonesia dengan negara tujuan ekspor dan harga meubel rotan meubel rotan berpengaruh negatif terhadap volume ekspor meubel rotan dan tidak nyata pada taraf lima persen. Biaya transportasi dan jumlah penduduk di negara tujuan ekspor berpengaruh negatif dan nyata pada taraf lima persen. Nilai tukar terhadap dolar Amerika berpengaruh positif dan tidak nyata pada taraf lima persen.

Hasil analisis regresi dengan menggunakan gravity model, Indonesia

sebaiknya meningkatkan ekspor meubel rotan ke negara-negara yang memiliki pendapatan per kapita tinggi, seperti Singapura, Puerto Rico, Kuwait dan New Zealand. Hal ini disebabkan karena variabel pendapatan per kapita sangat berpengaruh terhadap aliran perdagangan meubel rotan Indonesia.

Resmisari (2006) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengruhi ekspor teh PT Perkebunan Nusantara VIII. Penelitian yang dilakukannya menggunakan metode analisis deskritif dan kuantitatif dengan model regresi linier berganda dengan persamaan tunggal.

(28)

Berdasarkan penelitiannya, ekspor teh PTPN VIII ke Pakistan dipengaruhi secara nyata oleh variabel harga ekspor, harga teh domestik, harga teh domestik sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar, lag ekspor dan nilai tukar rupee

terhadap dollar. Harga ekspor, harga domestik, harga domestik sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar, lag ekspor dan nilai tukar pounsterling terhadap

dollar AS berpengaruh nyata terhadap volume ekspor teh PTPN VIII ke Inggris. Ekspopr teh PTPN VIII ke Rusia dipengaruhi oleh harga ekspor, harga ekspor sebelumnya dan lag ekspor. Variabel yang berpengaruh secara nyata pada taraf

lima persen untuk ketiga negara tujuan adalah variabel harga ekspor.

Yunita (2006) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan biji kakao Indonesia. Penelitian yang dilakukan untuk menganalisis karakteristik negara-negara tujuan ekspor dan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan biji kakao Indonesia. Berdasarkan penelitiannya dari uji-t diperoleh variabel-variabel yang berpengaruh nyata pada taraf lima persen signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap volume ekspor biji kakao Indonesia. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata adalah populasi negara tujuan, jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan, nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar Amerika dan kualitas biji kakao Indonesia.

GDP per kapita negara tujuan memberikan pengaruh negatif terhadap volume ekspor biji kakao Indonesia. Meskipun demikian, variabel GDP per kapita tidak berpengaruh nyata bagi negara pengimpor, artinya variabel tersebut tidak menjadi faktor utama yang menjadi pertimbangan bagi negara importir untuk mengimpor biji kakao Indonesia. Harga biji kako Indonesia di negara tujuan memberikan pengaruh positif terhadap volume ekspor biji kakao Indonesia. Jerman merupakan negara dengan harga biji kakao tertinggi, sebesar US$ 2,10964/kg maka Jerman akan menjadi potensi pasar bagi Indonesia. Jika harga

(29)

biji kakao Indonesia di negara Jerman semakin meningkat, diduga aliran perdagangan biji kakao Indonesia ke negara tersebut akan meningkat.

Indonesia sebagai negara eksportir biji kakao, sebaiknya meningkatkan volume ekspornya dan memperluas pasar ke negara-negara yang memiliki potensi ekonomi yang besar, yaitu populasi yang besar dan nilai tukar mata uang negara tujuan yang terapresiasi, dengan jarak yang lebih dekat. Selain itu, Indonesia dapat memperluas pasar ke negara-negara tujuan baru dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan biji kakao Indonesia. Meningkatkan ekspor biji kakao Indonesia ke negara Uni Eropa, perlu dirumuskan suatu kebijakan yang merangsang para petani untuk melakukan fermentasi biji kakao sebelum diekspor.

2.5 Perbedaan dan Persamaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah menganalisis bagaimana pengaruh krisis moneter yang terjadi di Indonesia terhadap aliran perdagangan teh dengan menggunakan variabel dummy untuk

sebelum dan setelah krisis. Selain itu, penelitian ini membandingkan negara tujuan ekspor yang memiliki potensi terbesar aliran perdagangan teh Indonesia baik sebelum dan sesudah krisis berdasarkan pada variabel-variabel yang mempengaruhinya.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah menganalisis bagaimana pengaruh variabel-variabel bebas terhadap aliran perdagangan suatu komoditi ekspor. Persamaan lainnya adalah menggunakan regresi linier berganda dengan metode pendekatan yang paling umum yaitu OLS (Ordinary Least Square) atau metode kuadrat terkecil. Perbedaan dan

(30)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Krisis Moneter

Timbulnya krisis berkaitan dengan jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS secara tajam, yakni sektor ekonomi luar negeri dan kurang dipengaruhi oleh sektor riil dalam negeri. Meskipun demikian, kelemahan sektor riil dalam negeri mempunyai pengaruh terhadap melemahnya nilai tukar rupiah.

Krisis terjadi karena terdapat ketidak seimbangan antara kebutuhan akan valas dalam jangka pendek dengan jumlah devisa yang tersedia, hal ini menyebabkan nilai dollar AS melambung dan tidak terbendung. Oleh karena itu, tindakan yang harus segera didahulukan untuk mengatasi krisis ekonomi ini adalah pemecahan masalah utang swasta luar negeri, membenahi kinerja perbankan nasional, mengembalikan kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap kemampuan ekonomi Indonesia, menstabilkan nilai tukar rupiah pada tingkat yang nyata dan tidak kalah penting adalah mengembalikan stabilitas sosial dan politik9.

Krisis diindikasikan dengan tingginya tingkat inflasi yang terjadi. Inflasi yang tinggi menyebabkan depresiasi rupiah terhadap dollar yang sangat tajam. Dalam hal ini, maka harga barang-barang domestik relatif lebih murah dibandingkan harga barang-barang luar negeri. Dengan demikian, akan mendorong peningkatan ekspor dan penduduk domestik hanya akan membeli sedikit barang dari luar negeri.

9

(31)

3.1.2 Perdagangan Luar Negeri

Perdagangan atau pertukaran mempunyai arti khusus dalam ilmu ekonomi. Perdagangan diartikan sebagai proses tukar-menukar yang didasarkan atas keinginan dari masing-masing pihak. Pertukaran yang terjadi karena paksaan, ancaman perang dan sebagainya tidak termasuk dalam arti perdagangan yang dimaksud. Masing-masing pihak harus mempunyai kebebasan untuk menentukan untung rugi pertukaran tersebut dari sudut kepentingan masing-masing.

Perdagangan dalam arti khusus mempunyai implikasi yang sangat fundamental, yaitu bahwa perdagangan akan terjadi apabila paling tidak ada satu pihak yang memperoleh keuntungan atau manfaat dan tidak ada pihak lain yang merasa dirugikan. Dua negara akan melakukan perdagangan jika kedua negara tersebut memperoleh keuntungan. Apabila salah satu negara memperoleh keuntungan sementara negara lainnya mengalami kerugian, maka hal ini akan mendorong penolakan terhadap perdagangan. Pembagian manfaat dari perdagangan antara pihak-pihak yang melakukan pertukaran ditentukan oleh kekuatan masing-masing dalam proses tawar-menawar.

Menurut Smith dalam Salvatore (1997), perdagangan antara dua negara didasarkan pada keunggulan absolut. Apabila suatu negara lebih efisien daripada negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien dibandingkan negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing. Melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut, menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut. Melalui proses ini, sumber daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang paling efisien dan output kedua komoditi yang diproduksi akan meningkat.

(32)

Hubungan perdagangan antara suatu negara dengan negara lain terjadi karena adanya perbedaan potensi dan sumberdaya, biaya produksi, harga, selera, ketersediaan barang dan jasa, jumlah penduduk dan pendapatan negara. Perdagangan antar dua negara awalnya timbul karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran, juga karena adanya keinginan untuk memperluas pasar sehingga dapat meningkatkan devisa negara. Perdagangan internasional merupakan hal yang sangat penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi dan merumuskan kebijakan-kebijakan perdagangan. Asumsi-asumsi teori perdagangan internasional menurut Heckscher-Ohlin dalam Salvatore (1997) adalah :

1. Di dunia hanya terdapat dua negara (negara A dan negara B), dua komoditi (komoditi X dan Y) dan dua faktor produksi (tenaga kerja dan modal).

2. Kedua negara tersebut memiliki dan menggunakan metode atau tingkat teknologi produksi yang sama.

3. Selera atau preferensi-preferensi permintaan para konsumen yang ada di kedua negara sama.

4. Terdapat persaingan yang sempurna dalam pasar produk (tempat perdagangan kedua komoditi) dan juga dalam faktor produksi. Harga terbentuk oleh kekuatan pasar.

5. Terdapat mobilitas faktor yang sempurna dalam ruang lingkup masing-masing negara, namun tidak ada mobilitas faktor antar negara atau internasional.

6. Biaya transportasi, tarif atau berbagai hambatan lainnya yang dapat mengurangi volume arus perdagangan barang yang berlangsung di antara kedua negara tersebut tidak ada.

(33)

7. Perdagangan internasional yang terjadi di antara kedua negara sepenuhnya seimbang (jumlah barang atau jasa yang diekspor dan diimpor dari kedua negara adalah sama).

8. Semua sumber daya produktif atau faktor produksi yang ada di masing-masing negara dapat digunakan secara penuh dalam kegiatan produksi.

Suatu negara akan mengekspor suatu komoditi (misalnya teh) ke negara lain apabila harga domestik di negara A (sebelum terjadi perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik di negara B. Struktur harga yang relatif lebih rendah di negara A tersebut disebabkan karena adanya kelebihan penawaran (excess supply) yang berarti

produksi domestik melebihi konsumsi domestiknya. Di lain pihak, negara B mengalami kelebihan permintaan karena konsumsi domestik melebihi produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga menjadi lebih tinggi.

Berdasarkan hal tersebut, maka proses terciptanya harga komoditi relatif ekuilibrium dengan adanya perdagangan, yang ditinjau dari analisis keseimbangan parsial. Sebelum terjadinya perdagangan internasional, keseimbangan di negara A ada di titik EE dengan jumlah produksi sebesar Qa dan harga yang terjadi adalah P1. Keseimbangan negara B di titik EI dengan jumlah produksi sebesar Qa’ sedangkan harga yang terjadi sebesar P3.

Setelah adanya perdagangan internasional, negara A akan berproduksi dan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif suatu komoditi (misalnya teh) sebesar P1, sedangkan negara B akan berproduksi dan mengkonsumsi di titik A’ dengan harga P3. Setelah hubungan perdagangan berlangsung di atara kedua negara tersebut, harga relatif suatu komoditi akan berkisar anara P1 dan P3 seandainya kedua negara tersebut cukup besar (kekuatan ekonominya).

(34)

Apabila harga yang berlaku di atas P1, maka negara A akan memasok atau memproduksi suatu komoditi lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestik. Kelebihan produksi itu selanjutnya akan diekspor ke negara B. Dilain pihak jika harga yang berlaku lebih kecil dari P3, maka negara B akan mengalami peningkatan permintaan yang lebih tinggi dibandingkan produksi domestiknya. Hal ini akan mendorong negara B untuk mengimpor kekurangan kebutuhannya atas suatu komoditi (misalnya teh) dari negara A. Proses terjadinya perdagangan antara negara A dan negara B dapat dilihat pada Gambar 1.

Negara A Hubungan Perdagangan Negara B Internasional

Gambar 1. Perdagangan Internasional Keseimbangan Parsial (Salvator, 1997)

Secara spesifik, bahwa struktur harga relatif P1 adalah kuantitas suatu komoditi yang ditawarkan (QS) sama dengan kuantitas yang diminta (QD) oleh konsumen di negara A. Kurva negara A memperlihatkan bahwa pada harga relatif P2 akan terjadi kelebihan penawaran (QS) apabila dibandingkan dengan tingkat permintaan untuk suatu komoditi (QD), dan kelebihan itu sebesar BC. Kuantitas BC itu merupakan kuantitas suatu komoditi yang akan diekspor oleh negara A pada harga relatif P2. BC sama dengan B’C’ pada negara B, dan disitu

C Dx B sx Q P2 P3 P1 A EE Ekspor Qb Qa Qc B’ Impor Si Di Q P3 A’ C’ EI Qc’ Qa’ Qb’ Sw Dw Q B” A” A” Ew Qw

(35)

terletak titik EI yang berpotongan dengan kurva penawaran ekspor suatu komoditi dari negara A. Keseimbangan di pasar internasional menunjukkan bahwa, pada harga relatif P2 akan terjadi kelebihan permintaan (QD) yang lebih besar dari (QS) sebesar B’C’. Kelebihan itu sama artinya dengan kuantitas suatu komoditi yang akan diimpor oleh negara B berdasarkan harga relatif P2.

Penawaran ekspor pada pasar internasional digambarkan oleh kurva Sw yang merupakan excess supply dari negara A. Permintaan impor digambarkan

oleh kurva Dw yang merupakan excess demand dari negara B. Keseimbangan di

pasar dunia terjadi pada titik Ew yang menghasilkan harga dunia sebesar P2 dimana negara A mengekspor sebesar (Qa-Qc) yang sama dengan jumlah impor negara B (Qa’-Qc’). Jumlah ekspor dan impor tersebut ditunjukkan oleh volume perdagangan sebesar Qw di pasar dunia.

Barang-barang yang akan dijual ke luar negeri adalah barang-barang yang biaya produksinya relatif murah dibandingkan dengan ongkos pembuatannya di negara lain, dalam arti kalau diekspor akan dapat dijual dengan menguntungkan. Sebaliknya barang-barang yang akan diimpor adalah barang yang biaya produksinya di dalam negeri terlalu tinggi, atau yang sama sekali belum bisa diproduksi.

3.1.3 Aliran Perdagangan dan Gravity Model

Aliran perdagangan barang dan jasa antar negara merupakan perpindahan barang dan jasa antar negara. Analisis aliran perdagangan adalah analisis yang menjelaskan hubungan antara volume produk yang diperdagangkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Suatu model yang telah digunakan secara luas untuk mempelajari faktor penentu perdagangan adalah gravity model.

(36)

Nama gravity model terinspirasi dari pengamatan terhadap pengaruh positif dari ukuran pasar dan pengaruh negatif dari jarak diantara berbagai daerah dalam perdagangan. Tinbergen (1962) dan Poyhonen (1963) adalah yang pertama menerapkan persamaan gravity model untuk meneliti aliran perdagangan internasional. Keduanya mengembangkan persamaan pertama tentang gravity model melalui spesifikasi terhadap total ekspor sebagai fungsi

dari GNP (Gross National Product) dan jarak diantara negara yang melakukan

perdagangan (Deardorff, 1984). Sejak itu, gravity model telah menjadi suatu

instrumen populer dalam menganalisa pardagangan luar negeri secara empiris10. Linnemann (1966) mengembangkan gravity model dengan menyertakan

variabel populasi dan GNP. Gravity model digunakan untuk menganalisis pola aliran perdagangan bilateral antara negara-negara dalam satu daerah tertentu. Menurut model ini, barang ekspor dari negara i ke negara j diterangkan oleh ukuran ekonomi masing-masing negara (GDP), populasi masing-masing negara, jarak antar negara.

Gravity model saat ini sudah lazim dipakai sebagai metode standar untuk

mengevaluasi potensi perdagangan suatu produk atau jasa antar negara yang berbeda. Secara fisik, gravity model didasarkan pada peramalan potensi

perdagangan melalui variabel jarak, papulasi dan GNP dari negara tersebut. Argumen yang melatar belakangi pemakaian gravity model, bahwa negara yang

lebih besar dan kaya akan lebih banyak melakukan perdagangan luar negeri bila dibandingkan dengan negara yang lebih kecil dan miskin dimana jarak yang semakin jauh dianggap bukan sebagai hambatan.

Gravity model berkaitan dengan long-range equilibrium aliran perdagangan dan sebagai model ideal untuk membandingkan perdagangan dari

6 International Trade, Tecnologi Innovation and Income : A

Gravity Model Approach, www.google.com. 20 Mei 2007

(37)

dua daerah atau dari dua sistem ekonomi yang berbeda (Partanen, 1998).

Gravity model dapat digunakan untuk menganalisis faktor-faktor ekonomi yang

mempengaruhi perdagangan bilateral di antara dua negara. Secara umum

gravity model dirumuskan sebagai berikut (Oktaviani dalam Situmorang, 2001) : Tij =f (Yi, Yj, Fij)

Dimana:

Tij = nilai dari aliran perdagangan dari negara i ke negara j Yi = gross domestic product dari negara i

Yj = gross domestic product dari negara j

Fij = vektor dari faktor-faktor yang menunjang atau menghambat perdagangan

Selanjutnya Bergstrand (1985) menerapkan persamaan gravity dari

keseimbangan model perdagangan dunia. Variabel gravity yang digunakan

dalam persamaannya meliputi jarak, harga dan nilai tukar. Varibel-variabel yang terdapat dalam gravity model dalam kondisi keseimbangan pasar, yaitu :

faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi aliran perdagangan pada daerah asal dan daerah tujuan, serta faktor-faktor lainnya yang rnempengaruhi aliran perdagangan (Oktaviani dalam Yunita 2006), dengan persamaan gravity model

sebagai berikut :

Xij = αo Y iα1 Y jα2 C ijα3 T ijα4 P iα5 P jα6 Eijα7 eij dimana:

Xij = volume komoditas yang diperdagangkan dari negara i ke negara j

Yi = pendapatan negara i Yj = pendapatan negara j

Cij = biaya transportasi antara negara i dan negara j

Tij = faktor lain yang mempengruhi perdagangan antar negara Pi = harga komoditas pada negara i

Pj = harga komoditas pada negara j Eij = nilai tukar mata uang

eij = error

Erkilla-Widgren (1994) menyatakan bahwa pada saat kita mengevaluasi potensi perdagangan luar negeri antara dua negara, salah satu negara tersebut

(38)

harus dijadikan sebagai faktor tak bebas dalam siklus ekonominya. Pendekatan yang dilakukan dapat secara analitis melalui gravity model dimana long-run

equilibrium perdagangan dicapai melalui analisis beberapa variabel utama yang menggambarkan kondisi ukuran ekonomi, permintaan dan biaya.

Gravity model tidak hanya digunakan untuk menganalisa aliran

perdagangan secara agregat, tetapi juga dapat diterapkan terhadap aliran perdagangan satu komoditi. Penelitian serupa terhadap satu komoditi telah dilakukan juga oleh Oktaviani (2000) dalam Yunita (2006), yang melakukan analisis terhadap aliran perdagangan kapas dengan menyertakan volume kapas yang diperdagangkan, pendapatan perkapita negara tujuan, jarak antara negara asal dan negara tujuan, harga komoditi dan nilai tukar di negara tujuan sebagai variabel di dalam model, yang dirumuskan sebagai berikut :

Log Xij = bo + b1 log Yj + b2 log Dij + b3 log Pi + b4 log Nj + Ej

Dimana :

Xij = volume komoditas yang diperdagangkan dari negara i ke negara j Yj = gross national product negara j

Dij = jarak antara negara i dan j Pi = harga komoditas pada negara i Nj = populasi penduduk di negara j Ej = nilai lukar di negara j

Menurut Oktaviani dalam Yunita (2006), dalam makalahnya yang berjudul

TheIndonesian Import Demand and Trade of Cotton (Permintaan Impor dan

Aliran Perdagangan kapas ke Indonesia), variabel yang mempengaruhi adalah pendapatan per kapita (Yj), jarak antar negara pengekspor dengan Indonesia (Dij), harga FOB kapas di Negara eksportir (Pj), jumlah penduduk (Nj), dan nilai tukar mata uang asing (Ej). Dengan demikian, persamaan aliran perdagangannya adalah : Xij = f(Yj, Dij, Pj, Nj, Ej).

(39)

1. Gross Domestic Product (GDP) Per Kapita Negara Tujuan (Yj)

Variabel pendapatan yang digunakan untuk mewakili perdagangan teh Indonesia adalah GDP yang menyatakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional pada output barang dan jasa (Mankiw, 2000). GDP sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian.

GDP suatu negara adalah ukuran kapasitas untuk memproduksi komoditi ekspor negara tersebut. GDP menggambarkan keadaan perekonomian suatu negara. Tingkat pendapatan lebih tinggi, maka pembelanjaan domestik menjadi lebih tinggi dan sebagai akibatnya terjadi peningkatan produksi domestik dan impor.

2. Populasi Negara Tujuan (Nj)

Pertambahan populasi dapat mempengaruhi ekspor melalui dua sisi yaitu, penawaran dan permintaan. Pada sisi penawaran, pertambahan populasi dapat diartikan penambahan tenaga kerja untuk melakukan produksi komoditi ekspor. Pertambahan populasi dari sisi permintaan, akan menyebabkan bertambah besarnya permintaan domestik di negara pengimpor.

3. Jarak Antara Negara Indonesia dengan Negara Tujuan (Dij)

Variabel jarak adalah indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam melakukan ekspor. Jarak tersebut mengurangi aliran perdagangan yang diwakilkan dari biaya transportasi. Semakin jauh jarak, semakin besar biaya transportasi, maka akan semakin rendah volume ekspor produk (semakin rendah aliran perdagangan)11. Biaya transfortasi memberikan pengaruh langsung yang sangat besar terhadap perdagangan internsional, yakni dengan meningkatnya harga atau komoditi yang diperdagangkan. Hal ini dapat dilihat baik bagi negara pengekspor maupun bagi negara pengimpor. Biaya transfortasi juga dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh terhadap perdagangan

11 The

(40)

internasional secara tidak langsung, yakni melalui pengaruh yang ditimbulkan terhadap pemilihan lokasi penyelengaraan produksi dan pusat-pusat industri secara internasional.

Adanya biaya transfortasi, maka hanya komoditi-komoditi tertentu yang akan diperdagangkan. Produk-produk yang selisih harganya lebih besar daripada biaya transfortasinya yang akan diperdagangkan. Apabila perdagangan dalam kondisi ekuilibrium, maka selisih harga relatif atas komoditi-komoditi yang diperdagangkan di antara kedua negara akan persis sama dengan biaya transfortasinya

4. Harga Teh Di Negara Tujuan (Pj)

Perbedaan harga komoditi relatif antara dua negara merupakan refleksi dari keunggulan komparatif dua negara tersebut dan menjadi dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Harga komoditi dan kuantitas atau jumlah yang akan ditawarkan berhubungan positif, dengan semua faktor yang lain tetap sama. Dengan demikian, semakin tinggi harga suatu komoditi, maka semakin besar jumlah komoditi yang akan ditawarkan, dan sebaliknya semakin rendah harga suatu komoditi maka semakin sedikit jumlah komoditi yang akan ditawarkan.

5. Nilai Tukar Mata Uang Negara Tujuan Terhadap Dollar AS (ERj)

Nilai tukar perdagangan suatu negara lazim didefinisikan sebagai rasio harga ekspor komoditi suatu negara terhadap harga komoditi impornya. Jadi, nilai tukar perdagangan dari suatu negara merupakan kebalikan dari nilai tukar perdagangan negara lain yang menjadi mitra dagangnya. Kurs (exchange rate) di

antara dua negara adalah harga dimana penduduk kedua negara saling melakukan perdagangan.

Secara umum, istilah nilai tukar perdagangan mengacu pada nilai tukar perdagangan komoditi (commodity term of trade). Peningkatan atau perbaikan

(41)

nilai tukar perdagangan di suatu negara dianggap menguntungkan bagi negara itu sendiri, karena harga yang diperoleh dari ekspornya akan meningkat secara relatif terhadap harga-harga yang harus dibayarkan untuk memperoleh produk-produk impor.

Kondisi nilai tukar seperti terapresiasinya mata uang domestik negara tujuan ekspor terhadap dollar AS membuat harga suatu komoditi luar negeri relatif lebih murah dibandingkan harga suatu komoditi domestik yang relatif lebih mahal. Dengan demikian, penduduk domestik berkeinginan membeli lebih banyak barang impor. Hal ini tentunya akan mendorong terjadinya peningkatan volume impor dari negara tujuan, karena negara tujuan membutuhkan sedikit uang untuk membeli barang Impor.

6. Variabel Dummy (D)

Variabel dummy adalah variabel yang menjelaskan yang bersifat

kualitatif. Menentukan apakah variabel terikat berkaitan dengan suatu variabel bebas apabila faktor kualitatif mempengaruhi keadaan, maka hubungan ini diselesaikan melalui pembentukan variabel dummy. Variabel dummy digunakan

untuk menentukan hubungan antara variabel bebas kualitatif dengan variabel terikat.

Faktor-Faktor Lain yang tidak Dapat Dijelaskan Oleh Model a. Hambatan Perdagangan (Proteksionisme)

Hambatan perdagangan adalah regulasi atau peraturan pemerintah yang bertujuan membatasi perdagangan. Hambatan perdagangan dibuat untuk mempengaruhi secara langsung jumlah barang dan jasa yang diekspor atau diimpor. Biasanya hambatan perdagangan digunakan untuk melindungi industri domestik dari pesaing asing, baik dengan menerapkan pajak impor (tarif) atau membatasi jumlah barang dan jasa yang diimpor (kuota).

(42)

Pihak yang diuntungkan dari adanya hambatan perdangan adalah produsen dan pemerintah. Bentuk-bentuk hambatan perdangangan di antaranya adalah tarif atau bea cukai, kuota, subsidi yang berupa bantuan keuangan, pinjaman dengan bunga rendah dan lain-lain, muatan lokal, peraturan administrasi dan peraturan antidumping12.

b. Selera

Di setiap negara atau masyarakat, bukan hanya indikator-indikator ekonomi saja yang mengalami perubahan, namun selera juga dapat berubah baik secara individual maupun secara nasional. Demikian pula, perubahan dalam selera juga dapat mempengaruhi kekuatan permintaan dan penawaran suatu negara yang melakukan perdagangan. Perubahan selera di antara negara-negara yang melakukan perdagangan akan mengubah posisi tawar-menawar dari negara-negara tersebut, dengan demikian akan mepengaruhi volume produk atau jasa yang diperdagangkan.

c. Pesaing

Pesaing timbul karena adanya dua negara atau lebih berusaha untuk mendapatkan sumber daya konsumen yang sama dari negara lain. Persaingan tidak hanya terjadi di antara sesama negara-negara yang menghasilkan barang dan jasa yang sama. Sifat dan derajat persaingan suatu negara bergantung pada lima faktor yaitu ancaman pendatang baru, daya tawar menawar pembeli (pelanggan), daya tawar menawar pemasok, ancaman produk atau jasa sutitusi (jika ada) dan kekuatan persaingan di antara negara.

(43)

3.1.4 Ekspor dan Nilai Tukar

Sebagian besar negara di dunia ini menganut sistem perekonomian terbuka, dan ada beberapa negara yang menganut sistem perekonomian tertutup. Dengan demikian, berarti mengekspor barang dan jasa ke luar negeri, mengimpor barang dan jasa dari luar negeri. Dalam kenyataannya, dunia ini terdiri dari banyak negara dan jenis komoditi yang diperdagangkan pun sangat banyak dan bervariasi.

Oleh sebab itu, pengukuran nilai tukar perdagangan tidak semata-mata didasarkan pada perhitungan rasio harga antar dua komoditi saja melainkan harus dirinci berdasarkan suatu indeks yang jauh lebih kompleks dan rumit. Indeks tersebut harus mencakup harga-harga dari berbagai komoditi yang diekspor dan diimpor oleh negara-negara yang bersangkutan.

Para ekonom membedakan kurs menjadi dua yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal (nominal echange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua

negara yang melakukan perdagangan, sedangkan kurs riil (real exchange rate)

adalah harga relatif (ekspor-impor) dari barang-barang di antara dua negara. Kurs riil kadang-kadang disebut sebagai term of trade. Kurs riil menyatakan

tingkat di mana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs riil tidak berbeda dengan harga relatif dari suatu barang. Harga barang domestik dan barang luar negeri mempengaruhi permintaan terhadap barang tersebut.

Apabila kurs riil tinggi, maka barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan barang-barang domestik relatif lebih mahal. Dengan demikian, penduduk domestik berkeinginan membeli lebih banyak barang impor, sedangkan barang yang akan diekspor sedikit. Jika kurs riil rendah, maka barang-barang luar negeri relatif lebih mahal dan barang-barang domestik relatif lebih murah. Dalam hal ini,

(44)

karena barang-barang domestik lebih murah, penduduk suatu negara hanya akan membeli sedikit barang impor dan lebih banyak barang yang akan diekspor.

3.1.5 Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda adalah analisis yang berkenaan dengan studi ketergantungan satu variabel (variabel tak bebas) pada satu atau lebih variabel lain (variabel bebas) dengan maksud menaksir dan atau meramalkan nilai variabel tak bebas berdasarkan nilai yang diketahui dari variabel bebas. Model regresi yang terdiri lebih dari satu variabel bebas disebut model regresi berganda (Gujarati, 1991).

Pendekatan yang paling umum dalam menentukan garis paling cocok disebut sebagai metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square/OLS). Metode

kuadrat terkecil digunakan untuk menghitung persamaan garis lurus yang meminimisasi jumlah kuadrat jarak antara titik data X-Y dengan garis yang diukur ke arah vertikal Y. Dengan demikian, dapat diperoleh intersep dan slope

sehingga didapatkan garis regresi yang menunjukkan trend data secara baik. Mengevaluasi apakah model yang digunakan sudah baik atau belum, terdapat beberapa kriteria yang memerlukan pengujian sacara statistik. Indikator untuk melihat kebaikan model adalah : R2 , F-hitung dan nilai t-hitung. Ukuran ini digunakan untuk menunjukkan signifikansi model yang diperoleh secara keseluruhan.

Dalam model regresi berganda, dapat terjadi keterkaitan antara variabel bebas yang disebut multikolinieritas. Multikolinieritas merupakan keadaan dimana variabel bebas pada model regresi berganda saling berhubungan erat. Kekuatan multikolinieritas diukur melalui faktor varian inflasi. Dalam analisis regresi berganda, data cross-section dan time series terdapat masalah

(45)

waktu saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Pengujian autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai Durbin Watson.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Pertukaran atau perdagangan timbul karena salah satu atau lebih pihak melihat adanya manfaat/keuntungan tambahan yang bisa diperoleh dari pertukaran tersebut. Pembagian manfaat dari perdagangan antara pihak-pihak yang melakukan pertukaran ditentukan oleh kekuatan masing-masing dalam proses tawar-menawar.

Setiap negara berbeda dengan negara lainnya ditinjau dari sudut sumber alamnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur ekonomi dan sosialnya. Perbedaan-perbedaan itu menimbulkan pula perbedaan barang yang dihasilkan, biaya yang diperlukan, serta mutu dan kuantitasnya. Oleh karena itu, mudah dipahami adanya negara yang lebih unggul dan lebih istimewa dalam memproduksi hasil tertentu.

Hal ini memungkinkan karena ada barang yang hanya dapat diproduksi di daerah dan pada iklim tertentu, atau karena suatu negara mempunyai kombinasi faktor-faktor produksi yang lebih baik dari negara lainnya, sehingga negara itu dapat menghasilkan barang yang lebih bersaing. Apabila keunggulan suatu negara dalam memproduksi suatu jenis barang disebabkan karena faktor alam, maka negara tersebut disebut memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage).

Selanjutnya bilamana suatu negara dapat memproduksi suatu jenis barang yang lebih baik dan lebih murah disebabkan lebih baiknya kombinasi faktor-faktor produksi (tenaga kerja, modal dan dalam pengolahannya), maka negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dalam perbandingan biaya karena produktivitasnya yang lebih tinggi.

(46)

Permasalahan dalam krisis ekonomi terkait sekitar kurs nilai tukar valas dalam hal khususnya rupiah terhadap dollar AS yang melambung tinggi. Apabila dihadapkan dengan pendapatan masyarakat dalam rupiah yang tetap, bahkan dalam beberapa hal turun ditambah PHK, padahal harga dari banyak barang naik cukup tinggi, kecuali sebagian sektor pertanian dan ekspor. Krisis moneter yang melanda Indonesia telah menyebabkan rupiah mengalami depresiasi yang besar.

Pada sisi lain merosotnya nilai tukar rupiah secara tajam juga membawa hikmah. Terjadinya depresiasi rupiah, maka harga barang-barang dalam negeri lebih murah dibandingkan harga barang-barang luar negeri. Dengan demikian, akan lebih sedikit barang impor yang dibeli masyarakat dan akan lebih banyak mendorong ekspor. Orang-orang di luar negeri akan membeli beranekaragam produk dari Indonesia.

Secara umum impor barang menurun tajam, daya saing produk dalam negeri dengan tingkat kandungan impor rendah meningkat, sehingga bisa menahan impor dan merangsang ekspor khususnya yang berbasis pertanian. Krisis moneter menyebabkan terjadinya fluktuasi volume ekspor teh Indonesia dan aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor.

Adakalanya produksi dari suatu negara belum dapat dikonsumsi seluruhnya di dalam negeri, dengan demikian akan mendorong negara tersebut untuk memperdagangkan hasil produksi tersebut ke negara lain di luar batas negaranya. Hasil produksi Indonesia pada umumnya sampai kini masih belum dapat dipergunakan seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sebab masih terdiri dari bahan-bahan setengah jadi seperti teh.

Teh yang diekspor ke luar negeri digunakan sebagai bahan baku untuk industri di negara-negara maju. Sebaliknya untuk kebutuhan dalam negeri masih harus diimpor berjenis-jenis barang konsumsi hasil industri, yang sangat dibatasi

(47)

oleh kemampuan devisa negara untuk membiayainya yang sebagian besar bersumber dari ekspor hasil pertanian.

Menganalisis aliran perdagangan teh ke titik konsumsi ke berbagai negara tujuan ekspor teh, digunakan suatu persamaan yang menyertakan berbagai faktor gravity model yang diperhitungkan. Penganalisaan aliran

perdagangan teh Indonesia menggunakan persamaan regresi berganda dengan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square/OLS). Pemakaian metode OLS

harus memenuhi beberapa asumsi agar dapat digunakan yaitu normalitas, homoskedastisitas dan multikolinieritas, dan beberapa pengujian hipotesis seperti koefisien determinasi (R2), uji F dan t.

Persamaan tersebut diterapkan terhadap faktor-faktor ekonomi dan non-ekonomi seperti GDP per kapita, jarak, populasi dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar AS serta keadaan perekonomian Indonesia baik sebelum dan setelah krisis moneter yang diwakili oleh dummy untuk melihat hubungan

dan pengaruhnya terhadap aliran perdagangan teh. Melalui aliran perdagangan ini akan diketahui negara tujuan yang memilki potensi terbesar terhadap aliran perdagangan teh Indonesia serta perkembangannya, baik sebelum dan setelah krisis moneter. Alur kerangka pemikiran operasional analisis aliran perdagangan teh Indonesia sebelum dan setelah krisis moneter secara singkat dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Ekspor Hasil Pertanian Indonesia Tahun 1995-2005
Tabel 3. Perkembangan Total Volume Ekspor Teh Indonesia Sebelum Krisis  Moneter Tahun 1991-1998
Gambar 1. Perdagangan Internasional Keseimbangan Parsial  (Salvator, 1997)
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Aliran Perdagangan Teh  Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Moneter
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan mengenai hubungan antara bentuk tindak tutur direktif dengan kesantunan pada tindak tutur direktif perintah maupun tindak tutur direktif

Tindakan yang Dilakukan Pihak Kepolisian Terhadap Pengguna Angkutan Barang yang Digunakan untuk Mengangkut Orang di Wilayah Hukum Kepolisian Resort Sumenep ....

BILA dalam Perjanjian Lama pelayanan kesembuhan termasuk jarang, dalam Perjanjian Baru situasinya berbeda, karena pelayanan Yesus pada umumnya diiringi dengan pelayanan mujizat

Maka dari itu, untuk memudahkan pengguna jasa ramalan akan di buat Aplikasi ramalan Bintang yang sifatnya interaktif yang dengan mudah pengguna dapat menyimpannya didalam

Selain itu agar penelitian ini lebih terarah, mengingat kegiatan Pendidikan Agama Islam tidak hanya berbicara tentang akhlak, aqidah, syar'i dan sebagainya, maka

Sama halnya dalam penentuan kristalinitas struktur dari material yang dihasilkan, terjadinya perbedaan morfologi permukaan pada material mangan oksida birnessite

Hipokalsemia simtomatik adalah kedaruratan, membutuhkan pemberian segera kalsium intravena. Garam kalsium parenteral termasuk kalsium glukonat, kalsium klorida dan kalsium

Kemampuan menguasai materi harus kita miliki, meskipun dalam proses pembelajaran selalu ada yang lebih baik atau lebih berpengalaman maka kemampuan trainer untuk