• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN BAKU KERAJINAN ANYAMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAHAN BAKU KERAJINAN ANYAMAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 29, Edisi Maret 2010 24 UJI FITOKIMIA AKAR BAMBAN (Donax cannaeformis)

SEBAGAI BAHAN BAKU KERAJINAN ANYAMAN Oleh/By

LUSYIANI

Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Jl. A. Yani KM 36, Banjarbaru, Kalimantan Selatan

ABSTRACT

This Research cover examination of fitokimia to root of Bamban upon which the crafting/ diligence matting. Result of examination of fitokimia show at root of Bamban contain active chemical compound in the form of alkaloid, steoid and quinon. Analyse Activity of Antioksidan root of Bamban show concentration grow on bamban [of] [at] IC 50% compared to a vitamin E.

Key words/Kata kunci : fitokimia

Penulis untuk Korespondensi :

PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin

berkembang seiring perkembangan zaman. Penelitian dibidang kesehatan pun semakin berkembang. Salah satunya dalam hal pengembangan obat tradisional untuk pengobatan berbagai penyakit. Keadaan ini didukung oleh adanya moto ‘’back to nature’’ yang

semakin berkembang di kalangan masyarakat khususnya di Indonesia. Indonesia yang terkenal dengan keragaman hayatinya telah terbukti menyimpan banyak tumbuhan yang berkhasiat sebagai tanaman obat. Tumbuhan ini banyak yang terdapat berupa tumbuhan herba, perdu maupun tumbuhan berkayu, dimana terdapat bagian-bagian dari tumbuhan tersebut yang dapat dijadikan sebagai obat dan ada pula secara keseluruhannya. Penelitian terhadap kandungan senyawa kimia aktif yang terkandung dalam berbagai tumbuhan sebagai senyawa yang dapat bertindak sebagai obat kini semakin ramai dilakukan. Pengujian terhadap kandungan senyawa kimia aktif pada tumbuhan dinamakan uji Fitokimia.

Pemanfaatan berbagai tumbuhan terutama jenis herba dan

perdu dibidang kehutanan masih belum banyak dilakukan. Penelitian terhadap pemanfaatannya pun masih sedikit. Pemanfaatan tumbuhan dari jenis herba maupun perdu masih terbatas pada pemanfaatan secara sederhana, misalnya sebagai bahan baku kerajinan tangan yang dilakukan oleh industri kecil sampai industri kecil menengah.

Bamban sebagai salah satu sumber hayati telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan baku kerajinan tangan berupa kerajinan anyaman. Tumbuhan ini oleh sedikit masyarakat dinilai mempunyai khasiat obat terutama pada bagian akarnya, yaitu sebagai obat diabetes. Pemanfaatan tumbuhan ini khususnya sebagai bahan baku kerajinan anyaman kini dirasa semakin berkurang. Kegiatan produksi kerajinan anyaman dengan bahan baku batang Bamban dirasa masih belum memanfaatkan Bamban secara maksimal. Pengetahuan pemanfaatan terhadap tumbuhan ini sendiri dikalangan masyarakat hanya sebatas itu saja. Hal ini sangat disayangkan karena masih banyak terdapat tumbuhan Bamban yang tidak dimanfaatkan dan hanya dibiarkan

(2)

Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 29, Edisi Maret 2010 25 tumbuh liar begitu saja di

pinggir-pinggir jalan, di sekitar pekarangan rumah maupun di bawah tegakan seperti tegakan Karet (Hevea brasiliensis).

. Penelitian terhadap kandungan senyawa kimia aktif melalui uji Fitokimia terhadap bagian tumbuhan ini (akar) diharapkan dapat menambah informasi pemanfaatan tumbuhan Bamban sebagai potensi tumbuhan obat bagi

masyarakat yang belum mengetahuinya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya senyawa

kimia aktif pada akar Bamban, mengidentifikasi senyawa kimia aktif (alkaloid, flavonoid, saponin, steroid, triterpenoid dan quinon) pada akar Bamban

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi bagi masyarakat tentang pemanfaatan Bamban untuk meningkatkan pemanfaaatannya lebih terpadu. Penelitian ini juga bermanfaat sebagai informasi potensi tumbuhan obat yang ada di lingkungan sekitar masyarakat.

METODE PENELITIAN

Pengujian fitokimia akar Bamban dilaksanakan di Laboratorium Dasar MIPA Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru,. Waktu penelitian dilakukan selama ± 6 bulan yang meliputi persiapan bahan dan peralatan, analisis laboratorium, pengambilan data untuk perhitungan rendemen, pengolahan data, penyusunan dan penulisan hasil penelitian.

Bahan-bahan yang digunakan dalam pengujian fitokimia akar Bamban adalah Bagian akar Bamban, Batang Bamban, Larutan Kloroform (CHCl3),

Asam Asetat Glacial (CH3COOH),

Asam Sulfat (H2SO4) 2 N, Asam Klorida

(HCl) 1%, Pereaksi Mayer, Pereaksi Dragendorf, Pereaksi Wagner, Asam Klorida (HCl) Pekat, Etanol (C2H5OH),

Amoniak (NH3), Serbuk Magnesium

(Mg), Natrium Hidroksida (NaOH) 1 N, Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah tabung reaksi digunakan untuk mengamati filtrat, Lumpang porselen digunakan untuk menghancurkan specimen,Hot plate digunakan untuk memanaskan air, Waterbath digunakan untuk memanaskan filtrat dalam tabung reaksi, Penjepit tabung reaksi digunakan untuk mengangkat tabung reaksi, Gelas ukur digunakan untuk mengukur banyaknya bahan, Labu

erlenmeyer digunakan untuk menampung hasil saringan, Gelas becker digunakan untuk tempat aquadest, Pipet tetes digunakan untuk memindahkan larutan ke dalam tabung reaksi, Kertas saring digunakan untuk menyaring filtrat, Corong digunakan untuk membantu dalam proses penyaringan, Cawan petri digunakan

untuk menaruh bahan, Crusser/penghancur digunakan untuk

menghaluskan bahan, Neraca/timbangan digunakan untuk

menimbang bahan, Parang digunakan untuk mengambil bahan, Alat tulis menulis untuk mencatat data yang didapat, Kamera foto untuk dokumentasi.

Akar Bamban yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari tumbuhan Bamban yang memiliki diameter batang ± 3 cm.

Pembuatan simplisia dari akar Bamban dilakukan dengan cara sebagai berikut: akar yang telah diambil dibersihkan dengan air, kemudian dikeringkan dan dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk menjaga kesegarannya. Sampel tersebut dipotong kecil-kecil kemudian dihaluskan hingga menjadi serbuk.

Simplisia tumbuhan Bamban berupa akar kemudian dilakukan uji komponen kimia aktifnya meliputi

(3)

Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 29, Edisi Maret 2010 26 terpenoid, saponin, alkaloid, flavonoid,

steroid, dan quinon dengan menggunakan pereaksi yang sesuai.

Identifikasi senyawa aktif terdiri dari

1) Identifikasi Terpenoid (Steroid dan Triterpenoid)

a) Menyiapkan simplisia sebanyak 1 gram, menambahkan 2 ml kloroform, mengocok kemudian menyaringnya

b) Menambahkan 2 tetes asam asetat glacial pada filtrat

c) Menambahkan 2 tetes asam sulfat pekat dan mengamati perubahan warna yang terjadi d) Jika terbentuk warna hijau atau

hijau kebiruan menandakan adanya steroid dan jika terbentuk warna merah atau merah ungu menunjukkan adanya triterpenoid.

2) Identifikasi Alkaloid

a) Menyiapkan 2 gram simplisia kemudian menambahkan 5 ml kloroform

b) Menambahkan NH3 sebanyak 5

ml kemudian dipanaskan selama 5 menit, dikocok lalu disaring

c) Menambahkan 5 ml asam sulfat, kemudian dikocok

d) Mengambil bagian atas dari filtrat dan dibagi kemudian dimasukkan ke dalam 3 buah tabung reaksi masing-masing berisi filtrat tersebut

e) Menambahkan 1 – 2 tetes pereaksi Mayer pada tabung 1, pereaksi Wagner pada tabung 2 dan pereaksi Dragendorf pada tabung reaksi 3

f) Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna putih untuk tabung 1, endapan berwarna coklat pada tabung 2 dan endapan berwarna jingga pada tabung 3. 3) Menyiapkan 1 gram simplisia dan

dimasukkan ke dalam 100 ml air panas, mendidihkan selama 5

menit, kemudian disaring dan difiltrat digunakan sebagai larutan uji untuk identifikasi senyawa saponin, flavonoid dan quinon.

4) Identifikasi Saponin

a) Memasukkan 10 ml larutan uji ke dalam tabung reaksi dan dikocok secara vertikal selama 10 detik

b) Membiarkan selama 10 menit jika larutan terbentuk busa dalam tabung maka menunjukkan adanya senyawa saponin

c) Menambahkan 1 tetes HCl 1% agar busa tetap stabil.

5) Identifikasi Flavonoid

a) Memasukkan serbuk Mg 5 mg dan 1 ml HCl pekat ke dalam 5 ml larutan uji

b) Menambahkan etanol lebih kurang ½ dari larutan

c) Mengocok dengan kuat dan membiarkan larutan hingga memisah

d) Mengamati perubahan yang terjadi

e) Jika terbentuk warna merah-orange dalam etanol menandakan adanya flavonoid. 6) Identifikasi Quinon

a) Menambahkan ± 3 tetes larutan NaOH 1 N ke dalam 5 ml larutan uji

b) Mengamati perubahan yang terjadi

c) Jika terbentuk warna merah maka menunjukkan adanya senyawa quinon.

Data hasil uji kandungan senyawa kimia aktif dari simplisia yang ada dibuat tabulasi. Penulisan data hasil pengujian yang diamati dilakukan dengan memberi tanda positif (+) untuk pengujian yang mengandung senyawa kimia aktif dan sebaliknya jika senyawa kimia aktif yang diamati tidak ada maka ditandai dengan tanda negatif (-).

(4)

Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 29, Edisi Maret 2010 27 HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Fitokimia Akar Bamban

Hasil yang diperoleh dari penelitian mengenai uji Fitokimia akar Bamban dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 berisi tentang data hasil pengamatan uji kualitatif Fitokimia akar Bamban dengan parameter kandungan senyawa aktif Fitokimia meliputi alkaloid, terpenoid (steroid dan triterpenoid), flavonoid, saponin dan quinon. Hasil pengamatan uji Fitokimia secara kualitatif terhadap akar Bamban dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa kimia aktif yang terdapat di dalam tumbuhan ini terutama pada bagian akarnya. Pengetahuan terhadap adanya kandungan senyawa kimia aktif pada tumbuhan ini merupakan suatu informasi yang menunjukkan bahwa tumbuhan ini dapat dijadikan sebagai tumbuhan obat-obatan atau tidak. Pengamatan adanya senyawa kimia aktif melalui uji Fitokimia dilakukan dengan mengamati perubahan warna dan kelarutannya pada larutan uji melalui pereaksian dengan pereaksi-pereaksi yang ada maupun dengan perlakukan-perlakuan tertentu.

Hasil pengamatan yang tertera pada Tabel 1 menunjukkan pada bagian akar Bamban mengandung senyawa kimia aktif yang dapat berfungsi sebagai bahan untuk pengobatan. Senyawa kimia aktif yang terkandung dalam akar Bamban ini meliputi senyawa alkaloid, terpenoid terutama steroid, dan quinon pada akar dan senyawa saponin dan quinon pada umbi akar. Hasil yang telah ada didapat melalui pengamatan terhadap larutan uji terhadap perubahan-perubahan yang terjadi selama pereaksian dengan pereaksi-pereaksi tertentu maupun perlakuan tertentu seperti adanya perubahan warna, terdapatnya endapan, maupun timbulnya busa. Konsentrasi yang terkandung terhadap senyawa-senyawa ini sendiri memang belum diketahui secara lebih pasti begitu pula terhadap spesifikasi kandungan

senyawa–senyawa turunan yang lebih aktif dari senyawa-senyawa yang ada di atas mengingat pengujian yang dilakukan sebatas pada pengujian kualitatif terhadap senyawa-senyawa ini melalui metode Fitokimia yang menyatakan ada atau tidaknya senyawa aktif pada sampel uji yang ada.

Tumbuhan Bamban telah dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat sebagai tumbuhan obat terutama pada bagian akarnya yaitu sebagai obat diabetes. Pemanfaatan ini tidak berkembang secara baik di masyarakat luas karena hanya sedikit orang yang mengetahui dan menggunakannya. Kandungan senyawa kimia aktif berupa alkaloid,

steroid dan quinon diketahui sebagai senyawa kimia akif yang berkhasiat sebagai pengobat penyakit diabetes.

Pengujian Fitokimia yang telah dilakukan terhadap akar Bamban dapat dijadikan sebagai dasar pemanfaatan lebih lanjut terhadap akar Bamban sebagai obat untuk penyakit yang lainnya. Kandungan senyawa alkaloid dapat menjadikan akar Bamban sebagai obat analgesik (penghilang rasa sakit) atau anastetik, sebagai alat perangsang pada sistem syaraf autonom,dan bahan anti kanker (Supriyadi, 2001). Kandungan senyawa steroid dapat dijadikan sebagai indikasi bahwa pada akar Bamban mengandung vitamin D yang baik untuk pertumbuhan maupun pembentukan tulang hal ini didukung adanya pengetahuan bahwa vitamin D memiliki dasar struktur steroid (Dinith, 2000). Kandungan senyawa quinon menunjukkan adanya pigmen berupa pigmen quinon yang memang biasa terdapat pada bagian seperti akar. Derivat atau turunan dari senyawa quinon ini seperti ubiquinon, antraquinon, dihidrokuinol dan lainnya merupakan antioksidan (Suhartono E,2006).

(5)

Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 29, Edisi Maret 2010 28 Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Uji Kualitatif Fitokimia Akar Bamban

No. Bagian Tumbuhan Sebagai Simplisia

Parameter Kandungan

Senyawa Kimia Aktif Hasil Uji

1. Akar Alkaloid + Terpenoid + Flavonoid - Saponin - Quinon + 2. Umbi Akar Alkaloid - Terpenoid - Flavonoid - Saponin + Quinon + Keterangan:

+ = terdapat senyawa kimia aktif - = tidak terdapat senyawa kimia aktif.

Hasil pengamatan uji kualitatif Fitokimia simplisia yang diuji sebagai berikut: 1. Akar

a. Alkaloid: terdapat endapan berwarna putih pada larutan uji setelah direaksikan atau ditambahkan dengan reagen (Pereaksi Wagner, Pereaksi Meyer dan Pereaksi Dragendorf)

b. Steroid: terjadi perubahan warna menjadi warna hijau pada larutan uji

c. Triterpenoid: tidak terjadi perubahan warna menjadi warna merah pada larutan uji

d. Flavonoid: tidak terjadi perubahan warna pada larutan uji e. Saponin: tidak terbentuk busa setelah ditetesi HCl 1%

f. Quinon: terjadi perubahan warna menjadi warna merah pada larutan uji. 2. Umbi akar

a. Alkaloid: tidak terdapat endapan berwarna putih pada larutan uji setelah direaksikan dengan reagen

b. Steroid: tidak terjadi perubahan warna menjadi warna hijau pada larutan uji c. Triterpenoid: tidak terjadi perubahan warna menjadi warna merah pada larutan

uji

d. Flavonoid: tidak terjadi perubahan warna pada larutan uji e. Saponin: terbentuk busa dan stabil setelah ditetesi HCl 1%

f. Quinon: terjadi perubahan warna menjadi warna merah pada larutan uji. Bagian akar Bamban yang telah

dikeringkan selain dijadikan untuk bahan pengujian Fitokimia juga digunakan sebagai bahan untuk analisis aktivitas antioksidan (AAO) yang terkandung di dalamnya. Analisis terhadap AAO vitamin E ditujukan

sebagai pembanding dari hasil analisis terhadap AAO akar Bamban. Hasil analisis AAO akar Bamban dan vitamin E terhadap persen konsentrasi akar Bamban dan Vitamin E dapat dilihat pada Tabel 2.

(6)

Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 29, Edisi Maret 2010 29 Tabel 2. Data Analisis Aktivitas Antioksidan Terhadap Konsentrasi Akar Bamban dan

Vitamin E

No. Konsentrasi Bahan (%) Aktivitas Antioksidan Akar Bamban (%) Aktivitas Antioksidan Vitamin E (%) 1. 0.5 6,081 2,924 2. 1 11,377 6,215 3. 2 23,529 8,889 4. 4 39,310 15,517 5. 8 64,881 16,766

Analisis AAO terhadap akar Bamban ditujukan untuk mengetahui seberapa besar persentasi AAO berdasarkan konsentrasi akar Bamban terhadap radikal bebas terutama radikal hidroksil. Pengukuran AAO pada dasarnya dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu pengukuran AAO terhadap hidrogen peroksida (H2O2), logam Fe

dan radikal hidroksil (OH) (Suhartono E, 2006). Pengukuran yang dilakukan pada analisis yang ada merupakan pengukuran AAO akar Bamban terhadap radikal hidroksil.

Berdasarkan hasil yang tertera pada Tabel 4 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi akar Bamban maka semakin tinggi pula persentasi AAO akar Bamban dalam menangkap radikal hidroksil demikian pula halnya dengan vitamin E. Nilai AAO akar Bamban jika dibandingkan dengan nilai AAO vitamin E pada tabel 4, menunjukkan nilai yang lebih besar. Hubungan antara konsentrasi (%) akar Bamban dan Vitamin E terhadap besarnya nilai aktivitas antioksidan (%) dapat ditunjukkan melalui grafik yang dapat dilihat pada gambar 1.

Grafik hubungan antara konsentrasi akar Bamban dengan persen AAO akar Bamban menunjukkan persamaan linear y = 773,42x + 5,0596 dengan nilai R2 =

0,9848. Persamaan linear yang ada kemudian dapat menunjukkan bahwa konsentrasi akar Bamban dalam menangkap radikal hidroksil sebesar 50% (IC 50%) adalah 5,8106%.

Grafik hubungan antara konsentrasi vitamin E dengan persen antioksidan Vitamin E menunjukkan persamaan garis y = 176,59 x + 4,5881

dengan nilai R2 = 0,8178. Nilai IC 50%

untuk vitamin E dari grafik dapat diketahui sebesar 25,716%, yang berarti bahwa konsentrasi vitamin E dalam menangkap radikal hidroksil sebesar 50% adalah 25,716%.

Efektivitas kerja akar Bamban sebagai antioksidan dapat diketahui dengan membandingkan konsentrasi akar Bamban dengan konsentrasi vitamin E pada IC 50%. Akar Bamban dapat dikatakan sebagai antioksidan yang baik jika pada IC 50% konsentrasi akar Bamban lebih rendah dibandingkan konsentrasi Vitamin E pada IC 50%nya. Hasil pengukuran yang telah ada di atas telah memperlihatkan bahwa konsentrasi akar Bamban pada IC 50% jauh lebih rendah dibandingkan vitamin E, hal ini berarti akar Bamban lebih efektif dari pada vitamin E jika digunakan sebagai bahan antioksidan. Pengetahuan besarnya dosis atau takaran konsentrasi untuk pemakaian akar Bamban yang baik bagi tubuh diperlukan pengujian lanjutan seperti halnya pengujian klinis terhadap akar Bamban yang ada.

Radikal bebas dalam ilmu kimia adalah atom atau molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron tak berpasangan pada orbital terluarnya, sedangkan oksidan adalah atom atau molekul yang bersifat dapat menarik elektron. Radikal bebas juga mempunyai sifat sebagai penarik elektron, maka radikal bebas juga bersifat sebagai oksidan. Tidak semua oksidan adalah radikal bebas, namun semua radikal bebas adalah oksidan (Suhartono E, 2006).

(7)

Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 29, Edisi Maret 2010 30 y = 773,42x + 5,0596 R2 = 0,9848 y = 176,59x + 4,5881 R2 = 0,8178 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0% 2% 4% 6% 8% 10% Konsentrasi Bahan (%) AAO ( %

Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Akar Bamban (%) dan Vitamin E (%) dengan Besarnya Nilai AAO (%)

Keterangan:

_____ = akar Bamban

_____ = Vitamin E

Antioksidan merupakan sistem perlindungan terhadap kerusakan oksidatif yang bekerja untuk melindungi sel dan jaringan. Peran antioksidan adalah untuk menanggulangi akibat-akibat merusak dari stress oksidatif terhadap sel, jaringan dan organ yang terpengaruh. Macam-macam bahan alam atau senyawa yang dapat berperan sebagai antioksidan antara lain vitamin C, vitamin E, β – karoten, derivat quinon, flavonoid, dan derivat sulfur (Suhartono E, 2006).

Antioksidan mempunyai manfaat yang sangat penting bagi

kehidupan karna berfungsi sebagai penangkap atau penghambat radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh. Radikal bebas seperti halnya radikal hidroksil dapat menyerang sel dan mengganggu pembentukkan maupun pertumbuhan sel sehingga dapat mengganggu perkembangan jaringan-jaringan di dalam tubuh sampai pada penyebab timbulnya sel-sel kanker.

PENUTUP Kesimpulan

Tumbuhan Bamban terutama pada bagian akarnya mengandung senyawa kimia aktif yang ditunjukkan melalui pengujian Fitokimia. Senyawa kimia aktif yang terdapat pada akar Bamban meliputi senyawa alkaloid, terpenoid (terutama steroid) dan quinon, sedangkan pada umbi akarnya mengandung saponin dan quinon. Akar Bamban mempunyai persen aktivitas antioksidan terhadap radikal hidroksil yang semakin tinggi sebanding dengan konsentrasinya. Akar Bamban baik digunakan sebagai bahan

antioksidan jika dibandingkan dengan Vitamin E

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan disarankan perlu adanya sosialisasi mengenai hasil yang ada terutama pada pemanfaatan akar Bamban sebagai bahan obat tradisional dan bahan antioksidan yang baik kepada masyarakat luas. Penelitian lanjutan mungkin dapat dilaksanakan terhadap limbah hasil produksi kerajinan seperti empulur maupun daun tumbuhan Bamban agar dapat diketahui pemanfaatan yang lebih lagi terhadap tumbuhan ini.

(8)

Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 29, Edisi Maret 2010 31 DAFTAR PUSTAKA

Daintith, john. 2000. Kamus Lengkap Kimia Edisi Baru. Erlangga,

Jakarta.

Dalimartha, Setiawan dan Agriwidya. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid I. IKAPI, Jakarta.

Hamidah, Siti. 2002. Penanganan Simplisia (Daun, Kulit, Batang Dan Kayu) Hasil Panen

Tanaman Obat Komersial.

Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.

Harbone, J. B. 1987. Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan Terbitan Ke-2. ITB, Bogor.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I. Yayasan Aksara

Wana Jaya, Jakarta.

Kartasapoetra, G. 1996. Budidaya

Tanaman Berkhasiat Obat.

Rineka Cipta, Jakarta.

Kasmudjo. 1992. Dasar-Dasar Pengolahan Minyak Kayu Putih.

Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Robinson, Trevor. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi Edisi 6. ITB, Bogor.

Sjostrom, Eero. 1995. Kimia Kayu: Dasar-Dasar Dan Penggunaan

Edisi 2. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta. Steenis, Van, C.G.G.J. 1978. Flora

Untuk Sekolah Di Indonesia.

PT Pradnya Paramita, Jakarta. Suhartono E, Setiawan B. 2006.

Kapita Selekta Biokimia Radikal Bebas, Antioksidan dan

Penyakit. Pustaka Banua,

Banjarmasin.

Tjitrosoepomo, Gembong. 2001.

Morfologi Tumbuhan. Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta.

Gambar

Grafik hubungan antara  konsentrasi akar Bamban dengan  persen AAO akar Bamban  menunjukkan persamaan linear y =  773,42x + 5,0596 dengan nilai R 2  =
Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Akar Bamban (%) dan Vitamin E (%)  dengan Besarnya Nilai AAO (%)

Referensi

Dokumen terkait

pemukiman-pemukiman kumuh yang ada di setiap kota, menyusun usulan proyek dari rencana peremajaan masing-masing kawasan pemukiman kumuh, mencari developer baik Badan Usaha

Adanya haplotip asli (tac) dan taT pada sampel masyarakat suku Sunda mengindikasikan bahwa nenek moyang suku Sunda yang membawa haplotip tac telah menempati

Inspirasi adalah masuknya udara ke dalam paru merupakan proses aktif yang membutuhkan kontraksi otot-otot inspirasi. Kerja otot-otot inspirasi menyebabkan pengembangan dada dan

Dari hasil simulasi WLS State Estimation pada lima penyulang jaringan distribusi 20 KV di Surabaya menunjukkan bahwa dengan metode ini, jumlah bus yang tegangannya dapat

Berdasarkan pada rumusan masalah dan tinjauan pustaka yang telah diuraikan mengenai strategi pengembangan pada SAB untuk dapat mengetahui bagaimana keadaan

kearifan lokal, di antaranya dengan memukul kentongan, tiang listrik serta lonceng gereja dan pengeras suara di masjid-masjid. Jika gempa bumi tersebut besar dan dirasakan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara lama kontak, masa kerja, riwayat penyakit kulit, riwayat atopi, riwayat personal hygiene, dan

More elaborate ditransitive constructions (constituent-wise) will occupy significantly larger portions of subcorpora with the progression of age. The number of