Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu SosialUniversitas Negeri Padang
Padang, 19 November 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016, dengan Tema “Kecerdasan Spasial dalam Pembelajaran dan Perencanaan Pembangunan”, dapat diterbitkan.
Tema tersebut dipilih, karena saat ini telah semakin intensif dan meluas penggunaan informasi geospasial berupa Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG), baik dalam pembelajaran maupun perencanaan pembangunan yang pada intinya membutuhkan kecerdasan spasial. Oleh karena itu, perlu dibangun kecerdasan spasial, salah satunya melalui kegiatan seminar. Seminar Nasional Geografi 2016 dilaksanakan agar berbagai kalangan baik peneliti, praktisi, dosen, guru, dan mahasiswa dapat bertukar pengalaman dan wawasan dalam membangun kecerdasan spasial.
Kumpulan makalah dalam bentuk prosiding ini merupakan wujud ketertarikan dari akademisi, praktisi dan mahasiswa untuk berkomunikasi dan bertukar gagasan. Mudah-mudahan prosiding ini dapat disebarluaskan dan dimanfaatkan, demi tercapainya peningkatan kecerdasan spasial di berbagai kalangan. Terimakasih disampaikan kepada Prof. Dr. Hartono, DEA, DESS sebagai pemakalah kunci, Dr.rer.nat. Nandi, S.Pd, MT, M.Sc dan Prof. Dr. Syafri Anwar, M.Pd sebagai pemakalah utama, selanjutnya para tamu undangan, dan para peserta Seminar Nasional Geografi 2016. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Rektor Universitas Negeri Padang, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan seluruh panitia yang terdiri dari Dosen, Staf Administrasi dan Mahasiswa Jurusan Geografi, serta pihak lain yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu, yang telah membantu terselenggaranya seminar dan terwujudnya prosiding ini.
Semoga Allah SWT meridhai semua langkah dan perjuangan kita, serta berkenan mencatatnya sebagai amal ibadah. Aamiin.
Padang, 19 November 2016
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu SosialUniversitas Negeri Padang
Padang, 19 November 2016
Kecerdasan Spasial dalam Pembelajaran
dan Perencanaan Pembangunan
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI 2016
JILID 1. GEOGRAFI
Padang, 19 November 2016
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI 2016
KECERDASAN SPASIAL DALAM PEMBELAJARAN DAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI PADANG
Editor:
Dra. Yurni Suasti, M.Si Ahyuni, ST, M.Si
Penerbit:
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang
Jl. Prof. Dr. Hamka, Kampus UNP Air Tawar, Padang 25171 Telp./ Fax. (0751) 7055671
Email: info@fis.unp.ac.id Web: http://fis.unp.ac.id
Buku ini diterbitkan sebagai Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 yang diselenggarakan di Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang, pada tanggal 19 November 2016
Prosiding Seminar Nasional Geografi
2016
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu SosialUniversitas Negeri Padang
Padang, 19 November 2016
DAFTAR ISI
JILID 1. GEOGRAFI
Penulis Judul Hal
Hartono Pemanfaatan Kartografi Penginderaan Jauh dan SIG dalam Peningkatan Kecerdasan Spasial untuk Pembangunan
1
Nandi Kecerdasan Spasial dan Pembelajaran Geografi: Pemanfaatan Media Peta, Penginderaan Jauh dan SIG dalam Pembelajaran Geografi dan IPS
23
Syafri Anwar Pengembangan Instrumen Kecredasan Spasial sebagai Alat Ukur Kemampuan Awal Siswa: Aplikasi Instrumen Penilaian dalam Pembelajaran Geografi
38
Iswandi Umar Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman Pada Wilayah Rawan Banjir di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat
44
M. Aliman Model Pembelajaran Group Investigation Berbasis
Spatial Thinking
58
Hendry Frananda Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi di Bidang Kelautan
69
Ahmad Nubli Gadeng, Epon Ningrum,
Mirza Desfandi
Mengembangkan Kecerdasan Spasial Melalui Model Pembelajaran Games Memorization Tournament
84
Ernawati Penginderaan Jauh dan Kecerdasan Spasial 97
Nofrion,
Ikhwanul Furqon, Jeli Herianto
Penggunaan Media Prezi Sebagai Media Pembelajaran Geografi Pada Materi Penginderaan Jauh
105
Dukut Wido Utomo, Fani Rizkian Julianti
Sistem Informasi Geografis untuk Memetakan Kerentanan Pencemaran DAS Cikapundung
112
Rahmanelli Wujud Kecerdasan Spasial (Spatial Inteligence)
dalam Kajian Geografi Regional Dunia
128
Zeffitni Model Agihan Spasial Sistem Akuifer Cekungan Air Tanah Palu Berdasarkan Pendekatan Geomorfologi dan Geologi
143
Pitri Wulandari Meningkatkan Kecerdasan Spasial Melalui Model
Discovery Learning pada Materi Mitigasi Bencana Sosial
154
Ahyuni Pengembangan Bahan Ajar Berfikir Spasial Bagi Calon Guru Geografi
163
Prosiding Seminar Nasional Geografi
2016
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu SosialUniversitas Negeri Padang
Padang, 19 November 2016
Bencana Tanah Longsor di DAS Sungai Bengkulu Febriandi Pemanfaatan Informasi Geospasial untuk
Mendukung Pariwisata Berkelanjutan
188
Yuli Astuti Upaya Peningkatan Kecerdasan Spasial Peserta Didik di sekolah Menegah Atas Melalui Teknologi Sistem Informasi Geografi
198
Fevi Wira Citra Pembelajaran Geografi dalam Konsep Geo-Spasial 218 Azhari Syarief Pemanfaatan Teknologi Informas Geospasial
untuk Pemetaan Potensi Nagari dalam Perencanaan Pembangunan Wilayah Pedesaan (Studi Kasus Nagari Simarasok Kecamatan Baso Kabupaten Agam)
223
Gracya Niken Nindya Sylvia
Peran Kecerdasan Spasial Terhadap Hasil Belajar Geografi Melalui Problem Based Learning Kelas XII SMA Negeri 1 Belitung Kabupaten Oku Timur
231
Debi Prahara, Yurni Suasti, Ahyuni
Pengembangan Potensi Objek dan Rute Perjalanan Ekowisata di Nagari Koto Alam Kecamatan Pangkatan Koto Baru
242
T.Putri Tiara, Revi Mainaki
Tingkat Kerentanan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi, Jawa Barat Indonesia
253
Helfia Edial Analisis Spasial Daerah Rawan Longsor di Sepanjang Jalur Transportasi Darat Padang Aro Kabupaten Solok Selatan
269
Khoirul Mustofa Meningkatkan Kecerdasan Spasial Melalui Model Pembelajaran Examples Non Examples dan Media Peta
277
Muhammad Hanif, Tommy Adam
Prediksi Dinamika Total Suspendended Sediment
dengan Algoritma Transformasi Citra untuk Pengelolaan Perairan Kawasan Teluk Bayur dan Bungus Teluk Kabung
288
Yudi Antomi Analisis Ketimpangan Regional di Provinsi Riau Tahun 2007-2011
298
Widya Prarikeslan Variasi Musim dan Kondisi Hidrolik 309 Surtani Peran Serta Masyarakat dalam Pemanfaatan
Sumber Daya Alam Secara Efektif dan Efisien
320
Ratna Wilis Pola Sebaran Tanaman Pangan di Kabupaten Tanah Datar
326
David Oksa Putra, Rery Novio
Dampak Kerusakan Lingkungan Penambangan Bijih Besi PT. Royalty Mineral Bumi di Kenagarian Pulakek, Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan
340
Sri Mariya Fenomena Mobilitas Sirkuler Penduduk (Ulak Alik) ke Wilayah Bagian Utara Kota Padang
Prosiding Seminar Nasional Geografi
2016
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu SosialUniversitas Negeri Padang
Padang, 19 November 2016
Provinsi Sumatera Barat
Affandi Jasrio Arahan Pemanfaatan Lahan di Kota Pariaman Berbasis Sistem Informasi Spasial Geografi
356
Deded Chandra Penggunaan Radio Isotop dalam Bidang Hidrologi 366
JILID 2. PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Asli Penerapan Model Pembelajaran Kuis KartuBervariasi Pada Mata Pelajaran PKn untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa di Kelas V SDN 02 Koto Nopan Saiyo
371
Ali Udin Upaya Meningkatkan Aktifitas Belajar Siswa Melalui Metode CIRC Pada Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Kelas IX.5 SMPN 1 Panti
379
Bahrul Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Pembelajaran IPA Melalui Penggunaan Model
Cooperative Learning Tipe Time Token di Kelas IX.2 SMPN 1 Panti
385
Dermirawati Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Melalui Penerapan Media Gambar Berseri Pada Pembelajaran Tematik di Kelas I Semester Januari-Juni 2016 SDN 03 Koto Nopan Saiyo Kecamatan Rao Utara
393
Ennida Upaya Meningkatkan Minat Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Menggunakan Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) di Kelas I.A SDN 03 Beringin Kecamatan Rao Selatan
401
Ety Herawati Peningkatan Partisipasi Belajar Siswa Melalui Metode Example Non Example Dalam Pembelajaran Tematik Di Kelas II SDN 10 Koto Nopan Saiyo Kecamatan Rao Utara
408
Gusmiati Penerapan Model Pembelajaran Reciprocal Teaching untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SDN 08 Lubuk Layang
Kecamatan Rao Selatan
416
Hodijah Penerapan Model Pembelajaran Picture And Picture untuk Meningkatkan Partisipasi Belajar Siswa Pada Pembelajaran Tematik di Kelas I.A SDN 03 Beringin Kecamatan Rao Selatan
424
Nurmaini Upaya Meningkatkan Partisipasi Siswa Dalam Pembelajaran Tematik Pada Tema Selalu Berhemat Energi Melalui Metode Example Non Example Di Kelas IV.B SDN 01 Pauh Kurai Taji
Prosiding Seminar Nasional Geografi
2016
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu SosialUniversitas Negeri Padang
Padang, 19 November 2016
Kecamatan Pariaman Selatan
Raisen Marjon Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Talking Stick Pada Mata Pelajaran PJOK di Kelas Vi.A SDN 03 Beringin Kecamatan Rao Selatan
438
Masniari Meningkatkan Aktifitas Belajar Siswa Melalui Metode Cooperative Integrated Reading And Comprehension (CIRC) Pada Pembelajaran IPS di Kelas VII.5 SMPN 1 Padang Gelugur Kabupaten Pasaman
445
Saruddin Meningkatkan Minat Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pkn Melalui Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading And Comprehension (CIRC ) di Kelas IV Semester Juli-Desember 2016 SDN 08 Lubuk Layang
455
Syafiar Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Melalui Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Co-Op Co-Co-Op Pada Mata Pelajaran Pkn Di Kelas IV.B Semester Juli-Desember 2016 SDN 03 Beringin Kecamatan Rao Selatan
463
Syukrina Hidayati Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V.A Semester Juli-Desember 2016 SDN 03 Beringin Kecamatan Rao Selatan
470
Yani Wati Ningsih Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Example Non Example Pada Pembelajaran IPA di Kelas VI.A Semester Juli-Desember 2016 SDN 03 Beringin Kecamatan Rao Selatan
Prosiding Seminar Nasional Geografi
2016
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu SosialUniversitas Negeri Padang
Padang, 19 November 2016
298
ANALISIS KETIMPANGAN REGIONAL DI PROVINSI RIAU TAHUN 2007-2011
Yudi Antomi
Staf Pengajar Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang, Padang- Sumatera Barat
e-mail: tmu_bima@yahoo.com
Abstrak:Pelaksanaan desentralisasi fiskal yang sudah berjalan kurang lebih selama sebelas tahun, yaitu mulai tahun 2001 sampai saat ini, masih mengalami kasus klasik yakni, pelaksanaan desentralisasi secara signifikan menumbuhkan ekonomi regional tiap kabupaten/ kota, namun di sisi lain ketimpangan juga terjadi antar kabupaten/ kota di Riau, yang tidak mengalami perubahan signifikan untuk menuju pemerataan. Paper ini bertujuan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi, ketidakseimbangan pembangunan yang dihasilkan dari ketidakseimbangan proporsional dalam PDRB per kapita, bentuk pengembangan hubungan dan ketimpangan pertumbuhan ekonomi. Analisis ini menggunakan Indeks Williamson, dengan tujuan untuk menjelaskan pola persebaran ketimpangan pembangunan secara spasial dibantu dengan analisis laju pertumbuhan ekonomi dan analisis Location Quotient (LQ) lahan terbangun dan kerapatan jalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan perekonomian Provinsi Riau selama periode tahun 2007-2011 mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, perkembangan wilayah di Provinsi Riau yang masih tergolong kurang merata serta ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah semakin melebar tiap tahunnya.
Kata Kunci: Ketimpangan, Ekonomi, Indeks Williamson
PENDAHULUAN
Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga-lembaga nasional termasuk pula percepatan/ akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000), sedangkan menurut Sukirno (dalam Arifin, 2009) pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang.
Prosiding Seminar Nasional Geografi
2016
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu SosialUniversitas Negeri Padang
Padang, 19 November 2016
299
suatu lapangan pekerjaan dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi didalam wilayah tersebut (Lincolin Arsyad, 1999). Akan tetapi kondisi daerah di Indonesia yang secara geografis dan sumberdaya alam yang berbeda, menimbulkan daerah yang lebih makmur dan lebih maju dibandingkan daerah yang lainnya. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan dilakukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan cara memanfaatkan potensi dan sumberdaya yang ada dan berbeda-beda bagi masing-masing daerah. Proses tersebut dilakukan agar pembangunan dapat dirasakan secara lebih merata. Untuk itu perhatian pemerintah harus tertuju pada semua daerah tanpa ada perlakuan khusus pada daerah tertentu saja. Namun hasil pembangunan terkadang masih dirasakan belum merata dan masih terdapat kesenjangan antar daerah.
Pembangunan ekonomi daerah dimulai pada saat terjadi gelombang reformasi yang melahirkan sistem demokrasi dan desentralisasi menjadi pendorong disahkannya kerangka hukum baru mengenai hubungan pemerintah pusat dan daerah yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Otonomi daerah sebagai konsekuensi dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dan Undang-Undang 25 Tahun 2009 memfokuskan pada pendayagunaan potensi daerah. Sejalan dengan hal ini, maka perlu upaya agar setiap kabupaten memiliki keunggulan tertentu yang berbeda dengan kabupaten lain. Otonomi daerah memberi hak serta wewenang kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Terdapat konsep desentralisasi dalam kebijakan otonomi daerah yang merupakan penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya. Tuntutan reformasi akan keadilan dalam bidang ekonomi bagi masyarakat daerah diwujudkan dalam kebijakan desentralisasi fiskal. Kebijakan ini diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang mengalami perubahan menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Kebijakan desentralisasi fiskal ini dimaksudkan agar pemerintah daerah mampu menjalankan fungsinya dengan baik serta dapat mendukung dan meningkatkan keuangan pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi (Saragih, 2003). Pelimpahan wewenang dalam pengelolaan keuangan menuntut pemerintah daerah agar dapat mandiri yang berarti bahwa dapat menggali potensi daerah sebagai sumber penerimaan daerah serta dapat mengelola keuangan untuk melaksanakan pemerintahannya.
Prosiding Seminar Nasional Geografi
2016
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu SosialUniversitas Negeri Padang
Padang, 19 November 2016
300
daerahnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi, yang disebabkan karena terus terjadinya pertambahan penduduk, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahunnya. Hal ini dapat terpenuhi lewat peningkatan output secara agregat baik barang maupun jasa atau Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya. Jadi, menurut ekonomi makro, pengertian pertumbuhan ekonomi merupakan penambahan PDRB yang berarti juga penambahan pendapatan nasional (Tambunan, 2001).
Dampak penerapan konsep desentralisasi fiskal pada pelaksanaan otonomi daerah terhadap ketimpangan pembangunan antar wilayah juga dirasakan pada kabupaten/ kota di Provinsi Riau. Pelaksanaan desentralisasi fiskal yang sudah berjalan kurang lebih selama sebelas tahun, yaitu mulai tahun 2001 sampai saat ini, masih mengalami kasus klasik, seperti pelaksanaan desentralisasi secara signifikan dapat menumbuhkan ekonomi regional tiap kabupaten/ kota, namun di sisi lain ketimpangan juga terjadi antar kabupaten/ kota di Riau tidak mengalami perubahan yang signifikan untuk menuju pemerataan.
Masalah yang timbul dan dijumpai di masyarakat sebagai konsekuensi logis dari hal tersebut di atas antaralain adalah terjadinya pemusatan wilayah akibat pertumbuhan pembangunan yang tidak merata. Pertumbuhan yang berbeda antar wilayah, secara alami menyebabkan terjadiya hirarki dan skala interaksi antar wilayah yang berbeda. Semakin tinggi hirarki antar wilayah akan semakin tinggi, maka semakin pertumbuhan pembangunan suatu wilayah. Beberapa indikator utama yang berkaitan dengan tinggi rendahnya hirarki dan skala interaksi antar wilayah terhadap proses pertumbuhan pembangunan adalah antara lain: kepadatan penduduk, pertumbuhan ekonomi pola penggunaan lahan terbangun, ketersediaan aksebilitas. Berdasarkan pertimbangan tersebut, upaya melihat sejauh mana ketimpangan pembangunan yang terjadi di kabupaten/ kota di Riau setelah berjalan otonomi daerah melalui kajian ini diharapkan dapat menggambarkan permasalahan ketimpangan pembangunan di Provinsi Riau.
METODE PENELITIAN
Prosiding Seminar Nasional Geografi
2016
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu SosialUniversitas Negeri Padang
Padang, 19 November 2016
301
Analisis LQ merupakan suatu alat analisis untuk menunjukkan basis ekonomi wilayah terutama dari kriteria kontribusi (Yusuf, 1999). Variabel yang digunakan dalam perhitungan tersebut adalah luasan lahan terbangun. LQ adalah suatu teknik perhitungan yang mudah untuk menunjukkan spesialisasi relatif (kemampuan) wilayah dalam kegiatan atau karakteristik tertentu (Rondinelli, 1985). Teknik ini menyajikan perbandingan antara kemampuan suatu sektor di daerah yang sedang diteliti dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas. Kontribusi sektor lahan terbangun di kabupaten/kota Provinsi Riau digunakan formulasi model LQ sebagai berikut:
Keterangan:
Yij : Luas lahan terbangun/panjang jalan padakabupaten x Yj : Luas lahan terbangun /panjang jalan seluruhRiau Yi : Luas kabupaten x
Y : Luas wilayah Provinsi Riau
Untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/ kota di Riau (BPS, 2007) tahun 2007-2011, digunakan rumus :
Pertumbuhan Ekonomi = PDRBt – PDRB(t-1) x 100 %
PDRB(t-1)
Keterangan:
PDRBt : Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t PDRB(t-1) : Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t-1
Lalu untuk melihat ketimpangan regional dilihat dari sektor unggulan di Riau digunakan rumus indeks dari Jeffery G. Williamson (Upall dan Sri Handoko, 1986), dengan formulasi indeks VW sebagai berikut:
VW = ( Yi – Yr ) 2 . Pj/P
Yr
Keterangan:
VW : Indeks Ketimpangan Williamson Yj : PDRB per kapita kabupaten/kota j Yr : PDRB per kapitaRiau
Prosiding Seminar Nasional Geografi
2016
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu SosialUniversitas Negeri Padang
Padang, 19 November 2016
302
HASIL DAN PEMBAHASAN
Laju Pertumbuhan Ekonomi Pendapatan Per Kapita
Laju pertumbuhan perekonomian Provinsi Riau selama periode tahun 2007-2011 mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini:
Tabel 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) Provinsi Riau Periode 2007-2011
NO Kabupaten/Kota
TAHUN
Total
Rata-rata
2007 2008 2009 2010 2011
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Kuantan Singingi 0 8.26 6.90 7.03 7.19 29.38 5.88 2 Indragiri Hulu 0 7.31 7.25 5.69 7.44 27.70 5.54 3 Indragiri Hilir 0 7.95 7.14 7.31 7.38 29.78 5.96 4 Pelalawan 0 7.07 8.10 6.71 6.83 28.72 5.74
5 Siak 0 7.61 7.15 7.36 7.46 29.59 5.92
6 Kampar 0 5.77 1.49 9.06 2.13 18.45 3.69 7 Rokan Hulu 0 8.05 6.50 4.75 8.94 28.23 5.65 8 Bengkalis 0 4.17 1.95 12.70 9.38 28.20 5.64 9 Rokan Hilir 0 4.99 1.76 -1.30 1.20 6.65 1.33 10 Kepulauan Meranti 0 5.70 3.56 4.41 4.82 18.49 3.70 11 Pekanbaru 0 9.05 8.81 8.98 9.05 35.88 7.18
12 Dumai 0 5.18 2.74 4.10 5.00 17.03 3.41
Sumber : Hasil Analisis Data BPS, 2013.
Prosiding Seminar Nasional Geografi
2016
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu SosialUniversitas Negeri Padang
Padang, 19 November 2016
303
Tabel 2. PDRB Perkapita Kabupaten/ Kota Provinsi Riau Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007-2011 (jutaan Rp)
Sumber: Hasil Analisis data BPS, 2013
Besarnya PDRB per kapita kabupaten/ kota di Provinsi Riau relatif meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat Kabupaten Bengkalis merupakan daerah yang memiliki pendapatan per kapita rata-rata yang tertinggi di Provinsi Riau yaitu mencapai 47,874,704.64 juta rupiah. Kemudian diikuti oleh Kabupaten Rokan Hilir yaitu 21,518,540.74 juta rupiah, sedangkan daerah yang memiliki pendapatan per kapita yang terendah yaitu Kabupaten Rokan Hulu sebesar 5,896,507.97 juta rupiah. Dari data pada tabel di atas dapat diketahui bahwa daerah yang cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income) adalah Kota Pekanbaru.
N
Prosiding Seminar Nasional Geografi
2016
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu SosialUniversitas Negeri Padang
Padang, 19 November 2016
304
Ketimpangan Daerah di Provinsi Riau
1. Indeks Williamson
Besar kecilnya ketimpangan PDRB Provinsi Riau memberikan gambaran tentang kondisi dan perkembangan pembangunan daerah di Provinsi Riau. Untuk mengukur ketimpangan yang terjadi di Provinsi Riau digunakan indek ketimpangan regional (regional inequality) atau biasa disebut dengan nama Indeks Williamson. Semakin kecil atau mendekati angka nol (0), maka ketimpangan akan semakin kecil sehingga pendapatan semakin merata. Demikianlah sebaliknya, semakin besar angka Indeks Williamson maka semakin timpang pendapatannya atau pendapataannya semakin tidak merata. Berikut Tabel Indeks Williamson di Provinsi Riau tahun 2007-2011.
Tabel 3. Indeks Williamson di Provinsi Riau tahun 2007 2011
Tahun Indeks Williamson
2007 0.51
2008 0.55
2009 0.69
2010 0.75
2011 0.79
Rata- Rata 0.66
Sumber: Hasil Analisis Data BPS,2013.
Nilai ketimpangan menurut Indeks Williamson terletak antara 0 sampai dengan 1 dimana semakin mendekati nol menunjukkan ketimpangan sangat ringan dan semakin mendekati satu menunjukkan ketimpangan sangat berat. Koefisien ketimpangan yang tinggi tersebut disebabkan pola pembangunan ekonomi lebih bersifat sektoral, dimana sektor industri dan pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan dan konstruksi, perdagangan, komunikasi dan angkutan, keuangan serta jasa-jasa diutamakan untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Menurut Tabel 3, rata-rata nilai Indeks Williamson kabupaten/ kota Provinsi Riau Tahun 2007-2011 adalah 0,66. Indeks Williamson mengalami peningkatan dari tahun ke tahun pada periode pengamatan, hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan yang terjadi semakin meningkat (melebar) dari tahun ke tahunnya, sehingga ketimpangan ekonomi di Provinsi Riau ini termasuk ketimpangan yang sedang.
2. Analisis Location Quotient (LQ) Lahan Terbangun dan Aksesibitas Antar Wilayah.
Prosiding Seminar Nasional Geografi
2016
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu SosialUniversitas Negeri Padang
Padang, 19 November 2016
305
lahan terbangun dan kerapatan jalan di dapat peta perkembangan wilayah Provinsi Riau (Gambar 1). Dari peta tersebut dapat kita lihat bahwa dari 12 kaupaten/ kota di Provinsi Riau terdapat hanya 1 (satu) daerah yang dikategorikan memiliki perkembangan wilayah yang maju yaitu Kota Pekanbaru, dilihat dari luas lahan terbangun dan kerapatan jalannya. Selain itu terdapat 6 (enam) daerah yang dikategorikan berkembang yaitu Kota Dumai, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Kampar, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti. Serta 5 (lima) kabupaten terbilang kurang maju yaitu Kabupaten Kuantan Singingi, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Siak dan Kabupaten Rokan Hilir.
Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan wilayah di Provinsi Riau masih tergolong kurang merata karena hanya terdapat satu daerah yaitu Kota Pekanbaru yang tergolong maju dan nilai LQ yang diperolehnya rentangnya sangat jauh dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh posisi Kota Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi yang merupakan pusat perekonomian dari Provinsi Riau. Selain itu, ketimpangan yang terjadi juga ditandai dengan masih banyaknya daerah yang tergolong kurang maju dilihat dari luas lahan terbangun dan kerapatan jalannya.
Tabel 4. Hasil Location Quotient (LQ) Lahan terbangun dan Kerapatan Jalan Provinsi Riau
N O
Kabupaten /Kota
LQ
Total Rata-rata
Lahan Terbangun
Kerapatan Jalan
1 Kuantan
Singingi 0.19 1.23 1.43 0.71
2 Indragiri Hulu 1.07 1.08 2.15 1.08
3 Indragiri Hilir 0.12 0.59 0.71 0.36
4 Pelalawan 0.67 0.67 1.34 0.67
5 Siak 0.79 0.81 1.60 0.80
6 Kampar 0.95 1.12 2.06 1.03
7 Rokan Hulu 1.59 1.38 2.97 1.49
8 Bengkalis 1.76 1.21 2.97 1.48
9 Rokan Hilir 0.51 1.18 1.69 0.85
10 Kepulauan
Meranti 1.46 1.24 2.70 1.35
11 Pekanbaru 15.35 3.06 18.40 9.20
12 Dumai 3.54 0.94 4.48 2.24
Prosiding Seminar Nasional Geografi
2016
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu SosialUniversitas Negeri Padang
Padang, 19 November 2016
306
Berdasarkan peta penggunaan lahan yaitu Kabupaten Kuantan Singingi, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Siak dan Kabupaten Rokan Hilir merupakan wilayah pertanian, sedangkan Kabupaten Indragiri Hilir dan Rokan Hilir merupakan daerah yang paling jauh dari pusat wilayah sehingga dalam perkembangannya kurang diperhatikan.
Gambar 1. Peta Ketimpangan Regional Provinsi Riau Tahun 2007-2011 Yudi Antomi
Prosiding Seminar Nasional Geografi
2016
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu SosialUniversitas Negeri Padang
Padang, 19 November 2016
307
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Riau maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Laju pertumbuhan perekonomian Provinsi Riau selama periode tahun 2007-2011 mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun.
2. Ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah di Provinsi Riau yang dihitung dengan menggunakan Indeks Williamson selama periode 2007-2011 menunjukkan semakin melebar.
3. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan formulasi Location Quotient
(LQ) pada data luas lahan terbangun dan kerapatan jalan menunjukkan bahwa perkembangan wilayah di Provinsi Riau masih tergolong kurang merata.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2009. Kesenjangan dan Konvergensi Ekonomi Antar Kabupaten Pada Empat Koridor di Provinsi Jawa Timur Malang: Fakultas Ekonomi. Jurusan IESP. Universitas Muhammadiyah: Malang
Arsyad, Lincolin, 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, EdisiPertama, Penerbit PBFE-Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
BPS. 2012. Pendapatan Regional Provinsi Riau Tahun 2007-2011. Jakarta
Fik, T.J. 2000. The Geography of Economic Development: Regional Changes, Global Challenges (2nd Ed.). The McGraw-Hill Companies: Boston
Engerman, S.L., dan Sokoloff. 2000. Factor Endowment Factor Endowments: Institutions, and Differential Paths of Growth Among New World. Journal of Economic Perspectives, Vol 14, No. 3, Hal.217-232.
Hagget, P. 2001. Geography: A Global Synthesis. Pearson Education Limited: Harlow
Johnston, R. 2003. Geography and the social science. Dalam Holloway, L., Rice, S.P., dan Valentine, G. (Eds.). Concepts in Geography (Hal. 51-72). Sage Publications: London
Knox, P. dan Agnew, J. 1994.The Geography of the World Economy (2nd Ed.). Arnold: London
Prosiding Seminar Nasional Geografi
2016
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu SosialUniversitas Negeri Padang
Padang, 19 November 2016
308
Leonataris, Citra. 2012. Analisis Pola Perubahan Penggunaan Lahan dan Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi.Tesis .Institut Pertanian Bogor.
Todaro, M.P. 2000. Economic Development, Seventh Editions. Addition Wesley Longman, Inc: New York,
Saragih, PJ. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Ghalia Indonesia: Jakarta
Tambunan. 2001. Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan Empiris. PT. Ghalia Indonesia: Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah