PEMERINTAH KOTA BATU
PERATURAN DAERAH KOTA BATU
NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG
POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA BATU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAWALIKOTA BATU,
Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih efisien, efektif, transparan, akuntabel, dan tidak bertentangan dengan kepentingan umum, serta berdasarkan pada kaidah dan semangat otonomi daerah, sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dengan Peraturan Daerah Kota Batu.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan anatara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
3. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
4. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Batu (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 91);
5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4287);
6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4310) ;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4021) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Thaun 2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4157);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah ( Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4022);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 ( Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 203, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4023);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah ( Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 204, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4024);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Keuangan Dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 209, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4027);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 210, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4028 );
13. Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 211, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4029);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4138);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4262);
18. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70);
19. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 120);
20. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2001 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah;
21. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
22. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pedoman Penilaian Barang Daerah;
23. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Propinsi Jawa Timur (Lembaran Daerah Propinsi Jawa Timur Tahun 2003 Nomor 4 Tahun 2003);
24. Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kewenangan Daerah Kota Batu (Lembaran Daerah Kota Batu Tahun 2003 Nomor 11).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BATU M E M U T U S K A N
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA BATU TENTANG POKOK- POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA BATU
BAB I
KETENTUAN UMUM Bagian Pertama
Pengertian Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Batu ;
2. Pemerintahan Daerah adalah Pemerintahan Daerah Kota Batu yang terdiri dari Kepala Daerah sebagai unsure Eksekutif dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur Legislatif, yang dalam pelaksanaan tugas-tugasnya mencerminkan kemitraan;
3. Daerah adalah Daerah Kota Batu;
4. Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas Daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia ;
5. Kepala Daerah adalah Walikota Batu dan Wakil Kepala Daerah adalah Wakil Wali Kota Batu ;
6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Batu sebagai Badan Legislatif Daerah;
7. Sekretariat DPRD adalah Sekretariat DPRD Kota Batu; 8. Sekretaris DPRD adalah Sekretaris DPRD Kota Batu; 9. Sekretariat Daerah adalah Sekretariat Daerah Kota Batu; 10. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kota Batu;
11. Perangkat Daerah adalah Organisasi / Lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dan membantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan yang terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Satuan Polisi Pamong Praja sesuai kebutuhan Daerah;
12. Badan Pengawasan adalah Badan Pengawasan daerah Kota Batu; 13. Kantor Kas Daerah adalah Kantor Kas Daerah Kota Batu;
14. Bagian Keuangan adalah Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kota
Batu;
15. Rencana Strategis Daerah yang selanjutnya disebut Renstrada adalah rencana lima tahun yang menggambarkan visi, misi, tujuan, strategi, program, dan kegiatan Daerah Kota Batu yang tertuang dalam Peraturan Daerah;
16. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
17. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
18. Penerimaan Daerah adalah semua penerimaan Kas Daerah dalam periode Tahun Anggaran tertentu;
19. Pengeluaran Daerah adalah semua pengeluaran Kas Daerah dalam periode Tahun Anggaran tertentu;
20. Pendapatan Daerah adalah semua Penerimaan Kas Daerah dalam periode Tahun Anggaran tertentu yang menjadi hak Daerah;
21. Belanja Daerah adalah semua pengeluaran Kas Daerah dalam periode Tahun Anggaran tertentu yang menjadi beban Daerah;
22. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah pejabat dan atau pegawai satuan kerja daerah yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku diberi kewenangan tertentu dalam kerangka pengelolaan keuangan daerah;
23. Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah adalah Kepala Daerah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah dan mempunyai kewajiban menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewenangan tersebut kepada DPRD;
24. Pengguna Anggaran Daerah adalah Pejabat pemegang kekuasaan pengguna Anggaran Belanja Daerah;
25. Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah untuk mengelola penerimaan dan pengeluaran Kas Daerah serta segala bentuk kekayaan Daerah lainnya;
26. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Bendahara Umum Daerah;
27. Pemegang Kas adalah setiap pegawai Negeri Sipil yang ditunjuk dan diserahi tugas melaksanakan kegiatan kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBD di setiap unit kerja Pengguna Anggaran Daerah; 28. Pembantu Pemegang Kas adalah setiap Pegawai Negeri Sipil Daerah
yang ditunjuk dan diserahi tugas fungsi keuangan tertentu untuk melaksanakan kegiatan pada satuan Pemegang Kas dalam rangka pelaksanaan APBD di setiap unit kerja Pengguna Anggaran Daerah; 29. Satuan Pemegang Kas adalah unit yang dipimpin oleh Pemegang
Kas yang melaksanakan masing-masing fungsi Keuangan Daerah; 30. Satuan Pemegang Kas Pembantu adalah unit pembantu Satuan
Pemegang Kas yang berfungsi menerima uang hasil Pendapatan Asli Daerah pada Lembaga Teknis Daerah;
31. Pemegang Barang adalah Pegawai Negeri Sipil yang ditunjuk dan diserahi tugas melaksanakan kegiatan pengelolaan barang daerah di setiap unit kerja Pengguna Anggaran Daerah;
32. Pembiayaan adalah transaksi keuangan Daerah yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah;
33. Barang Daerah adalah semua barang Daerah berwujud milik Daerah yang berasal dari pembelian dengan dana yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD dan atau berasal dari perolehan lainnya yang sah;
34. Aset Daerah adalah semua harta kekayaan milik Daerah baik barang bergerak maupun tidak bergerak;
35. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang menjadi hak Daerah atau kewajiban pihak lain kepada Daerah sebagai akibat penyerahan uang, barang, dan atau jasa oleh Daerah atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
36. Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar Daerah. sebagai akibat penyerehan uang, barang dan atau jasa kepada Daerah atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
37. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan;
38. Kerugian Daerah adalah berkurangnya kekayaan Daerah yang disebabkan oleh suatu tindakan melanggar hukum atau kelalaian Pemegang Kas atau Pegawai bukan Pemegang Kas dan/ atau disebabkan suatu keadaan di luar dugaan dan di luar kemampuan manusia (Force Mejeure);
39. Belanja Modal adalah pengeluaran-pengeluaran yang bersifat Investasi dan menambah kekayaan daerah;
40. Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan adalah pengalihan uang dari Pemerintah Propinsi kepada Pemerintah Kabupaten / Kota dan atau pihak lain;
41. Belanja Tidak Tersangka adalah pengeluaran untuk aktivitas yang tidak bias diduga sebelumnya atau kejadian-kejadian luar biasa seperti bencana alam, bencana social, dan pengeluaran tidak tersangka lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah Daerah;
42. Dalam Kegiatan Tahun Jamak (multi years project) adalah kegiatan yang direncanakan / diselesaikan dalam kurun waktu lebih dari satu tahun anggaran;
43. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu Tahun Anggaran;
44. Dana Depresiasi adalah dana yang disisihkan untuk penggantian aset pada masa umur ekonomisnya;
45. Dana Investasi adalah dana yang dibentuk melalui berbagai sumber dana yang belum digunakan pada saat tertentu untuk kemudian diinvestasikan ke sector-sektor produktif;
46. Sisa Lebih Perhitungan APBD Tahun lalu adalah selisih lebih realisasi Pendapatan terhadap realisasi Belanja Daerah dan merupakan komponen pembiayaan;
47. Surplus anggaran adalah apabila terjadi Anggaran Pendapatan Daerah lebih besar dari Anggaran Belanja Daerah;
48. Defisit anggaran adalah apabila terjadi Anggaran Pendapatan Daerah lbih kecil dari Anggaran Belanja Daerah.
BAB II
ASAS UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pasal 2
Pengelolaan Keuangan Daerah dikelola secara tertib, ekonomis, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan.
Pasal 3
APBD merupakan dasar Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Tahun Anggaran tertentu.
Pasal 4
Tahun Fiskal APBD sama dengan Tahun Fiskal Anggaran Pendapatan dab Belanja Negara.
Pasal 5
(1) Semua Penerimaan dan Pengeluaran Daerah dalam rangka Desentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD;
(2) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Perubahan APBD dan Perhitungan APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah dan merupakan Dokumen Daerah.
Pasal 6
APBD disusun dengan pendekatan anggaran kinerja. Pasal 7
Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dngan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.
Pasal 8
(1) Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan yang bersangkutan;
(2) Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja yang bersangkutan ;
(3) Setiap Pejabat Daerah dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut;
(4) Jumlah Sisa Perhitungan Anggaran tahun berkenaan di tahun Anggaran yang lalu dipindahbukukan pada kelompok pembiayaan jenis penerimaan daerah.
Pasal 9
Semua transaksi Keuangan Daerah baik Penerimaan Daerah maupun Pengeluaran Daerah dilaksanakan melalui Kas Daerah.
Pasal 1 Pasal 1 Pasal 1 Pasal 1000 0
(1) Anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya tidak tersangka disediakan pada bagian anggaran tersendiri ke dalam Anggaran Belanja Tidak Tersangka.
(2) Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah pengeluaran yang sudah jelas peruntukannya dan sangat diperlukan dalam penyelenggaraan kewenangan Pemerintah Daerah dan penggunaannya diberitahukan kepada DPRD.
BAB III
PEJABAT PENGELOLA KEUANGAN DAERAH
Pasal 11
(1.) Kepala Daerah adalah Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah;
(2.) Selaku pejabat Pemegang Kekuasaan umum Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, Kepala Daerah mendelegasikan sebagian sebagian atau seluruh kewenangannya kepada Sekretaris Daerah dan atau Perangkat Pengelola Keuangan Daerah;
(3.) Pemegang Kekuasaan Umum Pengelola Keuangan Daerah paling lambat satu bulan setelah penetapan APBD menetapkan keputusan tentang:
a. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat Keputusan Otorisasi (SKO);
b. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat Permintaan Pembayaran (SPP);
c. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM);
d. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Cek;
e. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani mengesahkan Surat Pertanggungjawaban (SPJ);
f. Pejabat yang diberi wewenang mengelola penerimaan dan pengeluaran Kas Daerah serta segala bentuk kekayaan Daerah lainnya, yang selanjutnya disebut Bendaharawan Umum Daerah; g. Pejabat yang diserahi tugas melaksanakan kegiatan
kebendaharawandalam rangka pelaksanaan APBD di setiap Unit Kerja Pengguna Anggaran Daerah yang selanjutnya disebut Pemegang Kas dan Pembantu Pemegang Kas;
h. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani surat bukti dasar pemungutan Pendapatan Daerah;
i. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Bukti Penerimaan Kas dan bukti pendapatan lainnya yang sah.
Pasal 12
(1.) Bendaharawan Umum Daerah menatausahakan kas dan kekayaan daerah lainnya;
(2.) Bendaharawan Umum Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini bertanggung jawab kepada Kepala Daerah.
Pasal 13
(1) Bendahara Umum Daerah menyimpan uang milik daerah pada Bank yang sehat dengan cara membuka Rekening Kas Daerah ;
(2) Pembukaan Rekening Kas Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dapat lebih dari 1 (satu) Bank ;
(3) Pembukaan rekening di Bank sebagaimana dimaksud pada ayat(1) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah dan diberitahukan kepada DPRD.
Pasal 14
Bendahara Umum Daerah setiap bulan menyusun rekonsiliasi Bank yang mencocokkan saldo menurut pembukuan bendahara umum daerah dengan saldo menurut laporan Bank
Pasal 15
(1) Pada setiap Perangkat Daerah ditunjuk 1 (satu) pemegang kas yang melaksanakan tata usaha keuangan dan 1 (satu) pemegang barang yang melaksanakan tata usaha barang ;
(2) Pemegang kas dan pemegang barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, adalah jabatan non structural fungsional dan tidak boleh merangkap sebagai pejabat pengelola keuangan dan pengelola barang daerah lainnya ;
(3) Dalam melaksanakan tata usaha keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, Pemegang kas pembantu sekurang-kurangnya terdiri dari seorang kasir, seorang penyimpan uang, seorang pencatat pembukuan serta seorang pembuat dokumen pengeluaran dan penerimaan uang ;
(4) Dalam melaksanakan tata usaha pengelolaan barang daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, pemegang barang daerah dibantu oleh beberapa pembantu pemegang barang di unit kerja masing-masing ;
(5) Pada perangkat daerah yang bertanggungjawab atas Pendapatan Asli Daerah tugas kasir dibagi menjadi kasir penerima uang dan kasir pembayar uang ;
(6) Pada perangkat daerah yang bertanggungjawab atas penatausahaan keuangan daerah, pemegang kas ditambah seorang pembantu pemegang kas yang bertugas menyiapkan surat permintaan pembayaran gaji ;
(7) Pada unit kerja yang bertugas mengumpulkan uang hasil pajak daerah dan retribusi daerah dibentuk satuan pemegang kas pembantu yang bertanggungjawab kepada pemegang kas pada satuan kerja induknya ;
(8) Satuan pemegang kas sebagaimana dimaksud pada ayat (6) pasal ini, wajib menyetor seluruh uang yang diterimanya ke Bank melalui bendahara umum daerah atas nama rekening kas daerah, paling lambat 1 (satu) hari sejak saat uang kas tersebut diterima ;
(9) Kepala satuan kerja melakukan pemeriksaan kas yang dikelola oleh satuan pemegang kas minimal 3 (tiga) bulan sekali.
Pasal 16
(1) Pemegang kas tidak boleh merangkap sebagai pejabat pengelola keuangan daerah lainya ;
(2) Pengaturan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi setiap pejabat pengelola keuangan ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah.
BAB IV
PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBD
Bagian Pertama Struktur APBD
Pasal 17
(1) APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: a. Pendapatan daerah;
b. Belanja daerah; dan c. Pembiayaan.
(2) Selisih lebih pendapatan daerah terhadap belanja daerah disebut surplus anggaran ;
(3) Selisih kurang pendapatan daerah terhadap belanja daerah disebut difisit anggaran ;
(4) Jumlah pembiayaan sama dengan jumlah surplus / difisit anggaran.
Bagian Kedua Pendapatan Daerah
Pasal 18
(1) Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam dalam pasal 17 ayat (1) huruf a Peraturan Daerah ini dirinci menurut kelompok pendapatan yang meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah ;
(2) Setiap kelompok pendapatan dirinci menurut jenis pendapatan, setiap jenis pendapatan dirinci menurut obyek pendapatan, setiap obyek pendapatan dirinci menurut rincian obyek pendapatan.
Bagian Ketiga Belanja Daerah
Pasal 19
(1) Belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b Peraturan Daerah ini terdiri dari bagian belanja aparatur daerah dan bagian belanja pelayanan publik ;
(2) Masing-masing bagian belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, dirinci menurut kelompok belanja yang meliputi belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan serta belanja modal ;
(3) Setiap kelompok belanja dirinci menurut jenis belanja, setiap jenis belanja dirinci menurut obyek belanja, setiap obyek belanja dirinci menurut rincian obyek belanja.
Pasal 20
(1) Belanja tidak tersangka dianggarkan untuk pengeluaran penanganan bencana alam, bencana sosial atau pengeluaran lainya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah daerah ;
(2) Pengeluaran lainya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenagan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini yaitu :
a. Pengeluaran-pengeluaran yang sangat dibutuhkan untuk penyediaan sarana dan prasarana langsung dengan pelayanan masyarakat yang anggarannya tidak tersedia dalam tahun anggaran yang bersangkutan dan ;
b. Pengembalian atas kelebihan penerimaan yang terjadi dalam tahun anggaran yang telah ditutup dengan didukung bukti-bukti yang sah ;
c. Apabila penggunaan anggaran melampaui plafon anggaran yang disediakan, maka penetapannya dilakukan pada perubahan APBD.
Pasal 21
(1) Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan dianggarkan untuk pengeluaran dengan kreteria sebagai berikut :
a. Tidak menerima secara langsung imbal barang dan jasa seperti lazimnya yang terjadi dalam transaksi pembelian dan penjualan ;
b. Tidak diharapkan akan diterima kembali dimasa yang akan dating seperti lazimnya suatu piutang ;
c. Tidak mengharapkan adanya hasil seperti lazimnya suatu penyertaan modal atau investasi.
Bagian Keempat Surplus dan Defisit Anggaran
Pasal 22
(1) Selisih antara Anggaran Pendapatan Daerah dan Anggaran Belanja Daerah dapat mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit anggaran ;
(2) Surplus anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, terjadi apabila Anggaran Pendapatan Daerah lebih besar dari Anggaran Belanja Daerah ;
(3) Defisit anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, Anggaran Pendapatan Daerah lebih kecil dari Anggaran Belanja Daerah ;
(4) Surplus anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, dimanfaatkan antara lain untuk tranfer ke dana cadangan, pembayaran pokok utang, penyertaan modal (investasi) dan atau sisa perhitungan anggaran tahun berjalan yang dianggarkan pada kelompok pembiayaan, jenis pengeluaran daerah ;
(5) Defisit anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini, dibiayai antara lain dari sisa anggaran tahun yang lalu, pinjaman daerah, penjualan pbligasi daerah, hasil penjualan barang milik daerah yang dipisahkan, tarnfer dari dana cadangan, yang dianggarkan pada kelompok pembiayaan, jenis penerimaan daerah ;
(6) Sisa perhitungan anggaran tahun berkenaan merupakan selisih lebih dari surplus / defisit ditambah dengan pos penerimaan pembiayaan dikurangi dengan pos pengeluaran pembiayaan daerah.
Bagian Kelima Pembiayaan
Pasal 23
Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c Peraturan Daerah ini, dirinci menurut sumber pembiayaan yang merupakan penerimaan daerah dan pengeluaran daerah
Pasal 24
(1) Daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai kebutuhan yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran termasuk kebutuhan yang bersifat strategis ;
(2) Dana cadangan dibentuk dengan kontribusi tahunan dari penerimaan APBD, kecuali dari dana alokasi khusus, pinjaman daerah dan dana darurat ;
(3) Pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, ditetapkan dengan Peraturan Daerah ;
(4) Semua sumber penerimaan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini dan semua belanja atas beban dana cadangan dicatat daan dikelola dalam APBD.
Pasal 24
(1) Pengisian dana cadangan setiap tahun dianggarkan dalam kelompok pembiayaan jenis pengeluaran daerah, obyek tarnfer ke dana cadangan ;
(2) Penggunaan dana cadangan dianggarkan pada :
a. Kelompok pembiayaan, jenis penerimaan daerah, obyek transper dari dana cadangan ;
b. Bagian, kelompok dan jenis belanja modal.
(3) Penggunaan dana cadangan harus dengan persetujan DPRD ; (4) Dana cadangan disimpan dalam bentuk Deposito pada Bank
Pasal 26
(1) Aset daerah berupa aktiva tetap selain tanah dan bangunan yang digunakan untuk operasional secara langsung oleh Pemerintah Daerah didepresiasi dengan metode garis lurus berdasarkan umur ekonomisnya ;
(2) Dedresiasi atas aktifa tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dapat digunakan untuk pembentukan dana yang disebut dana dedpresiasi, guna penggantian aset pada akhir masa umur ekonomis ;
(3) Dana dedpresiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, bersumber dari kontribusi tahunan penerimaan APBD, kecuali dari Dana Alokasi Khusus, pinjaman daerah dan dana darurat ; (4) Pengaturan mengenai pembentukan dan penggunaan dana
depresiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah melalui persetujaun DPRD, serta disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.
Pasal 27
(1) Pengisian dana depresiasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 ayat (4) Peraturan Daerah ini, setiap tahun dianggarkan dalam kelompok pembiayaan, jenis pengeluaran daerah, obyek tranfer ke dana depresiasi ;
(2) Penggunaan dana depresiasi dianggarkan pada :
a. Kelompok pembiayaan, jenis penerimaan daerah, obyek tranfer dari dana depresiasi ;
b. Bagian, Kelompok dan jenis belanja modal.
Pasal 28
(1) Pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD dapat melakukan pinjaman, baik dari dalam negeri maupun luar negei dengan prinsip kehati-hatian ;
(2) Pinjaman daerah dapat berupa pinjaman jangka panjang dan pinjaman jangka pendek ;
(3) Penggunaan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini diatur sebagai berikut :
a. Pinjaman jangka panjang hanya dapat digunakan untuk membiayai pembangunan sarana dan prasarana yang merupakan aset daerah dan dapat menghasilkan penerimaan untuk pembayaran kembali serta memberi manfaat bagi pelayanan masyarakat ;
b. Pinjaman jangka panjang tidak boleh digunakan untuk belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, sarana dan prasarana publik ;
c. Pinkaman jangka pendek digunakan untuk pengaturan arus kas dalam rangka pengelolaan kas daerah.
(4) Pinjaman jangka panjang yang disetujui oleh DPRD wajib memenuhi 2 (dua) ketentuan sebagai berikut :
a. Jumlah kumulatif pokok pinjaman daerah yang wajib dibayar tidak melebihi 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya ;
b. Berdasarkan proyeksi penerimaan dan pengeluaran daerah tahunan selama jangka waktu pinjaman, Debt Service Coverage (DSCR) paling sedikit 2,5 (dua koma lima).
(5) Batas maksimum pinjam jangka pendek adalah 1/6 (satu per enam) jumlah belanja dalam APBD tahun anggaran berjalan, dilakukan dengan mempertimbangkan kecukupan penerimaan daerah untuk membayar kembali pinjaman tersebut pada waktunya dan pelunasannya wajib diselesaikan dalam tahun anggaran berjalan ;
(6) Pemerintah daerah tidak diperbolehkan melakukan perjanjian yang besifat penjaminan terhadap pinjaman pihak lain yang mengakibatkan beban atas keuangan daerah ;
(7) Barang milik daerah yang digunakan untuk melayani kepentingan umum tidak dapat dijadikan jaminan dalam memperoleh pinjaman daerah.
Pasal 29
Daerah dapat menggali sumber-sumber pembiayaan lain melalui kerjasama dengan pihak lain berdasarkan prinsip saling menguntungkan atas persetujuan DPRD
Pasal 30
(1) Daerah dapat melakukan investasi dalam bentuk penyertaan modal/pembelian saham atau bentuk investasi lainnya sepanjang hal tersebut menguntungkan bagi daerah ;
(2) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah setelah mendapatkan persetujuan DPRD
Pasal 31
Pemerintah Daerah dapat mendepositokan dana yang belum terpakai dalam tahun anggaran berjalan dengan tetap memperhatikan aspek keamanan dan menguntungkan serta terjaminya likuiditas keuangan daerah.
Bagian keenam Proses Penyusunan APBD
Pasal 32
(1) APBD disusun dengan pendekatan kinerja ;
(2) APBD yang disusun dengan pendekatan kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam pasal ini memuat :
b. Standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan ;
c. Bagian pendapatan APBD yang membiayai belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan publik serta belanja modal / pembangunan dan belanja transfer ; (3) Untuk mengukur kinerja keuangan Pemerintah Daerah perlu
dikembangkan standar analisa belanja, tolak ukur kinerja dan standar biaya ;
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) pasal ini dituangkan dalam Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK); (5) Rencana Anggaran Satuan Kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) pasal ini disampaikan kepada satuan kerja yang bertanggungjawab menyusun anggaran untuk dibahas dalam rangka penyusunan Rancangan APBD dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan keuangan daerah ; (6) Hasil pembahasan rencana anggaran satuan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) pasal ini dituangkan dalam Rancangan APBD.
Pasal 33
(1) Dalam rangka menyiapkan Rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersama-sama dengan DPRD menyusun dan menentukan kesepakatan Arah dan Kebijakan Umum APBD dalam bentuk Berita Acara Nota Kesepakatan ;
(2) Berdasarkan arah dan kebijakan umum APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, Pemerintah Daerah menyusun strategi dan prioritas APBD ;
(3) Berdasarkan strategi dan prioritas APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini dan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan keuangan daerah, Pemerintah Daerah menyusun Rancangan APBD.
Bagian ketujuh Proses Penetapan APBD
Pasal 34
(1) Kepala Daerah menyampaiakan Rancangan APBD disertai Nota Keuangan APBD kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan ; (2) DPRD menyetujui Rancangan APBD untuk ditetapkan menjadi
APBD dalam sidang paripurna yang terbuka bagi masyarakat ; (3) Penetapan APBD dengan Peraturan Daerah tentang APBD paling
lambat 1 (satu) bulan setelah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan ;
(4) Format Peraturan Daerah tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pasal ini, disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
(5) Berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD, Kepala Daerah menetapkan Ranacangan Anggaran Satuan Kerja menjadi Dokumen Anggaran Satuan Kerja ;
(6) Dokumen Anggaran Satuan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memuat pendapatan dan belanja setiap perangkat daerah yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh pengguna anggaran ;
(7) Penetapan Dokumen Anggaran Satuan Kerja ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
Pasal 35
(1) Apabila Rancangan APBD tidak disetujuai DPRD, Pemerintah Daerah berkewajiban menyempurnakan bagian Rancangan APBD tersebut ;
(2) Penyempurnaan Rancangan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, harus disampaikan kembali kepada DPRD ; (3) Apabila Rancangan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
pasal ini tidak disetujui DPRD, Pemerintah menggunakan APBD tahun sebelumnya sebagai dasar pengurusan keuangan daerah.
Bagian kedelapan Perubahan APBD
Pasal 36
(1) Perubahan APBD dilakukan sehubungan dengan :
a. Kebijakan pemerintah, Pemerintah propinsi dan atau Pemerintah Daerah yang bersifat strategis ;
b. Penyesuaian akibat terlampaui / tidak tercapainnya target penerimaan daerah yang ditetapkan ;
c. Terjadinya kebutuhan yang mendesak.
(2) Kepala Daerah menyampaikan Rancangan Perubahan APBD disertai Nota Keuangan Perubahan APBD kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan ;
(3) DPRD menyetujui Rancangan Perubahan APBD untuk ditetapkan menjadi perubahan APBD dalam sidang paripurna ;
(4) Perubahan APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang perubahan APBD selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum tahun anggaran berakhir ;
(5) Format Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pasal ini, disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB V
KEDUDUKAN KEUANGAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH
Bagian Pertama
Gaji dan Tunjangan Pasal 37
(1) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diberikan gaji yang terdiri dari gaji pokok, tunjangan jabatan dan tunjangan lannya; (2) Besarnya gaji pokok Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
(3) Tunjangan jabatan dan tunjangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi pejabat negara, kecuali ditentuakan Lain dengan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Sarana dan Prasarana Pasal 38
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah disediakan masing-masing sebuah rumah jabatan beserta kelengkapannya
Pasal 39
Kepala Daerah Daerah dan Wakil Kepala Daerah disediakan masing-masing sebuah kendaraan dinas jabatan
Pasal 40
Apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berhenti dari jabatannya, rumah jabatan dan kendaraan dinas jabatan diserahkan kembali kepada Pemerintah Daerah
Bagian Ketiga
Biaya Operasional Pasal 41
(1) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah karena jabatannya dalam melaksanakan tugasnya disediakan anggaran ;
(2) Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, disediakan untuk biaya rumah tangga, biaya pemeliharaan investasi rumah jabatan, biaya pemeliharaan rumah jabatan dan barang-barang inventaris yang digunakan, biaya pemeliharaan kendaraan dinas, biaya pemeliharaan kesehatan, biaya perjalanan dinas, biaya pakaian dinas dan biaya penunjang operasional ;
(3) Besarnya anggaran belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.
BAB VI
KEDUDUKAN KEUANGAN DPRD Bagian Pertama
Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD Pasal 42
(1) Penghasilan tetap pimpinan DPRD dan anggota DPRD terdiri dari: a. Uang Representatif ; b. Uang Paket ; c. Tunjangan Jabatan ; d. Tunjangan Komisi ; e. Tunjangan Khusus ;
f. Tunjangan Keluarga dan Beras ; g. Tunjangan Perbaikan Penghasilan.
(2) Anggota DPRD dalam kedudukannya sebagai Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan anggota panitia diberikan tunjangan ;
(3) Pimpinan dan anggota DPRD diberikan tunjangan kesehatan ; (4) Apabila Pimpinan atau anggota DPRD meninggal dunia, kepada
ahli waris diberikan :
a. Uang duka wafat sebesar 2 (dua) kali uang representasi dan biaya pengangkutan jenasah dari uang duka ke tempat pemakaman ;
b. Uang duka tewas dalam menjalankan tugas sebesar 6 (enam) kali uang representasi seta bantuan biaya pengangkutan jenasah dari tempat tugas sampai ke tempat pemakaman.
Bagian Kedua
Sarana dan Prasarana Pasal 43
(1) Pimpinan dan anggota DPRD beserta keluargannya yaitu suami atau istri pertama beserta 2 (dua) orang anak diberikan tunjangan kesehatan dan pengobatan berupa pembayaran premi asuransi kesehatan kepada lembaga asuransi yang ditetapkan oleh Kepala Daerah ;
(2) Pimpinan DPRD disediakan masing-masing rumah jabatan beserta kelengkapannya dan 1 (satu) unit kendaraan dinas, serta kepada anggota DPRD dapat disediakan rumah dinas beserta perlengkapannya dengan mempertimbangkan prinsip kepatutan, kewajaran, dan tidak bergaya mewah serta sesuai dengan kemampuan keuangan daerah ;
(3) Bagi Pemerintah Daerah yang belum memiliki rumah jabatan pimpinan atau rumah dinas anggota DPRD, kepada yang bersangkutan dapat diberikan tunjangan perumahan berupa uang sewa rumah yang besarnya disesuaikan dengan standar harga yang berlaku setempat yang ditetapkan dengan Keputusan kepala Daerah ;
(4) Pimpinan dan anggota DPRD disediakan pakaian dinas sesuai kemampuan keuangan daerah dengan mempertimbangkan prinsip keserhanaan dan tidak berdaya mewah, pakaian dinas tersebut termasuk akributnya terdiri dari Pakaian Dinas Upacara (PDU) 2 (dua) kali dalam lima tahun, Pakaian Sipil Resmi (PSR) 1 (satu) kali dalam satu tahun, Pakaian Sipil Lengkap (PSL) 1 (satu) kali dalam lima tahun, Pakaian Sipil Harian (PSH) 2 (dua) kali dalam satu tahun ;
(5) Masing-masing komisi disediakan sebuah kendaraan operasional sesuai dengan kemampuan keuangan daerah ;
(6) Untuk mendukung tugas pimpinan DPRD atau membiayai kegiatan lainya yang dilakukan oleh Pimpinan atas nama Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah dan sebagai alat kelengkapan DPRD dapat disediakan belanja penunjang operasional pimpinan DPRD sesuai dengan klasifikasi pendapatan asli daerah ;
(7) Pimpinan atau anggota DPRD yang berhenti atau berakhir masa baktinya wajib mengembalikan kendaraan dinas, rumah jabatan atau rumah dinas beserta kelengkapannya kepada Pemerintah Daerah dalam keadaan baik, paling lambat 1 (satu) bulan setelah yang bersangkutan berhenti atau berakhir masa baktinya.
Bagian Ketiga
Biaya Kegiatan DPRD Pasal 44
(1) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas DPRD, pada belanja secretariat DPRD disediakan :
a. Belanja pegawai ; b. Belanja Barang ;
c. Belanja Perjalanan Dinas ; d. Belanja Pemeliharaan ; e. Belanja Penunjang Kegiatan.
(2) Besarnya anggaran belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah.
Bagian Keempat
Pengelola Keuangan DPRD
Pasal 45
(1) Pimpinan DPRD dan Sekretaris DPRD menyusun rencana anggaran belanja DPRD dalam bentuk Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK) ;
(2) Anggaran belanja DPRD dan Sekretariat DPRD merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari APBD ;
(3) Pengelolaan keuangan DPRD dilaksanakan oleh Sekretaris DPRD dan pertanggungjawaban keuangan DPRD berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
PELAKSANAAN ANGGARAN DAN TATA USAHA KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama
Penerimaan dan Pengeluaran APBD
Pasal 46
Semua transaksi keuangan daerah, baik penerimaan daerah maupun pengeluaran daerah dilaksanakan melalui Bendahara Umum Daerah (BUD).
Pasal 47
Yang termasuk penerimaan daerah dalam tahun anggaran adalah : a. Seluruh jumlah uang yang merupakan penerimaan daerah yang
selama tahun itu dimasukkan dalam kas daerah ;
b. Seluruh perhitungan yang merupakan penerimaan daerah selama 1 (satu) tahun anggaran yang dilakukan antar bagian-bagian anggaran.
Pasal 48
(1) Setiap perangkat daerah yang mempunyai tugas memungut atau menerima yang kegiatannya berdampak terhadap pendapatan daerah, wajib melaksanakan intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan tersebut ;
(2) Semua manfaat yang bernilai uang berupa komisi, rabat potongan, bunga atau nama lain sebagai akibat dari penjualan, pengadaan barang, jasa, penyimpanan dan atau penempatan uang Daerah merupakan pendapatan daerah ;
(3) Semua penerimaan daerah disetor ke kas daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 49
(1) Kepala Daerah mengupayakan semua penetapan peraturan mengenai pendapatan daerah yang dilaksanakan sebaik-baiknya serta semua piutang daerah ditagih dan dipertanggungjawabkan ; (2) Kepala Derah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan
keputusan tentang penghapusan sebagian atau seluruh piutang daerah yang tidak tertagih.
Pasal 50
Yang termasuk pengeluaran daerah dalam tahun anggaran adalah : a. Seluruh jumlah uang yang merupakan pengeluaran daerah yang
selama tahun ini dikeluarkan dari kas daerah ;
b. Seluruh perhitungan yang merupakan pengeluaran daerah selama tahun anggaran yang dilakukan antar bagian-bagian anggaran.
Pasal 51
Pegawai Negeri Sipil Daerah dapat diberikan tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pasal 52
Tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum Peraturan Daerah tentang APBD disetujuai oleh DPRD dalam tahun anggaran dimaksud, kecuali gaji Pegawai Negeri Sipil, alat tulis kantor, biaya jasa listrik, telepon, air, gas.
Bagian Kedua
Sistem Akutansi Keuangan Daerah Pasal 53
(1) Penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah berpedoman pada standar akutansi keuangan daerah yang berlaku; (2) Penatausahaan keuangan daerah memulai sistem dan prosedur akutansi keuangan daerah yang meliputi dokumen pencatatan, analisa, prosedur pelaporan dan penatausahaan dalam mekanisme pengelolaan keuangan daerah.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Barang Daerah
Pasal 54
(1) Kepala Daerah mengatur pengelolaan Barang Daerah ;
(2) Sekretaris Daerah, Sekretaris DPRD, Kepala Dinas, Badan, Kantor dan Bagian adalah pengguna dan pengelola barang bagi Sekretaris Daerah, Sekretaris DPRD, Kepala Dinas, Badan, Kantor dan Bagian yang dipimpinya.
Pasal 55
Pengguna barang wajib mengeloala barang daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pasal 56
(1) Pengelola barang daerah dari pembelian dengan dana yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD, hibah, bantuan, sumbangan, wakaf dan kewajiban pihak ketiga ;
(2) Pengadaan barang dan atau jasa hannya dapat dibebankan kepada APBD untuk pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi perangkat daerah yang bersangkutan ;
(3) Prosedur dan mekanisme pengadaan barang dan jasa atas beban APBD, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 57
Pencatatan barang daerah dilakukan sesuai denganstandar akutansi keuangan daerah
Pasal 58
(1) Barang milik daerah yang dipergunakan untuk melayani kepentinganumum tidak dapat digadaikan, dibebani hak tangungan dan atau dipindahtangankan ;
(2) Kepala Daerah setelah memperoleh persetujuan DPRD dapat menetapkan keputusan tentang :
a. Penghapusan tagihan daerah sebagian atau seluruhnya ; b. Persetujuan penyelesaian sengketa perdata secara damai ; c. Tindakan hukum lain mengenai barang milik daerah, meliputi:
menjual, menghibahkan, tukar guling, memindah tangankan dan atau merubah fungsi
Pasal 59
Perubahan status hukum barang daerah meliputi penghapusan, penjualan, perubahan fungsi dan pelepasan hak atas barang daerah
Pasal 60
(1) Setiap barang daerah yang sudah rusak dan tidak dapat dipergunakan lagi (hilang/mati) bagi keperluan dinas, dapat dihapus dari daftar inventaris ;
(2) Penghapusan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (3) Setiap penghapusan pengadaan barang daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pasal ini, diatur sebagai berikut :
a. Barang bergerak seperti kendaraan perorangan dinas dan kendaraan operasional dinas ditetapkan oleh Walikota setelah mendapat persetujuan DPRD, sedangkan untuk barang-barang inventaris lainya cukup ditetapkan dengan Keputusan Walikota ;
b. Barang tidak bergerak ditetapkan denganKeputusan Walikota setelah mendapat persetujuan DPRD ;
c. Untuk bangunan dan gedung yang akan dibangun kembali (rehab total) sesui peruntukan semua serta yang sifatnya mendesak atau membahayakan penghapusannya cukup dengan Keputusan Walikota dan segera melaporkan ke DPRD guna mendap persetujuan.
Pasal 61
(1) Rumah daerah yang dapat dijual adalah rumah dinas golongan III; (2) Penjualan rumah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pasal ini, dilakukan setelah mendapat persetujuan DPRD. Pasal 62
Pelepasan hak atas tanah dan bangunan milik daerah dengan cara ganti rugi dan atau tukar menukar setelah mendapat persetujuan DPRD
Pasal 63
Dalam hal pengelolaan barang daerah menghasilkan penerimaan, maka seluruh penerimaan tersebut di setor langsung ke kas daerah
Pasal 64
(1) Perangkat daerah bertanggungjawab atas pengamanan barang daerah yang berada dalam kewenangannya ;
(2) Barang daerah dapat diasuransikan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah
BAB VIII
PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH Bagian Pertama
Laporan keuangan Pengguna Anggaran Pasal 65
(1) Setiap akhir bulan kepala unit kerja pengguna anggaran wajib menyampaikan laporan keuangan pengguna anggaran kepada Kepala Daerah ;
(2) Laporan keuangan pengguna anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, mengambarkan tentang pencapaian kinerja program dan kegiatan, kemajuan realisasi pencapaian target pendapatan, realisasi penyerapan belanja dan relisasi pembiayaan; (3) Mekanisme dan prosedur pelaporan sebagaimana dimaksud pada
Bagian Kedua
Laporan Triwulan Pasal 66
(1) Setiap triwulan Pemerintah Daerah menyusun laporan realisasi pelaksanaan APBD sebagai pemberitahuan kepada DPRD ;
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah triwulan yang bersangkutan ;
(3) Format laporan triwulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 67
(1) Kepala Daerah menyampaikan laporan keterangan pertanggungjawaban kinerja pengelola keuangan daerah kepada DPRD ;
(2) Laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah dinilai berdasarkan tolak ukur Rencana Strategis (Renstra) daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah ;
(3) Pertanggungjawaban keuangan daerah terdiri dari laporan triwulan dan laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran.
Bagian Ketiga
Laporan Akhir Tahun Anggaran Pasal 68
(1) Kepala Daerah menyusun laporan keterangan pertanggungjawaban keuangan daerah yang terdiri atas :
a. Laporan perhitungan APBD ; b. Nota perhitungan APBD ; c. Laporan aliran kas ; d. Neraca daerah.
(2) Format laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran
ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 69
(1) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam pasal 68 ayat (1) Peraturan Daerah ini, disampaikan Kepala Daerah dalam rapat paripurna DPRD, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran ;
(2) Laporan keterangan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran yang telah disampaikan Kepala Daerah diserahkan kepada DPRD, untuk selanjutnya DPRD melakaukan penilaian sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku.
BAB IX
PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN KEUANGAN DAERAH Bagian Pertama
Pengawasan Pasal 70
Untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan DPRD melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBD
Bagian Kedua
Pemeriksaan Pasal 71
(1) Kepala Daerah dapat mengangkat pejabat pemeriksa internal yang bertugas melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan daerah ;
(2) Pejabat pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, tidak diperkenankan merangkap jabatan lain pada Pemerintah Daerah ;
(3) Pejabat pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, melaporkan hasil pemeriksaannya kepada Kepala Daerah ;
(4) Pemeriksaan atas pelaksanaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB X
KERUGIAN KEUANGAN DAERAH Pasal 72
(1) Setiap kerugian daerah baik yang langsung maupun yang tidak langsung sebagai akibat perbuatan melanggar hukum atau kelalaian harus diganti oleh yang bersalah dan atau yang lalai ; (2) Setiap pimpinan perangkat daerah wajib melakukan tuntutan ganti
rugi segera setelah terbukti secara sah dalam perangkat daerah yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun ;
(3) Kepala Daerah wajib melakukan tuntutan ganti rugi atas setiap kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan melanggar hokum atau kelalaian pejabat pengelola keuangan daerah ;
(4) Penyelesaian kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 73
(1) Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah yang telah diatur, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini masih tetap berlaku sampai ada ketentuan lebih lanjut ;
(2) Standar analisa belanja, tolak ukur kinerja, standar biaya dan akutansi keuangan daerah dilaksanakan secara bertahap dengan Keputusan Kepala Daerah.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 74
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Batu.
Ditetapkan di Batu
pada tanggal 27 April 2004
LEMBARAN DAERAH KOTA BATU TAHUN 2009 TANGGAL 27 April 2004 NOMOR 6 / A
WALIKOTA BATU,
ttd
IMAM KABUL
Diundangkan di Batu Pada tanggal 27 April 2004
Plt. SEKRETARIS DAERAH KOTA BATU
ttd
M. HARIYONO ANWAR, SH . MH Pembina Utama Muda