• Tidak ada hasil yang ditemukan

AJARAN RADEN NGABEHI RANGGAWARSITA TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK ISLAM (Studi Analisis Serat Kalatidha) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "AJARAN RADEN NGABEHI RANGGAWARSITA TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK ISLAM (Studi Analisis Serat Kalatidha) SKRIPSI"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

i

AJARAN RADEN NGABEHI RANGGAWARSITA

TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK ISLAM

(Studi Analisis

Serat Kalatidha

)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

DESI CAHYA WULANDARI

111 10 061

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

(2)
(3)

iii

AJARAN RADEN NGABEHI RANGGAWARSITA

TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK ISLAM

(Studi Analisis

Serat Kalathida

)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

DESI CAHYA WULANDARI

111 10 061

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

(4)
(5)

v

(6)
(7)

vii

MOTTO

Amenangi jaman edan; Ewuh aya ing pambudi; Milu edan nora

tahan; yen tan milu anglakoni; boya kaduman melik; Kaliren

wekasanipum; Ndilalah karsa Allah, Begja-begjane kang lali, luwih

begja kang eling lawan waspada

(

Serat Kalathida

Karya Raden Ngabehi Ranggawarsita Bait-7)

Mengalami hidup pada zaman gila memang serba repot, mau ikut

menggila hati tidak sampai, kalau tidak mengikuti tidak kebagian

apa-apa akhirnya malah kelaparan, namun sudah menjadi

kehendak Allah, bagaimanapun, sebahagia-bahagianya orang

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil‟alamin, dengan penuh ketulusan hati dan segenap rasa syukur, skripsi ini penulis persembahkan kepada :

1. Kedua orang tua penulis, Bapak H. Kosim Ali Mustofa dan Ibu Hj. Sriwiryanti yang senantiasa memberikan nasehat dan telah mendidik dari kecil sampai menikmati

kuliah S1 di IAIN Salatiga ini, serta tidak lelah mendo‟akan tanpa henti untuk menjadi

pribadi yang lebih baik dari hari ke hari.

2. Bapak KH. Drs Nasafi, M.pd.I dan ibu nyai Hj Asfiyah selaku pengasuh pondok pesantren Nurul Asna.

3. Kakak yang selalu mendoakan Zaenal Arifin. S.S.T.Han, serta adik Lailiana Nurul Aini yang selalu memberikan semangat trhadap penulis.

4. Sahabat-sahabat seperjuangan di pondok pesantren Nurul Asna yang senantiasa memberi bantuan dan dorongan selama menyusun skripsi ini.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

رلا الله مسب

ميحرلا نمح

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayahnya, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan tugas dan syarat yang wajib dipenuhi guna memperoleh gelar

kesarjanaan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga

Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan ilmu

pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu keislaman, sehingga dapat menjadi bekal hidup kita di dunia dan di akhirat kelak.

Suatu kebanggaan tersendiri, jika tugas dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Bagi penulis, penyusunan skripsi ini merupakan tugas yang tidak ringan. Penulis banyak menemui hambatan dalam proses penyusunan skripsi ini, dikarenakan keterbatasan penulis sendiri. Kalaupun pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan, tentunya karena beberapa pihak yang membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, untuk itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya, khususnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan 3. Ibu Siti Ruhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI

(10)
(11)

xi Abstrak:

Wulandari, Desi Cahya. Ajaran Raden Ngabehi Ranggawarsita Tentang Pendidikan Akhlak Islam (Studi Analis Serat KAlathida), Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan ilmu keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institur Agama Islam

Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. H. Sa‟adi M. Ag.

Kata kunci: Ajaran Ranggawarsita, Pendidikan, Akhlak Islam, Serat Kalathida

Islam merupakan agama yang sangat Concern dengan dunia pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan karakterisik pendidikan moral yang ideal menurut Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat Kalathida dan mengetahui signifikansi dan

relevansinya nilai pendidikan moral yang terkandung dalam Serat Kalathida dengan Pendidikan Akhlak Islam masa kini.

Skripsi ini menggunakan metode penelitian Library Research, yaitu penelitian yang dilakukan diperpustakaan yang obyek penelitiannya dicari lewat beragam informasi kepustakaan (Buku, Jurnal, Koran, Majalah, Dokumen) dan lain sebagainya. Penulis fokuskan penelitian ini pada pendidikan akhlak Islam. Adapun tekhnik analisis data yang digunakan, adalah dengan metode interpretatif pedagogis, metode idealisasi, metode konstektualisasi, dan metode kritik, yang menunjukkan bahwa:

(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

Sampul ... i

Lembar Berlogo ... ii

Judul ... iii

Persetujuan Pembimbing ... iv

Pengesahan Kelulusan ... v

Pernyataan Keaslian Tulisan ... vi

Motto ... vii

Persembahan ... viii

Kata Pengantar ... ix

Abstrak ... xi

Daftar Isi... xii

Daftar Lampiran ... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 6

E. Penegasan Istilah ... 6

(13)

xiii

G. Sistematika Penulisan skripsi ... 12

BAB II TELAAH TEORITIK PENDIDIKAN AKHLAK ISLAM A.Pengertian Nilai Moral ... 14

B.Pendidikan Akhlak Islam ... 16

BAB III BIOGRAFI RADEN NGABEHI RANGGAWARSITA A. Riwayat Hidup Raden Ngabehi Ranggawarsita ... 26

B. Latar Belakang Pendidikan Raden Ngabehi Ranggawarsita... 35

C. Ajaran Akhlak Raden Ngaebehi Rangga Warsita ... 39

D. Konsep Pemikiran Raden Ngabehi Ranggawarsita ... 43

E. Karya-Karya Raden Ngabehi Ranggawarsita ... 46

BAB IV ANALISIS AJARAN R.N RANGGAWARSITA DALAM SERAT KALATHIDA TENTANG PENDDIKAN AKHLAK ISLAM A. Karakteristik Pendidikan Moral yang Ideal Menurut Raden Ngabehi Ranggawarsita ... 50

B. Nilai Pendidikan Moral dalam Serat Kalathida ... 54

C. Relevansi Pemikiran Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat Kalathida dengan Pendidikan Akhlak Islam ... 61

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...67

B. Saran...68

Daftar Pustaka

Lampiran-Lampiran

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam adalah agama universal yang mengajarkan kepada

umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan baik kehidupan yang

sifatnya duniawi maupun yang sifatnya ukhrawi. Salah satu ajaran Islam

adalah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan, karena

dengan pendidikan manusia dapat memperoleh bekal kehidupan yang baik

dan terarah.

Islam merupakan agama yang sangat concern dengan dunia

pendidikan. Ini dapat dibuktikan melalui ayat-ayat al-Qur‟an dan hadits

Rasulullah Saw yang terkait dengan hal penndidikan. Surah al-Alaq: 1-5

merupakan salah satu bukti bahwa Islam sangat mengedepankan pendidikan.

(3)

(2)

(1)

(5)

(

4)

Artinya : (1)“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan

(2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah (4) yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan

kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk

selalu berkembang dalam pendidikan. Menurut Natsir, pendidikan ialah suatu

pembinaan jasmani dan rohani yang menuju kepada kesempurnaan dan

lengkapnya sifat-sifat kemanusiaan dalam arti yang sesungguhnya

(16)

Sedangkan, pendidikan Islam yaitu bimbingan jasmani dan rohani

menuju terbentuk kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan

pengertian lain Pendidikan Islam merupakan suatu bentuk kepribadian utama

yakni kepribadian muslim kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam

memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan

bertanggung Jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam

merupakan pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi makhluk

yang bercorak diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah SWT dan isi

pendidikan adalah mewujudkan tujuan ajaran Allah SWT (Djamaluddin;

1999: 9).

Pendidikan Islam bukanlah untuk membentuk sosok pribadi

lain di luar kepribadian manusia, tetapi pendidikan Islam justru membantu

manusia untuk menemukan jati dirinya sebagai manusia muslim yang

beriman dan bertaqwa.

Manusia selalu terkait dengan pendidikan, karena dengan

adanya pendidikan, manusia dapat menjadi manusia yang bernilai karena

telah memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan kepribadian. Sehingga

manusia dapat mengembangkan sikap yang penuh nilai dalam dirinya dan

kehidupannya (Buseri; 2003: xv). Dengan kata lain, pendidikan, terlebih

lagi pendidikan Islam dapat menciptakan manusia-manusia berkualitas dari

segala sisi.

Dengan pendidikan Islam, umat muslim dapat mengembangkan

potensi fitrah yang telah diberikan kepadanya. Hal ini agar tidak terjadi

kesalahan dalam mengembangkan fitrah tersebut ke jalan yang sesuai

(17)

Pendidikan Islam melalui sastra dapat disampaikan dengan

halus namun mengena kepada pembacanya. Penulis sastra cenderung rapi

dalam menyampaikan apa yang ingin disampaikannya. Hal yang juga

sebenarnya tak dapat dipungkiri bahwa gaya bahasa yang digunakan

berperan dalam mempengaruhi seseorang, berdasarkan hal itu, isi sastra

menjadi lebih berkesan karena menyentuh emosional pembaca, sehingga

pembaca diajari tanpa merasa digurui.

Sastra begitu sangat potensial dalam memberikan pemahaman

terhadap dunia dengan mengasah kepekaan, maka karya sastra harus

menjadi bagian penting dari pendidikan atau ikut andil dalam pembentukan

kepribadian akhlak manusia. Menurut Zulfanur, karya sastra ini dapat

dipandang sebagai suatu gejala sosial, karena karya sastra yang ditulis pada

kurun waktu tertentu berkaitan dengan kehidupan masyarakat, norma-norma

dan adat istiadat zaman itu (Zulfanur; 1998: 21)

Suatu hal yang sangat menarik ditinjau dari sudut agama adalah

pandangan yang bersifat sinkretis yang mempengaruhi watak dari

kebudayaan dan kepustakaan Jawa. Penganut paham sinkretisme menganggap

bahwa semua agama adalah baik dan benar, dan mereka gemar mamadukan

unsur-unsur dari berbagai agama dan kepercayaan yang pada dasarnya

berbeda atau bahkan berlawanan (Simuh; 1988: 1-2). Dan kepustakaan Jawa

sendiri terbagi menjadi dua bagian, yaitu kepustakaan Islam santri dan

kepustakaan Islam kejawen (Simuh; 1988: 1). Islam santri adalah sekelompok

muslim saleh yang memeluk Islam dengan berpegang teguh sepenuhnya

sesuai dengan aqidah dan syariat yang diajarkan Islam, sedangkan Islam

(18)

memadukan unsur kebudayaan Jawa dalam beberapa kegiatan ibadahnya.

Salah satu kepustakaan Islam kejawen yang dimaksud di sini ialah Serat

Kalathida. Serat Kalathida merupakan salah satu karya sastra yang

berbentuk syair, yang disusun oleh Raden Ngabehi Ranggawarsita seorang

pujangga Jawa Muslim.

Serat Kalatidha merupakan karya Pujangga Agung Raden

Ngabehi Ranggawarsita. Kitab ini sangat terkenal di lingkungan masyarakat

Jawa, terutama pada saat terjadi krisis sosial. Dalam diri Ranggawarsita

terdapat rajutan kepribadian paripurna. Di sana terkandung nilai-nilai

kreativitas, produktivitas, moralitas dan spriritualitas. Dalam konteks

reformasi peradaban kekinian, nilai-nilai luhur itu sangat relevan, karena

telah terbukti mampu mengatasi ruang dan waktu (Widyawati; 2012: v).

Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam menyusun karyanya

berupa Serat Kalathida, memuat ajaran Islam dan tradisi budaya Jawa

sehingga menimbulkan persinggungan antara nilai Islam dan nilai budaya

Jawa. Persinggungan Islam-Jawa menjadi persoalan pelik dan telah

menghasilkan sejumlah pemikiran yang patut dijadikan pertimbangan awal.

Dalam mengungkap semua ramalan Ranggawarsita itu tidak

hanya menikmati dari segi seni saja, tetapi justru lebih ditekankan pada

pesan-pesannya yang bernilai pendidikan, baik untuk bekal hidup di dunia

maupun untuk bekal hidup di akhirat. Dalam kacamata itu, Ranggawarsita

tidak hanya sebagai seorang pendidik, tetapi seorang yang memahami

fenomena alam hingga beliau mampu mengetahui kejadian yang sekiranya

akan terjadi di masa depan.

(19)

masalah ini dengan judul: “ AJARAN RADEN NGABEHI

RANGGAWARSITA TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK ISLAM

(Studi Analisis

Serat Kalathida

)

.

B. Rumusan Masalah

Sehubungan dengan judul dan uraian dalam latar belakang

permasalahan di atas, maka ada beberapa rumusan permasalahan,

antara lain:

1.Bagaimana karakteristik pendidikan moral yang ideal menurut Raden

Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat Kalatidha?

2.Bagaimana signifikansi dan relevansi nilai pendidikan moral yang

terkandung dalam Serat Kalatidha karya Raden Ngabehi Ranggawarsita

terhadap pendidikan akhlak Islam masa kini?

C. Tujuan Peneltian

Penulis dalam melakukan penelitian memiliki beberapa tujuan,

yang telah dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk menemukan karakteristik pendidikan moral yang ideal menurut

Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat Kalatidha

2. Untuk menemukan signifikansi dan relevansi nilai pendidikan moral

yang terkandung dalam Serat Kalatidha karya Raden Ngabehi

(20)

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki tujuan secara teoritis dan

praktis.

1.Secara teoritis

a. Untuk menambah wawasan keilmuan dalam lingkungan pendidikan

b. Untuk mengembangkan pengetahuan mengenai nilai pendidikan

agama Islam dalam karya Raden Ngabehi Ranggawarsita

c. Untuk mengangkat nilai-nilai budaya yang menggandung unsur

pendidikan agama Islam

d. Untuk menumbuh kembangkan nilai cinta terhadap kekayaan budaya

di negara Indonesia

2.Secara praktis

Manfaat penelitian ini secara praktis diharapkan bisa memberikan

kontribusi kepada pembaca khususnya para praktisi pendidikan dan

mahasiswa sebagai tambahan pengetahuan dalam membentuk moralitas

dan mengembangkan pendidikan Islam yang lebih baik.

E. Penegasan Istilah

Untuk lebih mempertegas dan memperjelas tentang judul skripsi

ini, serta untuk menghindari salah pengertian, maka perlu diuraikan beberapa

(21)

1.Ajaran

Kata ajaran berasal dari kata dasar ajar yang mendapat imbuhan

-an y-ang berarti petunjuk y-ang diberik-an kepada or-ang supaya diketahui

(diturut) (KBBI; 1989: 87)

2.Moral

Moral berasal dari kata latin mores yang artinya tata cara dalam

kehidupan, adat istiadat, kebiasaan. Moral pada dasarnya merupakan

rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi.

Moral merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku

individu dalam hubungannya dengan kelompok sosial dan masyarakat.

Moral merupakan standard baik-buruk yang ditentukan bagi individu

nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial.

Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang

dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, adil,

seimbang. Perilaku moral diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang

damai penuh ketertiban dan keharmonisan (Asrori; 2012: 136).

3.Pendidikan Akhlak Islam

Adapun menurut Hujair AH Sanaky, Pendidikan adalah usaha

sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia demi

menunjang perannya di masa datang(Masrin; 2009: 9)

Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si

pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju

(22)

Al Ghozali seperti dikutip oleh Sudarno menyatakan, akhlak

adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa dan darinya lahir berbagai

perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa perlu pemikiran dan

pertimbangan. Jika sikap itu lahir perbuatan yang baik maka ia disebut

akhlak yang baik dan jika yang lahir perbuatan yang tercela maka sikap

tersebut disebut dengan akhlak yang buruk(Sudarno; 2008: 112)

Setelah kita mengetahui pengertian satu persatu daripada

pendidikan dan akhlak, maka kiranya dapat kita simpulkan bahwa yang

dimaksud dengan pendidikan akhlak adalah suatu proses atau bimbingan

atau pertolongan pendidik secara sadar pada siswa agar dalam jiwa anak

tersebut tertanam dan tumbuh sikap serta tingkah laku atau perbuatan

yang sesuai dengan ajaran Islam, sehingga dalam pertumbuhan dan

perkembangan jasmani dan rohaninya untuk membiasakan perbuatan

baik didasarkan pada keimanan.

4.Raden Ngabehi Ranggawarsita

Raden Ngabehi Ranggawarsita adalah penulis Serat Kalatidha.

Nama kecilnya ialah Bagus Burham (Widyawati; 2012: 11).

5.Serat Kalatidha

Serat Kalatidha ini masih berupa naskah tulisan tangan. Naskah

ini merupakan naskah karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi yang

ditulis oleh orang lain. Jenis termasuk non fiksi berupa pesan moral.

(23)

F. Metode Penelitian

Dalam penulisan metode skripsi ini, penulis menggunakan

beberapa metode penelitian, baik untuk memperoleh data maupun untuk

menganalisis data-data yang ada, antara lain:

1. Library Research

Library Research adalah salah satu research atau penelitian

kepustakaan (Hadi; 1991: 9).

Penelitian skripsi ini menggunakan jenis studi kepustakaan

atau library research. Dalam arti bahwa bahan-bahan atau data-data

penulisan skripsi ini diperoleh dari penelitian buku-buku dan

literatur-literatur yang berkenaan dengan topik yang sedang dibahas.

Maka sumber data yang dipakai dalam penyusunan skripsi

ini dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu:

a. Sumber data primer

Yaitu sumber data yang langsung berkaitan dengan obyek riset

(Dharara; 1989: 60). Dalam penelitian ini sebagai sumber

primernya adalah buku “Lima Karya Pujangga Ranggawarsita

karya Kamajaya yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah,

di Jakarta pada tahun 1980. Dalam buku tersebut memuat Serat

Kalathida karya Raden Ngabehi Ranggawarsita.

b. Sumber data sekunder

(24)

data primer. Adapun buku yang digunakan untuk melengkapi

referensi adalah buku karya Wiwin Widyawati yang berjudul Serat

Kalathida yang diterbitkan pada tahun 2012 oleh Pura Pustaka

Yogyakarta, dan buku karya Simuh berjudul Mistik Islam Kejawen

Raden Ngabehi Ranggawarsita yang diterbitkan pada tahun 1988

oleh Universitas Indonesia Press Jakarta.

2. Metode Analisis Data

Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu sebagai berikut :

a. Metode Interpretatif Pedagogis

Menurut Neuman yang dikutip oleh Sofia Edina, Metode

interpretatif berangkat dari upaya untuk mencari penjelasan

tentang peristiwa-peristiwa sosial atau budaya yang didasarkan

pada perspektif dan pengalaman orang yang diteliti. Secara umum

pendekatan interpretatif merupakan sebuah sistem sosial yang

memaknai perilaku secara detail langsung mengobservasi (Edina;

2013 68). Sedangkan Langeveld membedakan istilah “pedagogic

dengan istilah “pedagogi” Pedagogic diartikan dengan ilmu

pendidikan lebih menitik beratkan kepada pemikiran, perenungan

tentang pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana kita membimbing

anak, mendidik anak. Sedangkan istilah pedagogi berarti

pendidikan, yang lebih menekankan praktek, menyangkut kegiatan

(25)

Jadi dapat disimpulkan bahwa metode analisis data

interpretasi pedagogis yaitu suatu metode atau pendekatan yang

merupakan sebuah sistem sosial yang memaknai perilaku secara

detail langsung mengobservasi berkaitan dengan kegiatan mendidik

serta kegiatan membimbing anak.

b. Metode Idealisasi

Metode idealisasi maksudnya dimana sebuah karya sastra

tersebut harus mampu membentuk idealitas atau karakteristik yang

baik dan tertanam dibenak masyarakat dan menjadi penentu

masyarakat dalam berperilaku dan membedakan serta menentukan

hal yang akan diyakininya. Adapun langkah dari metode idealisasi

dalam menganalisis karya sastra ini :

1) Membaca dan memahami Serat Kalathida karya

Ranggawarsita dan beberapa buku pendukung tentang

karya beliau.

2) Memutuskan memilih karya sastra Ranggawarsita ini

sebagai bahan penelitian.

3) Menganalisis bahasa serta ajaran Ranggawarsita dalam

Serat Kalathida tersebut dari segi fungsi edukatif dan

persuasif selanjutnya mengidentifikasi ideologi yang

terdapat pada karya satra Ranggawarsita.

4) Mengaplikasikan ajaran Ranggawarsita pada pendidikan

(26)

5) Menyimpulkan hasil penelitian.

c. Metode Konstektualisasi

Konstekstual di sini maksudnya adalah hubungan konteks,

suasana, dan keadaaan (Echols; 2000: 481). Jadi metode

kenstekstualisasi berarti suatu pendekatan yang didasarkan pada

hubungan konteks suasana dan keadaan yang relevan dengan

masa kini. Dalam penelitian ini, hubungan konteks, suasana dan

keaadan yang terekam nilai moralnya dalam Serat Kalathida

dicari hubungan relevansinya dengan pendidikan akhlak Islam.

d. Metode kritik

Metode kritik di sini maksudnya, komentar pengamat

merupakan pendapat original penulis tentang situasi yang

teramati dan terekam dalam pemikirannya (Idrus; 2009: 150).

Artinya penulis berhak memberikan gagasannya dalam

menganalisis data yang diteliti, dalam penelitian ini data yang

dianalisis yaitu karya sastra yang beupa Serat Kalathida karya

Ranggawarsita untuk ditemukan segi kekuatan dan

kekurangannya dalam konteks pendidikan akhlak Islam.

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Adapun sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah

sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan. Meliputi: Latar Belakang Masalah, Rumusan

(27)

Penelitian dan Sistematika Penulisan Skripsi.

Bab II Telaah Teoritik Pendidikan Akhlak Islam. Meliputi: Pengertian

Nilai Moral dan Pengertian Akhlak Islam.

Bab III Biografi Raden Ngabehi Ranggawarsita. Meliputi: Riwayat

Hidup Raden Ngabehi Ranggawarsita, Latar Belakang Pendidikan Raden

Ngabehi Ranggawarsita, Ajaran Akhlak Raden Ngabehi Ranggawarsita

dalam Serat Kalathida, Konsep Pemikiran Pendidikan Akhlak Raden

Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat Kalathida, dan Karya-Karya Raden

Ngabehi Ranggawarsita.

Bab IV Analisis Ajaran Ranggawarsita dalam Serat Kalatidha

Tentang Pendidikan Akhlak Islam. Meliputi: Karakterisitik Pendidikan

Moral Yang Ideal Menurut Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat

Kalathida, Nilai Pendidikan Moral dalam Serat Kalathida, dan Relevansi

Pemikiran Raden Ngabehi Ranggawarsita Dalam Serat Kalathida Dengan

Pendidikan Akhlak Islam.

(28)

BAB II

TELAAH TEORITIK PENDIDIKAN AKHLAK ISLAM

A. Pengertian Nilai Moral

Di dalam karya sastra Ranggawarsita terdapat banyak sekali ajaran moral

atau nilai moral yang dapat diterapkan dalam konteks zaman sekarang ini.

Sebelumnya akan penulis jelaskan tentang pengertian nilai moral, dan

pendidikan akhlak Islam:

1. Nilai

Nilai adalah segala sesuatu yang dipentingkan manusia

sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau buruk

sebagai abstraksi, pandangan, atau maksud dari berbagai

pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat. Nilai yang muncul

tersebut dapat bersifat positif apabila akan berakibat baik, namun

akan bersifat negatif jika berakibat buruk pada obyek yang

diberikan nilai(Sulaiman; 1992: 19).

M. Chabib Thoha menyatakan bahwa nilai adalah esensi

yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan

manusia. Beliau menambahkan, nilai merupakan sifat yang melekat

pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah berhubungan dengan

subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini). Jadi nilai

adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai

acuan tingkah laku (Thoha; 1996: 61).

(29)

Dari pendapat para ahli diatas bahwa nilai merupakan esensi

yang melekat pada sesuatu yang berarti bagi kehidupan manusia.

Jadi nilai adalah sesuatu yang dipertimbangkan manusia sebagai

subyek menyangkut segala sesuatu baik atau yang buruk sebagai

abstraksi, pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman

dengan seleksi perilaku yang ketat.

2. Moral

Dian ibung dalam bukunya yang berjudul Mengembangkan

Nilai Moral Pada Anak mendeskripsikan moral adalah suatu

keyakinan tentang benar salah, baik dan buruk, yang sesuai dengan

kesepakatan sosial, yang mendasari tindakan atau pemikiran.

(Ibung; 2009: 3).

Istilah moral yang berasal dari bahasa latin mores, yaitu

bentuk plural mos, yang berarti adat kebiasaan, dalam kamus umum

bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah baik-buruk dari

perbuatan dan kelakuan (Poerwadaminta; 1982: 654).

Kebiasaan tersebut mula-mula mungkin hanya bersifat

individual, namun karena manusia senatiasa hidup bersama dengan

orang lain, dan dalam suatu lingkungan tertentu, maka kebiasaan

individu tersebut akan ditiru orang lain, dan lama kelamaan akan

menjadi kebiasaan kelompok. Jika kelompok sudah menetapkan

kebiasaan tersebut baik, maka kebiasaan tersebut dijadikan

(30)

Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu

oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggotanya

(Soeparwoto; 2003: 99).

Jadi, nilai moral yaitu sesuatu yang positif serta bermanfaat

dalam kehidupan manusia dan harus dimiliki setiap manusia itu

sendiri dalam kehidupan bermasyarakat yang menyangkut tentang

nilai baik-buruknya suatu perbuatan manusia, melalui perbuatan

yang dilakukannya pada diri sendiri, pada lingkungan dan sosial.

B. Pendidikan Akhlak Islam

1. Pengertian Pendidikan Akhlak

Menurut hafidz dan dasuku yang dikutip oleh Sudarno dkk,

Secara bahasa, kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang

merupakan bentuk jama‟ dari khuluq atau khulq, yang berarti:

tabiat atau budi pekerti, kebiasaan atau adat, keperwiraan,

kesatriaan, kejantanan dan agama (Sudarno; 2008: 86).

Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang

dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk,

tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan(Anis; 1972: 202)

Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam

dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang

dapat menilai perbuatanya baik atau buruk, untuk kemudian

(31)

Dari definisi tersebut dapat ditegaskan bahwa tidak semua

perbuatan manusia disebut akhlak. Perbuatan manusia baru disebut

akhlak kalau terpenuhi dua syarat berikut ini; pertama, perbuatan

itu dilakukan berulang ulang, kalau perbuatan itu hanya dilakukan

sekali saja, maka tidak dapat disebut akhlak. Kedua, perbuatan itu

timbul dengan mudah tanpa dipikir atau diteliti terlebih dahulu

sehingga benar-benar suatu kebiasaan. Jika perbuatan itu timbul

karena terpaksa atau setelah difikir dan dipertimbangkan terlebih

dahulu secara matang, tidak disebut akhlak.

2. Perbedaan Moral dengan Akhlak

Aunur Rohim Faqih, moral dikatakan sebagai nilai dasar

dalam masyarakat untuk menentukan baik-buruknya suatu

tindakan yang pada akhirnya menjadi adat istiadat masyarakat

tersebut. Memperhatikan definisi di atas, dapat dikatakan bahwa

baik buruknya suatu perbuatan, secara moral hanya bersifat lokal

(Faqih; 2001: 34)

Persamaan antara moral dan akhlak adalah bahwa

keduannya sama-sama berbicara tentang nilai perbuatan manusia.

Perbuatan manusia menurut akhlak dan moral ada yang bernilai

baik dan ada yang bernilai buruk. Sedangkan perbedaan di antara

keduannya terletak pada tolok ukur nilai perbuatan manusia

tersebut. Bila moral memandang suatu perbuatan dengan tolok

(32)

akhlak memandang baik-buruknya suatu perbuatan dengan tolok

ukur Al-Qur‟an dan al-Sunnah. Perbedaan tolok ukur ini

berkonsekwensi pada perbedaan sifat kebenarannya. Bila

kebenaran moral itu bersifat relatif, nisbi, dan temporal, maka

kebenaran nilai akhlak itu bersifat mutlak dan absolut (Sudarno;

2008: 89-90)

3. Sumber Pendidikan Akhlak Islam

a. Al-Qur‟an

Sumber utama akhlak adalah al-Qur‟an. Tolok ukur

baik buruknya akhlak adalah al-Qur‟an. Hal ini logis,

karena kebenaran al-Qur‟an itu bersifat objektif,

komprehensif, dan universal tidak mungkin didasarkan

pada pemikiran manusia, karena pemikiran manusia itu

kebenarannya bersifat subjektif, sektoral dan temporal

(Sudarno; 2008: 91). Dalil naqli yang sering dikemukakan

para ahli untuk menyebutkan bahwa al-Qur‟an adalah

sumber pembelajaran yang luas adalah surat al-alaq 1-5;

(2)

(1)

(33)

Sebagai sumber hukum dan peraturan yang

mengatur tingkah laku dan akhlak manusia, al-Qur‟an

menentukan sesuatu yang halal dan haram. Apa yang boleh

dan tidak boleh dilakukan. Al-Qur‟an menentukan

bagaimana sepatutnya kelakuan manusia. Terhadap hal-hal

yang baik dan bermanfaat, al-Qur‟an menghalalkan atau

mengajak melakukannya. Terhadap hal-hal yang tidak baik

dan merugikan, al-Qur‟an mengharamkan atau melarang

manusia melakukannya (Sudarno; 2008: 91-92)

Selain berupa perintah dan larangan, al-Qur‟an juga

menggunakan pendekatan cerita dan sejarah untuk

menyampaikan pesan-pesan moralnya. Melalui cerita dan

sejarah, akhlak yang mulia dan akhlak yang buruk

digambarkan dalam perwatakan manusia dan realitas

kehidupan manusia semasa al-Qur‟an diturunkan.

Al-Qur‟an juga menggambarkan bagaimana perjuangan para

Rasul dalam menegakkan nilai-nilai akhlak mulia dalam

kehidupan dan bagaimana mereka ditentang oleh kefasikan,

kekufuran, dan kemunafikan yang mencoba menggagalkan

tegaknya akhlak mulia sebagai teras kehidupan yang luhur

(34)

b. Al-Sunnah

Sumber akhlak yang kedua adalah al-Sunnah.

Pernyataan ini di dasarkan pada firman Allah SWT yang

menegaskan pentingnya seorang muslim mengikuti

perintah dan larangan Rasulullah SAW dan menjadikannya

sebagai sumber rujukan dan teladan dalam kehidupan

sehari-hari, sebagai ekspresi kecintaannya kepada Allah

SWT (Sudarno; 2008: 93). Dua firman Allah SWT yang

(35)

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah(Qs. Al Ahzab 21)

Dari al-Sunnah dapat diketahui norma-norma baik

dan buruk yang merupakan fokus bagi akhlak dalam Islam.

Melalui al-Sunnah seorang muslim tahu mana yang haq

dan mana yang bathil, mana yang ma‟ruf dan mana yang

munkar, mana yang menyebabkan seseorang mendapat

pahala dan mana yang menyebabkannya memperoleh dosa.

(Sudarno; 2008: 94-95)

c. Hati Nurani

Selain al-Qur‟an dan Sunnah, hati nurani manusia

yang bersih juga dapat dijadikan sebagai sumber akhlak.

Diketahui bahwa dalam jiwa manusia terdapat dua macam

potensi kekuatan: kekuatan yang menarik kepada kebaikan

yaitu hati nurani, dan kekuatan yang menarik pada

keburukan yaitu hawa nafsu (Sudarno; 2008: 96). Dua

macam kekuatan tersebut diperoleh penegasan dalam al-

Qur‟an surat al Qashash 28:

Artinya: Maka jika mereka tidak menJawab (tantanganmu)

(36)

siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.(Qs. Al Qashash: 50)

4. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak Islam

Akhlak memiliki karakteristik yang universal.artinya, ruang

lingkup akhlak dalam pandangan Islam sama luasnya dengan ruang

lingkup pola hidup dan tindakan manusia di mana ia berada. Secara

sederhana ruang lingkup akhlak sering dibedakan menjadi tiga.

Yaitu akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap manusia, dan akhlak

terhadap alam (Sudarno; 2008: 115)

a. Akhlak Terhadap Allah

Yang dimaksud dengan akhlak terhadap Allah atau

pola huubungan manusia dengan Allah adalah sikap dan

perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia

terhadap Allah. Akhlak terhadap Allah meliputi beribadah

kepada-Nya, berdo‟a, berdzikir, dan bersyukur serta tunduk

dan taat hanya kepada Allah (Sudarno; 2008: 115). Dalam

Qs al-Dzariat 56 telah difirmankan;

Artinya: Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada-Ku(Qs al-Dzariat 56)

b. Akhlak Terhadap Manusia

Akhlak terhadap manusia dapat digolongkan

(37)

akhlak terhadap keluarga, dan akhlak terhadap orang lain

atau masyarakat (Risnayanti; 2004: 15)

Akhlak terhadap diri pribadi sendiri adalah

pemenuhan kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri,

baik yang menyangkut jasmani maupun rohani (Sudarno;

2008: 118). Adapun contoh akhlak terhadap diri pribadi

sendiri yang tertuang dalam al-Qur‟an diantaranya: Jujur

dan dapat dipercaya (Qs At-taubah 119), kerja keras dan

disiplin (Qs Al-an‟am 135), berjiwa ikhlas (Qs Al-A‟raf

29) hidup sederhana (Qs Al Furqan-67)

Yang dimaksud dengan akhlak terhadap keluarga

adalah akhlak terhadap suatu kelompok yang mempunyai

hubungan darah atau perkawinan (Sudarno; 2008: 120).

Adapun contoh akhlak terhadap keluarga yang tertuang

dalam al-Qur‟an adalah: berbuat baik kepada kedua orang

tua (Qs An Nisa 36, dan Qs al Isra‟ 23-24), menghormati

hak hidup anak (Qs Al-Isra‟ 31), membiasakan

bermusyawarah (Qs Al-Thalaq 6), menyantuni saudara

yang kurang mampu (Qs Al Isra 26)

Akhlak terhadap masyarakat disini adalah

sekumpulan keluarga yang hidup bersama dalam suatu

tempat tertentu. Dalam masyarakat kita hidup

(38)

dunia ini kita tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari

tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, berakhlak yang

baik terhadap orang lain merupakan suatu keharusan

(Sudarno; 2008: 124). Sebagai contoh Islam sangat

menekankan agar kita mengormati para tetangga (Qs An

Nisa 36), saling tolong menolong (Qs Al Lukman 18-19).

c. Akhlak Terhadap Alam

Yang dimaksud dengan alam di sini alam semesta

yang mengitari kehidupan manusia, yang mencakup

tumbuh-tumbuhan, hewan, udara, sungai, laut dan

sebagainya.Kehidupan manusia memerlukan lingkungan

yang bersih, tertib, sehat, dan seimbang.Oleh karena itu,

akhlak terhadap lingkungan terutama memanfaatkan

potensi alam untuk kepentingan hidup manusia (Sudarno;

2008: 126). Contoh akhlak terhadap alam adalah manusia

memanfaatkan sumber daya alam dan mengupayakan

pelestariaannya. Manusia tidak boleh boros dan serakah

menggali kekayaan alam yang dapat berakibat kerusakan

alam itu sendiri (Ar Rum 41, dan Al Syura 30)

5. Macam-macam akhlak dalam Islam

a. Akhlak Mahmudah

Akhlak mahmudah akhlak yang terpuji, baik dan

(39)

karimah.Untuk dapat memliki akhlak terpuji, harus di

upayakan dengan cara meneladani perilaku Nabi

Muhammad SAW (Sudarno; 2008: 148)

Sedangkan menurut Asmaran A.S dalam bukunya

yang berjudul Pengantar Studi Akhlak menambahkan,

berakhlak terpuji artinya menghilangkan semua adat

kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam agama

Islam serta manjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut,

kemudian membiasakan adat kebiasaan baik,

melakukannya dan mencintainya (Asmaran; 1992: 204).

Macam macam akhlak mahmudah banyak sekali

ditemukan dalam al-Qur‟an, diantaranya :al amanah (dapat

dipercaya) , al „afwu (pemaaf), al shabru (sabar), qonaah

(merasa cukup), an nadzafah (kebersihan).

b. Akhlak Madzmumah

Yang dimaksud dengan akhlak madzmumah adalah

akhlak yang tercela atau buruk, baik dilihat dari sikap,

perilakudan ucapan, yang bertentangan dengan ajaran

Islam. Akhlak Madzmumah dapat membawa kerusakan

bagi diri sendiri maupun orang lain (Sudarno; 2008: 128)

Contoh akhlak madzmumah yang terangkum dalam

al-Qur‟an beberapa diantaranya; ananiya (egois), al-Buhtan

(40)

istikbar (sombong), al israf (berlebih-lebihan).

BAB III

BIOGRAFI RADEN NGABEHI RANGGAWARSITA

A. Riwayat Hidup Raden Ngabehi Ranggawarsita

Nama kecil Raden Ngabehi Ranggawarsita ialah Bagus Burham.

Bagus Burham dilahirkan pada hari senin legi, tanggal 10 Zulkaidah tahun

1728 (Jw), pukul 12.00, Wuku Sungsang Dewi Sri, Wrukung Huwas

Musim Jita atau 15 maret 1802 di kampung Yasadipuran Surakarta

(Prabowo; 2003:370) Para penyusun silsilah menceritakan bahwa leluhur

Raden Ngabehi Ranggawarsita masih keturunan bangsawan. Hal ini

diterangkan dalam manuskrip susunan Padmawisata (Simuh; 1988: 36).

Dalam buku karya Kamajaya yang berjudul Pujangga

Ranggawarsita disebutkan bahwa, pihak dari ayahnya, ia keturunan ke-13

dari Sultan Hadiwijaya yang bertahta di Pajang (Jawa Tengah) pada tahun

1568-1576 M. Dari pihak ibunya, ia keturunan ke-10 dari Sultan

Trenggana (Demak), atau keturunan ke-8 dari RT. Sujanapura yang

(41)

pengarang kitab Nitisruti (Kamajaya; 1980: 14).

Pada usia 2 tahun sampai 12 tahun Bagus Burham ikut kakeknya

dan diasuh oleh Ki Tanujaya, pelayan Raden Tumenggung Sastranegara

yang paling setia (Andjar; 1989: 9). Pada tahun 1740 Jawa atau 1813

Masehi, ketila Bagus Burham berusia 12 tahun, ia dikirim ke Ponorogo

untuk berguru dan belajar mengaji kepada Kanjeng Kyai Imam Besari di

Pondok Pesantren Gerbang Tinatar. Kanjeng Kyai Imam Besari adalah

menantu Sri Paduka Pakubuwana IV (1788-1820) dan juga teman

seperguruan Raden Tumenggung Sastranegara (kakek Bagus Burham).

Pondok Pesantren Gerbang Tinatar yang diasuh Kanjeng Kyai Imam

Besari pada saat itu tergolong pesantren besar dan terkenal. Guru-gurunya

pada umumnya adalah priyayi (ulama kerajaan) yang tingkat

kedudukannya sama dengan penghulu sehingga guru-gurunya diberi gelar

kyai sepuh atau kanjeng kyai (Saridjo; 1979: 34).

Kitab-kitab yang diajarkan ialah kitab berbahasa Arab karangan

ulama terdahulu dan pada umunya pelajaran yang diberikan di Pondok

Pesantren ini berbentuk syarah atau hasyiyah dalam bermacam-macam

cabang ilmu agama seperti fiqih, tafsir hadist, ilmu kalam, tasawuf, nahwu

sharaf dan lain-lain (Saridjo; 1979: 34). Tanggung Jawab terhadap diri

Bagus Burham selama berguru di Ponorogo sepenuhnya diserahkan

kepada Ki Tanujaya. Pada masa awal belajar di Pondok Pesantren tersebut,

agaknya Bagus Burham belum sepenuhnya menunjukkan niat untuk

(42)

kemajuan apa-apa. Ia sangat malas mengikuti pelajaran di Pondok

Pesantren Gerbang Tinatar, bahkan sifatnya yang pemboros dan suka judi

sangat menjengkelkan gurunya. Kegemaran Bagus Burham yang lain yaitu

mengganggu santri-santri lain dalam hal belajar. Semua kejadian itu

merupakan akibat dari pengaruh Ki Tanujaya. Oleh karena itu, Kanjeng

Kyai Imam Besari lalu meneggur Ki Tanujaya karena merasa tidak senang

dengan cara-cara Ki Tanujaya tersebut, akibatnya kedua disarankan untuk

meninggalkan Pondok Pesantren Gerbang Tinatar Ponorogo.

Ki Tanujaya dan Bagus Burham meninggalkan Gerbang Tinatar

menuju Desa Mara, tempat tinggal Ki Kasan Ngali (sepupu Ki Tanujaya).

Mereka berencana akan melanjutkan perjalanan ke Kediri, tempat tinggal

Pangeran Adipati Cakraningrat. Atas petunjuk Ki Kasan Ngali, mereka

tidak jadi ke Kediri karena Adipati Cakraningrat akan ke Surakarta.

Mereka berdua hanya menunggu di Madiun. Untuk menyambung

hidupnya, mereka berjualan klitikan di pasar Madiun. Di sinilah Bagus

Burham bertemu dengan Raden Ajeng Gombak, putri Pangeran Adipati

Cakraningrat dari Kediri yang kelak menjadi istrinya. Pertemuan ini terjadi

pada waktu Raden Ajeng Gombak akan membeli cincin yang dipakai oleh

Bagus Burham. (Depdikbud; 1985: 6).

Pada sisi lain, kepergian Bagus Burham yang diiringi oleh Ki

Tanujaya membuat gelisah Kanjeng Kyai Imam Besari. Oleh karena itu

Kanjeng Kyai Imam Besari melaporkan kepergian Bagus Burham dan Ki

(43)

Raden Tumenggung Sastranegara menyuruh Ki Jasana dan Ki Kramaleya

untuk mencari Bagus Burham dan Ki Tanujaya untuk diajak kembali ke

Pondok Pesantren Gerbang Tinatar.Baru beberapa bulan, mereka berdua

dapat ditemukan dan diminta kembali ke Pondok Pesantren Gerbang

Tinatar.

Bagus Burham dan Ki Tanujaya kembali ke Pondok Pesantren

Gerbang Tinatar. Namun dengan kembalinya kedua orang tersebut,

keduanya tidak menunjukkan adanya perubahan sikap, kenakalan Bagus

Burham tetap belum berkurang. Tingkah laku yang tidak terpuji itu masih

dilakukan hingga membuat Kanjeng Kyai marah. Namun Kanjeng Kyai

Imam Besari tetap menasehatinya dengan hati-hati dan sabar, hingga

Bagus Burham menyadari keslahannya dan menyesali perbuatannya yang

tidak terpuji itu.

Mulai saat itulah Bagus Burham menyatakan keinsafannya dan

mulai belajar agama Islam dengan sungguh-sungguh dan menyatakan setia

kepada kepada Kanjeng Kyai Imam Besari. Dengan penuh kesadaran,

Bagus Burham yang memiliki kemauan keras tadi akhirnya berusaha

dengan sekuat tenaga untuk menebus kesalahan-kesalahannya. Ia mulai

memperhatikan sekelilingnya dan bertekad untuk berbuat kebaikan.

Selanjutnya Bagus Burham mulai mempelajari berbagai hal ilmu yang

bersangkutan dengan keutamaan. Ia menjalani berbagai pantangan,

(44)

petunjuk dari Ki Tanujaya. Bertapa atau bersemedi adalah cara yang lazim

dilakukan pada masa itu untuk mendapatkan suatu penerangan batin dan

keteguhan iman. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga

waktu berguru kepada Sunan Bonang, yaitu bertapa dan bertirakat dalam

menuntut ilmu dengan cara puasa, bertafakur dan sebagainya dengan

segala syaratnya (Hasyim; 1974: 61).

Dengan kemauan yang keras itulah bagus Burham mendapatkan

hasil dan dapat menunjukkan kelebihanya dibanding teman-teman

seperguruannya. Bahkan telah mendapatkan ilham, yaitu penerangan batin

dari Yang Maha Kuasa. Bagus Burham diangkat sebagai Wali Guru oleh

Kanjeng Kyai Imam Besari untuk membantu tugasnya dalam proses

belajar di pesantren. Ketika dianggap cukup dalam belajar ilmu agama

(Islam) dan ilmu agama-agama lainya, Bagus Burham diizinkan untuk

meninggalkan Pondok Pesantren Gerbang Tinatar Ponorogo.

Bagus Burham dengan diiringi abdi setianya menuju Surakarta

kemudian ia menetap kembali di rumah Raden Tumenggung Sastranegara.

Di tempat itulah ia menambah berbagai ilmu yang tidak diajarkan di

Gerbang Tinatar. Bagus Burham dididik langsung oleh kakeknya Raden

Tumenggung Sastranegara, terutama di bidang sastra karena saat itu Raden

Tumenggung Sastranegara sebagai Pujangga Kraton Surakarta pada 12

Mei 1815 atau 12 Jumadil akhir 1742, Bagus Burham dikhitankan

kemudian diserahkan kepada Panembahan Buminata (ayah angkat Raden

(45)

mencari ilmu. Di tempat yang baru itu Bagus Burham diberi pelajaran

tentang ilmu jaya-kawijayan (kepandaian untuk menolak perbuatan jahat

atau membuat diri seseorang memiliki sesuatu kemampuan yang melebihi

orang banyak), kadigdayaan (kekebalan), kagunan(kecerdasan), dan

kanuragan (kemampuan batin) (Prabowo; 2003: 42).

Pada tanggal 28 Oktober 1819 atau hari Senin Pahing 8 Sura tahun

Alif 1747, Gusti Panembahan Buminata memohon kepada Sri Paduka

Pakubuwana IV agar Bagus Burham ditempatkan menjadi Panewu Mantri

Jaksa dan Mantri Emban. Akan tetapi permohonan Gusti Panembahan

Buminata belum dapat dikabulkan walaupun pejabat pada kedudukan yang

diminta itu telah wafat. Menurut peraturan Keraton Surakarta, keturunan

dari pejabat yang memangku jabatan tersebut, yang berhak meneruskan

jabatannya bukan orang lain. Namun, Gusti Panembahan Buminata tetap

mendesak agar Sri Paduka Pakubuwana IV dapat merealisasikan

permintaannya itu (Prabowo; 2003: 43). Pada tahun 1747 (Jw) Raja

Keraton Surakarta tersebut memberikan restu dan Bagus Burham dipanggil

oleh Sri Paduka Pakubuwana IV dan dianugerahi jabatan itu dengan

sengkalan Amuji Suci Panditaning Ratu”. Sengkala/sengkalan berarti

deretan kata berupa kalimat atau bukan yang mengandung angka tahun,

dan disusun dengan menyebut dahulu angka satuan, puluhan, ratusan,

kemudian ribuan.(Amuji:7, Suci:4, Pandhitaning:7, Ratu:1). Bagus

(46)

sebutan Mas Rangga Pujangga Anom. Mas (gelar kebangsawanan untuk

tingkat keenam), Rangga (gelar untuk pangkat di bawah Mantri atau di

bawah Ngabehi), Pujangga Anom (untuk memberi penghormatan, sebab ia

masih muda tetapi sudah memiliki kepandaian setingkat dengan pujangga).

Namun jabatan itu tidak diberikan dengan cuma-cuma, Bagus Burham

harus melalui sebuah ujian terlebih dahulu. Ujian itu berupa kurungan

dalam genta selama dua hari. Bagus Burham dapat melaksanakan dan ia

dinyatakan berhak menerima jabatan tersebut (Prabowo; 2003: 45).

Pada tahun itu juga, Bagus Burham atau Mas Rangga Pujangga

Anom yang berumur 20 tahun melaksanakan pernikahannya dengan Raden

Ajeng Gombak di Buminatan. Tiga puluh lima hari setelah pernikahan,

keduanya berkunjung ke Kediri bersama-sama dengan Ki Tanujaya,

sambil memohon diri untuk pergi ke Surabaya dan Bali dengan maksud

berguru kepada Kyai Tunggulwulung di Ngadiluwih, Kyai Ajar Wirakanta

di Ragajampi, dan Kyai Ajar Sidalaku di Tabanan Bali. Dari ketiga guru

tersebut hanya kyai Ajar Sidalakulah yang banyak memberi kesan (Simuh;

1988: 39).

Setelah kembali dari Kediri, pada tahun 1822 Masehi atau 1749

(Jw), Mas Rangga Pujangga Anom diangkat menjadi Mantri Carik dengan

gelar Mas Ngabehi Sarataka, dengan sengkalan “Terus Dadi Panditaning

Ratu” (Terus: 9, Dadi:4, Panditaning:7, Ratu:1). Ngabehi adalah gelar

abdi dalem yang berpangkat panewu kliwon atau Mantri. Bersamaan

(47)

Yogyakarta ) sedang diwarnai perang, yaitu perang Diponegoro yang

berlangsung pada tahun 1825 M-1830 M (Prabowo; 2003:45), maka Mas

Ngabehi Sarataka diberi tugas oleh Sri Paduka Pakubuwana IV untuk

mempertahankan Desa Nusukan dari serangan penjajah Belanda dan

akhirnya mendapatkan kemenangan.

Pada usia 23 tahun, Mas Ngabehi Sarataka sudah menampakkan

bakatnya dalam menulis sastra Jawa. Tulisan-tulisannya mendapat

perhatian dari abdi dalem lainya. Ketika Sri Paduka Pakubuwana V

mengetahui hal tersebut, beliau memerintahkan kepada para abdi dalem

lainya apabila ingin menulis meniru gaya bahasa yang digunakan oleh Mas

Ngabehi Sarataka. Di samping itu, kemampuan Mas Ngabehi Sarataka

dalam bidang ilmu keIslaman semakin meneguhkan kedudukannya

sebagai seorang pujangga. Karya-karyanya meliputi berbagai bidang

seperti filsafat, kesusastraan, sejarah, dongeng, adat dan pewayangan

sehingga tulisannya menjadi model bagi para penulis Jawa(Prabowo;

2003: 45).

Pada 13 Juni 1830 M atau 23 besar tahun 1757 Jawa, Mas Ngabehi

Sarataka diangkat menjadi Abdi Dalem Panewu Carik Kadipaten Anom

dengan gelar Raden Ngabehi Ranggawarsita. Arti nama Raden Ngabehi

Ranggawarsita yaitu: Raden adalah gelar untuk keturunan raja.

Pengangkatan Raden bagi beliau merupakan anugrah yang telah

(48)

sebutan dari kata Rangga dan warsita.Rangga yaitu gelar untuk pangkat di

bawah Mantri(Ngabehi) dan warsita berarti ucap, petuah atau mencipta

(Jawa: Nganggit). Jadi kata warsita dapat berarti pembicaraan, penilaian

dalam bidang kepujanggan (Depdikbud; 1985: 8).

Wafatnya Raden Tumenggung Sastranegara, menjadikan Raden

Ngabehi Ranggawarsita diangkat menjadi Kliwon Kadipaten Anom dan

menggantikan kedudukan kakeknya sebagai Pujangga kraton Surakarta

Hadiningrat pada 14 September 1845, yang ditandai dengan sengkalan

Katon Pandita Sabdaning Ratu” (Katon:3, Pandita:7, Sabdaning:7,

Ratu:1)(Depdikbud: 1985: 7). Dalam kedudukanya sebagai pujangga

istana, tugas utama Raden Ngabehi Ranggawarsita adalah menyusun dan

mengembangkan kebudayaan dan kepustakaan Jawa. Raden Ngabehi

Ranggawarsita amat berjasa dalam menyusun karya-karya baru. Dalam

berbagai karyanya, ia tampak melanjutkan upaya sastrawan atau para

pujangga sebelumnya. Usaha Raden Ngabehi Ranggawarsita itu adalah

mempertemukan tradisi kejawen dengan unsur-unsur ajaran Islam. Hal ini

tampak dalam Serat Wirid Hidayat Jati, Serat Maklumat Jati dan lainnya

karena pada jaman tersebut (jaman Surakarta awal), karya sastra Jawa

mengalami pembaruan dan kebangkitan rohani (Prabowo: 2003: 47).

Hal ini dikarenakan Ilmu ketuhanan dan ajaran tentang kedekatan

Allah dengan manusia (kemanunggalan kawula Gusti)merupakan ilmu

kesempurnaan pada masa tersebut.Hidup dan ilmu yang dimiliki manusia

(49)

sempurna jika belum mengenal hakikat Tuhan dan menghayati keberadaan

Allah Swt. Filsafat mistik Islam inilah yang mendasari karya-karya Raden

Ngabehi Ranggawarsita (Prabowo; 2003: 48).

Raden Ngabehi Ranggawarsita mempunyai empat orang istri yaitu

Raden Ayu Ranggawarsita atau Raden Ajeng Gombak, Raden Ajeng Panji

Jayeng Marjaya, Raden Ajeng Pujadewata, Raden Ajeng Maradewata.

Pada 19 Desember 1848, Raden Ayu Ranggawarsita (Istri pertama

Ranggawarsita) meninggal dan dimakamkan di Palar Kecamatan Trucuk

Kabupaten Klaten. Raden Ngabehi Ranggawarsita wafat pada 24

Desember 1873, dalam usia 71 tahun, dan dimakamkan di kompleks

pemakaman yang sama dengan istrinya dan beberapa kerabat dekat

Ranggawarsita. Beliau meninggalkan tiga orang istri dan meninggalkan

enam anak Yaitu: Raden Ajeng Sudinah, Raden Ajeng Ranakusuma,

Raden Mas Ranakusuma, Raden Mas Sembada, Raden Mas Sutama, Rara

Mumpuni (Depdikbud; 1985: 9)

B. Latar Belakang Pendidikan Raden Ngabehi Ranggawarsita

Ranggawarsita (Bagus Burham) dilahirkan pada masa

pemerintahan Paku Buwana IV. Pada masa itu yang menjabat sebagai

pujangga istana adalah Yasadipura I, Kakek buyutnya. Waktu ibukota

Mataram dipindahkan dari Kartasura ke Surakarta(1744), Yasadipura turut

pindah dan tinggal di kampung Kedhung Kol. Kampung yang terletak di

distrik Pasar Kliwon(sebelah timur benteng istana Surakarta) yang

(50)

Yasadipura II dan Ranggawarsita (Yasasusastra; 2008: 124-125).

Yasadipura II adalah kakek sekaligus guru pengasuh Bagus

Burham. Semenjak kanak-kanak Bagus Burham telah dititipkan kakeknya,

untuk dididik dalam kesusastraan, karena usia ayahnya lebih pendek

(wafat pada waktu Bagus Burham baru berusia 17 tahun) (Simuh; 1988:

37).

Kesehariannya Bagus Burham diasuh Ki Tanujaya.Ia seorang

pegawai kakeknya yang diberi tugas khusus untuk mengawasi dan

menjaga Bagus Burham. Pada masa itu masih berlaku di mana seorang

anak memiliki seorang pengasuh yang secara khusus mengawasi dan

menjaga. Ia ibarat kepanjangan tangan orangtua si anak.Pengasuh

berfungsi sekaligus kawan bermain. Mereka akan menuruti segala

permintaan, dan tidak berhak mengatur si anak. Namun dalam kondisi

tertentu, demi alasan keselamatan ia dapat saja memaksa anak untuk

melakukan atau tidak melakukan hal-hal tertentu. Karena ia

bertanggungJawab penuh terhadap anak asuhnya. Ki Tanujaya merupakan

figur tipikal para pengasuh di Jawa.Ia orang yang mempunyai beragam

ketrampilan, mulai permainan yang bermacam-macam, urusan memasak

hingga ketrampilan keprajuritan (Norma; 1999: 127).

Begitu Bagus Burham mencapai usia dua belas tahun, kakeknya

mengirimnya berguru ke pesantren Gerbang Tinatar, yang ada di

Tegalsari, Ponorogo. Pesantren tersebut diasuh oleh Kyai Kasan Imam

(51)

adalah menantu Pakubuwana IV, dan pernah menuntut ilmu dengan

sastronegoro, kakek Bagus Burham (Yasasusastra; 2008: 155). Karena

pemiliknya adalah menantu raja, maka Gerbang Tinatar banyak memiliki

santri anak-anak bangsawan.

Semenjak Bagus Burham mengaji di pesantren Tegalsaari ini,

cerita tentang Wahyu kepujanggaan telah dihubungkan dengannya. Dalam

Serat Babad Lelampahanipun Raden Ngabehi Ranggawarsita susunan

Padmawidagda dan Honggopradoto, Wahyu Kapujanggan dihubungkan

dengan makan ikan wader yang dikatakan ajaib (Simuh; 1988: 38).

Dalam Babad Ranggawarsita, dikisahkan Bagus Burham yang

awalnya pemuda nakal mulai bertaubat dan melakukan tirakatan di

Kedung Watu, sebuah sumber air yang terletak tidak jauh dari pesantren

Kiai Imam Besari (Norma; 1999: 145). Bagus Burham berjaga semalaman

di atas sebatang bambu yang ia pasang di atas air. Sehingga ketika

mengantuk ia akan tercebut ke dalam air. Hal ini dilakukan selama empat

puluh hari. Dan selama itu pula ia hanya makan satu buah pisang setiap

harinya.

Pada malam terakhir, Ki Tanujaya menanak nasi untuk berbuka

bagi Bagus Burham. Tiba-tiba Ki Tanujaya terkejut melihat benda bersinar

sebesar bola (andaru) masuk dalam periuk (Simuh; 1998: 38). Sesudah

nasinya masak, ternyata di dalamnya terdapat ikan wader yang sudah

masak. Ikan itu dimakan Bagus Burham, sedangkan kepala dan ekor

(52)

ikan itulah, merupakan anugrah dari Tuhan kepada Bagus Burham yang

nantinya sekaligus sebagai tanda ia akan menjadi orang besar.

Sejalan dengan itu, ia juga mulai rajin mempelajari ilmu-ilmu yang

diajarkan oleh Kyai Kasan Imam Besari. Dengan kecerdasan di atas

rata-rata, Bagus Burham tidak sulit mengejar ketinggalannya. Dengan segera ia

mampu menguasai segala ajaran yang diberikan. Bahkan beberapa waktu

kemudian ia diangkat sebagai badal, wakil Kyai Kasan Imam Besar untuk

berdakwah dan berceramah di luar pesantren (Norma; 1999: 147). Bagus

Burham sangat dikenal di masyarakat, kalau khotbah atau ceramah

suaranya lantang dan penjelasannya mudah diterima. Dan dalam hal inilah

ia banyak mendapat inspirasi sebagai cerita, dari keindahan alam serta

keanekaragaman kondisi masyarakat yang dialami. Masa-masa ini

nampaknya memberikan dasar awal perhatiannya kepada nasib dan

kesengsaraan rakyat kecil.

Waktu itu rakyat dapat dikatakan dalam kondisi puncak

kesengsaraan.Dekade pertama abad itu, sejarah menyaksikan suatu

pemerintahan tangan besi gubernur jenderal VOC, Herman Willem

Daendels (1808-1811). Meskipun hanya tiga tahun, masa pemerintahan

Daendels telah mengguratkan luka dalam di tanah Nusantara. Ia

menurunkan status para raja lokal, dari sekutu yang sejajar dengan

pemerintah VOC menjadi pegawai biasa (Norma; 1999: 147). Tentu saja

perlakuan ini tidak diterima oleh penguasa lokal, dan Daendels pun

(53)

membangkang diserang dan dihancurkan kerajaannya, seperti dalam kasus

Kesultanan Banten, atau diturunkan dari tahta dan diganti oleh raja yang

ditunjuknya sendiri, seperti dalam penggantian Sultan hamengku Buwono

I oleh Hamengku buwono II di Yogyakarta (Yasasusastra; 1988: 39).

Jadi secara tidak langsung, pembentukan diri Ranggawarsita yaitu:

Pertama, pendidikan akhlak dan pembentukan kepribadian untuk

mengatasi pubersitas. Hal ini dibuktikan dengan pendidikan Kyai Imam

Besari yang didasari oleh cinta kasih dan mengakibatkan Bagus Burham

memiliki jiwa halus, teguh dan kemauan keras.

Kedua, pembentukan jiwa seni oleh kakeknya sendiri, Raden

Tumenggung Sastranegara, seorang pujangga berpengetahuan luas. Di

samping belajar agama Islam di pesantren, pelajaran yang amat digemari

dan ditekuni Ranggawarsita adalah kepustakaan Jawa. Dengan bimbingan

Yasadipura II dan mempelajari sendiri, Ranggawarsita menekuni

kesusastraan Jawa dan ilmu kejawen. Dalam hal pendidikan, Raden

Tumenggung Sastranegara amat terkenal dengan gubahannya Sasana sunu

(Simuh; 1988: 40).

C. Ajaran Akhlak Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat Kalathida

Karya penulisan Raden Ngabehi Ranggawarsita kebanyakan

menggunakan gaya penulisan yang terselubung. Maksudnya tidak

menjelaskan segala sesuatu secara harfiah, melainkan dengan simbol-simbol

yang mengandung pelajaran berharga. Hal ini dilatarbelakangi oleh

(54)

menyampaikan ajarannya dengan kaidah-kaidah keindahan sastra Jawa

untuk menghindari penjiplakan karyanya, serta demi keamanan karena pada

waktu itu Belanda sangat ketat menyensor materi penulisan sastra di Jawa

(Andjar; 1989: 33)

Serat Kalathida adalah Serat yang berisi falsafah atau ajaran hidup

R.Ngabehi Ranggawarsita.“Kala” berarti jaman dan “tida” artinya

ragu.Berarti jaman yang penuh keragu-raguan.Walau demikian, banyak pula

yang memberi pengertian “Kalathida” adalah zaman gila. Bait ini

akhlak. Berikut adalah Serat Kalathida karya Raden Ngabehi

Ranggawarsita:

Mangkya darajating praja; kawuryan wus sunyaruri; rurah pangrehing ukara; karana tanpa palupi; atilar silastuti; sujana sarjana kelu; kalulun kala tida; tidhem tandhanin dumadi; ardayengrat dene karoban rubeda (bait 1)

Keadaan Negara kian merosot karena tidak ada lagi yang memberi tauladan, banyak yang meninggalkan norma-norma kehidupan, para cerdik pandai terbawa arus jaman yang penuh keragu-raguan, suasana mencekam karena dunia sudah penuh masalah.

(55)

raharja; panekare becik-becik; parandene tan dadi; paliyasing kala bendu; mandar mangkin andadra; rubeda angrebedi; beda-beda ardaning wong saknegara(bait 2)

Sebenarnya rajanya termasuk raja yang baik, patihnya juga cerdik, semua anak buahnya hatinya baik, pemuka-pemuka masyarakatnya baik, namun segalanya itu tidak menciptakan kebaikan, oleh karena adanya zaman kala bendu, bahkan kerepotan menjadi-jadi, lain orang lain pikiran dan maksudnya.

Katetangi tangisira; sira sang paramengkawi; kawileting tyas duhkita; katamen ing ren wirangi; dening upaya sandi; sumaruna angrawung; mangimur manuhara; met pamrih melik pakolih; temah suhha ing karsa tanpa wiweka(bait 3)

Waktu itulah perasaan sang pujangga menangis penuh kesedihan, mendapatkan hinaan dan malu, akibat dari perbuatan seseorang. Tampaknya orang tersebut memberi harapan menghibur, karena ada pamrih untuk mendapatkan sesuatu, karena terlalu gembira sehingga sang pujangga tidak waspada

Dasar karoban pawarta; bebaratun ujar lamis; pinudya dadya pangarsa; wekasan malah kawuri; yan pinkir sayekti; mundhak apa aneng ngayun; andhedher kaluputan; siniraman banyu lali; lamun tuwuh dadi kekembanging beka(bait 4)

Persoalannya hanyalah karena kabar angin yang tiada menentu, akan ditempatkan sebagai pemuka teteapi akhirnya sama sekali tidak benar, bahkan tidak mendapat perhatian sama sekali, sebenarnya kalau direnungkan apa sih gunanya menjadi pemimpin? Hanya akan membuat kesalahan-kesalahan saja. lebih-lebih bila ketambahan lupa diri, hasilnya tidak lain hanyalah kerepotan

Ujaring panitisastra; awewarah asung peling, ing jaman keneng musibat; wong ambeg jatmika kontit; mengkono yen niteni; pedah apa amituhu; pawarta lolawara; munghuk angreranta ati; angurbaya angiket cariteng kuna(bait 5)

(56)

gunanya meyakini kabar angin, akibatnya hanya menyusahkan hati, lebih baik menggubah karya-karya jaman dahulu

Keni kinarta darsana; Panglimbang ala lan becik; Sayekti akeh kewala; Lelakon kang dadi tamsil; Masalahing ngaurip; Wahaninira tinemu; Temahan anarima; Mupus pepesthening takdir; Puluh-puluh anglakoni kaelokan(bait 6)

Membuat kisah lama ini dapat dipakai kaca benggala, guna membandingkan perbuatan yang salah dan yang benar, sebenarnya banyak sekali contoh-contoh dalam kisah-kisah lama, mengenai kehidupan yang dapat mendinginkan hati, akhirnya mampu bersikap menerima dan menyerahkan diri kepada kehendak Allah atas apa hal-hal elok yang terjadi

Amenangi jaman edan; Ewuh aya ing pambudi; Milu edan nora tahan; Yen tan milu anglakoni; Boya kaduman melik; Kaliren wekasanipun; Ndilalah karsa Allah; Begja-begjane kang lali; Luwih begja kang eling lawan waspada(bait 7)

Mengalami hidup pada zaman gila memang serba repot, mau ikut menggila hati tidak sampai, kalau tidak mengikuti tidak kebagian apa-apa akhirnya malah kelaparan, namun sudah menjadi kehendak Allah, bagaimanapun, sebahagia-bahagianya orang lupa, masih bahagia orang yang ingat dan waspada

Semana iku bebasan; padu-padune kepengin; enggih mekoten man Doblang; bener ingkang angarani; nanging sajroning batin; sejatine nyamut-nyamut;wis tuwa are papa muhung mahas ing asepi; supayantuk pangaksamaning Hyang Suksma(bait 8)

(57)

prapti; Pangeran paring pitulung;marga samaning titah; rupa sabarang pakolih; parandene maksih tabehi ikhtiyar(bait 9)

Lain dengan yang sudah sentausa mendapatkan rahmat Allah, nasibnya selalu baik dan tidak sulit upayannya selalu memperoleh hasil, Allah selalu member pertolongan, memberi jalan semua ummatnya, sehingga memperoleh semuannya, tetapi manusia harus tetap berikhtiar

Sakadare likanonan; mung tumindak mara ati; angger tan dadi prakara; karana riwayat muni; ikhtiyar iku yekti; pamilihing reh rahayu; sinambi budidaya; kanthi awas lawan eling kanthi kaesthi antuka pamaning Suksma(bait 10)

Kita laksanakan apapun sekedarnya, perbuatan yang menyenangkan hati asal tidak menimbulkan masalah, Karena sudah dikatakan manusia itu wajib berikhtiar, hanya harus diingat harus memilih jalan yang baik, bersamaan dengan itu juga harus ingat dan waspada

Ya Allah ya Rasulullah;kang sipat murah lan asih; mugi-mugi aparinga; pitulung ingkang martini; ing alam awal akhir; dumununging gesang ulun; mangkya sampun awredha ing wekasan kadi pundi; mula mugi wontena pitulung Tuwan(bait 11)

Ya Allah ya Rasulullah yang bersifat pemurah dan pengasih, kiranya berkenan member pertolongan dalam alam awal dan akhir dalam kehidupan saya, sekarang hamba sudah tua, akhir nanti seperti apa, kiranya mendapatkan pertolongan Allah

Sageda sabar santosa; mati sajroning ngaurip; kali sing reh aruraha; murka angkara sumingkir; tarlen meleng malat sih; sanistyaseng tyas mematuh; badharing sapudhendha; antuk mayar sawetawis; borong angga sawargga mesi martaya(bait 12)

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan kekurangan pemakaian anestesi spinal akan menimbulkan hipotensi, hanya dapat digunakan pada operasi dengan durasi tidak lebih dari dua am, bila tidak aseptik  akan

 Arah aliran air tanah pada kondisi hujan dan tidak hujan mengalir dari titik 5 (pemukiman) menuju titik 1 (TPA), sehingga TPA Rasau Jaya tidak mempengaruhi

Faktor lain yang menyebabkan sex ratio tidak berpengaruh nyata terhadap daya tetas adalah kualitas telur yang dihasilkan oleh induk betina pada sex ratio 1:5,

Pengaruh ukuran partikel terhadap kerapatan tumpukan dan berat jenis beberapa bahan pakan dapat dilihat pada Tabel 9. Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka pertanyaan utama ( main question ) dari penelitian ini adalah, apa motif dibalik menguatnya sikap protes dan

(Foto : Rina 2004).. Vegetatif dimaksudkan untuk menghindari kulit dan 1) Bahan stek berasal dari anakan alam atau ujung stek terluka. tunas muda dengan kondisi kulit batang

Angka Lempeng Total (ALT) merupa- kan salah satu metode perhitungan jumlah mikroorganisme yang umum digunakan. Analisis jumlah mikroorganisme diawali dengan

Judul tugas akhir : Evaluasi Implementasi Sistem Pelayanan Parkir Berbasis RFID ( Radio Frequency Identification ) Di Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret