• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elais guineensis) merupakan tanaman yang termasuk keluarga

palma yang tumbuh baik di daerah tropis, di Nigeria disebut orbignya cohune.

Awalnya tanaman ini dikembangkan perusahaan besar dan kemudian diikuti perusahaan nasional dan rakyat. Kelapa sawit mempunyai bunga yang terdapat dalam satu tandan dan bergerombolan. Buah kelapa sawit berwarna merah kehitaman dan mengkilap. Bagian luar dinding buah tebal dan sangat berserat sedangkan bagian dalam buah berwarna putih, bagian dinding sangat kasar (Simanjuntak, 1998). Bentuk umum kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bentuk Umum Tandan Buah Kelapa Sawit Sumber : Kiswanto et al. 2008

Tanaman kelapa sawit mulai dipanen pada umur 3,5-4,5 tahun sejak pembibitan. Tanaman kelapa sawit menghasilkan buah sepanjang tahun dan umur ekonomisnya 25 tahun. Buah umumnya berupa berondolan yang terpaut erat dalam bentuk tandan buah. Setiap pohon mengandung 6 tandan buah yang tumbuh dan matang secara berurutan. Setiap tandan mengandung sekitar 250-600 buah berbentuk berondolan, jumlahnya meningkat menurut umur dan semakin baik penyebarannya. Produksi tahun pertama panen berkisar 10-15 ton tandan per hektar per tahun. Produksi ini meningkat setiap tahunnya dan mencapai puncak pada umur 8-9 tahun dengan tingkat produksi sekitar 25-30 ton tandan (Aritonang, 1984).

Batang kelapa sawit berpotensi sebagai pakan dasar untuk menggantikan hijauan sebagian atau seluruhnya. Pelepah sawit dapat digunakan sebagai pengganti rumput, pelepah dapat diberikan dalam bentuk segar maupun silase. Selain menghasilkan crude palm oil (CPO) pabrik kelapa sawit juga menghasilkan bungkil

(2)

inti sawit dan lumpur sawit. Gambar 2 menunjukkan persentase bagian kelapa sawit beserta hasil ikutannya (Aritonang, 1984).

Gambar 2. Persentase Bagian-Bagian Kelapa Sawit beserta Hasil Ikutannya

Sumber : Aritonang (1984)

Inti Sawit

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelepah. Buah terdiri dari tiga bagian yaitu dinding buah (mesocorp), tempurung

(cangkang atau shell), dan inti (kernel) (Aritonang, 1984). Adapun inti sawit

merupakan endosperm dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi.

Inti sawit merupakan buah kelapa sawit yang dipisahkan dari daging buah dan tempurungnya.

Satu tandan buah segar (TBS) menghasilkan inti sawit sebanyak 4%-5% dan diperoleh minyak inti sawit sebanyak 45%-48% yang kaya akan gugus asam laurat bersifat cair pada suhu kamar. Menurut Widjastuti (2007), sebesar 5% dari tandan buah segar dihasilkan minyak inti sawit sekitar 45%-46% dan bungkil inti sawit sekitar 45%-46%. Bentuk umum buah inti sawit dapat dilihat pada Gambar 3.

Tandan Buah Segar

Tandan Kosong (55%-58%) Serat Kelapa Sawit (12%) Minyak Sawit (18%-20%) Inti Sawit (4%-5%) Tempurung (8%)

Lumpur Minyak Sawit Kering (2%)

Minyak Inti Sawit (45%-46%)

Bungkil Inti Sawit (45%-46%)

(3)

Gambar 3. Bentuk Umum Buah Inti Sawit

Spesifikasi inti sawit harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan yaitu a) kadar minyak minimum, b) kadar air maksimum, dan c) kadar inti pecah maksimum (Departemen Perindustrian, 2007). Spesifikasi persyaratan mutu inti sawit menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 1987 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Spesifikasi Persyaratan Mutu Inti Sawit

Jenis Uji Satuan Persyaratan

Kadar minyak, (b/b) kering % min. 46

Kadar asam lemak bebas, (b/b) dihitung

sebagai asam laurat % maks. 3

Kadar air, (b/b) % maks. 8

Sumber : Standar Nasional Indonesia (1987)

Komposisi kimia inti sawit berdasarkan 100% BK dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Kimia Inti Sawit Hasil Analisis

Komposisi Persentase

Abu 1,84

Lemak Kasar 46,51

Serat Kasar 29,41

Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2011)

Gaplek

Gaplek merupakan produk semi olahan yang dibuat dengan cara pengupasan ubi kayu dalam bentuk gelondong, kubus dan irisan, kemudian dicuci dan dijemur di bawah sinar matahari atau dikeringkan dengan alat pengering (Soenartiningsih dan Talanca, 2007). Cara pengolahan ubi kayu yang paling sederhana adalah dijadikan gaplek atau chips. Cara seperti ini, kadar kelembaban ubi kayu dapat ditekan menjadi

(4)

12%-13% sehingga bahan lebih mudah diangkut dan dipindahkan ke tempat lain dengan biaya yang lebih murah, serta lebih tahan disimpan lama (Muchtadi, 1989).

Secara tradisional gaplek dibuat di Indonesia, terutama oleh suku Jawa. Kulit ubi kayu dikupas dan dibelah menurut sumbunya menjadi dua atau empat kemudian dijemur. Penjemuran dapat dilakukan dengan cara menyebar bahan di atas atap, dijemur di atas tanah dengan alas ataupun tidak dan digantung. Cara seperti ini, kadar air bahan dapat ditekan dibawah 14% sehingga bahan akan lebih tahan lama karena terhambatnya pertumbuhan mikroorganisme (Muchtadi, 1989). Saat ini tidak jarang gaplek digunakan sebagai pakan ternak sumber energi, namun demikian sistem pemberian pada ternak sangat terbatas (Soeharsono et al., 2005). Gaplek

mengandung 2,02% protein kasar, 3,80% lemak kasar dan 2,50% serat kasar (Amrullah, 2002).

Onggok

Salah satu jenis industri yang cukup banyak menghasilkan limbah adalah pabrik pengolahan tepung tapioka. Onggok merupakan hasil samping dari produksi tepung tapioka. Ketersediaan onggok terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka. Onggok digunakan sebagai sumber energi (Supriyati, 2003). Produksi ubikayu mengalami peningkatan dari 13,3 juta ton pada tahun 1990 menjadi 19,4 juta ton pada tahun 1995. Setiap ton ubi kayu dapat dihasilkan 250 kg tepung tapioka dan 114 kg onggok (Tarmudji, 2004). Onggok yang akan digunakan sebagai pakan ternak memerlukan suatu penanganan lebih lanjut karena kandungan zat makanannya yang rendah terutama protein. Komposisi kimia berdasarkan 100% BK onggok dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Kimia Onggok

Komposisi Persentase Abu 1,55 Protein Kasar 1,88 Lemak Kasar 0,25 Serat Kasar 15,62 Beta-N 81,10 Sumber: Wizna (2009)

(5)

Sifat Fisik Bahan

Sifat fisik merupakan sifat dasar yang dimiliki oleh suatu bahan sehingga dapat menetapkan mutu pakan dan keefisienan proses suatu produksi. Sifat fisik untuk bahan pangan telah banyak diketahui, tetapi data untuk sifat fisik bahan pakan masih sangat terbatas. Menurut Wirakartakusumah et al. (1992), bahwa sifat-sifat

fisik dari produk perkebunan dipengaruhi oleh: (1) keadaan alam, (2) varietas, (3) kedewasaan saat dipanen, (4) kematangan, (5) ukuran, (6) faktor-faktor penanaman, (7) kondisi penyimpanan, dan (8) temperatur. Sifat fisik suatu bahan akan berubah selama penyimpanan dan penanganan karena adanya penyerapan air, reaksi kimia (misalnya browning) atau adanya pergesekan mekanis antara bahan.

Kerapatan Tumpukan (Bulk Density)

Kerapatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempati dengan satuan adalah kg/m3 (Khalil, 1999a). Kerapatan tumpukan memiliki pengaruh terhadap daya campur dan ketelitian penakaran secara otomatis seperti halnya dengan berat jenis. Pengukuran kerapatan tumpukan dilakukan untuk menentukan volume ruang pada suatu bahan dengan berat jenis tertentu seperti pengisian alat pencampur dan elevator (Kolatac, 1996). Kerapatan tumpukan juga berpengaruh terhadap daya ambang stabilitas pencampuran pakan. Semakin tinggi nilai kerapatan tumpukan maka ruang penyimpanan yang dibutuhkan semakin kecil (Khalil, 1999a). Tabel 4 dan Tabel 5 menunjukkan kriteria dalam penilaian kerapatan tumpukan menurut Kolatac (1996) dan nilai kerapatan tumpukan beberapa bahan pakan.

Tabel 4. Kriteria Penilaian Kerapatan Tumpukan

Kerapatan Tumpukan Kriteria

< 450 kg/m3 Waktu alir lebih lama dan butuh

ketelitian lebih dalam proses penimbangan, volumetris, dan gravimetris.

500-1000 kg/m3 Sulit dalam proses pencampuran serta

mudah terpisah >1000 kg/m3 Waktu alir lebih cepat

(6)

Tabel 5. Nilai Kerapatan Tumpukan beberapa Bahan Pakan

Bahan Pakan Kerapatan Tumpukan (kg/m3)

Jagung 691,3 Sorghum 684,0

Bungkil Inti Sawit 503,2

Bungkil Kedelai 320,0

Tepung Ikan 435,3

Gaplek 346,4

Onggok 266,2

Sumber: Khalil (1999a)

Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Compacted Bulk Density)

Kerapatan pemadatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang yang ditempati setelah melalui proses pemadatan. Perbedaan cara pemadatan akan berpengaruh terhadap nilai kerapatan pemadatan tumpukan, antara kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan terletak kapasitas silo dan container (Gauthama, 1998). Menurut Khalil (1999a), kerapatan pemadatan tumpukan dipengaruhi oleh ukuran partikel dan kadar air suatu bahan. Selain kadar air dan ukuran partikel, besarnya kerapatan pemadatan tumpukan juga dipengaruhi oleh ketidaktepatan pengukuran (Sayekti, 1999). Kerapatan pemadatan tumpukan yang tinggi akan menyebabkan volume ruang yang dibutuhkan semakin kecil (Krisnan, 2008). Kerapatan pemadatan tumpukan beberapa bahan pakan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai Kerapatan Pemadatan Tumpukan beberapa Bahan Pakan

Bahan Pakan Kerapatan Pemadatan Tumpukan (kg/m3)

Jagung 704,2 Sorghum 707,6

Bungkil Inti Sawit 700,7

Bungkil Kedelai 340,5

Tepung Ikan 540,6

Gaplek 395,6

Onggok 260,0

(7)

Sudut Tumpukan (Angle of Repose)

Sudut tumpukan adalah sudut yang terbentuk jika bahan dicurahkan pada bidang datar melalui sebuah corong. Sudut tumpukan merupakan kriteria kebebasan bergerak partikel dari suatu tumpukan bahan. Pergerakan partikel yang ideal ditunjukkan oleh pakan cair, dengan sudut tumpukan sama dengan nol dan pakan dalam bentuk padat mempunyai sudut tumpukan berkisar antara 20-50° (Khalil, 1999b). Sudut tumpukan beberapa bahan pakan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Sudut Tumpukan beberapa Bahan Pakan

Bahan Pakan Sudut Tumpukan (°)

Jagung 0,0 Sorghum 15,9

Bungkil Inti Sawit 45,2

Bungkil Kedelai 12,5

Tepung Ikan 39,7

Gaplek 20,2

Onggok 22,2

Sumber: Khalil (1999b)

Menurut Fasina dan Sokhansanj (1993) bahan yang sangat mudah mengalir memiliki sudut tumpukan berkisar antara 20-30°, bahan yang memiliki sudut tumpukan berkisar antara 30-38° memiliki laju alir yang mudah mengalir, bahan yang memiliki sudut tumpukan 38-45° laju alirnya medium atau sedang, bahan yang memiliki sudut tumpukan berkisar antara 45-55° laju alirnya sulit mengalir dan bahan yang memiliki sudut tumpukan >55° laju alirnya sangat sulit mengalir dengan bebas.

Berat Jenis (Spesific Density)

Berat jenis diukur dengan menggunakan prinsip hukum Archimedes yaitu suatu benda di dalam fluida akan memperoleh gaya Archimedes sebesar fluida yang dipindahkan dan arahnya ke atas (Khalil, 1999a). Penelitian Gauthama (1998) menunjukkan bahwa berat jenis tidak berbeda nyata terhadap perbedaan ukuran partikel karena ruang antar partikel bahan telah diisi oleh aquades dalam pengukuran berat jenis, selain itu berat jenis merupakan faktor penentu dari kerapatan tumpukan,

(8)

daya ambang, bersama dengan ukuran partikel bertanggung jawab terhadap homogenitas penyebaran partikel dan stabilitasnya dalam suatu campuran pakan serta menentukan tingkat ketelitian proses penakaran secara otomatis yang telah umum digunakan oleh pabrik pakan. Semakin tinggi berat jenis akan semakin meningkatkan kapasitas ruang penyimpanan dan memudahkan pengangkutan (Syarifudin, 2001). Nilai berat jenis beberapa bahan pakan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Berat Jenis beberapa Bahan Pakan

Bahan Pakan Berat Jenis (kg/m3)

Jagung 1579,1 Sorghum 1221,4

Bungkil Inti Sawit 1574,3

Bungkil Kedelai 912,2

Tepung Ikan 1289,3

Gaplek 1121,6

Onggok 834,9

Sumber : Khalil (1999a) Ukuran Partikel

Pengujian ukuran partikel bertujuan untuk menentukan kategori kadar kehalusan dari pakan atau ransum yang dihasilkan dengan menggunakan Ro Tap Sieve Shaker (Henderson dan Perry, 1981). Pengujian ukuran partikel dilakukan

dengan proses pengayakan. Pengayakan atau penyaringan (sieving) adalah proses

pemisahan secara mekanik berdasarkan perbedaan ukuran partikel pada bahan tertentu (Khalil, 1999a). Produk dari proses pengayakan ada dua meliputi ukuran lebih besar daripada ukuran lubang-lubang ayakan (oversize) dan ukuran yang lebih

kecil daripada ukuran lubang-lubang ayakan (undersize). Dalam proses industri,

pengayakan biasa digunakan untuk mendapatkan material yang berukuran tertentu dan seragam (Khalil, 1999a).

Penggunaan ayakan secara umum diarahkan untuk mengukur kadar keseragaman bahan dan mendapatkan ukuran partikel bahan. Nomor mesh 4 sampai nomor mesh 16 mengindikasikan kriteria bahan dalam kondisi kasar, nomor mesh 30 sampai nomor mesh 50 digunakan untuk mengindikasikan kriteria bahan dalam kondisi medium dan nomor mesh 100 digunakan untuk mengindikasikan kriteria

(9)

bahan dalam kondisi halus. Ukuran partikel bahan dalam pakan yang dibutuhkan ternak tergantung pada umur, jenis, dan ukuran tubuh ternak. Pengaruh ukuran partikel terhadap kerapatan tumpukan dan berat jenis beberapa bahan pakan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Pengaruh Ukuran Partikel terhadap Nilai Kerapatan Tumpukan dan Berat Jenis beberapa Bahan Pakan (kg/m3)

Jenis Bahan Ukuran Partikel

Normal Sedang Halus Kerapatan Tumpukan Jagung Sorghum Bungkil Kedelai Gaplek Onggok 691,3 684,0 311,7 346,5 266,2 497,7 576,2 320,0 353,8 324,5 465,0 558,0 407,0 343,3 346,0 Berat Jenis Jagung Sorghum Bungkil Kedelai Gaplek Onggok 1578,9 1221,4 912,2 1121,6 834,9 1250,8 1393,9 1105,7 1133,3 1084,9 1210,0 1438,1 1111,7 1170,4 974,7

Sumber : Khalil (1999a)

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman merupakan suatu gambaran yang dapat memperlihatkan konsentrasi ion hidrogen pada suatu medium atau pelarut. Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein menyebabkan protein memiliki banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter atau dapat bereaksi

dengan asam maupun basa (Gaman dan Sherrington, 1990). Tiap-tiap molekul protein memiliki daya reaksi yang berbeda-beda dengan asam maupun basa, hal ini tergantung pada jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul protein tersebut. Derajat keasaman (pH) dalam saluran pencernaan akan dipengaruhi oleh pH pakan, dimana kehancuran pakan dalam lambung akan meningkatkan pH lambung

(10)

(Ange et al., 2000). Tabel 10 menunjukkan nilai derajat keasaman (pH) beberapa

bahan pakan.

Tabel 10. Nilai Derajat Keasaman (pH) beberapa Bahan Pakan

Bahan Pakan Derajat Keasaman (pH)

Jagung Kuning 6,1(1)

Tepung Alfalfa 5,9(1)

Rape Seed 5,3(1)

Bungkil Kedelai (Kadar Protein 53%) 6,6(1)

Tepung Tulang 6,3(1)

Tepung Daging 6,0(1)

Gaplek 6,8(2)

Onggok 6,0(2)

Sumber : (1) Makkink (2001), (2) Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Ternak Perah IPB (2012) Pengemasan

Pengemasan dilakukan untuk mempermudah pengaturan, pengangkutan, penempatan dari dan ke tempat penyimpanan, serta memberi perlindungan pada bahan secara awal, dan memperpanjang daya simpan bahan (Imdad dan Nawangsih, 1995). Fungsi pengemasan diantaranya adalah pengamanan (cuaca, cahaya, gangguan fisik, mikroorganisme dan serangga), ekonomi (biaya produksi), distribusi (kemudahan transportasi, penyimpanan dan pemajangan), komunikasi (mudah dilihat, dipahami dan diingat), ergonomi (mudah dibawa dan dibuka), estetika (warna, logo, ilustrasi, huruf, tata letak) dan identitas (mudah dikenali) (Haryanto et al., 2003).

Penggunaan beberapa jenis kemasan yang berbeda dapat memberikan umur simpan yang berbeda. Demikian juga dengan teknik pengemasannya (Murad et al.,

2010). Karung plastik telah banyak digunakan dalam pengemasan untuk menggantikan karung goni, meskipun banyak terdapat kekurangan dalam pemakaian karung plastik seperti karung plastik lebih mudah pecah serta mudah meluncur ke bawah pada tumpukan-tumpukan di gudang.

Karung plastik umumnya terbuat dari polyolefin film yaitu polyethylene.

Keuntungan dari Polyethylene yaitu permeabilitas uap air dan air rendah, fleksibel,

(11)

digunakan sebagai bahan laminasi dengan bahan lain. Kerugian dari Polyethylene

yaitu permeabilitas oksigen agak tinggi, dan tidak tahan terhadap minyak (Syarief et al., 1988).

Pengaruh Penyimpanan terhadap Kualitas Fisik Bahan Pakan

Penyimpanan merupakan salah satu bentuk tindakan pengamanan yang selalu terkait dengan waktu yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga komoditi yang disimpan dengan cara menghindari dan menghilangkan berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas komoditi tersebut (Syamsu, 2003). Selama penyimpanan kemungkinan besar akan terjadi penurunan kualitas pakan bila melebihi waktu penyimpanan. Salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas pakan adalah lingkungan berupa suhu dan kelembaban yang tinggi di daerah tropis, dimana hal ini kurang cocok untuk proses penyimpanan sehingga membutuhkan penanganan penyimpanan secara baik (Yatno dan Purwanti, 2010). Kisaran suhu dan kelembaban nisbi ruang penyimpanan yang baik untuk kadar air bahan yang aman adalah 25-27°C dan 70%-75% (Imdad dan Nawangsih, 1995). Menurut Sahwan (1999), sebaiknya lama penyimpanan pakan dalam gudang tidak melebihi waktu 3 bulan.

Semakin lama penyimpanan maka akan menghasilkan suatu komponen cita rasa yang lain sebagai akibat dari kegiatan biologis, misalnya pemecahan lemak yang menyebabkan ketengikan. Penyimpangan bau selama penyimpanan diakibatkan oleh oksidasi lemak yang terjadi karena kehadiran asam-asam lemak tidak jenuh, oksidasi protein dan berkembangnya organisme pembusuk. Waktu penyimpanan cenderung meningkatkan kadar air dalam bahan makanan ternak yang akan menunjang pertumbuhan jamur dan akan lebih mempercepat kerusakan bahan makanan ternak.

Salah satu cara untuk mencegah atau menghambat kerusakan minyak atau lemak yaitu dengan mengemas bahan-bahan tersebut. Syarat-syarat kemasan yang baik yang digunakan untuk minyak atau lemak adalah dapat mencegah atau mengurangi proses oksidasi oleh oksigen udara atau peroksidan (senyawa-senyawa yang mempercepat terjadinya proses oksidasi) lainnya. Bagian dalam dari alat pengemas sebaiknya dipoles dengan antioksidan dan jenis bahan kemasan baik. Bahan-bahan kemasan tersebut dapat berupa gelas, kertas, plastik berwarna atau kaleng dan harus bersifat tahan terhadap lemak atau minyak, yang bertujuan untuk

(12)

mencegah penetrasi minyak dan lemak ke luar melalui dinding pengemas (Hambali

et al., 2006).

Kerusakan selama Penyimpanan

Selama penyimpanan dan distribusi, bahan pakan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekelilingnya seperti suhu, kelembaban, oksigen dan cahaya dapat menimbulkan reaksi yang dapat menimbulkan kerusakan pada bahan pakan. Syarief dan Halid (1993) menyatakan bahwa selama penyimpanan terjadi penyimpangan mutu yang dapat dikelompokkan ke dalam penyusutan kualitatif dan kuantitatif. Penyusutan kualitatif adalah kerusakan yang terjadi akibat perubahan-perubahan biologi (mikroba, serangga, tungau, respirasi), perubahan-perubahan fisik (tekanan, getaran, suhu, kelembaban), serta penyusutan kuantitatif adalah kehilangan jumlah atau bobot hasil karena adanya gangguan biologi (proses respirasi, serangan serangga dan tikus).

Menurut Fellows (2009), faktor utama yang menyebabkan rusaknya bahan pangan selama penyimpanan adalah kekuatan mekanik (benturan, getaran, tekanan atau kikisan), pengaruh cuaca yang menyebabkan perubahan fisik dan kimia (sinar ultraviolet, kadar air, oksigen, dan perubahan suhu), kontaminasi (oleh mikroorganisme, serangga atau tanah) dan pemalsuan. Ransum bentuk pelet dan crumble masih dapat digunakan oleh ternak dengan penyimpanan kurang lebih satu bulan sedangkan dalam bentuk mash hanya tahan selama kurang lebih 2 minggu (Prasetyo, 2006).

Gambar

Gambar 2. Persentase Bagian-Bagian Kelapa Sawit beserta Hasil Ikutannya
Gambar 3. Bentuk Umum Buah Inti Sawit
Tabel 5. Nilai Kerapatan Tumpukan beberapa Bahan Pakan
Tabel 8. Nilai Berat Jenis beberapa Bahan Pakan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Apabila data yang didapat adalah penekanan tombol naik pada remote control infra merah, maka arduino akan mengendalikan motor dc power window melalui relay untuk bergerak

Pada periode Januari – Desember tahun 2015 puncak panen jagung terjadi pada bulan April dan cenderung menurun pada bulan-bulan berikutnya, sementara pada tahun 2014 puncak

(5) Bagi calon peserta didik dengan status famili lain dalam Kartu Keluarga maka wajib menyerahkan surat pengantar atau surat keterangan dari RT dan RW setempat yang

Beberapa keuntungan dari pemupukan melalui daun diantaranya dapat memberikan hara sesuai kebutuhan tanaman, penyerapan hara pupuk yang diberikan berjalan lebih

Penelitian ini berjudul “Preservasi Koleksi Kaset Video Langka Ke Dalam Bentuk Digital Melalui Proses Alih Media (Studi Kasus di UPT Perpustakaan ISI Surakarta)”.

Salah satu tanda khas glomerulonefritis adalah peningkatan tekanan darah sekunder dari retensi natrium dan air yang memberikan dampak pada fungsi sistem

artinya ruang lingkup yang lebih utama dari bimbingan dan konseling belajar adalah bagaimana guru mampu menemukan dan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh siswa

Subyek yang berjumlah 306 murid Sekolah Tarsisius Vireta Tangerang dari kelas 3 sampai kelas 9, diambil secara acak stratifikasi dan memenuhi kriteria sebagai berikut;