• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN TANAMAN GAHARU (Aquilaria spp) YANG DIINOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) DI BAWAH TIGA KONDISI NAUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTUMBUHAN TANAMAN GAHARU (Aquilaria spp) YANG DIINOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) DI BAWAH TIGA KONDISI NAUNGAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN TANAMAN GAHARU (Aquilaria spp) YANG DIINOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) DI BAWAH

TIGA KONDISI NAUNGAN

The Growth Of Agarwood Plant (Aquilaria spp)Inoculated Arbuscular Mycorrhizal

Fungi(AMF)Under Three Conditions Shades

Nurul Fitriana, Abdurrani Muin, dan Fahrizal

Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Jalan Imam Bonjol Pontianak 78124 Email: nurulfitriana986@gmail.com

ABSTRACT

The growth of agarwood in open area still not maximum, because agarwood is semitolerance that can not planted in open area, especially at the beginning of its growth. I need to be given some of treatments. The aim of this study to obtain information about mycorrhizal treatment and determine shade intensity to enhance the growth of agarwood (Aquilaria spp) in open area. The research work employed Split Plot Design with Randomized Block Design (RBD) which treatment factors are the type of shading as (main plot) and Arbuskula Mycorrhizal Fungi (AMF) as (sub plot). Variable observation: the growth of height, diameter, number of leaves and percentage of plant life agarwood. The result showed that Mycorrhizal treatment unsignificantly affects to height, diameter, and percentage of plant life, but significantly affect to a number of leaves. The best shade types are 60% paranet and vegetation shade to growth diameter and percentage of plant life. The interaction of plant with AMF under shade showed unsignificantly affect to growth agarwood.

Keyword: Agarwood, Arbuskula Mycorrhizal Fungi and shade

PENDAHULUAN

Tanaman gaharu merupakan tanaman hutan yang menghasilkan hasil hutan bukan kayu yang bernilai ekonomi tinggi, karena kayunya mengandung aromatik resin. Secara tradisional gaharu dimanfaatkan untuk acara ritual dan keagamaan, berupa dupa, pengharum tubuh dan ruangan, serta obat-obatan sederhana. Manfaat yang begitu luas dan harganya yang cukup tinggi menyebabkan masyarakat memungut dari pohon yang terdapat di hutan alam. Aktifitas tersebut telah mengancam kelestarian gaharu dan menyebabkan ketersediaan kayu penghasil gaharu semakin langka, terutama Aquilaria spp. Kelangkaan

kedua jenis tersebut yang mengakibatkan jenis gaharu ini masuk dalam daftar CITES (Convention on Internasional Trade on Endangered

Species of Flora and Fauna) Apendix II

(CITES, 2004).

Untuk mendukung kelestarian sumberdaya dan produksi gaharu perlu dilakukan penanaman. Selama ini penanaman gaharu oleh masyarakat hanya bisa dilakukan dibawah atau di sela-sela tanaman perkebunan seperti karet dan kopi. Sementara itu penanaman pada tempat-tempat terbuka seperti pada bekas ladang atau lahan alang-alang belum bisa dilakukan (Muin dan Fahrizal, 2015). Salah satu penyebab tidak bisa ditanam pada lahan

(2)

terbuka karena sifat gaharu yang semitoleran. Untuk melakukan penanaman gaharu pada lahan terbuka perlu diberikan berbagai perlakuan antara lain menggunakan bibit terinokulasi fungi mikoriza arbuskula (FMA) dan ditanam dibawah kondisi naungan yang sesuai. FMA sebagai agen hayati diharapkan dapat membantu pertumbuhan tanaman pada lahan terbuka.

Tujuan dari penelitian ini ingin memperoleh informasi peran mikoriza dan menentukan intensitas naungan untuk penanaman gaharu (Aquilaria

spp) di lahan terbuka. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk penanaman gaharu pada lahan terbuka.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan UNTAN, Desa Pak Laheng, Kecamatan Toho, Kabupaten Mempawah selama 12 minggu. Penelitian ini menggunakan percobaan Rancangan Petak Terbagi (RPT),

dengan dua faktor perlakuan yaitu, jenis naungan (N) sebagai petak utama (main

plot) dan FMA (F) sebagai anak petak

(sub plot). Petak utama terdiri dari

perlakuan tanpa naungan (N1), paranet

intensitas 60% (N2) dan naungan

vegetasi (N3). Perlakuan anak petak

terdiri dari bibit tanpa mikoriza (F1) dan

bibit bermikoriza (F2). Parameter yang

diukur dan dianalisis adalah pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah helai daun dan persen hidup tanaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan naungan berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan diameter, jumlah helai daun dan persen hidup tanaman, namun tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman gaharu umur 12 minggu. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh naungan dan mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman gaharu umur 12 minggu disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pertambahan tinggi, diameter, jumlah helai daun dan persen hidup tanaman gaharu umur 12 minggu (Table 1. The result analysis of varian for height, diameter, number of leaves and percentage of plant life age 12 weeks)

Sumber keragaman

Fhitung Ftabel

Tinggi Diameter Jumlah helai daun

Persen

hidup 5% 1%

Petak utama (main plot)

Faktor naungan (N) 0,44tn 18,52** 18,48** 41,17** 6,94 18

Anak petak (sub plot)

Faktor mikoriza (F) 3,70tn 0,78tn 6,39* 0,45tn 5,99 13,75 Interaksi (NF) 0,70tn 0,54tn 3,26tn 0,45tn 5,14 10,92

KK petak utama 21% 16% 12% 3%

KK anak petak 21% 37% 24% 23%

(3)

Perlakuan yang telah diberikan menunjukan respon yang berbeda-beda terhadap pertumbuhan tanaman gaharu. Perbedaan tersebut disebabkan karena kemampuan daya serap hara oleh tanaman dan kemampuan fotosintesis untuk mendapatkan hasil yang optimal setiap tanaman berbeda pula. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara didalam tanah. Pertumbuhan merupakan pertambahan dari jumlah dan dimensi tanaman atau pohon, baik tinggi maupun diameter.

Perlakuan naungan dan mikoriza maupun interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman gaharu. Hal ini diduga adanya pengaruh lingkungan. Pada lokasi penelitian penanaman dilakukan di tanah ultisol yang diketahui memiliki kesuburan tanah yang kurang. Berdasarkan hasil analisis tanah di tempat penelitian diketahui bahwa unsur P di dalam tanah sangat tinggi namun tidak bisa diserap oleh tanaman, selain itu suhu udara selama penelitian tergolong tinggi dan curah hujan rendah. Diduga hal ini mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman walaupun ditanam di bawah naungan. Pertumbuhan tanaman akan meningkat apabila nutrisi tanaman terpenuhi (Wulandari dan Susanti, 2012). Selain itu, Sarief (1986) juga menyatakan unsur hara yang cukup tersedia saat pertumbuhan tanaman meningkatkan proses pemanjangan sel dan pertumbuhan tanaman meningkat karena proses fotosintesis berjalan aktif. Peningkatan efisiensi penerimaan

nutrisi oleh tanaman dengan bantuan FMA tergantung pada tiga proses yaitu pengambilan nutrisi oleh miselium dari dalam tanah, translokasi hara dalam hifa dan transfer hara dari FMA ke tanaman melewati permukaan yang kompleks diantara simbion (Harley dan Smith, 1997). Berdasarkan hal ini diduga mikoriza dibawah naungan masih belum berperan secara optimal sehingga belum mampu meningkatkan penyerapan nutrisi oleh tanaman. Selain itu, diduga waktu pengamatan yang kurang lama juga dapat mempengaruhi penerimaan nutrisi oleh tanaman dengan bantuan FMA kurang optimal dan efisien. Umur tanaman yang dianalisis mulai dari pengukuran awal hingga akhir penelitian yaitu 12 minggu (3 bulan). Hasil penelitian Delvian (2003) menyatakan bahwa respon tanaman waru dan jarak pagar terhadap FMA dapat terlihat dalam jangka waktu 4 sampai 7 bulan. Lebih lanjut Nusantara (2002) menjelaskan FMA memerlukan waktu yang cukup lama untuk membentuk struktur yang diperlukan dalam simbiosisnya, jika kondisi media tidak menguntungkan. Simbiosis FMA pada sengon baru terbentuk 6 MST jika ditumbuhnkan dalam media tanam yang haranya cukup, dan 16 MST pada tanah ultisol .

Perlakuan naungan menunjukan hasil berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan diameter, jumlah helai daun dan persen hidup tanaman. Sementara perlakuan mikoriza hanya berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun baru. Rerata

(4)

pertambahan diameter, jumlah helai daun dan peren hidup tanaman pengaruh naungan dan mikoriza setelah

diuji lanjut BNT dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rerata pertambahan diameter, jumlah helai daun dan persen hidup tanaman gaharu umur 12 minggu pengaruh naungan dan mikoiza (Table 2. The means of diameter, number of leaves and percentage of plant life the agarwood age 12 weeks effect of shade and mychorryzal)

Perlakuan Diameter Jumlah daun % Hidup

Petak utama (main plot)

Tanpa naungan 0,88 a 11,33 b 69,13a

Paranet 60 % 2,43 b 5,50a 90,00 b

Vegetasi 1, 56 a 7,33 a 90,00 c

Anak petak (sub plot)

Tanpa mikoriza 1,50 a 6,88 a 86,08 a

Mikoriza 1,75 a 10,01 b 80,00 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%

Naungan berpengaruh terhadap intensitas cahaya, cahaya merupakan faktor penting terhadap berlangsungnya fotosintesis, sementara fotosintesis merupakan proses metabolisme tanaman dalam memproduksi makanan yang digunakan untuk kelangsungan hidupnya. Tanaman gaharu akan tumbuh dengan baik apabila ditanam di bawah naungan, karena sifatnya yang semitoleran. Berdasarkan hasil uji lanjut BNT (Tabel 2) menunjukan bahwa naungan paranet 60% berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan diameter dan persen hidup tanaman gaharu. Selain itu naungan vegetasi juga berpengaruh sangat nyata terhadap persen hidup tanaman gaharu. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Muin dan Fahrizal (2015), menunjukan bahwa tanaman gaharu (Aquilaria spp) dengan pemberian mikoriza dan tanpa pupuk di persemaian tumbuh dengan baik dengan persen infeksi 80% pada intensitas paranet 60%. Sementara hasil penelitian Milang et al.,(2011), menyatakan bahwa gaharu tumbuh optimal pada

naungan dari sarlon dengan perlakuan 25%. Intensitas cahaya yang masuk diduga sudah mampu membantu pertumbuhan tanaman dalam proses fotosintesis. Sedangkan gaharu G.

verstegii dapat tumbuh baik pada

naungan berat (intensitas cahaya 30%) hingga naungan ringan (intensitas cahaya 70%). Menurut hasil penelitian Surata dan Soenarno (2011) penanaman gaharu (Gyrinops versteegii (Gilg.)

Domke) dengan sistem tumpangsari

tanaman coklat, singkong, dan jagung menghasilkan persen hidup masing-masing 54,78%, 36,62%, dan 23,25%. Penanaman dengan sistem tumpangsari dengan tanaman cokelat memiliki pertumbuhan dan persen hidup tanaman gaharu yang lebih bagus dibanding dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan tajuk penaung tanaman cokelat lebih baik karena penaung lebih lebar dan berlangsung sepanjang tahun. Tanaman yang berada di bawah naungan, apabila kerapatan tajuknya tinggi maka, persaingan antar tanaman lain juga akan lebih tinggi dalam hal

(5)

mendapatkan cahaya untuk pertumbuhannya. Pada penelitian ini persaingan antar tanaman di bawah naungan lebih kecil karena tajuk antar tanaman lebih jarang dan jarak antar tanaman lebih lebar, sehingga tanaman lebih cenderung menggunakan hasil fotosintesis untuk pertumbuhan diameter dibandingkan pertumbuhan tinggi.

Berdasarkan hasil uji BNT diperoleh perlakuan yang berpengaruh terhadap pertambahan jumlah daun baru yaitu perlakuan tanpa naungan dan tanaman yang bermikoriza. Hal ini karena tanaman yang ditanam tanpa naungan mengalami pengguguran daun untuk mengurangi penguapan dan merupakan adaptasi tanaman yang tidak tahan cahaya matahari langsung pada awal pertumbuhannya. Setelah tanaman beradaptasi dengan menggugurkan daunnya maka secara tidak langsung akan tumbuh daun baru. Tanaman yang ditanam tanpa naungan sangat terlihat jelas perbedaanya dibandingkan dengan tanaman yang ditanam di bawah naungan. Tanaman yang ditanam tanpa naungan berdasarkan pengamatan lebih banyak yang menguning dan gugur serta tumbuh bakal tunas baru dan kemudian menjadi daun baru yang ukurannya lebih kecil dan tipis dibandingkan dengan daun yang berada dibawah naungan. Wangiyana (1995,

dalam Zubaidi dan Farida 2008)

menyatakan bahwa daun-daun tumbuhan yang beradaptasi pada kondisi naungan menjadi rusak bila

diberikan intensitas cahaya tinggi karena terjadi oksidasi dan perusakan oleh cahaya. Perlakuan mikoriza berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Herdina (2012) tentang pertumbuhan beberapa tanaman revegetasi yang diinokulasi ektomikoriza pada tanaman surian mendapatkan hasil yang berbeda nyata pada pertambahan rata-rata jumlah helai daun. Lebih lanjut hasil penelitian Utami (2011) menunjukan bahwa aplikasi mikoriza menghasilkan biomassa daun yang lebih besar dan berbeda nyata dengan kontrol pada pertumbuhan ramin sampai umur 10 bulan.

Meskipun mikoriza belum menunjukan peran yang optimal terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman gaharu namun tanaman yang diinokulasi dengan fungi mikoriza arbuskula (FMA) pertumbuhan tinggi dan diameter terlihat lebih baik sampai umur 12 minggu dibandingkan dengan tanaman tanpa FMA. Tanaman yang bermikoriza mengalami peningkatan pertumbuhan tinggi yang lebih cepat dibandingkan dengan yang tidak bermikoriza mulai umur 10 minggu sampai umur 12 minggu. Dalam hal ini diduga mikoriza masih belum secara optimal berperan dalam membantu pertumbuhan tanaman. Pertambahan tinggi dan diameter tanaman gaharu

(Aquilaria spp) pengaruh perlakuan

(6)

(a) (b)

Gambar 1. Grafik rata-rata pertambahan (a) tinggi dan (b) diameter tanaman gaharu perlakuan mikoriza sampai umur 12 minggu

Dengan adanya asosiasi tanaman dengan mikoriza menjadikan tanaman lebih tahan terhadap suhu yang tinggi dan terhadap cekaman air. Mikoriza membantu tanaman dalam menyerap air yang ada dibagian yang tidak dapat dijangkau oleh akar melalui hifa yang dapat menembus pori-pori tanah yang kecil. Menurut Musfal (2011) secara tidak langsung FMA dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara, dan proses pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung FMA dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari serangan patogen akar dan unsur-unsur yang bersifat toksis. Selain itu, karena mikoriza dapat menghasilkan zat pengatur tumbuh seperti auksin, sitokinin, dan giberelin kepada tanaman inangnya.

Kesimpulan

1. Perlakuan mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman gaharu. 2. Jenis naungan yang memberikan

pengaruh terbaik (sangat nyata) terhadap pertambahn diameter dan persen hidup tanaman yaitu jenis paranet 60% dan naungan vegetasi

3. Interaksi tanaman bermikoriza di bawah naungan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman.

Saran

Penanaman gaharu pada awal penanamannya, perlu diberi naungan. Perlu penambahan waktu pengamatan untuk melihat pengaruh dari mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

CITES. 2004. Convention On International Trade Inendangered Species Of Wild Fauna And Flora: Amendments To Appendices I And II Of CITES Thirteenth Meeting Of The Conference Of The Parties 3-14 October 2004 Bangkok, Thailand. Delvian. 2003. Keanekaragaman

Cendawan Mikoriza Arbuskula Dihutan Pantai Dan Potensi Pemanfaatannya. Studi Di hutan Alam Leuweung Sancang, Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Garut, Jawa Barat. [Disertasi] Program Pasca Sarjana IPB, Bogor.

(7)

Harley JL, Smith SE. 1997. Mycorhizal

Symbiosis. Academic Press.

London.

Herdina J. 2012. Pertumbuhan Beberapa Tanaman Untuk Revegetasi Yang Diinokulasi Ektomikoriza Pada Lahan Bekas Tambang Batu Bara Ombilin. [Tesis] Program Pasca sarjana Universitas Andalas, Padang. Millang S, Bachtiar B, Makmur A.

2011. Awal Pertumbuhan Pohon Gaharu (Gyrinops sp) Asal Nusa Tenggara Barat. Jurnal Hutan dan

Masyarakat 6(2):117-123.

Muin A. 2009. Teknologi Penanaman

Ramin (Gonystylus Bancanus

(Miq.) Kurz) Pada Areal Bekas

Tebangan. Untan Press 110p.

Pontianak.

Muin A, Fahrizal. 2015. Penanaman Aquilaria spp Bersifat Semitoleran

Pada Lahan Terbuka Dalam

Rangka Perluasan Tanaman Dan

Peningkatan Produksi Serta

Komoditas Gubal Gaharu.

[Laporan Tahunan Penelitian Prioritas Nasional Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (PENPRINAS MP3EI) 2011-2025]. Universitas Tanjungpura. Tidak Dipublikasikan.

Musfal. 2011. Potensi Cendawan Mikoriza Arbuskula Dalam Meningkatkan Hasil Tanaman Jagung. Jurnal Litbang Pertanian

29 (4):154-155.

Nusantara AD. 2002. Tanggap Semai

Sengon (Paraserianthes falcataria

(L) Nielsen) Terhadap Inokulasi Ganda Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Rhizobium sp.

Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian

Indonesia 4(2):62-70.

Rahayu S. 2012. Pertumbuhan Bibit Tanaman Gaharu (Aquilaria

malacensis) Menggunakan

Campuran Pupuk Organik dan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) [Tesis]. Surakarta. Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret.

Surata K, Soenarno. 2011. Penanaman Gaharu (Gyrinops versteegii

(Gilg).Domke) Dengan Sistem Tumpangsari Di Rarung, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 8(4): 349-361.

Sarief ES. 1986. Ilmu Tanah Pertanian.

Pustaka Buana. Bandung.

Utami NW. 2011. Respon Pemberian Hormon Tumbuh dan Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Stek Ramin (Gonystylus bancanus

(Miq.)Kurz). Buletin kebun raya: 14: (2): 19-28.

Wulandari AS, Susanti S. 2012. Aplikasi Pupuk Daun Organik

Untuk Meningkatkan

Pertumbuhan Bibit Jabon

(Anthocephalus cadamba

Roxb.Miq). Jurnal Silvikultur

Tropika 3 (2): 13-142.

Zubaidi A, Farida N. 2008. Pertumbuhan Bibit Gaharu Pada Beberapa Jenis Naungan. Jurnal

Gambar

Tabel  2.  Rerata  pertambahan  diameter,  jumlah  helai  daun  dan  persen  hidup  tanaman  gaharu  umur  12  minggu  pengaruh  naungan  dan  mikoiza
Gambar  1.  Grafik  rata-rata  pertambahan  (a)  tinggi  dan  (b)  diameter  tanaman  gaharu  perlakuan mikoriza sampai umur 12 minggu

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada setting relai hilang eksitasi yang digunakan di PLTGU GT unit 1.3 Muara Tawar bekerja dengan satu zona pengaman yang dibatasi dengan nilai

Secara umum ada empat hal dalam mengukur kinerja koperasi , antara lain adalah : (1) Visi Koperasi merupakan suatu organisasi dimana anggota merupakan modal utama dalam

7) Mengenai Legal Standing Pemohon praperadilan (LSM Sorot Indonesia), dalam ketentuan Pasal 80 KUHAP disebutkan bahwa permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya

Rata - Rata Durasi Pelaksanaan Aktivitas sama dengan Target Koordinator Taman Pengamatan Langsung Koordinator Taman 9 Pengepelan Area yang ditugaskan bersih Bersih

Bahan yang digunakan dalam studi ini adalah Surfaktan MES yang berbahan dasar dari minyak jarak pagar (Slamet, Ibadurrohman, dan Wulandari 2017), nanokomposit Cu/TiO 2

Dari hasil pengamatan dan wawancara peneliti bahwa di dalam kehidupan nelayan kepulauan Balang Lompo dapat diketahui sebelumnya bahwa dalam sistem bagi hasil dianngap tidak adil, dan

Energi listrik yang dihasilkan oleh turbin angin dan solar cell diinputkan ke rangkaian charger regulator, output dari charger regulator digunakan untuk mengisi

Selanjutnya, digunakan pembersih untuk menghapus sisa penetran dari bagian permukaan, penetran yang tersisa adalah pada bagian yang cacat atau retak.. 8.12 Following is