• Tidak ada hasil yang ditemukan

implementasi semen sexing dalam kemasan straw cair pada sapi PO di kondisi usaha ternak rakyat di Kabupaten Pasuruan, jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "implementasi semen sexing dalam kemasan straw cair pada sapi PO di kondisi usaha ternak rakyat di Kabupaten Pasuruan, jawa Timur"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Abstract

Pendahuluan

implementasi semen sexing dalam kemasan straw cair

pada sapi PO di kondisi usaha ternak rakyat di

Kabupaten Pasuruan, jawa Timur

Lukman Affandhy *, W .C . Pratiwi dan D . Ratnawati

Loka Penelitian Sapi Potong, Grati, Pasuruan, Jawa Timur *Email : lukmanaffandhyC-@telkom . net

This study was designed to examine the implementation of sexing technology through sperm separation of chilled semen of beef cattle in Pasuruan District, East Java Province . The X and Y chromosom of Ongole Crossbreed spermatozoa from sperm separation each was inseminated artificially to 40 cows in Sub District of Wonorejo (wet area) and Sub District of Nguting (dry area) . The results showed that service per conception (S/C) was 1 .1 and conception rate (CR) was 81 .0% (X chromosom) and 67 .4% (Y chromosom) in Wonorejo Sub District . The data from Nguting Sub District showed that the S/C was 1 .1 and CR 70 .7% (X chromosom) and 71 .2% (Y chromosom) . The calve produced from X chromosom insemination in the Sub District of Wonorejo were 66 .7 and 33 .3% for female and male, respectively, white from Y chromosom insemination were 25 and 75% for female and male, respectively . In Sub District of Nguting, insemination with X chromosom resulted 88 .9% female valves and 11 .1% mate calves, while insemination with Y chromosom resulted 33 .3% female calves and 66 .7% male calves .

Key words : chromosom, sexing, artificial insemination

Untuk mendukung program kecukupan daging 2010 telah dilakukan berbagai upaya dalam rangka meningkatkan produktivitas maupun populasi sapi potong melalui pengembangan teknolgi reproduksi antara lain implementasi inovasi teknologi sexing . Teknologi sexing merupakan salah satu teknologi untuk memperoleh kelahiran pedet sesuai dengan yang diinginkan, yaitu anak sapi jantan dan atau betina ; di samping bermanfaat sebagai pengembangan plasma nutfah dan menunjang program IB / transfer embrio (Yuliani, 2008) . Untuk menghasilkan bibit dan calon bakalan yang baik serta sesuai dengan harapan tidaklah mudah, untuk itu diperlukan teknologi reproduksi yang tepat, praktis dan ekonomis. Salah satu teknologi yang bisa diterapkan adalah proses pemisahan spermatozoa X dan Y .

Teknologi pemisahan spermatozoa XY dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, yaitu filtrasi sephadex, sedimentasi, albumin colum, elektroforens dan XY antigen (Rachmawati, 1999) ; di samping menggunakan analisis DNA dengan teknik sitometer sel untuk menentukan khromosom X dan Y (Rens, 1999) maupun teknik fluorescence in situ hyhridisation (Anonimus, 2001) . Garner and Sciedel (2000) menyatakan bahwa tingkat

(2)

keberhasilan teknologi pemisahan spermatozoa XY mencapai 85-95% . Penggunaan putih telur cukup efektif sebagai bahan pemisahan spermatozoa XY dengan menghasilkan spermatozoa Y proporsi bawah sebesar 75,8 ± 13 % dan diperoleh tingkat kebuntingan 40% (Susilawati, 2002a, Susilowati, 2002 b ) . Hasil penelitian Kaiinet al. (2004) menyatakan bahwa motilitas spermatozoa X (45 %) dan Y (40 %) . Namun pada beberapa penelitian tentang sexing, khususnya di Indonesia belum memperoleh hasil yang optimal seperti beberapa laporan penelitian, diantaranya laporan penelitian tentang aplikasi spermatozoa X dan Y pada sapi induk PO pada kondisi peternak dengan menggunakan semen cair memperoleh hasil conception rate (CR) pada straw X mencapai 42,9 % dan straw Y mencapai 56,3 % dengan posisi IB pada pertengahan cornua uteri/4+ (Pamungkas et al., 2004) dan ketepatan fraksi atas pada spermatozoa X sebesar 53 % dan spermatozoa Y sebesar 47 % (Affandhy et al., 2005) . Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lagi hingga diperoleh hasil yang optimal sesuai dengan harapan .

Teknologi sexing umumnya dapat diinovasikan melalui teknik insemnasi buatan (IB) semen beku pada ternak, bahkan beberapa perusahaan telah memproduksi khromosom X dan Y untuk dikomersilkan (Garner and Sciedel, 2008), termasuk Balai Insemnasi Buatan di Indonesia. Teknologi reproduksi sexed sperm dalam kemasan semen cair (chilled semen) belum banyak dikembangkan di lapangan . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi keberhasilan sexing dalam kemasan semen cair pada sapi potong di tingkat usaha peternakan rakyat di Kab . Pasuruan, Jawa Timur .

Mated dan Metode

Aplikasi kegiatan penelitian ini merupakan upaya untuk mendapatkan informasi penggunaan IB semen hasilsexing (sperm separation) spermatozoa X dan Y dalam kemasan straw semen cair (chilled semen) di tingkat peternak.

Penelitian dilakukan di kabupaten Pasuruan Jawa Timur selama satu tahun (Juli 2006 sampai dengan Juli 2007) dengan cara mengimplementasikan spermatozoa X dan Y hasil sexing semen cair pejantan PO melalui teknologi IB pada sapi potong induk milik peternak di Kec . Wonorejo (lahan basah) dan Kec . Nguling (lahan kering) . Masing-masing lokasi sejumlah 80 ekor induk sapi potong (40 ekor di-IB dengan fraksi atas/spermatozoa X dan 40 ekor induk di-IB dengan fraksi bawah/spermatozoa Y) . Lahan basah adalah >60 % berupa lahan persawahan dan lahan kering adalah >60 % berupa tanah tegal/ladang. Teknologi pemisahan menggunakan bahan pengencer tris-sitrat kuning telur tanpa gliserol dengan rasio pengencer dan semen adalah 2 :3 dalam doses 100 juta/ml semen cair (0,25 mUdoses) .

Sebelum dilakukan proses pemisahan spermatozoa terlebih dahulu dilakukan penampungan semen dengan menggunakan vagina buatan. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan kualitas semen segar meliputi : volume, warna konsistensi, pH, gerakan massa, motilitas, persen hidup sperma hidup dan konsentrasi sperma . Prosedur cara pembuatan semen cair hasil sexing sebagai berikut :

1 . Persiapan bahan dan peralatan, yaitu tris amino methane, asam sitrat, fruktosa, aquades, penicillin, streptomicin, kuning telur (bahan), erlenmeyer, gelas ukur, timbangan digital, mikroskop, cooler 5 °C, sentrifugasi dan lain-lain (alat) .

(3)

2 . Pembuatan pengencer Tris ; dengan cara menimbang tris amino methane 3,028 g yang kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer berisi 100 ml aquades dan diaduk ; selanjutnya ditambahkan 1,675 g asam sitrat, 1,250 g fruktosa, 0,113 g penicillin dan 0,100 g streptomicin.

3 . Membersihkan telur ayam dengan alkohol 70 %, pisahkan kuning telur dan putih telur, untuk menghilangkan putih telur yang menempel, letakkan kuning telur diatas kertas saring ; selanjutnya membuat bahan pengencer tris amino methan kuning telur 10 dengan komposisi kuning telur 10 ml dan tris amino methan 90 ml sehingga volume total tetap 100 ml .

4 . Pembuatan pengencer sexing ; dengan cara : menyiapkan tabung reaksi untuk membuat gradien putih telur, dengan cara : menyaring putih telur dan pipet bagian yang encer. Selanjutnya membuat gradien putih telur (GPT) dengan konsentrasi 30% (0,6 ml putih telur dan 1,4 ml pengencer) dan konsentrasi 10% (0,2 ml putih telur dan 1,8 ml pengencer), masing-masing diaduk sampai homogen . Memasukkan GPT 10% secara perlahan-lahan ke dalam tabung reaksi GPT 30% (Tabung 1) .

5 . Membuat pengenceran semen dengan rasio pengencer dan semen 2 :3, selanjutnya dengan cara (1) menyiapkan 2 ml pengencer A di dalam tabung reaksi dan letakkan dalam waterbath dengan suhu 35'C (Tabung 2), (2) menambahkan 3 ml semen segar yang telah diperiksa kualitasnya kedalam tabung 2, (3) memasukkan 1 ml semen yang telah diencerkan (Tabung 2) kedalam tabung yang berisi GPT 30%dan 10% (Tabung 1), inkubasi selama 25 menit, (4) memasukkan masing-masing 3 ml pengencer dalam 2 tabung reaksi untuk lapisan atas dan lapisan bawah (Tabung 3 dan Tabung 4), (5) memasukkan 2 ml lapisan atas kedalam Tabung 3 dan 2 ml lapisan bawah ke dalam tabung 4, (6) sentrifugasi selama 5 menit pada 1500 rpm, (7) membuang supernatan (3 ml), (8) memeriksa kualitas hasil pemisahan, yang meliputi : Motilitas, pH dan viabilitas (9) menghitung konsentrasi untuk menentukan jumlah pengenceran dengan menggunakan rumus : Konsentrasi = jumlah spermatozoa x 400 x 50 .000 ; dimana 400 = kali pengenceran dan 50 .000 adalah volume tabung .

6 . Menambahkan pengencer dari hasil hitungan dengan menggunakan rumus : Al . VI = A2 . V2 ; dimana Al = Konsentrasi setelah pemisahan, V1 = Volume terakhir (2 ml), A2 = Konsentrasi pengenceran dan V2 = Volume penambahan .

7 . Penyimpanan hasil sexing dilakukan secara bertahap dengan cara mengatur suhu pada 33 °C, kemudian suhu diturunkan sampai dengan 15 °C, 10 °C dan akhinya sampai suhu 5°C (pada tiap penurunan suhu dilakukan penambahan pengencer secara bertahap) . Proses penyesuaian suhu berlangsung antara 1-2 jam .

8 . Melakukan pemeriksaan kualitas semen dengan motilitas > 40 % dan sperma hidup > 50 %, selanjutnya dilakukan pengisian semen cair dalam straw dan disimpan dalam suhu 5°C atau diinseminasikan lansung pada sapi betina yang sedang birahi di lapang .

Data dianalisis secara deskriptif dengan paramater yang diamatai meliputi service per conception (S/C), non return rate/NRR (60-90 hari), conception ratelCR, tingkat kesesuaian kelahiran pedet dan respon peternak .

(4)

Hasil

Data implementasi pengembangan IB hasil sexing dalam kemasan semen cair yang dilaksanakan di kecamatan Nguling dan Wonorejo, Kab . Pasuruan disajikan pada Tabel 1 dan 2 .

Performans reproduksi induk

Tabel 1 Performans reproduksi induk sapi PO melalui implementasi IBsexingsemen cair di peternak di wilayah Kecamatan Nguling dan Wonorejo Kab . Pasuruan

Hasil implementasi semen cair hasil sexing(Tabel 1) menunjukkan bahwa nilai S/C pada sapi induk yang diinseminasi dengan spermatozoa X dan Y pada kedua wilayah lahan kering di kec . Nguling maupun lahan basah di Kec . Wonorejo adalah kurang dari dua (1,1 kali) . Hasil kebuntingan di Kec . Wonorejo pada sapi induk memperoleh CR sebesar 81,0 % (IB semen cair dengan spermatozoa X) dan 67,4 % (IB semen cair dengan spermatozoa Y) ; sedangkan hasil kebuntingan di Kec . Nguling pada sapi induk memperoleh CR sebesar 70,7 % (IB semen cair dengan spermatozoa X) dan 71,2 % (IB semen cair dengan spermatozoa Y)

Proporsi kelahiran pedet

Tabel 2 Proporsi kelahiran pedet hasilsexingsemen cair di peternak di wilayah Kecamatan Nguling dan Wonorejo Kab . Pasuruan

Parameter Kec . Nguling* Kec. Wonorejo **

Anak Jantan Anak Betina Anak Jantan Anak Betina Fraksi atas/x(%) 11,1 (n = 2) 88,9 (n = 16) 33,3 (n = 7) 66,7 (n = 14) Fraksi bawah/y(%) 66,7 (n=18) 33,3 (n=9) 75,0 (n=15) 25,0 (n=5) Keterangan: * = lahan kering dan ** lahan basah

Hasil implementasi semen cair sexing yang di lakukan di Kec . Nguling (lahan kering) pada sapi induk yang di-IB dengan fraksi atas (spermatozoa X perkirakan sebagai calon sapi betina) telah dilahirkan 88,9 % pedet betina dan 11,1 % pedet jantan dan pada fraksi bawah (spermatozoa Y perkirakan sebagai calon sapi jantan) telah dilahirkan 66,7 % pedet jantan dan 33,3 % pedet betina. Sedangkan hasil di Kec . Wonorejo (lahan basah) bahwa pada sapi induk yang di-IB dengan fraksi atas (spermatozoa X perkirakan sebagai calon sapi betina) telah dilahirkan 66,7 % pedet betina dan 33,3 % pedet jantan dan pada fraksi bawah (spermatozoa Y perkirakan sebagai calon sapi jantan) telah dilahirkan 75,0 % pedet jantan dan 25,0 % pedet betina (Tabel 2) .

Respon peternak

Respon peternak terhadap program teknik IB hasil sexing semen cair pada dua kecamatan di kabupaten Pasuruan disajikan pada Tabel 3 .

Parameter Kec. Nguling* Kec . Wonorejo**

X Y X Y

Jumlah akseptor IB (ekor) 40 40 40 40

S/C 1,1 ± 0,3 1,1 ± 0,3 1,1 ± 0,2 1,1± 0,3

NRR 60-90 hari (%) 77,5 83,3 92,7 85,4

CR (%) 70,7 71,2 81,0 67,4

(5)

Tabel 3 Respon peternak terhadap IBsexingdi Kec . Nguling dan Wonorejo, Kab.Pasuruan

Pembahasan

Performans reproduksi induk

Keterangan : * = lahan kermg dan * * lahan basah

Semua responden di wilayah kecamatan Nguling dan Wonorejo dalam introduksi inovasi teknologi sexing dan implementasi pengembangan program teknik 1B hasil sexingsemen cair mendapat respon positif, yaitu > 60 % memperoleh jawaban setuju program sexing, namun 60-70 % peternak mengharapkan anak yang dilahirkan dari program sexing adalah anak jantan (Tabel 3) .

Hasil implementasi semen cair hasil sexingmenunjukkan bahwa nilai S/C pada kedua wilayah tersebut adalah lebih kecil dua (1,1 kali) (Tabel 1) . Rendahnya nilai S/C disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kualitas straw, ketepatan IB, keterampilan inseminator serta kondisi induk dan pakan yang baik (Yusran et al., 2001) . Nilai NRR dan CR yang tertinggi

diperoleh pada implementasi semen cair hasil sexing pada fraksi atas (spermatozoa X) di wilayah Wonorejo dibandingkan dengan lapisan bawah (spermatozoa Y) pada wilayah yang sama, maupun pada kedua fraksi atas/bawah di wilayah Nguling (Tabel 1) . Hal ini berkaitan dengan tingkat sosial budaya masyarakat dan kesuburan lahan di wilayah Kec . Wonorejo yang lebih baik (lahan basah) daripada Kec . Nguling yang merupakan lahan kering atau tegalan yang berpengaruh terhadap kebutuhan pakan ternak . Kondisi sosial budaya (pengetahuan) masyarakat akan berpengaruh terhadap ketepatan peternak dalam mendeteksi birahi pada sapi induk . Faktor deteksi birahi sangat penting dalam kaitannya dengan tingkat kejadian kebuntingan pada ternak, yang pada akhimya akan berdampak pada performans reproduksi sapi induk . Tingkat kebuntingan juga dipengaruhi oleh faktor nutrisi dan body condition (Wardhani et al., 1993 ; Hafez, 2000) . Nilai CR di semua lokasi implementasi semen cair hasil sexing adalah >60%, lebih tinggi daripada penelitian sebelumnya yaitu,

ujicoba spermatozoa X dan Y pada sapi induk PO pada kondisi peternak dengan menggunakan semen cair diperoleh nilai CR pada straw X sebesar 42,9 % dan straw Y sebesar 56,3 % (Pamungkas et al., 2004) ; demikian pula sexing yang dilakukan pada sapi perah dara memperoleh persentase kebuntingan kurang dari 50 % (Cerchiaro, 2007) . Aplikasi kegiatan penelitian ini merupakan upaya untuk mendapatkan informasi penggunaan IB semen hasil sexing (sperm separation) spermatozoa XY dalam kemasan straw semen cair (chilled semen) di tingkat peternak . Untuk memperoleh informasi keberhasilan kelahiran pedet dari hasil sexingdalam kemasan straw cair di dua kecamatan disajikan pada Tabel 2 .

Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Patu, 24 November 2008 1 2 7 Wilayah IB

Respon peternak Kec. Nguling* Kec. Wonorejo **

X Y X Y

Jumlah respondens (orang) 40 40 40 40

Keinginan kelahiran pedet :

Jantan (%) 70,3 67,3 72,3 60,5

Betina(0/6) 0,0 0,0 17,0 27,9

Jantan/betina sama 29,7 38,8 10,6 11,6

Respon programsexing

Setuju 67,6 59,6 87,2 83,7

Ragu-ragu 32,4 40,4 12,8 14,0

(6)

Proporsi kelahiran pedet

Implemetasi pengembangan sexing semen cair di kecamatan Nguling dan Wonorejo Kab . Pasuruan memperoleh kelahiran pedet seperti pada Tabel 2 hampir sama dengan dilakukan penelitian sebelumnya, yaitu pada fraksi atas (X) memperoleh kelahiran pedet betina dan jantan masing-masing adalah 60 dan 40 %; sedangkan pada fraksi bawah (Y) memperoleh kelahiran pedet betina dan jantan masing-masing adalah 28,6 dan 71,4 % (Affandhy et al., 2006). Dengan demikian tingkat keberhasilan kemungkinan salah satunya dipengaruhi oleh keefektifan bahan pemisah spermatozoa yaitu putih telur, sebagaimana laporan dan i Susilawati (2002 a) bahwa penggunaan putih telur cukup efektif sebagai bahan pemisahan spermatozoa X dan Y dengan menghasilkan spermatozoa Y proporsi bawah sebesar 75,8 ± 13 demikian pula hasil pemisahan spermatozoa dengan menggunakan gradient putih telur yang di IB-kan pada sapi PO memperoleh kebuntingan 40% (Susilawati, 2002b) .

Respon peternak

Implementasi pengembangan program teknik IB hasil sexing semen cair mendapat respon positif, yaitu > 60 % memperoleh jawaban setuju program sexing, namun 60-70 % petemak mengharapkan anak yang dilahirkan dari program sexing adalah anak jantan (Tabel 3). Hal ini berkaitan dengan harga penjualan pedet jantan lepas lebih mahal daripada harga pedet betina pada sapi potong, di samping pertumbuhan cepat dan dapat dipelihara sebagai pemacek jika memiliki performans yang baik (Pamungkasetal., 2004) .

Kesimpulan dan Saran

Implementasi pengembangan semen cair hasil IB sexing dalam kemasan straw cair pada sapi potong di usaha ternak rakyat di Kab . Pasuruan menunjukkan respon positif dengan ditunjukkan rendahnya service per conception dan tingginya conseption rate serta ketepatan proporsi kelahiran pedet mencapai 67-89 % . Teknik sexing dalam kemasan straw cair dapat dikembangkan pada usaha peternakan rakyat sesuai dengan harapan dengan biaya pembuatannya lebih efisien .

Daftar Pustaka

Affandhy, L ., D . Pamungkas, Hartati, P .W . Prihandini, P . Situmorang dan T . Susilowati . 2005. Peningkatan produktivitas sapi potong melalui efisiensi reproduksi : Aplikasi pengembanhgan semen cair dan teknik pemisahan spermatozoa pada sapi potong . Laporan Penelitian . Loka Penelitian Sapi Potong .

Affandhy, L ., D . Pamungkas, P .W . Prihandini, D.B . Wijono, P . Situmorang dan W .C. Pratiwi . 2006 . Peningkatan produktivitas sapi potong melalui efisiensi reproduksi : Uji coba teknologi IB hasil sexing dalam kemasan straw cair di lapang . Laporan Penelitian . Loka Penelitian Sapi Potong . Anonimus . 2001 . New method offers improved sex sorting for livestock. Germplasm and Gamete

Physiology Laboratory, Agricultural Research Service, Department of Agriculture, Beltsville, Maryland.

Cerchiaro, I ., M . Cassandro, R . Dal Zooto, P . Carnier and L. Gallo . 2007 . Afield study on fertility and purity of sex-sorted cattle sperm. Dairy Sci . 2007 . 90 :2539-2542 .

Garner, D .L . and G.E . Seidel . 2000 . Sexing Bull Sperm . Animal Reproduction and Biotechnology laboratory, Colorado State Univ. Foothills Research Campus, Fort Collins, Colorado, USA .

(7)

Garner, D .L. and G .E . Seidel . 2008 . History

of

commercializing sexed semen for cattle. Theriogenology, 2008 Apr 15, 69 (7) 886-95 . Epub 2008 Mar 17 .

Hafez, E .S .E . 2000. Reproduction in Farm Animals . 7rh Edition. Reproductive Health Center. IVF Andrology Laboratory . Kiawah Island, South Carolina, USA . pp 509 .

Kaiin, E .M ., M. Gunawan, S . Said dan B . Tappa . 2004 . Fertilisasi dan perkembangan oosit hasil IVF dengan sperma hasil pemisahan . Proseding Seminar Nasional . Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor 4-5 Agustus, 2004 : 21-25 .

Pamungkas, D ., L. Affandhy, A . Rasyid, D.B . Wijono dan T. Susilowati .2004 . Teknologi pemisahaan spermatozoa sapi potong . Laporan Penelitian. Loka Penelitian Sapi Potong .

Rachmawati, A . 1999 . Kapasitas dan reaksi akrosom spermatozoa sapi Bali hasil filtrasi dengan sphadex G-200 menggunakan pengencer yang berbeda sebelum dan sesudah proses pembekuan . Fak. Peternakan Univ . Brawijaya (Skripsi)

Rens, W ., G .R . Welch, L .A . Johnson . 1999 . Improved flow cytrometric sorting

of

X- and Y-chromosome bearing sperm : substantial increase in yield of sexed semen . Germplasm and Gamete Physiology Laboratory, Agricultural Research Service, U .S Department of Agriculture, Beltsville, Maryland .

Susilawati, T . 2002$ . Pembekuan spermatozoa sapi Limousin hasil sexingdengan gradient konsentrasi putih telur . Fak . Peternakan . Univ . Brawijaya. (Laporan)

Susilawati, T . 2002b Tingkat keberhasilan inseminasi buatan pada sapi Peranakan Ongole menggunakan hasil sexing dengan gradient konsentrasi putih telur . Fak . Peternakan . Univ. Brawijaya. (Laporan).

Wardhani, M.K., A . Musofie, U . Umiyasih, L . Affandhy, M.A . Yusran dan D .B . Wijono . 1993 . Pengaruh perbaikan gizi terhadap kemampuan reproduksi sapi Madura . Dalam : Komarudin-Ma'sum et al. (Ed) . Pros . Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian dan Pengembangan Sapi Madura Sub Balitnak Grati. 164-167 .

Yulliani, E. 2008 . Produksi masal anak sapi Bali jenis kelamin tertentu melalui IB dengan sperma sexing . Webmaster : webadmin@,Qustaka-deptan .go .i d (2 Oktober 20081,

Yusran, M .A ., L. Affandhy dan Suyamto. 2001 . Pengkajian Keragaan, Permasalahan dan alternatif solusi program IB sapi potong di Jawa Timur. Pros . Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001 . Puslitbang . Peternakan . Bogor, hal . 155-167.

Gambar

Tabel 1 Performans reproduksi induk sapi PO melalui implementasi IB sexing semen cair di peternak di wilayah Kecamatan Nguling dan Wonorejo Kab
Tabel 3 Respon peternak terhadap IB sexing di Kec . Nguling dan Wonorejo, Kab.Pasuruan

Referensi

Dokumen terkait

IMPLEMENTASI PROTOTIPE KOREKSI OTOMATIS Prototipe dari koreksi otomatis dapat diimplementasikan secara sederhana dengan membuat sebuah program yang menerima masukan

Penelitian ini membahas mengenai proses pembelajaraan yang terdapat di Sekolah Dasar. Penerapan metode yang dilakukan oleh guru yaitu menggunakan metode ceramah dalam

(Langke, Palandeng & Karuntu 2018) menyatakan Persediaan bahan baku adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam proses produksi dalam sebuah perusahaan

Indeks keseragaman spesies fitoplankton dari Divisi Chlorophyta di Bendungan Pandanduri secara keseluruhan sebesar 0,83 (Tabel 1) yang menandakan bahwa Bendungan

Di awali dari visi Indonesia Sehat oleh Departemen Kesehatan yang salah satu intinya yaitu pemerataan pelayanan kesehatan hingga seluruh wilayah NKRI, maka sarana kesehatan

kewajiban sesuai dengan jangka waktu. Bank ingin mengetahui calon nasabah mempunyai karakter yang baik, jujur dan mempunyai komitmen terhadap pelunasan kredit yang

Bahan dan peralatan yang digunakan pada proses pembekuan semen adalah mini straw volume 0,25 ml yang berisi semen cair kambing Peranakan Etawah (PE) hasil sexing, N 2

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini bahwa motilitas dan viabilitas spermatozoa semen sexing kambing Peranakan Etawa (PE) menggunakan metode