• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan modal utama bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang dimilikinya. Sumberdaya manusia yang berkualitas akan mampu mengelola sumberdaya alam dan memberi layanan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, hampir semua bangsa berusaha meningkatkan kualitas pendidikannya termasuk Indonesia.

Kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat dari kemampuan atau kompetensi yang dimiliki lulusan lembaga pendidikan, seperti sekolah. Sekolah memiliki tugas untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat dan mensejahterakan masyarakat. Sekolah harus mengetahui potensi yang dimiliki setiap peserta didiknya, dan untuk Selanjutnya sekolah merancang pengalaman belajar yang harus diikuti peserta didik agar memiliki kemampuan yang diperlukan masyarakat. Dengan demikian potensi peserta didik akan berkembang secara optimal. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan bagi Bangsa Indonesia adalah diterbitkannya Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 sebagai penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 20 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada Pasal 3 undang-undang tersebut menjelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang dijelaskan diatas, maka Pemerintah menetapkan standar nasional pendidikan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan pemerintah tersebut menjelaskan bahwa Standar Nasional Pendidikan meliputi standar isi, standar kompetensi lulusan, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Selanjutnya pasal 11 PP Nomor 19 tahun 2005 ini menjelaskan bahwa beban belajar untuk SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori mandiri dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks). Beban belajar minimal dan maksimal bagi satuan pendidikan yang menerapkan Sistem Kredit Semester (SKS) ditetapkan oleh Peraturan Menteri berdasarkan usul dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Pada ayat ini dijelaskan pula bahwa, sekolah khususnya SMA/MA/ SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu sekolah kategori standar dan sekolah kategori mandiri. Pengkategorian ini didasarkan pada tingkat terpenuhinya Standar Nasional Pendidikan. Oleh karenanya Pemerintah dan Pemerintah Daerah berupaya agar sekolah/madrasah yang berada dalam kategori standar meningkat menjadi sekolah/madrasah kategori mandiri. Lebih jauh, PP Nomor 19 tahun 2005 , Peraturan Peralihan pasal 94 ayat b menyatakan bahwa 7(tujuh) tahun sejak diterbitkannya PP tersebut semua sekolah harus memenuhi SNP. Dengan demikian maka semua SMA wajib untuk mengupayakan pencapain 8 SNP ini, dengan atau tanpa bantuan.

(2)

Dalam rangka pemenuhan 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) di SMA, Direktorat PSMA telah melaksanakan program bimbingan pendampingan secara bertahap, dimulai pada tahun 2007 dengan 441 SMA rintisan Sekolah Kategori Mandiri (RSKM). Selanjutnya pada tahun 2008 menjadi 2.465 SMA, dan pada tahun 2009 menjadi 3.252 SMA. Direktorat PSMA secara terus menerus melakukan pembinaan dan pendampingan terhadap SMA tersebut dalam kurun waktu 3 tahun, baik berupa bantuan keuangan (block grant), dokumen dan pedoman yang mendukung terhadap pencapain SNP, maupun berupa kegiatan yang dilaksanakan mulai dari tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan SMA. Kegiatan yang dilaksanakan berupa asistensi bagi SMA, Penanggung Jawab Program tingkat Kabupaten/Kota dan tingkat Provinsi yang dilaksanakan langsung oleh Direktorat PSMA. Selain itu, dilaksanakan juga asistensi melalui pengiriman fasilitator ke Provinsi dalam kegiatan workshop/asistensi dan revisi proposal yang dilaksanakan oleh masing– masing Provinsi. Untuk selanjutnya, agar diperoleh gambaran hasil implementasi program rintisan SKM ini, maka dilakukan supervisi yang pada tahun 2009 melibatkan 170 SMA di seluruh Provinsi.

Kegiatan lain yang telah dilaksanakan oleh Direktorat PSMA adalah bimbingan teknis KTSP (Bimtek KTSP) yang merupakan kegiatan bimbingan yang diberikan kepada pendidik dan tenaga kependidikan SMA dalam rangka memberikan pemahaman konsep dan teknis persiapan, pelaksanaan dan evaluasi KTSP yang dilaksanakan dalam bentuk workshop. Tujuan dari program tersebut adalah : (1) mendiseminasikan landasan hukum/peraturan (Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Permendiknas dan Panduan yang diterbitkan BSNP) yang menjadi acuan dalam pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan pelaksanaan KTSP, (2) meningkatkan kemampuan/keterampilan peserta diklat/ bimtek antara lain dalam : penyusunan rencana pencapaian SNP, penyusunan KTSP, pengembangan perangkat dan pelaksanaan pembelajaran, penyiapan perangkat dan pelaksanaan penilaian hasil belajar peserta didik, dan penyusunan program muatan lokal.

Seluruh SMA wajib mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berbasis kompetensi. Menurut Wilson (2001), paradigma pendidikan berbasis kompetensi yang mencakup kurikulum, pedagogi, dan penilaian menekankan pada standar atau hasil. Hasil belajar yang berupa kompetensi dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan pedagogi yang mencakup strategi mengajar atau metode mengajar. Tingkat keberhasilan pembelajaran yang dicapai peserta didik dapat dilihat pada hasil ulangan dan ujian, serta tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik. Selain itu, sekolah harus menyusun dan memiliki berbagai panduan, program kerja sekolah, dan mengevaluasi hasil pencapaian kinerjanya dalam rangka terpenuhinya 8 SNP.

Direktorat Pembinaan SMA telah melaksanakan bimtek pelaksanaan KTSP ini di SMA sejak tahun 2006. Sampai dengan tahun 2009 pelaksanaan bimtek telah menjangkau 7.467 sekolah, dengan melibatkan 58.812 orang guru, kepala sekolah dan pengawas, serta unsur Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota. Bimtek KTSP dilaksanakan secara berjenjang dan bertahap, mulai dari penyiapan rancangan program, bahan/materi dan strategi pelaksanaannya, sampai dengan bimtek di tingkat sekolah, dan supervisi keterlaksanaan KTSP di sejumlah SMA.

Meskipun program dan kegiatan ini telah dilaksanakan lebih dari 3 tahun, tetapi masih ditemukan permasalahan yang menghambat terhadap pencapaian SNP tersebut. Dari 170 SMA yang disupervisi pada tahun 2009, ditemukan hanya beberapa SMA yang sudah siap untuk menjadi SKM. Beberapa hal yang ditemukan antara lain; (1) hampir semua SMA sudah memiliki dokumen SNP, namun makna dan esensinya belum banyak dipahami, (2) sekolah mendapat kesulitan dalam menentukan prioritas program, (3) sekolah belum optimal dalam mempromosikan program sekolah ke lingkungan internal (warga sekolah + komite sekolah) dan ekternal (Pemda), (4) Sekolah masih menemui kesulitan dalam

(3)

tanpa prosedur yang benar, dan (6) masih ada SMA yang mengadopsi KTSP SMA lain, meskipun SMA yang KTSP nya diadopsi tersebut tidak memiliki karakteristik yang sama.

Selain dari itu, masih ada SMA yang memahami bahwa pemenuhan SNP adalah kewajiban yang harus dicapai sekolah sesuai dengan tuntutan PP nomor 19 tahun 2005 , Peraturan Peralihan pasal 94 ayat b yang menyatakan bahwa 7(tujuh) tahun sejak diterbitkannya PP tersebut semua sekolah harus memenuhi SNP. Sementara itu, berbagai program yang dilakukan oleh pusat, propinsi, kabupaten/kota baik yang berupa bantuan dana (block grant) ataupun bantuan pendampingan yang berupa kegiatan, hanya sebagai stimulus dalam pemenuhan SNP tersebut.

Memperhatikan berbagai permasalahan diatas, maka Direktorat Pembinaan SMA perlu menyempurnakan Konsep Sekolah Kategori Mandiri (SKM), sehingga lebih operasional dan dapat membantu SMA dalam memanfaatkan seluruh sumberdayanya dalam mewujudkan tuntutan PP nomor 19 tahun 2005 ini. Untuk selanjutnya, konsep ini juga diharapkan dapat membantu SMA dalam memahami 8 (delapan) SNP, untuk kemudian dapat menyusun strategi penyelenggaraan SKM agar pemenuhan SNP dapat terwujud dalam waktu yang telah ditentukan.

Konsep SKM SMA pada dasarnya berisi tentang pengertian, karakteristik dan profil SKM di SMA. Sebagai pendukung penerapan konsep ini, Direktorat Pembinaan SMA juga menyusun naskah Pola Pembinaan SKM dan PBKL, Panduan Penyelenggaraan SKM lainnya yang diperlukan. Melalui konsep dan panduan, serta juknis yang disusun, diharapkan seluruh stakeholder pendidikan akan memahami konsep SKM, dan usaha–usaha serta strategi apa yang harus dilakukan SMA, agar 8 SNP dapat dipenuhi.

B. LANDASAN HUKUM

Landasan hukum Sekolah Kategori Mandiri (SKM) sebagai berikut :

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 12 ayat 1 huruf b dan huruf f, bab IX pasal 35.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, bagian ketiga pada Pasal 10 dan 11 tentang beban belajar dalam bentuk sistem paket dan sistem satuan kredit semester (SKS)

4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

5. Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008 tentang Pembiayaan Pendidikan

6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan

7. Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi

8. Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan

9. Permendiknas Nomor 6 tahun 2007, sebagai Penyempurnaan Permendiknas Nomor 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas Nomor 22 dan 23 tahun 2006 10. Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah 11. Permendiknas Nomor 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah 12. Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan

Kompetensi Guru

13. Permendiknas Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan 14. Permendiknas Nomor 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan 15. Permendiknas Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan

16. Permendiknas Nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan

(4)

17. Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses

18. Permendiknas Nomor 24 tahun 2008 tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah/ Madrasah

19. Permendiknas Nomor 25 tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah

20. Permendiknas Nomor 26 tahun 2008 tentang Standar Tenaga Laboratorium Sekolah/Madrasah

21. Permendiknas Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Tenaga Konselor Sekolah/ Madrasah

22. Permendiknas Nomor 39 tahun 2009 tentang Beban Kerja Guru

23. Permendiknas Nomor 63 tahun 2009 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan

24. Permendiknas Nomor 69 tahun 2009 tentang Standar Biaya Operasi Nonpersonalia tahun 2009 untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SDLB, SMPLB, dan SMALB

C. LANDASAN OPERASIONAL

Landasan operasional Sekolah Kategori Mandiri (SKM) sebagai berikut :

1. Kewajiban satuan pendidikan untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Aturan Peralihan Pasal 94, butir b, paling lambat 7 (tujuh) tahun setelah berlakunya Peraturan Pemerintah tersebut mencakup 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yaitu :

a. Standar Isi (Permendiknas Nomor 22 tahun 2006) meliputi :

§ Kerangka dasar dan struktur kurikulum

§ Beban belajar

§ Kurikulum tingkat satuan pendidikan

§ Kalender pendidikan

§ Lampiran Standar Isi tentang Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) untuk setiap mata pelajaran

b. Standar Kompetensi Lulusan (Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 dan Permendiknas Nomor 48 tahun 2008) meliputi :

§ Standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah

§ Standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran

§ Standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran

c. Standar Proses (Permendiknas Nomor 41 tahun 2007) mencakup :

§ Perencanaan proses pembelajaran

§ Pelaksanaan proses pembelajaran

§ Penilaian hasil pembelajaran

§ Pengawasan proses pembelajaran

d. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan mencakup kualifikasi dan kompetensi meliputi :

§ Standar Pengawas Sekolah (Permendiknas Nomor 12 tahun 2007)

§ Standar Kepala Sekolah (Permendiknas Nomor 13 tahun 2007)

§ Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Permendiknas Nomor 16 tahun 2007)

§ Standar Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah (Permendiknas Nomor 24 tahun 2008)

§ Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah (Permendiknas Nomor 25 tahun 2008)

§ Standar Tenaga Laboratorium Sekolah/Madrasah (Permendiknas Nomor 26 Tahun 2008)

§ Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor (Permendiknas Nomor 27 Tahun 2008)

(5)

e. Standar Sarana dan Prasarana (Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007) meliputi:

§ Satuan pendidikan

§ Lahan

§ Bangunan gedung

§ Kelengkapan prasarana dan sarana : ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium biologi, ruang laboratorium fisika, ruang laboratorium kimia, ruang laboratorium komputer, ruang laboratorium bahasa, ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, tempat beribadah, ruang konseling, ruang UKS, ruang organisasi kesiswaan, jamban, gudang, ruang sirkulasi, tempat bermain/berolahraga.

f. Standar Pengelolaan (Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007) meliputi :

§ Perencanaan program

§ Pelaksanaan rencana kerja

§ Pengawasan dan evaluasi

§ Kepemimpinan sekolah/madrasah

§ Sistem informasi manajemen

g. Standar Pembiayaan (PP No. 19 Tahun 2005, Pasal 62; PP No. 48 Tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan dan Permendiknas Nomor 69 tahun 2009) meliputi :

§ Biaya investasi

§ Biaya operasi

§ Biaya personal

h. Standar Penilaian Pendidikan (Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007) mencakup :

§ Prinsip penilaian

§ Teknik dan instrumen penilaian

§ Mekanisme dan prosedur penilaian

§ Penilaian oleh pendidik

§ Penilaian oleh satuan pendidikan

§ Penilaian oleh pemerintah

2. Pemetaan sekolah berdasarkan tingkat pemenuhan Standar Nasional Pendidikan (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Penjelasan Pasal 11 Ayat (2) dan Ayat (3)) :

a. Berkaitan dengan diberlakukannya Standar Nasional Pendidikan, Pemerintah memiliki kepentingan untuk memetakan sekolah/madrasah menjadi sekolah/ madrasah yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan sekolah/madrasah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan. b. Pemerintah mengkategorikan sekolah/madrasah yang telah memenuhi atau

hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori mandiri, dan sekolah/madrasah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori standar.

c. Berbagai upaya ditempuh agar alokasi sumberdaya Pemerintah dan Pemerintah Daerah diprioritaskan untuk membantu sekolah/madrasah yang masih dalam kategori standar untuk bisa meningkatkan diri menuju kategori mandiri.

3. Peran pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengelolaan pendidikan (PP No. 19 Tahun 2005, Pasal 50, butir 2, 4 dan 5) :

a. Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional

b. Pemerintah daerah provinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah

c. Pemerintah kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.

5. Kebijakan dan program teknis Dinas Pendidikan Propinsi dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota berkaitan dengan SNP

(6)

D. TUJUAN

Konsep SKM ini bertujuan untuk:

1. Memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu. 2. Menjamin dan mengendalikan mutu pelaksanaan pendidikan berdasarkan kriteria

minimal penyelenggaraan pendidikan di SMA.

3. Memberikan pemahaman tentang SKM berkaitan dengan SNP.

4. Memberikan arahan kepada SMA untuk melakukan upaya–upaya dalam rangka pemenuhan SNP.

5. Menjadi dasar dalam menjalin kerjasama dan meningkatkan peran serta

stakeholder pendidikan di SMA melalui pola pembinaan, di tingkat Pusat dan Daerah dalam pemenuhan SNP.

6. Memberikan arahan kepada pembina pendidikan dalam rangka pembinaan terhadap SMA dalam pemenuhan SNP.

E. HASIL YANG DIHARAPKAN

Hasil yang diharapkan dari konsep SKM SMA adalah :

1. Terwujudnya hasil pendidikan yang bermutu dan terukur.

2. Berkembangnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan sesuai tuntutan Permendiknas No. 63 tahun 2009 tentang penjaminan mutu pendidikan.

3. Terpahaminya konsep dan karakteristik SKM oleh stakeholder pendidikan di SMA. 4. Adanya sejumlah SMA yang terdorong untuk melakukan upaya-upaya peningkatan

mutu dan penyelenggaraan pendidikan yang memenuhi/hampir memenuhi standar nasional pendidikan.

5. Terjalinnya kerjasama dan terlaksananya peran serta stakeholder pendidikan di SMA antara pusat dan daerah sesuai tugas dan perannya masing-masing .

F. SASARAN

Dokumen ini dapat digunakan oleh seluruh SMA, baik yang sedang menjalankan program Rintisan Sekolah Kategori Mandiri (RSKM) maupun secara mandiri sedang merintis untuk menerapkan SNP.

(7)

BAB II

KONSEP SEKOLAH KATEGORI MANDIRI (SKM) SMA

A. PENGERTIAN

Undang–Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa sekolah sebagai organisasi yang khas mempunyai tugas dan fungsi pelayanan masyarakat yang diselenggarakan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Selain itu, sekolah juga merupakan institusi yang melaksanakan proses pendidikan dalam tataran mikro yang menempati posisi penting, karena di sekolah akan terjadi proses pendidikan dan proses sosial sehingga peserta didik dapat tumbuh kembang, dan memperoleh bekal untuk kehidupan di masyarakat. Berkaitan dengan peran dan kedudukan penting seklah, Moris et. al (2001) mendefinisikan fungsi sekolah sebagai berikut : school give opportunity for self-development an social mobility; school develop the individual’s comptence as aworker, citizen and parent; school contribute to the economic growth of a society; School help to solve pressing social problem.

Memperhatikan fungsi sekolah yang dikemukakan oleh Moris diatas, maka sekolah berkewajiban memberikan pelayanan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya, baik potensi akademik maupun potensi sosial. Lebih jauh sekolah sebagai unit pelayanan teknis juga memiliki tanggungjawab terhadap orang tua dan lingkungan dalam mengembangkan peserta didik untuk dapat mengekpresikan dirinya dalam kehidupan sosial, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Haris (2003) memberikan ilustrasi tentang sekolah yang efektif sebagai berikut : focus closely on clsassroom improvement; Utilize discretye instruction or pedagogical strategies; apply pressure at the implementation stage to ensure adherence to the programme; collect systematic evaluative evidence about the impact upon schools and classroom; mobilize change at a numbers for levels within the organization; generate cultural as well as structural change; engage teachers in professional dialogue and development; provide external agency and support.

Berdasarkan pernyataan Haris diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sekolah yang efektif dituntut untuk untuk memiliki program kegiatan, baik yang berkaitan dengan proses pembelajaran maupun yang berkaiatan dengan lingkungan. Program dan kegiatan tersebut direvisi, dikembangkan, dan dievaluasi terus menerus, agar dampak dan manfaat dari program atau kegiatan yang telah dilaksanakan dapat teramati. Sekolah juga harus mengembangkan sumberdayanya melalui berbagai kegiatan dan dukungan, internal maupun eksternal. Sejalan dengan ini, Lightfoot (1993) mengatakan bahwa sekolah yang baik tidak berarti “….. does not absolute or discrete qualities of excellence and perfection, but on views of institution that anticipate changes, conflict, and imperfection”. Dengan demikian maka sekolah yang baik itu belum tentu segalanya baik, tetapi sekolah itu juga dapat mengantisipasi perubahan dan konflik yang dihadapi.

Berkaitan dengan kualitas sekolah ini, maka Pemerintah menuntut SMA yang ada di seluruh wilayah hukum Republik Indonesia untuk mencapai target standar sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari standar isi, standar kompetensi lulusan, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

(8)

Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu, dan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Ketentuan penerapan SNP tersebut telah diatur dalam beberapa pasal dan penjelasannya pada PP tersebut sebagai berikut :

1. Pemerintah mengkategorikan sekolah/madrasah yang telah memenuhi atau hampir memenuhi SNP ke dalam kategori mandiri, dan sekolah/madrasah yang belum memenuhi SNP ke dalam kategori standar

2. Pemerintah mendorong dan memfasilitasi diberlakukannya sistem satuan kredit semester (SKS) karena kelebihan sistem ini yaitu lebih mengakomodasikan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik. Dengan diberlakukannya sistem ini maka satuan pendidikan tidak perlu mengadakan program pengayaan karena sudah tercakup (built in) dalam sistem ini. Terkait dengan itu SMA atau bentuk lain yang sederajat dapat menerapkan sistem SKS. Khusus untuk SMA atau bentuk lain yang sederajat yang berkategori mandiri harus menerapkan sistem SKS jika

menghendaki tetap berada pada kategori mandiri.

3. Satuan pendidikan wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lambat 7 (tujuh) tahun.

Berdasarkan pada ketentuan penerapan SNP di atas maka dapat disimpulkan bahwa SMA kategori mandiri adalah SMA yang telah mampu memberikan layanan pendidikan minimal sesuai dengan standar nasional pendidikan, dan dapat memanfaatkan sumberdaya internal dan didukung oleh sumberdaya eksternal.

Sistem SKS menjadi bagian tidak terpisahkan dalam pengertian SKM SMA, artinya bahwa suatu SMA belum masuk kategori mandiri jika belum menerapkan SKS. Mempertimbangkan bahwa sampai saat naskah ini disusun belum diterbitkan ketentuan yang mengatur SKS maka ruang lingkup konsep ini dibatasi pada pemahaman SKM dalam arti memenuhi atau hampir memenuhi SNP.

B. KARAKTERISTIK

Karakteristik adalah ciri-ciri khusus SKM di SMA yang perinciannya dijabarkan dalam profil. Karakteristis tersebut adalah :

1. Memiliki dokumen KTSP yang penyusunannya dilakukan melalui proses analisis konteks, validasi dan rekomendasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan verifikasi serta penandatanganan oleh Dinas Pendidikan Provinsi, dan pemberlakuannya disahkan Kepala Sekolah dengan pertimbangan Komite Sekolah 2. Seluruh guru menyusun perencanaan pembelajaran (RPP), melaksanakan

pembelajaran sesusai dengan RPP, melakukan penilaian dengan berbagai cara, dan menerapkan pembelajaran berbasis TIK.

3. Melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap seluruh proses pendidikan untuk mendukung pencapaian standar kompetensi lulusan

4. Merumuskan dan menetapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk semua mata pelajaran masing–masing ≥ 75 %, dengan target kelulusan 100% dan lulusan yang diterima di Perguruan Tinggi ≥ 75%.

5. Memiliki lebih dari 75% guru berkualifikasi minimal D-IV atau S-I dengan latar belakang pendidikan sama dengan mata pelajaran yang diampunya.

6. Seluruh tenaga tata usaha, laboran, dan pustakawan sesuai kualifikasi dan dapat mengaplikasikan komputer dalam administrasi sekolah/tugasnya.

7. Memiliki tenaga khusus yang berfungsi dan diberdayakan dengan optimal, sehingga sekolah terpelihara dengan baik

(9)

8. Memiliki jumlah rombongan belajar maksimal 27 rombel dengan jumlah peserta didik maksimal 32 orang/rombel

9. Memiliki ruang kelas minimal sama dengan jumlah rombongan belajar yang dilengkapi oleh perabot dan alat/media pembelajaran, serta jaringan listrik dan internet yang memadai dan dapat menunjang pembelajaran berbasis TIK

10. Memiliki ruang pembelajaran lainnya yaitu perpustakaan laboratorium biologi, laboratorium fisika, laboratorium kimia, laboratorium komputer, dan laboratorium bahasa, dilengkapi dengan perabot, peralatan dan bahan sesuai standar serta difungsikan secara terjadwal dan optimal

11. Memiliki ruang Kepala Sekolah dan Guru dilengkapi dengan perabot dan terhubung dengan internet dan LAN

12. Memiliki ruang administrasi, gudang, ibadah, konseling, UKS dan OSIS dilengkapi dengan perabot dengan kondisi tertata rapih, nyaman, dan aman

13. Memiliki sanitasi, keamanan dan kesehatan dengan menyediakan toilet yang bersih serta jumlah memadai, menjamin keamanan lingkungan sekolah dan menjaga kebersihan

14. Seluruh ruang, bangunan, halaman, dan fasilitas dimanfaatkan secara optimal serta dipelihara secara berkala, sehingga dapat berfungsi dengan baik, bersih, aman, dan nyaman

15. Sekolah memiliki RKJM dan RKAS yang memuat semua kegiatan sekolah sesuai dengan visi, misi, dan tujuan sekolah yang ingin dicapai, disesuaikan dengan program pemenuhan SNP dengan melibatkan semua personil sekolah berdasarkan struktur organisasi yang ada dan uraian tuganya

16. Sekolah memiliki dokumen hasil evaluasi dan supervisi terhadap RJKM dan RKAS sehingga pencapain sekolah dalam pemenuhan SNP dapat terukur dan terlihat, dan dijadikan acuan dalam perbaikan program berikutnya

17. Seluruh guru memiliki program penilaian, melaksanakan penilaian sesuai program, dan melakukan analisis terhadap hasil penilaian, serta melaksanakan program perbaikan berdasarkan hasil analisis

18. Sekolah memiliki catatan pencapaian kemajuan seluruh peserta didik, hasil ujian, dan analisis hasil ulangan dan ujian untuk dijadikan dasar dalam pengembangan program penilaian berikutnya

19. Sekolah mengoptimalkan seluruh dukungan eksternal baik berupa moril/ pembimbingan maupun dukungan materil, serta melaksanakan program kemitraan yang didokumentasikan dalam bentuk MOU

C. PENGORGANISASIAN PEMBINAAN SKM DI SMA

Berkaitan dengan pemetaan sekolah oleh Pemerintah berdasarkan tingkat pemenuhan SNP menjadi kategori standar dan kategori mandiri, maka berbagai upaya ditempuh agar alokasi sumberdaya Pemerintah dan Pemerintah Daerah diprioritaskan untuk membantu sekolah/madrasah yang masih dalam kategori standar untuk bisa meningkatkan diri menuju kategori mandiri. Oleh karena itu pelaksanaan kebijakan tersebut di SMA menjadi tanggung jawab bersama antara Dit. Pembinaan SMA, Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Sekolah didukung dengan pihak eksternal yang terkait dengan SMA. Agar pelaksanaanya terkoordinasi dengan baik maka dikembangkan model pengorganisasian pembinaan SKM di SMA dijelaskan dalam gambar berikut ini.

(10)

Gambar 1. Pengorganisasian pembinaan SKM di SMA Penjelasan Gambar 1 di atas sebagai berikut :

1. Direktorat Pembinaan SMA sebagai pembina SKM SMA secara nasional memiliki peran dan fungsi sebagai berikut :

a. Menetapkan kebijakan program Rintisan SKM

b. Menyusun perangkat pendukung pelaksanaan program SKM

c. Mensosialisasikan program SKM kepada Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/ Kota dan SMA sasaran

d. Memberikan bimbingan teknis dalam perencanaan dan pelaksanaan program kerja SKM di SMA

e. Melaksanakan supervisi dan evaluasi pencapaian profil SMA

2. Dinas Pendidikan Provinsi sebagai pembina SMA di wilayahnya memiliki tugas sebagai berikut :

a. Menyusun program pembinaan SKM di wilayahnya secara bertahap dan berkelanjutan

b. Berperan dalam penyusunan dan pengembangan perangkat pendukung pelaksanaan program SKM

c. Memberikan bimbingan teknis dan manajerial serta alokasi pendanaan dalam rangka pemenuhan profil SKM mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

d. Menambah jumlah SMA dengan kategori mandiri (SKM).

3. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sebagai pembina SMA di wilayahnya memiliki tugas sebagai berikut :

a. Menyusun program pembinaan SKM di wilayahnya secara bertahap dan berkelanjutan

b. Berperan dalam penyusunan dan pengembangan perangkat pendukung pelaksanaan program SKM

c. Memberikan bimbingan teknis dan manajerial serta alokasi pendanaan dalam rangka pemenuhan profil SKM mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan

SMA Kategori Mandiri 1. Kebijakan Rintisan SKM

2. Panduan-panduan pendukung SKM 3. Bimtek pengembangan program SKM 4. Supervisi dan evaluasi program SKM

1. Program pembinaan SKM SMA 2. Bantuan teknis, manajerial, pendanaan pemenuhan profil SKM 3. Pemantauan, supervisi

dan evaluasi proses dan hasil pelaksanaan program SKM 4. Perluasan sasaran SKM 5. Pengembangan kerjasama pembinaan SKM 1. Program Pembinaan SKM SMA 2. Bantuan teknis, manajerial, pendanaan pemenuhan profil SKM 3. Pemantauan, supervisi dan evaluasi proses dan hasil pelaksanaan program SKM 4. Pengembangan kerjasama pembinaan SMA Perguruan Tinggi/P4TK/LPMP/ Dewan Pendidikan dan Pemangku Kepentingan Lainnya, antara lain: Kemitraan, Pendampingan, Konsultasi,

Koordinasi, Narasumber, Bantuan Material Pembelajaran Koordinasi dan sinkronisasi program pembinaan SKM Koordinasi dan sinkronisasi program pembinaan SKM Pengembangan kerjasama pembinaan SKM Koordinasi Pembinaan SKM Pengembangan kerjasama pembinaan SKM

(11)

d. Meningkatkan peran dan fungsi pengawas dalam pelaksanaan monitoring dan supervisi pencapaian SNP oleh SMA

e. Menambah jumlah SMA dengan kategori mandiri (SKM) 4. SMA merupakan pelaksana program dengan tugas sebagai berikut:

a. Menyusun Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) untuk 4 tahun dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) untuk 1 tahun pelaksanaan b. Menetapkan target pencapaian per tahun dan 4 tahun

c. Berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan proses dan hasil program kerja

d. Melaksanakan program kerja tahunan seusai dengan rencana yang telah ditetapkan.

e. Optimalisasi pengggunaan dana sekolah sesuai dengan ketentuan yang berlaku f. Optimalisasi peran dan fungsi personil sekolah sesuai dengan tupoksinya

masing–masing.

g. Melaksanakan evaluasi program secara berkala dan berkesinambungan

h. Melaporkan proses dan hasil pelaksanaan program kerja kepada pihak–pihak yang berwenang (Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Pemerintah Kab/Kota, dan Komite Sekolah).

5. Dukungan Eksternal

Dukungan eksternal adalah peran serta pemangku kepentingan pendidikan di SMA yang diharapkan dapat membantu dalam pelaksanaan dan pemenuhan SNP sesuai dengan kebutuhan sekolah seperti dari Perguruan Tinggi, P4TK, LPMP, dan lain-lain. Dukungan dapat diberikan dalam bentuk kemitraan, pendampingan, konsultasi, koordinasi, narasumber, bantuan material pembelajaran dan sejenisnya.

D. MODEL PENGEMBANGAN SKM DI SMA

Sekolah Kategori Mandiri merupakan kebijakan nasional dalam rangka menjamin dan mengendalikan mutu pelaksanaan pendidikan berdasarkan kriteria minimal penyelenggaraan pendidikan di SMA yang tertuang dalam 8 SNP. Mengacu pada pengertian, tujuan dan pengorganisasian pembinaan SKM di SMA di atas maka pengembangan SKM di SMA dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan ditingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan sekolah. Model pengembangan SKM di SMA digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2. Model pengembangan SKM di SMA

RSKM 441 SMA 2007-2009

132 SMA Model SKM-PBKL-PSB 2010-2012

RSKM Provinsi

RSKM Mandiri oleh Sekolah

RSKM Kab/Kota

RSKM Mandiri oleh Sekolah

Penerapan 8 SNP Secara Bertahap dan Berkesinambungan (Program Rintisan maupun Mandiri Sekolah)

Pembinaan Penguatan Penerapan SNP+SKS

Pembinaan Penguatan Penerapan SNP+SKS

Pembinaan Penguatan Penerapan SNP+SKS

(12)

Penjelasan Gambar 2. di atas sebagai berikut :

1. Pengembangan penerapan SKM di SMA dapat di bagi kedalam dua periode yaitu periode rintisan (2007-2012) dan periode penguatan dimulai tahun 2013 dan seterusnya.

2. Periode rintisan merupakan tahap pemahaman substansi SNP, konsolidasi kebijakan ditingkat institusi pembina (Dit. Pembinaan SMA, Dinas Pendidikan Provinsi, dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota), pembinaan terbatas pada sejumlah SMA, dan penerapan secara bertahap di tingkat sekolah. Konsentrasi utama pada periode rintisan adalah pemenuhan 8 SNP dan diharapkan dapat tercapai pada akhir tahun 2012 sebagaimana dipersyaratkan PP 19 tahun 2005 bahwa satuan pendidikan wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan SNP paling lambat 7 tahun setelah terbitnya PP tersebut. Pada periode ini diharapkan seluruh SMA baik negeri maupun swasta telah mulai merintis penerapan 8 SNP secara terprogram, bertahap dan terukur dibawah pembinaan Dit. Pembinaan SMA, Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing. Direktorat Pembinaan SMA menyiapkan materi pendukung berupa pedoman-pedoman pelaksanaan SKM, melaksanakan sosialisasi dan memberikan bimbingan teknis rintisan pemenuhan SKM disejumlah SMA diseluruh provinsi. Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota merencanakan strategi pencapaian SNP dan mengalokasikan sumberdaya untuk membantu SMA yang masih dalam kategori standar untuk bisa meningkatkan diri menuju kategori mandiri. Pada akhir periode ini yaitu tahun 2012 Dit. Pembinaan SMA bersama-sama dengan Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan Sekolah melakukan evaluasi keberhasilan pelaksanaan penerapan 8 SNP di sekolah.

3. Periode penguatan merupakan tahap pemantapan terhadap penerapan 8 SNP di sekolah dengan menekankan pada penyempurnaan keterlaksanaan semua standar. Pada periode ini jika telah tersedia perangkat pendukung SKS maka mulai dirintis penerapannya. Secara bertahap sekolah diperkenalkan, diarahkan dan dibina untuk menerapkan SKS. Dit. Pembinaan SMA mengembangkan pedoman-pedoman pelaksanaannya, memprogramkan rintisan SKS dan memberikan bimbingan teknis pelaksanaan SKS. Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota merencanakan strategi penyempurnaan keterlaksanaan semua standar dan penerapan SKS didaerahnya masing-masing. Diharapkan dalam kurun waktu 4 tahun setelah tahun 2013 lebih dari 75% SMA telah mencapai kategori mandiri yaitu memenuhi/hampir memenuhi 8 SNP dan melaksanakan SKS.

(13)

BAB III

PENUTUP

1. Sekolah Kategori Mandiri bukan merupakan suatu program tetapi merupakan suatu tahapan yang harus dicapai oleh semua SMA sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kewajiban untuk melaksanakan 8 SNP merupakan tanggungjawab bersama antara Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan juga SMA itu sendiri. Dengan demikian maka berdasarkan otonomi sekolah sesuai dengan PP nomor 19 tahun 2005 pasal 94 ayat b, SMA harus berperan secara aktif dalam pemenuhan setiap SNP sesuai skala prioritas yang ditentukan.

2. Keterbatasan infrastruktur, sarana prasarana, serta sumberdaya manusia yang dimiliki, memungkinkan SMA untuk melaksanakannya secara bertahap sesuai dengan kemampuannya. Meskipun demikian, pemenuhan Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Proses, Standar Pengelolaan, dan Standar Penilaian harus menjadi prioriras utama dalam pelaksanaannya.

3. Prioritas pentahapan tidak terbatas kepada standar yang masih kurang, tetapi juga harus fokus kepada keajegan pencapaian standar, sehingga mutu sekolah dapat lebih ditingkatkan, atau minimal dipertahankan.

4. Sekolah Kategori Mandiri bukan program Direktorat PSMA, Pemerintah Provinsi, ataupun Pemerintah Kabupaten/Kota, tetapi merupakan program Pemerintah yang tertuang dalam PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Peralihan pasal 94 ayat b pada PP ini menjelaskan bahwa sekolah (dalam hal ini SMA) harus sudah memenuhi atau hampir memenuhi 8 SNP tujuh tahun setelah PP tersebut terbit. Dengan demikian maka kewajiban SMA untuk mencapai 8 SNP sesuai target waktu yang ditetapkan (tahun 2012/2013) dengan atau tanpa bantuan Pusat atau Daerah. 5. Konsep SKM SMA ini dapat membantu Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam

melaksanakan bantuan, bimbingan dan pembinaan terhadap SMA, sehingga 8 SNP dapat dicapai sesuai waktu yang telah ditentukan.

(14)

Lampiran 1. Profil Sekolah Kategori Mandiri (SKM) SMA

PROFIL SEKOLAH KATEGORI MANDIRI (SKM) SMA

Sekolah Kategori Mandiri (SKM) adalah sekolah yang telah memenuhi atau hampir memenuhi 8 SNP yaitu Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Proses, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, Standar Penilaian Pendidikan dan melaksanakan Sistem Kredit Semester (SKS). Kondisi tersebut digambarkan dalam bentuk profil yang menguraikan indikator-indikator berupa persyaratan yang harus dipenuhi oleh sekolah. Profil SKM SMA merupakan gambaran garis besar SMA yang telah memenuhi persyaratan sebagai SKM yang di jelaskan dalam bentuk komponen, aspek dan indikator.

Komponen, Aspek, Indikator 1. Standar Isi

Sekolah memiliki dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan isi sesuai ketentuan dalam Panduan Penyusunan KTSP. Dokumen KTSP telah dinyatakan berlaku dan digunakan oleh sekolah.

1.1 Dokumen KTSP

1.1.1 Sekolah memiliki dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang penyusunannya dilakukan melalui proses analisis konteks, validasi dan

rekomendasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, verifikasi dan penanda tanganan oleh Dinas Pendidikan Propinsi, serta pemberlakuannya disahkan Kepala Sekolah dengan pertimbangan Komite Sekolah

1.1.2 Memiliki dokumen KTSP yang berisi visi, misi dan tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan; struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan (mata pelajaran, mulok, kegiatan pengembangan diri, pengaturan beban belajar, ketuntasan belajar, kenaikan kelas dan kelulusan, penjurusan,

pendidikan kecakapan hidup, pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global), kalender pendidikan, dan silabus

1.2 Dokumen silabus

1.2.1 Memiliki dokumen hasil pengkajian substansi SK/KD pada Standar Isi 1.2.2 Memilki dokumen hasil pemetaan Standar Isi untuk analisis SK/KD

1.2.3 Memiliki berbagai panduan dan contoh silabus yang dikembangkan oleh Pusat sebagai referensi dalam penyusunan silabus yang dilakukan secara mandiri 1.2.4 Memiliki dokumen Silabus yang memuat pengalaman belajar yang luas

mencakup seluruh mata pelajaran, yang dikembangkan melalui proses

penjabaran SK/KD menjadi Indikator, materi pelajaran, kegiatan pembelajaran dan jenis penilaian

2. Standar Kompetensi Lulusan

Sekolah merumuskan dan menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), dan menetapkan kriteria kelulusan UN di atas kriteria kelulusan nasional dan US minimal sama dengan KKM. Target kelulusan harus mencapai 100% dan mendorong siswa melanjutkan ke Perguruan Tinggi mencapai lebih dari 75%.

2.1 Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) :

2.1.1 Memiliki KKM berdasarkan hasil analisis kompleksitas materi, analisis intake siswa, dan analisis daya dukung.

2.1.2 Menetapkan pencapaian rata-rata KKM peserta didik per mata pelajaran ≥75% 2.2 Kriteria kelulusan

2.2.1 Kriteria kelulusan US minimal sama dengan KKM setiap mata pelajaran 2.2.2 Persentase lulusan 100%

(15)

Komponen, Aspek, Indikator 3. Standar Proses

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien. Perencanaan pembelajaran dituangkan dalam bentuk silabus dan dijabarkan ke dalam RPP serta dilengkapi degan bahan ajar. Proses pelaksanaan pembelajaran mengacu pada persyaratan dan diawasi secara terprogram oleh kepala sekolah serta dilakukan evaluasi.

3.1 Perencanaan Proses Pembelajaran

3.1.1 Memiliki dokumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) semua mata pelajaran yang memuat identitas mata pelajaran, SK, KD, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode

pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar

3.1.2 RPP merupakan penjabaran silabus dan disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih dengan memasukkan keunggulan lokal pada mata pelajaran yang relevan

3.1.3 Tersedia bahan ajar dalam bentuk (termasuk bahan ajar PBKL) : Bahan cetak (modul, hand out, LKS, dll); Audio, visual, audio visual; Bahan ajar berbasis TIK/multi media (CD interaktif, computer based)

3.2 Pelaksanaan proses pembelajaran

3.2.1 Pelaksanaan proses pembelajaran memenuhi persyaratan rombongan belajar (32 peserta didik), beban kerja minimal guru (24 jam tatap muka/minggu), rasio minimal jumlah peserta didik terhadap guru 20:1, dan buku teks pelajaran (rasio buku teks untuk peserta didik 1:1 per mapel dalam proses pembelajaran) 3.2.2 Guru melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan RPP

3.2.3 Menyusun jadwal pemanfaatan laboratorium untuk kegiatan di luar jadwal rutin 3.2.4 Memiliki penasehat akademik yang dapat mendeteksi potensi peserta didik (bisa

dengan tes bakat disertai data prestasi belajar), memberikan bimbingan akademik, membantu memecahkan masalah peserta didik

3.2.5 Menyusun dan melaksanakan program remedi sepanjang semester

3.2.6 Menerapkan pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) 3.3 Pengawasan proses pembelajaran

3.3.1 Kepala Sekolah dan Pengawas melakukan pemantauan proses pembelajaran pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran dengan cara diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara, dan dokumentasi

3.3.2 Kepala Sekolah dan Pengawas melakukan supervisi proses pembelajaran pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran dengan cara pemberian contoh, diskusi, pelatihan, dan konsultasi

3.3.3 Sekolah melaksanakan evaluasi pembelajaran dengan cara membandingkan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan standar proses, dan

mengidentifikasi kinerja guru dalam proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi guru

3.3.4 Guru memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan proses pembelajaran (remedial dan pengayaan)

3.3.5 Memiliki laporan hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses pembelajaran dan dilaporkan kepada pemangku kepentingan

3.3.6 Memberikan penguatan dan penghargaan kepada guru yang telah memenuhi standar dan teguran yang bersifat mendidik kepada guru yang belum memenuhi standar

(16)

Komponen, Aspek, Indikator 4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Keberhasilan pelaksanaan pendidikan di sekolah sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pendidik dan tenaga kependidikan. Oleh karena itu tenaga pendidik secara kualitas harus memenuhi kualifikasi akademik, sertifikasi profesi dan kesesuaian pendidikan dengan mata pelajaran yang diajarkan. Sedangkan tenaga kependidikan sekurang-kurangnya terdiri dari Kepala Sekolah, tenaga administrasi, pustakawan, tenaga laboratorium dan tenaga kebersihan. Tenaga kependidikan harus memenuhi persyaratan kompetensi yang dibutuhkan termasuk kompetensi pemanfaatan TIK untuk pembelajaran maupun administrasi sekolah.

4.1 Tenaga pendidik

4.1.1 Lebih dari 75% guru berkualifikasi akademik minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1)

4.1.2 Lebih dari 75% guru berlatar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan

4.1.3 Lebih dari 75% guru bersertifikat profesi guru 4.2 Tenaga kependidikan

4.2.1 Tenaga kependidikan sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium

4.2.2 Seluruh tenaga kependidikan memenuhi kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan yang sesuai

4.3 Tenaga layanan khusus

4.3.1 Satuan pendidikan memiliki tenaga layanan khusus meliputi penjaga sekolah, tenaga kebersihan, pengemudi, tukang kebun, pesuruh.

5. Standar Sarana dan Prasarana

Sekolah memiliki sarana dan prasarana meliputi satuan pendidikan, lahan, bangunan gedung, dan kelengkapan sarana dan prasarana. Aspek dan indikatornya adalah :

5.1 Satuan pendidikan

5.1.1 Memiliki minimum 3 rombongan belajar dan maksimum 27 rombongan belajar 5.2 Lahan

5.2.1 Luas lahan sekolah memenuhi rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik (m2/peserta didik) (Lihat permendiknas No. 24/2007)

5.2.2 Lokasi sekolah berada pada lahan yang memenuhi persyaratan standar dalam kesehatan, keamanan dan lingkungan

5.2.3 Lahan memiliki status hak atas tanah, dan/atau memiliki izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk jangka waktu minimum 20 tahun

5.3 Bangunan gedung

5.3.1 Bangunan gedung memenuhi ketentuan rasio minimum luas lantai terhadap peserta didik (m2/peserta didik) (Lihat permendiknas No. 24/2007)

5.3.2 Bangunan gedung memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat, kenyamanan, sistem

keamanan, dan tersedia instalasi listrik sesuai kebutuhan (minimum 1.300 watt) 5.3.3 Bangunan secara berkala dilakukan pemeliharaan baik ringan maupun berat 5.4 Ruang kelas

5.4.1 Semua rombongan belajar mempunyai ruang kelas

5.4.2 Kapasitas maksimum ruang kelas 32 peserta didik dengan rasio minimum luas ruang kelas 2 m2/peserta didik

5.4.3 Ruang kelas dilengkapi sarana meliputi perabot (kursi dan meja peserta didik, kursi dan meja guru, lemari dan papan pajang), media pendidikan (papan tulis), perlengkapan lain (tempat sampah, tempat cuci tangan, jam dinding, soket listrik)

(17)

Komponen, Aspek, Indikator 5.5 Ruang perpustakaan

5.5.1 Luas minimum sama dengan luas satu ruang kelas

5.5.2 Ruang perpustakaan dilengkapi sarana meliputi buku (buku teks pelajaran 1:1 per peserta didik per mata pelajaran per pendidik dalam proses pembelajaran, buku panduan pendidik, buku pengayaan, buku referensi dan sumber belajar lain), perabot (rak buku, rak majalah, rak surat kabar, meja baca, kursi baca, kursi kerja, meja kerja, lemari katalog, lemari, papan pengumuman dan meja multimedia), media pendidikan (peralatan multimedia), perlengkapan lain (buku inventaris, tempat sampah, soket listrik dan jam dinding)

5.5.3 Memiliki Sistem Informasi Manajemen perpustakaan berbasis TIK 5.6 Laboratorium biologi

5.6.1 Ruang laboratorium dapat menampung minimum 1 rombongan belajar 5.6.2 Rasio minimum ruang laboratorium 2,4 m2/peserta didik. Untuk rombongan

belajar dengan peserta didik kurang dari 20 orang, luas minimum 48 m2 termasuk ruang persiapan dan penyimpanan 18 m2

5.6.3 Ruang laboratorium dilengkapi sarana meliputi perabot, peralatan pendidikan (alat peraga, alat dan bahan percobaan), media pendidikan, bahan habis pakai, perlengkapan lain

5.7 Laboratorium fisika

5.7.1 Ruang laboratorium dapat menampung minimum 1 rombongan belajar 5.7.2 Rasio minimum ruang laboratorium 2,4 m2/peserta didik. Rombongan belajar

dengan peserta didik kurang dari 20 orang, luas minimum 48 m2 termasuk ruang persiapan dan penyimpanan 18 m2

5.7.3 Ruang laboratorium dilengkapi sarana meliputi perabot, peralatan pendidikan (alat peraga, alat dan bahan percobaan), media pendidikan, perlengkapan lain 5.8 Laboratorium kimia

5.8.1 Ruang laboratorium dapat menampung minimum 1 rombongan belajar 5.8.2 Rasio minimum ruang laboratorium 2,4 m2/peserta didik. Untuk rombongan

belajar dengan peserta didik kurang dari 20 orang, luas minimum 48 m2 termasuk ruang persiapan dan penyimpanan 18 m2

5.8.3 Ruang laboratorium dilengkapi sarana meliputi perabot termasuk almari asam dan almari alat, peralatan pendidikan (alat peraga, alat dan bahan percobaan), media pendidikan, perlengkapan lain

5.9 Laboratorium komputer

5.9.1 Ruang laboratorium dapat menampung minimum 1 rombongan belajar yang bekerja dalam kelompok @ 2 orang

5.9.2 Rasio minimum luas ruang laboratorium 2 m2/peserta didik

5.9.3 Ruang laboratorium dilengkapi sarana meliputi perabot, peralatan pendidikan (alat peraga, alat dan bahan percobaan), media pendidikan, perlengkapan lain 5.9.4 Ruang laboratorium memiliki fasilitas pencahayaan dan pendingin ruangan

memadai yang disesuaikan dengan kondisi/kemampuan

5.9.5 Memiliki komputer minimal 20 unit yang terhubung dengan internet 5.9.6 Komputer terkoneksi dengan jaringan LAN

5.10 Laboratorium bahasa

5.10.1 Ruang laboratorium dapat menampung minimum 1 rombongan belajar yang bekerja dalam kelompok @ 2 orang

5.10.2 Rasio minimum luas ruang laboratorium 2 m2/peserta didik

5.10.3 Ruang laboratorium dilengkapi sarana meliputi perabot, peralatan pendidikan (alat peraga, alat dan bahan percobaan), media pendidikan, perlengkapan lain 5.11 Ruang pimpinan

5.11.1 Luas minimum 12 m2 dan lebar minimum 3 m 5.11.2 Mudah diakses oleh guru dan tamu sekolah

5.11.3 Ruang pimpinan dilengkapi sarana meliputi perabot, telekomunikasi, komputer, internet dan perlengkapan lain

(18)

Komponen, Aspek, Indikator 5.12 Ruang guru

5.12.1 Rasio minimum luas ruang 4 m2/pendidik, luas minimum 72 m2

5.12.2 Mudah dicapai dari halaman sekolah atau dari luar lingkungan sekolah dan dekat dengan ruang pimpinan

5.12.3 Ruang guru dilengkapi sarana meliputi perabot, telekomunikasi, komputer, internet dan perlengkapan lain

5.12.4 Pengaturan ruang guru memungkinkan untuk mobilitas MGMP rumpun mata pelajaran dan memberikan layanan konsultasi akademik siswa

5.13 Ruang tata usaha

5.13.1 Rasio minimum luas ruang 4 m2/petugas dan luas minimum 16 m2

5.13.2 Mudah dicapai dari halaman sekolah atau dari luar lingkungan sekolah dan dekat dengan ruang pimpinan

5.13.3 Ruang tata usaha dilengkapi sarana meliputi perabot, dan perlengkapan lain 5.14 Tempat beribadah

5.14.1 Luas minimum 12 m2

5.14.2 Tempat ibadah dilengkapi sarana meliputi perabot, dan perlengkapan lain 5.15 Ruang konseling

5.15.1 Luas minimum 9 m2

5.15.2 Ruang koseling dapat memberikan kenyamanan suasana dan menjamin privasi peserta didik

5.15.3 Ruang dilengkapi sarana meliputi perabot, peralatan konseling dan perlengkapan lain

5.16 Ruang UKS

5.16.1 Luas minimum 12 m2

5.16.2 Ruang dilengkapi sarana meliputi perabot, dan perlengkapan lain 5.17 Ruang organisasi kesiswaan

5.17.1 Luas minimum 9 m2

5.17.2 Ruang dilengkapi sarana perabot 5.18 Jamban

5.18.1 Tersedia jamban dengan rasio 1 : 30 untuk peserta didik putri dan 1:40 untuk peserta didik putra, dan minimal 1 unit untuk pendidik/ tenaga kependidikan 5.18.2 Luas minimum 2 m2/jamban

5.19 Gudang

5.19.1 Luas minimum 21 m2

5.19.2 Gudang dilengkapi sarana perabot

5.19.3 Berfungsi sebagai ruang penyimpanan alat–alat olah raga, alat–alat kesenian/keterampilan, dan alat–alat/bahan lainnya

5.20 Ruang sirkulasi

5.20.1 Tersedia ruang sirkulasi sebagai tempat penghubung antar ruang dalam bangunan sekolah dan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan bermain dan interaksi sosial peserta didik di luar jam pelajaran

5.21 Tempat bermain/berolahraga

5.21.1 Memiliki rasio luas minimum 3 m2/peserta didik

5.21.2 Tempat bermain/berolahraga berupa ruang terbuka sebagian ditanami pohon penghijauan

5.21.3 Dilengkapi dengan sarana yang meliputi peralatan pendidikan, perlengkapan lain 5.22 Kebersihan dan keindahan

5.22.1 Semua lahan, bangunan/gedung, sarana dan prasarana lainnya tertata rapih, terpelihara, dan dalam keadaan bersih, aman dan nyaman

(19)

Komponen, Aspek, Indikator 6. Standar Pengelolaan

Pengelolaan sekolah didasarkan pada perencanaan program, pelaksanaan rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan sekolah, dan sistem informasi manajemen. Sekolah mengembangkan perencanaan program mulai dari penetapan visi, misi, tujuan, dan rencana kerja. Pelaksanaan rencana kerja sekolah didasarkan pada struktur organisasi dan pedoman pengelolaan secara tertulis dibidang kesiswaan, kurikulum dan kegiatan pembelajaran, pendidikan dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, keuangan dan pembiayaan. Disamping itu pelaksanaannya juga mempertimbangkan budaya dan lingkungan sekolah, serta melibatkan peran serta masyarakat.

6.1 Perencanaan program :

6.1.1 Visi, misi dan tujuan sekolah yang telah disosialisasikan kepada warga sekolah dan segenap pihak yang berkepentingan

6.1.2 Memiliki dokumen Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) empat tahunan yang telah disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah dan disahkan berlakunya oleh dinas pendidikan kabupaten/kota bagi sekolah negeri dan oleh penyelenggara sekolah bagi sekolah swasta 6.1.3 Memiliki rencana kerja tahunan yang dinyatakan dalam Rencana Kegiatan dan

Anggaran Sekolah (RKA-S) yang telah disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah dan disahkan berlakunya oleh dinas pendidikan kabupaten/kota bagi sekolah negeri dan oleh penyelenggara sekolah bagi sekolah swasta

6.1.4 Rencana kerja tahunan memuat ketentuan yang jelas mengenai kesiswaan, kurikulum dan kegiatan pembelajaran, pendidik dan tenaga kependidikan serta pengembangannya, sarana dan prasarana, keuangan dan pembiayaan, budaya dan lingkungan sekolah, peranserta masyarakat dan kemitraan, rencana-rencana kerja lain yang mengarah kepada peningkatan dan pengembangan mutu

6.2 Pelaksanaan rencana kerja

6.2.1 Memiliki pedoman yang mengatur berbagai aspek pengelolaan secara tertulis berupa : KTSP, kalender pendidikan/akademik, struktur organisasi sekolah, pembagian tugas diantara guru dan tenaga kependidikan, peraturan akademik, tata tertib sekolah, kode etik sekolah, biaya operasional sekolah

6.2.2 Memiliki Struktur organisasi sekolah berisi tentang sistem penyelenggaraan dan administrasi dilengkapi dengan uraian tugas pimpinan, pendidik, dan tenaga kependidikan tentang wewenang dan tanggung jawab

6.2.3 Melaksanakan program kerja tahunan sesuai dengan jenis kegiatan dan jadwal yang telah ditetapkan

6.2.4 Menyusun dan menetapkan petunjuk pelaksanaan operasional proses

penerimaan peserta didik, melakukan orientasi peserta didik baru, memberikan layanan konseling kepada peserta didik, melaksanakan kegiatan ekstra dan kokurikuler, melakukan pembinaan prestasi unggulan, melakukan pelacakan terhadap alumni

6.2.5 Melaksanakan KTSP, kalender pendidikan, program pembelajaran, penilaian hasil belajar peserta didik, peraturan akademik sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan

6.2.6 Melaksanakan program pengelolaan pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan meliputi pembagian tugas, sistem penghargaan, pengembangan profesi, promosi, mutasi

6.2.7 Melaksanakan program pengelolaan sarana prasarana sekolah meliputi

pemenuhan dan pendayagunaan sarana dan prasarana pendidikan, melengkapi sarana pembelajaran pada setiap kelas, pemeliharaan fasilitas fisik dan peralatan; pengelolaan perpustakaan, pengelolaan laboratorium dan pengelolaan fasilitas fisik untuk kegiatan ekstra-kurikuler

(20)

Komponen, Aspek, Indikator

6.2.8 Melaksanakan pengelolaan pembiayaan sesuai dengan pedoman pengelolaan pembiayaan meliputi sumber pemasukkan, pengeluaran dan jumlah dana yang dikelola; penyusunan dan pencairan anggaran, serta penggalangan dana diluar dana investasi dan operasional; penggunaan anggaran keuangan sesuai dengan RKA-S; dan pembukuan semua penerimaan dan pengeluaran serta penggunaan anggaran, untuk dilaporkan kepada komite sekolah serta institusi di atasnya 6.2.9 Tercipta suasana, iklim dan lingkungan pendidikan yang kondusif untuk

pembelajaran yang tercermin dari pelaksanaan tata tertib pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik; tersedianya petunjuk, peringatan dan larangan dalam berperilaku di sekolah serta pemberian sangsi bagi warga yang melanggar tata tertib; pelaksanaan kode etik peserta didik, pendidik dan tenaga

kependidikan

6.2.10 Menjalin kemitraan dengan lembaga pemerintah maupun non pemerintah yang relevan berkaitan dengan input, proses, output, dan pemanfaatan lulusan yang ditetapkan dengan perjanjian secara tertulis

6.3 Pengawasan

6.3.1 Memiliki program pengawasan pengelolaan sekolah meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan

6.3.2 Komite sekolah melakukan pemantauan pengelolaan sekolah secara teratur dan berkelanjutan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan 6.3.3 Kepala sekolah dan pengawas sekolah melaksanakan supervisi pengelolaan

akademik secara teratur dan berkelanjutan

6.3.4 Guru melaporkan hasil evaluasi dan penilaian sekurang-kurangnya setiap akhir semester yang ditujukan kepada kepala sekolah dan orang tua/wali peserta didik

6.3.5 Tenaga kependidikan melaporkan pelaksanaan teknis dari tugas masing-masing sekurang-kurangnya setiap akhir semester yang ditujukan kepada kepala sekolah 6.3.6 Kepala sekolah melaporkan hasil evaluasi kepada komite sekolah dan

pihak-pihak lain yang berkepentingan sekurang-kurangnya setiap akhir semester 6.4 Evaluasi

6.4.1 Melakukan evaluasi diri kinerja sekolah untuk mengukur, menilai kinerja dan melakukan perbaikan dalam rangka pelaksanaan standar nasional pendidikan secara periodik sekali setahun

6.4.2 Melaksanakan evaluasi proses pembelajaran secara periodik, sekurang kurangnya dua kali dalam setahun, pada akhir semester akademik 6.4.3 Melaksanakan evaluasi program kerja tahunan secara periodik sekurang

kurangnya satu kali dalam setahun, pada akhir tahun anggaran sekolah 6.4.4 Melakukan evaluasi keterlaksanaan dan pengembangan KTSP secara berkala

untuk merespon perubahan kebutuhan peserta didik dan masyarakat, serta perubahan sistem pendidikan, maupun perubahan sosial

6.4.5 Melakukan evaluasi pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan secara komperhensif pada setiap akhir semester, meliputi kesesuaian penugasan dengan keahlian, keseimbangan beban kerja, kinerja pendidik dan tenaga kependidikan dalam pelaksanaan tugas, dengan memperhatikan pencapaian prestasi dan perubahan-perubahan peserta didik

6.4.6 Hasil akreditasi sekolah A 6.5 Kepemimpinan sekolah

6.5.1 Kepala Sekolah dibantu minimal tiga wakil kepala sekolah untuk bidang akademik, sarana-prasarana, dan kesiswaan

6.5.2 Wakil kepala sekolah dipilih oleh dewan pendidik dan proses pengangkatan serta keputusannya dilaporkan secara tertulis oleh kepala sekolah kepada institusi di atasnya (untuk sekolah swasta institusi yang dimaksud adalah penyelenggara sekolah)

6.5.3 Warga sekolah mengapresiasi secara positif kepemimpinan Kepala dan Wakil Kepala sekolah

(21)

Komponen, Aspek, Indikator 6.6 Sistem Informasi Manajemen (SIM)

6.6.1 Menerapkan SIM untuk mendukung administrasi pendidikan yang efektif, efisien, dan akuntabel

6.6.2 Menyediakan fasilitas informasi yang efisien, efektif, dan mudah diakses

6.6.3 Menugaskan seorang guru atau tenaga kependidikan untuk melayani permintaan informasi maupun pemberian informasi atau pengaduan dari masyarakat

berkaitan dengan pengelolaan sekolah baik secara lisan maupun tertulis dan semuanya direkam dan didokumentasikan

6.6.4 Melaporkan data informasi satuan pendidikan yang telah terdokumentasikan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota

7. Standar Pembiayaan

Pembiayaan Sekolah didasarkan pada rancangan biaya operasional program kerja tahunan meliputi investasi, operasi, bahan atau peralatan dan biaya personal. Sumber pembiayaan sekolah dapat berasal orang tua peserta didik, masyarakat, pemerintah dan donatur lainnya. Penggunaan dana harus dipertanggungjawabkan dan dikelola secara transparan dan akuntabel.

7.1 Jenis pembiayaan

7.1.1 Sekolah mengalokasikan biaya pendidikan untuk biaya investasi : penyediaan sarana prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, modal kerja tetap 7.1.2 Sekolah mengalokasikan biaya operasi meliputi : gaji pendidik dan tenaga

kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji; bahan atau

peralatan pendidikan habis pakai; biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya

7.1.3 Sekolah mengalokasikan biaya personal yang meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan

7.2 Sumber pembiayaan

7.2.1 Memiliki program dan upaya sekolah menggali dan mengelola serta

memanfaatkan dana dari berbagai sumber (orang tua peserta didik, masyarakat, pemerintah dan donatur lainnya) melalui program yang rasional

7.2.2 Penghitungan standar biaya disesuaikan dengan biaya daerah dengan mengacu kepada Permendiknas Nomor 69 tahun 2009 tentang standar biaya operasi non personalia tahun 2009 untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SDLB, SMPLB, dan SMALB, pasal 2 ayat 3

7.3 Pelaporan

7.3.1 Membuat laporan pertanggung-jawaban secara akuntabel dan transparan 8. Standar Penilaian Pendidikan

Sekolah melaksanakan penilaian pendidikan melalui proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian mengacu pada prinsip penilaian dengan menggunakan teknik dan instrumen penilaian yang sesuai berdasarkan mekanisme dan prosedur penilaian terstandar. Penilaian dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah.

8.1 Prinsip penilaian

8.1.1 Seluruh Guru memiliki program penilaian, remedial dan pengayaan untuk semua mata pelajaran dan diinformasikan kepada peserta didik

8.1.2 Menetapkan dan melaksanakan petunjuk pelaksanaan operasional yang mengatur mekanisme penyampaian ketidakpuasan peserta didik dan penyelesaiannya mengenai penilaian hasil belajar

8.1.3 Semua RPP mencantumkan kegiatan dan program penilaian 8.2 Teknik dan instrumen penilaian

8.2.1 Teknik penilaian dilakukan sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa, dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktek, dan penugasan

(22)

Komponen, Aspek, Indikator

8.2.2 Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan pendidik memenuhi

persyaratan substansi (merepresentasikan kompetensi yang dinilai), konstruksi (memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan), bahasa (menggunakan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik)

8.3 Mekanisme dan prosedur penilaian

8.3.1 Mengembangkan program penilaian menggunakan lima langkah yaitu menyusun kisi-kisi tes, mengembangkan instrumen, melaksanakan tes, mengolah dan menentukan kelulusan siswa dari sekolah, dan melaporkan dan memanfaatkan hasil penilaian

8.3.2 Melakukan penilaian siswa pada pertengahan semester dan akhir semester untuk semua siswa

8.3.3 Melakukan penilaian internal untuk semua mata pelajaran yang tidak dites dalam UN

8.3.4 Guru Agama melakukan penilaian akhlak mulia yang merupakan aspek afektif dari kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, dengan memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lain yang relevan. 8.3.5 Guru Pendidikan Kewarganegaraan melakukan penilaian kepribadian, dengan

memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lain yang relevan.

8.3.6 Menerbitkan surat keterangan keikutsertaan peserta didik dalam kegiatan pengembangan diri yang ditandatangani oleh pembina kegiatan dan kepala sekolah

8.3.7 Seluruh guru mata pelajaran menginformasikan hasil ulangan harian kepada peserta didik sebelum diadakan ulangan harian berikutnya

8.3.8 Seluruh guru mata pelajaran memberi remedi kepada peserta didik yang belum mencapai KKM

8.3.9 Hasil penilaian oleh pendidik dan satuan pendidikan disampaikan dalam bentuk satu nilai pencapaian kompetensi mata pelajaran, disertai dengan deskripsi kemajuan belajar

8.4 Penilaian oleh pendidik

8.4.1 Guru menginformasikan silabus mata pelajaran kepada peserta didik pada awal semester

8.4.2 Guru mengembangkan instrumen dan pedoman penilaian sesuai dengan bentuk dan teknik penilaian yang dipilih

8.4.3 Guru melaksanakan tes, pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang Diperlukan sesuai dengan RPP

8.4.4 Guru mengolah hasil penilaian untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik

8.4.5 Guru mengembalikan hasil pemeriksaan pekerjaan peserta didik disertai balikan/komentar yang mendidik

8.4.6 Guru memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan pembelajaran 8.5 Penilaian oleh satuan pendidikan

8.5.1 Menetapkan dan mendokumentasikan KKM setiap mata pelajaran, kriteria kenaikan kelas, dan kelulusan peserta didik

8.5.2 Menentukan nilai akhir kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik

8.5.3 Menentukan nilai akhir kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik dan nilai hasil ujian sekolah

(23)

Komponen, Aspek, Indikator 9. Kesiapan Sekolah dan Dukungan Eksternal

Pelaksanaan program SMA Model RSKM/RSSN memerlukan kesiapan dari seluruh warga dalam pemenuhan SNP, pelaksanaan pendidikan berbasis keunggulan lokal, pelaksanaan pembelajaran berbasis TIK dan pelaksanaan KTSP. Di samping itu dalam pelaksanaannya perlu mendapat dukungan dari pihak luar sekolah. Dukungan tersebut sangat diperlukan karena SKM/SSN merupakan peningkatan mutu sekolah berdasarkan delapan standar nasional pendidikan yang memerlukan kerjasama dengan pihak di luar sekolah. Beberapa aspek dan indikator yang dapat menjadi indikator dukungan tersebut antara lain :

9.1 Kesiapan sekolah

9.1.1 Melakukan analisis kondisi satuan pendidikan yang mencakup peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, biaya dan

program-program untuk memperoleh kondisi riil satuan pendidikan terhadap kondisi ideal sesuai tuntutan standar, sehingga diperoleh kesenjangan yang menjadi bahan dalam penyusunan rencana kegiatan tindak lanjut

9.1.2 Memiliki program optimalisasi seluruh sumberdaya pendukung untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam pemenuhan SNP

9.1.3 Mendapat dukungan penuh dari seluruh pendidik dan tenaga kependidikan untuk mencapai SKM

9.2 Dukungan Eksternal

9.2.1 Melakukan analisis kondisi lingkungan satuan pendidikan, mencakup komite sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber daya alam dan sosial budaya, sehingga diperoleh peluang dan tantangan untuk dijadikan bahan rencana kegiatan tahun berikutnya

9.2.2 Melaksanakan program kemitaraan dengan pihak yang relevan sesuai dengan rencana dan kebutuhan sekolah secara tertulis

9.2.3 Mendapat dukungan penuh dari Komite Sekolah

9.2.4 Mendapat dukungan penuh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota

9.2.5 Melibatkan Perguruan Tinggi, LPMP, P4TK/PPPG dalam rangka pendampingan dan pembimbingan proses pengembangan SKM-PBKL-PSB (persiapan,

pelaksanaan, dan evaluasi)

9.2.6 Melibatkan asosiasi profesi, organisasi non struktural (MKKS, MGMP, Dewan Pendidikan, dan lembaga pendidikan lain) dalam proses pengembangan dan pelaksanaan SKM

Gambar

Gambar 1. Pengorganisasian pembinaan SKM di SMA  Penjelasan Gambar 1 di atas sebagai berikut :
Gambar 2. Model pengembangan SKM di SMA

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pengertian sehari-hari istilah kebutuhan sering disamakan dengan keinginan. Seringkali terjadi seseorang mengatakan kebutuhan padahal sebetulnya yang dimaksud adalah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui volume sedimen yang menjadi salah satu penyebab meluapnya saluran primer avour Sidokare, menghitung debit rancangan drainase

“Dalam hal terdapat alasan yang jelas menduga bahwa suatu kendaraan air yang berlayar di laut teritorial suatu negara, selama melakukan lintas, telah melakukan

5) Melihat perilaku dari segi konsekuensi atas dasar system nilai 6) Kemampuan bertindak independen. Pendapat yang dikemukakan ahli diatas penulis lihat ada hal-hal pokok

Dan nilai rerata hasil belajar pengetahuan IPA pada kelompok kontrol yang dibelajarkan melalui pendekatan saintifik yang konvensional sebesar 70.38 dengan nilai

anita usia subur - cakupan yang tinggi untuk semua kelompok sasaran sulit dicapai ;aksinasi rnasai bnntuk - cukup potensial menghambat h-ansmisi - rnenyisakan kelompok

Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui korelasi antara susut yang terjadi pada jaringan distribusi dengan variasi bentuk kurva beban dan variasi besar

Dalam pelajaran ini, anda akan belajar bahasa yang digunakan pada waktu melayani tamu-tamu yang check out dari hotel, bagaimana menanyakan dengan sopan siapa yang membayar, dan