• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan utama pendidikan adalah disparitas mutu pendidikan khususnya yang berkaitan dengan (1) ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan yang belum memadai baik secara kuantitas dan kualitas, maupun kesejahteraannya, (2) prasarana sarana belajar yang belum tersedia, dan bilapun tersedia belum didayagunakan secara optimal, (3) pendanaan pendidikan yang belum memadai untuk menunjang mutu pembelajaran, (4) proses pembelajaran yang belum efisien dan efektif; dan penyebaran sekolah yang belum merata, ditandai dengan belum meratanya partisipasi pendidikan antara kelompok masyarakat, seperti masih terdapatnya kesenjangan antara penduduk kaya dan miskin, kota dan desa, laki-laki dan perempuan, antarwilayah. Dua permasalahan tersebut di atas menjadi bertambah parah karena tidak didukung dengan komponen-komponen utama pendidikan seperti kurikulum, sumberdaya manusia pendidikan yang berkualitas, sarana dan prasarana, serta pembiayaan.

Belajar dari kondisi tersebut, solusi pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah menerbitkan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang tercermin dalam rumusan Visi dan Misi pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Sedangkan misinya adalah: (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (2) meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional, regional, dan internasional; (3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global; (4) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (5) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; (6) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan (7) mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Untuk mewujudkan Visi dan menjalankan Misi pendidikan nasional tersebut, diperlukan suatu acuan dasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara dan satuan pendidikan, yang antara lain meliputi kriteria dan kriteria minimal berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan. Acuan dasar tersebut di atas merupakan standar nasional pendidikan yang dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu. Standar nasional pendidikan sebagai penjabaran Visi dan Misi pendidikan nasional tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pada dasarnya Standar Nasional Pendidikan adalah

(2)

kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan programnya. Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Selain itu, standar nasional pendidikan juga dimaksudkan sebagai perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.

Salah satu implikasi dari Peraturan Pemerintah tersebut adalah Pemerintah berkepentingan untuk melakukan pemetaan sekolah/madrasah dengan melakukan pengkategorian sekolah khususnya di SMA berdasarkan tingkat terpenuhinya Standar Nasional Pendidikan. Pengkategorian sekolah/madrasah dilakukan dalam kategori standar, mandiri dan bertaraf internasional,

keunggulan lokal. Menindaklanjuti kebijakan pengkategorian sekolah/madrasah

tersebut, strategi yang dilakukan oleh Direktorat Pembinaan SMA pada tahun anggaran 2007 adalah melakukan rintisan penyelenggaraan SMA Kategori Mandiri. Direktorat Pembinaan SMA bagian intergral dari Ditjen. Manajemen Dikdasmen, dituntut berperan aktif dalam merealisasikan tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu sebagai langkah awal menerapkan kebijakan standar nasional pendidikan sambil menunggu pedoman/peraturan yang keluarkan oleh BSNP, strategi yang dilakukan Direktorat Pembinaan SMA adalah mengembangkan konsep Sekolah Kategori Standar, Sekolah Kategori Mandiri dan Satuan Kredit Semester untuk SMA. Sedangkan untuk penerapannya akan merinitis Sekolah Kategori Mandiri di sejumlah SMA di 32 provinsi.

Program rintisan tersebut pada dasarnya adalah program terpadu yang mengkaitkan antara kebijakan (BSNP), pelaksana kebijakan (sekolah sasaran rintisan), pendampingan dan pengembangan konsep implementasi (Dit. Pembinaan SMA), dukungan dan pembinaan dari Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan Supervisi dan Evaluasi (Dit. Pembinaan SMA, Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota). Keterpaduan tersebut merupakan implementasi dari penjelasan PP Nomor 19 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa berbagai upaya ditempuh agar alokasi sumberdaya Pemerintah dan Pemerintah Daerah diprioritaskan untuk membantu sekolah/madrasah yang masih dalam kategori standar untuk bisa meningkatkan diri menuju kategori mandiri. Disamping itu, Pemerintah dan Pemerintah Daerah mendorong dan membantu satuan pendidikan formal dalam melakukan penjaminan mutu (quality assurance) agar memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan, sehingga dapat dikategorikan ke dalam kategori mandiri. Untuk itu perlu dibuat profil tentang Sekolah Kategori Mandiri.

Berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan penerapan standar nasional pendidikan salah satu kegiatan yang diprogramkan Dit. Pembinaan SMA pada tahun anggaran 2007 adalah implementasi sekolah kategori mandiri.

(3)

B. Tujuan

Dokumen Program implementasi sekolah kategori mandiri disusun dengan tujuan: 1. Memberikan pemahaman/persepsi yang sama tentang Sekolah Kategori

Mandiri

2. Sebagai panduan bagi sekolah dalam melaksanakan Sekolah Kategori Mandiri 3. Sebagai panduan bagi para pembina dalam melakukan pembinaan dan

pengendalian SKM

C. Hasil yang Diharapkan

Hasil yang diharapkan dari program implementasi sekolah kategori mandiri adalah:

1. Adanya kesamaan pemahaman/persepsi tentang Sekolah Kategori Mandiri 2. Adanya panduan bagi sekolah dalam melaksanakan Sekolah Kategori Mandiri 3. Adanya panduan bagi para pembina dalam melakukan pembinaan dan

(4)

BAB II

PROFIL SEKOLAH KATEGORI MANDIRI

A. Landasan

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang

pemerintahan daerah

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999 tentang

perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional

 Pasal 12, ayat 1, huruf b: setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya

 Pasal 12, ayat 1, huruf f: setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan

 Bab IX, pasal 35 menyebutkan bahwa: (1) Standar nasional pendidikan

terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala

4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang otonomi daerah yang

mengatur pembagian kewenangan antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota

5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, bagian ketiga pada Pasal 10

dan 11 mengatur tentang beban belajar dalam bentuk sistem paket dan sistem satuan kredit semester (SKS). Pada Ayat 3 menyebutkan bahwa beban belajar untuk SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori mandiri dinyatakan dalam satuan kredit semester. Ketentuan tersebut mengisyaratkan bahwa sekolah kategori mandiri “harus” menerapkan sistem SKS, sedangkan sekolah kategori standar menerapkan sistem paket dan “dapat” menerapkan sistem SKS.

6. Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi

7. Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan

8. Permendiknas Nomor 6 tahun 2007, sebagai penyempurnaan Permendiknas

Nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan Permendiknas Nomor 22 dan 23 tahun 2006

9. Rencana Startegis Depdiknas tahun 2005-2009

10. Program kerja Depdiknas tahun 2007

11. Program kerja Ditjen. Manajemen Dikdasmen tahun 2007 12. Program kerja Dit. Pembinaan SMA tahun 2007

(5)

B. Pengertian

1. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem

pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan terdiri dari delapan standar yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Pengertian masing-masing standar tersebut adalah:

a. Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

b. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

c. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.

d. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.

e. Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

f. Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan

dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.

g. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.

h. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.

2. Sekolah Kategori Mandiri (SKM): sekolah yang mampu mengoptimasikan

pencapaian tujuan pendidikan, potensi dan sumberdaya yang dimiliki untuk melaksanakan proses pembelajaran yang dapat mengembangkan potensi peserta didik sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas.

Sekolah Kategori Mandiri memiliki persyaratan minimal sebagai berikut:

a. Dukungan Internal

1). Kinerja Sekolah

a). Terakreditasi A (bagi yang sudah diakreditasi) b). Rerata nilai UN tiga tahun terakhir minimum 7,00

(6)

c). Persentase kelulusan UN ≥ 90 % untuk tiga tahun terakhir d). Animo tiga tahun terakhir > dari daya tampung

e). Prestasi akademik dan non akademik yang dicapai f). Melaksanakan manajemen berbasis sekolah g). Jumlah siswa per kelas maksimal 32 orang h). Ada pertemuan rutin pimpinan dengan guru

i). Ada pertemuan rutin sekolah dengan orang tua

2). Kurikulum

a). Memiliki Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mencerminkan kurikulum Sekolah Kategori Mandiri

b). Beban belajar dinyatakan dengan Satuan Kredit Semester. c). Mata pelajaran yang harus diikuti oleh peserta didik

dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu wajib (mata pelajaran pokok) dan pilihan (paket dan bebas).

3). Ketersediaan Panduan pelaksanaan a). Memiliki pedoman pembelajaran

b). Memiliki pedoman pemilihan mata pelajaran sesuai dengan potensi dan minat

c). Memiliki panduan menjajagi potensi peserta didik d). Memiliki pedoman penilaian

4). Kesiapan sekolah

a). Sekolah menyatakan ingin melaksanakan Sistem Kredit Semester

b). Persentase guru yang menyatakan ingin melaksanakan SKS ≥ 90%

c). Pernyataan staf administrasi akademik bersedia melaksanakan SKS

d). Kemampuan staf administrasi akademik dalam menggunakan komputer

5). Kesiapan Sumber Daya Manusia

a). Persentase guru memenuhi kualifikasi akademik ≥ 75%

b). Relevansi guru setiap mata pelajaran dengan latar belakang pendidikan (90 %)

c). Rasio guru dan siswa 1 : 20

d). Jumlah tenaga administrasi akademik sesuai ketentuan e). Guru bimbingan konseling/karir

6). Ketersediaan Fasilitas a). Ruang kepala Sekolah b). Ruang wakil kepala sekolah c). Ruang guru

d). Ruang bimbingan e). Ruang Unit Kesehatan f). Tempat Olah Raga g). Tempat ibadah h). Lapangan bermain

i). Komputer untuk administrasi

(7)

 Bahasa  Teknologi informasi/komputer  Fisika  Kimia  Biologi  Multimedia  IPS

k). Perpustakaan memiliki koleksi buku setiap mata pelajaran dan dikelola .

l). Layananan bimbingan karir

b. Dukungan Eksternal

1). Dukungan dari komite sekolah

2). Persentase orang tua yang menyatakan bersedia putranya mengikuti pembelajaran dengan SKS ≥ 60 %

3). Dukungan dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota secara tertulis (kebijakan dan fasilitas/pembiayaan)

4). Dukungan tenaga pendamping/nara sumber dalam keseluruhan proses pengambangan dan pelaksanaan SKM

3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pasal 11 ayat (3) menyatakan

bahwa beban belajar untuk SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori mandiri dinyatakan dalam satuan kredit semester. Ketentuan tersebut mengisyaratkan bahwa sekolah kategori mandiri harus menerapkan sistem satuan kredit semester.

Satuan Kredit Semester (SKS) menurut Standar Isi adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan.

C. Sistem Kredit Semester

1. Dasar penerapan Satuan Kredit Semester adalah:

a. Kecepatan belajar siswa tidak sama

b. Potensi belajar siswa tidak sama

c. Minat siswa terhadap mata pelajaran tidak sama

d. Siswa akan sukses bila belajar sesuai dengan potensi dan minatnya.

e. Siswa dapat menyelesaikan studi selama 5 semester dan bisa lebih dari

6 semester

2. Kurikulum Sistem Kredit Semeter adalah:

a. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar disusun menjadi satuan

kredit semester, yaitu 120 SKS

b. Mata pelajaran:

1). Wajib/Pokok untuk seluruh peserta didik

2). Pilihan Paket, sebagai dasar untuk mendukung bidang kemampuan yang akan dipilih di perguruan tunggi.

(8)

4). Kelompok MP Pilihan Paket, meliputi berbagai bidang kemampuan yang diperlukan peserta didik untuk melanjutkan ke pendidikan lebih lanjut, yang mencakup:

a). Program akademik: Teknik, Ilmu kesehatan, Sains, Ekonomi, Ilmu Sosial, Bahasa, Hukum, dan sebagainya

b). Program profesional: Politeknik.

c. Beban belajar siswa dinyatakan dengan satuan kredit semester (SKS),

yaitu 16 sampai 27 SKS per semester. Kecepatan belajar normal adalah 20 SKS per semester.

d. Satu SKS untuk mata pelajaran teori terdiri atas:

1). 45 menit tatap muka

2). 25 menit penugasan akademik terstruktur dan kegiatan akademik mandiri tidak terstruktur

e. Satu SKS pelajaran praktikum terdiri atas 2 sampai 3 jam praktek di

laboratorium atau bengkel

f. Mata pelajaran pilihan ditawarkan mulai semester 3

3. Beban Belajar:

a. Semester 1 dan 2 sebanyak 20 SKS

b. Semester 3 dan seterusnya bisa 16 SKS sampai 28 SKS sesuai dengan

prestasi yang dicapai pada semester sebelumya

c. Dimungkinkan siswa lulus kurang dari 6 (enam) semester

d. Pemilihan mata pelajaran sesuai dengan potensi, minat, dan kecepatan

belajar siswa melalui bimbingan dari penasehat akademik siswa 4. Pembelajaran:

a. Pelaksanaan pembelajaran menerapkan pendekatan tatap muka,

kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Oleh karena itu siswa didorong untuk dapat belajar secara mandiri.

b. Menerapkan pengelolaan pembelajaran dengan sistem siswa pindah

ruang kelas (moving class). Untuk itu diperlukan kelas mata pelajaran.

c. Guru menyediakan jadwal untuk konsultasi mata pelajaran.

e. Jadwal pemanfaatan laboratorium untuk kegiataan di luar jadwal rutin

f. Pemanfaatan perpustakaan

g. Penasehat akademik mendeteksi potensi siswa, bisa dengan tes bakat

disertai data prestasi belajar.

h. Ada program remedi sepanjang semester (tidak ada batasan frekuensi

pelaksanaan remedi dalam satu semester sehingga diperlukan perangkat pendukung untuk pelaksanan remedi antara lain dalam bentuk modul pembelajaran mandiri yang disiapkan oleh guru)

i. Menerapkan pembelajaran berbasis TIK

5. Penilaian:

a. Bentuk penilaian: tugas-tugas, ujian midsemester dan ujian semester

b. Penilaian menggunakan acuan kriteria dengan kategori A, B, C, dan D

c. Konversi skor menjadi grade, dan konversi grade menjadi skala 4

d. Lulus minimum mencapai nilai C

e. Syarat lulus dari sekolah indeks prestasi minimum 2,00

(9)

a. Setiap siswa di bawah bimbingan penasehat akademik membuat rencana studi, kemudian bisa direvisi atas dasar prestasi yang dicapai siswa

b. Administrasi data prestasi siswa

c. Mata kuliah pilihan ditawarkan setelah semester 3

D. Profil Sekolah Kategori Mandiri

Sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan dan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan maka profil Sekolah Kategori Mandiri dapat diformulasikan sebagai berikut:

1. Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan

Sekolah memiliki dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang memuat komponen yang dipersyaratkan dan telah disahkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi. Penyusunan KTSP dilakukan secara mandiri oleh sekolah berdasarkan 7 (tujuh) prinsip pengembangan kurikulum dan acuan operasional penyusunan KTSP. Peserta didik mencapai kompetensi sesuai standar isi dan SKL dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 75.

2. Standar Proses

Sekolah mempunyai perencanaan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran sesusai dengan rencana, melakukan penilaian dengan berbagai cara, melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap seluruh proses pendidikan yang terjadi di sekolah untuk mendukung pencapaian standar kompetensi lulusan. Pelaksanaan pembelajaran mengacu pada tujuh prinsip pelaksanaan kurikulum. Sekolah telah menerapkan sistem Satuan Kredit Semester (SKS).

3. Pengelolaan

Sekolah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan akuntabilitas. Untuk mendukung penerapan MBS sekolah memiliki/telah mengembangkan berbagai aturan untuk menjamin ketertiban sekolah dalam melaksanakan progra-programnya.

4. Sarana

Sekolah memiliki seluruh kebutuhan sarana dan prasarana, mendayagunakan dan memanfaatkannya secara optimal didukung sistem perawatan dan pemeliharaan yang dilakukan secara berkala dan berkesinambungan.

5. Ketenagaan

Sekolah memiliki tenaga guru dan tenaga kependidikan yang memenuhi kualifikasi jabatan/profesi yang diemban dan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional.

6. Pembiayaan

Sekolah dapat membiayai seluruh kegiatan pendidikan di sekolah dengan memanfaatkan berbagai sumber pembiayaan, yang dapat digali oleh sekolah.

(10)

Hasil belajar siswa diperoleh melalui kegiatan penilaian yang dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah. Penilaian hasil belajar aspek kognitif pada kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, dilakukan melalui ujian nasional. Penilaian hasil belajar aspek kognitif dan/atau psikomotor pada kelompok mata pelajaran Agama dan Akhlak Mulia, kelompok mata pelajaran Kewarganegaraan dan Kepribadian, kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang tidak diujikan pada ujian nasional, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani,olah raga dan kesehtaan dilakukan oleh satuan pendidikan melalui ujian sekolah. Penilaian hasil belajar aspek afektif pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan, kelompok mata pelajaran jasmani olahraga, dan kesehatan dilakukan melalui pengamatan oleh pendidik yang nilai akhir ditentukan melalui sidang dewan pendidik. Untuk mengetahui pencapaian belajar siswa pada ujian nasional dan ujian sekolah beserta persiapan yang dilakukan sisiwa, guru dan sekolah dalam menghadapai ujian dilakukan pemantauan.

(11)

BAB III

RINTISAN SEKOLAH KATEGORI MANDIRI

A. Latar Belakang

Penjelasan PP Nomor 19 Tahun 2005 Ayat 2 dan Ayat 3 menyebutkan bahwa dengan diberlakukannya Standar Nasional Pendidikan, maka Pemerintah memiliki kepentingan untuk memetakan sekolah/madrasah menjadi sekolah/madrasah yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan sekolah/madrasah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah mengkategorikan sekolah/madrasah yang telah memenuhi atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori mandiri, dan sekolah/madrasah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori standar. Penjelasan tersebut memberikan gambaran bahwa kategori sekolah standard dan mandiri didasarkan pada terpenuhinya delapan Standar Nasional Pendidikan (standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan).

Ketentuan Peralihan PP Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 94 butir b, menyebutkan bahwa satuan pendidikan wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lambat 7 (tujuh) tahun sejak diterbitkannya PP tersebut. Hal tersebut berarti bahwa paling lambat pada tahun 2013 semua sekolah jalur pendidikan formal khususnya di SMA/MA sudah/hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan yang berarti berada pada kategori sekolah mandiri.

Sebagai penjabaran dari kebijakan teknis tersebut, pada DIPA Dit. Pembinaan SMA tahun anggaran 2007 telah dialokasikan dana untuk melakukan rintisan sekolah formal kategori mandiri di 441 SMA.

B. Tujuan

Rintisan sekolah formal kategori mandiri dilakukan dengan tujuan:

1. Mendorong sekolah untuk dapat menyelenggarakan pendidikan memenuhi/

hampir memenuhi standar nasional pendidikan

2. Memberikan arahan upaya-upaya yang harus dilakukan sekolah untuk dapat

memenuhi/hampir memenuhi standar nasional pendidikan

3. Memberikan pendampingan pembinaan kepada sekolah untuk mewujudkan

sekolah kategori mandiri dalam kurun waktu tertentu, diantaranya melalui supervisi dan evaluasi proses dan hasil rintisan sekolah formal kategori mandiri.

(12)

4. Menjalin kerjasama dan meningkatkan peran serta stakeholder pendidikan di SMA baik ditingkat pusat dan daerah dalam mengembangkan SMA kategori mandiri

5. Mendapatkan model/rujukan sekolah formal (SMA) kategori mandiri

C. Hasil yang Diharapkan

Hasil yang diharapkan dari rintisan sekolah kategori mandiri adalah:

1. Adanya sejumlah SMA yang terdorong untuk melakukan upaya-upaya

menyelenggarakan pendidikan yang memenuhi/hampir memenuhi standar nasional pendidikan.

2. Terjalinnya kerjasama dan terlaksananya peran serta stakeholder

pendidikan di SMA antara pusat dan daerah sesuai tugas dan perannya masing-masing untuk mewujudkan SMA kategori mandiri.

3. Terpilihnya sejumlah SMA yang dapat dijadikan sekolah model kategori mandiri.

D. Model Pengembangan

1. Keterkaitan antar lembaga

Rintisan sekolah kategori mandiri pada dasarnya merupakan upaya untuk membangun model SMA kategori mandiri baik SMA negeri maupun swasta. Upaya tersebut merupakan suatu sistem dimana Dit. Pembinaan SMA sebagai bagian dari Pemerintah Pusat berperan sebagai inisiator dan developer untuk mulai menerapkan secara operasional kebijakan sekolah kategori mandiri. Sebagai sebuah sistem, rintisan sekolah kategori mandiri akan melibatkan komponen BSNP, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK), Balitbangdiknas, Pemerintah Provinsi (Dinas Pendidikan Provinsi), Pemerintah Kabupaten/Kota (Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota), dan Sekolah (SMA Negeri dan Swasta).

Keterkaitan antar lembaga pada pelaksanaan program rintisan sekolah formal kategori mandiri tersebut di atas dapat digambarkan dalam Bagan 1 berikut ini.

©2007, Dit. Pembinaan SMA-Ditjen. Manajemen Dikdasmen-Depdiknas 12-24

Landasan/Kebijakan Sekolah Kategori Mandiri

(BSNP), Ditjen MDDM, Ditjen PMPTK, Balitbang

Pemerintah Provinsi (Dinas Pendidikan

Provinsi) Dit. Pembinaan SMA

(Pendampingan) SasaranSMA Rintisan Kategori Mandiri (441 SMA) Pemerintah Kab./Kota

(13)

Penjelasan bagan:

a. Landasan/Kebijakan Sekolah Kategori Mandiri

Landasan pelaksanaan SMA rintisan kategori mandiri adalah kebijakan sekolah kategori mandiri yang ditetapkan oleh BSNP, Ditjen Manejemen Dikdasmen, Ditjen PMPTK, Renstra Depdiknas, Kebijakan Dit. Pembinaan SMA dan usulan penetapan sekolah dari Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sambil menunggu diterbitkannya kebijakan, sekolah kategori mandiri dari BSNP, untuk sementara Direktorat Pembinaan SMA berinisiatif mengembangkan kriteria untuk menetapkan SMA kategori mandiri dalam rangka pelaksanaan program rintisan sekolah kategori mandiri dalam lima level. Pelevelan tersebut didasarkan pada tingkat pemenuhan Standar Nasional Pendidikan. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan pelaksanaan pembinaan baik oleh Pusat maupun Daerah, dan penyusunan program kerja oleh sekolah. Pelevelan tersebut adalah:

1). SMA kategori standar I = x ≤ 30,00%

2). SMA kategori standar II = 30,00% < x ≤ 50,00% 3). SMA kategori standar III = 50,00% < x ≤ 75,00% 4). SMA kategori mandiri I = 75,00% < x ≤ 100,00%

(hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan) 5). SMA kategori mandiri II ≥ 100,00%

(memenuhi/melampaui Standar Nasional Pendidikan)

Dimana x = Standar Nasional Pendidikan (8 standar)

Indikator pencapaian 8 Standar Nasional Pendidikan terlampir pada Lampiran 2

Secara terus menerus kriteria tersebut akan disempurnakan sejalan dengan perkembangan penyelesaian penyusunan 8 Standar Nasional Pendidikan secara lengkap.

b. Direktorat Pembinaan SMA

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, Dit. Pembinaan SMA melakukan pembinaan implementasi kebijakan sekolah kategori mandiri kepada sekolah melalui Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan pokok-pokok kegiatannya sebagai berikut: 1). Merancang program rintisan SMA kategori mandiri dengan kegiatan

sebagai berikut:

a). Menyusun konsep SKS di SMA (acuan sementara konsep SKS terdapat pada Lampiran 1)

b). Menyusun konsep SMA kategori mandiri (acuan sementara kriteria SMA kategori mandiri terdapat pada lampiran 2)

c). Melakukan sosialisasi konsep SMA kategori mandiri

d). Memberikan pendampingan kepada sekolah dalam pengembangan program rintisan SMA kategori mandiri dan

(14)

pengembangan perangkat pembelajaran. Pendampingan diasumsikan akan dilakukan selama 3 tahun mulai tahun 2007 sampai dengan 2010. Periode waktu pendampingan antar sekolah ditentukan oleh tingkat kecepatan sekolah mencapai kategori mandiri. Tingkat kecepatan tersebut sangat dipengaruhi oleh kemauan dan kemampuan internal sekolah dan dukungan dari Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/ Kota, khususnya dalam hal pengembangan kurikulum (KTSP dan SKS), pemenuhan sarana prasarana, tenaga pendidik (standar kualifikasi guru, jumlah guru, pengembangan kompetensi SDM), manajemen (mendorong sekolah untuk menyusun rencana pembiayaan yang memadai, memantau keterlaksanaan manajemen berbasis sekolah). Oleh karena itu maka lamanya pendampingan antara satu sekolah dengan sekolah yang lain dapat berbeda-beda.

e). Melakukan supervisi dan evaluasi keberhasilan pelaksanaan rintisan SMA kategori mandiri berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota.

f). Menetapkan SMA model kategori mandiri. Tindak lanjut dari penetapan model tersebut akan dilakukan evaluasi secara reguler untuk mengetahui konsitensi sekolah sebagai kategori mandiri

2). Merancang strategi operasional implementasi kebijakan sekolah formal kategori mandiri (SMA) secara nasional

3). Menyiapkan perangkat operasional pelaksanaan sekolah formal kategori mandiri (SMA)

c. Dinas Pendidikan Provinsi

Berkaitan dengan program rintisan kategori mandiri, pokok-pokok kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Provinsi adalah:

1). Menyiapkan petugas verifikasi calon SMA rintisan kategori mandiri 2). Melakukan verifikasi calon SMA rintisan kategori mandiri

berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan Dit. Pembinaan SMA 3). Menetapkan SMA rintisan kategori mandiri

4). Bersama-sama dengan Dit. Pembinaan SMA memberikan pendampingan kepada sekolah yang telah ditetapkan sebagai SMA rintisan kategori mandiri dalam penyusunan program kerja

5). Memberikan dana bantuan block grant bagi SMA rintisan kategori mandiri melalui dana dekonsentrasi

6). Melakukan pembinaan dan memfasilitasi SMA rintisan kategori mandiri di daerahnya untuk mendorong percepatan pencapaian kategori mandiri melalui kebijakan, pendanaan, sarana prasarana, dan sumberdaya manusia sesuai yang dipersyaratkan dalam delapan Standar Nasional Pendidikan

7). Bersama-sama dengan Dit. Pembinaan SMA melakukan supervisi dan evaluasi keberhasilan pelaksanaan program rintisan sekolah formal kategori mandiri

8). Memperluas program rintisan SMA kategori mandiri di daerahnya

d. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota

Berkaitan dengan program rintisan kategori mandiri, pokok-pokok kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota adalah:

(15)

1). Merekomendasikan calon SMA rintisan kategori mandiri kepada Dinas Pendidikan Provinsi untuk dilakukan verifikasi

2). Melakukan pembinaan dan memfasilitasi SMA rintisan kategori mandiri di daerahnya untuk mendorong percepatan pencapaian kategori mandiri melalui kebijakan, pendanaan, sarana prasarana, dan sumberdaya manusia sesuai yang dipersyaratkan dalam delapan Standar Nasional Pendidikan

3). Bersama-sama dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Direktorat Pembinaan SMA melakukan supervisi dan evaluasi keberhasilan pelaksanaan program rintisan sekolah formal kategori mandiri 4). Memperluas program rintisan SMA kategori mandiri di daerahnya

e. SMA rintisan kategori mandiri

Berkaitan dengan program rintisan kategori mandiri, pokok-pokok kegiatan yang dilakukan oleh SMA rintisan kategori mandiri adalah: 1). Menyusun program pencapaian kategori mandiri selama kurun

waktu 3 tahun dan dijabarkan dalam program tahunan.

2). Melaksanakan program sesuai dengan target dan waktu yang telah ditetapkan

3). Proaktif mengembangkan diri dengan menggerakan dan mendayagunakan potensi sumberdaya internal dan eksternal sekolah untuk mencapai kategori mandiri

4). Secara bertahap melaksanakan sistem SKS

5). Melakukan evaluasi internal terhadap tingkat keterlaksanaan program rintisan kategori mandiri

2. Tahapan program rintisan SMA kategori mandiri

Tindak Lanjut Pembinaan Penyusunan 8 Standar Nasional Pendidikan Penyusunan Konsep SKS Penyusunan Konsep SMA Kategori Mandiri Penyusunan Program Rintisan SMA Kateg. Mandiri

Sosialisasi Program Rintisan SMA Kategori Mandiri Pelaksanaan

Program Rintisan SMA Kateg. Mandiri Supervisi

dan Evaluasi

Penetapan ”SMA Model”

Kategori Mandiri PembinaanLanjutan

Penyusunan dilakukan oleh BSNP

Penyusunan dilakukan oleh Dit. Pembinaan SMA

Penyusunan dilakukan oleh Dit. Pembinaan SMA

 Melalui berbagai forum pertemuan dengan Dinas Pendidikan Prov dan Kab./ Kota, dan sekolah

 Oleh Dit. Pembinaan SMA Tahapan kegiatan:

 Usulan calon sekolah  Verifikasi untuk penetapan

level kategori sekolah  Penyusunan program

sekolah berdasarkan level kategori

 Pelaksanaan program sekolah

(16)

3. Target

Target pencapaian program rintisan sekolah formal kategori mandiri di SMA yaitu pada tahun 2009 lebih dari 50% Kabupaten Kota minimal satu SMA negeri atau swasta yang telah mencapai kategori mandiri dan dapat dijadikan SMA model dengan strategi pembabakan sebagai berikut:

a. Tahun 2007: setiap provinsi terdapat 1 SMA (negeri/swasta) yang berpotensi dilakukan pembinaan untuk dijadikan SMA model kategori mandiri I dan siap melaksanakan SKS.

b. Tahun 2008: setiap provinsi memiliki 1 SMA (negeri/swasta) telah mencapai kategori mandiri I dan mulai merintis melaksanakan sistem SKS. Lebih dari 50% Kabupaten/Kota di setiap Provinsi memiliki SMA yang berpotensi menjadi SMA kategori mandiri I

c. Tahun 2009: setiap provinsi telah mempunyai minimal 1 SMA (negeri

dan swasta) yang berada pada kategori mandiri I dan telah melaksanakan sistem SKS. Seluruh Kabupaten/Kota memiliki minimal 1 SMA kategori mandiri I siap melaksanakan sistem SKS.

E. Tindak Lanjut

Pada tahun 2010 Dit. Pembinaan SMA melakukan pendampingan kepada Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memperluas pelaksanaan penerapan 8 Standar Nasional Pendidikan dan sistem SKS, sehingga mulai tahun 2013 diharapkan seluruh SMA baik negeri maupun swasta di Indonesia telah berada pada kategori mandiri.

F. Sasaran

Sasaran rintisan sekolah formal kategori mandiri tahun anggaran 2007 adalah 441 SMA baik negeri maupun swasta mewakili 32 provinsi dan beberapa Kabupaten/ Kota seluruh Indonesia.

G. Pelaksana

Pelaksana program rintisan sekolah formal kategori mandiri tahun anggaran 2007 adalah Dit. Pembinaan SMA bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota.

 Dilakukan oleh Dit. Pembinaan SMA

 Berpotensi dibina menjadi SMA kategori mandiri

 Minimal 1 SMA per Provinsi

Pembinaan lanjutan oleh:  Dit. Pembinaan SMA  Dinas Pendidikan Provinsi  Dinas Pendidikan

Kab./Kota Pemilihan SMA Model:

 Berdasarkan pemetaan wilayah, atau

 Proporsional berdasarkan jumlah SMA per provinsi

(17)

H. Kegiatan dan Jadwal Pelaksanaan

1. Alur Kegiatan

Alur kegiatan rintisan sekolah formal kategori mandiri secara umum adalah sebagai berikut:

2. Uraian dan Jadwal Kegiatan

Uraian dan jadwal kegiatan rintisan sekolah formal kategori mandiri tahun anggaran 2007 adalah sebagai berikut:

No. Kegiatan Waktu Keterangan

1. Persiapan dan sosialisasi program rintisan sekolah formal kategori mandiri

Selesai 20 Feb. 2007 Dilakukan oleh Dit. Pembinaan SMA:

 Persiapan berupa program dan perangkat kegiatan

 Sosialisasi melalui rakor dan surat

pemberitahuan Persiapan dan Sosialisasi Program Asistensi dan Bimbingan Teknis Pemilihan SMA Rintisan Kategori Mandiri Penetapan SMA Model Kategori Mandiri Penyaluran Dana

Subsidi Rintisan SMA Kategori Mandiri

Supervisi dan Evaluasi

Disusun Dit. Pembinaan SMA terdiri dari:  Program kerja

 Perangkat Sosialisasi

 Oleh Dinas Pendidikan Prov.  Mengacu kriteria SMA rintisan

kategori mandiri

 Nama SMA di kirim ke Dit. Pembinaan SMA

 Oleh Dit. Pembinaan SMA  Peserta Kasek dan Penjab

rintisan SMA mandiri

 Dilakukan dalam 5 region  Output: Penyepakatan

Program kerja SMA

 Disalurkan oleh Dinas Pendk. Provinsi

 Dit. PSMA melakukan pemantauan pendistribusian

Dilakukan oleh Dit. Pembinaan SMA (di ± 100 sekilah) dengan melibatkan unsur Dinas Pendidikan Provinsi dan/ atau Kabupaten/Kota

Menetapkan SMA “Model” kategori mandiri oleh Dit. Pembinaan SMA

Pelaksanaan Verifikasi

 Dinas Pendidikan Provinsi

 Petugas adalah lyang telah mengikuti dan mememnuhi syarat  Output: Leveling SMA

kategori mandiri

TOT Petugas Verifikasi

 Oleh Dit. Pembinaan SMA

 Peserta Kasi Kur/Pengawas SMA Provinsi atau petugas lain yang ditunjuk (jumlah proporsional)

Penyusunan Program Kerja

Sekolah

 Disusun oleh sekolah sesuai dengan hasil verifikasi (leveling)  Mengacu pada panduan

penyusunan program kerja dari Dit. Pembinaan SMA

(18)

No. Kegiatan Waktu Keterangan 2. Pemilihan dan penetapan

SMA kategori mandiri dilakukan oleh Dinas Pendidikan Provinsi

Selesai 14 Maret 2007 Acuan umum:

 Jumlah sekolah per provinsi seperti pada lampiran 4

 Sasaran sekolah adalah SMA pelaksana terbatas KBK, program ICT/TIK, usulan Dinas Pend. Provinsi/ Kab./Kota baik negeri maupun swasta

 Dit. Pembinaan SMA menetapkan sasaran sekolah dari kelompok SMA

pelaksana terbatas KBK, program ICT/TIK,

berdasarkan penilaian Dit. Pembinaan SMA

 Sebagai acuan pemilihan sekolah, Dinas Pendidikan

Provinsi/Kab./Kota dapat menggunakan kriteria pada lampiran 2 atau kriteria lain yang ditetapkan Dinas Pend Prov./Kab./Kota dengan prinsip sekolah yang berpotensi menjadi SMA kategori mandiri

 Sebaran sekolah terpilih mempertimbangkan potensi sekolah, dukungan Kab/ Kota, kemudahan akses dan komunikasi

 Semua sekolah terpilih diasumsikan berada pada kategori formal standar 3. Pengiriman nama SMA

kategori mandiri terpilih dari Dinas Pendk. Provinsi ke Dit. PSMA

Diterima Dit. Pembinaan SMA selambat-lambatnya 16 Maret 2007

Dikirim ke Direktur Pembinaan SMA melalui fax: 021-7669205, 021-7696033, email :

eliau_diknas@yahoo.com 4. TOT Petugas verifikasi

rintisan SMA kategori mandiri

(Dilakukan oleh Dit. Pembinaan SMA dan seluruh biaya kegiatan dibebankan pada Dit. Pembinaan SMA sesuai ketentuan yang berlaku)

27 s.d. 29 Maret 2007  Daftar peserta di fax ke Dit. Pembinaan SMA paling lambat 16 Maret 2007 (No Fax: 021-7669205

 Kriteria peserta TOT: - Kasi Kur. SMA/Pengawas

SMA atau petugas lain yang ditunjuk.

- Mampu mengoperasikan komputer khususnya MS

(19)

Word dan MS Excel - Setiap peserta membawa

Laptop

- Jumlah peserta per provinsi terlampir

No. Kegiatan Waktu Keterangan

5. Verifikasi rintisan SMA kategori mandiri (Dilakukan oleh Dinas Pendidikan Provinsi)

2 s.d. 14 April 2007  Mekanisme verifikasi mengacu pada hasil TOT petugas verifikasi

 Dilakukan oleh peserta yang telah mengikuti TOT baik di Pusat atau

diselenggarakan oleh Dinas Pend. Provinsi

 Jadwal dan pembiayaan ditetapkan Dinas Pend Prov

 Hasil verifikasi dilaporkan ke Dit. Pembinaan SMA sesuai format yang disampaikan pa da TOT paling lambat 16 Mei melalui email:

eliau_diknas@yahoo.com, diahwidyowatie@yahoo.com atau pos ke:

Subdit Pembelajaran, Dit. Pembinaan SMA

Jl. RS Fatmawati, Cipete-Jakarta Selatan

6. Penyusunan program kerja sekolah (SMA rintisan kategori mandiri)

16 April s.d. 5 Mei 2007  Salah satu tugas petugas verifikasi adalah

memberikan bimbingan penyusunan program kerja mengacu pada hasil TOT  Program kerja dikirim ke

Dinas Pendidikan Provinsi melalui Kab./Kota untuk dilakukan penilaian

 Dinas Pend Prov melakukan penilaian program kerja sekolah sesuai sistem yang diberikan pada TOT petugas verifikasi

 Hasil penilaian disampaikan ke pada Dit. Pembinaan SMA yang dibawa langsung Kepala Sekolah pada saat kegiatan Asistensi dan Bimbingan Teknis untuk dilakukan sinkronisasi dan pemantapan program kerja  Hasil sinkronisasi akan

dibawa kembali oleh Kepala Sekolah untuk disampaikan kepada Dinas Pendidikan

(20)

Provinsi dan dijadikan acuan pemberian block grant 7. Penyusunan

panduan-panduan terkait sekolah kategori mandiri

Maret-20 April 2007  Disusun oleh Dit. Pemb SMA  Jenis panduan meliputi:

- Panduan pelaksanaan SKM di SMA

- Panduan Analisis

pembelajaran tatap muka, penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur

No. Kegiatan Waktu Keterangan

- Penyusunan Penyusunan RPP tatap muka,

penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur

8. Asistensi dan bimbingan teknis (sinkronisasi dan pemantapan program kerja sekolah) dilakukan oleh Dit. Pembinaan SMA

 Surabaya: 28 s.d. 30 Mei 2007  Jakarta I: 11 s.d. 13 Juni 2007  Medan: 20 s.d. 22 Juni 2007  Jakarta II: 27 s.d. 29 Juni 2007  Makassar: 4 s.d. 6 Juli 207

 Peserta adalah Kepala Sekolah dan Penjab rintisan sekolah kategori mandiri

 Membawa program kerja dan hasil penilaian program kerja oleh Dinas Pend Prov

 Membawa laptop untuk perbaikan program kerja

 Menyerahkan hasil perbaikan program kerja ke Dit. Pembinaan SMA pada akhir kegiatan dalam bentuk soft copy ke panitia

 Seluruh pembiayaan kegiatan ini dibebankan pada Dit. Pembinaan SMA sesuai ketentuan yang berlaku

9. Penyaluran dana subsidi SMA rintisan kategori mandiri

(Disalurkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi)

Paling lambat akhir Juli Dinas Pendidikan Provinsi menyampaikan informasi ke Dit. Pembinaan SMA jadwal penyaluran dana block grant 10. Pelaksanaan supervisi

keterlaksanaan rintisan SMA kategori mandiri (Dilakukan oleh Dit. Pembinaan SMA)

Antara 5-30 Nopember Supervisi dilakukan Dit. Pembinaan dengan mengirim 2 petugas per lokasi

 Supervisi dilakukan selama 2 hari efektif dengan metode studi lapangan, studi dokumen, wawancara dan kuesioner

 Hasil supervisi adalah identifikasi proses dan hasil (keberhasilan dan

permasalahan), layanan klinis dan action plan tindak lanjut

 Jadwal supervisi akan disampaikan kemudian

(21)

 Supervisi akan dilakukan di 100 SMA dan diambil secara sampling 11. Pemilihan dan penetapan

SMA ”Model” kategori mandiri

(Dilakukan oleh Dit. Pembinaan SMA)

Akhir Desember Dit. Pembinaan SMA akan menetapkan 50% dari SMA yang disupervisi untuk ditetapkan sebagai model pembinaan SMA kategori mandiri dan akan dilakukan pembinaan lebih lanjut pada tahun berikutnya

(22)

Lampiran 1. Sebaran sasaran program rintisan sekolah formal kategori mandiri dan pembagian region asistensi dan bimbingan teknis

SEBARAN SASARAN PER PROVINSI

PROGRAM RINTISAN SEKOLAH FORMAL KATEGORI MANDIRI DAN PEMBAGIAN REGION ASISTENSI DAN BIMBINGAN TEKNIS

TAHUN 2007 No. Provinsi Jml Sekolah 1. Region Surabaya (28-30 Mei) 2. Region Jakarta I (11-13 Juni) 3. Region Medan (20-22 Juni) 4. Region Jakarta II (27-29 Juni) 5. Region Makassar (4-6 Juli) 1. DKI Jakarta 35 35 2. Jawa Barat 45 45 3. Jawa Tengah 60 60 4. DI Yogyakarta 30 30 5. Jawa Timur 63 63 6. NAD 10 10 7. Sumatera Utara 25 25 8. Sumatera Barat 24 24 9. Riau 7 7 10. Jambi 7 7 11. Sumatera Selatan 8 8 12. Lampung 8 8 13. Kalimantan Barat 8 8 14. Kalimantan Tengah 4 4 15. Kalimantan Selatan 8 8 16. Kalimantan Timur 8 8 17. Sulawesi Utara 9 9 18. Sulawesi Tengah 4 4 19. Sulawesi Selatan 25 25 20. Sulawesi Tenggara 6 6 21. Maluku 4 4

(23)

No. Provinsi Jml Sekolah 1. Region Surabaya (28-30 Mei) 2. Region Jakarta I (11-13 Juni) 3. Region Medan (20-22 Juni) 4. Region Jakarta II (27-29 Juni) 5. Region Makassar (4-6 Juli) 22. Bali 10 10 23. NTB 4 4 24. NTT 4 4 25. Papua 5 5 26. Bengkulu 4 4 27. Maluku Utara 2 2 28. Banten 3 3 29. Bangka Belitung 3 3 30. Gorontalo 3 3 31. Kepulauan Riau 3 3

32. Irian Jaya Barat 0

33. Sulawesi Barat 1 1

(24)

Lampiran 3. Daftar jumlah peserta TOT Petugas verifikasi rintisan sekolah kategori mandiri

DAFTAR JUMLAH PESERTA PER PROVINSI

TOT PETUGAS VERIFIKASI RINTISAN SEKOLAH KATEGORI MANDIRI TAHUN 2007

No. Provinsi Jml Sekolah Jml Peserta TOT

1. DKI Jakarta 35 2

2. Jawa Barat 45 2

3. Jawa Tengah 60 2

4. DI Yogyakarta 30 2

5. Jawa Timur 63 2

6. Nangroe Aceh Darussalam 10 2

7. Sumatera Utara 25 4 8. Sumatera Barat 24 2 9. Riau 7 2 10. Jambi 7 2 11. Sumatera Selatan 8 3 12. Lampung 8 1 13. Kalimantan Barat 8 1 14. Kalimantan Tengah 4 1 15. Kalimantan Selatan 8 1 16. Kalimantan Timur 8 1 17. Sulawesi Utara 9 1 18. Sulawesi Tengah 4 1 19. Sulawesi Selatan 25 2 20. Sulawesi Tenggara 6 1 21. Maluku 4 1 22. Bali 10 1

23. Nusa Tenggara Barat 4 1

24. Nusa Tenggara Timur 4 1

25. Papua 5 1 26. Bengkulu 4 1 27. Maluku Utara 2 1 28. Banten 3 1 29. Bangka Belitung 3 1 30. Gorontalo 3 1 31. Kepulauan Riau 3 1

32. Irian Jaya Barat 0 0

33. Sulawesi Barat 1 1

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH OPERATING LEVERAGE TERHADAP BETA SAHAM Tujuan utama mengetahui hubungan antara operating leverage dengan risiko adalah untuk meningkatkan pemahaman mengenai

keberlangsungan kesenian Wayang Sukuraga, tentunya pemerintah Kota Sukabumi. diharapkan lebih aktif dalam memberikan bantuan, baik itu berupa dukungan

D)tlthn ntut idegiori rtetrd@ tkryntet.aq F@itu

leih sempurna. Untuk dapat melakukan passing atas dengan baik dan benar, pemain harus menguasai teknik gerakan dengan benar. Kemampuan untuk menguasai teknik dasar

[r]

Berdasarkan Surat Penetapan Pemenang Pengadaan Barang /Jasa, Maka Pejabat Pengadaan Pada RSUD Sultan Abdul Azis Syah Peureulak Kab.. PEMERINTAH KABUPATEN

Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi , Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah, 2007.. Yuwono, G.B, Pedoman Umum Ejaan Indonesia yang

Mata kuliah Keahlian Berkarya (MKB) yang diterapkan di Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik memiliki 3 pengelompokan mata kuliah bidang minat yaitu,