• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEREKONOMIAN INDONESIA APBN dan Peran Pemerintah Materi 5

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEREKONOMIAN INDONESIA APBN dan Peran Pemerintah Materi 5"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Esa Unggul

2017

PEREKONOMIAN INDONESIA

APBN dan Peran Pemerintah

Materi 5

Dosen : Elistia, SE, MM

Tujuan pembelajaran:

Mahasiswa dapat memahami Pengertian dan Dasar Hukum APBN,

Fungsi APBN, Prinsip APBN, Prinsip Penyusunan dan Azas APBN,

Sumber Penerimaan Negara, Pengeluaran Negara (Belanja Negara)

(2)

APBN dan Peran Pemerintah di Indonesia 1 A. Pendahuluan

Setiap negara mempunyai cara-cara tertentu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negaranya. Indonesia menyusun anggaran untuk menentukan dan pengeluaran negara demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Anggaraan-anggaran tersebut disusun dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara yang disingkat APBN. Indonesia merancang semua penerimaan dan belanja dalam APBN setiap tahunnya. APBN merupakan unsur penting bagi Indonesia. APBN diatur secara ketat dalam undang-undang untuk mencegah penyalahgunaan dan harus transparan kepada masyarakat. Dalam APBN dirinci hal-hal seperti penerimaan pajak penerimaan non-pajak, belanja pegawai, dan pengeluaran lainnya.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.

B. Konsep APBN

B.1. Pengertian dan Dasar Hukum APBN

Menurut UU No 17 Tahun 2003 APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah yang disetujui oleh dewan perwakilan rakyat. Dasar hukum penyusunan APBN adalah:

1. UUD 1945 pasal 23 ayat 1 yang menyatakan anggaran pendapatan dan belanja negara ditetapkan setiap tahun.

2. UU No 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara.

3. UU No 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum yang paling tinggi dalam struktur perundang-undangan di Indonesia. UUD 1945 telah diamandemenkan sebanyak 4 kali sejak tahun 1999 hingga 2002, sehingga pengaturan tentang keuangan negara selalu didasarkan pada undang-undang ini, khususnya dalam Bab VIII Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV pasal 23 yang mengatur tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Bunyi pasal 23: ayat (1): Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, ayat (2): Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan ayat (3): "Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun lalu".

B.2. Tahapan penyusunan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban APBN

Pemerintah mengajukan Rancangan APBN dalam bentuk RUU tentang APBN kepada DPR. Setelah melalui pembahasan, DPR menetapkan Undang-Undang tentang APBN selambat-lambatnya 2 bulan[1] sebelum tahun anggaran dilaksanakan.

Pelaksanaan APBN : Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.

Berdasarkan perkembangan, di tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat mengalami revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan RUU Perubahan

(3)

APBN dan Peran Pemerintah di Indonesia 2

APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR.Perubahan APBN dilakukan paling lambat akhir Maret, setelah pembahasan dengan Badan anggaran DPR.[2]

Dalam keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya.

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN : Selambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa Laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

C. Fungsi APBN

APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.

APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.

1) Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.

2) Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.

3) Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak. 4) Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi

pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.

5) Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan

6) Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

(4)

APBN dan Peran Pemerintah di Indonesia 3 D. Prinsip APBN, Prinsip Penyusunan dan Azas APBN

D.1. Prinsip APBN

Sejak Orde Baru mulai membangun, APBN kita disusun atas dasar tiga prinsip, yaitu prinsip berimbang (balance budget), prinsip dinamis, dan prinsip fungsional. Berikut penjelasan dari masing-masing prinsip tersebut:

Prinsip Anggaran Berimbang, yang dimaksud anggaran berimbang adalah sisi penerimaan sama dengan sisi pengeluaran, di mana defisit anggaran ditutup bukan dengan mencetak uang baru melainkan dengan bantuan/pinjaman/utang luar negeri (Oficial Development Assistance = ODA), atau dalam APBN dikategorikan sebagai penerimaan pembangunan.

Prinsip Anggaran Dinamis, ada dua pengertian mengenai prinsip anggaran dinamis, yaitu anggaran dinamis absolut dan relatif. Anggaran dinamis absolut diartikan sebagai peningkatan jumlah tabungan pemerintah dari tahun ke tahun (peningkatan surplus anggaran rutin), sehingga kemampuan menggali sumber dalam negeri bagi pembiayaan pembangunan dapat tercapai. İndikator ini bisa diukur melalui laju pertumbuhan tabungan pemerintah yang selalu positif dalam perkembangannya. Sedangkan anggaran dinamis relatif diartikan sebagai semakin kecilnva persentase ketergantungan pembiayaan pada bantuan luar negeri atau pinjaman luar negeri.

Prinsip Anggaran Fungsional, bahwa fungsi dari bantuan luar negeri hanya untuk membiayai anggaran belanja pembangunan (pengeluaran pembangunan) dan bukan untuk membiayai anggaran rutin.

D.2. Prinsip Penyusunan APBN

Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:

1. Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran. 2. Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.

3. Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda.

Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah: 1. Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.

2. Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.

3. Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.

APBN disusun dengan berdasarkan azas-azas:

1. Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri. 2. Penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.

3. Penajaman prioritas pembangunan.

(5)

APBN dan Peran Pemerintah di Indonesia 4 E. Asumsi Dasar Makro APBN

Asumsi dasar makro adalah indikator utama ekonomi makro yang digunakan sebagai acuan dalam menyusun postur APBN. Asumsi dasar makro disusun dengan mengacu pada sasaran-sasaran pembangunan jangka menengah yang ada pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Selain itu, asumsi daar makro APBN juga disusun dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi domestik maupun global agar asumsi yang digunakan dapat mempresentasikan kondisi perekonomian terkini. Asumsi dasar makro ekonomi sangat berpengaruh terhadap besaran komponen dalam struktur APBN. Asumsi dasar makroekonomi terdiri atas 7 indikator utama yaitu :

1. Pertumbuhan ekonomi, 2. Inflasi,

3. Nilai tukar rupiah terhadap dolar US,

4. Suku bunga SPN (Surat Perbendaharaan Negara) 3 bulan, 5. Harga minyak mentah Indonesia,

6. Lifting dan harga minyak dan gas bumi indonesia 7. Produktivitas minyak dan gas bumi Indonesia

Besaran angka setiap jenis pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan anggaran dihitung berdasarkan indikator asumsi dasar makroekonomi yang terkait serta parameter pendukung lainnya. Perumusan asumsi dasar ekonomi makro dalam rangka penyusunan RAPBN melibatkan berbagai pihak sebagai pemangku kepentingan, baik dari sisi (1). Pemerintah maupun, (2). Bank Indonesia sebagai otoritas moneter. Proses perumusan asumsi dasar ekonomi makro dilakukan melalui rapat koordinasi yang dilakukan secara intensif antara pihak pemerintah (Kementerian Keuangan, BAPPENAS, dan Sumber Daya Mineral, Badan Pusat Statistik, dan Bank Indonesia).

F. Sumber Penerimaan Negara

Secara garis besar faktor penentu besarnya penerimaan negara adalah Pendapatan Negara dan Hibah. Pendapatan Negara dan Hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara non-pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri. Pengertian pendapatan hibah adalah setiap penerimaan pemerintah pusat dalam bentuk uang, barang, jasa, dan surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali yang berasal dari dalam negeri, yang atas pendapatan hibah tersebut pemerintah mendapat manfaat secara langsung untuk digunakan demi mendukung tugas dan fungsi negara. Besaran pendapatan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

• Indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar makro ekonomi. • Kebijakan pendapatan negara.

• Kebijakan pembangunan ekonomi. • Perkembangan pemungutan. • Kondisi kebijakan lain.

Sebagai contoh, target penerimaan negara dari SDA migas dipengaruhi oleh besaran asumsi lifting minyak bumi, lifting gas, Indonesia Crude Price (ICP), dan asumsi nilai tukar. Target penerimaan perpajakan ditentukan oleh target inflasi serta kebijakan pemerintah terkait perpajakan seperti perubahan besaran pendapatan tidak kena pajak (PTKP), upaya ekstensifikasi peningkatan jumlah wajib pajak, dan lainnya.

(6)

APBN dan Peran Pemerintah di Indonesia 5

Beberapa contoh hibah adalah (1) hibah uang: hibah uang tunai dan uang untuk membiayai kegiatan, serta (2) hibah barang atau jasa dan hibah surat berharga. Berdasarkan mekanisme pencairannya dibagi menjadi dua: hibah terencana dan hibah langsung. Sementara berdasarkan sumbernya dibagi menjadi hibah dalam negeri dan luar negeri.

F.1. Penerimaan Perpajakan

Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.

1. Pendapatan Pajak Dalam Negeri.

Pendapatan pajak dalam negeri dibagi menjadi lima, yaitu:

a) Pendapatan pajak penghasilan (PPh), yang menurut UU Nomar 36 Tahun 2008 PPh adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak. Jensjenis pajak penghasilan (PPh) dalam APBN: PPh Migas, yaitu PPh yang dipungut dari Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap atas penghasilan dari kegiatan usaha hulu minyak bumi dan gas alam. PPh Non-Migas yaitu PPh yang dipungut dari wajib pajak orang pribadi, badan, dan bentuk usaha tetap dalam negeri atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak selain penghasilan atas pelaksanaan hulu migas.

b) Pendapatan pajak pertambahan nilai dan jasa serta pajak penjualan atas barang mewah, berdasarkan UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 5 PPnBM adalah pajak yang dikenakan terhadap penyerahan BKP tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di daerah pabean dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya, dan impor BKP yang tergolong mewah.

c) Pendapatan pajak bumi dan bangunan (PBB), berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan Oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah atau bangunan. PBB terbagi ke dalam beberapa sektor, yaitu Sektor Perkotaan, Sektor Pedesaan, Sektor Perkebunan, Sektor Perhutanan, serta Sektor Pertambangan Migas dan Pertambangan Umum.

d) Pendapatan cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang yang mempunyai sifat atau karakteristik Barang Kena Cukai (BKC). Walaupun cukai dikategorikan sebagai pajak tidak langsung, tetapi dalam prakteknya produsen ikut menanggung beban cukai sehingga konsumen membayar cukai dalam jumlah yang tidak seharusnya.

e) Pendapatan pajak Iainnya merupakan jenis penerimaan perpajakan yang tidak termasuk dalam kategori penerimaan pajak. Penerimaan pajak Iainnya terdiri dari (a) Bea Materai, (b) Pendapatan Penjualan Benda Materai, (c) Pajak Tidak Langsung Lainnya, (d) Denda Penagihan PPh, (e) Denda Penagihan PPN, (f) Denda Penagihan PPnBM, dan (g) Denda Penagihan Pajak. Penerimaan bea materai merupakan penerimaan yang dominan dalam pajak Iainnya. Bea materai sendiri pada dasarnya adalah pajak atas dokumen sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang bea materai.

f) Pendapatan bea masuk adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. (Pasal 1 Ayat 15 UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No.10 Tahun 1995 tentang kepabeanan). Pada dasarnya, bea masuk berfungsi untuk:

(7)

APBN dan Peran Pemerintah di Indonesia 6

• Mencegah kerugian industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang impor tersebut,

• Melindungi pengembangan industri barang sejenis barang barang impor dalam negeri,

• Mencegah terjadinya serius terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dan/atau barang yang secara langsung bersaing,

• Melakukan pembalasan terhadap barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang ekspor Indonesia secara diskriminatif.

g) Pendapatan bea keluar menyangkut kepabeanan terhadap barang ekspor yang dikenakan kepada negara. Tujuan bea keluar terhadap barang ekspor adalah:

• Menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri,

• Melindungi kelestarian sumber daya alam,

• Mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dan komoditi ekspor tertentu di pasaran internasional, dan

• Menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam negeri. Sedangkan barang ekspor yang dikenakan bea keluar adalah rotan, kulit, kayu, kelapa sawit, serta CPO dan produk turunannya.

F.2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan salah satu sumber pendapatan negara, di luar penerimaan perpajakan. PNBP telah mengalami beberapa kali perubahan klasifikasi sejalan dengan jumlah dan kontribusinya dalam pendapatan negara. PNBP terdiri dari:

a) Penerimaan Sumber Daya Alam

• Penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi (SDA migas). Penerimaan SDA migas merupakan bagian pemerintah atas kegiatan usaha hulu yang dilaksanakan berdasarkan Kontrak Production Sharing (KPS), setelah dikurangi faktor pengurang berupa pajakpajak dan pungutan Iainnya.

• Penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dan gas bumi (SDA nonmigas). Penerimaan SDA nonmigas merupakan penerimaan yang berasal dari hasil pemanfaatan sumber daya alam di luar minyak dan gas bumi. Sumber penerimaan SDA nonmigas meliputi: Pendapatan pertambangan umum, Pendapatan kehutanan, Pendapatan perikanan, dan Pendapatan pertambangan panas bumi.

b) Pendapatan Bagian Laba BUMN

Pendapatan laba BUMN perbankan dan pendapatan laba BUMN nonperbankan. c) Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya

Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya terdiri dari pendapatan bunga dan pendapatan pendidikan.

• Pendapatan bunga adalah semua pendapatan negara yang berasal dari bunga atas piutang pemerintah dan penerusan pinjaman, Pendapatan kejaksaan dan peradilan serta hasil tindak pidana korupsi semuanya adalah pendapatan

(8)

APBN dan Peran Pemerintah di Indonesia 7

pemerintah yang berasal dari kasus-kasus pengadilan yang ditangani pemerintah, seperti legalisasi penandatanganan, denda/tilang, pengesahan surat di bawah tangan, ongkos perkara, penjualan hasil lelang, tindak pidana korupsi, dan lain-lain.

• Pendapatan pendidikan adalah semua pendapatan negara yang berasal dari jasa penyelenggaraan pendidikan, yaitu pendapatan uang pendidikan, uang ujian masuk, kenaikan tingkat, akhir pendidikan, serta pendapatan uang ujian untuk menjalankan praktik. Pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi adalah semua pendapatan negara yang berasal dari hasil korupsi yang telah ditetapkan menjadi milik negara, baik ditetapkan oleh pengadilan maupun KPK. Pendapatan iuran dan denda adalah pendapatan negara yang berasal dari iuran badan usaha yang bergerak di bidang penyediaan dan pendistribusian BBM, serta pengangkutan gas bumi melalui pipa.

d) Pendapatan Badan Layanan Umum

Pendapatan atau penerimaan BLU adalah penerimaan yang berasal dari kegiatan pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh Badan Layanan Umum. Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mencari keuntungan dan, dalam melakukan kegiatannya, didasarkan pada prinsip efisiensi serta produktivitas. Jenis pendapatan BLU antara lain: pendapatan jasa layanan umum, pendapatan hibah badan layanan umum, pendapatan hasil kerja sama BLU, dan pendapatan BLU lainnya.

G. Pengeluaran Negara (Belanja Negara)

Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja negara ini terdiri atas Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah. Besaran belanja negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain Kebutuhan penyelenggaraan negara, Kebijakan pembangunan, serta Kondisi kebijakan lainnya.

G.1. Belanja Pemerintah Pusat

Pengeluaran atau belanja negara adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah. Belanja Pemerintah Pusat menurut jenisnya adalah:

a) Belanja pegawai adalah kompensasi baik dalam bentuk uang atau barang,yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah baik di dalam maupun luar neger sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Pengeluaran rutin pegawai meliputi: gaji dan pensiun, tunjagan beras, uang makan dan lauk pauk, lain-lain belanja pegawai dalam negeri, dan belanja pegawai luar negeri.

• Belanja barang: belanja dalam negeri dan luar negeri.

• Subsidi daerah otonom: belanja pegawai dan non pegawai.

• Bunga cicilan utang: utang dalam negeri dan luar negeri.

(9)

APBN dan Peran Pemerintah di Indonesia 8

b) Belanja barang dalam negeri dan luar negeri adalah pembelian barang dan jasa yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan, termasuk biaya pemeliharaan serta biaya perjalanan.

c) Belanja modal adalah pengeluaran/belanja yang dikeluarkan dalam rangka pembentukan modal, yang terdiri dari tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, belanja modal lainnya, dan belanja modal non-fisik.

d) Pembayaran bunga utang adalah pembayaran atas biaya pinjaman yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman.

e) Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan pemerintah kepada perusahaan atau lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa. f) Belanja hibah adalah transfer rutin/modal yang sifatnya tidak wajib dari pemerintah pusat

kepada negara lain dan kepada organisasi internasional.

g) Bantuan sosial adalah transfer uang/barang yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial.

G.2. Transfer ke Daerah

Transfer ke daerah adalah bagian dari belanja negara dalam rangka membiayai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus, dan dana penyesuaian. Transfer ke daerah disebut juga APBD

adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk

kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan.

Rincian anggaran transfer ke daerah adalah:

a) Dana perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan ke daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas: Dana bagi hasil, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan ke daerah berdasarkan persentase tertentu demi mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi; Dana Alokasi Umum, yang selanjutnya disebut DAU, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan ke daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah demi mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU tersebut dialokasikan dalam bentuk block grant, yang penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah; Dana Alokasi Khusus, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Komponen Transfer ke Daerah Iainnya adalah Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian, yang diatur dengar peraturan perundang-undangan di luar CC perimbangan keuangan.

b) Dana Otonomi Khusus, yaitu dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah. Dana ini dibatasi hanya 20 tahun yang saat ini untuk Provinsi Papua dan Nanggroe Aceh Darussalam.

c) Dana Penyesuaian, yaitu dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan pemerintah pusat dan membantu mendukung percepatan pembangunan di daerah.

(10)

APBN dan Peran Pemerintah di Indonesia 9 G.3. Pembiayaan

Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang harus dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, haik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya. Besaran pembiayaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara Iain asumsi dasar makro ekonomi kebijakan pembiayaan; serta kondisi dan kebijakan Iainnya.

• Pembiayaan Dalam Negeri, yang meliputi:

(1) . Pembiayaan perbankan dalam negeri yang bersumber dari Sisa Anggaran Lebih (SAL), penerimaan cicilan pengembalian Subsidiry Loan Agreement (SLA)/Rekening Dana Investasi (RDI), rekening pembangunan hutan, dan rekening pemerintah Iainnya. Sedangkan pembiayaan nonperbankan dalam negeri bersumber dari privatisasi, Hasil Pengelolaan Aset (HPA), penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), penarikan pinjaman dalam negeri, dana investasi pemerintah dan Penyertaan Modal Negara (PMN), serta dana pengembangan pendidikan nasional, dan

(2). Pembiayaan nonperbankan dalam negeri; Hasil pengelolaan aset; Surat berharga negara neto; Pinjaman dalam negeri neto; Dana investasi pemerintah; dan Kewajiban penjaminan.

• Pembiayaan Luar Negeri, yang meliputi :

(1). Penarikan Pinjaman Luar Negen, yang terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek, dan (2). Penerusan pinjaman, serta Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, yang terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.

H. Optimalisasi Peranan DPR

Peranan DPR dalam penganggaran dapat dijalankan berdasarkan fungsi-fungsi yang dimilikinya. Berdasarkan Pasal 20A UUD 1945 Perubahan Pertama, DPR mempunyai tiga fungsi, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.

1. Fungsi Legislasi. Dalam menjalankan fungsi legislasinya, DPR menetapkan dan menyetujui RUU APBN yang diajukan oleh Pemerintah. Proses penetapan itu sendiri diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR RI. Sebelum menetapkan dan menyetujui RUU APBN yang diajukan oleh Pemerintah, DPR terlibat secara intens dalam keseluruhan proses penyusunan dan penetapan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.

2. Fungsi Anggaran. Berkenaan dengan fungsi anggaran, DPR mempunyai hak budget sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 perubahan Ketiga yang menyebutkan bahwa RUU APBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD. DPR sesuai dengan hak budget-nya dapat menyetujui ataupun tidak menyetujui RUU APBN yang diajukan oleh Pemerintah dan mengadakan pembahasan. pembahasan RUU APBN secara bersama oleh DPR dan Presiden selain dalam rangka melaksanakan fungsi legislasi juga dimaksudkan agar DPR dapat mengetahui dan mengidentifikasi dengan jelas bahwa terhadap alokasi yang dicantumkan dalam RAPBN tersebut tidak terjadi penyelewengan. Selain itu, DPR juga mempunyai hak untuk mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam RUU APBN.Dalam konteks optimalisasi peranan DPR dalam penganggaran, khususnya pada tahap penyusunan dan penetapan APBN, Abdullah Zainie (2003) menggaris bawahi beberapa hal, di antaranya:

• DPR harus mempunyai waktu khusus untuk membahas proses anggaran dengan mengkaji secara teliti sehingga proses tersebut dapat berjalan lancar;

(11)

APBN dan Peran Pemerintah di Indonesia 10

• DPR harus menguasai keseluruhan struktur dan proscs anggaran sehingga bisa memberikan peran yang maksimal terhadap proses anggaran;

• DPR dengan didukung oleh Undang-undang seharusnya mampu memberikan kontribusi lebih besar; bukan hanya sekedar menerima atau menolak RUU APBN. DPR seharusnya dapat mendiskusikan anggaran sebagai sebuah instrumen kebijakan dan untuk menjamin bahwa anggaran tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip yang tercantum dalam konstitusi. DPR juga harus bisa mengkaji dan menganalisis anggaran secara teperinci berdasarkan fungsi-fungsi yang ada;

• Anggaran seharusnya digunakan oleh Pemerintah dan DPR untuk bertindak sebagai mitra yang berkepentingan dalam pencapaian tujuan yang sama;

• Kepentingan tertinggi partai harus didahulukan di atas kepentingan partai.

3. Fungsi Pengawasan. Pengawasan yang dilakukan oleh DPR terdiri dari dua hal, yaitu i). Pengawasan terhadap Pemerintah dalam melaksanakan Undang-undang; dan ii). Pengawasan terhadap Pemerintah dalam melaksanakan APBN. Pengawasan DPR terhadap Pemerintah dalam melaksanakan APBN dapat dilakukan melalui dua hal, yaitu:

a. Melalui rapat-rapat kerja yang dilakukan oleh komisi-komisi DPR dengan departemen-departemen pemerintahan. Dalam rapat kerja tersebut, DPR dapat mengadakan pembahasan mengenai berbagai hal dengan Pemerintah. Selain itu, DPR juga membahas hasil dengar pendapat komisi-komisi dengan masyarakat, NGO, akademisi. Fungsi pengawasan dan fungsi penganggaran akan beririsan ketika DPR melakukan pembahasan dengan Pemerintah untuk menyetujui RUU APBN atau PAN yang diajukan oleh Pemerintah.

b. Menerima dan membahas laporan dari BPK. Berdasarkan Pasal 23E UUD 1945 Perubahan Ketiga, ditetapkan bahwa hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD, DPRD, sesuai dengan kewenangannya. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK akan digunakan oleh DPR untuk mengevaluasi pertanggungjawaban Pemerintah dalam pelaksanaan APBN. Menurut pasal 145 Peraturan Tata Tertib DPR, DPR membahas hasil pemeriksaan tersebut yang diberitahukan oleh BPK dalam bentuk Hasil Pemeriksaan Semester, yang kemudian disampaikan dalam rapat paripurna DPR untuk dipergunakan sebagai bahan pengawasan. Hasil pemeriksaan juga membantu DPR dalam rangka memberikan persetujuan atas PAN yang diajukan oleh Pemerintah.

Tugas Individu dan Kelompok Mahasiswa sebagai berikut :

1. Buatlah tabel 2 kolom yang berisi daftar Penerimaan dan Pengeluaran Negara berdasarkan konsep dari APBN (Tugas Individu)

2. Salinlah tabel penerimaan dan pengeluaran APBN (tabel 6.1), tambahkan tabel growth and share nya masing – masing penerimaan pada tabel 6.2, dan pengeluaran pada tabel 6.6. (Tugas Kelompok)

Referensi

Dokumen terkait

penghasilan dari penjualan harta di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) dipotong Pajak Penghasilan (PPh) sebesar

Minyak Bumi, Gas Bumi, Minyak dan Gas Bumi, Kegiatan Usaha Hulu, Eksplorasi, Eksploitasi, Wilayah Kerja, Badan Usaha, Bentuk Usaha Tetap, Kontrak Kerja Sama, Badan Pelaksana,

Ketentuan dalam PPh 23 UU PPh mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal

PPH Pasal 23 dalam artian luas adalah Pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak dalam negeri serta badan usaha tetap dengan nama dan

PPh Pasal 26 adalah pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak (WP) Luar Negeri, baik Badan ataupun Orang Pribadi, selain Bentuk Usaha Tetap (BUT),

Wajib pajak yang dimaksud adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap dan menerima penghasilan dari usaha, tidak

Fakta‐  fakta  di  atas  menunjukkan  bahwa  masih  ada  permasalahan‐permasahan  sehubungan dengan upaya optimalisasi penerimaan pajak penghasilan.  

Pajak Penghasilan Pasal 23 PPh 23 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa,