• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESUME PERPAJAKAN : PAJAK PENGHASILAN PASAL 26: ANDHIKA WAHYUDIONO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESUME PERPAJAKAN : PAJAK PENGHASILAN PASAL 26: ANDHIKA WAHYUDIONO"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

RESUME PERPAJAKAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

DOSEN MATAKULIAH:

ANDHIKA WAHYUDIONO, S.Pd., M.Pd

KELOMPOK

7

MAHASISWA

JENG MAUBI SALUSTI 21201773

NOLA HELDANA 21201759

NOVIANY RORO AYU PITALOKA 21201757

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945

BANYUWANGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PRODI ADMINISTRASI PUBLIK

(2)

1.Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 26

MenurutUndang-Undang Nomor36 tahun 2008, PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT) diIndonesia. Semua badan usaha yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga, dividen, royalti dan sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar Negeri, diwajibkan untuk memotong Pajak Penghasilan Pasal 26 atas transaksi tersebut.

Berdasarkan PMK RI Nomor 9/PMK.03/2018 tentang SPT,pelaporan SPT PPh pasal 26

Tarif untuk Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal26) Tarif20% (final) atas jumlah bruto yang dikenakan atas: 1. Dividen

2. Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan pembayaran pinjaman 3. Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset

4. Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan 5. Hadiah dan penghargaan

6. Pensiun dan pembayaran berkala 7. Premi swap dan transaksi lindung lainnya 8. Perolehan keuntungan dari penghapusan utang

Tarif20% (final) dari laba bersih yang diharapkan dari: 1. Pendapatan dari penjualan aset di Indonesia.

2. Premiasuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.

Tarif20% (final) dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus yang didirikan atau bertempat dinegara yang memberikan perlindungan pajak yang memiliki hubungan khusus untuk suatu entitas atau bentuk usaha tetap (BUT) didirikan di Indonesia.

Tarif20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan pajak, suatu bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali diIndonesia. Tingkat berdasarkan ta x treaty (perjanjian pajak) yang dikenal sebagai JGI

Penghindaran Pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan negara-negara lain yang berada dalam perjanjian, mungkin berbeda satu sama lain. Tarif mereka biasanya mengurangi tingkat dari tarif biasa 20%, dan beberapa mungkin memiliki tarif 0%.

2.Hak dan kewajiban pemotong pajak 26

Berdasarkan PMK 162/PMK.011/2012pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat dan sebagainya. Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan Negara. PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain

(3)

dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. PPh Pasal 26 merupakan pajak atas wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, pajaktersebut dikenakan apabila wajib pajak luar negeri tersebut mendapat nilai maupun pendapatan dari negara Indonesia, maka dari itu dikenakan pajak kepada wajib pajak pribadi luar negeri tersebut.

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang perpajakan, pihak yang melakukan pemotongan dan pemungutan pajak atas pengeluaran yang berasal dari APBN/APBD adalah bendahara pemerintah. Dalam konteks ini, yang dimaksud bendahara pemerintah adalah pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama. Sebagai pihak yang melakukan pemotongan dan pemungutan pajak, bendahara pemerintah harus mengetahui aspek-aspek perpajakan terutama yang berkaitan dengan kewajiban untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan serta Pajak Pertambahan Nilai. Kewajiban umum perpajakan adalah harus mendaftarakan diri untuk mendapatkan NPWP,menyetorkan pajak terutang, melaporkan pajak terutang.

W ajib pajak yang dipotong PPh pasal 21 adalah:

1] pegawai, karyawan atau karyawati tetap yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja dan atas jasanya itu ia memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala;

2] pegawai, karyawan atau karyawati lepas yaitu orang pribadi yang bekerja untuk pemberi kerja dan hanya menerima upah jikaia bekerja;

3] penerima honorarium yaitu orang pribadi atau sekelompok orang pribadi yang memberikan jasanya, dan atas jasanya ia memperoleh imbalan tertentu sesuai dengan jasa yang diberikan; dan

4] penerima upah yaitu orang pribadi yang atas jasanya ia memperoleh upah, seperti upah harian, upah borongan, upah satuan dan lain-lain.

Kewajiban pemotongan yang dilakukan oleh bendahara pemerintah adalah: 1] wajib mendaftarkan diri ke KPP;

2] wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan kalender;

3] PPh Pasal 21/26 yang dipotong wajib disetor ke Kantor Pos atau Bank paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir;

4] Pemotong Pajak wajib lapor sekalipun nihil, paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir; 5] wajib membuat catatan atau Kertas Kerja Perhitungan PPh Ps. 21/26 untuk setiap Masa Pajak; 6] wajib menyimpan catatan atau Kertas Kerja sesuai ketentuan;

7] wajib membuat bukti Potong dan memberikannya kepada penerima penghasilan .

Pemotongan PPh Pasal 26

PPh Pasal 26 merupakan cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan W ajib Pajak Luar Negeri dari Indonesia berupa:

1. dividen;

2. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; 3. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

4. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; 5. hadiah dan penghargaan;

6. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;

7. premiswap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau

8. keuntungan karena pembebasan utang, yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri selain bentuk usaha tetap;

9. penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia;

(4)

11. penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham.

Tarifpemotongan dan dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah 20% dari:

· penghasilan bruto, dan

· penghasilan neto.

Jenis penghasilan yang dikenai tarif 20% dari penghasilan bruto, yaitu: 1. dividen;

2. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; 3. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

4. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; 5. hadiah dan penghargaan;

6. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;

7. premiswap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau

8. keuntungan karena pembebasan utang, yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri selain bentuk usaha tetap;

Sedangkan jenis penghasilan yang dikenai tarif 20% dari penghasilan neto, yaitu:

· penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia;

· premiasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri;

· penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham. 3. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 26

Pasal 26 UU PPh mengatur tentang Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh WP Luar Negeri, selain Bentuk Usaha Tetap (BUT), yang bersumber dari Indonesia. Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan oleh Pemotong Pajak atas penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya.Adapun pihak yang dipotong PPh Pasal 26 adalah W ajib Pajak Luar Negeri (Badan dan Pribadi) selain BUT di Indonesia. Sedangkan pemotong PPh Pasal 26 m eliputi Badan Pemerintah, Subjek Pajak Dalam Negeri (Badan Dalam Negeri maupun Orang Pribadi Dalam Negeri), Penyelenggara Kegiatan, Bentuk Usaha Tetap dan Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya.Kapan saat terutang PPh Pasal 26? PPh Pasal 26 terutang pada saat pembayaran, saat disediakan untuk dibayarkan, telah jatuh tempo pembayarannya dan saat ditentukan dalam kontrak perjanjian.

Subjek PPh Pasal 26

MenurutUndang Undang Nomor36 Tahun 2006 tentang Pajak Penghasilan, maka berikut individu atau usaha yang termasuk WPLN.

1. Individu yang tak tinggal di Indonesia, individu bertempat tinggal tak lebih dari 183 hari selama satu tahun atau 12 bulan di Indonesia, serta perusahaan yang tak dibangun atau berada di Indonesia, yang menjalankan usaha dengan BUT di Indonesia.

2. Individu yang tak tinggal di Indonesia, individu bertempat tinggal tidak lebih dari 183 hari selama satu tahun atau 12 bulan, serta perusahaan yang tak dibangun atau berada di Indonesia, tidak mendapat pendapatan dari Indonesia melalui BUT di Indonesia.

Dengan begitu, dapatdisimpulkan bahwa walau pengusaha digital tak didirikan atau berada di Indonesia, tak menjalankan usaha berdasar BUT,tetap termasuk ke dalam subjek PPh 26. Ketentuan Tarif PPh Pasal 26

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, tarif PPh 26 sejumlah 20 persen yang bersifat final berdasar jumlah bruto dari objek PPh pasal 26 berikutini:

(5)

· Bunga, tak terkecuali diskonto, premium, insentif berkenaan dengan jaminan bayaran pinjaman. · Sewa, royalti, serta penghasilan lain berkenaan dengan digunakannya aset.

· Insentif yang terkait dengan pekerjaan, jasa, maupun kegiatan. · Hadiah serta penghargaan.

· Pensiun serta bayaran secara berkala. · Premi swap maupun transaksi pelindung lain. · Pemerolehan untung dari dihapusnya utang.

Kemudian selain pajak atas penghasilan atau omzet, WPLN yang dikenakan PPh pasal 26 jugadikenakan tarif pajak atas laba bersih. Pengenaan pada laba bersih sebesar 20 persen yang bersifat final dengan adanya:

· Penghasilan atas menjual asetdi Indonesia.

· Premi asuransi serta reasuransi yang dibayar langsung atau dengan pialang terhadap perusahaan asuransi luar negeri. Dengan memerhatikan beberapa kriteria, yaitu:

· 20 persen atas laba bersih jugadiberlakukan atas pengalihan atau penjualan saham yang dibangun atau berada di negara yang memberi perlindungan pajak, tak terkecuali BUT Indonesia.

· 20 persen atas penghasilan kena pajak dikurang pajak yang termasuk dalam BUT di Indonesia. Tak berlaku pada wajib pajak yang menanamkan kembali penghasilannya di Indonesia.

· Tax treaty Indonesia dengan negara lain dapat saja memiliki perjanjian yang berbeda antara satu negara yang lainnya. Tarifnya dapat berkurang dari 20 persen, atau bahkan mencapai 0 persen.

4. HakDan Kewajiban Wajib Pajak Pasal 26

Pada dasarnya Undang-Undang KUP mengatur hak dan kewajiban, baik dari sisi Wajib Pajak maupun dari sisi petugas pajak atau kantor pajak. Undang-Undang KUP sudah memberikan banyak hak kepada W ajib Pajak. Tetapi Wajib Pajak sering melupakannya. Karena itu, saya ingatkan hak W ajib Pajak menurut Undang-Undang KUP.

Hak-hak W ajib Pajak berdasarkan Undang-Undang KUP yaitu:

· Mendapatkan NPWP, Pasal 2 ayat (1);

· Dikukuhkan sebagai PKP,Pasal 2 ayat (2);

· Perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan, Pasal 3 ayat (4);

· Menerima pemberitahuan apabila SPT dianggap tidak disampaikan, Pasal 3 ayat (7a);

· Menerima tanda bukti penerimaan penyampaian SPT Tahunan, Pasal 6 ayat (1);

· Membetulkan SPT, Pasal 8;

· Mengajukan permohonan mengangsur atau menunda pembayaran pajak, Pasal 9 ayat (4);

· Mendapatkan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak atau restitusi, Pasal 11;

· Kepastian hukum mengenai besarnya jumlah pajak terutang yang diberitahukan oleh Wajib Pajak melalui SPT apabila dalam 5 tahun tidak diterbitkan surat ketetapan pajak, Pasal 13 ayat (4);

· Pembebasan sanksi pidana yang dilakukan pertama kali, Pasal 13A;

· Pembebasan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%, Pasal 15 ayat (3);

· Mengajukan permohonan pembetulan STP,surat ketetapan pajak, SK Keberatan, SK Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, SK Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar, SK Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, Pasal 16 ayat (1);

(6)

· Mendapatkan keterangan secara tertulis mengenai hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan pembetulan ketetapan pajak, Pasal 16 ayat (3);

· Mendapatkan daluwarsa (kedaluwarsa) penagihan pajak setelah lampau 5 tahun, Pasal 22;

· Mengajukan gugatan atas pelaksanaan Surat Paksa, SPMP,Pengumuman Lelang, Keputusan Pencegahan dalam rangka penagihan, Pasal 23;

· Mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Pasal 25 ayat (1);

· Mendapatkan keterangan tertulis tentang hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak dalam rangka mengajukan keberatan, Pasal 25 ayat(6);

· Mendapatkan keputusan yang mengabulkan atas keberatan apabila kantor pajak dalam jangka waktu 12 bulan tidak memberi putusan, Pasal 26 ayat (1) dan ayat (5);

· Menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelum surat keputusan atas keberatan diterbitkan, Pasal 26 ayat (2);

· Hak hadir untuk memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatan pajak, Pasal 26A ayat (2);

· Mengajukan banding terhadap keputusan keberatan yang dianggap masih tidak sesuai, Pasal 27 ayat (1);

· Mendapatkan keterangan tertulis mengenai hal-hal yang menjadi dasar surat keputusan keberatan untuk kepentingan pengajuan banding, Pasal 27 ayat (4a);

· Memperoleh imbalan bunga sebesar 2% per bulan sesuai Pasal 27A ayat (1) dan ayat (2);

· M enyelenggarakan pencatatan untuk wajib pajak orang pribadi yang dapat menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, Pasal 28 ayat (2);

· Menolak pemeriksa pajak yang tidak memiliki tanda pengenal pemeriksa dan tidak dilengkapi Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) dan tidak memperlihatkannya kepada wajib pajak, Pasal 29 ayat (2);

· Menunjuk suratkuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhikewajiban perpajakan, Pasal 32 ayat (3);

· Mendapatkan perlindungan rahasia jabatan, Pasal 34;

· Mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, mengurangkan atau membatalksn STP yang tidak benar dan membatalkan hasil pemeriksaan, Pasal 36 ayat (1);

· Mendapatkan SPHP dan undangan kehadiran pembahasan akhir hasil pemeriksaan (closing

conference), Pasal 36;

· Mendapatkan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi (sunset policy), Pasal 37A,

· Mendapatkan daluwarsa (kedaluwarsaan) tuntutan pidana pajak, Pasal 40,

· Penghentian penyidikan tindak pidana perpajakan, Pasal 44B.

A. Jenis Pajak

Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik ditingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.

Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak m eliputi :

1. Pajak Penghasilan (PPh)

PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.

(7)

PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang m eliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udara diatasnya.

3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)

Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM.Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :

a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau

c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsioleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau

e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban m asyarakat.

4. Bea M eterai

Bea M eterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.

5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.

6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsimaupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.

5. Tata Cara Perhitungan Pemotongan PPH Pasal 26

(8)

Ilustrasi Kasus Pertama

PT ABC memiliki perwakilan di luar negeri dan mengasuransikan bangunan bertingkat ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi pada tahun 1995 sebesar Rp1 m iliar. Dengan demikian, penghitungan PPh Pasal 26-nya adalah sebagai berikut.

· Perkiraan penghasilan = 50% x Rp1.000.000.000 =

Rp500.000.000,-· PPh Pasal 26 = 20% x Rp500.000.000 = Rp100.000.000 (10% x Rp1.000.000.000)

Sering kali untuk memudahkan proses, PT ABC bisa saja ikut asuransi melalui perusahaan yang ada di Indonesia, misal PT XYZ, dengan membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp1 m iliar. PT XYZ mengikutkan (reasuransi) perusahaan tersebut ke perusahaan asuransi di luar negeri, misalnya PT KLM,dengan membayar premi sebesar Rp500 juta. Maka ketentuan PPh Pasal 26-nya adalah: · Perkiraan penghasilan neto = 10% x Rp500.000.000 = Rp50.000.000

· PPh Pasal 26 PT ABC = 20% x Rp50.000.000 = Rp10.000.000 (2% x Rp500.000.000) Ilustrasi Kasus Kedua

David Beckham yang adalah Warga Negara Inggris memiliki 25% saham PT Persipura Indonesia. Tahun ini Beckham menjual seluruh sahamnya senilai Rp5 miliar kepada Kaka, seorang Warga Negara Argentina. Asumsikan tidak ada P3B antara Indonesia dan Argentina serta Inggris sehubungan dengan transaksi tersebut maka besarnya:

PPh Pasal 26 = 20% x 25% x Rp5.000.000.000 = Rp250.000.000 (dan bersifat final).

Menurut ketentuan Peraturan M enteri Keuangan Nomor 258/PMK.03/2008 Tanggal 31 Desember 2008 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan dari Penjualan atau Pengalihan Saham maka:

(9)

· Penghasilan atas penjualan saham tersebut dikenakan pajak sebesar 20% dari perkiraan Penghasilan Neto, sedangkan besarnya Penghasilan Neto adalah 25% dari Harga Jual.

· Jika ada P3B antara negara yang terkait transaksi tersebut (penjual berstatus sebagai Wajib Pajak Luar Negeri), pemotongan PPh Pasal 26 hanya dilakukan apabila hak pemajakan berdasarkan P3B berada pada pihak Indonesia.

Dasar hitungan PPh 26

Perhitungan PPh 26 ekspatriat didasarkan atas jangka waktu wajib pajak luar negeri bekerja atau memperoleh penghasilan di Indonesia:

1. W NA yang belum m em iliki KITAS/N PWP dan bekerja, serta menerima penghasilan, tinggal d i

Indonesia kurang dari 183 hari dikenai PPh Pasal 2 6 . Contoh:

Mr X merupakan pegawai asing dari negara yang tidak memiliki tax treaty dengan Indonesia, bekerja kurang dari 183 hari dan di bulan September 2019 menerima gaji US$ 2,200. Kurs M enteri Keuangan pada saat pemotongan adalah Rp 14.072,00 untuk US$ 1.00. Perhitungan PPh 26 atas penghasilan Mr X adalah:

· Penghasilan bruto gaji sebulan: US$ 2,200 x Rp 14.072,00 = Rp30.958.400 · PPh Pasal 26 terutang adalah: 20% x Rp 30.958.400 = Rp6.191.680

2. W NA yang belum m em iliki KITAS/NPWP dan bekerja serta menerima penghasilan lebih dari 183

dikenai PPh Pasal 2 1 .

3. W NA yang telah m em iliki KITAS/NPWP dan bekerja serta menerima penghasilan m aka dianggap

subjek pajak dalam negeri, sehingga dikenai pajak PPh Pasal 2 1.

Apabila karyawan WNA dikenai PPh 21, maka perhitungan pajaknya akan disetahunkan, sehingga penghasilannya dikalikan 12 bulan atau dianggap penghasilan setahun meskipun yang bersangkutan hanya bekerja 3 atau 6 bulan. Ini berbeda dengan PPh 21 untuk WNI yang penghasilannya dihitung berdasarkan bulan iamulaibekerja dalam setahun.

PPh Pasal 26 adalah pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak (WP) Luar Negeri, baik Badan ataupun Orang Pribadi, selain Bentuk Usaha Tetap (BUT), yang bersumber dari Indonesia. Tarif PPh Pasal 26 pada dasarnya memiliki tarif yang sama, yaitu 20% dari Dasar Pengenaan Pajak, namun terdapat perbedaan pada dasar pengenaan pajaknya, yaitu 20% dari Penghasilan Bruto, 20% dari Perkiraan Penghasilan Neto atau 20% dari Penghasilan Kena Pajak Setelah dikurangi PPh Terhutang.

1. Tarif20% x Penghasilan Bruto

Dasar Pengenaan Pajak yang mengacu pada Penghasilan Bruto yaitu apabila penghasilan yang diterima berupa: · dividen,

· imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan, · hadiah dan penghargaan,

· premiswap dan transaksi lindung nilai lainnya, · bunga,termasuk premium, diskonto,

· imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang,

(10)

· pensiun dan pembayaran berkala lainnya, dan · keuntungan karena pembebasan utang.

Sebagai contoh, Charles adalah warga negara asing yang bekerja di Indonesia. Iamerupakan karyawan asing pada perusahaan PT AAA.Charles sudah tinggal di Indonesia selama 183 hari. Charles sudah beristri dan punya 1 orang anak. Pada Juli 2020,Charles memperoleh gaji sebesar US$20000 sebulan. Kursyang berlaku pada bulan tersebut adalah Rp14.500 perdolar AS. Maka, perhitungan PPh 26 atas gaji Charles adalah:

Penghasilan Bruto dari gaji sebulan: US$20000 x Rp14.500 = Rp290.000.000 PPh 26 atas Gaji adalah : Rp290.000.000 x 20% = Rp58.000.000

2. Tarif20% x Perkiraan Penghasilan Neto

Perkiraan Penghasilan Neto ini digunakan apabila yang menjadi objek pajak adalah:

· Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, berupa saham perseroan yang diperoleh WP Luar Negeri selain BUT dari Indonesia, dengan peritungan 20% x 25% x Harga Jual

· Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, berupa perhiasan, pesawat, kapal pesiar (dikecualikan jikatidak lebih dari 10.000.000),dengan perhitungan 20% x 25% x Harga Jual

· Penghasilan berupa premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di Luar Negeri, dengan perhitungan 20% x 25% x Harga Jual

· Premi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di Luar Negeri, dengan perhitungan 20% x 50% x Jumlah Premi

· Premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di Luar Negeri, dengan perhitungan 20% x 10% x Jumlah Premi

· Premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di Luar Negeri, dengan perhitungan 20% x 5% x Jumlah Premi

Sebagai contoh, PT A memiliki perwakilan di luar negeri dan mengasuransikan bangunan bertingkat ke PT B yang merupakan perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi pada tahun 2019 sebesar Rp2 m iliar. Makaperhitungan PPh Pasal 26 dari PT A tahun 2019 adalah:

· Perkiraan penghasilan neto: 50% x Rp2.000.000.000 = Rp 1.000.000.000 · PPh Pasal 26 : 20% x Rp 1.000.000.000 = Rp 200.000.000

Sementara, apabila PT A mengikuti asuransi melalui perusahaan yang ada di Indonesia, misal PT Asuransi Raya, dengan membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp2 m iliar. PT Asuransi Raya mengikutkan (reasuransi) perusahaan tersebut ke perusahaan asuransi yang berada di luar negeri, misalnya PT B,dengan membayar premi sebesar Rp1miliar. Maka ketentuan PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut:

Perkiraan penghasilan neto : 10% x Rp 1.000.000.000 = Rp100.000.000 PPh Pasal 26 : 20% x Rp 100.000.000 = Rp 20.000.000

(11)

Penghasilan Kena Pajak Setelah dikurangi PPh Terhutang dari suatu BUT di Indonesia dikenakan pajak sebesar 20% (atau sesuai tarif P3B), kecuali seluruh penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia dalam bentuk sebagai berikut:

· Penyertaan modalpada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri;

· Penyertaan modalpada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham; · Pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh BUT untuk menjalankan usaha BUT atau melakukan kegiatan BUT di

Indonesia; atau

· Investasi berupa aktiva tidak berwujud oleh BUT untuk menjalankan usaha BUT atau melakukan kegiatan BUT di Indonesia.

6. Pajak Penghasilan Pasal 26 Di Tanggung Pemerintah

Pemerintah tengah memperbarui aturan pajak penghasilan (PPh) Pasal 26, ketentuan pajak pertambahan nilai (PPN), dan ketentuan umum tata cara perpajakan. Tujuannya untuk mendukung kemudahan berusaha di Indonesia sebagaimana visi pemerintahan saat ini. Kebijakan tersebut tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlakuan Perpajakan Untuk Mendukung Kemudahan Berusaha. Beleid ini merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Dalam hal PPh Pasal 26, pemerintah akan memberikan relaksasi pungutan pajak atas bunga obligasi internasional lebih rendah dari ketentuan sebelumnya yang mematok tarif sebesar 20%. Tarif PPh Pasal 26 atas surat utang internasional itu juga bisa disesuaikan dengan tarif yang mengacu pada persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) atau tax treaty. Adapun bunga obligasi internasional yang mendapatkan relaksasi tersebut meliputi tiga ketentuan. Pertama, bunga dari obligasi dengan kupon sebesar jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi.

Ketentuan, relaksasi PPh Pasal 26 tersebut berlaku untuk wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap. “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 26 atas bunga obligasi internasonal sebagaimana dimaksud atau (5) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan,” bunyi Pasal 3 Ayat 10 Bab II.

Selain itu, PPh Pasal 26 juga mengecualikan penghasilan berupa dividen dari objek pajak. Ini berlaku untuk wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan dalam negeri. Selain itu, PPh Pasal 26 dikecualikan atas penghasilan setelah pajak dari suatu BUT di luar nergeri dan penghasilan aktif dari luar negeri yang tidak melalui BUT.

Pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan dari suatu bentuk usaha tetap ditanamkan kembali di indonesia dalam bentuk

(12)

1. Penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri;

2. Penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham;

3. Pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh Bentuk Usaha Tetap untuk menjalankan usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia; atau

4. Investasi berupa aktiva tidak berwujud oleh Bentuk Usaha Tetap untuk menjalankan usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.

Tarif dan objek pph pasal 26

No.

Penghasilan

Tarif

1.

Penghasilan yang dibayarkan

berupa:

1 . Deviden;

2 . Bunga

termasuk

Premium,

Diskonto dan Imbalan jaminan

pengembalian hutang;

3 . Royalty;

4 . Sewa;

5 . Penghasilan

penggunaan

harta

6 . Imbalan sehubungan dengan

jasa pekerjaan dan kegiatan

7 . Hadiah & penghargaan;

8 . Pensiun

&

pembayaran

berkala lainnya;

9 . Premi

swap

dan

transaksi

lindung nilai lainnya; dan/atau

1 0 .

Keuntungan

karena

pembebasan utang.

20% x penghasilan bruto

atau Tax Treaty (P3B)

2.

Penjualan

atas

penghasilan

dari penjualan atau pengalihan

harta

di

Indonesia,

yang

diperoleh

WP

Luar

Negeri.

20%

x

perkiraan

neto

Perkiraan Neto = 25% x

harga

jual

(13)

Harta yang dimaksud berupa:

perhiasan

mewah,

berlian,

emas,

intan,

jam

tangan

mewah, barang antik, lukisan,

mobil,

motor,

kapal

pesiar,

dan/atau

pesawat

terbang

ringan.

Dikecualikan dari pemotongan

PPh Pasal 26 adalah: WP OP

Luar Negeri yang memperoleh

penghasilan tidak melebihi Rp

10 Juta transaksi.

20% x 25% x harga jual =

5%

x

harga

jual

Bersifat Final

3.

Penjualan

saham.

Saham yang diperjualbelikan

adalah

saham

dari

PT

di

Dalam

Negeri

dan

tidak

berstatus sebagai emiten atau

perusahaan

publik.

Penjualan/pengalihan

saham

perusahaan

antara,

yang

didirikan di Tax Haven Country

dan

mempunyai

hubungan

istimewa

dengan

WPDN

Indonesia

atau

BUT

di

Indonesia,

dapat

ditetapkan

sebagai penjualan/pengalihan

saham

WP

Badan

Dalam

Negeri.

20%

x

perkiraan

neto

Perkiraan Neto = 25% x

harga

jual

Sehingga

tarif

efektif:

20% x 25% x harga jual =

5%

x

harga

jual

(14)

4.

Pembayaran

premi

asuransi

dan premi reasuransi kepada

perusahaan asuransi di luar

negeri

20%

x

perkiraan

neto

Besarnya

perkiraan

penghasilan neto adalah

sebagai berikut:

1 . Atas

premi

dibayar

tertanggung

kepada

perusahaan

asuransi

di

luar negeri baik secara

langsung maupun melalui

pialang, sebesar 50% dari

jumlah

premi

yang

dibayar;

2 . Atas premi yang dibayar

oleh perusahaan asuransi

yang

berkedudukan

di

Indonesia

kepada

perusahaan

asuransi

di

luar negeri baik secara

langsung maupun melalui

pialang, sebesar 10% dari

jumlah

premi

yang

dibayar;

3 . Atas premi yang dibayar

oleh

perusahaan

reasuransi

yang

berkedudukan

di

Indonesia

kepada

perusahaan

asuransi

di

luar negeri baik secara

langsung maupun melalui

pialang, sebesar 5% dari

jumlah

premi

yang

(15)

Daftar Pustaka

aguspajak. (2019, maret). pemotongan pajak penghasilan. Diambil kembali dari lebih-dalam-tentang-pemotongan-pajak-penghasilan: https://aguspajak.com/2019/03/20/lebih-dalam-tentang-pemotongan-pajak-penghasilan/

KEWAJIBAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26. (2015 , Februari 16). Diambil kembali dari kewajiban-pemotongan-pajak-penghasilan-pasal-2126: https://kpu-surabayakota.go.id/kewajiban-

pemotongan-pajak-penghasilan-pasal-2126/#:~:text=Kewajiban%20pemotongan%20yang%20dilakukan%20oleh,atau%20Bank%20paling%20 lama%2010

ONLINEPAJAK. (2016, DECEMBER 1). Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26). Diambil kembali dari tentang-bukti-potong/pph-pajak-penghasilan-pasal-26: https://www.online-pajak.com/tentang-bukti-

potong/pph-pajak-penghasilan-pasal-26#:~:text=PPh%20pasal%2026%20adalah%20pajak,kepada%20Wajib%20Pajak%20Luar%20Negeri Subjek dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 26. (2020, agustus 29). Diambil kembali dari

subjek-dan-objek-pajak-penghasilan-pasal-26: https://ebupotlearning.com/subjek-dan-objek-pajak-penghasilan-pasal-26/ dua, b. a. (2020, oktober 11). pph pasal 26 subjek. Diambil kembali dari pph-pasal-26-tarif-objek-subjek-:

https://www.rusdionoconsulting.com/pph-pasal-26-tarif-objek-subjek-hingga-contoh-perhitungan-yang-wajib-dipahami/

suparman, r. a. (2018, febuari 20). hak wajib pajak. Diambil kembali dari hak-wajib-pajak-menurut-undang-undang: https://aguspajak.com/2018/02/20/hak-wajib-pajak-menurut-undang-undang-kup/

Cermati.com. (2016, oktober 19). pph pasal 26 penjelasan dan perhitungan. Diambil kembali dari pph-pasal-26-inilah-penjelasan-dan-perhitungannya:

https://www.cermati.com/artikel/pph-pasal-26-inilah-penjelasan-dan-perhitungannya

Santoso, Y. I. (2021, januari 21). Pemerintah perbarui beberapa aturan PPh pasal 26, PPN, dan tata cara perpajakan. Diambil kembali dari pemerintah-perbarui-beberapa-aturan-pph-pasal-26-ppn-dan-tata-cara-perpajakan: https://amp.kontan.co.id/news/pemerintah-perbarui-beberapa-aturan-pph-pasal-26-ppn-dan-tata-cara-perpajakan

(16)

Gambar

Ilustrasi Kasus Pertama

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Luas. Atas limpahan nikmat-Nya, peneliti bisa menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul ”Peningkatan

1. Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang disingkat PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26 adalah pajak

RPJPD Kabupaten Polewali Mandar merupakan suatu dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, yang penyusunannya berpedoman

Sebanyak 1 g hati mencit betina dihomogenasi dalam 10 ml dapar tris-kalium klorida 150 mM:50 mM pH 7,2 yang dijaga pada suhu dingin kemudian disentrifuga dengan kecepatan 3000

b) Faktor psikologis : minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif. Namun, terkait dalam penelitian ini, faktor yang ingin diungkap atau dijadikan

Apabila dalam tahun pajak berjalan Wajib Pajak mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150% (seratus

PPh pasal 23 adalah pajak yang harus dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri (orang pribadi dan badan) dan