i
UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN
KETERAMPILAN KADER TENTANG ANTROPOMETRI
MELALUI PELATIHAN PENGUKURAN ANTROPOMETRI
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Oleh : DIAH EKOWATI
J 310 131 009
PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015
iv UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN KADER
TENTANG ANTROPOMETRI MELALUI PELATIHAN PENGUKURAN ANTROPOMETRI
Diah Ekowati (J 310 131 009)
Pembimbing : Dr. Mutalazimah, SKM., M.Kes Susi Dyah Puspowati, SP., M.Si
Program Studi Ilmu Gizi Jenjang S1, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Tromol Pos 1, Pabelan Surakarta 57162 Email : ekowatidiah57@yahoo.com
ABSTRACT
EFFORTS TO IMPROVE THE KNOWLEDGE AND SKILL OF HEALTH CADRES THROUGH ANTHROPOMETRIC MEASUREMENT TRAINING
Background : Early detection of malnutrition cases in a posyandu prevents the occurance of greater nutritional problems. One of detection methods is nutritional status through anthropometric measurements. Knowledge and skill of health cadres to perform anthropometric measurements were still lacking, so they needed to be improved. Meanwhile, the training which had been carried out could not improve the knowledge and skill of health cadres optimally. After receiving training with demonstration and practice, it was expected the knowledge and the skill of health cadres would improved.
Objective : This study aimed to determine the differences in knowledge and skill of health cadres on anthropometric measurements before and after being given a training anthropometric with demonstration and practice.
Research Method : This research used quasi experimental research design with one group pre and post test design. There were 31 toddler health cadres selected through simple random sampling. The independent variable was anthropometry training, while the dependent variables were the knowledge and skill of health cadres on anthropometric measurement. Knowledge of health cadres before and after were statistically tested with Wilcoxon test while skill of health cadre before and after training were tested with Paired t test. Statistic test used a the 95% confidence level with a significance level of p < 0,05.
Result : Demonstration and practice on anthropometric measurements increased the average score of cadres’ knowledge from 63,55 to 75,97 (p = 0,001) and the average score of cadres’ skill from 65,5 to 86,2 (p = 0,001).
Conclusion : Anthropometric measurement training with demonstration and practice could improve the knowledge and skill of health cadres on anthropometric measurements.
Keyword : Anthropometric, training, knowledge, skill, cadres, posyandu. Literature : 40 : 2000 - 2012
1 PENDAHULUAN
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat salah satunya dilakukan melalui peningkatan peran serta masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan peran serta masyarakat diantaranya adalah
menggerakkan masyarakat untuk
memanfaatkan posyandu sebagai
salah satu sarana pelayanan
kesehatan dasar yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.
Posyandu merupakan tempet untu mendeteksi permasalahan gizi.
Permasalahan gizi yang bisa
dideteksi di posyandu salah satunya adalah gizi buruk dan gizi kurang. Menurut Nency (2007), posyandu
sebagai ujung tombak dalam
melakukan deteksi dini dan
pelayanan pertama kesehatan ibu dan anak, menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi buruk. Salah
satu kegiatan untuk melakukan
deteksi dini gizi buruk dan gizi kurang adalah melalui pemantauan status gizi.
Pemantauan status gizi yang biasa dilakukan di posyandu adalah
dengan melakukan pengukuran
antropometri atau pengukuran ukuran tubuh. Berbagai jenis ukuran fisik tubuh dan komposisi tubuh antara lain yaitu, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa dkk, 2012).
Berbagai jenis ukuran fisik tubuh dan komposisi tubuh tersebut mudah sekali mengalami perubahan.
Diperlukan latihan yang cukup
supaya hasil pengukuran
antropometri menghasilkan data yang akurat. Pengukuran antropometri di Posyandu dilakukan oleh kader.
Hasil penelitian Satoto dkk
(2002), menunjukkan tingkat
kemampuan, ketelitian dan akurasi data yang dikumpulkan kader masih rendah, 90,3% kader tidak benar
dalam melakukan penimbangan.
Kesalahan penimbangan terutama
dalam mengatur posisi bandul
timbangan. Hasil penelitian tersebut juga menggambarkan terdapat 88,9% dari kader yang dipilih sebagai
sampel tidak mengetahui cara
menimbang yang benar.
Salah satu upaya untuk
meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan kader dalam
pengukuran antropometri yaitu
dengan pemberian pelatihan
antropometri.Pelatihan antropometri yang dilakukan oleh Sukiarko (2007), menunjukkan hasil bahwa terjadi
peningkatan pengetahuan dan
keterampilan kader setelah diberi pelatihan. Pengetahuan kader gizi meningkat dari 68,42 menjadi 85,22 setelah pelatihan, keterampilan
penimbangan kader gizi juga
meningkat dari skor 63,10 menjadi
84,77.Penelitian serupa juga
dilakukan oleh Fitri (2011) di Posyandu wilayah Puskesmas Tarub
Kabupaten Tegal. Hasil yang
diperoleh sebelum diberi pelatihan hanya sekitar 20% kader memiliki
keterampilan yang baik dalam
melaksanakan pengukuran
antropometri (berat badan & tinggi badan), kemudian meningkat menjadi 88% kader memiliki keterampilan baik dalam melakukan pengukuran antropometri setelah diberi pelatihan.
Pelatihan dengan metode
pembelajaran yang tepat akan
memberikan pengaruh yang baik bagi peserta. Menurut Rivai (2004),
faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan pelatihan diantaranya
yaitu, penyelenggara termasuk
2 metode belajar, karakteristik peserta
seperti umur, pekerjaan, pendidikan dan pengalaman.
Puskesmas Gilingan memiliki 32 Posyandu di 3 Kelurahan dengan 267 kader aktif (92,1%). Hasil survey pendahuluan mengenai uji coba
pengukuran antropometri berat
badan dan tinggi badan di 11
posyandu wilayah Puskesmas
Gilingan pada bulan Mei 2014 menunjukkan bahwa 63,6% kader belum melakukan prosedur yang benar. Kesalahan prosedur terutama
pada pengukuran tinggi badan
balita.Sepatu / sandal balita tidak dilepas dan balita cukup berdiri di
bawah microtoise tanpa
memperhatikan posisi kaki, tumit sudah menempel pada tembok atau belum. Penggunaan dacin untuk
mengukur berat badan balita
kesalahan terutama pada saat
persiapan. Posisi bandul dacin pada saat diseimbangkan tidak tepat pada posisi „nol‟.Kader kadang juga lupa tidak melepas sandal / alas kaki
balita pada saat
ditimbang.Pengukuran lingkar kepala tidak dilingkarkan secara tepat pada lingkar kepala.Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak kader yang belum terampil dalam melakukan pengukuran antropometri.
Berdasarkan hal tersebut
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Upaya
peningkatan pengetahuan dan
keterampilan kader tentang
antropometri melalui pelatihan
pengukuran antropometri”. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian quasi experimental dengan rancangan penelitian one group pretest posttest design. Lokasi penelitian di wilayah Puskesmas Gilingan dengan waktu
penelitian mulai bulan April 2014 sampai dengan April 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah kader posyandu balita yang berjumlah 267
kader dengan besar sampel
penelitian 31 kader yang diambil
dengan metode simple random
sampling. Variabel bebas pada penelitian ini adalah pelatihan antropometri dan variabel terikat
adalah pengetahuan dan
keterampilan kader tentang
antropometri setelah pelatihan. Data pengetahuan antropometri
diperoleh dengan menggunakan
kuesioner, berupa tes tertulis yang berisi 20 pernyataan benar dan salah sebelum dan setelah pelatihan.
Data keterampilan pengukuran
antropometri diperoleh dari
pengamatan dengan menggunakan daftar tilik pengamatan pengukuran antropometri. Pengamatan sebelum pelatihan dilakukan di posyandu dan setelah pelatihan dilakukan di kelas.
Uji statistik untuk menguji
normalitas data menggunakan
Kolmogorov-Smirnov, data dinyatakan berdistribusi normal apabila p > 0,05. Uji statistik untuk mengetahui perbedaan pengetahuan antropometri sebelum dan setelah
pelatihan menggunakan uji
wilcoxon.Uji statistik perbedaan
keterampilan pengukuran
antropometri sebelum dan setelah pelatihan mengunakan uji paired sample t test.Uji statistik dalam penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan 95%.
HASIL & PEMBAHASAN
Karakteristik kader peserta pelatihan.
Karakteristik kader peserta pelatihan dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
3 Tabel 1
Karakteristik kader posyandu perserta pelatihan
Karakteristik Frequensi (n = 31) % Umur (tahun) 1. 26 - 35 2. 36 - 45 3. 46 – 55 1 15 15 3,2 48,4 48.4 Pendidikan 1. SMP 2. SMA 10 21 32,3 67,7 Status Perkawinan 1. Menikah 2. Belum menikah 31 0 100 0 Jenis Pekerjaan 1. Ibu rumah tangga 2. Berjualan makanan di rumah 3. Pekerja konveksi 4. Penjahit 5. Usaha salon 6. Usaha toko kelontong 7. Pengajar PAUD 20 3 2 3 1 1 1 64,5 9,7 6,5 9,7 3,2 3,2 3,2 Karakteristik Frequensi (n = 31) % Lama menjadi kader (tahun) 1. 2 – 3 2. 4 – 5 3. 6 – 7 4. 8 – 9 5. 5. >10 7 6 2 3 13 22,6 19,4 6,5 9,7 41,9 Frekuensi mengikuti pelatihan kader 1. 1 kali 2. 2 kali 3. 3 kali 21 7 3 67,7 22,6 9,7
Umur terendah kader peserta
pelatihan 34 tahun dan tertinggi 52 tahun dan rata-rata umur kader 44
tahun. Pendidikan kader 67,7%
adalah SMA, status perkawinan
semua kader sudah menikah.
Pekerjaan kader sebagian besar sebagai ibu rumah tangga. Lama menjadi kader rata-rata lebih dari 10 tahun dan sebagian besar kader penah mengikuti pelatihan sebanyak 1 kali.
Hasil Pengukuran Pre Test dan Post Test Pengetahuan Antropometri. Tabel 2
Deskripsi Pengetahuan Kader Tentang Antropometri
Statistik Skor pengetahuan
sebelum pelatihan Skor pengetahuan setelah pelatihan Rata-rata 63,55 75,97 Simpangan baku 9,15 8,7 Minimal 35 60 Maksimal 80 95 Besar sampel 31 31
4 Hasil uji statistik skor
pengetahuan kader sebelum dan
setelah pelatihan menunjukkan
terjadi peningkatan skor pengetahuan antropometri dengan selisih 12,42 dengan rata-rata meningkat dari 63,55 menjadi 75,97. Skor terendah sebelum pelatihan 35 meningkat menjadi 60 setelah pelatihan, dan
skor tertinggi sebelum pelatihan 80 meningkat menjadi 95.
Kategori pengetahuan kader sebelum dan setelah pelatihan. Kategori pengetahuan kader dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini :
Tabel 3
Distribusi Kategori Pengetahuan Kader Tentang Antropometri Pengetahuan
Antropometri kader
Sebelum pelatihan Setelah pelatihan
n % n % Baik 1 3,2 11 35,5 Cukup 27 87,1 20 64,5 Kurang 3 9,7 0 0 Jumlah 31 100 31 100 Kategori pengetahuan
antropometri kader setelah
pelatihan terdapat peningkatan.
Jumlah kader yang memilki
pengetahuan baik meningkat dari 3,2% menjadi 35,5%, kategori kurang sudah tidak ada.
Pengaruh Pelatihan Pengukuran Antropometri Terhadap Pengetahuan Antropometri Kader.
Pelatihan antropometri
dilaksanakan dengan metode
demonstrasi dan praktik. Pengaruh pelatihan pengukuran antropometri terhadap pengetahuan antropometri
kader diukur dengan
membandingkan pengetahuan
kader sebelum dan setelah
pelatihan.
Uji statitistik untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pelatihan terhadap peningkatan pengetahuan kader menggunakan uji wilcoxon. Hasil uji dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.
Tabel 4
Perbedaan Pengetahuan Kader Tentang Antropometri Sebelum dan Setelah Pelatihan
Pengeta huan Antropo
metri
Rata-rata SD Min Max Selisih
rata-rata p Sebelum pelatihan 63,5 9,15 35 80 12,4 0,001 Setelah pelatihan 75,9 8,70 60 95
5
Hasil uji statistik
menggunakan uji wilcoxon karena data pengetahuan kader tidak berdistribusi normal, menunjukkan ada perbedaan yang signifikan atau
bermakna pengetahuan kader
tentang antropometri sebelum dan setelah pelatihan. Dibuktikan dengan nilai p=0,001 (p < 0,05). Terdapat peningkatan skor rata-rata pengetahuan kader sebelum dan setelah pelatihan sebesar 12,42.
Metode pelatihan dengan
demonstrasi dan praktik
memberikan pengaruh yang
bermakna terhadap peningkatan pengetahuan. Pelatihan dengan metode ini memberikan kesan yang mendalam pada peserta. Peserta juga dilibatkan dalam kegiatan yaitu praktik. Penelitian yang dilakukan
oleh Kurrachman (2003) juga
menunjukkan bahwa pelatihan
dengan metode ceramah yang disertai diskusi, simulasi dan praktik
meningkatkan pengetahuan
mahasiswa dalam kegiatan
penimbangan balita di Posyandu. Pelatihan yang dilakukan oleh Sukiarko (2007), menunjukkan ada peningkatan skor pre test dan post test pengetahuan kader dengan selisih 16,8. Pelatihan dengan metode belajar berdasar masalah
(BBM) yang menitikberatkan pada kemampuan kader dalam mencari
informasi (student centered
learning) dimana peserta dituntut belajar secara aktif.
Hasil Pengukuran Pre Test dan Post Test Keterampilan PengukuranAntropometri.
Pre test keterampilan kader
dalam melakukan pengukuran
antropometri meliputi pre test
penimbangan berat badan
menggunakan dacin, pengukuran tinggi badan dengan microtoise,
panjang badan menggunakan
infantometer , lingkar kepala menggunakan metlin dan lingkar lengan atas menggunakan pita LILA. Pengukuran keterampilan sebelum pelatihan dilaksanakan di
posyandu satu bulan sebelum
pelatihan. Pengukuran keterampilan dengan menggunakan instrumen berupa daftar tilik pengukuran antropometri.Post test keterampilan
pengukuran antropometri
dilaksanakan di kelas setelah pelatihan. Rata-rata skor pre test
dan post test keterampilan
pengukuran antropometri dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5
Deskripsi Keterampilan Kader Melakukan Pengukuran Antropometri Sebelum dan Setelah Pelatihan
Statistik Skor keterampilan
sebelum pelatihan Skor keterampilan setelah pelatihan Rata-rata 65,5 86,2 Simpangan baku 11,7 7,7 Min 43,3 71,4 Maksimal 85,7 100 Besar sampel 31 31
6
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa rata-rata skor keterampilan setelah pelatihan
antropometri lebih tinggi
dibandingkan sebelum pelatihan. Sebelum pelatihan atau pada saat
pretest di posyandu skor
keterampilan rata-rata 65,5 dengan skor terendah 43,3 dan skor tertinggi 85,7. Skor keterampilan meningkat setelah pelatihan dengan rata-rata 86,2 terjadi peningkatan sebesar 20,7. Skor keterampilan
terendah setelah pelatihan 71,4 dan tertinggi 100. Skor keterampilan kader setelah pelatihan lebih tinggi dibandingkan skor keterampilan sebelum pelatihan.
Kategori Keterampilan kader Skor keterampilan kader gizi juga dikategorikan menjadi tingkat keterampilan baik dan kurang.Hasil penilaian kategori keterampilan kader dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini.
Tabel 6
Distribusi Kategori Keterampilan Kader Melakukan Pengukuran Antropometri Sebelum dan Setelah Pelatihan
Keterampilan Pengukuran Antropometri
kader
Sebelum pelatihan Setelah pelatihan
n % n %
Baik 5 16,1 23 74,2
Kurang 26 83,9 8 25,8
Jumlah 31 100 31 100
Kategori keterampilan baik setelah pelatihan antropometri menunjukkan peningkatan. Jumlah kader dengan keterampilan baik meningkat dari 16,1% menjadi 74,2%.
Pengaruh Pelatihan Pengukuran Antropometri Terhadap Keterampilan Kader Melakukan Pengukuran Antropometri.
Uji statistik untuk mengetahui ada
tidaknya pengaruh pelatihan
terhadap peningkatan keterampilan
kader menggunakan uji paired
sample t test. Hasil uji statistik
pengaruh pelatihan terhadap
peningkatan keterampilan
pengukuran antropometri yang
dilakukan oleh kader tercantum dalam tabel 7.
7 Tabel 7.
Perbedaan Keterampilan Kader MelakukanPengukuran Antropometri Sebelum dan Setelah Pelatihan
Keterampilan pengukuran Antropometri
Rata-rata SD Min Max
Selisih rata-rata p Sebelum pelatihan (pre test) 65,529 11,67 43,3 85,7 20,7 0,001 Setelah pelatihan (post test) 86,229 7,66 71,4 100
Hasil uji beda rata-rata skor
keterampilan pengukuran
antropometri sebelum dan setelah pelatihan menunjukkan nilai p=0,001 (p < 0,05) yang berarti terdapat
perbedaan yang signifikan
pengetahuan dan keterampilan
kader sebelum dan setelah
pelatihan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pelatihan dengan metode demonstrasi dan praktik
memberikan pengaruh terhadap
peningkatan pengetahuan dan
keterampilan kader.
Penelitian Kurrachman (2003),
menunjukkan bahwa pelatihan
dengan metode ceramah yang
disertai diskusi, simulasi dan praktik akan meningkatkan keterampilan
mahasiswa dalam kegiatan
pengukuran status gizi balita di Posyandu. Pelatihan yang dilakukan Sukiarko (2007) dengan metode Belajar Berdasar Masalah (BBM)
juga meningkatkan skor
keterampilan kader dari 63,10 menjadi 84,77 terjadi peningkatan 21,67.
Metode pelatihan dengan
demonstrasi dan praktik telah terbukti meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader, namun metode ini juga memiliki kelemahan
yaitu memerlukan waktu yang relatif lama, jumlah tenaga pengajar yang
cukup untuk bisa mengawasi
jalannya praktik dan sarana dan prasarana yang memadai baik dari alat peraga maupun bahan ajar atau modul serta ruangan yang cukup luas.
Sejalan dengan nilai-nilai Islam bahwa meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat untuk masyarakat merupakan tugas
kita sebagai manusia yang
diciptakan Allah sebagai khalifatullah fil ardh, demikian pula kader sebagai
ujung tombak penggerak
masyarakat mempunyai kewajiban untuk selalu meningkatkan ilmu dan keterampilan yang bermanfaat untuk kemaslahatan bersama.
Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini memiliki
keterbatasan adanya pengaruh dari luar penelitian seperti informasi dari kader-kader yang lain, buku/modul yang pernah dibaca sebelumnya ataupun dari
sumber lain yang dapat
mempengaruhi pengetahuan dan keterampilan kader.
8 2. Keterbatasan waktu dan tenaga
menyebabkan pelaksanaan post
test pengetahuan dan
keterampilan dilaksanakan
segera setelah pelatihan, dan tidak ada evaluasi atau penilaian post test yang dilaksanakan di posyandu.
KESIMPULAN
1. Pengetahuan kader sebelum dan setelah mengikuti pelatihan pengukuran antropometri.
a. Skor pengetahuan
antropometri kader terjadi peningkatan antara sebelum dan setelah pelatihan dengan selisih 12,42. Rata-rata skor meningkat dari 63,55 menjadi 75,97. Skor terendah sebelum
pelatihan 35 meningkat
menjadi 60 setelah pelatihan, dan skor tertinggi sebelum
pelatihan 80 meningkat
menjadi 95.
b. Jumlah kader dengan kategori pengetahuan antropometri baik meningkat dari 3,2% menjadi 35,5%, kategori pengetahuan antropometri kurang sudah tidak ada.
c. Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan yang signifikan
antara pengetahuan
antropometri kader sebelum dan setelah pelatihan dengan p=0,001 (p < 0,05).
2. Keterampilan kader sebelum dan setelah mengikuti pelatihan pengukuran antropometri.
a. Rata-rata skor keterampilan pengukuran antropometri yang dilakukan kader meningkat dari 65,5 meningkat menjadi 86,2. b. Kategori baik keterampilan
pengukuran antropometri
meningkat dari 16,1% menjadi 74,2%.
c. Hasil uji beda rata-rata skor
keterampilan pengukuran
antropometri sebelum dan setelah pelatihan menunjukkan
adanya perbedaan yang
signifikan dengan p=0,001 (p< 0,05).
SARAN
1. Bagi Puskesmas :
a. Metode pelatihan demonstrasi
dan praktik dengan
menggunakan modul dapat digunakan sebagai metode yang dipilih dalam melakukan pelatihan bagi kader maupun sasaran yang lain (misalnya kader kesehatan remaja). b. Materi pelatihan antropometri
diperluas dengan penjelasan secara lebih terperinci tentang
teori antropometri salah
satunya tentang definisi dan
parameter antropometri.
Penyampaian teori dan praktik bisa dipisah dengan waktu yang berbeda.
c. Perencanaan anggaran untuk
pelatihan dengan
mempertimbangkan sarana
dan prasarana yang
dibutuhkan untuk
melaksanakan pelatihan
dengan metode tersebut.
d. Melakukan pemantauan
terhadap keterampilan kader di
posyandu melakukan
pengukuran antropometri pada saat pembinaan posyandu. 2. Bagi Peneliti Lain
Peneliti lain bisa melanjutkan penelitian ini dengan meneliti pengetahuan dan keterampilan kader berdasarkan penilaian di posyandu, serta meneliti faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan dan keterampilan kader tentang antropometri.
9 DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2002. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta: 43 – 45. Alwi, H. 2005. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Edisi Ketiga. Balai Pustaka. Jakarta.
Azwar, S. 2007. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, edisi 2. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Budioro, 2001. Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat . FKM Undip. Semarang
Depkes RI. 2001. Modul Pelatihan Metode dan Teknologi Diklat (METEK).Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Depkes RI. Jakarta: 9-11.
Depkes RI. 2004. Pola Pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan Pusat Pendidikan dan Pelatihan. Jakarta.
Depkes RI. 2005. Standar
Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta.
Depkes RI. 2006. Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu. Jakarta : 11 – 33.
Depkes RI. 2008. Buku Kesehatan Ibu dan Anak-Gerakan Pemantauan Tumbuh Kembang Anak.Jakarta: 14. Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan
Indonesia. Jakarta.
Dinas Kesehatan Kota Surakarta.
2013. Laporan Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP). Surakarta.
Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Penerbit Airlangga. Jakarta: 36- 37.
Fitri, H. 2011.Keterampilan Kader Posyandu Sebelum dan Sesudah Pelatihan. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 7 (1) : 28 Diakses : 25 Maret 2014. Http://journal.unnes.ac.id/ind ex.php/kemas/article/view/17 89
Fatmah dan Yusran, N. 2012. Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Kader Posbindu dalam Pengukuran Tinggi Badan Prediksi Lansia, Penyuluhan Gizi Seimbang dan Hipertensi : Studi di Kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat.Jurnal Media Medika Indonesia. 46 (1): 64
Green, LW. and Kreuter, MW. 2000. Health Promotion Planning, An Educational and Environmental Approach. 2nd ed. Mayfield Publishing Company. Mountain View. Hatimah, I. 2000. Strategi dan
Metode Pembelajaran. Adira. Bandung.
Handoko.2001. Manajemen
Personalia dan Sumber Daya Manusia. PT. BPFE. Yogyakarta.
Istiarti, 2000. Menanti Buah Hati kaitan Antara Kemiskinan Dan Kesehatan. Yayasan Adikarya IKAPI. Yogyakarta.
10 Irawati, A. 2002. Kajian Pelaksanaan
Revitalisasi Posyandu Pada Masyarakat Nelayan dan Petani di Propinsi Jawa Barat. Center Research and Development of Nutrition and Food. Jakarta.
Iqbal, W., Adi, B., Khoirul, Patonah, S. 2006.Ilmu Keperawatan Komunitas 2. CV. S.Agung Seto. Jakarta.
Kurrachman, T. 2003. Pelatihan Pengukuran Status Gizi dan Palpasi Gondok Terhadap
Pengetahuan dan
Keterampilan pada
Mahasiswa Jurusan Gizi
Politeknik Semarang. Tesis tidak diterbitkan.
Kementerian Kesehatan RI. Visi dan misi Depkes tahun 2010 – 2014. Diakses : 21 Mei 2014. Http://www.depkes.go.id Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan
dan Perilaku Kesehatan.
Penerbit Rineka Cipta.
Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Nilawati. 2008. Pengaruh
Karakteristik Kader dan
Strategi Revitalisasi
Posyandu Terhadap
Keaktifan Kader di
Kecamatan Samadua
Kabupaten Aceh Selatan. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
Nency, 2007. Gizi buruk, Ancaman generasi yang hilang. Diakses : 25 Maret 2014.
Http://io.ppi-jepang-org/article.php?id=133. Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Kesehatan, 2002.Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional
Widyaiswara.Pusdiklat. Jakarta.
Prasetyo.2007. Ilmu Perilaku dan Promosi Kesehatan.EGC. Jakarta: 3 - 4.
Rivai, V. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan : Dari Teori ke Praktik . PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi. PT Indeks.
Kelompok Gramedia.
Jakarta.
Satoto, AB., Jahari, dan Soekirman. 2002. Growth Data from Posyandu in Indonesia: Precision, Accuracy, Reliability and Utilization. Jurnal Gizi Indonesia. 26: 17-23.
Syafrida, A. 2003. Analisis Keaktifan Kader dalam Memberikan Pelayanan untukRevitalisasi Posyandu di Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara.Tesis.Pascasarjana USU Medan.
11
Sukiarko, E. 2007. Pengaruh
Pelatihan dengan Metode Belajar Berdasarkan Masalah dalam Kegiatan Kader Gizi Posyandu: Studi di Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang. Jurnal Media Medika Indonesia. 42 (3): 103-147.
Syah, M. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
PT. Remaja Rosda
Karya.Bandung : 208.
Supariasa, IDN., Bakri, B., Fajar, I.
2012. Penilaian Status
Gizi.EGC. Jakarta: 36 – 55. Tim Pengelola UPGK Tk.Pusat.
2002. Buku Kader. Usaha Perbaikan Gizi Keluarga. Edisi XIX. Jakarta : 44 – 45. Trintrin, T., Tjejep, Hermina,
Luciasari, E., Afriansyah, N., dan Fuada, N. 2003. Faktor-faktor Positif untuk Meningkatkan Potensi Kader Posyandu dalam Upaya Mencapai Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi).Penelitian Gizi dan Makanan, Vol. 26 No.
2.Puslitbang Gizi dan
Makanan. Bogor.
Tjakraatmadja JH dan Lantu DC.
2006. Knowledge
Management dalam Konteks Organisasi Pembelajar. SBM-ITB. Bandung.
Wahyutomo, AH. 2010. Hubungan Karakteristik dan Peran
Kader Posyandu dengan
Pemantauan Tumbuh
Kembang Balita di
Puskesmas Kalitidu
Bojonegoro. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.