• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADAPTASI SOSIAL SISWA KELAS X PADA BOARDING SCHOOL SMA TARUNA BUMI KHATULISTIWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ADAPTASI SOSIAL SISWA KELAS X PADA BOARDING SCHOOL SMA TARUNA BUMI KHATULISTIWA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ADAPTASI SOSIAL SISWA KELAS X PADA BOARDING

SCHOOL

SMA TARUNA BUMI KHATULISTIWA

Jane Aristya Sayu, M. Yusuf Ibrahim, Gusti Budjang Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP Untan

Email: aristyasayu@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adaptasi sosial siswa kelas X pada boarding school SMA Taruna Bumi Khatulistiwa.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi langsung dan studi dokumenter. Sedangkan alat pengumpul data yang digunakan adalah pedoman wawancara, panduan observasi, buku catatan dan arsip-arsip.Hasil penelitian menunjukkan bahwa adaptasi sosial yang dilakukan siswa kelas X SMA Taruna dinyatakan berhasil. Hal ini dapat dilihat pada jumlah siswa yang keluar hanya 10 orang dari 120 orang. Hal inidisebabkankarenasiswa yang keluar tidak dapat menyesuaikan diri dengan kondisi di sekolah asrama SMA Taruna.

Kata Kunci :Penelitian, Adaptasi Sosial,Boarding School

Abstract:This study aims to determine the social adaptation of class X at boarding school SMA Taruna Bumi Khatulistiwa. This study used a qualitative approach with descriptive methods. Data collection techniques used were interviews, direct observation and documentary studies. While the data collection tool that’s used as interview guides, observation guides, books and archival records. The results showed that the social adaptation of the student class X SMA Taruna declared successful. This can be seen in the number of students who come out only 10 people of 120 people. This is because students who come out can not adapt to the conditions in SMA Taruna boarding school.

Keywords: Research, Social Adaptation, Boarding School

daptasi sosial adalah penyesuaian suatu individu terhadap suatu lingkungan. Penyesuaian diri terhadap lingkungan fisik sering disebut dengan istilah adaptasi, dan penyesuaian diri dengan lingkungan sosial disebut dengan adjustment. Adaptasi lebih bersifat fisik, dimana orang berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya, karena hal ini lebih banyak berhubungan dengan diri orang tersebut. Tingkah lakunya tidak saja harus menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik, tetapi juga dengan lingkungan sosialnya (adjustment).Dalam penelitian ini, penelitian dilakukan di Sekolah Menengah Atas Taruna Bumi Khatulistiwa Pontianak.

(2)

Menurut Soerjono Soekanto (2000) menyatakan bahwa, “Adaptasi merupakan proses penyesuaian. Penyesuaian dari individu, kelompok, maupun unit sosial terhadap norma-norma, proses perubahan, ataupun suatu kondisi yang diciptakan”.

Bimo Walgito (2002) menyatakan bahwa, “Adaptasi sosial adalah individu dapat meleburkan diri dengan keadaan di sekitarnya atau sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dalam diri individu, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh individu yang bersangkutan”.

Purwadarminta (1990) menyatakan bahwa, “Adaptasi sosial yaitu proses perubahan dan akibatnya pada seseorang dalam suatu kelompok sosial sehingga orang itu dapat hidup atau berfungsi lebih baik di lingkungannya”.Dapat disimpulkan bahwa adaptasi sosial dalam penelitian ini adalah suatu peristiwa kehidupan yang dijalani oleh individu dimana akan ada suatu perubahan yang terjadi yaitu perubahan sikap dan perilaku, pemahaman terhadap orang lain dan toleransi, dari kehidupan lama atau sebelumnya yang dilalui oleh individu menuju kehidupan baru yang tidak pernah dijumpai oleh individu tersebut.

Menurut Aminuddin (2000: 38), adaptasi dilakukan dengan tujuan-tujuan tertentu. Diantaranya :

a. Mengatasai halangan-halangan dari lingkungan. b. Menyalurkan ketegangan sosial.

c. Mempertahankan kelanggengan kelompok atau unit sosial. d. Bertahan hidup.

Di dalam adaptasi juga terdapat pola-pola dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Suryono (1985) menyatakan, “Pola adalah suatu rangkaian unsur-unsur yang sudah menetap mengenai suatu gejala dan dapat dipakai sebagai contoh dalam hal menggambarkan atau mendeskripsikan gejala itu sendiri”.

Selama adaptasi sosial berlangsung di lingkungan baru, individu akan mengalami perubahan dalam kehidupan sosialnya. Perubahan-perubahan yang terjadi dikarenakan dalam suatu lingkungan baru tiap-tiap individu akan menemukan individu lain yang memiliki latar belakang berbeda, mereka mulai melakukan interaksi dan lambat laun perbedaan yang ada di antara mereka akan menciptakan perubahan sosial baru dalam kehidupannya. Perubahan-perubahan itu meliputi :

a. Perubahan sikap dan perilaku (perkembangan afektif) b. Pemahaman terhadap orang lain

c. Toleransi

Menurut Good (1959) memberikan batasan asrama sekolah ( boarding-school)sebagai berikut,“Boarding–school is in educational institution at the primary or secondary level in which pupils are recidence while enrolled in as instruction program, as apposed to a school to which pipils comute froms their homes, inchedes school which offer reguler and or special educational curricula”. (Asrama sekolah merupakan lembaga pendidikan baik tingkat dasar ataupun tingkat menegah yang menjadi tempat bagi para siswa untuk dapat bertempat tinggal selama mengikuti program pengajaran).

(3)

Menurut Baktiar (2012) menyatakan bahwa, “Boarding School adalah sistem sekolah berasrama, dimana peserta didik dan juga para guru dan pengelola sekolah tinggal di asrama yang berada dalam lingkungan sekolah dalam kurun waktu tertentu”. Boarding school adalah sekolah yang memiliki asrama, di mana para siswa hidup; belajar secara total di lingkungan sekolah. Karena itu segala jenis kebutuhan hidup dan kebutuhan belajar disediakan oleh sekolah.

Karakteristik sistem pendidikan Boarding School, diantaranya adalah:

a. Dari segi sosial, sistem boarding school mengisolasi anak didik dari lingkungan sosial yang heterogen yang cenderung buruk. Di lingkungan sekolah dan asrama dikonstruksi suatu lingkungan sosial yang relatif homogen yakni teman sebaya dan para guru pembimbing. Homogen dalam tujuan yakni menuntut ilmu sebagai sarana mengejar cita-cita.

b. Dari segi ekonomi, boarding school memberikan layanan yang paripurna sehingga menuntut biaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu anak didik akan benar-benar terlayani dengan baik melalui berbagai layanan dan fasilitas.

c. Dari segi semangat religiusitas, boarding school menjanjikan pendidikan yang seimbang antara kebutuhan jasmani dan rohani, intelektual dan spiritual. Diharapkan akan lahir peserta didik yang tangguh secara keduniaan dengan ilmu dan teknologi, serta siap secara iman dan amal saleh.

Seharusnya sekolah dengan sistem boarding school yang baik dijaga ketat agar tidak terkontaminasi oleh hal-hal yang tidak sesuai dengan sistem pendidikan atau dengan ciri khas suatu sekolah berasrama. Dengan demikian, peserta didik terlindungi dari hal-hal yang negatif seperti merokok, narkoba, pergaulan bebas dan tayangan-tayangan televisi yang tidak produktif. Di sekolah asrama dengan sistem ini, para siswa mendapatkan pendidikan dengan kuantitas dan kualitas yang berada di atas rata-rata pendidikan dengan sistem konvensional. Untuk menjawab kemajuan zaman, sekolah-sekolah dengan sistem boarding school telah merancang kurikulumnya dengan orientasi kebutuhan masa depan

Khairuddin (2002) menyebutkan bahwa untuk menilai berhasil atau tidaknya proses penyesuaian diri, ada empat kriteria yang harus digunakan yaitu:

1. Kepuasan psikis, penyesuaian diri yang berhasil akan menimbulkan kepuasan psikis, sedangkan yang gagal akan menimbulkan rasa tidak puas.

2. Efisiensi kerja, penyesuaian diri yang berhasil akan nampak dalam kerja/kegiatan yang efisien, sedangkan yang gagal akan nampak dalam kerja/kegiatan yang tidak efisien. Misal, murid yang gagal dalam pelajaran di sekolah.

3. Gejala-gejala fisik, penyesuaian diri yang gagal akan nampak dalam gejala-gejala fisik seperti: pusing kepala, sakit perut, dan gangguan pencernaan.

(4)

4. Penerimaan sosial, penyesuaian diri yang berhasil akan menimbulkan reaksi setuju dari masyarakat, sedangkan yang gagal akan mendapatkan reaksi tidak setuju masyarakat.

METODE

Bentuk penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting) ; disebut juga sebagai metode etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya; disebut sebagai metode kualitatif karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif.

Menurut Sugiyono, (2012) “Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pngumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif , dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi”. Menurut Hadari Nawawi, (2007) “Metode deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya”. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Dalam observasi, cara mengumpulkan data yang dilakukan adalah melalui pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian yaitu siswa kelas X di asrama SMA Taruna Bumi Khatulistiwa kemudian peneliti mencatat gejala-gejala yang tampak pada objek penelitian.

Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in–depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dalam wawancara peneliti harus mengadakan kontak langsung secara lisan dengan sumber data dalam hal ini, peneliti mengadakan wawancara secara langsung kepada siswa kelas X, dan staf asrama SMA Taruna Bumi Khatulistiwa. Pada bagian wawancara, peneliti mengadakan kontak langsung secara lisan dengan sumber data dalam hal ini, peneliti mengadakan wawancara secara langsung kepada siswa kelas X, dan staf asrama SMA Taruna Bumi Khatulistiwa.

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Menurut Djam’an Satori (2011) “Studi dokumentasi yaitu mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan

(5)

penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian”. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.

Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah panduan observasi, panduan wawancara, buku catatan dan arsip-arsip yang menjadi dokumen siswa. Panduan observasi yang dibuat berdasarkan definisi dari konsep perilaku itu dan juga aspek-aspeknya, yang kemudian diturunkan ke dalam indikator-indikator. Panduan observasi disusun berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku subjek selama wawancara dan observasi terhadap lingkungan atau setting wawancara, serta pengaruhnya terhadap perilaku subjek dan informasi yang muncul pada saat berlangsungnya wawancara yang berhubungan dengan adaptasi sosial siswa kelas X pada boarding school SMA Taruna Bumi Khatulistiwa. Menurut Sudjana (dalam Djam’an Satori, 2011), “Panduan wawancara adalah proses pengumpulan data atau informasi melalui tatap muka antar pihak penanya (interwiewer)”. Panduan wawancara dalam hal ini berupa daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis yang ditanyakan secara langsung dan lisan kepada staf asrama, dan siswa kelas X di Asrama SMA Taruna Bumi Khatulistiwa dengan membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci (wawancara terstruktur). Dan alat yang berupa catatan hasil-hasil yang diperoleh baik melalui arsip-arsip dan buku-buku yang berkenaan dengan masalah penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan pedoman observasi untuk memperoleh data dan melihat secara langsung adaptasi sosial siswa kelas X pada boarding school SMA Taruna Bumi Khatulistiwa. Hasil observasi dapat dilihat pada tabel 1:

Tabel 1 Adaptasi Sosial Siswa Kelas X SMA Taruna Bumi Khatulistiwa

No. Aspek Pengamatan Ya Tidak

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Pengenalan terhadap struktur bangunan sekolah dan asrama Pengenalan terhadap sarana dan prasarana sekolah asrama. Pengenalan terhadap tata tertib asrama dan sekolah.

Pengenalan kepada guru pamong, staf asrama dan staf sekolah.

Adanya kesadaran pada diri untuk bersatu dengan teman yang lain.

Kerjasama yang baik antar teman. Interaksi yang harmonis antar teman.

(6)

8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.

Saling berbagi sesama teman.

Saling mengerti antara teman yang satu dengan teman yang lainnya.

Saling menghormati antara teman satu graha saat melakukan kegiatan ibadah.

Menyapa bapak/ibu guru ketika bertemu dijalan. Tidak gaduh saat ada jam kosong.

Mendengarkan teman saat mengajak bicara. Diam saat berdiskusi.

Membantu teman yang sedang ditimpa musibah. Ikut berpartisipasi dalam kegiatan asrama dan sekolah. Kemampuan untuk memahami dan mengontrol diri sendiri. Kemampuan untuk bersosialisasi dengan baik.

Kemampuan untuk ikut berpartisipasi dalam kelompok. Memiliki hubungan interpersonal yang baik.

Bersikap simpati pada orang lain. Mampu menghargai orang lain.

Sikap baik siswa saat kegiatan ektrakurikuler berlangsung. Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.

Dari tabel hasil observasi di atas dapat disimpulkan bahwa adaptasi sosial yang berlangsung di boarding school SMA Taruna Bumi Khatulistiwa berjalan dengan baik. Hal ini dapat terlihat pada aspek-aspek yang diamati oleh peneliti baik dari tahap pengenalan struktur sekolah dan fasilitas serta pengenalan terhadap guru pamong dan penghuni asrama lainnya sampai tahap antusias siswa dalam mengikuti kegiatan ektrakurikuler menunjukkan bahwa siswa kelas X mampu untuk menyesuaikan diri baik secara pribadi maupun secara sosial. Secara pribadi, sebagian dari mereka mampu menyatukan diri dan berbaur dengan lingkungan sekitarnya seperti keadaan sekolah, asrama, graha, dan fasilitas sekolah asrama lainnya. Sedangkan secara sosial. siswa kelas X mampu menghargai keberadaan orang lain dan mampu untuk

(7)

menjalin kebersamaan serta kerja sama antar mereka. Rasa solidaritas seperti ini lah yang menjadi kunci sukses dalam melakukan adaptasi sosial di sekolah asrama.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan siswa kelas X diketahui bahwa awalnya memang sulit untuk siswa beradaptasi dengan lingkungan fisik di SMA Taruna karena secara lingkungan sangat jauh berbeda dengan lingkungan mereka sebelumnya. Misalnya saja, dalam satu graha dihuni oleh kurang lebih 20 orang siswa, dan satu kamar ditempati oleh dua orang. Ini mungkin berbeda dengan keadaan mereka yang sebelumnya yang dimana satu orang menempati satu kamar. Namun seiringnya waktu kondisi ini pun tidak mejadi sulit lagi bagi mereka karena sudah timbul kesadaran diri untuk harus bisa hidup dengan kondisi lingkungan yang seperti itu. Untuk beradaptasi dengan lingkungan fisik di SMA Taruna diawali dengan adanya program pendidikan dasar bagi siswa-siswi baru yang diberikan oleh pihak sekolah asrama. Melalui program ini, siswa-siswi baru ditanamkan dasar-dasar pengenalan terhadap lingkungan fisik yang ada di sekolah asrama seperti tempat belajar, tempat makan,tempat ibadah, tempat tidur, dan tempat beraktivitas lainnya. Siswa-sisiwi baru juga dikenalkan dengan tata tertib dan nilai serta norma yang berlaku di sekolah asrama ini. Kemudian masing-masing individu mulai untuk melakukan adaptasi dari kehidupan yang lama ke yang baru. Dalam proses ini mau tidak mau siswa baru harus mentaati aturan dan tata tertib serta menjalani kehidupan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di sekolah asrama. Dalam menjalankan adaptasi tentu membutuhkan proses dan waktu melalui pembinaan mental dan fisik. Hal itulah yang perlu dimiliki oleh siswa, apalagi di lingkungan sekolah asrama SMA Taruna diikat oleh sekian banyak aturan yang ada. Akan tetapi perlu dicermati bahwa tata tertib dan aturan itu dibuat agar siswa berperilaku dan berfikir yang baik dan benar agar dapat menjadi siswa-siswi yang memiliki moralitas dan kepribadian yang baik.

Peneliti juga melakukan wawancara dengan staf asrama dan diketahui bahwa pada awalnya siswa pasti akan merasa kesulitan karena pada masa transisi beberapa hari masuk SMA Taruna, mereka harus meninggalkan semua kenikmatan yang ada di rumah. Namun lambat laun siswa akan mengalami kemudahan karena mereka merasa ada kebersamaan diantara mereka sesama angkatan. Siswa menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial yang ada di baording school SMA Taruna adalah melalui berbagai macam kegiatan yang ada di SMA Taruna yang mengharuskan mereka berbaur dengan seluruh angkatan dan juga bimbingan dari senior kelas XII.

Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses psikologis sepanjang hayat (life long process) dan manusia terus menerus akan berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat. Penyesuaian diri sebagai suatu mekanisme atau proses ke arah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dengan tuntutan eksternal.

(8)

Dalam prosesnya dapat muncul konflik, tekanan, atau frustasi, dan individu didorong untuk meneliti berbagai kemungkinan perilaku yang tepat untuk membebaskan diri dari ketegangan atau konflik tersebut. Orang yang dikatakan sukses dalam melakukan penyesuaian diri jika ia dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang wajar atau dapat diterima oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu orang lain.

Secara keseluruhan kepribadian mempunyai fungsi sebagai penentu primer terhadap penyesuaian diri. Penentu berarti faktor yang mendukung, mempengaruhi, atau menimbulkan efek pada proses penyesuaian. Secara sekunder proses penyesuaian ditentukan oleh faktor-faktor yang menentukan kepribadian itu sendiri baik internal maupun eksternal. Penentu penyesuaian identik dengan faktor-faktor yang mengatur perkembangan dan terbentuknya pribadi secara bartahap. Penentu-penentu itu dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Kondisi jasmaniah, seperti pembawaan dan struktur/konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara instrinsik bekaitan erat dengan susunan/konstitusi tubuh.

2. Perkembangan, kematangan dan penyesuaian diri, dalam proses perkembangan, respon anak berkembang dari respon yang bersifat instrinsik menjadi respon yang diperoleh melalui belajar dan pengalaman. Dengan bertambahnya usia perubahan dan perkembangan respon, tidak hanya melalui proses belajar saja melainkan anak juga menjadi matang untuk melakukan respon dan ini menentukan pola-pola penyesuaian dirinya.Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya, sehingga pencapaian pola-pola penyesuaian diri pun berbeda pula secara individual. 3. Penentu psikologis terhadap penyesuaian diri, banyak sekali faktor

psikologis yang mempengaruhi penyesuaian diri yaitu pengalaman, proses belajar, determinasi diri, konflik dan penyesuaian.

4. Lingkungan sebagai penentu penyesuaian diri, berbagai lingkungan anak seperti keluaga dan pola hubungan didalamnya, sekolah, masyarakat, kultur dan agama berpengaruh terhadap penyesuaian diri anak.

Makna keberhasilan pendidikan seseorang terletak pada sejauh mana yang telah dipelajarinya itu dapat membantu dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan tuntutan kehidupan lingkungannya. Kondisi fisik, mental dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan yang kemungkinan akan berkembang ke proses penyesuaian yang baik atau tidak baik.

Adaptasi sosial siswa kelas X pada boarding school SMA Taruna Bumi Khatulistiwa sudah berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat terlihat dari dimulainya program pendidikan dasar yang diberikan oleh pihak sekolah kepada siswa untuk memudahkan dalam penyesuaian terhadap lingkungan fisik dan sosial. Lingkungan fisik meliputi infrastruktur gedung, ruang belajar, ruang makan, dan ruang ibadah serta tempat yang biasa dipergunakan untuk kegiatan ekstrakurikuler. Sedangkan lingkungan sosial meliputi tata tertib, nilai serta norma yang berlaku di SMA Taruna. Dengan adanya

(9)

pengenalan fisik dan sosial ini awalnya memang sulit untuk siswa beradaptasi dikarenakan lingkungan sebelumnya yang mereka jalani jauh berbeda dengan lingkungan yang sekarang. Namun seiringnya waktu kondisi lingkungan yang demikian tidak menjadi sulit lagi bagi mereka karena sudah timbul kesadaran diri pada masing-masing siswa untuk harus bisa hidup dengan kondisi dan lingkungan yang seperti itu.

Setelah siswa telah mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik dan sosial. Kemudian siswa diharuskan untuk membaur dengan siswa lainnya demi terciptanya hubungan yang harmonis. Keadaan ini awalnya memang sulit untuk dilakukan karena perbedaan karakter dan latar belakang yang dimiliki masing-masing individu tidak lah sama. Akan tetapi perbedaan karakter dan latar belakng tersebut bukanlah hambatan bagi siswa untuk menjalin interaksi, melainkan menjadi tugas tersendiri untuk siswa mengenali karakter teman yang lain. Lambat laun kesulitan itu pun menjadi mudah karena kebersamaan waktu yang mereka lakukan bersama membuat interaksi di antara mereka pun terjalin dengan baik.

Adanya pembauran sosial yang dilakukan oleh pihak sekolah dan asrama kepada siswa, maka siswa tersebut diharuskan menyesuaikan diri dengan siswa lainnya. Dengan kata lain, karena adanya keharusan tersebut maka timbul keterpaksaan siswa yang lambat laun dari keterpaksaan itu pula menjadi keterbiasaan dan dari keterbiasaan itu akan adanya keterbukaan dari siswa satu dengan siswa lainnya, baik dalam menyelesaikan masalah ataupun menjalin kerjasama saat kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler.

Setelah siswa dapat menyatu dengan anggota siswa lainnya, itu berarti siswa juga telah dapat menyesuaikan dirinya baik terhadap diri pribadi maupun penyesuaian sosial. Semakin eratnya interaksi yang dijalin dengan teman-teman baru memudahkan siswa secara pribadi untuk mudah bergabung dan bergaul sehingga lambat laun siswa pun akan merasa betah dan melupakan rasa keterpaksaan yang mungkin timbul di awal masuk sekolah asrama. Dengan demikian siswa secara pribadi pun mampu untuk menghargai, saling mengerti terhadap karakter yang dimiliki teman dan mampu mengontrol diri untuk menghindarkan konflik yang besar. Kemudian dilanjutkan dengan penyesuain sosial dimana siswa harus menerima dan mentaati berbagai nilai dan norma serta aturan yang berlaku di sekolah asrama. Masing-masing siswa harus menyadari dan meyakini bahwa norma dan aturan tersebut dibuat untuk mendidik dan melatih mereka menjadi disiplin dan lebih mandiri, karena pihak sekolah dan asrama ingin mengeluarkan mereka sebagai kader yang tangguh dan tanggap serta berilmu dan kaya akan akhlak yang baik saat mereka telah menyatu dengan masyarakat diluar sekolah. Mereka yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan SMA Taruna menyadari bahwa dengan masuk ke sekolah asrama dapat membawa perubahan yang baik di kehidupan mereka yang baru.

(10)

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk melakukan adaptasi sosial di SMA Taruna dibutuhkan usaha yang besar, baik dari segi fisik maupun rohani dari siswa itu sendiri. Berbagai usaha dilakukan siswa agar mampu melebur untuk menyatu dengan lingkungan sosial yang baru, seperti menjalin komunikasi dan interaksi yang baik dengan warga sekolah lainnya, membiasakan untuk menjaga sikap dan mengontrol diri sendiri, serta belajar untuk menghormati yang lebih tua dan menghargai yang lebih muda.

Menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik dan sosial tidak lah mudah, masing-masing siswa akan menemukan hambatan yang sama ketika harus membiasakan diri dengan keadaan dan kondisi tempat tinggal mereka yang jauh berbeda dengan keadaan rumah mereka sebelumnya. Namun dengan adanya pelatihan pendidikan dasar yang diberikan oleh pihak sekolah yaitu program Basis, telah melatih dan mengajarkan siswa untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik di lingkungan fisik dan sosial.

Adaptasi sosial terhadap pembauran antar siswa di lingkungan boarding school berjalan cukup baik. Masing-masing individu berusaha untuk saling berbaur untuk menyatu dengan teman yang lainnya agar dalam menjalankan hidup di asrama mereka dapat saling bekerja sama demi terciptanya hubungan yang harmonis. Meskipun dalam lingkungan tersebut terdiri dari berbagai etnis dan agama serta latar belakang kebudayaan yang berbeda, itu semua tidak menjadi hambatan bagi mereka untuk menjadi sebuah keluarga yang besar.

Untuk melakukan adaptasi sosial, siswa dituntut untuk melakukan penyesuaian pribadi terhadap kehidupan barunya. Siswa harus memiliki kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Setelah itu barulah siswa melakukan penyesuaian sosial meliputi penyesuaian terhadap norma dan aturan serta tata tertib yang ada di lingkungan baru tersebut. Tata tertib dan norma yang berlaku di sekolah dan asrama adalah pondasi yang kokoh untuk mendidik dan mengajarkan siswa tentang kedisiplinan.

Saran

Dengan melihat hasil penelitian adaptasi sosial siswa kelas X pada boarding school SMA Taruna maka diharapkan pada awal pengenalan lingkungan baru siswa hendaknya terlebih dahulu melakukan penyesuaian secara pribadi dalam arti mampu menempatkan diri baik secara fisik, mental dan emosional serta tingkah laku di lingkungan baru tersebut. Setelah itu baru melakukan penyesuaian secara sosial dimana siswa hendaknya melakukan pendekatan yang lebih dalam kepada teman-teman yang baru agar membantu dalam memudahkan kerja sama dan menjalin hubungan yang harmonis. Serta melakukan komunikasi yang baik dengan para warga sekolah lainnya agar semakin mampu menciptakan satu keluarga dalam lingkup SMA Taruna.

(11)

Keberhasilan dalam beradaptasi seseorang terletak pada sejauh mana yang telah dipelajarinya itu dapat membantu dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan tuntutan kehidupan lingkungannya. Kemampuan penyesuaian diri yang baik akan memberikan sumbangan besar untuk mendukung kesuksesan seseorang karena di dalamnya terdapat aspek-aspek yang menentukan seseorang mencapai kesuksesan.

DAFTAR RUJUKAN

Aan Komariah dan Djam’an Satori. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.

Abdullah Idi. (2011). Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers. Abu Ahmadi. (2007). Psikologi Sosial. Jakarta : Rineka Cipta.

Abu Huraerah dan Purwanto. (2006). Dinamika Kelompok. Bandung : Refika Aditama.

Adi Prasetijo. (2008). Adaptasi dalam Antropologi. (Online). http://etnobudaya.net/2008/01/28/adaptasi-dalam-anthropologi/,

dikunjungi 23 Januari 2013).

Afrelya, Sekar Restika & Alim Fatimah. (2011). Adaptasi, Kunci

Memasuki Lingkungan Baru. (Online).

(http://himcyoo.wordpress.com/2011/08/08/adaptasi-kunci-memasuki-lingkungan-baru/, dikunjungi 23 Januari 2013).

Ananda Amin. (2012). Pengertian Asrama Sekolah (Boarding School). (Online).(http://manajemenlayanankhusus.wordpress.com/2012/06/04/171/ , dikunjungi tanggal 23 Januari 2013).

Baktiar. (2012). Boarding School Dan Peranannya Dalam Pengembangan Pendidikan Islam . (Online). ( http://bhakti-

ardi.blogspot.com/2012/07/boarding-school-dan-peranannya-dalam_08.html, dikunjungi tanggal 23 Januari 2013).

Bimo Walgito. (2002). Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta : Andi Offset.

Dadang Supardan. (2008). Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta : Sinar Grafika Offset.

(12)

Muhsin Hariyanto. (2010). Boarding School : Melahirkan Generasi Imun Atau Steril?. (Online). ( http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/boarding-school-melahirkan-generasi-imun-atau-steril/, dikunjungi 23 Januari 2013).

Prayitno, (2004). Layanan Orientasi dan Layanan Informasi. (Online). (http://konseling-center.blogspot.com/2012/02/layanan-orientasi-dan-layanan informasi.html, diakses tanggal 23 April 2013)

Romdloni dan Muharom. (2008). Sosialisasi dan Adaptasi Sosial. (Online). (http://mihwanuddin.wordpress.com/2011/09/24/makalah-sosialisasi-dan-adaptasi-sosial/, dikunjungi 23 Januari 2013).

S. L. La Sulo dan Umar Tirtahardja. (1995). Pengantar Pendidikan. Jakarta. Sofyan S. Willis. (2012). Psikologi Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

Sudarwan. (2002). Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung : Pustaka Setia. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung : Alfabeta.

Sutrisno. (2008). Problem Dan Solusi Pendidikan Sekolah Berasrama (Boarding School).(Online).(http://sutris02.wordpress.com/2008/09/08/pr oblem-dan-solusi-pendidikan-berasrama-boarding-school/, dikunjungi 23 Januari 2013).

Gambar

Tabel 1 Adaptasi Sosial Siswa Kelas X SMA Taruna Bumi Khatulistiwa

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan paparan di atas, penelitian ini mengaji dua masalah yaitu (1) bagaimanakah peningkatan keterampilan siswa dalam menulis cerpen di kelas X-9 SMA Taruna Nusantara

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberi saran untuk peningkatan pembelajaran keterampilan menulis teks prosedur kompleks kelas X- 2 SMA Taruna

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan upaya peningkatan keaktifan belajar siswa kelas X pada pembelajaran Iman Kepada Malaikat di Muhammadiyah Boarding School Kabupaten

Kesimpulan yang diperoleh adalah mayoritas siswa- siswi boarding school di SMP “X” Bandung memiliki derajat yang tinggi dalam melakukan self disclosure pada setiap

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa siswa yang boarding school memiliki disiplin belajar yang tinggi dibanding siswa yang tidak boarding school,

Penelitian menemukan bahwa manajemen kesiswaan pada departemen pengembangan siswa di SMA Global Islamic Boarding School Barito Kuala.. Kalimantan Selatan sudah

Perilaku toleransi siswa SMA Plus Boarding School Astha Hannas setelah mendapatkan pembinaan keagamaan secara umum sudah cukup baik yang tercermin dalam kebiasaan siswa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kelekatan dengan orang tua terhadap penyesuaian diri pada siswa boarding school di SMA Pondok Pesantren