BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembangkitan Tegangan Tinggi Bolak Balik (AC)
Tegangan tinggi bolak balik (AC) diperlukan untuk pengujian ketahanan peralatan sistem tenaga listrik terhadap tegangan tinggi bolak balik. Disamping untuk pengujian peralatan sistem tenaga listrik, tegangan tinggi bolak balik dibutuhkan juga untuk pengamatan sifat-sifat listrik bahan isolasi, antara lain untuk mengukur rugi-rugi dielektrik, mendeteksi peluahan parsial atau korona, pengukuran permivitas dan pengukuran kekuatan dielektrik suatu bahan isolasi [2]. Sebagai sumber tegangan tinggi bolak balik biasanya menggunakan transformator satu fasa. Hal ini disebabkan karena pengujian biasanya dilakukan untuk setiap fasa, dan setiap kali yang diuji hanyalah satu fasa. Cara ini akan memudahkan pengukuran dan pengamatan hasil pengukuran. Tegangan tinggi bolak-balik diperoleh dari suatu trafo satu fasa dengan perbandingan belitan yang jauh lebih besar daripada trafo daya yang biasa disebut trafo uji [3].
AT
TU
Gambar 2.1 Rangkain Pembangkit Tegangan Tinggi AC
Pada Gambar 2.1 menunjukkan belitan primer trafo dihubungkan ke sumber tegangan rendah bolak-balik, 220VAC/50 Hz. Belitan sekundernya membangkitkan tegangan tinggi dalam orde ratusan kilovolt (kV) [2].
2.2 Kekuatan Dielektrik
Suatu bahan isolasi ideal tidak mempunyai elektron-elektron bebas, tetapi mempunyai elektrron-elektron yang terikat pada inti atom unsur yang membentuk bahan isolasi tersebut. Setiap bahan isolasi mempunyai batas kekuatan untuk memikul medan elektrik. Jika kuat medan elektrik yang dipikul bahan isolasi melebihi batas tersebut dan adanya medan elektrik berlangsung cukup lama, maka bahan isolasi akan menghantar arus atau gagal melaksanakan fungsinya sebagai isolator. Dalam hal ini bahan isolasi disebut tembus listrik (electrical breakdown).
Kuat medan elektrik tertinggi yang dapat dipikul suatu bahan isolasi tanpa menimbulkan bahan isolasi tersebut tembus listrik, disebut kekuatan dielektrik.
Gambar 2.2 Medan Elektrik Dalam Suatu Bahan Isolasi
Gambar 2.2 menunjukkan suatu bahan dilektrik yang ditempatkan di antara dua elektroda piring sejajar. Kekuatan dielektrik bahan isolasi yang digunakan untuk suatu peralatan listrik harus lebih besar daripada kuat medan dielektrik yang timbul pada bahan isolasi tersebut. Jika kuat medan elektrik yang dipikul suatu bahan isolasi melebihi kekuatan dielektrik bahan tersebut, maka di dalam bahan isolasi akan terjadi proses ionisasi berantai yang pada akhirnya dapat membuat bahan isolasi mengalami tembus listrik. Proses ionisasi sampai terjadinya tembus listrik membutuhkan waktu beberapa mikrodetik dan lamanya tidak tentu tetapi bersifat statistik. Jadi medan elektrik tidak selalu mengakibatkan bahan isolasi tembus listrik, tetapi ada 2 syarat yang harus dipenuhi supaya bahan isolasi tembus listrik yaitu:
1. Kuat medan elektrik yang dipikul bahan isolasi harus lebih besar atau sama dengan kekuatan dielektrik bahan isolasi.
2. Lama medan elektrik berlangsung lebih besar atau sama dengan waktu tunda tembus.
Tegangan yang menyebabkan suatu bahan isolasi tembus listrik disebut tegangan tembus atau “breakdown voltage”. Dengan demikian, dapat didefinisikan bahwa tegangan tembus adalah nilai tegangan yang menimbulkan kuat medan elektrik pada suatu bahan isolasi sama dengan atau lebih besar dari kekuatan dielektrik bahan isolasi tersebut.
Pada penerapan tegangan kekuatan dielektrik didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan yang menyebabkan kerusakan atau tembus listrik (V) dengan tebal isolasi (d) yang memisahkan antara elektroda. Hal ini dapat dilihat pada Persamaan 2.1 [2]:
E = (2.1) dimana :
E = Kuat medan listrik yang dapat ditahan oleh dielektrik (kV/cm) V = Tegangan maksimum yang dibaca alat ukur ( kV)
d = Tebal isolasi (cm)
2.3 Isolasi Cair
Bahan isolasi cair digunakan sebagai bahan pengisi pada beberapa peralatan listrik, misalnya : transformator, pemutus beban, rheostat. Dalam hal ini bahan isolasi cair berfungsi sebagai pengisolasi dan sekaligus sebagai pendingin. Karena itu persyaratan untuk bahan cair yang dapat digunakan untuk isolasi antara lain : mempunyai tegangan tembus dan daya hantar panas yang tinggi.
2.3.1 Karakteristik isolasi cair
Pada dasarnya dielektrik cair harus memiliki sifat dielektrik yang baik, mempunyai karakteristik perpindahan panas yang bagus dan memiliki struktur kimia yang stabil saat pengoperasian [4].
a. Sifat listrik
Sifat-sifat listrik yang sangat penting dalam menentukan kinerja dielektrik dari dielektrik cair adalah:
i. Withstand breakdown kemampuan untuk tidak mengalami ketembusan dalam kondisi tekanan listrik (electric stress) yang tinggi.
ii. Permitivitas relatifnya menentukan kapasitansi listrik. Hal ini dapat dilihat dari Persamaan 2.2 berikut :
D = ε . E (2.2) dimana:
D = kerapatan fluks listrik ( C/m2)
ε
= konstanta dielektrik (ε
r.ε
0)E = medan listrik (N/C) Dimana diketahui bahwa:
D = (2.3) sehingga persamaan diatas menjadi:
=
ε
. E (2.4) dimana:Q = muatan listrik (C). Selanjutnya diketahui bahwa:
Q = C.V (2.5) maka persamaannya menjadi :
=
ε
. E (2.6) dimana,C = kapasitansi (C/Volt) V = tegangan (Volt) Maka diperoleh persamaan:
iii.Faktor dissipasi
Faktor dissipasi dari minyak dibawah tekanan bolak-balik dan tinggi akan menentukan kerja dari bahan isolasi cair, karena dalam kondisi berbeban terdapat sejumlah rugi-rugi dielektrik. Faktor dissipasi sebagai ukuran rugi-rugi daya merupakan parameter yang penting bagi kabel dan kapasitor. Misalnya minyak transformator murni memiliki faktor dissipasi yang bervariasi antara 10-4 pada suhu 20oC dan 10-3 pada 90oC pada frekuensi 50 Hz.
iv.Resistivitas
Suatu cairan dapat digolongkan sebagai isolasi cair bila resistivitasnya lebih besar dari ohm-meter. Resistivitas yang diperlukan pada sistem tegangan tinggi untuk material isolasi adalah
ohm-meter atau lebih. b. Karakteristik perpindahan panas
Pada peralatan yang terisi oleh isolasi cair (transformer, kabel, circuit breaker, dll) perpindahan panas biasanya dipengaruhi secara konveksi. Faktor utama yang mengontrol perpindahan panas adalah konduktivitas termal dan viskositas. Semakin tinggi nilai dari konduktivitas termal maka semakin dapat digunakan pada peralatan sebagaimana dapat dioperasikan secara berkelanjutan pada temperatur yang tinggi. Pada penggunaan yang lain, nilai konduktivitas termal yang rendah dan nilai viskositas yang tinggi dapat menjadi penyebab terjadinya pemanasan berlebihan pada area tertentu.
c. Kestabilan kimiawi
Pada penggunaannya, isolasi cair yang terkena tekanan termal dan listrik karena adanya material seperti oksigen, air, serat dan hasil-hasil dari pemisahan bahan isolasi padat. Hal tersebut bisa memengaruhi kestabilan dari rantai kimia dari isolasi cair.
2.3.2 Mekanisme kegagalan isolasi cair
Ada beberapa alasan mengapa isolasi cair digunakan antara lain, yang pertama adalah isolasi cair memiliki kerapatan seribu kali atau lebih dibandingkan dengan isolasi gas, sehingga memiliki kekuatan dielektrik yang lebih tinggi menurut Hukum Paschen. Kedua, isolasi cair akan mengisi celah atau ruang yang akan diisolasi dan secara serentak melalui proses konveksi menghilangkan panas yang timbul akibat rugi energi. Ketiga, isolasi cair cenderung dapat memperbaiki diri sendiri (self healing) jika terjadi pelepasan muatan (discharge). Namun kekurangan utama isolasi cair adalah mudah terkontaminasi. Beberapa macam faktor yang diperkirakan memengaruhi kegagalan minyak transformator seperti luas daerah elektroda, jarak celah (gap spacing), pendinginan, perawatan sebelum pemakaian (elektroda dan minyak), pengaruh kekuatan dielektrik dari minyak transformator yang diukur serta kondisi pengujian atau minyak transformator itu sendiri juga memengaruhi kekuatan dielektrik minyak transformator [5]. Pengujian dilaksanakan bila kondisi minyak benar-benar stabil, cairan minyak tidak bergoyang dan tidak aliran naik turun, didiamkan dan dianjurkan sesuai petunjuk alat uji pabrik pembuat. Pemeriksaan berkala pada trafo tenaga dan termasuk pengamatan keadaan operasi dilakukan secara periodik. Jadwalnya dapat sekali setiap shift, sekali sehari, sekali seminggu atau lebih jarang, tergantung dari keperluannya, kondisi lingkungan kerja dan beban. Jadwal pemeriksaan masing-masing bagian adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan arus beban dilakukan setiap hari Pemeriksaan temperatur dilakukan setiap hari Pemeriksaan tegangan dilakukan setiap minggu Pemeriksaan kebersihan dilakukan setiap bulan
Teori mengenai kegagalan pada zat cair dewasa ini kurang banyak diketahui dibandingkan dengan teori kegagalan gas dan padat. Hal tersebut disebabkan karena sampai saat ini belum didapatkan teori yang dapat menjelaskan proses kegagalan dalam zat cair yang benar-benar dengan keadaan sebenarnya. Banyak segi kegagalan zat cair telah diselidiki oleh para ahli, tetapi hasil-hasil dan kesimpulannya tidak dapat dipertemukan untuk memperoleh teori umum yang
berlaku untuk semua zat isolasi cair, karena data-data yang dihasilkan berbeda dan bahkan bertentangan satu sama lain. Hal ini disebabkan karena tidak adanya teori yang bersifat komprehensif yang berlaku untuk semua kasus mengenai dasar-dasar fisika keadaan cair untuk digunakan sebagai dasar-dasar perbandingan hasil penelitian.
Fenomena fisika lecutan kegagalan dalam zat cair hanyalah sebagian kecil gejala yang sudah banyak dimengerti. Bila suatu tegangan diterapkan pada sepasang elektroda yang dicelup dalam isolasi zat cair, maka terlihat arus konduksi yang kecil. Jika tegangan dinaikkan malar (continously), maka pada suatu tegangan kritis tertentu akan terjadi lecutan di antara kedua elektroda tersebut. Lecutan dalam zat cair ini terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut [6]:
1. Aliran listrik yang besarnya ditentukan oleh karakteristik rangkaian. 2. Lintasan cahaya yang cerah dari elektroda yang satu ke yang lain.
3. Pembentukan gelembung gas dan butir-butir zat padat hasil dekomposisi zat cair (tergantung dari sifat kimiawi zat cair).
4. Pembentukan lubang pada elektroda.
5. Tekanan impulsif dalam zat cair disertai suara ledakkan.
Pada saat beroperasi, minyak sebagai isolator mengalami penurunan kualitas disebabkan karena banyak faktor misalnya pengaruh kontaminan padat, kontaminan cair dan gas-gas hasil reaksi di dalam minyak. Selain itu, juga dipengaruhi oleh kondisi minyak yang mengalami stress thermal pada saat beban puncak. Semakin banyak kontaminan yang terkandung dalam minyak, maka kualitas minyak akan semakin menurun.
Selama ini, ada 4 teori yang dikemukakan berkaitan dengan kegagalan isolasi minyak.
1. Teori kegagalan intrinsik
2. Teori kegagalan karena gelembung gas 3. Teori kegagalan karena zat cair lain 4. Teori kegagalan karena kontaminan padat
Dalam kenyataan di lapangan, selain 4 hal tersebut, minyak juga dipengaruhi oleh suhu / temperatur.
2.4 Syarat-Syarat Minyak Isolasi
Minyak isolasi yang mempunyai 2 fungsi utama sebagai media isolasi dan media pendingin memerlukan syarat-syarat sebagai berikut [7]:
1. Kejernian (apperance)
Artinya minyak isolasi tidak boleh mengandung suspensi atau endapan (sedimen).
2. Massa jenis (density)
Massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda.
Massa jenis dibatasi agar air dapat terpisah dari minyak isolasi dan tidak melayang. Nilai massa jenis minyak tidak boleh melebihi 0,895 g/cm3 pada suhu 20oC .
3. Viskositas (viscosity)
Viskositas adalah suatu ukuran dari besarnya perlawanan yang diberikan oleh minyak untuk mengalir, atau ukuran dari besarnya tekanan geser bagian dalam dari suatu bahan cair. Viskositas memegang peranan dalam pendinginan,digunakan untuk menentukan kelas minyak dan kurang dipengaruhi oleh kontaminasi atau kerusakan minyak. Viskositas tidak boleh melebihi 12 cSt pada suhu 40oC.
4. Titik nyala (flash point)
Titik nyala adalah suhu terendah dimana uap minyak mulai menyala. Titik nyala yang rendah menunjukkan adanya kontaminasi zat yang mudah terbakar. Titik nyala minyak yang diperbolehkan adalah lebih dari 135oC.
5. Titik tuang (pour point)
Titik tuang adalah suhu terendah dimana minyak dapat mengalir pada saat didinginkan. Minyak isolasi dengan titik tuang yang rendah akan berhenti mengalir pada temperatur yang rendah. Titik tuang digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan jenis peralatan yang akan menggunakan minyak isolasi. Titik tuang minyak tidak boleh melebihi batas -40oC.
6. Angka kenetralan merupakan harga yang menunjukan penyusun asam minyak isolasi dan dapat mendeteksi kontaminasi minyak, menunjukkan kecenderungan perubahan kimia atau cacat atau indikasi perubahan kimia dalam bahan tambahan (additive). Angka kenetralan dapat dipakai sebagai petunjuk umum untuk menentukan apakah minyak sudah harus diganti atau diolah. Angka kenetralan tidak boleh melebihi dari 0,03 mg KOH/gr.
7. Korosi belerang (korosive sulphur)
Pengujian ini menunjukan adanya kemungkinan korosi yang dihasilkan dari adanya belerang yang tidak stabil dalam minyak isolasi.
8. Tegangan tembus (breakdown voltage)
Tegangan tembus adalah tegangan dalam kV yang diperlukan untuk menembus lapisan minyak diantara dua buah elektroda. Tegangan tembus yang terlalu rendah menunjukan adanya kontaminasi berupa air, kotoran, atau partikel konduktif dalam minyak. Nilai tegangan tembus pada minyak baru minimal 30 kV dengan jarak sela 2,5 mm pada suhu 40oC menurut standar IEC 296.
9. Faktor kebocoran dielektrik (dielektrikdissipation factor)
Harga yang tinggi dari faktor ini menunjukan adanya kontaminasi misalnya air, hasil oksidasi, logam alkali, koloid bermuatan dan sebagainya. Nilai maksimal untuk faktor kebocoran dielektrik adalah 0,05%.
10. Stabilitas (oxydation stability)
Pengujian ini berguna untuk melihat apakah minyak tahan terhadap oksidasi.
11. Kandungan air (water content)
Adanya air dalam minyak isolasi akan menurunkan tegangan tembus dan tahanan jenis minyak isolasi dan juga adanya air akan mempercepat kerusakan kertas pengisolasi (insulating paper).
12. Kandungan gas
Adanya gas terlarut dan gas bebas dalam minyak isolasi dapat digunakan untuk mengetahui kondisi transformator dalam operasi. Adanya gas seperti hidrogen, metana, etana, etilen dan asetilin menunjukkan terjadinya dekomposisi minyak isolasi pada kondisi operasi, sedangkan adanya karbon dioksida dan karbon monoksida menunjukkan kerusakan pada bahan isolasi.
2.5 Degradasi Minyak Isolasi
Degradasi atau pemburukan minyak isolasi dapat menjadi penyebab utama terjadinya kegagalan isolasi karena kemampuannya untuk memikul terpaan medan elektrik sudah berkurang. Pemakaian yang berulang-ulang dalam jangka waktu Beberapa faktor penyebab degradasi minyak isolasi antara lain [8]:
1. Arcing (busur api)
Gas-gas yang timbul karena gangguan ini adalah H2, C2H2, (C2H4, C2H6, CH4). Munculnya busur api dalam minyak isolasi ditandai dengan pembentukan gas-gas hidrogen dan asetilena sebagai gas-gas yang paling dominan.
2. Reaksi dengan udara
Minyak isolasi yang bereaksi dengan udara akan menyebabkan minyak isolasi mengalami oksidasi. Proses oksidasi ini akan berpotensi menurunkan kekuatan dielektrik minyak itu sendiri.
3. Kemurnian minyak isolasi
Ketidakmurnian dari bahan dielektrik cair mempunyai pengaruh besar tehadap sifat isolasi bahan tersebut. Selain uap air, material padat seperti debu juga terkadang mengkontaminasi minyak transformator. Pengukuran minyak transformator yang terkontaminasi dengan material pengotor biasanya mempunyai tegangan tembus berkisar antara 0 – 25 kV. Oleh karena itu minyak transformator yang sudah lama dipakai harus diuji secara periodik untuk mengetahui kemampuannya. Jika tegangan tembus lebih besar daripada 25 kV maka minyak
transformator masih dikatakan baik. Namun bila tegangan tembus lebih kecil daripada 25 kV maka minyak transformator dikatakan sudah rusak dan harus digantidengan minyak yang baru.
4. Panas
Pemanasan yang berlangsung cukup lama dan berlangsung secara terus-menerus dapat merubah struktur kimia dari minyak isolasi tersebut, sehingga merubah sifat-sifat dasarnya sebagai bahan isolasi.
5. Faktor alami
Pemakaian minyak isolasi dalam jangka waktu yang lama besar kemungkinan telah mengubah sifat-sifat fisis maupun sifat listrik dari minyak tersebut seperti viskositas, nilai tegangan tembus dan lain-lain. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian yang berkala, terutama jika umur minyak itu sudah lama.
2.6 Minyak Nabati
Minyak nabati adalah minyak yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan. Bagian buah dan biji-bijian merupakan penghasil minyak paling banyak. Minyak nabati dapat digunakan untuk keperluan memasak maupun untuk keperluan industri. Beberapa jenis minyak nabati tidak cocok untuk dikonsumsi tanpa pengolahan khusus seperti minyak biji kapas, minyak jarak, dan minyak biji lobak.
Banyak minyak nabati dikonsumsi secara langsung ataupun sebagai bahan campuran dalam makanan. Minyak cocok untuk memasak karena minyak mempunyai titik nyala tinggi. Untuk keperluan obat-obatan, kebanyakan minyak nabati dihasilkan dari proses pengepresan langsung (bukan ekstraksi). Dalam keperluan industri, minyak nabati dapat digunakan seperti pada pembuatan sabun (produk kesehatan kulit dan kosmetik), gen pengering dalam pembuatan cat, insulator, dan bahan bakar biodiesel [9].
2.6.1 Minyak biji karet (rubber seed oil)
Biji karet berpotensi menjadi produk samping dari perkebunan karet yang luas di Indonesia. Selama ini biji karet hampir tidak mempunyai nilai ekonomis
sama sekali dan hanya dimanfaatkan sebagai benih generatif pohon karet. Kenyataannya biji karet mengandung minyak nabati yang dapat dimanfaatkan menjadi input yang berharga pada berbagai industri. Di Indonesia, tanaman karet menghasilkan komoditi yang sangat penting. Produktifitas biji karet di berbagai negara dilaporkan oleh beberapa peneliti berkisar antara 112 - 370 kg/ha-thn. Dengan asumsi produktifitas perkebunan karet besar di Indonesia sebesar 112 kg/Ha-thn dan perkebunan rakyat sebesar 78.4 kg/ha-thn maka dapat diperkirakan potensi biji karet Indonesia sebesar 170.390 ton/thn. Gambar 2.3 adalah bentuk fisik dari buah dari pohon karet.
Gambar 2.3 Buah Karet
Buah karet masak terdiri atas kulit buah 70% dan biji karet 30% dari bobot buah. Biji karet terdiri dari kurang lebih 37% tempurung biji dan 63% daging biji dengan sedikit variasi tergantung kesegaran biji. Biji karet mengandung 40% sampai 50% minyak. Kandungan asam lemak tak jenuh menentukan kemampuan suatu minyak untuk menjadi minyak pengering. Jika kandungan asam linoleat suatu minyak mendekati 35%, maka minyak tersebut lebih bersifat sebagai minyak pengering. Dari Tabel 2.2 dapat dilihat bahwa minyak biji karet mengandung asam linoleat 39,6%, maka minyak biji karet bersifat sebagai minyak pengering. Minyak biji karet adalah jenis minyak nabati yang dapat dimanfaatkan menjadi input yang berharga pada berbagai industri. Adapun sifat minyak biji karet dapat dilihat pada Tabel 2.1. Minyak dari biji karet bersifat tidak ekonomis apabila diolah menjadi minyak makan dan sangat baik digunakan sebagai bahan industri seperti: alkil resin, linoleum, vernis, tinta cetak, cutting oils, dan minyak lumas [10]. Gambar 2.4 adalah minyak biji karet yang sudah diekstraksi.
Tabel 2.1 Sifat Minyak Biji Karet
Sifat Nilai
Spesific gravity 0,91
Viskositas (mm2/s) 76,4
Flash point (oC) 198 Sumber: D.F Melvin Josel, 2010 [11]
Tabel 2.2 Kandungan Minyak Biji Karet
No Kandungan minyak Kadar (%)
1 Asam linoleat 39,6
2 Asam oleat 24,6
3 Asam stearat 8,7
4 Asam palmitat 10,2
5 Air 3,71
Sumber: A.S. Ramadhas, 2004 [12]
Gambar 2.4 Minyak Biji Karet 2.6.2 Minyak biji bunga matahari (sunflower seed oil)
Bunga matahari (Helianthus annuus L.) adalah tumbuhan semusim dari suku kenikir-kenikiran (Asteraceae) yang populer, baik sebagai tanaman hias maupun tanaman penghasil minyak. Untuk memenuhi industri dalam negeri, minyak biji bunga matahari (lihat Gambar 2.5) masih harus diimpor karena pasokan dari dalam negeri tidak mencukupi dan kurang memadai. Untuk
mendapatkan minyak biji bunga matahari, biasanya digunakan dengan metode
expeller pressing atau pengepresan berulir. Biji bunga matahari ini memiliki cangkang biji yang tipis. Kandungan minyaknya berkisar 48% hingga 52%. Untuk menghasilkan satu liter minyak diperlukan biji dari kira-kira 60 tandan bunga majemuk. Untuk kandungan minyak biji bunga matahari tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut [13].
Tabel 2.3 Kandungan Minyak Biji Bunga Matahari
No Kandungan minyak Kadar (%)
1 Asam linoleat 55,4
2 Asam oleat 31,5
3 Asam stearat 5
4 Asam palmitat 6,8
5 Air 4,32
Gambar 2.5 Minyak Biji Bunga Matahari 2.6.3 Minyak zaitun (olive oil)
Minyak zaitun (lihat Gambar 2.6) adalah minyak yang diperoleh dari buah pohon zaitun (olea europaea). Zaitun matang berwarna ungu kehitaman biasanya dibuat acar atau diperas diambil minyaknya. Buah zaitun matang mengandung 80 persen air, 15 persen minyak, serta 1 persen protein, karbohidrat, dan serat. Sedangkan kandungan minyak itu sendiri dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut [14].
Tabel 2.4 Kandungan Minyak Zaitun
No Kandungan minyak Kadar (%)
1 Asam linoleat 3,5-21
2 Asam oleat 55-83
3 Asam stearat 0,5-5
4 Asam palmitat 7,5-20
5 Air 2,1-3,6
Gambar 2.6 Minyak Zaitun 2.6.4 Minyak biji anggur (grapeseed oil)
Anggur merupakan tanaman buah berupa perdu merambat yang termasuk ke dalam keluarga vitaceae. Minyak biji anggur (lihat Gambar 2.7) merupakan minyak pangan berkualitas tinggi dengan titik uap 252oC. Minyak biji anggur mengandung asam amino seperti lisin dan tirosin. Kandungan minyak biji anggur dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Kandungan Minyak Biji Anggur
No Kandungan minyak Kadar (%)
1 Asam linoleat 60-67
2 Asam oleat 12-25
3 Asam stearat 3-6
4 Asam palmitat 6-8
5 Air 4,7
2.7 Faktor yang Memengaruhi Mutu Minyak
Mutu minyak yang berasal dari biji-bijian khususnya biji karet dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Kualitas dan kemurnian bahan baku.
Adanya bahan asing atau biji yang berkualitas jelek yang tercampur dalam proses akan menyebabkan minyak cepat rusak dan berbau. 2. Usia biji.
Biji karet yang usianya cukup tua akan menghasilkan minyak yang lebih baik kuantitas dan kualitasnya dibanding dengan biji karet yang lebih muda.
3. Kadar air yang terkandung dalam biji.
Biji yang terlalu lama disimpan akan mengandung kadar air yang tinggi, sehingga dapat menghasilkan minyak dengan mutu yang kurang baik.
4. Perlakuan terhadap bahan baku pada saat proses dan pasca-proses (misalnya: halusnya hasil pencacahan yang dilakukan, pemilihan jenis pelarut, penyimpanan minyak hasil proses, dan sebagainya).
2.8 Metode Pengambilan Minyak
Minyak biji karet dapat diperoleh dengan berbagai macam cara. Metode yang dapat dilakukan dalam pengambilan minyak dari biji karet, yaitu:
1. Metode rendering (krengseng)
Merupakan metode tradisional yang dilakukan dengan cara memanaskan biji karet sampai minyaknya keluar. Metode ini terdiri dari dua cara, yaitu krengseng kering dan krengseng basah. Metode ini tidak efektif karena hasil minyak masih banyak mengandung impurities. 2. Metode press (penekanan)
Merupakan metode dengan penekanan atau pengempaan biji karet hingga hancur dan mengeluarkan minyak. Sebelum biji karet ditekan, terlebih dahulu dibuang kulitnya. Ada dua cara pengepresan, yaitu pengepresan pada suhu rendah atau cold pressing dan pengepresan dengan pemanasan atau hot pressing. Pemanasan ini berfungsi untuk memecahkan sel-sel pelindung minyak serta mengurangi mikroorganisme dan enzim pengotor. Metode ini juga menghasilkan minyak yang masih cukup banyak mengandung impurities.
3. Metode Ekstraksi
Merupakan metode yang paling efektif untuk memperoleh minyak dari biji karet. Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan biji karet ke dalam suatu larutan zat kimia. Sehingga minyak yang terkandung dalam biji karet akan terpisahkan dari ampasnya. Pemisahan minyak ini berdasarkan perbedaan antara kelarutan minyak dan bahan-bahan lainnya yang terkandung di dalam biji karet terhadap pelarutnya. Kemudian dengan cara menguapkan pelarutnya maka didapat minyak murni. Minyak yang diperoleh memiliki kemurnian yang tinggi dibandingkan dua metode sebelumnya, karena selektivitas dari pelarut yang digunakan. Metode ini nantinya yang akan digunakan untuk mendapatkan sampel percobaan dalam penelitian ini.
2.9 Dasar-dasar Pengujian Tegangan Tinggi
Ditinjau dari keaadaan bahan yang yang diuji selama pengujian berlangsung, atau melihat dampak pengujiaan terhadap objek uji, maka pengujiaan
tegangan tinggi dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu: pengujian tidak merusak dan pengujian merusak [2].
1. Pengujian tidak merusak, antara lain meliputi: a. pengukuran tahan isolasi,
b. pengukuran faktor rugi-rugi dielektrik,
c. pengukuran korona atau peluahan sebahagian, d. pengukuran konduktivitas, dan
e. pemetaan medan elektrik.
2. Pengujian bersifat merusak seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.8, antara lain meliputi:
a. pengujian ketahanan (withstand test),
b. pengujaan peluahaan (discharge test),
c. pengujiaan kegagalan atau tembus listrik (breakdown test).
VB
VW
VF
t Waktu pengujian
Pengujian ketahanan pada tegangan Vw selama t menit Pengujian lompatan dengan tegangan lompatan VF Pengujian kegagalan dengan tegangan gagal VB
Gambar 2.8 Hubungan Tegangan Pengujian Terhadap Waktu Pengujian
2.10 Standarisasi Pengujian Tegangan Tembus
Standarisasi tingkat internasional dikerjakan oleh komisi teknik IEC. Pada tingkat nasional di Indonesia standarisasi dibuat dan diterbitkan oleh PLN yaitu SPLN yang mengacu pada IEC. Elektroda pada pengujian tegangan tembus pada media isolasi cair yang digunakan adalah pada gambar dibawah ini [7].
1 2 3
1 2 3
Gambar 2.9a
Gambar 2.9b
Gambar a dan b: Elektroda untuk Mengukur Tegangan Tembus Menurut IEC 156 (a) Elektroda bola-bola.
(b) Elektroda setengah bola.
Pengujian tegangan tembus dilakukan dengan elektroda bola-bola seperti terlihat pada Gambar 9.a dengan diameter 12,5 mm hingga 13 mm atau dengan elektroda setengah bola seperti terlihat pada Gambar 9.b. Elektroda yang digunakan dalam pengujian terbuat dari kuningan, perunggu atau stainless stell. Panjang celah antara kedua elektroda adalah 2,5 mm ± 0,05 mm. Tegangan uji dinaikkan dari nol dengan laju 2,0 kV/s ± 0,2 kV/s hingga terjadi tembus.