• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN SURAT MARYAM AYAT 41-42

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN SURAT MARYAM AYAT 41-42"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-

QUR’AN

SURAT MARYAM AYAT 41-42

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

SAYIDATUL MUWAFIQOH

NIM: 111-12-089

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

MOTTO

ْمُتْ نَأَو ْمُكِتاَناَمَأ اوُنوَُتََو َلوُسَّرلاَو َوَّللا اوُنوَُتَ لا اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي

َنوُمَلْعَ ت

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul

(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang

dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Perjuangan merupakan pengalaman berharga yang dapat menjadikan kita manusia yang berkualitas.

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Kedua orang tuaku (bapak Nahrowi dan ibu Muzawaroh) yang telah memberikan kasih sayang, segala dukungan, doa dan cinta kasih yang tiada terhingga yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta dan persembahan.

2. Kedua kakakku (Asa dan Imam) dan adikku (Ezra) yang telah memberikan semangat dan nasehatnya selama ini.

3. Sahabat-sahabatku (Noviana, Nia, Zulaika, Tesa, Rani, Anggun, Helmi, Hani, Heni, Reni, Kuni, Ika, Fida, Mazu, Rumi, Topiqin, Dedi, Tri, Sian‟s Hostel Family, My Best Joko Sarifudin, dan semua teman-teman) terima kasih atas bantuan, doa, nasehat, hiburan, traktiran, ojekan, dan semangat yang kalian berikan selama aku kuliah, aku tak akan melupakan semua yang telah kalian berikan selama ini.

4. Bapak Prof. Dr. H. Budiardjo, M.Ag. yang selalu membimbing dan memotivasi penulis.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis bisa menjalani kehidupan ini sesuai dengan ridha-Nya. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada nabi besar kita nabi Muhammad SAW. Atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an Surat Maryam Ayat 41

-42sesuai dengan rencana.

Selanjutnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu pembuatan skripsi ini, kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. H. Budihardjo, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah dengan sabarnya memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak M. Ali Zamroni, MA. selaku Dosen Pembimbing Akademik.

(9)

ix

Semoga skripsi ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas bagi kita semua dan dapat menjadi sumbangan pemikiran kepada para pembaca khususnya para mahasiswa-mahasiswi IAIN Salatiga. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan skripsi ini.

(10)

x

ABSTRAK

Muwafiqoh, Sayidatul. 2017. Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur‟an Surat Maryam Ayat 41 -42. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Prof. Dr. H. Budihardjo. M. Ag.

Kata Kunci: Pendidikan, Akhlak, Surat Maryam ayat 41-42.

Prolematika rendahnya pendidikan akhlak yang berarah pada kehancuran bangsa ini sangat memprihatinkan, sehingga untuk menyelamatkan bangsa seluruh masyarakat, para orang tua, pendidik, harus membiasakan anak dengan akhlak yang baik agar tercipta generasi yag mampu menghadapi tantangan hidup. Nabi Ibrāhīm AS merupakan seorang nabi yang memiliki sifat jujur dan tauhid yang baik. Sehingga para orang tua dan pendidik mampu mengaplikasikan atau mencontoh dalam kehidupan sehari-hari. Karena pada masa sekarang ini banyak orang pintar, tetapi sedikit orang yang memiliki sifat jujur.

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui pendidikan akhlak yang terdapat dalam surat Maryam ayat 41-42, agar bisa di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah, (1) bagaimanakah akhlak dan pendidikan akhlak dalam al-Qur‟an?, dan (2) bagaimana isi pendidikan akhlak yang terdapat dalam surat Maryam ayat 41-42. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (library research), atau bahan-bahan

bacaan untuk mencari pendapat para ahli tafsir dan ahli pendidikan tentang pendidikan akhlak. Kemudian dianalisis untuk mencapai tujuan penelitian. Metode yang penulis

gunakan yaitu metode tafsir maudhu‟i.

Berdasarkan telaah dari literature maka hasil penelitian menunjukkan bahwa akhlak dan pendidikan akhlak dalam Islam meliputi macam-macam akhlak, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak, dasar pendidikan akhlak, tujuan pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan akhlak, metode pendidikan akhlak yang semua itu didasarkan pada al-Qur‟an dan Hadist. Sedangkan isi dari pendidikan akhlak yang terdapat dalam surat Maryam ayat 41-42 yaitu berupa sifat jujur (siddiq). Selain itu aktualisasi ayat itu dalam

(11)

xi

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN KELULUSAAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... ... 4

C. Tujuan penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

(12)

xii

F. Metode Penelitian... 9

G. Kajian Pustaka... 12

H. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II RUANG LINGKUP PENDIDIKAN AKHLAK A. Akhlak ... 15

1. Pengertian Akhlak ... 15

2. Macam-Macam Akhlak... 16

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak ... 18

B. Pendidikan Akhlak ... 23

1. Pengertian Pendidikan Akhlak ... 23

2. Dasar Pendidikan Akhlak... 25

3. Tujuan Pendidikan Akhlak... 27

C. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak ... 29

D. Metode Pendidikan Akhlak ... 38

BAB III TAFSIR SURAT MARYAM AYAT 41-42 1. Jenis-jenis Tafsir ... 45

2. Kisah Nabi Ibrāhīm AS ... 49

3. Asbāb An-NuzūlSurat Maryam... 56

4. Analisis Surat Maryam Ayat 41-42 ... 59

(13)

xiii

b. Surat Maryam Ayat 42 ... 63

BAB IV PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN

SURAT MARYAM AYAT 41-42

A. Pendidikan Akhlak dalam Al-Quran... 71 B. Pendidikan Akhlak yang Terdapat dalam Surat Maryam

Ayat 41-42 dan Aktualisasinya dalam Pendidikan Karakter ... 73 1. Pendidikan Akhlak dalam Surat Maryam Ayat 41-42 ... 73 2. Aktualisasi QS. Maryam 41-42 dalam Pendidikan Karakter ... 75

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 80 B. Saran-Saran ... 81 C. Penutup... 82

DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP PENULIS

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Riwayat Hidup Penulis 2. Daftar SKK

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah menurunkan kitab-kitab suci-Nya kepada para Rasul-Nya sebagai pedoman hidup manusia, diantara kitab-kitab suci itu adalah al-Qur‟an.

Al-Qur‟an merupakan firman Allah yang bersifat (berfungsi) mukjizat (sebagai

bukti kebenaran atas kenabian Muhammad SAW) yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, yang tertulis di dalam mushaf-mushaf, yang dinukil (diriwayatkan) dengan jalan mutawatir, dan yang membacanya dipandang beribadah (Masjfuk Zuhdi, 1997: 1).

Al-Qur‟an tersebut diberikan kepada nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril yang di dalamnya mengandung petunjuk, panduan, aqidah, akhlak, hukum, kisah, ibadah serta janji dan ancaman (Ali Abdul Hamim Mahmud, 2004: 178).

Islam mengajarkan kepada pemeluknya agar dapat bermuamalah dengan adab dan akhlak yang baik, akhlak yang terpuji bagi seorang muslim mempunyai kedudukan yang sangat penting. Bahkan salah satu risalah yang diemban nabi Muhammad SAW adalah menyempurnakan akhlak. Ini semua karena beliau seorang yang diakui kebaikan akhlaknya oleh Allah dan manusia.

ٍمْيِظَع ٍقُلُخ ىَلَعَل َكَّنِإَو

“Sesungguhnya engkau (hai Muhammad) memiliki budi pekerti yang luhur”.

(16)

2

Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak mulia juga merupakan buah yang dihasilkan dari proses penerapan aqidah dan syariah. Ibarat bangunan, akhlak mulia merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah fondasi dan bangunannya dibangun dengan baik.

Sumber akidah dan akhlak dalam ajaran Islam pada dasarnya berasal pada al-Qur‟an dan Sunnah nabi Muhammad SAW (Darmiyati Zuchdi, 2009: 86). Baik dan buruk dalam akhlak Islam ukuranya adalah baik dan buruk menurut kedua sumber itu, bukan baik dan buruk menurut ukuran manusia. Karena kebenaran dan keaslian al-Qur‟an sudah tidak diragukan lagi.

Secara umum akhlak Islam dibagi menjadi dua, yaitu akhlak mulia

(al-akhlaq al-mahmudah/al-karimah) dan akhlak tercela (akhlaq

al-madzmumah/al-qabihah). Akhlak mulia harus diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari, sedangkan akhlak tercela harus dijauhi dan jangan sampai dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Akhlak bukan hanya teori tetapi juga pernah dipraktikkan oleh sejumlah manusia dalam suatu zaman, sehingga muncul sebagai penyelamat dunia dan pelopor peradaban. Ada sebuah syair yang digubah oleh Syauqi Bek yakni:

َأ ْتَبَىَذ ْمُى ْنِإَف , ْتَيِقَب اَم ُق َلَْخ َْلْا ُمَمُْلْا اََّنَِّإَو

اْوُ بَىَذ ْمُهُ ق َلَْخ

“Suatu bangsa dikenal karena akhlaknya (budi pekerti), jika budi pekertinya telah runtuh maka runtuhlah bangsa itu”. (Mansur, 2007: 230)

(17)

3

berakhlak luhur. Sebab yang menyebabkan kehancuran dan kejahatan itu memang bukan kurangnya ilmu melainkan kurangnya akhlak.

Tujuan utama pendidikan akhlak adalah agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah. Inilah yang akan mengantar manusia kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Akhlak seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur‟an dan Sunnah.

Adapun alasan peneliti mengambil surat Maryam ayat 41-42 bahwa di dalam surat ini diceritakan kisah nabi Ibrāhīm, yaitu seorang yang sangat benar sikap, ucapan, dan perbuatnya, serta nabi Ibrāhīm ini merupakan seseorang yang memiliki tauhid yang baik. Akhlak nabi Ibrāhīm ini di akui di dalam

al-Qur‟an dan menjadi pedoman terutama bagi orang tua dan pendidik.

Diharapkan pendidik dan orang tua mencontoh serta dapat mengaplikasikan dalam pendidikan anak. Apalah arti seorang anak pintar dan cerdas tapi tidak memiliki hati nurani, angkuh, sombong, tidak mensyukuri nikmat Allah, durhaka kepada orang tua dan menganggap orang lain tidak ada apa-apanya. Pendidik dan orang tua diharapkan mampu untuk mencontoh pendidikan akhlak yang terdapat dalam al-Qur‟an surat Maryam ayat 41-42. Hal tersebut yang mendorong penulis untuk menyusun skripsi dengan judul PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR‟AN SURAT MARYAM AYAT 41-42.

B. Rumusan Masalah

(18)

4

1. Bagaimana akhlak dan pendidikan akhlak dalam al-Qur‟an?

2. Bagaimana isi pendidikan akhlak dalam al-Qur‟an surat Maryam ayat 41-42 dan aktualisasinya dalam pendidikan karakter?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui akhlak dan pendidikan akhlak dalam al-Qur‟an.

2. Mengetahui isi pendidikan akhlak yang terdapat dalam al-Qur‟an surat Maryam ayat 41-42 dan aktualisasinya dalam pendidikan karakter.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Memberi sumbangan pemikir bagi ilmu pendidikan Islam pada umumnya dan pendidikan akhlak pada khususnya terutama mengenai konsep pendidikan akhlak dalam al-Qur‟an dan pendidikan akhlak yang terkandung surat Maryam 41-42.

2. Manfaat Praktis

(19)

5

keluarga dan orang tua sangat dibutuhkan, sehingga tujuan pendidikan akhlak dapat tercapai yaitu akhlak-akhlak yang mulia.

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari adanya kemungkinan penafsiran yang salah tentang istilah-istilah yang digunakan dalam judul penelitian, maka penulis perlu untuk menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul ini, antara lain:

1. Pendidikan Akhlak

Pendidikan berasal dari kata dasar “didik” yang mendapat awalan pe

dan akhiran an, yang berarti suatu perbuatan untuk memelihara, memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan). Dalam mendidik juga akan dihasilkan

suatu “didikan” yang berarti hasil mendidik yang berupa manusia atau

hewan yang dididik, ini semua berhubungan erat dengan “pendidik” yaitu

orang yang mendidik. Jadi, pendidikan dalam KBBI adalah suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan yang berupa proses, cara, dan perbuatan mendidik (KBBI, 2000: 263).

Pendidikan adalah suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara efektif dan efisien (Azyumardi Azra, 2012: 4). Dengan pendidikan, maka akan dihasilkan kualitas manusia yang memiliki kehalusan budi dan jiwa, dan memiliki kesadaran penciptaan dirinya.

(20)

6

Sedangkan pengertian akhlak menurut Al-Ghazali dalam kitab Ihya‟ Ulum al-Din yakni:

اَهْ نَع ,ٌةَخِساَر ِسْفَّ نلا ِفِ ٍةَئْيَى ْنَع ٌةَراَبِع ُقُلُْلْاَف

َلَِإ ٍةَجاَحِْيَْغ ْنِمٍرْسُيَو ٍةَلْوُهُسِب ُلاَعْ فَْلْاُرُدْصَت

.ٍةَيْؤُرَو ٍرْكْف

“Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan

perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan

pemikiran dan pertimbangan”. (Imam al-Ghazali, 2003: 53)

Dengan demikian bila ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud akhlak pada pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Akhlak mengenai hubungan manusia dengan manusia sebagai ciptaan

(hablumminannas).

b. Akhlak dalam hubungannya manusia dengan Allah sebagai pencipta

(hablumminallah).

Pendidikan akhlak adalah usaha sadar dan tidak sadar yang dilakukan oleh seorang pendidik untuk membentuk kepribadian yang baik pada seorang anak didik baik dari segi jasmani maupun rohani, sehingga terbentuk manusia yang taat kepada Allah. ( http://skripsi-

(21)

7

Ditinjau dari bahasa, al-Qur‟an berasal dari bahasa Arab, yaitu bentuk jamak dari kata benda (masdar) dari kata qara‟a – yaqra‟u –

qur‟anan (بنارق - أرقٌ – أرق) yang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca

berulang-ulang (Mahmud Yunus, 2010: 335). Kosep pemakaian kata tersebut dapat dijumpai pada salah satu surah al-Qur‟an yaitu surat al

-Qiyāmah ayat 17-18:

(

ٔٛ

)

ُوَنآْرُ ق ْعِبَّتاَف ُهاَنْأَرَ ق اَذِإَف

(

ٔٚ

)

ُوَنآْرُ قَو ُوَعَْجَ اَنْ يَلَع

َّنِإ

“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (didadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai

membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.” (QS. al-Qiyāmah: 17-18)

Al-Qur‟an secara istilah yaitu firman Allah yang bersifat (berfungsi) mukjizat (sebagai bukti kebenaran atas kenabian Muhammad) yang diturunkan kepada nabi Muhammad, yang tertulis di dalam mushaf-mushaf, yang dinukil (diriwayatkan) dengan jalan mutawatir, dan yang membacanya dipandang beribadah (Masjfuk Zuhdi, 1997: 1). Al-Qur‟an yang diberikan Allah kepada nabi Muhammad di dalamnya mengajarkan berbagai prinsip dalam hidup, diantaranya aqidah, akhlak, muamalah, pendidikan dan sebagainya.

Maryam adalah seorang hamba Allah yang taqwa dan memperoleh rahmad dari-Nya. Surat ini dinamakan Maryam, karena mengandung kisah

Maryam, ibu dari nabi Isā AS. Surat ini menceritakan kelahiran yang ajaib,

(22)

8

Dalam surat Maryam 41-42 ini juga diceritakan kisah nabi Ibrāhīm, yaitu seorang nabi yang sangat benar sikap, ucapan, dan perbuatanya. Sifat baik Ibrāhīm menekankan pada pendidikan akhlak dan tauhid. Adapun QS. Maryam ayar 41-42 tersebut yaitu:

Qur‟an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat mencintai

kebenaran dan seorang Nabi.

42. (Ingatlah) ketika ia (Ibrāhīm) berkata kepada bapaknya; "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?. (QS. Maryam: 41-42).

Penulis membatasi surat Maryam beberapa ayat, dalam hal ini yang dimaksud adalah ayat 41-42 karena ayat tersebut ada kaitanya dengan pendidikan akhlak,

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan (library

research), karena semua yang digali adalah bersumber dari pustaka

(Sutrisna Hadi, 1981: 9). Penelitian kepustakaan adalah penelitian dengan mencari dan membandingkan naskah atau pendapat para ahli tafsir dan ahli pendidik tentang pendidikan akhlak.

2. Sumber Data

(23)

9

Yang dimaksud sumber data primer di sini kitab-kitab tafsir,

al-Qur‟an yang membahas pokok permasalahan secara langsung yang

dijadikan acuan penulis untuk membuat skripsi. b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder yang penulis maksud adalah buku-buku yang membahas pokok permasalahan secara tidak langsung. Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku karangan ilmiah, majalah, artikel yang berhubungan dengan pokok permasalahan. 3. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan atau mengadakan penelitian kepustakaan (library research), maka metode yang digunakan

untuk membahas sekaligus sebagai kerangka pikir pada penelitian adalah sebagai berikut:

a. Metode Tafsir Maudhu‟i

Metode tafsir maudhu‟i (tematik) adalah metode yang ditempuh seorang mufassir dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al-Qur‟an yang berbicara tentang satu masalah/ tema (maudhu‟) serta mengarah kepada satu pengertian dan satu tujuan, sekalipun ayat-ayat itu (cara) turunnya berbeda, tersebar pada berbagai surat dalam

al-Qur‟an dan berbeda pula waktu dan tempat turunnya (Said Agil Husin

Al Munawar, 2002: 73).

(24)

10

dimungkinkan (jika ayat-ayat itu turun karena sebab tertentu), menguraikanya dengan sempurna menjelaskan makna dan tujuannya, mengkaji terhadap seluruh segi dan apa yang dapat diistinbatkan darinya, segi i‟rabnya, unsur-unsur balaghahnya, segi-segi i‟jaznya

(kemu‟jizatanya) dan lain-lain. Namun penulis hanya membatasi dua

ayat saja dalam pembahasan ini, yaitu dalam surat Maryam ayat 41-42. Dalam kaitanya dengan pendidikan akhlak, disini dapat kita lihat ayat-ayat tentang pendidikan akhlak cukup banyak tersebut baik di tengah-tengah surat Makiyyah maupun Madaniyah.

Seorang penafsir dapat mengikuti runtutan ayat yang sudah tersusun dengan mengemukakan munasabah dan asbabun nuzul dan

dalil-dalil yang relevan mengenai pendidikan akhlak, lalu menjelaskannya dan menarik kesimpulan makna yang dimaksud dengan yang memperkuat ide atau pendidikan akhlak berdasarkan argumentasi yang jelas.

b. Metode Deskripsi

Metode deskripsi adalah suatu metode penelitian dengan mendiskripsikan realita-realita, fenomena sebagaimana adanya yang dipilih dari prespektif subyektif (Winarno, 1989: 132). Maka penulis mendiskripsikan pemikiran al-Qur‟an khususnya surah Maryam ayat 41 -42.

(25)

11

Metode analisis adalah metode yang digunakan untuk menganalisis bab perbab guna mencari pendidikan akhlak yang terkandung dalam al-Qur‟an khususnya surat Maryam ayat 41-42 yang diperkuat oleh tafsir para mufassir.

G. Kajian Pustaka

Fungsi kajian pustaka adalah untuk mengemukakan hasi-hasil penelitian dahulu yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Adapun beberapa penelitian yang diakukan dan sejauh ini telah penulis ketahui adalah sebagai berikut:

1. Deden Indiarto, STAIN Salatiga, ekstensi jurusan PAI (2007), dengan judul

skripsi “Pendidikan Akhlak dalam al-Qur‟an surat ad-Dhuha ayat 9 sampai

11”, menyimpulkan bahwa konsep pendidikan akhlak dalam al-Qur‟an yaitu

berupa tingkah laku atau perbuatan, dinilai baik dan buruk, terpuji dan tercela, semata-mata karena syara‟ (al-Qur‟an dan As-Sunnah). Contoh

(26)

12

bahwasanya Allah akan menambah kemuliaan beliau, dan yang dicita-citakan oleh Rasulullah.

2. Siti Nurismawandari, STAIN Salatiga, jurusan PAI (2012), dengan judul

skripsi “Pendidikan Akhlak dalam al-Qur‟an dalam surat Luqman ayat 12

-19”. Menceritakan kisah hidup seorang hamba Allah yang bernama Luqman

terkenal dengan sebutan Al-Hakim, yang merupakan seorang yang bijaksana , berilmu pengetahuan, pemahaman, perkataan serta perbuatan, sehingga dapat mengendalikan diri dari perbuatan jahat, dan bisa menempati sesuatu pada tempatnya. Luqman bukan seorang nabi, tetapi ia seorang hamba Allah yang banyak berbuat kebajikan, dan keyakinannya yang lurus, adapun pendidikan Luqman dalam mendidik anaknya antara lain: a) pendidikan bersyukur. b) pendidikan keimanan, c) pendidikan untuk berbakti kepada orang tua, d) pendidikan intelektual, e) pendidikan shalat, f) larangan takabur atau sombong,

H. Sistematika Penelitian

Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif dan menyeluruh maka diperlukan sebuah sistematika penulisan yang runtut dari satu bab ke bab yang selanjutnya. Sistematika sendiri memiliki arti suatu tata urutan yang saling berkaitan, saling berhubungan, dan saling melengkapi. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I pendahuluan akan dipaparkan tentang latar belakang masalah,

(27)

13

Bab II akan dikemukakan tentang pendidikan akhlak dalam al-Qur‟an

yang meliputi: pengertian akhlak, macam-macam akhlak, faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak, pengertian pendidikan akhlak, dasar pendidikan akhlak, tujuan pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan akhlak, serta metode pendidikan akhlak.

Bab III dikemukakan tentang tafsir al-Qur‟an surat Maryam ayat 41-42,

yang sebelumnya juga dikemukakan jenis-jenis tafsir, kisah nabi Ibrāhīm AS,

Asbābun nuzūl surat Maryam, baru kemudian analisis surat Maryam ayat 41-42.

Bab IV akan dikemukakan tentang pendidikan akhlak dalam al-Qur‟an

dan pendidikan akhlak yang terdapat dalam surat Maryam ayat 41-42 dan aktualisasinya dalam pendidikan karakter.

Bab V akan dikemukakan tentang penutup, berisi tentang kesimpulan,

(28)

14

BAB II

LANDASAN TEORI

RUANG LINGKUP PENDIDIKAN AKHLAK

A. Akhlak

1. Pengertian Akhlak

Secara bahasa kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab, yaitu khuluqun

( قُلُخ( yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa ( َقَلَخ) yang berarti menciptakan, seakar dengan kata Khāliq ( ْقِلبَخ)

yang berarti pencipta, makhlūq ( ْقوُلْخَم) yang berarti diciptakan, dan khalq (قلَخ)

yang berarti penciptaan (Zahruddin, 2004: 1).

Al-Ghazali menjelaskan bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa, dari sifat itu timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran lebih dulu (Imam al-Ghazali, 2003: 53).

Pendapat Al-Ghazali hampir sama dengan pendapat Ibn Miskawaih, bahwa akhlak adalah sesuatu dalam jiwa yang mendorong seseorang mempunyai potensi-potensi yang sudah ada sejak lahir (Yunahar Ilyas, 2007: 2).

(29)

15

berkombinasi membawa kecenderungan pada pilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak jahat) (Mansur, 2007: 223). Jadi, akhlak menurut pendapat penulis adalah suatu perbuatan yang dimiliki manusia sejak lahir dan menjadi sebuah kebiasaan yang mantap. Akhlak diartikan sebagai tata krama, yaitu ilmu yang berusaha mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberi nilai kepada perbuatan baik atau buruk sesuai norma-norma dan tata susila.

2. Macam-Macam Akhlak

Pada dasarnya akhlak manusia itu ada dua macam, yaitu akhlak yang terpuji (al-akhlaq al-mahmudah) dan akhlak yang tercela (akhlaq

al-mazmumah) (Mansur, 2007: 238).

a. Akhlak Yang Terpuji (Al-Akhlaq Al-Mahmudah)

Akhlak terpuji adalah perbuatan-perbuatan baik yang datang dari sifat-sifat batin yang ada dalam hati menurut syara‟. Sifat-sifat itu biasanya disandang oleh para Rasul, anbiya, aulia, dan orang-orang salih. Adapun syarat-syarat diterima tiap amal salih itu dilandasi dengan sifat-sifat terpuji juga antara lain sebagai berikut:

1) Ikhlas, artinya beramal karena Allah.

2) Wara‟, artinya meninggalkan setiap hal yang haram atau yang ada subhatnya.

(30)

16

b. Akhlak Yang Tercela (Al-Akhlaq Al-Mazmumah)

Sifat tercela menurut syara‟ dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya yaitu

sifat-sifat ahli maksiat pada Allah. Sifat-sifat itu sebab tidak diterimanya amalan-amalan manusia, antara lain:

1) Ujub, yakni melihat kebagusan dan kebajikan diri sendiri dengan ajaib hingga dia memuji akan dirinya sendiri.

2) Takabur, yakni membesarkan diri atas yang lain dengan pangkat, harta, ilmu, dan amal.

3) Riya‟, yakni beramal dengan tujuan ingin mendapatkan pangkat, harta, nama, pujian, sebagai lawan dari ikhlas.

4) Hasad, yakni dengki, suka harta dunia baik halal maupun haram, lawan

dari wara‟ dan zuhud. Akhlak tercela lainya adalah mengumpat,

namimah, main judi, mencuri, mendengarkan bunyi-bunyian yang

haram, melihat sesuatu yang haram, dan bid‟ah.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak

Faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak, merupakan faktor penting yang berperan dalam menentukan baik dan buruknya tingkah laku

seseorang (Ali Mas‟ud, 2012: 39). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

(31)

17

Instink (naluri) adalah pola perilaku yang tidak dipelajari, mekanisme yang dianggap ada sejak lahir dan juga muncul pada setiap spesies (A. Budiarjo, 1987: 208-209). Dari definisi di atas, dapat ditarik pengertian bahwa setiap kelakuan manusia, lahir dari suatu kehendak yang digerakkan oleh naluri. Naluri merupakan tabiat yang dibawa manusia sejak lahir, jadi merupakan suatu pembawaan asli manusia. Naluri dapat mendatangkan manfaat dan mendatangkan kerusakan, tergantung cara pengekspresiannya. Naluri makan misalnya, jika diperturutkan begitu saja dengan memakan apa saja tanpa melihat halal haramnya, juga cara mendapatkanya sesuai dengan keinginan hawa nafsu, maka pastilah akan merusak diri sendiri. Islam mengajarkan agar naluri ini disalurkan dengan memakan dan meminum barang yang baik, halal, suci, dan tidak memperturutkan hawa nafsu. Sebagaimana firman Allah:

ْمُكَل ُوَّنِإ ِناَطْيَّشلا ِتاَوُطُح اْوُعِبَّتَ ت َلاَو اَبِّيَط ًلا َلََح ِضْرَْلاا ِفِ اَِّمِ اْوُلُك ُساَّنلا اَهُّ يَأ اَي

ٌْيِبُّم ُّوُدَع

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik, dari apa yang ada di bumi, dan jangan lah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena

sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al-Baqarah: 168)

b. Keturunan

(32)

18

Seperti halnya doa nabi Zakariā kepada Allah agar diberi anak yang

baik, yang terdapat dalam surat Ali-„Imrān ayat 38:

ءاَعُّدلا ُعيَِسَ َكَّنِإ ًةَبِّيَط ًةَّيِّرُذ َكْنُدَّل نِم ِلِ ْبَى ِّبَر َلاَق ُوَّبَر اَّيِرَكَز اَعَد َكِلاَنُى

“Di sanalah Zakariya mendo'a kepada Tuhannya seraya berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar do'a". (QS. Ali-„Imrān: 38)

Sifat-sifat yang diturunkan oleh orang tua kepada anaknya, pada garis besarnya ada dua macam:

1) Sifat Jasmaniah. Yakni kekuatan dan kelemahan otot dan urat syaraf orang tua dapat diwariskan kepada anak-anaknya. Orang tua yang kekar ototnya, kemungkinan mewariskan kekekaran itu pada anak cucunya, misalnya orang-orang Negro. Dan orang tua yang lemah fisiknya, kemungkinan mewariskan pula kelemahan itu pada anak cucunya. 2) Sifat Rohaniah. Yakni lemah atau kuatnya suatu naluri dapat

diturunkaan pula oleh orang tua yang kelak mempengaruhi tingkah laku anak cucunya.

c. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang melingkupi atau mengelilingi individu sepanjang hidupnya (Hamzah Ya‟qub, 1993: 71-72).

Karena luasnya pengertian “segala sesuatu” itu maka dapat disebut:

(33)

19

Faktor lingkungan dipandang cukup menentukan bagi pematangan watak dan kelakuan seseorang. Hal ini sejalan dengan penjelasan Allah dalam al-Qur‟an:

ًلَْيِبَس ىَدْىَأ َوُى ْنَِبِ ُمَلْعَأ ْمُكُّبَرَ ف ِوِتَلِكاَش ىَلَع ُلَمْعَ ي ُّلُك ْلُق

“Katakanlah: tiap-tiap orang berbuat menurut keadaan masing-masing.

Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalanya”. (QS.

A-Isrā‟ [17]: 84)

Sabda nabi Muhammad yang diriwayatkan At-Tirmidzi:

ا َم ُث ْي َح َللا ُق َّت ِا : َم َّل َس َو ِو ْي َل َع ُللا ى َّل َص ِللا ُل ْو ُس َر َلا َق : َلا َق ُو ْن َع ُللا َي ِض َر ي ِرا َف ِغ ْلا ر َذ ِب َأ ْن َع

. ٍن َس َح ٍق ُل ُِب ُسا َّنلا َق َلا َخ َو ،ا َه ِح ُْت ِة َن َس َْلا ِة َئ ِّي َّسلا ُع ْب ِت َأ َو ، َت ْن ُك

dari Abi Dzar Al Ghifari r.a. berkata, sabda Rasulullah SAW:

“Bertaqwalah kepada Allah dimanapun kamu berada, dan ikutlah perbuatan buruk dengan perbuatan baik maka akan menghapuskanya, dan bergaullah dengan manusia dengan sebaik-baik pergaulan”. (HR.

At-Tirmidzi no.1987) d. Kebiasaan

Salah satu faktor penting dalam akhlak manusia adalah kebiasaan. Kebiasaan adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga mudah dikerjakan. Sebuah adat istiadat yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari selalu menimbulkan dampak positif dan bisa juga dampak negatif, tapi nilai adat tersebut tetap berfungsi sebagai pedoman manusia untuk hidup bersama masyarakat dimana ia tinggal. Apabila adat kebiasaan telah lahir dalam suatu masyarakat ataupun pada diri seseorang, maka sifat dari adat itu sendiri adalah:

(34)

20

2) Tidak memakan waktu lama dan perhatian berlebihan dari sebelumnya (Istighfarotun Rahmaniyah, 2010: 98-99)

e. Kehendak

Kehendak merupakan faktor yang menggerakkan manusia untuk berbuat dengan sungguh-sungguh. Seseorang dapat bekerja sampai larut malam, dan pergi menuntut ilmu di negeri seberang berkat kekuatan kehendak.

Kehendak ini mendapatkan perhatian khusus dalam lapangan etik, karena itulah yang menentukan baik buruknya suatu perbuatan, dari kehendak inilah menjelma niat yang baik dan memburuk, sehingga perbuatan atau tingkah laku manusia menjadi baik dan buruk karena kehendaknya.

Menurut Hamzah Ya‟qub (1993: 74) bahwa kadang-kadang kehendak itu terkena penyakit sebagaimana halnya tubuh kita, antara lain: 1) Kelemahan Kehendak

Seseorang mudah menyerah kepada hawa nafsu, kepada lingkungan atau kepada pengaruh yang jelek. Kelemahan kehendak ini melahirkan kemalasan dan kelemahan dalam perbuatan.

2) Kehendak Yang Kuat Tetapi Salah Arah

Yaitu pada pola hidup yang merusak dalam berbagai bentuk kedurhakaan dan kerusakan. Misalnya, kehendak orang merampok seorang hartawan.

(35)

21

Pendidikan merupakan faktor penting yang memberikan pengaruh dalam pembentukan akhlak. Pendidikan turut mematangkan kepribadian manusia sehingga tingkah lakunya sesuai dengan pendidikan yang telah diterimanya.

Seperti halnya firman Allah dalam al-Qur‟an surat al-Mujādilah ayat 11:

ٌيِْبَخ َنوُلَمْعَ ت اَِبِ ُوَّللاَو ٍتاَجَرَد َمْلِعْلا اوُتوُأ َنيِذَّلاَو ْمُكنِم اوُنَمآ َنيِذَّلا ُوَّللا ِعَفْرَ ي

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujādilah: 11)

Sistem perilaku atau akhlak dapat dididikkan atau diteruskan dengan menggunakan sekurang-kurangnya dua pendekatan:

1) Rangsangan-jawaban (stimulus-response) atau yang disebut proses

mengkondisi, sehingga terjadi automatisasi, dan dapat dilakukan dengan melalui latihan, tanya jawab, dan mencontoh.

2) Kognitif yaitu penyampaian informasi secara teoritis, yang dapat dilakukan dengan cara melalui dakwah, ceramah, diskusi, dan lain-lain (Zakiah Daradjat, 1990: 545-555).

B. Pendidikan Akhlak

1. Pengertian Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak terbentuk dari dua suku kata yaitu “pendidikan” dan “akhlak”, dan untuk memudahkan dan memahami pengertian pendidikan akhlak

(36)

22

pendidikan, baik para ahli pendidikan barat maupun para ahli pendidikan Islam. Sedangkan pendidikan dalam KBBI adalah suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan yang berupa proses, cara, dan perbuatan mendidik (KBBI, 2000: 263). Sedangkan dalam bahasa Arab “pendidikan” sama dengan “At-Tarbiyyah”, kata At-Tarbiyyah berasal dari tiga bentuk

“rabā-yarbū” yang berarti bertambah tumbuh (Mahmud Yunus, 1989: 20).

Kata kedua “robaya” yang berarti mendidik, mengajar, mengasuh, dan yang ketiga adalah kata “rabba-rabaya” yang berarti mengasuh, mendidik,

mengemong (Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, 2002: 952). Merujuk pada ayat dalam al-Qur‟an:

اًرْ يِغَص ِنِ اَيَّ بَر اَمَك اَمُهَْحْْرا ِّبَّر ْلُقَو ِةَْحَّْرلا َنِم ِّلِذلا َحاَنَج اَمَُلَ ْضِفْخاَو

“ya Allah, sayangilah keduanya (orang tuaku) sebagaimana mereka telah mengasuhku (mendidikku) sejak kecil”. (QS. Al-Isrā‟: 24)

Sementara ahli pendidik Islam menyatakan bahwa “Tarbiyah” adalah proses menyadarkan manusia agar dapat mewujudkan penghambaan diri kepada Allah SWT. Baik secara individu maupun bersama-sama (Cahyadi Takariawan, 2003: 137).

Menurut Langeveld pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih cepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri (Hasbullah, 2009: 2).

(37)

23

bahagia di dunia dan akhirat. Pendidikan akhlak adalah suatu usaha yang disengaja, memberikan bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan ajaran Islam yang berupa penanaman akhlak mulia, latihan moral, fisik sehingga menghasilkan perubahan dalam hidup meliputi kebiasaan, tingkah laku, berfikir, dan bersikap dalam membentuk kepribadian yang mulia.

2. Dasar Pendidikan Akhlak

Dasar pendidikan akhlak adalah al-Qur‟an dan Hadist, karena akhlak merupakan sistem moral yang bertitik pada ajaran Islam. Al-Qur‟an dan hadist sebagai pedoman hidup umat manusia menjelaskan kriteria baik dan buruknya suatu perbuatan (Abu Ahmad dan Noor Salimi, 1994: 199). Al-Qur‟an sebagai dasar akhlak menjelaskan tentang kebaikan Rasulullah SAW sebagai teladan bagi seluruh umat manusia. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS.

Al-hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.(QS. Al-Ahzāb: 21)

Mengenai landasan atau dasar pendidikan akhlak telah dijelaskan dalam al-Qur‟an surat Maryam ayat 41-42 yang berisikan tentang teladan baik nabi

Qur‟an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat mencintai kebenaran

(38)

24

42. (Ingatlah) ketika ia (Ibrāhīm) berkata kepada bapaknya; "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?. (QS. Maryam: 41-42)

Dasar pentingnya akhlak dalam as-Sunnah dijelaskan oleh Rasulullah dalam sabdanya:

ِقَلْخَْلْا َمِراَكَم َمَِّتُِلْ ُتْثِعُب اََّنَّإ

“sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR.Ahmad dan Baihaqi) (Imam Ahmad Ibn Hanbal, 1991: 504)

Dari ayat-ayat al-Qur‟an dan as-Sunnah di atas, menunjukkan bahwa dasar dan pijakan pendidikan akhlak adalah al-Qur‟an dan Sunnah nabi. Dari dasar dan pedoman itulah dapat diketahui kriteria suatu perbuatan itu baik ataupun buruk.

3. Tujuan Pendidikan Akhlak

Al-Qur‟an menegaskan bahwa tujuan pendidikana akhlak adalah membina manusia. Secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya, untuk membangun konsep yang di tentukan Allah. Manusia yang dibina adalah akhlak makhluk yang memiliki unsur material (jasmani) dan inmaterial (akal dan jiwa), pembinaan akal menghasilkan menghasilkan ilmu, sedangkan pembinaan jiwanya menghasilkan kesucian dan akhlak mulia, dan pembinaan jasmaninya menghasilkan ketrampilan (Slamet Untung, 2007: 107).

Dalam konteks ini secara tegas menjelaskan bahwa apapun aktifitas yang dilakukan oleh manusia tidak dapat lepas dari tujuan dan penghambaan kepada Allah. Hal ini sebagaimana tertuang dalam surat al-An‟ām, 162:

ِل ِتِاََمَِو َياَيَْمََو يِكُسُنَو ِتَِلََص َّنِإ ْلُق

(39)

25

“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An‟ām: 162)

Adapun tujuan pendidikan akhlak menurut pendapat beberapa tokoh diantaranya:

a) Mahmud Yunus

Tujuan pendidikan akhlak yaitu membentuk putra-putri yang berakhlak mulia, berbudi luhur, bercita-cita tinggi, kemauan keras, beradab, sopan santun, baik tingkah lakunya, tutur bahasanya jujur dalam segala perbuatan, suci murni hatinya (Mahmud Yunus, 1996: 22).

b) Oemar M. At Taumy Asy-Syaibany

Tujuan pendidikan akhlak adalah menciptakan kebahagiaan dunia dan akhirat, kesempurnaan jiwa bagi individu dan menciptakan kebahagiaan, kemajuan, kekuatan, dan keteguhan bagi masyarakat (Oemar M. At Taumy Asy-Syaibany, 1979: 346).

c) M. Athiyah al-Abrasyi

Tujuan pendidikan akhlak adalah membentuk orang-orang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, beradab, ikhlas, jujur, dan suci (M. Athiyah al-Abrasyi, 1970: 1-2).

d) Anwar Masy‟ari

(40)

26

membenci, tidak saling mencurigai, serta tidak ada persengketaan diantara

hamba Allah (Anwar Masy‟ari, 2007: 5).

Adapun tujan utama pendidikan akhlak adalah agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berjalan di jalan yang lurus yaitu jalan yang diridhai oleh Allah. Inilah yang akan mengantar manusia bahagia di dunia dan akhirat.

Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah terbinanya akhlak terpuji dan mulia sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah dan dapat tercapai keselamatan di dunia dan akhirat.

C. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

Dalam garis besarnya, akhlak di bagi menjadi dua bagian yaitu, akhlak terhadap Allah (yang menciptakan) dan makhluk (yang diciptakan) (Zubaedi, 2011: 66). Adapun uraian sebagai berikut:

1. Akhlak Terhadap Allah SWT

Akhlak kepada Allah merupakan esensial dari pada akhlak-akhlak yang lain. Akhlak terhadap Allah merupakan tolak ukur keberhasilan dalam memahami dan melaksanakan nilai-nilai akhlak yang lainnya. Jika akhlak terhadap Allah lemah (kualitas rendah), maka akan mempengaruhi kualitas akhlak lainya. Dengan demikian, untuk menjalani proses hidup dengan baik, manusia perlu menjalin hubungan (bertakarub) secara harmonis dengan pencipta (al-Khaliq), sehingga perjalanan kehidupan manusia senantiasa

mendapat bimbingan dan petunjuk dari Allah.

(41)

27

bertawakal kepada-Nya, mengharapkan rahmat-Nya, takut akan siksaan-Nya, itulah yang dinamakan akhlak kepada Allah. Ketika manusia konsisten dan menjaga akhlak kepada Allah dengan baik, maka manusia akan di tambah derajatnya, kedudukan semakin tinggi, dan kemuliaan yang agung. Sehingga manusia akan mendapatkan perlindungan dari Allah.

Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 163:

َّلاِإ َوَلِإ َّلا ٌدِحاَو ٌوَلِإ ْمُكُه َلِإَو

ُميِحَّرلا ُنَْحَّْرلا َوُى

“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia

Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Baqarah: 163)

Ibadah secara umum meliputi segala perbuatan yang diizinkan oleh Allah. Manusia sebagai ciptaan Allah mempunyai kewajiban terhadap sang pencipta dan terhadap sesama manusia. Untuk ibadah dalam pengertian khusus artinya ibadah yang pelaksanaanya mempunyai tata cara tertentu. Dalam ajaran Islam, ibadah yang bersifat khusus antara lain: shalat, puasa, zakat, dan haji. Melalui ibadah manusia akan membangun kedekatan dengan sang pencipta. Sementara itu, termasuk bagian dari akhlak terhadap Allah yitu meminta tolong kepada Allah setelah terlebih dahulu melakukan ikhtiyar semaksimal mungkin. 2. Akhlak Terhadap Rasulullah SAW

Setiap umat Islam yakin bahwa Muhammad adalah rasul Allah dan merupakan kewajiban bagi manusia untuk beriman kepada Allah dan para rasul-Nya.

(42)

28

al-Qur‟an dan hadist tentang bagaimana bersikap kepada Rasulullah. Itulah yang dinamakan akhlak terhadap rasulullah.

Nabi Muhammad adalah manusia istimewa yang dipilih Allah yang harus dicintai, diikuti, dan ditaati oleh setiap muslim dan muslimah. Kedudukan sebagai nabi dan rasul inilah yang menjadikan nabi Muhammad mempunyai posisi tersendiri dibandingkan manusia lainnya.

Diantara perilaku atau akhlak yang harus dilakukan oleh setiap manusia terhadap rasulullah ialah sebagai berikut:

a. Menerima dan mengamalkan ajaran yang di bawanya.

َوَّللا اوُقَّ تاَو اوُهَ تناَف ُوْنَع ْمُكاَهَ ن اَمَو ُهوُذُخَف ُلوُسَّرلا ُمُكاَتآ اَمَو

ِباَقِعْلا ُديِدَش َوَّللا َّنِإ

“Apa yang di berikan Rasul kepadamu, maka terimalah, dan apa yang

dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.

Sesungguhnya Allah amat keras hukumanya.” (QS. Al-Hasyr: 7)

b. Mengikuti dan Mengamalkan Sunahnya

Merupakan keharusan bagi umatnya yaitu umat Islam untuk mengikuti jejaknya baik dalam ibadah maupun akhlak, karena di sana ada jaminan dari Rasulullah, barang siapa yang mengikuti beliau akan dicintai Allah dan di ampuni dosanya.

c. Mengucapkan Shalawat dan Salam Kepadanya.

Adapun akhlak manusia terhadap Rasulullah antara lain:

1) Taat kepada rasulullah, mengikuti jejaknya, dan meniti jalanya dalam seluruh aspek dunia dan akhirat.

(43)

29

3) Mencintai siapapun yang dicintai rasulullah. Memusuhi siapa saja yang di musuhi oleh rasulullah, ridha dengan apa saja yang diridhainya, dan marah kepada apa yang dimarahi beliau.

4) Mengagungkan rasulullah, mengucap salawat dan salam untuknya, dan menghormati seluruh kelebihanya.

5) Membenarkan apa yang dijelaskan oleh rasulullah tentang persoalan dunia, dan masalah-masalah ghaib di kehidupan dunia atau kehidupan akhi rat.

6) Menghidupkan sunah rasulullah mementingkan syariatnya, menyampaikan dakwahnya, dan melaksanakan wasiatnya.

7) Merendahkan suara di kuburanya, dan di masjid bagi orang yang mendapatkan kehormatan bisa menziarahi kuburanya.

8) Mencintai orang-orang salih, loyal kepada mereka karena kecintaannya rasulullah kepada mereka, marah kepada orang-orang fasik, dan memusuhi mereka, karena kemarahan beliau kepada mereka.

3. Akhlak Pada Diri Sendiri

Orang muslim meyakini bahwa kebahagiaan di dunia, dan akhirat sangat di tentukan oleh sejauh mana pembinaan terhadap dirinya, perbaikan dirinya dan penyucian diirinya.

Di dalam Islam, orang muslim dalam memperbaiki dirinya, pembinanya, dan membersihkan dengan menempuh jalan-jalan sebagai berikut:

(44)

30

Taubat adalah melepaskan diri dari semua dosa dan maksiat, menyesali semua dosa-dosa masalahnya, dan bertekad tidak kembali kepada dosa di sisa-sisa umurnya.

Firman Allah:

َنوُحِلْفُ ت ْمُكَّلَعَل َنوُنِمْؤُمْلا اَهُّ يَأ ًاعيَِجَ ِوَّللا َلَِإ اوُبوُتَو

“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang

beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nuūr: 31)

b. Muraqobah

Muraqobah adalah merasa diawasi oleh Allah di setiap waktu kehidupan sehingga akhir kehidupanya, dan mengamati apa saja yang dikerjakan oleh semua jiwa. menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrāhīm yang lurus ? Dan Allah mengambil

Ibrāhīmmenjadi kesayanganNya.” (QS.An-Nisā: 125)

c. Muhasabah (Evaluasi)

(45)

31

apa yang telah dirusak. Inilah yang dinamakan muhasabah terhadap dirinya sendiri.

Allah berfirman:

ِبَخ َوَّللا َّنِإ َوَّللا اوُقَّ تاَو ٍدَغِل ْتَمَّدَق اَّم ٌسْفَ ن ْرُظنَتْلَو َوَّللا اوُقَّ تا اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي

َنوُلَمْعَ ت اَِبِ ٌيْ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha

Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 59)

d. Mujahadah (Perjuangan)

Orang muslim mengetahui bahwa musuh besarnya adalah hawa nafsu yang ada pada dirinya, bahwa watak hawa nafsu adalah condong kepada keburukan , lari dari kebaikan, dan memerintahkan kepada keburukan seperti yang dikatakan Zulaikah dalam al-Qur‟an.

ِحَر اَم َّلاِإ ِءوُّسلاِب ٌةَراَّمَلْ َسْفَّ نلا َّنِإ يِسْفَ ن ُئِّرَ بُأ اَمَو

ٌميِحَّر ٌروُفَغ ِّبَر َّنِإ َِّبَر َم

“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena

sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha

Pengampun lagi Maha Penyanyang.”(QS. Yūsuf: 53)

Selain itu, watak hawa nafsu ialah senang malas-malasan, santai, dan menganggur, serta larut dalam syahwat, kendati di dalamnya terdapat kecelakaan, dan membinasakan. Manusia harus mampu melawan hawa nafsu dan bertekat mengatasi seluruh perjuanganya melawan hawa nafsu. Menentang syahwatnya hingga dirinya menjadi tentram, bersih, dan menjadi baik. Itulah tujuan utama mujahadah (perjuangan) terhadap hawa nafsu. 4. Akhlak Manusia Kepada Sesama Manusia

(46)

anggota-32

anggota keluarga melalui pembentukan kepribadian individu yang baik. Sebagai salah satu bagian dari masyarakat, untuk lebih jelasnya kondisi masyarakat itu ada beberapa uraian:

a. Akhlak di Lingkungan Keluarga

Setelah manusia lahir, maka akan terlibat dengan jelas fungsi keluarga dalam pendidikan, yaitu memberi pengalaman kepada anak, baik melalui pemeliharaan, pembinaan, dan pengaruh yang menuju pada terbentuknya tingkah laku yang diinginkan oleh orang tua.

Orang tua (keluarga) merupakan pusat kegiatan rohani pada anak yang pertama, baik itu tentang sikap, cara berbuat, cara berfikir itu akan kelihatan. Keluarga juga sebagai pelaksana pendidikaan Islam yang akan mempengaruhi dalam pembentukan akhlak yang mulia.

b. Akhlak di Lingkungan Tetangga atau Kerabat

Tetangga mempunyai hak-hak atas dirinya, dan akhlak harus dijalankan terhadap tetangga mereka dengan sempurna, berdasarkan dalil-dalil berikut:

Firman Allah:

ِبُنُْلْا ِراَْلْاَو َبَْرُقْلا يِذ ِراَْلْاَو ِيِكاَسَمْلاَو ىَماَتَيْلاَو َبَْرُقْلا يِذِبَو ًاناَسْحِإ ِنْيَدِلاَوْلاِبَو

“Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang

jauh”. (QS. An-Nisā‟: 36)

c. Akhlak Kepada Manusia Secara Umum

(47)

33

menolong, saling komitmen dalam kebersamaan sehingga terwujudnya hubungan komunikasi yang harmonis serta tumbuh sikap persaudaraan. Manusia yang bersatu dan menggalang agar terciptanya kedamaian, ketentraman, dan kesejahteraan yang dapat menjadikan masyarakat yang diidamkan.

5. Akhlak Manusia Kepada Alam Sekitar

Akhlak manusia terhadap alam bukan semata-mata untuk kepentingan alam, tetapi jauh dari itu untuk memelihara, melestarikan alam, dan sekaligus memakmurkan manusia. Alam dalam hal ini dipahami sebagai segala sesuatu yang berada di langit dan di bumi beserta isinya selain Allah. Manusia ditugaskan Allah menjadi khalifah (wakil) di bumi dengan diberikan

kemampuan untuk mengelola dan mengolah alam semesta. Hubungan antara manusia dan alam bukan merupakan hubungan antara penakluk dan yang di tahlukkan atau antara tuan dan hambanya, tetapi hubungan kebersamaan dalam ketundukan kepada Allah. Hal ini karena kemampuan manusia dalam mengelola dan anugerah yang diberikan Allah kepada manusia.

Firman Allah dalam surat Ali-„Imrān ayat 191:

ِضْرَلْاَو ِتاَواَمَّسلا ِقْلَخ ِفِ َنوُرَّكَفَ تَ يَو ْمِِبِوُنُج َىَلَعَو ًادوُعُ قَو ًاماَيِق َوّللا َنوُرُكْذَي َنيِذَّلا

ًلَِطاَب اذَى َتْقَلَخ اَم اَنَّ بَر

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.” (QS. Ali-„Imrān: 191)

(48)

34

a. Manusia hidup dan mati berada di alam (bumi).

b. Alam merupakan salah satu hal pokok yang dibicarakan oleh al-Qur‟an. c. Allah memerintahkan kepada manusia untuk menjaga kelestarian alam. d. Allah memerintahkan kepada manusia untuk mengambil manfaat

sebesar-besarnya dari alam, agar kehidupan menjadi makmur.

e. Manusia berkewajiban mewujuddkan kemakmuran dan kebahagiaan di muka bumi.

Berakhlak terhadap alam dapat dilakukan manusia dengan upaya-upaya pelestarian alam sebagai berikut:

a. Melarang penebangan pohon secara liar. b. Melarang perburuan binatang secara liar. c. Melakukan reboisasi (penghijauan).

d. Membuat cagar alam dan suakamargasatwa. e. Mengendalikan erosi dan lain-lain.

D. Metode Pendidikan Akhlak

(49)

35

digunakan dalam rangka pendidikan akhlak menuju terwujudnya peserta didik berakhlak baik, antara lain:

a. Metode Alami

Sebagai berkat anugerah Allah, manusia diciptakan telah dilengkapi dengan akal, syahwat, dan nafsu. Semua anugerah tersebut berjalan sesuai dengan hajat hidup manusia yang diperlukan adanya keseimbangan. Metode alami ini adalah suatu metode akhlak yang baik diperoleh bukan melalui pendidikan, pengalaman ataupun latihan, tetapi diperoleh melalui insting atau naluri yang dimilikinya secara alami. Sesuai firman Allah SWT:

اَهْ يَلَع َساَّنلا َرَطَف ِتَِّلا ِوَّللا َةَرْطِف

“(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu”. (QS. Ar-Rūm: 30)

Pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk berbuat baik, seperti halnya berakhlak baik. Sebab bila ia berbuat jahat, sebenarnya sangat bertentangan dan tidak dikehendaki oleh jiwa (hati) yang mengandung fitrah tadi. Meskipun demikian, metode ini tidak bisa diharapkan secara pasti tanpa adanya metode atau faktor lain yang mendukung, seperti pendidikan, pengalaman, latihan, dan lain-lain. Tetapi paling tidak metode alami ini jika dipelihara dan dipertahankan akan melakukan akhlak yang baik sesuai dengan fitrah dan suara hati manusia. Metode ini cukup efektif untuk menanamkan kebaikan pada anak, karena pada dasarnya manusia mempunyai potensi untuk berbuat kebaikan, tinggal bagaimana merawat dan menjaganya.

(50)

36

Maksud dari metode langsung adalah dengan cara mempergunakan petunjuk, tuntunan, nasihat, menyebutkan manfaat dan bahayanya sesuatu. Kepada peserta didik dijelaskan mengenai hal-hal yang bermanfaat dan yang tidak, menuntunnya pada amal-amal salih, menolong mereka untuk berbudi pekerti yang tinggi dan menghindari hal-hal yang tercela.

c. Metode Tidak Langsung

Metode ini berjalan dengan cara memberikan sugesti, seperti mendiktekan sajak-sajak yang mengandung hikmat-hikmat kepada anak-anak, memberikan nasihat-nasihat dan berita-berita berharga, mencegah mereka dari membaca sajak yang kosong, termasuk yang menggugah soal-soal cinta dan pelakon-pelakonya (Muhammad „Athiyyah Al-Abrasyi, 2003: 116-117).

d. Metode Mujahadah dan Riyadlah

Orang yang ingin menjadi penyantun, maka jalannya dengan membiasakan bersedekah, sehingga menjadi tabiat yang mudah mengerjakanya dan merasa tidak berat lagi. Mujahadah atau perjuangan yang dilakukan oleh guru menghasilkan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Memang pada awalnya cukup berat, namun apabila manusia bersunggu-sungguh pasti akan menjadi suatu kebiasaan. Metode ini sangat tepat untuk mengajarkan tingkah laku dan perbuatan baik lainya, agar peserta didik mempunyai kebisaan berbuat baik, sehingga menjadi akhlak baik baginya, walaupun dengan usaha yang keras dan melalui perjuangan yang sungguh-sungguh.

(51)

37

perkembangan jiwanya walaupun seakan-akan dipaksakan, agar anak dapat terhindar dari keterlanjuran yang menyesatkan (Zainuddin, 1991: 107).

Oleh karena itu, guru harus memberikan bimbingan secara terus menerus kepada peserta didiknya agar tujuan pendidikan akhlak dapat tercapai secara optimal.

e. Metode Teladan

Akhlak yang baik tidak hanya diperoleh melalui mujahadah, latihan atau riyadlah, dan diperoleh secara alami berdasarkan fitrah saja. Akan tetapi akhlak juga bisa diperoleh melalui teladan, yaitu mengambil contoh atau meniru orang yang dekat dengannya. Oleh karena itu dianjurkan untuk bergaul dengan orang-orang yang berbudi pekerti luhur. Pergaulan sebagai salah satu bentuk komunikasi manusia memang sangat berpengaruh dan akan memberikan pengalaman-pengalaman yang bermacam-macam.

Metode teladan ini memberikan kesan atau pengaruh atas tingkah laku perbuatan manusia, metode ini sangat efektif untuk pengajaran akhlak. Maka seyogyanya guru menjadi panutan utama bagi peserta didik dalam segala hal, misalnya kelembutan dan kasih sayang, banyak senyum dan ceria, lemah lembut dalam bertutur kata, disiplin beribadah dan menghiasi diri dengan tingkah laku yang baik (Chabib Thoha, 1999: 127-129).

f. Metode Pengawasan/Perhatian

(52)

38

menanyakan secara terus menerus tentang keadaannya, baik dari jasmani maupun rohani. Dengan kata lain, pendidikan dengan pengawasan dan perhatian tidak hanya terbatas pada satu pembentukan saja. Tetapi juga mencakup berbagai segi yaitu keimanan, intelektual, moral,fisik, spikis, dan sosial kemasyarakatan. Perlu diingat, dalam memberikan perhatian dan pengawasan hendaknya dengan tata carayang menyenangkan sehingga anak tidak merasa terkekang dan sebagainya.

g. Metode Nasehat

Diantara metode dan cara-cara mendidik yang efektif didalam upaya membentuk keimanan anak, mempersiapkannya secara moral, psikis dan secara sosial adalah mendidik dengan memberi nasehat (Abdullah Nashih Ulwan, 1998: 70). Yang dimaksud metode nasehat adalah memberi peringatan untuk menghindarisuatu perbuatan yang dilarang dan memerintahkan untuk mengerjakan perbuatan yang baik dengan berbicara lemah lembut, sehingga

menyentuh hati anak yang dinasehati. “maka suatu hal yang pasti jika pendidik

memberi nasehat dengan jiwa iklas, suci, dan dengan hati yang terbuka serta akal yang bijak, maka nasehat itu akan lebih cepat terpengaruh tanpa bimbang. Bahkan dengan cepat tunduk kepada kebenaran dan menerima hidayah Allah

yang diturunkan”. (Abdullah Nashih Ulwan, 1998: 65-66)

Allah berfirman:

(53)

39

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (QS. An-Nahl: 125).

h. Metode Pembiasaan

(54)

40

BAB III

TAFSIR SURAT MARYAM AYAT 41-42

Surat Maryam terdiri dari 98 ayat. Keseluruhan ayatnya turun sebelum nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah. Nabi Muhammad menamai surat ini dengan

“Surat Maryam” karena pada surat ini diuraikan dengan cukup panjang kisah Maryam (M.

Quraish shihab, 2012: 335).

Selain kisah Maryam surat ini juga menguraikan kisah-kisah lain seperti kisah

Zakariyā, Īsā, Yahyā, Ibrāhīm, Isḫāq, Mūsa, Hārūn, Ismāīl, dan Idrīs.

Skripsi ini hanya fokus pada surat Maryam ayat 41-42 yang berisi teladan nabi

Ibrāhīm. Pembahasan dalam tafsir ayat ini diambil dari tafsir al-Misbah dan al-Lubab karya

Quraish Shihab, tafsir Ibnu Katsir karya M. Nasib ar-Rifa‟I dan kitab-kitab tafsir alqur‟an lainnya. Namun, sebelum membahas tafsir surat Maryam 41-42 tersebut, alangkah lebih baiknya jika kita mengetahui jenis-jenis tafsir dan kisah nabi Ibrāhīm AS terlebih dahulu.

1. Jenis-Jenis Tafsir

Tafsir adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan al-Qur‟an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi

penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan al-Qur‟an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami dan samar artinya, dalam memahami dan menafsirkan al-Qur‟an diperlukan bukan hanya pengetahuan bahasa Arab saja tetapi juga berbagai macam ilmu pengetahuan yang menyangkut al-Qur‟an dan isinya, ilmu untuk memahami al-Qur‟an dinamakan ulumul Qur‟an. Adapun metode-metode dalam menafsirkan al-Qur‟an diantaranya sebagai berikut:

(55)

41

Ijmali yaitu penafsiran al-Qur‟an dengan uraian singkat dan global, tanpa uraian panjang lebar. Mufassir menjelaskan arti dan makna ayat dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan sebatas arti tanpa menyinggung hal-hal selain arti yang dikehendaki. Hal ini dilakukan terhadap ayat-ayat al-Qur‟an ayat demi ayat dan surat demi surat, sesuai urutan dalam muskhaf dalam rangkai uraian yang mudah dengan bahasa dan cara yang dapat dipahami orang yang pintar dan orang yang bodoh dan juga orang pertengahan antara keduanya. b. Tahlili

Tahlili adalah tafsir yang mengkajia ayat-ayat al-Qur‟an dari segala segi dan maknanya, ayat demi ayat dan surat dami surat, sesuai dengan urutan dalam muskhaf Utsmani. Untuk itu, pengkajian metode ini kosa kata dan lafadz, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, menjelaskan apa yang dapat diistinbathkan dari ayat serta mengemukakan kaitan ayat-ayat dan relevansinya dengan ayat sebelumnya dan sesudahnya. Untuk itu ia merujuk kepada sebab sebab turunya ayat, hadist-hadist Rasulullah

dan riwayat dari para sahabat dan tabi‟in. metode ini di bagi menjadi 7 jenis,

yaitu: tafsir bi al-ma‟tsur, tafsir bi al-ra‟yi, tafsir shufi, tafsir fikih, tafsir falsafi,

tafsir „ilmi, dan tafsir adabi.

Sebagai contoh penafsiran metode tahliliy yang menggunakan

bentuk Al-Tafsir bi al-Ma‟tsur (Penafsiran ayat dengan ayat lain), misalnya :

kata-kata al-muttaqin (orang-orang bertakwa) dalam ayat 1 surat al-Baqarah

(56)

42 menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. (QS.

al-Baqarah: 3-5) c. Muqaran

Muqaran aitu metode yang ditempuh seorang mufassir dengan cara mengambil sejumlah ayat al-Quran, kemudian mengemukakan penafsiran para ulama terhadap ayat-ayat itu, dan mengungkapkan pendapat mereka serta membandingkan segi-segi dan kecenderungan masing-masing yang berada dalam penafsiran al-Qur‟an. Kemudian menjelaskan bahwa diantara mereka ada yang corak penafsiranya ditentukan oleh disiplin ilmu yang dikuasainya. Ada diantara mereka yang menitik beratkan pada bidang nahwu, yakni segi-segi

i‟rab, seperti Imam al-Zarkasyi. Ada yang corak penafsiranya ditentukan oleh

kecenderungannya kepada bidang balaghah, seperti „Abd al-Qahhar al-Jurjany

dalam kitab tafsirnya I‟jaznya al-Qur‟an dan Abu Ubaidah Ma‟mar ibn al

-Mutsanna dalam kitab tafsirnya al-mujaz, dimana ia memberi perhatian pada

penjelasan ilmu ma‟any, bayan, badi, baqiqat, dan majaz. Seorang mufassar

(57)

43

serta menjelaskan kepada pembaca alasan dari sikap yang diambilnya, sehingga pembaca merasa puas.

d. Maudhui (Tematik)

Maudhui Yaitu metode yang ditempuh seorang mufassir dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al-Qur‟an yang berbicara tentang sesuatu masalah/tema (maudhu) serta mengarah kepada suatu pengertian dan satu tujuan, sekalipun ayat-ayat itu (cara) turunnya berbeda, tersebar pada berbagai surat dalam al-Qur‟an dan berbeda pula waktu dan tempat turunnya (Said Agil Husin al-Munawar,2001: 73). Kemudian ia menemukan ayat-ayat sesuai dengan masa turunnya, mengemukakan sebab turunnya sepanjang hal itu dimungkinkan (jika ayat turun karena sebab tertentu), menguraikan dengan sempurna menjelaskan makna tujuannya, mengkaji terhadap seluruh segi dan apa yang

dapat diistinbatkan darinya, segi I‟rabnya, unsur-unsur balaghahnya, segi-segi

I‟jaznya (kemukjizatannya) dan lain-lain, sehingga satu tema dapat dipecahkan

secara tuntas berdasarkan seluruh ayat al-Qur‟an itu dan karenanya, tidak diperlukan ayat-ayat lain.

2. Kisah Nabi Ibrāhīm AS

(

ٙٓ

).

ُميِىاَرْ بِإ ُوَل ُلاَقُ ي ْمُىُرُكْذَي ًتًَ ف اَنْعَِسَ اوُلاَق

“mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala -berhala ini yang bernama Ibrāhīm ". (QS. Al-Anbiyā‟: 60).

Dialah kekasih Allah, Ibrāhīm “sang penepat janji”. Allah memberikan

petunjuk diusianya yang masih belia.

Ibrāhīm mendapati kaumnya dalam kesesatan, maka ia tak mau bersama

(58)

44

maka ia tahu bahwa batu-batu itu tiada dapat memberikan manfaat dan mudharat, tiada dapat mendengar dan melihat, tiada dapat memberikan pertolongan apapun. Karena itu, ia memutuskan untuk meninggalkan batu-batu itu, bahkan bertekad menghancurkanya. Maka ia pun menghancurkan semua batu itu kecuali yang paling besar. Hal itu sengaja ia lakukan agar orang-orang bertanya kepada berhala yang paling besar itu, siapakah gerangan yang menghancurkan tuhan-tuhan mereka yang lain. Demikianlah yang dilakukan Ibrāhīm muda (Mustafa Al-„Adawy, 2006: 198).

Ibrāhīm muda merenung,

َيِلِفلآا ُّبِحُأ لا َلاَق َلَفَأ اَّمَلَ ف ِّبَر اَذَى َلاَق اًبَكْوَك ىَأَر ُلْيَّللا ِوْيَلَع َّنَج اَّمَلَ ف

“Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah

Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam." (QS. Al-An‟ām: 76).

Sebab, bintang lebih memukau daripada batu dan patung. Namun kemudian bintang itu tenggelam. Maka ia berkata “ aku tak suka yang tenggelam”.

Kemudian ia melihat bulan, dan berkata:

َقْلا َنِم َّنَنوُكلْ ِّبَر ِنِِدْهَ ي َّْلِ نِئَل َلاَق َلَفَأ اَّمَلَ ف ِّبَر اَذ َى َلاَق ًاغِزاَب َرَمَقْلا ىَأَر اَّمَلَ ف

ْو ِم

( َيِّلاَّضلا

ٚٚ

)

“Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi

setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat." (QS.

Al-“Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan artikel ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh pendapatan asli daerah, pendapatan transfer, lain-lain pendapatan yang sah dan tingkat kemandirian daerah

Kanker merupakan penyakit kompleks yang terjadi pada jaringan dan organ ketika kerusakan genetik pada sel menyebabkan mutasi pada onkogen atau gen supresor tumor yang

Dari perbandingan pasangan basa dari ketiga sekuen rusa tersebut menunjukkan bahwa antara rusa sambar dan rusa timor memperlihatkan kemiripan nukleotide yang lebih tinggi dalam hal

Menurut Oemi Abdurrachman (1993), di dalam penyampaian sesuatu pesan seringkali timbul salah pengertian, sehingga dengan demikian terjadi hal-hal yang tidak

Salah satu staf Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru mengungkapkan fenomena yang terjadi saat ini bahwa banyak orang yang beramai-ramai mendaftarkan diri pada Dinas

Penulisan skripsi ini untuk memenuhi satu syarat memperoleh gelar Sarjana (S-1) Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

a. Mengidentifikasi dan mendefinisikan masalah. Dalam hal ini adalah masalah-masalah yang terdapat pada pengaruh dari vertex color terhadap efek angin pada animasi

Dengan ini kami beritahukan bahwa perusahaan Saudara telah masuk dalam Daftar Pendek untuk Paket Pekerjaan tersebut diatas5. Sebagai kelanjutan proses pemilihan kami