KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) INDEN DALAM
PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI ISLAM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh :
KHUROTUL AENI ELIYAH
NIM. 21413002
FAKULTAS SYARI’AH
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
i
KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) INDEN DALAM
PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI ISLAM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh :
KHUROTUL AENI ELIYAH
NIM. 21413002
FAKULTAS SYARI’AH
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
v
MOTTO
“Belajarlah dari masa lalu, hiduplah untuk hari ini, dan berharaplah untuk masa depan. Yang paling penting, jangan berhenti bertanya”
(Albert Einstein)
“Sesungguhnya kesulitan itu selalu disertai dengan kemudahan. Maka
apabila kamu telah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh urusan yang lain dan hanya kepada Tuhanlah hendaknya kamu
berharap.”
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku tercinta sebagai motivator terbesar dalam hidupku yang
tak mengenal lelah dan mendoakan aku serta menyayangiku, terima kasih atas
semua pengorbanan, keringat dan kesabaran mengantarkanku sampai kini.
2. Adikku tercinta dan keluarga besar LKSA Aisyiyah Tuntang yang telah
memberikan dukungan moril maupun materiil.
3. Bapak M. Yusuf Khumaini, S.HI.,M.H. selaku Dosen Pembimbing yang
selalu memberikan saran, pengarahan, dan masukan sehingga skripsi dapat
selesai dengan maksimal sesuai dengan yang diharapkan.
4. Sahabat – sahabat seperjuangan Hukum Ekonomi Syari‟ah angkatan 2013
yang selalu memberikan warna dalam menempuh pemndidikan di IAIN
vii
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat-Nya Penulisan Skripsi ini dapat kami selesaikan sesuai dengan
yang diharapkan. Kami juga bersyukur atas rizki dan kesehatan yang telah
diberikan oleh-Nya sehingga kami dapat menyusun Penulisan Skripsi ini.
Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepasa Nabi, Kekasih,
Spirit Perubahan, Rasulullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para
sahabat-sahabatnya, syafa‟at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan
nanti.
Penulisan Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu
persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H), Fakultas Syari‟ah,
Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah yang berjudul : “Peran OJK dalam KPRS
Inden Menurut Fatwa DSN-MUI NO:1Ol/DSN-MUIIX/2016 Tentang Akad
Al-Ijarah Al-Ma Ushufah Fi Al-Dzimmah “. Penulis mengakui bahwa dalam
menyusun Penulisan Skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan
dari berbagai pihak. Karena itulah penulis mengucapkan penghargaan yang
setinggi-tingginya, ungkapan terima kasih kadang tak bisa mewakili kata-kata,
namun perlu kiranya penulis mengucapkan teri kasih kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari‟ah di IAIN
viii
3. Ibu Evi Ariyani, M. H, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syari‟ah
IAIN Salatiga.
4. Bapak M. Yusuf Khumaini, S.HI.,M.H. Selaku dosen pembimbing yang
selalu memberikan saran pengarahan dan masukan berkaitan dengan
penulisan sekripsi sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuai dengan
yang diharapkan.
5. Ibu Nova selaku Narasumber OJK Solo yang telah berkenan memberikan
izin wawancara di OJK Solo serta memberikan informasi berkaitan
penulisan skripsi.
6. Ibu Luthfiana Zahriani, M. H, selaku Kepala Lab. Fakultas Syari‟ah IAIN
Salatiga yang memberikan pemahaman, arahan dalam penulisan sekripsi,
sehingga penulisan sekripsi ini bisa saya selesaikan.
7. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf administrasi
Fakultas Syari‟ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu
memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
tanpa halangan apapun.
8. Kedua orang tuaku tercinta, yang selalu mendo‟akan dan memberikan
dorongan kasih sayang serta semangat kepada penulis selama ini.
9. Kel. Ibu Endang Wiratni, Kel. Ibu Alimah, Ibu-ibu Pengurus LKSA Panti
Asuhan Putri „Aisyiyah Tuntang dan teman-teman, serta adik-adik
seperjuangan terima kasih atas dukungan, inspirasi dan do‟a untuk penulis
ix
10.Sahabat-sahabatku mbak yuliana, mbak dini, mbak rukayatun, mbak kanti,
dek janah yang senantiasa memberikan dukungan dalam menyelesaikan
skripsi ini.
11.Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah angkatan 2013 di
IAIN Salatiga.
12.Serta semua pihak yang telah ikut serta dalam penyusunan skripsi ini, yang
tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan
balasan yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis, agar pula senantiasa
mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya. Amin.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan ini masih jauh dari
sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun analisanya.
Semoga skripsi ini bermanfaat untuk penulis pada khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya.
Salatiga, 16 November 2017
x
ABSTRAK
Eliyah, Khurotul Aeni. 2017. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Inden Dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam. Sekripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan
Hukum Ekonomi Syari‟ah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: M. Yusuf Khumaini, S.HI.,M.H.
Kata Kunci: KPR Inden, Hukum Ekonomi Syari’ah, Fatwa Al Ijrah Al Maushufah Fi Al Dzimmah.
Islam tidak memperbolehkan adanya kemudharatan barang gharar, dalam pelaksanaan pembelian, pemesanan atau dalam bentuk transaksi apapun. Islam menganjurkan adanya kejelasan dalam bertransaksi baik itu pembelian ataupun pemesanan dengan tujuan agar tidak terjadi adanya pihak – pihak yang dirugikan. KPR Inden merupakan bentuk transaksi yang mana objeknya belum jelas, barang dengan pembelian rumah yang cara pemesanan dan pembayarannya dengan cara cicilan. Produk ini merupakan salah satu produk yang ditawarkan oleh Bank – bank di Indonesia untuk membiayai pembelian kredit pemilikan rumah dengan sistim Inden, dengan ketentuan dan spesifikasi yang berlaku.
Fokus penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan KPR Inden dan untuk mengetahui bagaimana KPR Inden dalam perspektif hukum ekonomi islam.
Jenis penelitian ini adalah penelitian studi pustaka (library research), yang bertujuan untuk menganalisis mengenai KPR Inden dan fatwa DSN MUI dalam Hukum Ekonomi Islam yaitu dengan reduksi data, penyajian data, analisa data dan penarikan kesimpulan. Penelitian skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati yang kemudian dituangkan ke dalam analisis skripsi ini. Metode penelitian ini bersifat penelitian hukum normatif atau penulisan kepustakaan dengan menggunakan pendekatan fatwa dan perundang-undangan, terutama untuk mengkaji peraturan yang berkaitan dengan Kredit Pemilikan Rumah Inden (KPR Inden).
xi
BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KPR INDEN A. Pengertian KPR Inden ... 16
B. Jenis – jenis Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Inden ... 19
C. Landasan Hukum KPR Inden... 19
D. Jenis – jenis Pembiayaan KPR Inden ... 20
E. Syarat dan Ketentuannya dalam Melakukan pembayaran KPR Inden ... 22
F. KPR Inden dalam Perspektif Hukum Positif ... 23
xii
H. Kelemahan KPR Inden ... 25
I. Tahap pengajuan KPR Inden ... 25
BAB III GAMBARAN UMUM MENGENAI AKAD AL IJARAH AL MAUSHUFAH FI AL DZIMMAH
A. Pengertian Mengenai akad Al Ijarah Al Maushufah
Fi Al Dzimmah ... 28
1. Pengertian Umum Tentang Al Ijarah ... 28
2. Pengertian Umum Tentang Al Ijarah Al Maushufah
Fi al dzimmah ... 35
B. Pengertian Umum Tentang As Salam ... 41
BAB IV ANALISIS KPR INDEN DALAM PERSPEKTIF HUKUM
EKONOMI
A. Analisis Kelebihan dan Kekurangan KPR Inden ... 46
B. AnalisisKPR Inden dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam .... 53
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 82
B. Saran ... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 85
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebutuhan utama setiap manusia adalah sandang, pangan, papan.
Dalam memenuhi kebutuhan sandang dan pangan manusia bisa
mendapatkannya dalam keseharian dari hasil pekerjaannya. Tetapi dalam hal
papan atau kebutuhan rumah, manusia harus berusaha untuk menabung jika
ingin mendapatkannya, tidak serta merta bisa mendapatkan rumah yang
diidamkan. Karena untuk mendapatkan rumah yang diidamkan seseorang
harus rela menyisihkan uang hasil pekerjaanya untuk menabung demi
mendapatkan sebuah rumah.
Dewasa ini rumah adalah kebutuhan pokok yang paling didambakan di
kalangan manusia. Rumah adalah tempat tinggal dimana didalamnya ada
kehidupan dan ada sosialisasi antar penghuninya, yang mampu memberikan
rasa aman dan nyaman ketika tinggal di dalamnya.
Manusia mempunyai kemampuan dan kecukupan yang berbeda dalam
memenuhi kebutuhannya, maka dalam pembelian rumah bermacam-macam
dalam pelaksanaan pembeliannya. Namun, tidak sedikit masyarakat yang
membeli rumah dengan cara cicilan dengan jangka waktu tertentu.
Pembayaran secara cicilan lebih meringankan pembeli dibandingkan dengan
pembayaran tunai. Kebutuhan akan rumah membuat perusahaan perbankan
2
KPR (Kredit Pemilikan Rumah) muncul karena adanya permintaan
masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan rumah secara cicilan. Awalnya
produk ini dikelola oleh bank konvensional, tetapi beberapa masyarakat
menginginkan sebuah produk pembiayaan rumah yang sesuai dengan prinsip
syariah (Jogiyanto, 2005: 61).
Dalam perkembangan dunia perbankan terus mengalami kemajuan
yang sangat signifikan, dan dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia
tahun 1992, berdasarkan UU perbankan no. 7 tahun 1992 dan PP RI no. 72
tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil yang kemudian
dijabarkan dalam Surat edaran BI No.25/4/BPPP tanggal 29 Februari 1993
mengenai industi perkembangan perbankan syariah dari aspirasi masyarakat
Indonesia yang mayoritas muslim maka dunia perbankan terus tumbuh dan
berkembang dengan catatan prestasi yang sangat menggembirakan
(Sugiawati, 2009: 45).
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) mempunyai kedudukan sangat
penting sebagai lembaga ekonomi Islam berbasis syariah di tengah proses
pembangunan Nasional. Maka hadirlah produk pembiayaan rumah dengan
prinsip syariah, yang dikenal dengan KPRS (Kredit Pemilikan Rumah
Syariah). Dengan berdirinya Lembaga Keuangan Syariah (LKS) merupakan
implementasi dari pemahaman umat muslim di Indonesia terhadap
prinsip-prinsip muamalah dalam prinsip-prinsip hukum ekonomi islam yang selanjutnya
dipresentasikan dalam bentuk perantara ekonomi islam lembaga keuangan
3
Keuangan Syariah (LKS) tersebut, DSN-MUI mengeluarkan fatwanya yaitu
Al-Ijarah Al-Maushufah Fi Al-Dzimmah. Akad tersebut berasal dari dua unsur
yaitu akad ijarah dan akad salam, akad tersebut melandasi Kredit Pemilikan
Rumah secara Inden (KPR-Inden).
Dewan Syari‟ah Nasional (DSN MUI) menjelaskan bahwa, Al-Ijarah
al-Maushufah fi al-Dzimmah adalah akad sewa-menyewa atas manfaat suatu
barang (manfaat „ain) dan/atau jasa („amal) yang pada saat akad hanya
disebutkan sifat-sifat dan spesifikasinya (kuantitas dan kualitas). Manfaat
barang dan pekerjaan dalam akad ini, harus diketahui dengan jelas dan terukur
spesifikasinya supaya terhindar dari perselisihan dan sengketa (al-niza‟),
dapat diserahterimakan, baik secara hakiki maupun secara hukum, disepakati
waktu penyerahan dan masa ijarahnya, dan sesuai dengan prinsip syariah.
Dalam melakukan transaksi al-ijarah al-maushufah fi al-dzimmah yang perlu
diperhatikan terkait ketentuan barang sewa.
4
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang
kamu kerjakan”.
Menurut AI-Ma'ayiral-Syar'iyyah bahwa, Akad al-Ijarah al-Maushufah
fi al-Dzimmah boleh dilakukan dengan kriteria, barang sewa dapat terukur
meskipun obyek tersebut belum menjadi milik pemberi sewa (pada saat
ijab-qabul dilakukan), waktu penyerahan barang sewa disepakati pada saat akad,
barang sewa tersebut harus diyakini dapat menjadi milik pemberi sewa baik
dengan cara memperolehnya dari pihak lain maupun membuatnya sendiri,
tidak disyaratkan pembayan ujrah didahulukan (dilakukan pada saat akad)
selama ijab-qabul yang dilakukan tidak menggunakan kata salam atau salaf,
apabila barang sewa diterima penyewa tidak sesuai dengan kriteria yang
disepakati, pihak penyewa berhak menolak dan meminta gantinya yang sesuai
dengan kriteria yang disepakati pada saat akad (Fatwa DSN-MUI
5
Menurut Badr Hasan Qasimi dalam Ijarah Maushufah fi
al-Dzimmah menjelaskan sebagai berikut: “Adapun al-Ijarah al-Maushufah fi
al-Dzimmah bersifat ke depan (forward ijarah), boleh dilakukan dengan
syarat kriteria obyeknya dapat digambarkan secara terukur dan diserahkan
pada waktu tertentu sesuai kesepakatan saat akad”. (Fatwa DSN-MUI
NO:1Ol/DSN-MUIIX/2016). Rumah merupakan kebutuhan pokok manusia,
sebagaimana halnya makanan dan pakaian. Rumah memiliki arti penting bagi
sebuah keluarga. Maka tidak heran apabila permintaan masyarakat akan
rumah tiap tahun terus bertambah. Walaupun produk Ijarah Maushufah fi
al-Dhimmah baru saja diaplikasikan dalam produk perbankan Islam. Namun
akad Ijarah al maushufah fi dhimmah sudah mampu melandasi dan digunakan
secara meluas di masyarakat dan sampai saat ini masih digandrungi oleh
masyarakat. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik
membahas “KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) INDEN DALAM
PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI ISLAM”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penulisan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan
suatu pokok permasalahan yaitu :
1. Bagaimana Kelebihan dan Kekurangan KPR Inden?
6
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan fokus penelitian yang telah teruraikan, maka tujuan dari
penulisan ini yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Kelebihan dan Kekurangan KPR Inden.
2. Untuk mengetahui KPR Inden dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam.
D. Manfaat Penelitian
Selain memiliki tujuan, penelitian ini memiliki manfaat. Manfaat yang
dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pandangan positif
bagi perusahaan, sehingga dapat dijadikan pertimbangan untuk
menyempurnakan pelayanan yang baik bagi nasabah terutama pada KPR
Inden dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam dalam melandasi KPR
Inden.
2. Bagi peneliti
a. Laporan ini berguna untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Strata 1 (S1) dan untuk memenuhi persyaratan kelulusan di Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
b. Menambah ilmu pengetahuan dan mengetahui selama penelitian
dilaksanakan dan sebagai referensi penelitian berikutnya dalam
melakukan penelitian KPR Inden dalam Perspektif Hukum Ekonomi
7
3. Bagi Instansi
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan referensi bagi peneliti
lain yang sejenis dimasa mendatang, sehingga dapat memperbaiki
keterbatasan dan kelemahan yang ada pada penulisan skripsi ini, dalam
melakukan penelitian KPR Inden dalam Perspektif Hukum Ekonomi
Islam.
E. Penegasan Istilah
Penulisan bahwa judul skripsi adalah KPR Inden dalam Perspektif
Hukum Ekonomi Islam. Untuk menghindari kesalahpahaman, maka penulis
mengemukakan judul skripsi ini sebagai berikurt :
1. KPR Inden
KPR inden adalah transaksi jual beli dengan sewa pesanan, dimana
pihak pembeli memesan suatu barang kepada pihak penjual untuk
dibuatkan rumah baginya, dan bank sebagai penjual menyediakan fasilitas
KPR Inden kepada nasabah atas pengadaan rumah yang dipesan oleh
nasabah dengan cara bank membeli tanah dan rumah dari pengembang
untuk kepentingan atas pesanan nasabah dan selanjutnya bank menjual
rumah pesanan tersebut kepada nasabah sehingga bank mempunyai hak
tagih kepada nasabah, yang akan dibayar oleh nasabah secara angsuran
8
2. Akad
Akad adalah pertalian antara ijab dan qabul yang di benarkan oleh
syara‟ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya (Dewi, 2006:
47). Sedangkan akad menurut Anwar (2010: 68) yaitu pertemuan ijab dan
qabul sebagai pernyataan kehendak dua pihak atau lebih untuk melahirkan
suatu akibat hukum pada objeknya.
Dalam skripsi ini dilakukan karena adanya antara si penyewa dan
yang menyewakan melakukan suatu kesepakatan dalam melakukan akad
Al Ijarah Al Ma Ushufah Fi Al Dzimmah.
3. Fatwa DSN-MUI
Fatwa DSN-MUI merupakan perangkat aturan yang bersifat tidak
mengikat dan tidak ada paksaan secara hukum bagi sasaran diterbitkannya
fatwa untuk mematuhi ketentuan fatwa tersebut. Namun di sisi lain, fatwa
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengikat,
secara hukum setelah diserap dan ditransformasikan ke dalam
perundang-undangan karena menjadi salah satu aspek hukum dalam pembuatan
peraturan perundang-undangan. Jadi, secara tidak langsung fatwa Dewan
Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menjadi suatu
aturan yang mengikat dalam operasional lembaga keuangan syariah.
Dalam skripsi ini fatwa DSN-MUI berkaitan erat dengan penelitian,
karena fatwa DSN-MUI adalah landasan dari akad Al Ijarah Al Ma
9
4. Al ijarah al ma ushufah fi al dzimmah
Akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah adalah akad
sewa-menyewa atas manfaat suatu barang ('ain) atau jasa ('amal) yang pada
saat akad hanya disebutkan sifat-sifat, kuantitas dan kualitasnya
(spesifikasi).
F. Tinjauan Pustaka
Penelitian merupakan mata rantai dari penelitian sebelumnya, karena
penelitian yang penulis teliti ini menganalisis mengenai “KPR Inden dalam
Perspektif Hukum Ekonomi Islam”. Beberapa penelitian terdahulu yang
menjadi acuan dan perbandingan bagi penelitian ini antara lain yaitu :
Skripsi karya Ratnaningrum mahasiswa UIN Sunan Kalijaga tahun
2009 dengan judul Penerapan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Syariah di
Indonesia. Penelitian ini mengkaji mengenai akad, jangka waktu dan harga
unitnya. Namun penelitian ini berfokus pada pelaksanaan produk Pembiayaan
Pemilikan Rumah (PPR) Syariah.
Buku Rachmat Firdaus dan Maya Ariyati yang berjudul Manajemen
Perkreditan Bank Umum buku ini membahas tentang langkah-langkah kredit
di Bank Umum. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dan pihak lain. Kredit Sindikasi adalah kredit yang
diberikan secara bersama-sama oleh dua bank atau lebih atau perusahaan
10
kepesertaan. Penjelasan kredit tersebut merupakan arti kredit berdasarkan
pedoman akuntansi perkreditan.
Ratri Widiastuti dalam penelitian skripsi dengan judul Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Praktek Sewa Menyewa Kamar Kost Di Kelurahan
Baciro Kota Yogyakarta menyimpulkan bahwa temuan penelitian ini
menunjukan bahwa kesepakatan yang terjadi antara penyewa dan pemilik
kamar sewaan dilakukan secara lisan dan tertulis. Hal ini dilakukan sesuai
dengan hukum Islam dengan memenuhi rukun dan syarat. Untuk penentuan
harga dan jangka waktu sewa telah ditentukan berdasarkan berbagai fasilitas
yang disediakan seperti fasilitas fisik dan non fisiknya. Sedangkan
wanprestasi yang terdapat pada praktek sewa menyewa ini diselesaikan
dengan suatu ganti-rugi yang sebelumnya disepakati oleh kedua belah pihak.
G. Metode Penelitian
Metode memegang peran penting dalam mencapai suatu tujuan,
termasuk juga metode dalam suatu penelitian. Metode penelitian yang
dimaksud adalah cara-cara melaksanakan penelitian berdasarkan fakta-fakta
atau gejala-gejala secara ilmiah (Kholid Narbukoi, dan Abu Achmadi, 2008:
13). Dalam menyusun skripsi ini, penyusun menggunakan penelitian sebagai
berikut:
1. Jenis penelitian
Peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, yaitu
11
manusia, situasi yang diobservasi dan jenis penelitian yang digunakan
adalah kepustakaan/ library reseach yaitu desain penelitian yang disusun
dalam rangka memberikan gambaran secara sistematis tentang informasi
ilmiah yang berasal dari subjek atau objek penelitian. Penelitian yang
berfokus pada penjelasan sistematis dan analisis dari fakta yang diperoleh
saat penelitian dilakukan mengenai kredit pembayaran rumah secara
inden (Sanusi, 2012: 13). Jenis ini dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran yang baik, jelas, dan dapat memberikan data seteliti mungkin
tentang objek yang diteliti.
2. Pendekatan penelitian
Penelitian skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu
pendekatan yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati yang tidak
dituangkan ke dalam variabel atau hipotesis (Amirudin, 2004: 15).
Penelitian kualitatif karena data-data yang dibutuhkan tidak kuantitatif.
Metode penelitian ini bersifat penelitian hukum normatif atau penulisan
kepustakaan dengan menggunakan pendekatan fatwa dan
perundang-undangan, terutama untuk mengkaji peraturan yang berkaitan dengan
12
3. Sumber Data
Sumber data penelitian adalah sumber dari mana data dapat
diperoleh (Meleong, 2000: 114). Adapun sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh suatu
badan dan diterbitkan oleh badan itu pula. Badan lain dapat
memperolehnya bila memerlukannya (Djarwanto, 1993: 9). Dalam
penelitian ini data primer terdiri dari KPR Inden dalam Perspektif
Hukum Ekonomi Islam dan Fatwa DSN MUI No 101 Tahun 2016
tentang Akad Al Ijarah al Maushufah fi al Dzimmah (IMFD).
Ketentuan Fatwa DSN MUI No 101 Tahun 2016 tentang
Akad Al Ijarah al Maushufah fial Dzimmah (IMFD) diatur terkait
ketentuan-ketentuan akad IMFD yaitu bahwa akad Ijarah
al-Maushufah fi al-Dzimmah boleh dilakukan dengan mengikuti
ketentuan dalam fatwa ini. Akad Ijarah Maushufah fi
al-Dzimmah berlaku secara efektif dan menimbulkan akibat hukum,
baik berupa akibat hukum khusus (tujuan akad) maupun akibat
hukum umum, yaitu lahirnya hak dan kewajiban, sejak akad
dilangsungkan.
Dalam hal penulisan skripsi ini data primer didapatkan dan
dianalisa dari fatwa yang telah ditentukan oleh Dewan Syariah
13
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang dilaporkan oleh suatu
badan, sedang badan ini tidak langsung mengumpulkan sendiri
melainkan diperoleh dari pihak lain yang telah mengumpulkan
terlebih dahulu dan menerbitkannya (Djarwanto, 1993: 9).
Dalam hal penulisan skripsi ini data sekunder yang
digunakan berupa dokumen atau literature mengenai gambaran
umum tentang KPR inden dan al ijarah al maushufah fi al dzimmah
dengan informasi yang ada, serta berbagai sumber-sumber
informasi lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.
c. Metode Pengumpuan Data
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau Library
Research, yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan
metode pengumpulan data pustaka (Mahmud, 2011: 107).
Penelitian kepustakaan (library reseach) ialah penelitian yang
menggunakan cara untuk mendapatkan data informasi dengan
menempatkan fasilitas yang ada di perpus, seperti buku, jurnal,
artikel, dokumen, catatan sejarah, atau kaitannya dengan hal ini.
Sementara itu, kajian dalam penelitian ini yang dilakukan yaitu
menganalisa tentang Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Inden dan
Fatwa DSN-MUI. Dalam hal tersebut dianggap sebagai sumber
data yang akan diolah dan sebagai tujuan penelitian. Penelitian
14
kepustakaan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis.
Disamping itu dengan menggunakan studi pustaka penulis dapat
memperoleh informasi tentang teknik-teknik penelitian yang
diharapkan, sehingga pekerjaan peneliti tidak merupakan duplikasi.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini terdiri dari lima bab yang akan berkaitan
yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Bagian awal terdiri dari halaman sampul, halaman judul, lembar
pengesahan, halaman motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi,
dan daftar lampiran.
2. Bagian inti terdiri dari :
BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar
belakang masalah, rumusan penelitian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, kegunaan penelitian, penegasan
istilah, metode penelitian, dan sistematika penulisan
BAB II : Menjelaskan tentang kajian pustaka yang menjelaskan
tentang pengertian, landasan atau dasar yang berkaitan
dengan KPR Inden.
BAB III : Menjelaskan konsep al ijarah, menjelaskan konsep as
salam dan menjelaskan fatwa mengenai al ijarah al
15
BAB IV : Menjelaskan bagaimana kelebihan dan kekurangan KPR
Inden, menjelaskan bagaimana KPR Inden dalam
perspektif hukum islam.
BAB V : Menjelaskan bagian akhir penulisan yang mencakup
kesimpulan dan saran dari penulis.
3. Bagian akhir terdiri dari daftar pustaka, lampiran-lampiran dan
16
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG KPR INDEN
A. Pengertian KPR Inden
Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang mempunyai banyak
aktivitas keuangan dimana salah satunya adalah melayani kegiatan kredit
pemilikan rumah (KPR). Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yaitu kredit jangka
panjang yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada debiturnya untuk
mendirikan atau memiliki rumah diatas sebuah lahan dengan jaminan
kepemilikan atas rumah itu sendiri (Siregar, 2017: 10).
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah suatu fasilitas kredit yang
diberikan oleh perbankan kepada para nasabah perorangan yang akan
membeli atau memperbaiki rumah. KPR merupakan salah satu alternatif cara
untuk memiliki sebuah hunian rumah dengan cara kredit (Budiman, 2014: 59).
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Pengertian kredit menurut
Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 adalah :
“penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
17
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah salah satu bentuk kredit consumer yang dikenal pula dengan nama “housing loan” (pinjaman yang diberikan untuk pembelian rumah). Pemberian fasilitas ini ditujukan untuk konsumen yang membutuhkan rumah digunakan untuk kepentingan pribadi, keluarga atau rumah tangga, tetapi tidak ditujukan untuk kepentingan yang bersifat komersial dan tidak memiliki pertambahan nilai barang dan jasa dimasyarakat (Ibrahim, 2004: 70).
Pengertian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menurut Bank Indonesia,
“KPR adalah suatu fasilitas kredit yang diberikan oleh perbankan kepada para nasabah perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah”. Kredit perumahan (KPR) merupakan salah satu jenis dari kredit konsumtif, yaitu fasilitas kredit untuk pembelian/pembangunan/renovasi rumah tinggal, rumah susun, ruko, rukan, apartemen, dan vila atau untuk pembelian kavling/tanah matang, atau untuk refinancing, dengan jaminan berupa objek yang dibiayai (Budiman, 2014: 69).
Kesimpulan dari pengertian KPR di atas yaitu Kredit Pemilikan
Rumah yang disediakan oleh pihak perbankan kepada para debitur dan
kreditur yang hendak melakukan suatu perikatan kredit jual beli tempat
tinggal dan merupakan salah satu produk dari lembaga perbankan yang
memiliki fasilitas dalam pembelian dan pemilikan rumah dengan pembayaran
secara cicilan atau tunai atas sebuah lahan dengan jaminan kepemilikan atas
rumah dan lahan itu sendiri.
Disebut inden karena barang dengan pembelian rumah yang belum
jadi dengan cara pemesanan dan pembayaran dengan cara cicilan atau bisa
disebut utang. Ini memang menarik dikalangan masyarakat, selain
menguntungkan bagi pihak developer juga menarik bagi para kreditur karena
18
meski barang itu belum jadi, dan memudahkan para pembeli dalam
pembayarannya.
KPR inden merupakan salah satu produk perbankan atas pembelian rumah yang ready stock atau indent. Rumah yang ready stock adalah rumah yang telah siap dibangun, siap huni dan telah terpasang instansi meteran listrik dan airnya, sedangkan rumah indent adalah rumah yang akan dibangun setelah ada pembelinya yang dikerjakan oleh kontraktor melalui perintah dari pengembang perumahan (selajutnya disebut developer). Rumah yang dapat dibeli atau dibiayai oleh bank secara KPR tidak hanya mencakup rumah tempat tinggal saja tetapi juga bisa berupa rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan), apartemen, renovasi (rumah tempat tinggal, ruko, rukan, dan apartemen), dan konstruksi (untuk pembangunan rumah tempat tinggal, ruko,rukan) (Maryanto, 2011: 124).
Barang pada produk KPR inden harus jelas ciri-cirinya dari barang
yang dipesan dan barang tersebut harus dapat diakui sebagai utang karena
pembayaran dilakukan secara cicilan atau setelah serah terima barang. Dalam
pembelian harus menyebutkan spesifikasi barangnya apabila dalam
pembelian terdapat cacat atau kesalahan dalam pemberian barang kepada
nasabah tidak sesuai dengan spesifikasinya, bank dapat memberikan
ketentuan buy buck atau membeli kembali seluruh barang atau bangunan yang
dikerjakan oleh developer, dimana bank akan mengembalikan uang muka
kepada nasabah tapi hanya sebagian kecil saja yang dapat bank kembalikan
19
B. Jenis-jenis Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Inden
Menurut Bank Indonesia terdapat 2 (dua) jenis KPR yang dikenal di
Indonesia dintaranya yaitu KPR Subsidi dan KPR non subsidi, yaitu :
a. KPR Subsidi, yaitu suatu kredit yang diperuntukan kepada masyarakat
berpenghasilan menengah ke bawah dalam rangka memenuhi kebutuhan
perumahan atau perbaikan rumah yang telah dimiliki.
b. KPR Non Subsidi, yaitu suatu KPR yang diperuntukan bagi seluruh
masyarakat. Ketentuan KPR ditetapkan oleh bank, sehingga penentuan
besarnya kredit maupun suku bunga dilakukan sesuai kebijakan bank
yang bersangkutan
(www.bi.go.id/id/iek/produk-jasa-perbankan/jenis/Document/KPRumah.pdf ).
C. Syarat – syarat Mengajukan Pembelian KPR Inden
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) inden merupakan sebuah program KPR
yang dapat digunakan konsumen untuk membeli rumah yang belum
sepenuhnya selesai. Sebelum mengajukan KPR inden, ada yang harus
perhatikan, yaitu :
1. Pastikan asal-usul pengembang dan contoh proyeknya yang rampung
dibangun. Jangan sampai uang inden yang sudah dibayarkan
menimbulkan kerugian, atau tidak sesuai dengan keinginan atau tidak
selesai sesuai target.
2. Cek kembali dokumen atau surat resmi dari pengembang atau penjual
20
untuk mengetahui dokumen tersebut asli dan tidak memiliki masalah
hukum.
3. Cari pengembang yang sudah lama menjalin kerja sama dengan pihak
bank. Karena pengembang-pengembang tersebut pasti melalui proses
yang ketat jika ingin bekerja sama dengan bank. Jadi reputasinyapun
akan baik.
D. Sistem Transaksi KPR Inden
1. Dibuat perjanjian pemesanan yang ditandatangani oleh pengembang dan
konsumen setelah konsumen sepakat mengenai tipe, lokasi, harga rumah,
dan cara pembayaran.
2. Dengan ditandatanganinya surat pemesanan, maka dibuat surat
pengikatan jual beli yang ditandatangani oleh pengembang dan
konsumen. Perjanjian pengikatan jual beli dapat dibuat secara akta
Notaris maupun di bawah tangan. Alasan dilakukannya pengikatan jual
beli karena rumah sebagai objek jual beliitur belum dapat diserahkan
oleh pengembang kepada konsumen dan harga pembelian rumah belum
sepenuhnya dibayar oleh konsumen kepada pemegang.
3. Dengan terjadinya pengikatan jual beli antara pengembang dengan
konsumen, maka konsumen diwajibkan untuk:
1. Membayar uang muka kepada pengembang (dalam hal pembelian
KPR inden).
21
3. Pelunasan harga pembelian (dalam hal pembelian dengan tunai)
(Sjahdeini, 1993: 66).
E. Landasan Hukum KPR Inden
Peraturan Bank Indonesia No.17/10/PBI/2015 tanggal 18 Juni 2015
tentang Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value untuk Kredit atau
Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan
Kendaraan Bermotor Menetapkan bahwa Uang Jaminan yang selanjutnya
disebut Deposit adalah uang yang harus diserahkan oleh nasabah kepada
Bank dalam rangka kepemilikan properti yang dilakukan dengan akad Ijarah
Muntahiya Bittamlik (IMBT).
Kemudian sekarang DSN-MUI mengeluarkan Fatwa baru pada akhir
tahun 2016, DSN-MUI mengeluarkan Fatwanya Nomor
101/DSN-MUI/X/2016 mengenai produk baru yang dapat diterapkan oleh perbankan
syariah yaitu fatwa mengenai akad al-ijarah al-maushufah fi al-dzimmah.
Ditetapkannya fatwa mengenai al-ijarah al-maushufah fi al-dzimmah
membuka peluang bagi perbankan syariah untuk memperluas pasarnya,
karena dalam praktik bisnis banyak kebutuhan transaksi terhadap objek yang
sedang/akan dibangun atau bisa disebut inden.
F. Jenis - jenis pembiayaan KPR Inden
Secara umum pembiayaan yang dapat dibiayai oleh KPR adalah
22
sedangkan jenisnya tidak hanya rumah tinggal saja, tetapi bisa berupa ruko,
rusun, dan apartemen, baik itu dilakukan secara individu maupun lembaga.
Pembiayaan rumah dengan ready stock adalah pembiayaan rumah siap
pakai atau sudah jadi sedangkan pembelian rumah dengan status inden adalah
pembiayaan rumah dalam bentuk pesanan diatas lahan/kavling yang sudah
dimiliki maupun yang belum dimiliki calon pembeli. Pembiayaan rumah take
over adalah pengambil alihan yang sedang berjalan dari satu pembeli ke
pembeli lainnya (Huzaimah, 2017: 16). Jenis – jenisnya yaitu :
1. Pembelian rumah baru dari (developer atau perorangan).
Pembelian rumah baru dari developer apabila dilihat dari fisik rumah
dapat dibagi menjadi 2 macam:
a. Bangunan rumah sudah jadi (ready stock)
Apabila bangunan sudah jadi, sudah berdiri, jelas bank akan jauh
lebih mudah untuk menilai fisik bangunan dan tidak sulit.
b. Bangunan belum jadi masih berupa tanah (inden)
Apabila bangunan belum jadi, maka developer harus mau menjalin
kerjasama dengan bank terlebih dahulu, mengingat kemungkinan
sertifikat masih bersifat induk. Hal ini sangat beresiko buat bank
maupun penjual rumah (Maryanto, 2011: 24).
2. Pembelian Rumah Bekas (second)
Untuk pembelian rumah bekas umumnya tidak benyak masalah. Hanya
bank akan melihat dan meneliti kelengkapan dokumen dan legalitasnya,
23
harus sesuai dengan buku tanah yang ada di BPN (Badan Pertanahan
Nasional), dan sesuai peruntukannya dan tanahnya ada akses jalan, tidak
ada rencana-rencana pemerintah yang menyebabkan kerugian.
3. Pembelian Apartemen Baru/Bekas
Untuk pembelian apartemen, sangat berbeda dengan kondisi yang lainnya.
Perbedaan yang sangat menyolok adalah mengenai kepemilikan tanahnya
berupa “strata title”, dimana 1 petak tanah sama dimiliki oleh beberapa
orang (karena bangunan bertingkat-tingkat).
4. Renovasi Rumah/Ruko/Rukan
Untuk penghitungan plafon kredit KPR Konstruksi butuh RAB
(Rancangan Anggaran Biaya) secara detail dan gambaran-gambarannya
dari vendor. Pencairan dananya bisa saja per termin atau sekaligus
tergantung dari situasi, kondisi, kebijakan bank, dan debitur.
5. Konstruksi (Pembangunan Rumah, Ruko, Rukan)
Untuk pengajuan KPR jenis ini, tanah yang dibangun merupakan tanah
yang sudah dimiliki oleh calon debitur. Sistem pencairan dana dilakukan
secara bertahap atau per termin. Termin disesuaikan dengan prestasi
bangunan. Secara sederhana termin bangunan dibagi menjadi 4 termin,
yaitu: Termin I (Fondasi), Termin II (Dinding), Termin III (Atap), dan
24
G. Syarat dan ketentuannya dalam melakukan pembayaran KPR Inden
Dalam permohonan pengajuan KPR inden tentu tidak serta merta
memberikan kredit pemilikan rumah kepada setiap pemohon. Pihak bank
memiliki penilaian tersendiri terhadap pihak debitur yang dianggap layak
untuk mendapatkan KPR inden. Pihak bank memiliki strategi tersendiri untuk
melakukan pemberian KPR inden yang hampir sama dengan KPR biasa yaitu
dengan menggunakan 5C (Character, Capacity, Capital, dan Condition of
Economy) yang artinya yaitu:
a. Character, bank bertugas untuk menganalisis identitas pemohon yang
mengajukan KPR. Bank melihat data-data yang ada untuk memudahkan
pihak bank dalam melakukan cek validasi identitas pemohon KPR.
b. Capacity, berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
mengembalikan pinjaman. Dalam hal ini, bank akan melihat dan
menilai debiturnya dari lampiran slip gaji atau surat keterangan gaji
yang diterima dari pemohon.
c. Capital, yaitu modal usaha dari pemohon yang harus diketahui oleh
pihak tertentu.
d. Collateral, atau yang biasa disebut agunan yaitu jaminan tambahan
yang diserahkan oleh debitur kepada bank dalam rangka pemberian
fasilitas kredit, yakni sebagai antisipasi jika seandainya debiturnya tidak
dapat mengembalikan pinjamannya dalam waktu yang telah disepakati
25
e. Condition of economy, yaitu bank berhak untuk mengetahui prospek
usaha yang sedang dilakukan oleh calon debitur (Taufik, 2011: 58-61).
H. KPR Inden dalam Perspektif Hukum Positif
KPR inden untuk hak dan kewajiban konsumen, pengembang, serta
pihak bank, yaitu:
a. Konsumen, berkewajiban membayar sesuai syarat dan cara pembayaran
dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Jika terlambat maka
didenda atau ditegur, dan apabila jika tidak bisa membayar maka
perjanjian dibatalkan dan uang yang dibayar dipotong ganti rugi
pengembang.
b. Pengembang (Developer), kewajibannya adalah menyerahkan barang
yang sudah dibayar dan menjamin pembeli dapat memiliki barang
dengan tentram serta bertanggung jawab pada cacat-cacat yang
tersembunyi. Haknya menerima pembayaran dan berhak mengalihkan
perjanjian kepada pihak ketiga (bank) dalam urusan pembayaran.
c. Pihak bank, berkewajiban memberikan kredit sesuai porsi yang
dimohonkan oleh pemohon kredit. Haknya memperoleh informasi yang
jelas dan benar tentang keadaan keuangan dari kosumen. Berhak juga
atas pembayaran angsuran yang ditambah bunga dan denda serta
26
I. Keunggulan Membeli Rumah Inden
a. Mendapatkan Harga Perdana
Harga perdana biasanya ada pada rumah yang baru launching, dan
pada saat launching rumah juga belum terbangun atau masih inden. Pada
saat waktu tersebut biasanya ada keuntungan jika harga rumah yang
ditawarkan terhitung murah, karena sehari setelah launching harga rumah
tersebut pasti naik.
b. Bisa memperoleh letak atau posisi kavling yang terbaik
Pembeli bisa memilih lokasi rumah sesuai dengan yang diinginkan,
dengan begitu bisa memperoleh letak atau posisi kavling yang terbaik
dari segi harga maupun lokasinya.
c. Mempunyai kemudahan cara atau sistem bayar
Salah satu alasan konsumen memilih rumah inden adalah adanya
kemudahan sistem bayar, kemudahan Dp atau uang muka yang bisa
diangsur oleh pembeli minimal 3 bulan atau lebih, yang terpeting disini
adalah kedua belah pihak baik konsumen atau developer tidak rugi
namun bisa dapat untung.
J. Kelemahan KPR Inden
a. Kemungkinan besar untuk ditipu
Ada beberapa pengembang nakal yang karena produk tersebut tidak
laku, mereka lantas tak jadi membangun dengan tidak mengembalikan
27
b. Tak mengetahui bentuk
Akibat bangunan yang belum jadi, pembeli hanya menerka-nerka
seperti apa bentuk bangunannya, tidak jarang hasilnya tak sesuai
ekspektasi.
c. Sulit mendapat kredit inden dari bank
Bank tidak serta merta memberikan kredit inden terhadap pemesan,
karena bank harus memastikan terlebih dahulu dari pihak pemesan dan
pengembang untuk mendapat pinjaman atau kredit inden untuk properti
yang belum jadi supaya tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
d. Masih sepi
Dikarenakan membeli disaat bangunan belum jadi, ketika menempati
pun, komunitas di area tersebut masih belum terbentuk dan terkesan sepi.
K. Tahap pengajuan KPR Inden
a. Booking fee
Tahap awal setelah sepakat dengan harga rumah inden adalah bayar
booking fee alias biaya pemesanan. Besarannya bervariasi, sekitar Rp 10
juta. Biaya ini umumnya mengurangi besaran uang muka.
b. Perjanjian Pengikatan Jual Beli
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) diperlukan untuk mengikat
pengembang dan pembeli agar patuh dalam transaksi. Isinya antara lain
detail rumah dan hak-kewajiban masing-masing pihak. Biasanya, PPJB
28
c. Penyerahan dokumen
Dokumen syarat KPR inden diserahkan ke pihak bank. Setelah itu,
bank melakukan penilaian untuk menentukan diterima atau tidaknya
permohonan KPR inden, antara lain lewat wawancara dengan pemohon.
d. Uang muka
Jika permohonan diterima, bayar uang muka sesuai dengan
ketentuan. Jika harga rumah Rp 500 juta dan DP ditetapkan 15 persen
seperti peraturan dan ketentuan yang berlaku, pembeli harus setor Rp 75
juta. Selain uang muka, biaya pra-kredit yang mesti dibayar adalah
provisi, appraisal, dan asuransi. Asuransi mencakup pertanggungan jiwa
dan kebakaran.
e. Akad kredit
Ketika DP dibayar, harus ada notaris yang menyaksikan. Notaris ini
ditugasi bank, tapi kita bisa juga mengusulkan notaris sendiri. Tugasnya
mengurus segala dokumen KPR inden, seperti perjanjian/akad kredit,
Akta Jual Beli (AJB), biaya balik nama, pajak, cek sertifikat, dan Akta
Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
f. Bayar cicilan
Seusai akad kredit/ pemesanan selesai, pengembang langsung
membangun rumah sesuai dengan perjanjian. Sementara itu, kita bayar
29
g. Evaluasi
Inilah yang membedakan antara KPR rumah inden dan sudah jadi.
Dalam perjanjian khusus antara pengembang dan bank, ditentukan
target selesainya rumah. Rumah 1 lantai umumnya dipatok 12 bulan
30
BAB III
GAMBARAN UMUM MENGENAI AKAD AL IJARAH AL MAUSHUFAH FI AL DZIMMAH
A. Pengertian Mengenai Akad Al Ijarah Al Maushufah Fi Al Dzimmah
1. Pengertian Akad Al Ijarah
a. Pengertian Akad Al Ijarah
Dalam istilah fiqh, akad secara umum merupakan sesuatu
yang menjadi tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang
muncul dari satu pihak seperti wakaf, talak, maupun dari dua
pihak seperti jual beli, sewa, wakalah dan gadai (Ascarya, 2008:
35).
Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam muamalah
adalah ijarah atau sewa-menyewa, kontrak, menjual jasa,
upah-mengupah dan lain-lain. Al Ijarah berasal dari kata Al Ajru yang
berarti Al „Iwadu (ganti) (Sayyid,1987: 7). Ijarah menurut arti
bahasa adalah nama upah (Aliy: 286). Menurut pengertian syara‟
Al ijarah ialah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan
jalan penggantian (Sayyid,1987: 52).
Menurut fatwa DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000
tentang pembiayaan Ijarah yaitu :
31
ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak guna saja dari yang menyewakan pada penyewa.
Terdapat perbedaan pendapat diantara ulama fiqh tentang
pengertian ijarah, perbedaan tersebut diantaranya adalah:
1) Menurut Hanfiyah, ijarah ialah akad untuk memperbolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan. 2) Menurut Malikiyah, ijarah adalah nama bagi akad-akad
untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan sebagian yang dapat dipindahkan.
3) Menurut Syaikh Syihab Al-Din dan Syaikh Umairah, ijarah adalah akad atas suatu manfaat yang diketahui dan sengaja untuk memberi dan memperbolehkan imbalan diketahui dan sengaja untuk memberi dan memperbolehkan imbalan diketahui ketika itu.
4) Menurut Muhammad Al-Syarbini al-Khitab, ijarah yaitu pemilikan manfaat dengan adanya manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat.
5) Menurut Sayid Sabiq, ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. 6) Menurut Habi Ah-Shiddiqie bahwa ijarah aalah akad
yang objeknya ialah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat.
7) Menurut Idris Ahmad bahwa upah artinya mengambil manfaat tenaga orang lain dengan jalan memberi ganti menurut syarat-syarat tertentu (Suhendi, 2014: 144-115).
Akad al ijarah al maushuah fi dzimmah adalah akad ijarah
dengan harga (upah) dibayar tunai, sedangkan obyek sewa diserahkan pada waktu yang disepakati. Akad yang terdiri dari
dua akad, yaitu akad ijarah dan akad salam. Kemudian yang
melandasi produk KPR inden yaitu sebuah program KPR yang
32
sepenuhnya selesai atau masih dalam pemesanan yang disebut
inden.
b. Rukun –rukun dan syarat Al Ijarah
Dalam menjalankan muamalah atau suatu transaksi perlu
diperhatikan di dalamnya bahwa terdapat pula rukun dan syarat
yang harus dipenuhi untuk memenuhi sahnya atau jalannya
bermuamalah.
1) Rukun-rukunnya yaitu :
a) Mu‟jir (Orang/ barang yang disewa) adalah orang yang
memberikan upah dan yang menyewakan atau mu‟jir
adalah orang yang menggunakan jasa atau tenaga orang
lain untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu.
b) Musta‟jir (Orang yang Menyewa) adalah orang yang
menerima upah untuk melakukan sesuatu atau
musta‟jir adalah orang yang menyumbangkan
tenaganya, atau orang yang menjadi tenaga kerja dalam
suatu pekerjaan dan mereka menerima upah dari
pekerjaannya itu.
c) Ma‟qud alaihi (barang yang menjadi Objek) adalah
Sesuatu yang dikerjakan dalam upah mengupah,
disyaratkan pada pekerjaan yang dikerjakan dengan
beberapa syarat, adapun salah satu syarat terpenting
33
adalah jasa yang halal. Dilarang memberikan jasa yang
haram seperti keahlian membuat minuman keras atau
membuat iklan miras dan sebagainya. Asal pekerjaan
yang dilakukan itu dibolehkan Islam dan akad atau
transaksinya berjalan sesuai aturan Islam. Bila
pekerjaan itu haram, sekalipun dilakukan oleh orang
non muslim juga tetap tidak diperbolehkan. Jadi
pekerjaan dan barang yang akan dijadikan objek kerja
harus memiliki manfaat yang jelas, seperti mengerjakan
proyek, membajak sawah dan sebagainya.
d) Sighat (ijab dan qabul) merupakan suatu bentuk
persetujuan dari kedua belah pihak untuk melakukan
ijarah. Ijab merupakan pernyataan dari pihak pertama
(mu‟jir) untuk menyewakan barang atau jasa.
Sedangkan Qabul adalah jawaban persetujuan dari
pihak kedua untuk menyewakan barang atau jasa yang
dipinjamkan oleh mu‟jir.
e) Imbalan atau Upah yaitu sebagaimana terdapat dalam
kamus umum Bahasa Indonesia adalah uang dan
sebagainya yang dibayarkan sebagai pembalas jasa atau
sebagai tenaga yang sudah dikeluarkan untuk
mengerjakan sesuatu.
34
f) Manfaat hanafiah, rukun ijarah hanya satu, yaitu ijab
dan qobul, yakni pernyataan dari orang yang menyewa
dan yang menyewakan (Ahmad, 2010: 320).
2) Syarat sah Al Ijarah
Menurut Sulaiman (1994: 124), syarat-syarat
sewa-menyewa atau ijarah yang diterapkan dalam kredit pemilikan
rumah inden yaitu sebagai berikut:
a) Masing-masing pihak rela untuk melakukan perjanjian
sewa menyewa.
b) Harus jelas dan terang mengenai objek yang diperjanjikan.
c) Objek sewa menyewa dapat digunakan sesuai
peruntukannya.
d) Barang yang diperjanjikan dalam sewa menyewa harus
dapat diserahkan sesuai dengan yang diperjanjikan.
e) Kemanfaatan objek yang diperjanjikan adalah yang
dibolehkan oleh agama.
Maksudnya jika di dalam perjanjian sewa menyewa itu
terdapat pemaksaan, maka sewa menyewa itu tidak sah.
Maka kegunaan barang yang disewakan itu harus jelas dan
dapat dimanfaatkan oleh penyewa sesuai dengan
peruntukannya (kegunaan) barang tersebut, seandainya
35
diperjanjikan maka perjanjian sewa menyewa dapat
dibatalkan, objek sewa menyewa dapat diserahkan.
c. Landasan Hukum Al Ijarah
1) Landasan Al-Qur‟an
“Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai
kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".
2) Landasan As-Sunah
Diriwayatkan Ahmad, Abu Daud, dan Nasaiy dari Sa‟d
bin Abi Waqas menyebutkan : “Dahulu kami menyewa tanah
dengan jalan membayar dengan hasil tanaman yang tumbuh
di sana. Rasulullah lalu melarang cara yang demikian dan
memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang mas
36
3) Landasan Ijma‟
Disyariatkan ijarah, semua umat bersepakat, tak
seorang ulama yang membantah kesepakatan ijma‟, sekalipun
ada seseorang diantara mereka yang berpendapat berbeda,
akan tetapi hal tersebut tidak dianggap (Sabiq, 1987: 11).
4) Rasulullah SAW melalui hadistnya juga sudah mengatur
landasan hukum sewa menyewa sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu
Abbas Ra bahwa Nabi Muhammad Saw mengemukakan
berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya
kepada tukang bekam itu. Diriwayat lain disebutkan
sesungguhnya Rasulullah SAW pernah berbekam kepada
seseorang dan beliau memberi upah tukang bekam itu
(Sulaiman, 1994: 56).
5) Landasan Hukum, Pada konstitusi Negara Indonesia juga
telah diatur mengenai landasan hukum sewa menyewa yang
merupakan kategori jenis hukum perdata. Pada Kitab Undang
Undang Hukum Perdata (KUHP) sewa menyewa dijelaskan
dari pasal 1548 sampai pasal 1600. Sewa menyewa yang
diatur dalam KUHP ini berupa penyewaan rumah dan
penyewaan tanah pada pasal 1550 1580, sewa rumah dan
perabotannya pada Pasal 1581 1587, serta sewa tanah mulai
37
d. Berakhirnya Akad Al Ijarah
Akad ijarah berakhir karena hal-hal berikut ini:
1) Meninggalnya salah satu pihak yang melakukan akad
2) Iqalah, yaitu pembatalan oleh kedua pihak
3) Rusaknya barang yang disewakan
4) Telah selesai masa sewa, kecuali ada uzdur (Muclich, 2010:
338).
2. Pengertian Umum Tentang Al Ijarah Al Maushufah Fi Al Dzimmah
a. Pengertian Akad Al Ijarah Al Maushufah Fi Al Dzimmah
Akad al ijarah al maushufah fi al dzimmah akad yang
terdiri dari dua akad, yaitu akad ijarah dan akad salam
(Sudarsono, 2003: 79). Akad yang melandasi produk KPR inden
yaitu bahwa sebuah program KPR yang dapat dipakai calon
debitur untuk memiliki rumah yang belum sepenuhnya selesai,
akad ijarah sendiri artinya adalah akad pemindahan hak guna
(manfaat) atas suatu barang dan/atau jasa dalam waktu tertentu
dengan pembayaran sewa (ujrah). Sedangkan akad salam yaitu
pembelian yang berbentuk pesanan, dimana barang belum jadi,
orang yang memesan rumah secara inden belum mengetahui
38
atau barangnya belum siap pakai bahkan barang yang dipesan
belum ada.
Akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah adalah akad
sewa-menyewa atas manfaat suatu barang (manfaat „ain) dan/atau
jasa („amal) yang pada saat akad hanya disebutkan sifat-sifat dan
spesifikasinya (kuantitas dan kualitas). Akad al ijarah al
maushuah fi dzimmah adalah akad ijarah dengan harga (upah) dibayar tunai, sedangkan obyek sewa diserahkan pada waktu yang
disepakati.
b. Syarat-syarat dalam melakukan Ijarah Maushufah Fi Dzimmah
menurut Fatwa DSN-MUI No.101 Tahun 2016 tentang Ijarah
Maushufah Fi Dzimmah sebagai berikut :
1) Ketentuan terkait Manfaat Barang (Manfaat 'Ain) yaitu
manfaat harus berupa manfaat yang dapat diketahui
spesifikasinya (ma'lum) supaya terhindar dari perselisihan
dan sengketa (al-niza').
2) Manfaat harus berupa manfaat yang dapat diserah-terimakan
baik secara hakiki maupun secara hukum.
3) Jangka waktu penggunaan manfaat (masa ijarah) harus
disepakati pada saat akad.
4) Manfaat harus berupa manfaat yang boleh berdasarkan
39
5) Manfaat yang diharapkan adalah manfaat yang dimaksud
dalam akad yang dapat dicapai melalui akad Ijarah
al-Maushufah fi al-Dzimmah.
c. Ketentuan terkait Uang Muka dan Jaminan menurut fatwa
DSN-MUI NO.101 Tahun 2016 tentang Ijarah Maushufah Fi Dzimmah
sebagai berikut :
1) Dalam akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah
dibolehkan adanya uang muka (uang kesungguhan) yang
diserahkan oleh penyewa kepada pihak yang menyewakan.
2) Uang muka dapat dijadikan ganti rugi (al-ta'widh) oleh
pemberi sewa atas biaya-biaya/kerugian yang timbul dari
proses upaya mewujudkan barang sewa apabila penyewa
melakukan pembatalan sewa, dan menjadi pembayaran sewa
(ujrah) apabila akad al-ijarah al-maushufah fi al-dzimmah
dilaksanakan sesuai kesepakatan.
3) Pemberi sewa dapat dikenakan sanksi apabila menyalahi
substansi perjanjian terkait spesifikasi barang sewa dan
jangka waktu.
4) Apabila jumlah uang muka lebih besar dari jumlah kerugian,
uang muka tersebut harus dikembalikan kepada penyewa.
5) Dalam akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah
40
pemberi sewa baik secara hakiki (qabdh haqiqi) maupun
secara hukum (qabdh hukmi).
d. Ketentuan Hukum Akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah
boleh dilakukan dengan mengikuti Ketentuan dalam Fatwa ini,
Akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah berlaku secara
efektif dan menimbulkan akibat hukum, baik berupa akibat
hukum khusus (tujuan akad) maupun akibat hukum umum, yaitu
lahirnya hak dan kewajiban, sejak akad dilangsungkan.
Ketentuannya menurut fatwa DSN-MUI NO.101 Tahun 2016
tentang Ijarah Maushufah Fi Dzimmah sebagai berikut :
1) Ketentuan terkait Manfaat Barang (Manfaat 'Ain) dan
Pekerjaan („Amal), Manfaat barang dan pekerjaan dalam akad
ini, harus:
a) Diketahui dengan jelas dan terukur spesifikasinya
(ma'lum mundhabith) supaya terhindar dari perselisihan
dan sengketa (al-niza');
b) Dapat diserahterimakan, baik secara hakiki maupun
secara hukum;
c) Disepakati waktu penyerahan dan masa ijarahnya; dan
41
e. Ketentuan Terkait Barang Sewa menurut fatwa DSN-MUI
NO.101 Tahun 2016 tentang Ijarah Maushufah Fi Dzimmah
sebagai berikut :
1) Kriteria barang sewa yang dideskripsikan harus jelas dan
terukur spesifikasinya
2) Barang sewa yang dideskripsikan boleh belum menjadi milik
pemberi sewa pada saat akad dilakukan
3) Pemberi sewa harus memiliki kemampuan yang cukup untuk
mewujudkan dan menyerahkan barang sewa
4) Barang sewa diduga kuat dapat diwujudkan dan diserahkan
pada waktu yang disepakati
5) Para pihak harus sepakat terkait waktu serah-terima barang
sewa
6) Apabila barang yang diterima penyewa tidak sesuai dengan
kriteria pada saat akad dilakukan, penyewa berhak
menolaknya dan meminta ganti sesuai kriteria atau spesifikasi
yang disepakati.
f. Ketentuan terkait Ujrah menurut fatwa DSN-MUI NO.101 Tahun
2016 tentang Ijarah Maushufah Fi Dzimmah sebagai berikut :
1) Ujrah boleh dalam bentuk uang dan selain uang
2) Jumlah ujrah dan mekanisme perubahannya harus ditentukan
42
3) Ujrah boleh dibayar secara tunai, tangguh, atau bertahap
(angsur) sesuai kesepakatan
4) Ujrah yang dibayar oleh penyewa setelah akad, diakui
sebagai milik pemberi sewa.
g. Penyelesaian Perselisihan
Penyelesaian sengketa di antara para pihak dapat
dilakukan melalui musyawarah mufakat. Apabila musyawarah
mufakat tidak tercapai, maka penyelesaian sengketa dilakukan
melalui lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan syariah
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kesimpulan dari syarat dan ketentuan-ketentuan di atas
yaitu dalam melakukan KPR Inden yang berlandaskan akad al
ijarah al maushufah fi al dzimmah, bahwa manfaat barang harus
berupa manfaat yang harus disepakati pada saat akad supaya
dalam pelaksanaannya tidak terdapat kerugian, perselisihan yang
timbul proses pelaksanaan KPR inden dan berjalan sesuai
ketetapan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh syari‟ah
berdasarkan yang sudah dikeluarkan oleh DSN MUI. Maksudnya
jika di dalam perjanjian KPR inden itu terdapat pemaksaan, maka
perjanjiannya tersebut tidak sah, dan kegunaan barang yang
disewakan itu harus jelas dan dapat dimanfaatkan oleh penyewa
43
seandainya barang tersebut tidak dapat digunakan sebagaimana
yang diperjanjikan maka perjanjian KPR inden dapat dibatalkan,
dan objek KPR inden dapat diserahkan.
B. Pengertian Umum Tentang As-Salam
1. Pengertian Akad As Salam
Secara bahasa as-salam atau as-salaf berarti pesanan. Secara
terminologis para ulama mendefinisikannya dengan: “Menjual suatu
barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu (barang) yang
ciri-cirinya jelas dengan pembayaran modal lebih awal, sedangkan
barangnya diserahkan kemudian hari”. Salam berasal dari kata salama.
Disebut salam karena pemesanan barang menyerahkan uangnya
ditempat akad. Definisi dari salam sendiri adalah akad pemesanan
barang yang disebutkan sifat-sifatnya, yang dalam majelis itu pemesan
barang menyerahkan uang seharga barang pesanan yang menjadi
tanggungan dari penerima pesanan (Sudarsono, 2003: 48).
Dalam perjanjian As-Salam ini pihak pembeli barang disebut
As-Salam (yang menyerahkan), pihak penjual disebut
Al-Muslamuilaihi (orang yang diserahi), dan barang yang dijadikan objek
disebut Al-Muslam Fiih (barang yang akan diserahkan), serta harga
barang yang diserahkan kepada penjual disebut Ra‟su Maalis Salam
44
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan dalam keterkaitannya
akad al ijarah al mashufah fi al zimmah. Bahwa didalam akad al
ijarah al maushufah fi al dzimah itu terdapat akad salam, karena akad
akad al ijarah al maushufah fi al dzimah terbentuk dari dua akad yaitu
akad ijarah dan akad salam. Maksudnya dalam melakukan kegiatan
sewa inden itu berbentuk pesanan, dimana barang belum jadi, orang
yang memesan atau menyewa rumah secara inden belum mengetahui
barang tersebut secara utuh, barang masih dalam bentuk olahan atau
barangnya tidak dalam bentuk siap pakai.
2. Rukun –rukun As-Salam
Dalam pemesanan rumah secara inden mengandung unsur akad
as salam yang dialamnya memiliki ketentuan rukun dan syarat yang
harus dipenuhi. Rukun-rukunnya adalah :
a. Mu‟aqidain : Pembeli (muslam) dan penjual (muslam ilaih)
1) Cakap bertindak hukum ( baligh dan berakal sehat).
2) Muhtar ( tidak dibawah tekanan/paksaan).
b. Obyek transaksi ( muslam fih):
Dinyatakan jelas jenisnya, jelas sifat-sifatnya, jelas ukurannya,
jelas batas waktunya, tempat penyerahan dinyatakan secara jelas.
c. Sighat „ijab dan qabul
d. Alat tukar/harga, Jelas dan terukur, disetujui kedua pihak,
45
3. Syarat Sahnya Akad Salam adalah :
a. Pihak-pihak yang berakad disyaratkan dewasa, berakal dan baligh.
b. Barang yang dijadikan objek akad disyaratkan jelas, ciri-ciri, dan
ukurannya.
c. Modal atau uang disyaratkan harus jelas dan terukur serta
dibayarkan seluruhnya ketika berlangsungnya akad.
d. Ijab dan qobul harus diungkap degan jelas, pembayaran harga
pada salam boleh dilakukan pada saat akad berlangsung. Karena
sifatnnya adalah mengikat secara asli artinya mengikat semua
pihak sejak awal perjanjian (Sutedi, 2009: 78)..
4. Landasan akad Salam
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
b. Landasan Ijma‟
Mengutip dari perkataan Ibnu Mundzir yang mengatakan
bahwa, semua ahli ilmu (ulama) telah sepakat bahwa jual beli
salam diperbolehkan, karena terdapat kebutuhan dan keperluan