• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK-ANAK DALAM KELUARGA PERNIKAHAN USIA DINI DI KECAMATAN PULUNG KABUPATEN PONOROGO SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK-ANAK DALAM KELUARGA PERNIKAHAN USIA DINI DI KECAMATAN PULUNG KABUPATEN PONOROGO SKRIPSI"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

1

SKRIPSI

OLEH :

ERNA NUR INDAH

NIM : 210314010

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

Erna, Nurindah. 2018. Pendidikan Agama Islam Bagi Anak-Anak Dalam Keluarga Pernikahan Usia Dini Di Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Ponorogo. Pembimbing Skripsi: Dr. H. Sutoyo, M.Ag

Kata Kunci : Pendidikan Agama Islam, Keluarga, Pernikahan Dini

Pendidikan agama Islam bagi keluarga merupakan usaha orang tua sebagai orang yang bertanggungjawab dalam keluarga untuk membimbing jasmani dan rohani anak secara bertahap yang mencakup aspek duniawi dan ukhrawi berdasarkan hukum agama Islam agar anak dapat berkembang secara maksimal sesuai ajaran Islam.

Kebanyakan dari orang tua yang menikahkan anaknya di usia dini kehilangan pendidikan dan harapan-harapan untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Dan ketika mereka mempunyai keturunan keluarga pernikahan usia dini kekurangan bekal ilmu untuk mendidik anak-anaknya sesuai dengan syari‟at Islam. Penelitian dilakukan untuk mengetahui (1) sikap keluarga pernikahan usia dini terhadap pendidikan agama Islam anak-anaknya di Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo, (2) cara pernikahan usia dini terhadap pendidikan agama Islam anak-anaknya di Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian studi khasus. Tenik mengumpulkan data penulis menggunakan observasi, wawancara, dokumentasi.

Hasil dari penelitian ditemukan bahwa banyaknya masyarakat di daerah tersebut yang menikah di usia dini yang karena disebabkan kondisi ekonomi dan pendidikan orang tuanya yang rendah. (1) Sikap keluarga pernikahan usia dini terhadap pendidikan agama Islam anak-anaknya di Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo, kepedulian orangtua terhadap pendidikan agama anaknya telihat dengan jelas dalam sikap orangtua sudah cukup mendukung dari segi pendidikan Agamanya. Dengan memasukannya melalui lembaga pendidikan Agama untuk mengajari jasmani dan rohani anak sesuai dengan syari‟at Islam, tetapi orangtua keluarga pernikahan dini belum sepenuhnya mampu merubah akhlak anak dan menjadikan anak-anaknya memiliki pribadi yang Islami dan sholeh-sholehah. (2) Mengenai cara keluarga pernikahan usia dini terhadap pendidikan agama Islam anak-anaknya di Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo, sebagai berikut: cara yang orangtua lakukan dengan memasukan anak-anaknya ke dalam lembaga pembelajaran Al-Qur‟an seperti TPQ, MI dan lain sebagainya. Disekolah anak akan diberikan pembelajaran membaca dan menulis oleh guru disekolahnya akan tetapi sangat disayangkan para orangtua pernikahan usia dini tidak bisa membimbing dan melatih perkembangan pembelajaran anaknya selepas sekolah, dan para orangtua pernikahan usia dini hanya mengandalkan guru disekolah.

(5)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Orangtua merupakan pendidikan utama dan pertama bagi anak-anak mereka, dan merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Oleh karena itu, bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam keluarga.1 Peran pendidikan dalam rumah tangga yaitu pendidikan anak yang mewajibkan orangtua untuk memberikan pendidikan untuk anak-anaknya. Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa keluarga merupakan “pusat pendidikan” yang pertama dan terpenting

karena sejak timbulnya adab kemanusiaan sampai kini, keluarga selalu mempengaruhi pertumbuhan budi pekerti tiap-tiap manusia.2

Tujuan pendidikan dalam rumah tangga adalah agar anak mampu berkembang secara maksimal. Itu meliputi seluruh aspek perkembangan anaknya, yaitu jasmani, akal, dan rohani3 Seluruh uraianmengenai tanggung jawab orangtua dalam pendidikan Islam merupakan kajian aksiologis dalam pendidikan karena fungsi orangtua dan para pendidik adalah menentukan masa depan generasi penerus agama, bangsa, dan negara.

Setiap manusia ketika mulai dewasa, mereka akan berfikir untuk membangun rumah tangga melalui pernikahan. Pernikahan merupakan akad atau

1

Saiful Bahari, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), 85.

2

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), 239.

3

(6)

perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan wanita supaya halal dalam hubungan kelamin antara kedua belah pihak atas dasar sukarela dan keridhoan dua belah pihak untuk mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara-cara yang diridhoi Allah.

Kesejahteraan hidup rumah tangga atau keluarga merupakan dambaan dan tujuan hidup setiap manusia. Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana di kalangan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat ini tergantung pada kesejahteraan keluarga yang terbentuk melalui sebuah perkawinan.

Tujuan perkawinan yang pertama dan utama adalah memperoleh keturunan atau anak. Terwujudnya tujuan ini, bukan hanya merupakan tuntunan syar’i, melainkan juga realisasi dari keinginan-keinginan fitriah setiap individu,

baik laki-laki maupun wanita yang normal. Sebagaimana firman Allah „Azza wa Jalla dalam surat An-Nahl:72. menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"4

4

(7)

Dan yang terpenting lagi dalam pernikahan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah SWT.

Secara psikologis dan biologis tujuan perkawinan adalah mendorong manusia untuk memperoleh anak, dalam rangka melanjutkan keturunan dan sejarah umat manusia. Tanpa keturunan, jenis manusia akan punah di planet bumi ini.

Di Indonesia, kasus perkawinan anak di bawah umur bukanlah persoalan baru. Praktik ini sudah berlangsung lama dengan begitu banyak pelaku tidak hanya di pedalaman, namun juga di kota besar. Penyebabnya pun bervariasi, mulai dari faktor ekonomi, rendahnyapendidikan, dangkalnya pemahaman budaya dan doktrin agama tertentu, hingga hamil terlebih dahulu (yang popular dengan istilah married by accident). Nenek moyang kita dahulu banyak yang menikah di usia “dini”. Bahkan kala itu, perkawinan di usia “matang” akan

mendatangkan stigma dan citra negatif di mata masyarakat, di mana perempuan yang tidak segera menikah akan dinilai sebagai perawan kaseb”.5Mayoritas yang terjadi di kalangan masyarakat, orang tua lebih memilih untuk menikahkan anaknya daripada meneruskan di jenjang pendidikan. Bagi mereka, menikahkan anak dapat mengurangi beban kehidupan, karena salah satu tanggung jawabnya telah terselesaikan.

5

(8)

Di samping itu perkawinan mempunyai hubungan masalah kependudukan. Ternyata bahwa batas umur yang lebih rendah bagi seseorang wanita untuk kawin mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi dari pada jika dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi.

Berhubung dengan itu batasan usia yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan melaksanakan perkawinan adalah yang matang jiwa raganya. Dalam pasal 7 ayat 1 diterangkan “perkawinan hanya diizinkan kepada pria 19 tahun

dan wanita 16 tahun.6 Dari batasan umur ini secara fisiologis memang sudah dikatakan mampu tapi dari segi psikologis seseorang yang menikah di usia ini belum bisa dikatakan dewasa tetapi masih usia remaja.

Namun demikian jika belum mencapai 21 tahun, calon pengantin baik pria maupun wanita diharuskan memperoleh izin dari orang tua/wali yang diwujudkan dalam bentuk surat izin sebagai salah satu syarat untuk melangsungkan perkawinan. Bahkan bagi calon pengantin yang usianya kurang dari 16 tahun harus memperoleh dispensasi dari pengadilan.7

Undang-undang diciptakan untuk mengatur dan menjamin kepentingan masyarakat yang merupakan ijtihad dari pembuat undang-undang itu sendiri demi kemaslahatan rakyat yang sesuai dengan sosiokultur bangsa Indonesia, oleh karena itu hukum harus dapat membaca situasi masyarakat yang dalam hal ini

6

Muhammad Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal UU. No 1 Tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan Islam (Jakarta, 1986), 4.

7

(9)

menjadi obyek daripada hukum dan sendi-sendi hukum antara lain memperhatikan kemaslahatan, keadilan, dan tidak membebani pengguna hukum tersebut.8

Bila ditinjau lebih lanjut, banyaknya kasus kegagalan dalam mendidik anak dan keluarga antara lain disebabkan karena dinilai kurang berpendidikan, kedewasaan, dan kemampuan melaksanakan tanggung jawab dalam sebuah keluarga. Mengingat besarnya tanggung jawab yang dijalani oleh kedua calon mempelai. Hal ini juga berakibat pada keturunan yang dihasilkan dalam sebuah perkawinan tersebut, dikarenakan kurangnya kematangan jiwa kedua calon mempelai ditinjau dari segi psikis yang tidak optimal.

Kematangan seseorang ini dapat dikaji melalui pendekatan psikologi. Psikologi secara umum adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan yang berkaitan dengan jiwa manusia yang normal, dewasa, dan beradab.9

Tetapi tidak semua orang yang usianya sudah matang dan sukses dalam segala hal bisa membentuk keluarganya menjadi keluarga yang sangat diidam-idamkan (keluarga sakinah). Apalagi seseorang yang masih muda, masih dini, masih banyak tergantung dengan orang tuanya terutama dalam hal ekonomi sangat tipis untuk bisa membentuk keluarganya menjadi keluarga yang sakinah

8

Tengku Muhammad Hasby As-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqih (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1967), 7.

9

(10)

dengan posisi usia yang masih dini dan belum memiliki pekerjaan, tergantung pada orang tua tetapi tidak banyak dan jarang.

Fenomena perkawinan anak di bawah umur itu tidak terjadi begitu saja. Cara pandang masyarakat yang sangat sederhana, bahkan cenderung salah dalam mempresepsikan perkawinan, tidak lahir dari ruang hampa. Artinya, ada banyak variabel faktor yang menjadi penyebab dari semua ini. Dalam soal ini pendidikan memberi andil yang cukup besar.

Kebanyakan mereka yang menikah di usia dini ini adalah anak-anak yang berpendidikan rendah, psikologi yang belum matang dan kebanyakan masyarakat tidak mengetahui pentingnya pola pendidikan yang harus difahami oleh setiap orang sebelum berkeluarga. Agar keluarga yang akan ditempuhnya menjadi keluarga sakinah, mawaddah warrohmah yang tentunya akan membawa kepada kebahagiaan dunia akhirat.

Dengan demikian dari berbagai penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa pendidikan Agama Islam sangatlah penting bagi anak dalam pernikahan usia dini. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian meneliti dengan judul “Pendidian Agama Islam Bagi Aanak-anak Dalam Keluarga

(11)

B. Fokus Masalah

Berdasarkan dari permasalahan di atas, maka penelitian ini difokuskan pada pendidikan agama Islam bagi anak-anak dalam keluarga pernikahan usua dini di Kecematan Pulung Kabupaten Ponorogo.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian di atas, maka di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sikap keluarga pernikahan usia dini terhadap pendidikan agama Islam anak-anaknya di Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo?

2. Bagaimana Cara keluarga pernikahan usia dini terhadap pendidikan agama Islam anak-anaknya di Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang disebutkan maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:

1. Mengetahui sikap keluarga pernikahan usia dini terhadap pendidikan agama Islam anak-anaknya di Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo

(12)

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara peraktis, yaitu sebagai berikut:

1. Bagi peneliti

a. Untuk menambah wawasan peneliti agar berfikir kritis guna melatih kemampuan dalam memahami dan menerapkan dalam kehidupan dimasa depan.

b. Sebagai bahan dokumentasi dan penambah wawasan sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuwan tentang kelemahan dan kelebihan pernikahan dini.

2. Bagi masyarakat dan orang tua

a. Supaya masyarakat dapat mengetahui segi positif dan negatif pernikahan dini.

b. Agar orang tua lebih selektif dan hati-hati dalam menikahkan anaknya.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyusun sistematikanya sebagai berikut:

(13)

BAB II, Kajian teoritik tentang Pendidikan Agama Islam bagi Anak-Anak dalam Keluarga Pernikahan Usia Dini di Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo

BAB III, Membahas tentang metode penelitian, pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data.

BAB IV, Membahas tentang gambaran umum, diskripsi Pendidikan Agama Islam bagi Anak-Anak dalam Keluarga Pernikahan Usia Dini di Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo.

BAB V, Analisis tentang Pendidikan Agama Islam bagi Anak-Anak Dalam Keluarga Pernikahan Usia Dini di Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo.

(14)

BAB II

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK-ANAK DALAM

KELUARGA PERNIKAHAN USIA DINI

A. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian tersebut ada beberapa telaah pustaka yang peneliti temukan. Telaah pustaka tersebut yaitu:

Pertama,skripsi Erlyna Prehatmisari10 dengan judul “Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga Usia Muda”. Dengan hasil penelitian masih banyak

faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang menikah dalam usia muda dan dalam skripsi ini juga menjelaskan pengaruh pendidikan agama Islam pada keluarga yang menikah di usia muda. terbaru ini lebih pada sistem mendidiknya agar keluarga pernikahan dini ini menjadi keluarga berkualitas tentunya dibawah rambu-rambu sang illahi. Penelitian pola pendidikan agama Islam lebih pada keluarga pernikahan dini menjadi keluarga yang berpendidikan formal dan nonformal sebagai wujud bahwa pentingnya ajaran Islam dalam sebuah keluarga apalagi dalam keluarga pernikahan dini yang masih belum matang dalam segi psikologi, pendidikan dan ekonominya.

10

Erlyna Prehatmisari, Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga Usia Muda (Skripsi: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2009).

(15)

Kedua, Skripsi Aimatun Nisa11 dengan judul “Upaya Membentuk Keluarga Sakinah Bagi Keluarga Pernikahan Dini” ini hanya terfokus pada

perbandingan 2 keluarga dalam membentuk upaya keluarga sakinah. Persamaan hanya terdapat pada makna dan nilai yang terkandung pada keluarga pernikahan dini dan perbedaan terdapat pada tujuan penelitian yakni penelitian terdahulu menyajikan tentang upaya untuk membentuk keluarga sakinah sedangkan peneliti terfokus pada strategi pendidikan agama Islam di keluarga pernikahan dini.

Ketiga,skripsi Habibi12 dengan judul “Tinjauan Hukum Islam dan Psikologi Terhadap Batas Usia Minimal Perkawinan”. Penelitian ini menjelaskan

hasil batasan umur minimal untuk menikah berdasarkan hukum Islam.Penelitian pola pendidikan agama Islam lebih pada keluarga pernikahan dini menjadi keluarga yang berpendidikan formal dan nonformal sebagai wujud bahwa pentingnya ajaran Islam dalam sebuah keluarga apalagi dalam keluarga pernikahan dini yang masih belum matang dalam segi psikologi, pendidikan dan ekonominya.

11

Amiatun Nisa, Upaya Membentuk Keluarga Sakinah Bagi Keluarga Pernikahan Dini(Skripsi: Universitas Muhammadiyyah Surakarta , 2014).

12

(16)

B.Kajian Teori

1. Pendidikan Agama Islam

a. Pengertian pendidikan Agama Islam

Dalam bahasa Indonesia, istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “an” yang mengandung arti “perbuatan” (hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan

semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab, istilah ini sering diterjemahkan dengan “tarbiyah” yang berarti pendidikan.13

Dalam konteks islam, pendidikan secara bahasa (lughatan) ada tiga kata yang digunakan. Ketiga kata tersebut, yaitu (1) “al-ta’lim, (2)“al-ta’di,

(3) “at-tarbiyah”. Ketiga kata tersebut memiliki makna yang saling berkaitan saling cocok untuk pemaknaan pendidikan dalam Islam. Ketiga kata itu mengandung makna yang amat dalam, menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain.14

Pengertian ta‟lim menurut Abd. al-Rahman sebatas proses

penstrasferan penegtahuan antara manusia. Ia hanya dituntut untuk

13

Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), 84.

14

(17)

menguasai penegtahuan yang ditransfer secara kongnitif dan psikomotorik, akan tetap tidak dituntut pada domain akfektif. Ia hanya sekedar memberi tahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan kepribadian, karena sedikit sekali kemungkinan ke arah pembentukan kepribadian yang disebabkan pemberian pengetahuan.

Pada masa sekarang termasuk yang paling populer dipakai orang adalah “tarbiyah” karena term tarbiyah meliputi keseluruhan kegiatan pendidikan (tarbiyah) yang berarti suatu upaya yang dilakukan dalam mempersiapkan individu untuk kehidupan yang lebih sempurna dalam etika, sistematis dalam berfikir, memiliki ketajaman intusi, giat dalam berakresi, memiliki teloransi pada yang lain berkompetensi dalam hal yang baik, mengungkapkan dengan dan bahasa lisan dan tulisan yang baik dan benar serta memiliki beberapa keterampilan. Sedangkan istilah yang lain merupakan bagian dari kegiatan tarbiyah. Dengan demikian maka istilah pendidikan Islam disebut tarbiyah Islamiyah.15

Berdasarkan beberapa rumusan yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan di atas, serta beberapa pemahaman yang diperoleh dari beberapa istilah dalam pendidikan Islam, seperti tarbiyah, ta’lim, ta’dib dan istilah lainnya, dalam pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut: “Proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai-nilai Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan,

15

(18)

dan pengembangan potensinya, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.16

b. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam

Dasar-dasar dalam uraian ini adalah landasan atau pijakan yang dijadikan tempat berjalannya ilmu pendidikan Islam. Pada prinsipnya ilmu pendidikan Islam berfungsi mengembangkan pendidikan Islam itu sendiri. Oleh karena itu, harus diaplikasikan pada hal-hal berikut:17

1) Pendidikan Islam harus diorentasikan pada upaya mengejawantahkan nilai-nilai ilahiah dalam pribadi setiap peserta didik.

2) Pendidikan Islam adalah upaya manusia untuk menginternalisasikan sifat-sifat Allah yang ada pada dirinya.

3) Pendidikan Islam sesungguhnya diorientasikan umat Islam pada upaya mengenal Allah, mendekati-Nya, dan menyerahkan diri kepada-Nya. 4) Kemutlakan Allah dalam segala dimensi-Nya harus tampak dalam seluruh

komponen pendidikan Islam, baik dalam tujuan, materi, dan komponen pendidikan lainnya.

5) Dimensi kebenaran Allah mengisyaratkan bahwa hanyalah. Dia Sumber kebenaran,melahirkan cara pandamg epsistemologis tentang apa yang disebut dengan pengetahuan: tidak ada pemegtahuan yang dianggap benar

16

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta : Kalam Mulia, 2015), 105.

17

(19)

jika tidak bersumber dan tidak merujuk tanda-tanda Allah, baik quniyah

maupun qauliyah. Hal itu berlaku juga dalam ilmu pendidikan Islam. Dengan empat pandangan di atas, dasar utama ilmu pendidikan Islam adalah ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan secara langsung maupun tindakan langsung dengan ilmu pengetahun dan pendidikan. Dasar yang kedua diambil dari hadis atau As-Sunnah Rasulullah SAW. Yang memerintah umat Islam untuk mencari ilmu dan mengembangkan pendidikan Islam. Dasar ketiga dapat diambil dari pandangan para sahabat yang menjadi atsar bagi umat Islam. Dasar keempat berasal dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Undang-undang tentang sistem pendidikan nasional di Indonesia.18

Menurut Ramayulis dan Samsul Nizar, sebagaimana ajaran Islam. Fisafat pendidikan Islam bersumber pokok pada al-Qur‟an dan Hadis. Adapun sumber-sumber lain terdiri dari atas: qiyas syari’i dan ijma’ulama yang ada sepanjang masa. Adapun dasar yang kokoh tersebut, terutama al-Qur‟an dan Sunnah, lebih memantapkan dasar dan tujuan filsafat pendidikan Islam. Keabsahannya untuk dijadikan pedoman hidup dan kehidupan yang benar memang telah mendapat jaminan dari Allah SWT (QS.11: 2). Selain itu, keutuhan al-Qur‟an sebagai sumber yang otentik wahyu Illahi, terjaga sepanjang masa. Firman Allah SWT. “sesungguhnya kami telah menurunkan

al-Qur‟an dan sesungguhnya kami tetap memeliharanya”. (QS. 15: 9).

18

(20)

Dalam redaksi yang senada, Rasulullah memperkuat keabsahan kedua sumber tersebut melalaui sebdanya “kutinggalkan untuk kamu dua perkara

(sumber), dan tidaklah akan tersesat selama-lamanya selama kamu masih berpegang kepada keduanya, yaitu kitabullah dan Sunnah Rasulnya”. (H.R.

Bukhari dan Muslim).19

c. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan. Karena itu tujuan pendidikan Islam yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan pendidikan Islam.

Ahmad D. Marimba mengemukakan dua macam tujuan yaitu tujuan sementara dan tujuan akhir.20

1) Tujuan Sementara

Yaitu sasaran sementara yang harus dicapai oleh umat Islam yang melaksanakan pendidikan Islam. Tujuan sementara di sini yaitu, tercapainya baerbagai kemampuan seperti kecakapan jamaniah, pegetahuan membaca, menulis, pengetahuan ilmu-ilmu kemasyarakatan, kesusilaan, keagamaan, kedewasaan jasmani –rohani dan sebagainya.

19

Ramayilis dan Samsul Nizal, filsafat Pendidikan Islam, 9.

20

(21)

2) Tujuan akhir

Adapun tujuan akhir pendidikan Islam yaitu terwujudnya kepribadaian muslim, sedangkan kepribadian muslim disini adalah kepribadaian yang seluruh aspek-aspeknya merealisasikan atau mencerminkan ajaran Islam.

Dapat disimpulkan yang dimaksud dengan kepridadian muslim ialah pridadi yang seluruh aspek-aspek yakni baik tingkah luarnya, kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup kepercayaannya menunjukkan pengabdian Tuhan, penyerahan diri kepada-Nya.21

d. Prinsip Pendidikan Agama Islam

Dalam menentukan tujuan pendidikan Islam sesungguhnya tidak terlepas dari prinsip-prinsip pendidikan. Dalam hal ini, paling tidak ada lima prinsip dalam pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai Al-Qur‟an dan Hadis, sebagai berikut.

1) Prinsip Intergrasi (Tauhid)

Prinsip ini memandang adanya wujud kestuan antara dunia dan akhirat. Untuk itu, pendidikan akan meletakkan porsi yang seimbang untuk mencapai kebahagiaan di dunia sekaligus di akhirat (I’malu lid dunyaka ka annaka ta’isyu Abadan, wa I’malu lil akhiratika ka’annaka

tamutu ghadan).

21

(22)

2) Prinsip Keseimbangan

Prinsip ini merupakan konsekuensi diri prinsip intrgrasi. Keseimbanagan yang proposional antara muatan ruhaniah dan jasmaniah, antara ilmu murni (pure science) dan ilmu terapan (aplicated science), antara teori dan praktik, dan antara nilai-nilai yang menyangkut aqidah,

syari’ah dan akhlaq.

3) Prinsip Pemasaran dan Pembebasan

Prinsip ini dikembangkan dari nilai tahuid, bahwa Tuhan adalah Esa. Oleh karena itu, setiap individu dan bahkan semua mahluk hidup diciptakan oleh pencipta yang sama (Tuhan). Perbedaan hanyalah membebaskan manusia dari belenggu nafsu dunia menuju pada nilai tauhid yang bersih dan mulia. Manusia dengan pendidikannya diharapkan biasa bebas dari belenggu kebodohan, kemiskinan, kejumudan, dan nafsu

hayawaniyah-nya sendiri.

4) Prinsip Kontinuitas dan Berkelanjutan (Istiqomah)

(23)

5) Prinsip Kemaslahatan dan Keutamaan

Jika ruh tauhid telah berkembang dalam sistem moral dan akhlak seseorang dengan keberhasilan hati dan kepercayaan yang jauh dari kotoran, ia akan memiliki daya juang untuk membela hal-hal yang maslahat atau berguna bagi kehidupan. Sebab, nilai tauhid hanya bisa dirasakan apabila ia telah dimanifestasikan dalam gerak langkah manusia untuk kemaslahatan dan keutamaan manusia sendiri.22

Menurut Abuddin Nata, maka dapat dikemukakan, bahwa yang dimaksud dengan prinsip pendidikan Islam adalah kebenaran yang dijadikan pokok dasar dalam merumuskan dan melaksanakan pendidikan Islam. Dengan prinsip ini, maka pendidikan Islam akan memiliki perbedaan karakter dengan pendidikan diluar Islam.23

Perkembangan usia anak dan mentalitas anak menjadi tanggung jawab keluarga. Orangtua diharapkan membentuk lingkungan keluarga yang Islam karena anak mudah meniru seluruh perbuatan anggota keluarga yang dilihatnya. Anak akan merekam dan melakukan tindakan-tindakan sebagai hasil rekamannya. Oleh karena itu, semua aktivitas dalam keluarga harus dipantau dan diarahkan.24

22

Wiyani, Navan Ardy, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), 29.

23

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2010), 101-102.

24

(24)

d. Metode Dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Kata metode berasal dari bahasa Yunani. Secara etiomologi, kata metode berasal dari dua suku kata perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta

berarti “memulai” dan hodos berarti “jalan” atau “cara”. Dalam bahasa Arab,

kata metode dikenal dengan istilah thariqah yang berarti langkah-langkah strategis yang harus dipersiapkan, maka langkah-langkah strategis yang harus dipersiapkan dalam rangka pembentukan kepribadian peserta didik. Metode dan teknik mempunyai pengertian yang berbedameskipun tujuannya sama. Metode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan, sementara teknik adalah cara mengerjakan sesuatu”. Dengan demikian,

metode mempunyai pengertian yang lebih luas dan konsepsional.25 Dalam Al-Quran surat Al-Hayar ayat 2 dikatakan :



Artinya: “Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama[1463]. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah

25

(25)

mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang

yang mempunyai wawasan”26

Islam menganjurkan kepada umatnya agar mempunyai pandangan luas, melihat dan menerima pendapat atau ilmu dari siapapun asalkan ilmu tersebut mendatangkan keuntungan dan kemanfaatan bagi kehidupan manusia dan ilmu tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

2. Pernikahan Usia Dini

a. Pengertian Pernikahan.

Secara bahasa pernikahan terambil dari kata nakaha, yankihu,

nakahan, wanikaahan, yang mempunyai arti berhimpun, bersatu, dan

berkumpul. Dalam kamus bahasa Indonesia nikah diartikan sebagai janjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi.27

Menurut Tihami dan Sohari Sahrani, pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT, sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.28

26

Al-Qur‟an, Al-Haysr: 2.

27

M. Fadlillah, Menikah Itu Indah ( Yogyakarta: Elangit7 publishing, 2014) 2.

28

(26)

Adapun menurut syarak, nikah adalah akad serah terima anata laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya dan untuk membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang sejahtrea. Para ahli fikih berkata, zawwaj atau nikah adalah akad yang secara keseluruhan di dalamnya mengandung kata; inikah atau tazwji. Hal ini sesuai dengan ungkapan yang ditulis oleh Zakiyah Darajat dan kawan-kawan yang memberikan definisi perkawinan sebagai berikut:

اَمُه اَىْعَم ْوَأ ِجْيِو ْزَتلاِوَأ ِحاَكَىلا ِظْفَلِب ٍئْط َو َةَحاَبِإ ُهَمَضَتَي ٌدْقَع

Artinya: “Akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hukum

kelamin dengan lafaz nikah atau tazwiji atau yang semakna

keduanya”.29

Perkawinan usia dini adalah perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang belum baliq. Apabila batasan baliqh itu ditentukan dengan hitiungan tahun maka perkawinan belia adalah perkawinan di bawah usia 15 tahun menurut mayoritas ahli fiqih, dan dibawah 17/18 tahun menurut pendapat Abu Hanifah.30 Menurut pasal Bab II, pasal 7 Tentang syarat-syarat perkawinan yaitu:

1) Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.

29

Ibid., 9.

30

(27)

2) Dalam hal penyimpangan dalam ayat (1) pasal ini dapat minta disepensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang diminat oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita.

Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orangtua tersebut pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengarungi yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (6).31

Walaupun demikian, masih terbuka terjadinya pernikahan di bawah umur melalui dispensasi yang diberikan oleh pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orangtua dari pihak pria maupun pihak perempuan (pasal 7 ayat 2).

Para ulama dari empat mazhab sepakat mengeni bolehnya perkawinan pasangan anak laki-laki yang masih kecil dengan perempuan yang masih kecil pula, apabila akadnya dilakukan oleh walinya. Tetapi para ulama berbeda akadnya dilakukan oleh walinya. Pendapat jalesnya sebagai berikut :32

1) Abu Hanifah

Abu Hanifa berpendapat bahwa perkawinan anak-anak itu boleh. Setiap wali, baik yang dekat maupun yang jauh dapat menjadikan wali anak perempuannya yang masih kecil dengan anak laki-laki yang masih kecil. Wali ayah atau kakek lebih di utamakan, karena akadnya

31

Undang-Undang dasar RI Nomer 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

32

(28)

berlaku dengan pilihan kedua anak tersebut setelah keduanya dewasa. Apabila akadnya dilakukan oleh wali bukan ayahnya dan kakeknya, misalnya oleh saudaranya, pamannya, maka kedua anak tersebut harus memilih untuk terus atau membatalkan perkawinannya setelah keduanya dewasa.

2) Imam Syafi‟i

Imam Syafi‟i perpendapat bahwa perkawinan anak yang masih

kecil itu diperbolehkan seperti pendapat Abu Hanifah. Tetapi yang berhak mengawinkan hanya ayah atau kakeknya. Bila kedudukannya tidak ada. Maka hak mengawinkan anak yang masih kecil itu tidak dapat pindah kepada wali lainya.

3) Imam Malik

Imam Malik r.a. berpendapat bahwa perkawinan anak perempuan yang masih kecil dengan laki-laki yang juga masih kecil hanya dapat dilaksanakan oleh wali yang menerima wasiat dari ayahnya sebagai penghormatan kepada keinginan ayahnya sewaktu masih hidup atau setelah meninggalnya itu diperbolehkan.

(29)



Artinya: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” 33

Kalau mereka anak-anak kecil boleh kawin sebelum baliqh maka ayat ini tidak ada gunanya. Mereka juga berkata: kedua anak itu belum perlu kawin, karena tujuan perkawinan adalah untuk pelepasan syahwat dan untuk memperoleh keturunan sedang anak-anak kecil tidak membutuhkan tujuan itu. Alasan kegiatnya: yaitu adanya akibat akad yang tidak baik, yaitu si anak berkewajiban melaksanakan isi akad yang tidak mereka buat.34

4) Hadis

Namun sebagaimana disebutkan dalam hadis yang dikutip, bahkan sekalipun si ayah memaksa menikahkan anaknya yang tak seusia dengan keginginan si anak, maka setelah dia dewasa. Perkawinan itu dapat dibatalkan kalau memang si gadis sangat mengingininya, seorang anak perempuan kecil juga demikian bila setelah dewasa dia

33

QS. An-Nissa:5

34Sa‟id Thalib,

(30)

mendapatkan bahwa pasangannya tidak cocok, maka perkawinan itu dapat dibatalkan”. (HR. Abu Daud).35

b. Rukun Pernikahan

1) Dua orang yang saling melakukan aqad perkawinan, yakni mempelai laki-laki dan mempelai perempuan.36

2) Adanya wali.

3) Adanya 2 orang saksi.

4) Dilakukan dengan shighat tertentu.

c. Syarat Pernikahan

Adapun syarat dua mempelai itu ialah: 1) Syarat Pengantin Pria

Syarat Islam menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon suami berdasarkan ijtihad para ulama, ialah:

a) Calon suami beragama Islam.

b) Terang bahwa calon suami itu benar betul laki-laki. c) Orangtuanya diketahui dan tertentu.

d) Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri. e) Calon mempelai laki-laki tahu/kenal pada calon istri serta tahu bahwa

calon istrinya halal baginya.

35

Abdur Rahman, Perkawinan Dalam Syariat Islam (Jakarta: PT. RINEKA CIPTA, 1996), 45.

36

(31)

f) Calon suami ridha (tidak dipaksa) untuk melakukan perkawinan itu. g) Tidak sedang melakukan Ihram.

h) Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri. i) Tidak sedang mempunyai istri empat.

2) Syarat calon pengantin perempuan. a) Baragama Islam atau Ahli Kitab.

b) Terang bahwa ia wanita, bukan Khuntsa. c) Wanita itu tertentu oarangnya.

d) Halal bagi calon suami.

e) Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih dalam masa iddah.

f) Tidak dipaksa/iktiyar.

g) Tidak dalam keadaan Ihram Haji atau Umrah.37

d. Manfaat Pernikahan

Seperti ibadah-ibadah yang lainnya, pernikahan juga memiliki banyak manfaat bagi pelakunya. Tidak hanya bermanfaat di dunia, tetapi juga bermanfaat kelak di akhirat. Barang siapa dapat segera melangsanakan pernikahan, maka ia akan mendapatkan berbagai macam kemanfaatan dari Allah SWT. Adapun manfaat-manfaat pernikahan yang akan diperoleh yaitu:38

37

Ibid., 54.

38

(32)

1) Memberikan ketenangan

Manfaat yang akan dipatahkan oleh orang yang telah menikah ialah ia akan mendapatkan ketenangan jiwa. Apabila selama ia membujang kegundahan jiwa, karena belum mendapatkan tempat yang pas untuk menyalurkan curahan hati dan kasih sayang, sekaligus nafsu seksual tersebut otomatis akan dapat terobati.

2) Terhindar dari perbuatan zina

(33)

3) Menyempurnakan Agama

Setiap orang tentunya meningkatkan agamanya sempurna dihadapan Allah swt. Untuk menyempurnakan agama tersebut, maka seseorang diperintahkan untuk menikah. Orang yang rajin beribadah, seperti sholat, puasa, dan zakat belum dikatakan sempurna agamanya, manakala ia belum menikah. Untuk itu, orang meningkatkan agamanya sempurna, hendaklah ia segera menikah. Rasulullah saw telah bersabda: “Barang siapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari

agamanya. Dan hendaknya ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya” (HR. Thabrani dan Hakim).

4) Mendapatkan pertolongan Allah swt

Diantara bentuk ketaatan kepada Allah saw ialah dengan melaksanakan pernikahan. Karena pernikahan dalam islam merupakan perintah Allah saw dan Rasul-Nya. Bararti oarang yang telah menikah secara tidak langsung kelak di akhirat akan mendapatkankan pertolongan dari Allah swt. Dari Abu Hurairah ra Rasulullah saw bersabda: “Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah swt, yaitu:

pejuang dijalan Allah, mukatib (budak yang memerdekakan dirinya sendiri dari tuannya) yang mau melunasi pembayarannya, dan orang yang menikah dikarenakan mau menjauhkan dirinya dari yang haram”

(34)

5) Dibanggakan Nabi Muhammad Saw

Salah satu wujud cinta Nabi kepada orang yang menikah adalah beliau akan membanggakan di hadapan para nabi kelak di akhirat. Rasulullah saw telah bersabda: “Menikah dengan perempuan yang

mencintaimu dan yang bisa memberikan keturunan, sesungguhnya aku akan membanggakanmu sebagai umat yang terbanyak di hadapan nabi pada hari kiamat” (HR.Abu Dawud).

6) Mendapatkan rizqi yang banyak

Salah satu manfaat yang dijanjikan Allah swt ialah Dia akan memberikan kekayaan yang melimpah. Seandainya pada waktu belum menikah ekonominya sulit, maka stelah menikah Allah swt akan memudahkan. Sebagaimana firman Allah swt:

اىُوىُكَي ْنِإ ْمُكِئاَمِإ َو ْمُكِداَبِع ْهِم َهي ِحِلاَّصلا َو ْمُكْىِم ىَماَيلأا اىُحِكْوَأ َو

( ٌميِلَع ٌعِسا َو ُ َّاللَّ َو ِهِلْضَف ْهِم ُ َّاللَّ ُمِهِىْغُي َءاَرَقُف

٢٣

)

Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba-hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnian-Nya. Dan Allah Maha luas

(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS.An-Nuur:32).

7) Menambah Persaudaraan

(35)

kemasyarakatan. Dengan menikah secara tidak langsung akan menciptakan persatuan dan kesatuan antara keluarga, masyarakat maupun antara daerah, sehingga dengan ini akan dapat mewujudkan keluarga yang kuat dan bahagia dibawah naungan rahmat Allah swt.39

e. Hukum Pernikahan

Hukum nikah ialah sunnat bagi orang yang mampu dan mempunyai keinginan untuk menggauli perempuan. Bagi orang yang talah mempunyai keinginan demikian atau tidak mampu, hukumnya makruh.40 Oleh karena itu, meskipun perkawinan itu asalnya adalah mubah, namun dapat berubahmenurut ahkamal-khamsah (hukum yang lima) menurut perubahan keadaan:41

1) Nikah wajib. Nikah diwajibkan bagi orang yang telah mampu yang akan menambah takwa. Nikah juga wajib bagi orang yang telah mampu, yang akan mengaja jiwa dan menyelamatkannya dari perbuatan haram. Kewajiban ini tidak akan dapat terlaksana kecuali nikah.

2) Nikah Haram. Nikah diharamkan bagi orang yang tahu bahwa dirinya tidak mampu melaksanakan hidup berumah tangga melaksanakan kewajiban lahir seperti memberi nafkah, pakaian, temapat tinggal, dan kewajiban batin seperti mencampuri istri.

39

M. Fadlillah, Menikah Itu Indah Yogyakarta: Elangit7 publishing, 28.

40

Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), 73.

41

(36)

3) Nikah sunnah. Nikah disunnahkan bagi orang-orang yang sunah mampu tetapi ia sanggup mengendalikan dirinya dari perbuatan haram, dalam hal seperti ini maka nikah lebih baik dari pada membujang karena membujang tidak di ajarjan oleh Islam.

4) Nikah mubah, yaitu bagi orang yang tidak berhalangan untuk nikah dan dorongan untuk nikah belum membahayakan dirinya, ia belum wajib nikah dan tidak haram bila tidak nikah.

Dari uraian di atas menggambarkan bahwa dasar perkawinan, menurut Islam, pada dasarnya bisa menjadi wajib, haram, sunnah, dan mubah tergantung dengan keadaan maslahat atau mafsadatnya.42

f. Hikmah Pernikahan

Hikmah melakukan perkawinan yaitu sebagai berikut: 1) Menghindari terjadinya perzinahan

2) Menikah dapat merendahkan pandangan mata dan melihat perempuan yang diharamkan;

3) Menghindari terjadinya penyakit kelamin yang diakibatkan oleh perzinahan seperti aids;

4) Lebih menumbuh kembangkan kemantapan jiwa dan kedewasaan serta tanggung jawab kepada keluarga;

5) Nikah merupakan setengah dari agama;

42

(37)

6) Menurut M. Idris Ramulyo Hikamah perekawinan yaitu perkawinan dapat menimbulkan kesungguhan, keberanian, kesabaran, dan rasa tanggung jawab kepada keluarga, masyarakat dan negara. Perkawinan memperhubungkan silaturahmi, persaudaraan dan kegembiraan dalam menghadapi perjuangan hidup dalam kehidupan masyarakat dan sosial.43

g. Faktor-faktor Pendorong Pernikahan Usia Dini

Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya perkawinan usia muda yang sering dijumpai di lingkungan masyarakat, antara lain:

1) Ekonomi

Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu. 2) Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur.

3) Faktor orang tua

Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera mengawinkan anaknya.

43

(38)

4) Media masa

Gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan remaja modern kian Permisif terhadap seks.

5) Faktor adat

Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan.44

h. Hakikat Tentang Pernikahan Usia Dini

Perkawinan usia dini adalah perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang belum baligh. Apabila batasan baligh itu ditentukan dengan hitungan tahun maka perkawinan belia adalah perkawinan di bawah usia 15 tahun menurut mayoritas ahli fiqh, dan dibawah 17/18 tahun menurut pendapat Abu Hanifah.45

Imam Syafi‟i berpendapat bahwa ketika akan mengawinkan anak

perempuan maka wali mujbir untuk bermusyawarah dalam menikahkan putrinya.

Apabila dilihat dari tujuan perkawinan dalam Islam adalah dalam rangka memenuhi perintah Allah, untuk mendapatkan keturunan yang syah, untuk menjaga diri dari maksiat dan agar dapat membina rumah tangga yang damai dan teratur. Maka umatlah yang mempertimbangkan pada umur berapa perkawinan akan dilaksanakan. Jika perkawinan itu lebih banyak

44

Abu Al-Ghifari, Pernikahan Muda; Dilema Generasi Ekstravaganza (Bandung: Mujahid Press, 2004), 42-45

45

(39)

akan mendatangkan kerugian maka tidak diperbolehkan melakukan perkawinan dibawah umur. Jika umat Islam mampu mentaati UU No.1 Tahun 1974 dan menganggap pemerintahan adalah ulil amri, niscaya tidak akan terjadi pernikahan dibawah umur.46

Istilah dan batasan nikah muda (nikah dibawah umur) dalam kalangan pakar hukum Islam sebenarnya masih simpang siur yang pada akhirnya menghasilkan pendapat yang berbeda. maksud nikah muda menurut pendapat mayoritas yaitu orang yang belum mencapai baligh bagi pria dengan ditandai keluar air mani dan belum mencapai menstruasi (haidh) bagi wanita yang pada fiqh Asy-Syafi‟i minimal dapat terjadi pada usia 9

tahun. Abu Hanifah berpendapat bahwa usia baligh bagi anak laki-laki adalah 18 tahun sedangkan bagi perempuan adalah 17 tahun, sementara Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan, dan Asy-Syafi‟I menyebut usia 15 tahun sebagai tanda baligh, baik untuk anak laki-laki maupun perempuan. 47Sebenarnya didalam syariat Islam tidak mengatur atau memberikan batasan usia tertentu untuk melaksanakan suatu pernikahan seperti hadis Nabi:

“Barang siapa yang memiliki anak maka perbaikilah namanya dan

didiklah dengan baik dan bila sudah mencapai baligh maka nikahkanlah, maka apabila tidak dinikahkan kemudian ia melakukan dosa maka

46

Ibid., 90.

47

(40)

sesungguhnya dosa itu menimpa pada ayahnya”.48

Namun secara implisit syariat menghendaki pihak yang hendak melakukan pernikahan adalah benar-benar orang yang sudah siap mental, fisik, dan psikis, dewasa.49

3. Keluarga

a. Pengertian Keluarga

Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan “keluarga” : ibu

bapak dengan anak-anak, satuan kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat. Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil di dalam masyarakat yang berfungsi sebagai wahana untuk mewujud kehidupan yang tentram, aman, damai dan sejahtera dalam suasana cinta dan kasih sayang diantara anggotanya. Suatu ikatan hidup yang didasarkan karena terjadinya perkawinan, juga bisa disebabkan karena persusuan atau muncul perilaku pengasuhan.50

Menurut psikologi, keluarga bisa diartikan sebagai dua orang yang berjanji hidup bersama yang memiliki komitmen atas dasar cinta, menjalankan tugas dan fungsi yang saling terkait karena sebuah ikatan batin, atau hubungan perkawinan yang kemudian melahirkan ikatan sedarah, terdapat pula nilai kesepahaman, watak, kepribadian yang satu sama lain saling mempengaruhi walaupun terdapat keragaman, menganut

48

Abi Bakar Al-Manshur bi Sayyid Bakri Ibnu Sayyid Muhammad Sutha Ad-Dimyati,

I‟anatutthalibin (juz III;Dar al-fikr, 1997), 94.

49

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum Adat Hukum Agama (Bandung; Penerbit Mandar Maju), 54.

50

(41)

ketentuan norma, adat, nilai yang diyakini dalam membatasi keluarga dan yang bukan keluarga.51

b. Fungsi keluarga

Ahmad Tafsir dkk, melihat bahwa fungsi pendidikan dalam keluarga harus dilakukan untuk menciptakan keharmonisan baik di dalam maupun didalam keluarga itu. Oleh karna itu, para orang tua harus menjalankan fungsi sebagai pendidik dalam keluarga dengan baik. Fungsi pendidik di keluarga, diantaranya: 1) fungsi biologis, 2) fungsi ekonomi, 3) fungsi kasih sayang, 4) fungsi pendidikan, 5) fungsi sosialisasi anak, 6) fungsi rekreasi, 7) fungsi perlindungan, 8), fungsi status keluarga, 9) fungsi Agama.52

Sementara Samsul Nizar, menyatakan bahwa dalam memberdayakan pendidikan sangat relevan untuk dibahas beberapa fungsi keluarga. Selanjutnya ia membangun fungsi keluarga menjadi delapan fungsi, yaitu: fungsi keagamaan, fungsi cinta kasih, fungsi refroduksi, fungsi ekonomi, fungsi sosial, serta fungsi pelestarian lingkungan.53

Berdasarkan beberapa pendapat terhadap fungsi keluarga di atas, fungsi-fungsi dalam keluarga yang hendaknya dilaksanakan agar tercipta keluarga bahagia yang di dambakan, yang diantaranya sebagai berikut:

51

Ibid., 33.

52

Helmawati, Pendidikan Keluarga (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2014), 44.

53

(42)

a) Fungsi Biologis

Fungsi biologis adalah fungsi pemenuhan kebutuhan agar berlangsung hidupnya tetap terjaga termasuk fisik. Maksudnya pemenuhan kebutuhan yang yang berhubungan dengan jasmani manusia. Kebutuhan dasar manusia untuk terpenuhnya kecukupan makan, pakaian, dan tempat tinggal.

b) Fungsi Ekonomi

Fungsi ini berhubungan dengan bagaimana pengaturan penghasilan yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan dalam rumah tangga.

c) Fungsi Kasih Sayang

Fungsi ini menyatakan bagaimana setiap anggota keluarga harus menyayangi satu sama lain. Orang itu hendaknya menunjukan dan mencurahkan kasih sayang kepada anaknya secara tepat. Kasih sayang bukan hanya berupa materi yang diberikan tetapi perhatian, kebersamaan yang hangat sebagai keluarga, saling memotivasi dan mendukung untuk kebaikan bersama.

d) Fungsi Perlindungan

(43)

Perlindungan di dunia meliputi keamanan atas apa yang dimakan atau dipakai dan di mana tempat tinggal keluarga. Perlindungan terhadap kenyamanan situasi dan kondisi serta lingkungan sekitar.

e) Fungsi Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk meningkatkan martabat dan perbedaan manusia. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam pendidikannya. Dari kelurga inilah anak mulai belajar berbagi macam hal, terutama nilai-nilai, keyakinan, akhlak, belajar berbicara, mengafal huruf angka, dan bersosialisasi. Mereka belajar dari kedua orang tuanya. Anak-anak melihat, mendengar, dan melakukan apa yang diucapkan atau dikerjakan orang tuanya. Meraka menirukan apa yang dilakukan orang tuanya. Oleh karena itu, tutur kata dan perilaku orang tua hendaknya dapat menjadikan teladan bagi nak-anaknya.54

c. Bentuk-bentuk keluarga

Keluarga dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

1) Keluarga inti, yaitu terdiri dari bapak, ibu dan anak-anak, atau hanya ibu dan bapak atau nenek dan kakek.

2) Keluarga inti terbatas, yang terdiri dari ayah dan anak-anaknya, atau ibu dan anak-anaknya.

54

(44)

3) Keluarga luas (extended family), yang cukup banyak ragamnya seperti rumah tangga nenek yang hidup dengan cucu yang masih sekolah, atau nenek dengan cucu yang telah kawin, sehingga istri dan anak-anaknya hidup menumpang juga.55

d. Pendidikan Keluarga

Untuk mencapai tujuan, orang tualah yang menjadi pendidik pertama dan utama. Kaidah ini ditetapkan secara kodrati; artinya orangtua tidak dapat berbuat lain, mereka harus menempati posisi itu dalam keadaan bagaimanapun juga. Mengapa? Karena mereka ditakdirkan menjadi orangtua anak yang dilahirkan nya. Oleh karena itu mau tidak mau mereka harus menjadi penanggung jawab pertama dan utama. Kaidah ini diakui oleh semua agama dan semua sisten nilainyang dikenal manusia.

Sehubung dengan tugas serta tanggung jawab itu maka ada baiknya orang tua mengetahui dan sedikit mengenal tentang apa dan bagaimana pendiidkan dalma rumah tangga. Pengetahuan itu sekurang-kurangnya dapat menjadikan penuntun, rambu-rambu bagi orangtua dalam menjalankan tugasnya.

Tujuan pendidikan dalam rumah tangga adalah agar anak mampu berkembang secara maksimal. Itu meliputi seluruh aspek perkembangan

55

(45)

anaknya, yaitu jasmani, akal, dan ruhani. Tujuan lain adalah membantu sekolah atau lembaga kursus dalam mengembangkan pribadi anaknya.56

Tanggung jawab orangtua dalam mendidik anak yang utama adalah membersihkan, mensucikan, serta membawakan hati anak untuk bertakwa kepada Allah SWT. Hal tersebut karena tanggung jawab orang tua dalam mendidik anaknya adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah sebagai pemberi amanat. Orang tua yang memelihara amanat tersebut dibuktikan dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak sehingga mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah, mampu berperan sebagai mahluk sosial, dan sebagai sebagai mahluk individual yang ditunjukkan oleh adanya ikatan kejiwaan anak sebagai tanda kasih sayang, kecintaan dan penghormatan terhadap setiap intraksi sosial.

Seluruh uraian mengenai tanggung jawab orangtua dalam pendidikan Islam merupakan kajian aksiologis dalam pendidikan karena fungsi orangtua dan para pendidik adalah menentukan masa depan generasi penerus agama, bangsa, dan negara.57

e. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga

Dalam keluarga, orangtua menentukan pola pembinaan pertama bagi anak. Ajaran islam menekankan agar setiap manusia memelihara

56

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, 239.

57

(46)

keluarganya dari bahaya siksa api neraka, termasuk menjaga anak dan harta agar tidak menjadi fitnah, yaitu dengan mendidik anak sebaik-baiknya. Pendidikan anak mutlak dilakukan oleh orangtuanya untuk menciptakan keseluruhan pribadi anak yang maksimal. Anak harus mengetahui jenis-jenis kebijakan dan keburukan, dapat memilih dan memilahnya sekaligus mengamalkannya. Melalui pendidikan terhadap anak khususnya, orangtua akan terhindar dari bahaya fitnah dan terhindar pula dari bahaya siksa api neraka, sebagaimana firman Allah dalam surat At-Tahrim ayat 6:58

ُساَّنلا اَهُدىُقَو اًراَن ْمُكيِلْهَأَو ْمُكَسُفْنَأ اىُق اىُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّيَأ اَي

اَم َنىُلَعْفَيَو ْمُهَزَمَأ اَم َ َّاللَّ َنىُصْعَي َلَ ٌداَدِش ٌظ َلَِغ ٌةَكِئ َلََم اَهْيَلَع ُةَراَج ِحْلاَو

َنوُزَمْؤُي

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, dan tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang dia perintahkan kepada mereka dan seluruh mengerjakan apa

yang diperintahkan.”

Perkembangan usia anak dan mentalitas anak menjadi tanggung jawab keluarga. Orangtua diharapkan membentuk lingkungan keluarga yang Islam karena anak mudah meniru seluruh perbuatan anggota keluarga yang dilihatnya. Anak akan merekam dan melakukan tindakan-tindakan sebagai hasil rekamannya. Oleh karena itu, semua aktivitas dalam keluarga harus dipantau dan diarahkan.59

58

At-Tahrim ayat 6

59

(47)

Pendididikan anak usia 1-6 tahun dilakukan di dalam keluarga. Pada usia 4-6 tahun, anak dimasukkan di sekolah taman kanak-kanak Islam atau taman beriman lainnya.Ditaman kanak-kanak, anak diajarkan berbagai hal yang berkaitan dengan kemampuan anak 4-6 tahun. Misalnya, pendidikan yang berkaitan dengan perkembangan pendengaran dan rasa pada anak. Telah diketahui bahwa tahun-tahun permulaan adalah masa vital bagi perkembangan intelektual, sosial, emosional, dan fisikal anak usia TK serta banyak berpengaruh bagi perkembangan berikutnya.60

Selain dilakukan di tanman kanak-kanak, pendidikan anak dilakukan pula di taman pengajian Al-Quran (TPA). Dalam peta taman pengajian Al-Quran yang diterbitkan oleh Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji Proyek peningkatan tenaga keagamaan tahun 1995, dinyatakan bahwa taman pengajian Al-Quran atau taman pendidikan Al-Quran adalah lembaga pendidikan Islam nonformaluntuk anak-anak yang menjadikansantri mampu dan gemar membaca Al-Quran dengan benar sesuai ilmu tajwid sebagai terget pokoknya, dapat mengerjakan shalat dengan baik, hapal sejumblah surat pendek dan ayat pilihan mampu berdoa dan beramal saleh.

Dari rumusan tersebut, jelas bahwa keberadaan TPA menduduki tempat yang amat strategis, terutama jika dikaitkan dengan tujuan

60

(48)

pertamanya, yaitu: “meningkatkan kulitas manusia Indonesia, yaitu manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.61

f. Kendala Pendidikan Agama Islam Anak Pada Keluarga Pernikahan

Dini.

Keluarga merupakan pendidik utama dalam hal agama, maka perlu kesiapan secara mental dan keilmuwan sebagai seorang pendidik, jika pendidikan tersebut dilakukan pada keluarga yang menikah muda maka ada beberapa kendala yang dihadapi diantaranya:

1) Bekal Ilmu

Keluarga yang berasal dari pernikahan muda pada umumnya kurang sekali membekali diri dengan ilmu-ilmu yang diperlukan dalam rumah tangga dan mendidik anak, padahal ada kewajiban-kewajiban maupun kebajikan-kebajikan dalam pernikahan yang menuntut kita untuk memiliki ilmunya sehingga kita bisa melaksanakan dengan baik dan tidak menyimpang.

2) Kemampuan memenuhi tanggung jawab

Banyak tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh orang yang sudah menikah sehingga kadang membuat sebagian orang takut memasukinya. Suami berkewajiban memberi pakaian kepada istrinya bila dia berpakaian, memberi makanan bila dia makan, dan menyediakan tempat tinggal anak-anaknya sesuai dengan kadar

61

(49)

kesanggupannya dan mampu menyediakan kelengkapan pendidikan bagi anak-anaknya.

3) Kesiapan menerima anak

Dalam membentuk sebuah rumah tangga tidak hanya dituntut kesiapan untuk menikah, tetapi juga dituntut kesiapan untuk membentuk rumah tangga, yakni membentuk keluarga yang terdiri dari ayah ibu dan anak. Suami istri harus siap menerima kehadiran anak dalam kehidupan mereka dan mampu mendidiknya dengan benar.

4) Kesiapan psikis

Kesiapan psikis untuk berumah tangga juga berarti kesiapan untuk menerima kekurangan-kekurangan orang yang menjadi pendampingnya dan mampu mendidik anak sesuai dengan tingkat kematangan anak tersebut. Selain itu kesiapan psikis meliputi kesediaan untuk memasuki rumah tangga secara bersahaja berbeda dari apa yang biasa ia temukan dalam keluarga orang tuanya. pendampingnya dan mampu mendidik anak sesuai dengan tingkat kematangan anak tersebut. Selain itu kesiapan psikis meliputi kesediaan untuk memasuki rumah tangga secara bersahaja berbeda dari apa yang biasa ia temukan dalam keluarga orang tuanya.

5) Kesiapan ruhiah

(50)

agamanya, hatinya akan halus sehingga mudah menerima peringatan dan nasihat dan mampu menunjukkan jalan yang benar bagi keturunanya kelak.62

6) Memiliki kematangan emosi

Kematangan emosi merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan perkawinan dan mendidik anak. Mereka yang memiliki kematangan emosi ketika memasuki perkawinan cenderung lebih mampu mengelola perbedaan yang ada diantara mereka dan mendidik anak dengan penuh kasih sayang.63

7) Lebih dari sekedar cinta

Ada alasan yang lebih tinggi untuk menikah, sebuah pernikahan tidak hanya didasari cinta ataupun ketertarikan pada fisik dan dorongan seksual saja. Tetapi harus didasari pada komitmen agar tidak terjerumus pada hubungan perzinahan dan hanya ingin mengikuti sunnah nabi dan mengharap ridha Allah SWT dan nanti mampu mendidik anak sesuai dengan ajaran Islam.64

Jadi ketika seseorang memutuskan untuk menikah muda maka sebaiknya mempersiapkan diri terlebih dahulu sehingga nantinyamemiliki bekal, sehingga nantinya mampu mendidik anak dengan baik dan penuh dengan kedewasaan dan kasih sayang.

62

M. Fauzil Adhim, Saatnya untuk Menikah (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), 30-39.

63

M. Fauzil Adhim, Indahnya Pernikahan Muda (Jakarta: Gema Insani, 2006), 107.

64

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan peneliti adalah pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Deskriptif kualitatif sebagaimana dikatakan oleh Bodgan dan Taylor bahwa metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, Dan lain lain. secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.65

Dalam hal ini jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah studi kasus yaitu uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (kumunitas), suatu program atau suatu situasi sosial. Peneliti studi kasus berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai subjek yang diteliti.66

65

Lexy J Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), 6.

66

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), 201.

(52)

Jenis penelitian studi kasus ini digunakan karena peneliti dapat meneliti dan mengetahui langsung Pendidikan agama islam dalam keluarga pernikahan usia dini.

B. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitan ini, kehadiran peneliti sangatlah penting sekali, peneliti bertindak sebagai instrument langsung sekaligus pengumpul data. Peneliti dalam penelitian ini bertindak secara langsung ke lapangan sehingga mendapatkan data yang riil didalam keluarga tersebut sehingga bisa mendapatkan data yang akurat.67

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian Pendidikan Agama Islam bagi Anak-Anak dalam Keluarga Pernikahan Usia Dini di Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo. Di pilih sebagai lokasi penelitian karena setelah melakukan pengamatan ternyata pendidikan disana sangat rendah dan banyak orang tua menikahkan anak-anaknya di usia dini.

D. Data dan Sumber Data

Data adalah segala informasi mengenai Variabel yang akan diteliti berdasarkan sumbernya. Menurut Arikunto sumber data dalam penelitian adalah

67

(53)

subyek dari mana data dapat diperoleh.68 Sementara data dibedakan menjadi dua bagian yaitu data primer dan data sekunder. Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung oleh narasumbernya. Sedangkan data Sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung oleh narasumbernya. Sumber data yang dipergunakan :

1. Sumber data langsung (data primer), yaitu data yang diperoleh penulis melalui observasi dan wawancara langsung dengan subyek yang diteliti. Dalam hal ini sumber informan terdiri dari keluarga Pernikahan dini.

2. Sumber data tidak langsung (data sekunder), yaitu data-data yang diambil dari instansi terkait yang diteliti. Dalam hal ini sumber informan terdiri dari perangkat desa dan warga desa Pulung yang berhubungan dengan Keluarga Pernikahan dini. Dan buku-buku yang berkaitan dengan pendidikan Agama Islam bagi anak-anak pernikahan dini.

Berdasarkan keterangan di atas yang dalam kaitanya dengan topik penelitian ini, yakni tentang Pendidikan Agama Islam pada anak keluarga pernikahan dini, maka yang akan penulis jadikan sebagai informan tergantung pada variasi yang penulis butuhkan. Dalam hal ini informan yang pasti penulis jadikan sebagai sumber informasi adalah para keluarga Pernikahan dini dan anaknya, perangkat desa serta masyarakat desa yang berhubungan dengan topik penelitian. Sedangkan data yang diperoleh penulis melalui pengamatan lapangan

68

(54)

dan pengamatan terhadap para anak keluarga pernikahan dini kemudian dideskripsikan atau dianalisa.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah meliputi wawancara, observasi dan dokumentasi. Sebab bagi peneliti kualitatif fenomena dapat dimengerti maknanya secara baik, apabila dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam dan observasi pada latar, dimana fenomena tersebut berlangsung dan disamping itu untuk melengkapi data, diperlukan doumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh atau tentang subjek).

1. Teknik Wawancara

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah meliputi wawancara, observasi dan dokumentasi. Sebab bagi peneliti kualitatif fenomena dapat dimengerti maknanya secara baik, apabila dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam dan diobservasi pada latar, dimana fenomena tersebut berlangsung dan disamping itu untuk melengkapi data, diperlukan dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh atau tentang subjek).

a. Teknik Wawancara

(55)

Wawancara dapat dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara atau dengan tanya jawab secara langsung.69

Dalam teknik wawancara ini tentunya ada informan kunci yang memberi informasi pokok mengenai penelitian yaitu Bapak Mohammad Anwar Ramdloni selaku kepala KUA di Kecamatan Pulung Kabupaten Ponrogo.

Teknik wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: a) teknik wawancara terstruktur, artinya peneliti harus menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan, b) wawancara mendalam, artinya peneliti mengajukan pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus permasalahan tersebut, c) dan wawancara tak terstruktur, artinya wawancara bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Adapun yang akan diwawancarai dalam penelitian ini:

1) Kepala KUA Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo, untuk memperoleh informasi mengenai latar belakang masyarakat yang menikah di usia dini.

2) Petugas Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo, untuk memperoleh informasi mengenai informasi data sejarah dan lain sebagainya di

69

(56)

Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo.

3) Orang tua pernikahan usia dini untuk memperoleh informasi mengenai sikap orangtua pernikahan usia dini memberian pendidian agama islam pada ananya di Kecantan Pulung Kabupaten Ponorogo. Serta cara orangtua pernikahan usia dini memberian pendidian agama islam pada ananya di Kecantan Pulung Kabupaten Ponorogo.

b. Teknik Observasi

Teknik observasi ialah teknik atau metode untuk menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Teknik ini digunakan untuk melihat atau mengamati secara langsung keadaan lapangan agar peneliti memperoleh gambaran yang lebih luas tentang permasalahan yang diteliti.70

Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikhologis. dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.71

Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participant observasion (observasi berperan serta) dan

non participant observasion, selanjutnya dari segi instrumentasi yang

70

Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 94

71

Gambar

Luas Tabel 4.1 Laki-laki

Referensi

Dokumen terkait

menghitung pajak penghasilan terhutang (final) yaitu DPP dikalikan dengan tarif pajak sebesar 10% 7). menyajikan dalam neraca pada kelompok modal sebesar nilai pengurangan

Air merupakan zat cair yang sangat berguna bagi kehidupan, baik untuk manusia maupun untuk mahkluk hidup lain. Untuk memanfaatkan air, manusia khususnya

MODUL GURU PEMBELAJAR Bahasa Inggris SMA/SMK Modul Guru Pembelajar Bahasa Inggris SMA Kelompok Kompetensi A DOWNLOAD | Profesional :Distinguishing Texts and Non Texts DOWNLOAD

[r]

Malaysian palm oil futures extended gains on Thursday evening, supported by strength in soyoil markets, favourable export numbers and end of year production concerns. There are

Volume telur larva ikan patin siam yang diberi perlakuan hormon tiroksin dan hormon rGH dapat menurun dengan cepat, akan tetapi pada perlakuan perendaman menggunakan rGH

DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala

Mudjiono dan Dimyati (2006:239) juga mengatakan pengertian belajar adalah suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman/pengetahuan baru sehingga menyebabkan