• Tidak ada hasil yang ditemukan

Secara bahasa pernikahan terambil dari kata nakaha, yankihu,

nakahan, wanikaahan, yang mempunyai arti berhimpun, bersatu, dan

berkumpul. Dalam kamus bahasa Indonesia nikah diartikan sebagai janjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi.27

Menurut Tihami dan Sohari Sahrani, pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT, sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.28

26

Al-Qur‟an, Al-Haysr: 2.

27

M. Fadlillah, Menikah Itu Indah ( Yogyakarta: Elangit7 publishing, 2014) 2.

28

Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fiqih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 8.

Adapun menurut syarak, nikah adalah akad serah terima anata laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya dan untuk membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang sejahtrea. Para ahli fikih berkata, zawwaj atau nikah adalah akad yang secara keseluruhan di dalamnya mengandung kata; inikah atau tazwji. Hal ini sesuai dengan ungkapan yang ditulis oleh Zakiyah Darajat dan kawan-kawan yang memberikan definisi perkawinan sebagai berikut:

اَمُه اَىْعَم ْوَأ ِجْيِو ْزَتلاِوَأ ِحاَكَىلا ِظْفَلِب ٍئْط َو َةَحاَبِإ ُهَمَضَتَي ٌدْقَع

Artinya: “Akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hukum

kelamin dengan lafaz nikah atau tazwiji atau yang semakna

keduanya”.29

Perkawinan usia dini adalah perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang belum baliq. Apabila batasan baliqh itu ditentukan dengan hitiungan tahun maka perkawinan belia adalah perkawinan di bawah usia 15 tahun menurut mayoritas ahli fiqih, dan dibawah 17/18 tahun menurut pendapat Abu Hanifah.30 Menurut pasal Bab II, pasal 7 Tentang syarat-syarat perkawinan yaitu:

1) Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.

29

Ibid., 9.

30

2) Dalam hal penyimpangan dalam ayat (1) pasal ini dapat minta disepensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang diminat oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita.

Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orangtua tersebut pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengarungi yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (6).31

Walaupun demikian, masih terbuka terjadinya pernikahan di bawah umur melalui dispensasi yang diberikan oleh pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orangtua dari pihak pria maupun pihak perempuan (pasal 7 ayat 2).

Para ulama dari empat mazhab sepakat mengeni bolehnya perkawinan pasangan anak laki-laki yang masih kecil dengan perempuan yang masih kecil pula, apabila akadnya dilakukan oleh walinya. Tetapi para ulama berbeda akadnya dilakukan oleh walinya. Pendapat jalesnya sebagai berikut :32

1) Abu Hanifah

Abu Hanifa berpendapat bahwa perkawinan anak-anak itu boleh. Setiap wali, baik yang dekat maupun yang jauh dapat menjadikan wali anak perempuannya yang masih kecil dengan anak laki-laki yang masih kecil. Wali ayah atau kakek lebih di utamakan, karena akadnya

31

Undang-Undang dasar RI Nomer 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

32

Sa‟id Thalib, Risalah Nikah (Hukum Perkawinan Islam) (Jakarta: Pustaka Amanah, 2010), 78.

berlaku dengan pilihan kedua anak tersebut setelah keduanya dewasa. Apabila akadnya dilakukan oleh wali bukan ayahnya dan kakeknya, misalnya oleh saudaranya, pamannya, maka kedua anak tersebut harus memilih untuk terus atau membatalkan perkawinannya setelah keduanya dewasa.

2) Imam Syafi‟i

Imam Syafi‟i perpendapat bahwa perkawinan anak yang masih kecil itu diperbolehkan seperti pendapat Abu Hanifah. Tetapi yang berhak mengawinkan hanya ayah atau kakeknya. Bila kedudukannya tidak ada. Maka hak mengawinkan anak yang masih kecil itu tidak dapat pindah kepada wali lainya.

3) Imam Malik

Imam Malik r.a. berpendapat bahwa perkawinan anak perempuan yang masih kecil dengan laki-laki yang juga masih kecil hanya dapat dilaksanakan oleh wali yang menerima wasiat dari ayahnya sebagai penghormatan kepada keinginan ayahnya sewaktu masih hidup atau setelah meninggalnya itu diperbolehkan.

Demikianlah pendapat para Imam yang terkenal dalam Islam tentang adanya perkawinan anak-anak. Tetapi adapula sekelompok ulama yang melarang adanya pernikahan anak-anak sebelum mereka sampai pada usia kawin, mereka beralasan dengan firman Allah:

                

Artinya: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” 33

Kalau mereka anak-anak kecil boleh kawin sebelum baliqh maka ayat ini tidak ada gunanya. Mereka juga berkata: kedua anak itu belum perlu kawin, karena tujuan perkawinan adalah untuk pelepasan syahwat dan untuk memperoleh keturunan sedang anak-anak kecil tidak membutuhkan tujuan itu. Alasan kegiatnya: yaitu adanya akibat akad yang tidak baik, yaitu si anak berkewajiban melaksanakan isi akad yang tidak mereka buat.34

4) Hadis

Namun sebagaimana disebutkan dalam hadis yang dikutip, bahkan sekalipun si ayah memaksa menikahkan anaknya yang tak seusia dengan keginginan si anak, maka setelah dia dewasa. Perkawinan itu dapat dibatalkan kalau memang si gadis sangat mengingininya, seorang anak perempuan kecil juga demikian bila setelah dewasa dia

33

QS. An-Nissa:5

34Sa‟id Thalib, Risalah Nikah (Hukum Perkawinan Islam) (Jakarta: Pustaka Amanah, 2010), 79.

mendapatkan bahwa pasangannya tidak cocok, maka perkawinan itu dapat dibatalkan”. (HR. Abu Daud).35

b. Rukun Pernikahan

1) Dua orang yang saling melakukan aqad perkawinan, yakni mempelai laki-laki dan mempelai perempuan.36

2) Adanya wali.

3) Adanya 2 orang saksi.

4) Dilakukan dengan shighat tertentu.

c. Syarat Pernikahan

Adapun syarat dua mempelai itu ialah: 1) Syarat Pengantin Pria

Syarat Islam menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon suami berdasarkan ijtihad para ulama, ialah:

a) Calon suami beragama Islam.

b) Terang bahwa calon suami itu benar betul laki-laki. c) Orangtuanya diketahui dan tertentu.

d) Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri. e) Calon mempelai laki-laki tahu/kenal pada calon istri serta tahu bahwa

calon istrinya halal baginya.

35

Abdur Rahman, Perkawinan Dalam Syariat Islam (Jakarta: PT. RINEKA CIPTA, 1996), 45.

36

Mardani, Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Islam Moderen (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), 11.

f) Calon suami ridha (tidak dipaksa) untuk melakukan perkawinan itu. g) Tidak sedang melakukan Ihram.

h) Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri. i) Tidak sedang mempunyai istri empat.

2) Syarat calon pengantin perempuan. a) Baragama Islam atau Ahli Kitab.

b) Terang bahwa ia wanita, bukan Khuntsa. c) Wanita itu tertentu oarangnya.

d) Halal bagi calon suami.

e) Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih dalam masa iddah.

f) Tidak dipaksa/iktiyar.

g) Tidak dalam keadaan Ihram Haji atau Umrah.37

d. Manfaat Pernikahan

Seperti ibadah-ibadah yang lainnya, pernikahan juga memiliki banyak manfaat bagi pelakunya. Tidak hanya bermanfaat di dunia, tetapi juga bermanfaat kelak di akhirat. Barang siapa dapat segera melangsanakan pernikahan, maka ia akan mendapatkan berbagai macam kemanfaatan dari Allah SWT. Adapun manfaat-manfaat pernikahan yang akan diperoleh yaitu:38

37

Ibid., 54.

38

1) Memberikan ketenangan

Manfaat yang akan dipatahkan oleh orang yang telah menikah ialah ia akan mendapatkan ketenangan jiwa. Apabila selama ia membujang kegundahan jiwa, karena belum mendapatkan tempat yang pas untuk menyalurkan curahan hati dan kasih sayang, sekaligus nafsu seksual tersebut otomatis akan dapat terobati.

2) Terhindar dari perbuatan zina

Manusia adalah mahluk Allah swt yang paling sempurna. Selain dibekali akal pikiran, manusia juga dibekali nafsu seksual. Nafsu akan terus bergejolak menyelimuti diri setiap orang dalam berbagi keadaan dan menuntut untuk segera disalurkan. Oleh karenanya, salah satu solusi untuk menghindari godaan tersebut, islam menganjurkan agar setiap orang yang telah memiliki kemampuan lahir dan batin untuk segera menikah. Dengan menikah seseorang akan dapat terhindar dari perbuatan zina yang dilaknat oleh Allah swt.Sebagaimana Rasulullah saw telah bersabda: “Wahai pemuda, barang siapa diantara kamu yang telah cukup biaya(kemampuan), maka hendaknya menikah. Karena sesungguhnya menikah itu menghalangi pandangan (terhadap yang dilarang oleh agama) dan memelihara kehormatannya (kemaluannya). Barang siapa belum mampu, hendaknya di berpuasa, karena puasa itu adalah perisai bagainya” (HR. Bukhari dan Muslim).

3) Menyempurnakan Agama

Setiap orang tentunya meningkatkan agamanya sempurna dihadapan Allah swt. Untuk menyempurnakan agama tersebut, maka seseorang diperintahkan untuk menikah. Orang yang rajin beribadah, seperti sholat, puasa, dan zakat belum dikatakan sempurna agamanya, manakala ia belum menikah. Untuk itu, orang meningkatkan agamanya sempurna, hendaklah ia segera menikah. Rasulullah saw telah bersabda: “Barang siapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaknya ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya” (HR. Thabrani dan Hakim).

4) Mendapatkan pertolongan Allah swt

Diantara bentuk ketaatan kepada Allah saw ialah dengan melaksanakan pernikahan. Karena pernikahan dalam islam merupakan perintah Allah saw dan Rasul-Nya. Bararti oarang yang telah menikah secara tidak langsung kelak di akhirat akan mendapatkankan pertolongan dari Allah swt. Dari Abu Hurairah ra Rasulullah saw bersabda: “Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah swt, yaitu: pejuang dijalan Allah, mukatib (budak yang memerdekakan dirinya sendiri dari tuannya) yang mau melunasi pembayarannya, dan orang yang menikah dikarenakan mau menjauhkan dirinya dari yang haram” (HR. Tirmidzi).

5) Dibanggakan Nabi Muhammad Saw

Salah satu wujud cinta Nabi kepada orang yang menikah adalah beliau akan membanggakan di hadapan para nabi kelak di akhirat. Rasulullah saw telah bersabda: “Menikah dengan perempuan yang mencintaimu dan yang bisa memberikan keturunan, sesungguhnya aku akan membanggakanmu sebagai umat yang terbanyak di hadapan nabi pada hari kiamat” (HR.Abu Dawud).

6) Mendapatkan rizqi yang banyak

Salah satu manfaat yang dijanjikan Allah swt ialah Dia akan memberikan kekayaan yang melimpah. Seandainya pada waktu belum menikah ekonominya sulit, maka stelah menikah Allah swt akan memudahkan. Sebagaimana firman Allah swt:

اىُوىُكَي ْنِإ ْمُكِئاَمِإ َو ْمُكِداَبِع ْهِم َهي ِحِلاَّصلا َو ْمُكْىِم ىَماَيلأا اىُحِكْوَأ َو

( ٌميِلَع ٌعِسا َو ُ َّاللَّ َو ِهِلْضَف ْهِم ُ َّاللَّ ُمِهِىْغُي َءاَرَقُف

٢٣

)

Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba-hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnian-Nya. Dan Allah Maha luas

(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS.An-Nuur:32).

7) Menambah Persaudaraan

Manfaat terakhir yang akan didapatkan oleh orang yang berkenan menikah ialah akan bertambah saudara-saudaranya. Karena pernikahan dapat meningkatkan tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan cinta antar keluarga dan memperkuat hubungan

kemasyarakatan. Dengan menikah secara tidak langsung akan menciptakan persatuan dan kesatuan antara keluarga, masyarakat maupun antara daerah, sehingga dengan ini akan dapat mewujudkan keluarga yang kuat dan bahagia dibawah naungan rahmat Allah swt.39

e. Hukum Pernikahan

Hukum nikah ialah sunnat bagi orang yang mampu dan mempunyai keinginan untuk menggauli perempuan. Bagi orang yang talah mempunyai keinginan demikian atau tidak mampu, hukumnya makruh.40 Oleh karena itu, meskipun perkawinan itu asalnya adalah mubah, namun dapat berubahmenurut ahkamal-khamsah (hukum yang lima) menurut perubahan keadaan:41

1) Nikah wajib. Nikah diwajibkan bagi orang yang telah mampu yang akan menambah takwa. Nikah juga wajib bagi orang yang telah mampu, yang akan mengaja jiwa dan menyelamatkannya dari perbuatan haram. Kewajiban ini tidak akan dapat terlaksana kecuali nikah.

2) Nikah Haram. Nikah diharamkan bagi orang yang tahu bahwa dirinya tidak mampu melaksanakan hidup berumah tangga melaksanakan kewajiban lahir seperti memberi nafkah, pakaian, temapat tinggal, dan kewajiban batin seperti mencampuri istri.

39

M. Fadlillah, Menikah Itu Indah Yogyakarta: Elangit7 publishing, 28.

40

Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), 73.

41

3) Nikah sunnah. Nikah disunnahkan bagi orang-orang yang sunah mampu tetapi ia sanggup mengendalikan dirinya dari perbuatan haram, dalam hal seperti ini maka nikah lebih baik dari pada membujang karena membujang tidak di ajarjan oleh Islam.

4) Nikah mubah, yaitu bagi orang yang tidak berhalangan untuk nikah dan dorongan untuk nikah belum membahayakan dirinya, ia belum wajib nikah dan tidak haram bila tidak nikah.

Dari uraian di atas menggambarkan bahwa dasar perkawinan, menurut Islam, pada dasarnya bisa menjadi wajib, haram, sunnah, dan mubah tergantung dengan keadaan maslahat atau mafsadatnya.42

f. Hikmah Pernikahan

Hikmah melakukan perkawinan yaitu sebagai berikut: 1) Menghindari terjadinya perzinahan

2) Menikah dapat merendahkan pandangan mata dan melihat perempuan yang diharamkan;

3) Menghindari terjadinya penyakit kelamin yang diakibatkan oleh perzinahan seperti aids;

4) Lebih menumbuh kembangkan kemantapan jiwa dan kedewasaan serta tanggung jawab kepada keluarga;

5) Nikah merupakan setengah dari agama;

42

6) Menurut M. Idris Ramulyo Hikamah perekawinan yaitu perkawinan dapat menimbulkan kesungguhan, keberanian, kesabaran, dan rasa tanggung jawab kepada keluarga, masyarakat dan negara. Perkawinan memperhubungkan silaturahmi, persaudaraan dan kegembiraan dalam menghadapi perjuangan hidup dalam kehidupan masyarakat dan sosial.43

g. Faktor-faktor Pendorong Pernikahan Usia Dini

Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya perkawinan usia muda yang sering dijumpai di lingkungan masyarakat, antara lain:

1) Ekonomi

Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu. 2) Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur.

3) Faktor orang tua

Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera mengawinkan anaknya.

43

4) Media masa

Gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan remaja modern kian Permisif terhadap seks.

5) Faktor adat

Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan.44

h. Hakikat Tentang Pernikahan Usia Dini

Perkawinan usia dini adalah perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang belum baligh. Apabila batasan baligh itu ditentukan dengan hitungan tahun maka perkawinan belia adalah perkawinan di bawah usia 15 tahun menurut mayoritas ahli fiqh, dan dibawah 17/18 tahun menurut pendapat Abu Hanifah.45

Imam Syafi‟i berpendapat bahwa ketika akan mengawinkan anak perempuan maka wali mujbir untuk bermusyawarah dalam menikahkan putrinya.

Apabila dilihat dari tujuan perkawinan dalam Islam adalah dalam rangka memenuhi perintah Allah, untuk mendapatkan keturunan yang syah, untuk menjaga diri dari maksiat dan agar dapat membina rumah tangga yang damai dan teratur. Maka umatlah yang mempertimbangkan pada umur berapa perkawinan akan dilaksanakan. Jika perkawinan itu lebih banyak

44

Abu Al-Ghifari, Pernikahan Muda; Dilema Generasi Ekstravaganza (Bandung: Mujahid Press, 2004), 42-45

45

akan mendatangkan kerugian maka tidak diperbolehkan melakukan perkawinan dibawah umur. Jika umat Islam mampu mentaati UU No.1 Tahun 1974 dan menganggap pemerintahan adalah ulil amri, niscaya tidak akan terjadi pernikahan dibawah umur.46

Istilah dan batasan nikah muda (nikah dibawah umur) dalam kalangan pakar hukum Islam sebenarnya masih simpang siur yang pada akhirnya menghasilkan pendapat yang berbeda. maksud nikah muda menurut pendapat mayoritas yaitu orang yang belum mencapai baligh bagi pria dengan ditandai keluar air mani dan belum mencapai menstruasi (haidh) bagi wanita yang pada fiqh Asy-Syafi‟i minimal dapat terjadi pada usia 9 tahun. Abu Hanifah berpendapat bahwa usia baligh bagi anak laki-laki adalah 18 tahun sedangkan bagi perempuan adalah 17 tahun, sementara Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan, dan Asy-Syafi‟I menyebut usia 15 tahun sebagai tanda baligh, baik untuk anak laki-laki maupun perempuan. 47Sebenarnya didalam syariat Islam tidak mengatur atau memberikan batasan usia tertentu untuk melaksanakan suatu pernikahan seperti hadis Nabi:

“Barang siapa yang memiliki anak maka perbaikilah namanya dan didiklah dengan baik dan bila sudah mencapai baligh maka nikahkanlah, maka apabila tidak dinikahkan kemudian ia melakukan dosa maka

46

Ibid., 90.

47

sesungguhnya dosa itu menimpa pada ayahnya”.48

Namun secara implisit syariat menghendaki pihak yang hendak melakukan pernikahan adalah benar-benar orang yang sudah siap mental, fisik, dan psikis, dewasa.49

3. Keluarga

a. Pengertian Keluarga

Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan “keluarga” : ibu bapak dengan anak-anak, satuan kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat. Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil di dalam masyarakat yang berfungsi sebagai wahana untuk mewujud kehidupan yang tentram, aman, damai dan sejahtera dalam suasana cinta dan kasih sayang diantara anggotanya. Suatu ikatan hidup yang didasarkan karena terjadinya perkawinan, juga bisa disebabkan karena persusuan atau muncul perilaku pengasuhan.50

Menurut psikologi, keluarga bisa diartikan sebagai dua orang yang berjanji hidup bersama yang memiliki komitmen atas dasar cinta, menjalankan tugas dan fungsi yang saling terkait karena sebuah ikatan batin, atau hubungan perkawinan yang kemudian melahirkan ikatan sedarah, terdapat pula nilai kesepahaman, watak, kepribadian yang satu sama lain saling mempengaruhi walaupun terdapat keragaman, menganut

48

Abi Bakar Al-Manshur bi Sayyid Bakri Ibnu Sayyid Muhammad Sutha Ad-Dimyati,

I‟anatutthalibin (juz III;Dar al-fikr, 1997), 94.

49

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum Adat Hukum Agama (Bandung; Penerbit Mandar Maju), 54.

50

ketentuan norma, adat, nilai yang diyakini dalam membatasi keluarga dan yang bukan keluarga.51

b. Fungsi keluarga

Ahmad Tafsir dkk, melihat bahwa fungsi pendidikan dalam keluarga harus dilakukan untuk menciptakan keharmonisan baik di dalam maupun didalam keluarga itu. Oleh karna itu, para orang tua harus menjalankan fungsi sebagai pendidik dalam keluarga dengan baik. Fungsi pendidik di keluarga, diantaranya: 1) fungsi biologis, 2) fungsi ekonomi, 3) fungsi kasih sayang, 4) fungsi pendidikan, 5) fungsi sosialisasi anak, 6) fungsi rekreasi, 7) fungsi perlindungan, 8), fungsi status keluarga, 9) fungsi Agama.52

Sementara Samsul Nizar, menyatakan bahwa dalam memberdayakan pendidikan sangat relevan untuk dibahas beberapa fungsi keluarga. Selanjutnya ia membangun fungsi keluarga menjadi delapan fungsi, yaitu: fungsi keagamaan, fungsi cinta kasih, fungsi refroduksi, fungsi ekonomi, fungsi sosial, serta fungsi pelestarian lingkungan.53

Berdasarkan beberapa pendapat terhadap fungsi keluarga di atas, fungsi-fungsi dalam keluarga yang hendaknya dilaksanakan agar tercipta keluarga bahagia yang di dambakan, yang diantaranya sebagai berikut:

51

Ibid., 33.

52

Helmawati, Pendidikan Keluarga (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2014), 44.

53

a) Fungsi Biologis

Fungsi biologis adalah fungsi pemenuhan kebutuhan agar berlangsung hidupnya tetap terjaga termasuk fisik. Maksudnya pemenuhan kebutuhan yang yang berhubungan dengan jasmani manusia. Kebutuhan dasar manusia untuk terpenuhnya kecukupan makan, pakaian, dan tempat tinggal.

b) Fungsi Ekonomi

Fungsi ini berhubungan dengan bagaimana pengaturan penghasilan yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan dalam rumah tangga.

c) Fungsi Kasih Sayang

Fungsi ini menyatakan bagaimana setiap anggota keluarga harus menyayangi satu sama lain. Orang itu hendaknya menunjukan dan mencurahkan kasih sayang kepada anaknya secara tepat. Kasih sayang bukan hanya berupa materi yang diberikan tetapi perhatian, kebersamaan yang hangat sebagai keluarga, saling memotivasi dan mendukung untuk kebaikan bersama.

d) Fungsi Perlindungan

Setiap anggota keluarga hendak mendapat perlindungan dari anggota lainnya. Sebagai seorang kepala dalam keluarga, seorang ayah hendaknya melindungi istri dan anak-anaknya dari ancaman baik ancaman yang akan merugikan di dunia maupun di akhirat.

Perlindungan di dunia meliputi keamanan atas apa yang dimakan atau dipakai dan di mana tempat tinggal keluarga. Perlindungan terhadap kenyamanan situasi dan kondisi serta lingkungan sekitar.

e) Fungsi Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk meningkatkan martabat dan perbedaan manusia. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam pendidikannya. Dari kelurga inilah anak mulai belajar berbagi macam hal, terutama nilai-nilai, keyakinan, akhlak, belajar berbicara, mengafal huruf angka, dan bersosialisasi. Mereka belajar dari kedua orang tuanya. Anak-anak melihat, mendengar, dan melakukan apa yang diucapkan atau dikerjakan orang tuanya. Meraka menirukan apa yang dilakukan orang tuanya. Oleh karena itu, tutur kata dan perilaku orang tua hendaknya dapat menjadikan teladan bagi nak-anaknya.54

c. Bentuk-bentuk keluarga

Keluarga dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

1) Keluarga inti, yaitu terdiri dari bapak, ibu dan anak-anak, atau hanya ibu dan bapak atau nenek dan kakek.

2) Keluarga inti terbatas, yang terdiri dari ayah dan anak-anaknya, atau ibu dan anak-anaknya.

54

3) Keluarga luas (extended family), yang cukup banyak ragamnya seperti rumah tangga nenek yang hidup dengan cucu yang masih sekolah, atau nenek dengan cucu yang telah kawin, sehingga istri dan anak-anaknya hidup menumpang juga.55

d. Pendidikan Keluarga

Untuk mencapai tujuan, orang tualah yang menjadi pendidik pertama dan utama. Kaidah ini ditetapkan secara kodrati; artinya orangtua tidak dapat berbuat lain, mereka harus menempati posisi itu dalam keadaan bagaimanapun juga. Mengapa? Karena mereka ditakdirkan menjadi orangtua anak yang dilahirkan nya. Oleh karena itu mau tidak mau mereka harus menjadi penanggung jawab pertama dan utama. Kaidah ini diakui oleh semua agama dan semua sisten nilainyang dikenal manusia.

Sehubung dengan tugas serta tanggung jawab itu maka ada baiknya orang tua mengetahui dan sedikit mengenal tentang apa dan bagaimana