• Tidak ada hasil yang ditemukan

Data tentang Sikap Keluarga Pernikahan Usia Dini terhadap Pendidikan Agama Islma Anak- anaknya di Kecamatan Pulung

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK-ANAK DALAM PERNIKAHAN USIA DINI DI KECAMATAN PULUNG PONOROGO

B. Deskripsi Data Khusus

1. Data tentang Sikap Keluarga Pernikahan Usia Dini terhadap Pendidikan Agama Islma Anak- anaknya di Kecamatan Pulung

Pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia dengan berbagai latar belakang. Pernikahan usia dini itu sendiri merupakan pernikahan yang dilakukan oleh salah satu pasangan yang memiliki usia di bawah umur untuk wanita 16 tahun dan laki-laki kurang dari 19 tahun. Baik pria dan wanita belum cukup umur jika melaksanakan pernikahan dapat dikatakan sebagai pernikahan usia dini. Di Indonesia sendiri pernikahan belum cukup umur ini marak terjadi, tidak hanya di desa melainkan juga di kota. Seperti kutipan wawancara di bawah ini yang disampaikan oleh Bapak Mohammad Anwar selaku ketua kantor KUA Kecamatan Pulung. Beliau mengatakan:

“Pernikahan usia dini itu sebenarnya sama halnya dengan pernikahan kurang umur, di dalam undang-undang menjelaskan bahwa batasan minimal usia perkawinan untuk pria 19 tahun dan wanita 16 tahun. Jika keduanya atau salah satunya kurang umur mereka akan diberikan surat dispensasi dari pihak KUA, adapun syarat berikutnya yaitu persetujuan dari kedua orangtua mereka.”89

89

Begitupun kasus pernikahan usia dini yang begitu fenomenal di Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo yang rata-rata penduduknya banyak yang melakukan pernikahan usia dini salah satu penyebabnya bukan hanya faktor kemiskinan saja adapun seperti faktor desakan orangtua, faktor saling cinta dan faktor hamil diluar nikah. Seperti yang diuraikan oleh Bapak Mohammad Amwar selaku kepala kantor KUA:

“Secara umum penyebab terjadinya pernikahan usia dini yaitu kehendak dari orang tua si anak dan juga mempelainya. kebanyakan faktor yang terjadi di lapangan yaitu dikarenakan faktor ekonomi, faktor kebudayaan, dan faktor hamil sebelum menikah.”90

Halyang sama juga diutarakan oleh Bapak Sudartono tokoh pemuda masyarakat Patik:

“Kalo tentang faktor pernikahan usia muda di Pulung ini kebanyakan faktor ekonomi dan faktor hamil di luar nikah, dikarenakan orangtua yang hanya seorang petani dan Tkw. Kalau faktor hamil diluar pernikahan yaitu kurangnya pendidikan yang membuat mereka melakukan hal seperti ini.”91

Dapat disimpulkan perkawinan usia muda di Kecematan Pulung terjadi karena keadaan keluarga yang hidup kurang mampu, untuk meringankan beban orangtuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu. Dan ada juga orangtua sebelum anaknya menikah, terlebih dahulu orangtuanya menyuruh anaknya untuk bekerja untuk memenuhi ekonomi keluarga.

90

Lihat Transkrip Wawancara Nomor : 02/W/17-4/2018dalam lampiran hasil penelitian ini.

91

Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orangtua, anak dan masyarakat menyebabkan adanya kecendrungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur. Di desa ini banyak keluarga terutama yang menikah di usia dini memutuskan pendidikan anak-anaknya ketika anak masih MI, MTS, selanjutnya anak disuruh untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarga. Padahal banyak sekali anak-anak yang ingin lanjut sekolah.92

Orangtua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera mengawinkan anaknya.Orangtua dirasakan dapat menjadi dasar pembentukan pribadinya, karena pada dasarnya manusia waktu dilahirkan dalam keadaan suci tanpa noda dan dosa, maka orangtualah yang menjadikan nasrani dan majusi.

Sesuai dengan hasil interview dan observasi yang telah peneliti lakukan, dapat diperoleh data yang menunjukan bahwa bagaimana sikap keluarga pernikahan dini dalam mendidik agama Islam anak-anaknya. Untuk mengetahui bagaimana sikap orangtua yang menikah usia dini, peneliti terlebih dahulu mewawancarai salah satu tokoh masyarakat yang menjabat sebagai modin, Bapak Harpri berpendapat bahwa:

“Sebelum calon suami isteri melakukan akad ada bimbingan terlebih dahulu agar pasangan suami isteri ini mendapatkan bekal untuk keluarga. Kita sudah berusaha untuk memberikan kajian-kajian seputar keluarga, tetapi kebanyakan masyarakat kurang bisa mengamalkan dengan baik, dan program yang kita adakan ini belum bisa dikatakan efisien karena waktu yang terbatas.Dan untuk menjadikan keluarga sebagai keluarga yang berhasil dalam

92

pendidikannya itu semua kembali pada latar belakang pendidikan agama keluarganya”.93

Hal yang sama diutarakan oleh tokoh agama yang menjabat sebagai guru ngaji di TPQ Mushola desa Patik yaitu dengan keluarga Bapak Mahmudin, beliau berpendapat:

“kepedulian masyarakat terutama keluarga yang masih dini menikah dan kemudian mempunyai anak terhadap pendidikan agama secara formal bisa dikatakan ada kepedulian dengan memasukkan anak-anaknya ke TPQ, tetapi secara informal belum adanya kepedulian pendidikan agama di dalam keluarga. Jadi ilmu yang didapat dari TPQ hanya diamalkan pada saat ada gurunya, kurang ada pengamalan agama dalam kehidupan sehari-hari.Di luar pembimbing guru TPQ maka orangtualah pembimbing di rumah, sehingga pengamalan ajaran agama anak tersebut tetap terlaksana dengan baik.Tetapi yang terjadi di masyarakat yakni keluarga yang kurang mendukung dari penerapan ajaran agama sebagai keyakinannya.Misalnya sholat, anak-anak diajarkan sholat dengan baik di TPQ tapi ketika sudah pulang kerumah banyak dari mereka kurang mengamalkan ilmu yang telah diajarkan.Ada juga anak-anak yang sejak kecil sudah dipondokkan di pesantren tapi setelah pulang mereka tidak mengamalkan sholat, semua itu kembali kepada keluarganya.Karena keluarga adalah pusat pendidikan yang terbaik untuk anak-anak.94

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu Fitri dan suaminya Khoir warga desa wagir yang menikah di usia 16 tahun dan suami yang berumur 19 tahun dengan pendidikan terakhir yakni sanawiyah atau Mts, sekaligus anak yang orangtuanya dahulu nikah di usia yang muda. Beliau mengatakan:

“Kalau kita ya mbak, pendidikan agama iku nomor siji mbak.Aku pengene anak-anak ki di sekolah ne TPQ soale pendidikane agama maju. Pokoe pendidikan luwih tekan wongtuane, lek ndek omah yo sak mampune kita iso opo yo iku sing diajarne. Soale kemampuan kita berdua ya terbatas mbak sekolah yo mung lulusan MTS iku ae.Dan

93

Lihat Transkrip Wawancara Nomor : 04/W/19-4/2018 dalam lampiran hasil penelitian ini.

94

yang terpenting itu akhlak mbak, sak iki opo gunane sekolah duwur tapi akhlake kurang. Aku mbiyen pendidikan tekan wong tua ku gak ngene mbak. Wong tua ku kurang ngerti lek nang agama-agama pokoke aku melu ngaji nang TPQ di mushola dadi aku ngerti agama titik-titik ngene ki tekan guru ngajiku mbak.95

Hasi wawancara ini sedikit memberikan gambaran bahwa orangtua yang menikah di usia muda juga peduli dengan pendidikan agama Islam anak-anaknya meskipun pendidikan orangtua yang terbatas. Dan orangtua menyadari bahwa pendidikan anaknya harus lebih tinggi dari orangtuanya yang harus menyelesaikan masa lajangnya karena faktor ekonomi dan keluarga.

Selain itu keluarga merupakan lembaga pendidikan yang bersifat informal yaitu pendidikan yang tidak mempunyai program yang jelas dan resmi. Untuk itu orangtua harus memperhatikanperkembangan jasmani, ruhanidan akal anak-anaknya. Begitupun orangtua mendidik anaknya dengan berbagai cara seperti mengajarkannya mengaji, menyekolahkan, dan memasukannya ke podok pesantren. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Sri Ningsih sebagai keluarga pernikahan usia dini dalam wawancaranya adalah sebagai berikut :

“Cara yang saya lakukan mbak. Yaitu dengan menyuruhnya mengaji tetapi mengajinya di TPA dikarana saya sendiri tidak bisa mengajarkannya, saya percaya karana di TPA anak sudah di ajarkan membaca doa sehari-hari, belajar sholat dan belajar mandiri dengan cara menyiapkan peralatan untuk mengaji lalu juga saya sekolahkan untuk mendapat ilmu pengetahuan umumnya”.96

95

Lihat Transkrip Wawancara Nomor : 06/W/24-4 /2018 dalam lampiran penelitian ini.

96

di rumah ibu Sri Ningsih orangtua pernikahan usia dini yang memberiakan pembelajaran tambahan yaitu belajar privat/les dimulai jam 18.00-19.45 WIB yang dilakukan setiap hari kecuali malam ahad dan malam senin. Mata pelajaran yang di berikan bukan hanya umum saja tetapi juga memberikan pembelajaran agama yaitu pembelajaran akhlak seperti sopan santu ke orang tua, anak dibiasakan menucapkan salam setiap keluar rumah dan masuk rumah.97

Sama dengan apa yang dinyatakan oleh Bapak Parwoto sebagai keluarga pernikahan usia dini hasil wawancaranya sebagai berikut :

“Kalau saya mendidik anak dengan pendidikan Agama Islam itu dengan cara diajarkan sholat wajib 5 waktu selain itu memberikan pelajaran membaca Al-Qur‟an tetapi di ajarkannya di TPA di karenakan saya kurang bisa dalam membaca Qur‟an begitupun dengan tanda baca dalam Qur‟an”.98

Observasi penelitian berikutnya di lakukan di TK Ar-Rahman di Desa Banaran, melihat aktifitas anak-anak yang di sekolahkan di berikan pendampingan oleh orangtuanya. Tujuannya agar anak juga mendapatkan pendidikan umum untuk di dunianya dan TPQ untuk akhiratnya dan para orang tua pernikahan usia dini juga ingin anak-anaknya mendapatkan ilmu yang tidak ia dapat orangtuanya berikan99

Dengan pendidikan itu, manusia akan mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan untuk bekal dengan kehidupannya. tentang bagaimana jiwa

97

Lihat Transkrip ObservasiNomor :03/O/26-IV/2018 dalam lampiran hasil penelitian ini.

98

Lihat Transkrip Wawancara Nomor : 08/W/24-4 /2018 dalam lampiran hasil penelitian ini.

99

dan kepribadiannya seorang anak serta bagaimana selanjutnya, semua tergantung bagaimana cara kita memberikan pendidikan utamanya pendidikan agama sebagai model kepribadiannya.

Sebagai umat Islam pendidikan pertama yang harus diberikan kepada anak-anaknya adalah mengenalkan Allah SAW (Ilmu Tauhid). Ketika si anak sudah mengenal Allah, para orangtua yang bijak biasanya akan mengajarkan mereka cara-cara beribadat yang benar (Ilmu Fiqih), selanjutnya diajarkan cara menjaga ibadat tersebut agar tidak sirna (Tasauf), lalu ajarkan membaca Qur‟an sebagai pedoman hidup.

Karena pendidikan Agama Islam itu sangat penting untuk mencangkup pendidikan ruhani anak-anak dan spiritual anak agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa dan berahlak mulia. Seperti yang di ungkapkan oleh Ibu Maya selaku keluarga pernikahan usia dini hasil wawancaranya sebagai berikut :

“Menurut saya pendidikan Agama Islam bagi anak sangatlah penting mbak, yaitu untuk masa depannya, untuk akhiratnya, dan untuk membuat akhlaknya menjadi baik karena dengan mengajarkan Agama kepada anak dia akan mengetahui baik dan buruk apa yang dia lakukan”.100

Dan pendapat keluarga Bapak Mariantodan Ibu Sulis ini agak berbeda dengan pendapat keluarga Ibu Sulis dan Bapak Marianto yang menikah di usia 19 tahun dan suami berumur 22 tahun dengan pendidikan terakhir MTS yang mengatakan:

100

“Awale yo tak didik sak iso ku mbak wong aku biyen sekolah e durung mari tak sambi kerjo terus rabi. Kate nglanjutne sekolah yo pertama ganok biayae dadine anakku yo pengene tak sekolahne sampek dukur, paud setahun, terus yo TK. Pendidikan seng selain sekolah yo tak daftarne TPQ mbak, soale lek sekolah masio ono pendidikan agama e tapi kan terbatas guru iku gak perhatian nang per arek e dadine lek TPQ ki kan diperhatikno siji-sijine. Seng penting anak iki iso slamet dunyo akhirate, sholikah, patuh nang wong tuone, ndag ngisin-ngisini wong tuo mbak. Lek aku yo podo ae mbak. Pokok e sek cilik ngene ki anak di biasakne seng apik ben engko lek wes gede wes terbiasa.”101

Pendidikan Agama Islam anak keluarga pernikahan usia dini di Kecamatan Pulung Kabupaten. Salah satunya lembaganya yaitu TPQ “Al-Qolam” di Desa Wagir kidul kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo. Di TPQ Al-Qolam ustad dan ustazahnya dalam pendidikan agama mengajarkan anak-anak membaca qur‟an, menulis huruf arab, menghafa surat-surat pendek/juz amma, dan praktek ibadah/sholat.102

Pernyataan Bapak Muhammad Hidayatullah 103 ini agak berbeda dengan penyataan Ibu Sulis. Pendidikan agama Islam untuk anak tidak di cukupkan hanya menyekolahkan anaknya di lembaga Islam tetapi sekolah TPQ juga ikut mendukung di dalam pendidikan agama Islam itu sendiri.

Sikap orangtua terhadap pendidikan anak-anaknya memang sangat berbeda-beda.Sikap itu tergolong dalam 3 kategori yakni sangat peduli, peduli dan tidak peduli. Banyak sekali keluarga pernikahan dini bersikap bahwa pendidikan di TPQ ini merupakan suatu lembaga yang harus di ikuti oleh anak-anak di usia mudanya. Padahal pendidikan di luar itu nomor 2 setelah pendidikan dari keluarga.

101

Lihat Transkrip Wawancara Nomor : 10/W/26-4 /2018dalam lampiran hasil penelitian ini.

102

Lihat Transkrip ObservasiNomor :02/O/26-IV/2018 dalam lampiran hasil penelitian ini.

103

Dapat dilihat orang tua atau keluarga dari pernikahan dini yang sangat peduli pada pendidikan Agama Islam anaknya. Hal ini bisa dilihat dari anak-anak mereka yang dimasukan ke TPQ untuk belajar membaca Al-Qur‟an. Selain itu anaknya diajarakan di rumah untuk shalat 5 waktu, dan dibiasakan mengucap salam baik keluar rumah dan masuk rumah.

Dari deskripsi data pada BAB IV penulis dapat menyimpulkan bahwa upaya orangtua dalam mendidik anak-anaknya sudah bagus dengan memasukan anaknya kedalam lemabaga agama Islam seperti TPA, MI dan lain senagainya. Tetapi orangtua keluarga pernikahan dini belum sepenuhnya mampu merubah akhlak anak dan menjadikan anak-anaknya memiliki pribadi yang Islami dan sholeh-sholehah.

2. Data Tentang Cara Keluarga Pernikahan Usia Dini dalam Mendidik