• Tidak ada hasil yang ditemukan

KELAYAKAN USAHATANI POLA PADI + JERUK DI LAHAN RAWA PASANG SURUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KELAYAKAN USAHATANI POLA PADI + JERUK DI LAHAN RAWA PASANG SURUT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KELAYAKAN USAHATANI POLA PADI + JERUK

DI LAHAN RAWA PASANG SURUT

Yanti Rina1, Fakhrina2 dan SS. Antarlina3 1 Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Banjarbaru 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan

3 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi kelayakan usahatani padi + jeruk pada sistem surjan dan persepsi petani terhadap teknologi budidaya jeruk di lahan rawa pasang surut. Penelitian dilakukan di lokasi kegiatan Prima Tani Desa Puntik Dalam Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala tahun 2008. Jumlah sampel ditentukan secara purposive berdasarkan klasifikasi umur tanaman jeruk. Data yang terkumpul dianalisis dengan NPV, IRR dan B/C ratio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem surjan dengan pola padi + jeruk adalah layak dikembangkan karena dengan tingkat bunga 12%, 15%, 18% dan 24% untuk analisis 1 ha diperoleh nilai B/C > 1, Net Present Value positip, masa pengembalian investasi lebih kecil dari umur pengusahaan dan Internal Rate of Return lebih besar dari tingkat bunga. Persepsi petani terhadap teknologi budidaya jeruk adalah positif. Masalah utama dalam usahatani jeruk adalah modal dan hama penyakit.

Kata Kunci : Usahatani, padi, jeruk, lahan pasang surut

PENDAHULUAN

Penanaman dan pengembangan jeruk di lahan rawa pasang surut dalam skala cukup besar dimulai tahun 1997 di lahan tipologi luapan B dan C. Sebelumnya, tanaman jeruk hanya dikembangkan di lahan rawa pasang surut tipologi luapan A, masalah yang ditemui hanya genangan air yang tinggi. Sebaliknya pada pertanaman di lahan tipologi luapan B dan C, mulai tahun ke 10 sudah ada tanaman jeruk yang mati diduga karena perakaran mulai masuk ke lapisan tanah yang sangat masam (jarosit). Masalah lain yang ditemui pada areal pertanaman jeruk di lahan tipologi luapan A serta lahan rawa lebak adalah adanya perbedaan kualitas buah jeruk yang dihasilkan. Buah jeruk dari lahan pasang surut tipologi luapan A dan lahan rawa lebak mempunyai kualitas buah yang lebih baik dibandingkan pada areal pengembangan baru (lahan pasang surut tipologi luapan B dan C). Hal ini diduga karena ada korelasi antara konsentrasi hara-hara tertentu dalam tanah serta air dengan kualitas buah jeruk yang dihasilkan (Ar-Riza at al., 2003).

Jeruk merupakan tanaman yang telah lama dibudidayakan oleh petani lokal di lahan pasang surut dan merupakan komoditas unggulan di Kalimantan Selatan. Oleh karena itu sejak tahun 2004 oleh Pemerintah Kabupaten Barito Kuala telah diprogramkan pengembangan tanaman jeruk baru seluas 1000 ha per tahun sampai tahun 2009, sehingga pada akhir tahun 2009 ditargetkan luas

(2)

tanaman jeruk mencapai 5000 ha. Pengembangan jeruk memerlukan biaya investasi karena tanaman jeruk merupakan tanaman jangka panjang. Menurut Johnson (1970), setiap investasi diharapkan agar (a) cepat menghasilkan keuntungan, (b) keuntungan diperoleh diusahakan sebesar-besarnya, dan (c) resiko pemasaran produk harus sekecil-kecilnya. Sebaliknya produksi padi di Kalimantan selatan rata-rata 3,5 ton/ha dan produksi jeruk 111,4 kg/pohon (BPS Tk I, 2010). Peningkatan produksi padi dan jeruk dapat dilakukan melalui teknologi budidaya yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan usahatani padi +jeruk pada sistem surjan di lahan rawa pasang surut

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan melalui survei di Desa Puntik Dalam, lokasi kegiatan Prima Tani, dimulai sejak tahun 2005. Jumlah sampel sebanyak 30 orang ditentukan secara purposive berdasarkan klasifikasi umur tanaman. Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan petani menggunakan kuesioner Data-data yang dikumpulkan meliputi karakteristik petani, input output usahatani padi, jeruk, pendapatan dari usaha non pertanian, persepsi petani terhadap teknologi usahatani jeruk, dan konsumsi. Data dianalisis menggunakan imbangan biaya dan pendapatan, metode rataan dan analisis kelayakan finansial.

Indikator teknologi yang diukur adalah keuntungan relatif, kesesuaian teknologi dengan kebutuhan petani, kemudahan untuk melaksanakan, kemungkinan untuk dicoba dan kemungkinan untuk diamati. Setiap indikator dikembangkan dalam beberapa pernyataan. Responden diminta memberikan penilaian terhadap semua pernyataan, menggunakan skala peringkat dengan ketentuan skor 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = ragu-ragu/tidak tahu, 4 = setuju dan 5 = sangat setuju.

Analisis kelayakan finansial digunakan untuk menghitung kelayakan investasi usahatani sistem surjan dengan menggunakan tiga indikator kelayakan (Rianto, 1984 dan Kadariah et al, 1976). Secara matematis model kelayakan dapat diformulasikan sebagai berikut :

1. Nilai bersih sekarang (NPV) NPV = Σ (Bt - Ct ) (1+r)t

2. Tingkat pengembalian internal (IRR)

IRR = + { Σ (Bt - Ct ) (1+r)t} /- { Σ (Bt - Ct ) (1+r)t}

3. Benefit Cost Ratio (B/C)

Gross B/C ratio = {Σ(Bt)(1 +r)t}/{ Σ(Ct)(1 +r)t}

Dimana NPV = Net Present Value (nilai bersih sekarang);

IRR = Inter Rate of Return (tingkat pengembalian internal) B/C rasio = Nisbah manfaat terhadap biaya ;

(3)

Ct = Biaya pada tahun ke-t;

r = Faktor diskonto

t = tahun

Kriteria pengambilan keputusan apabila sistem surjan layak dikembangkan adalah: (1) NPV > 0; (2) IRR > tingkat diskonto dan (3) Gross B/C rasio > 1

HASIL DAN PEMBAHASAN Biaya Pembuatan Surjan

Berdasarkan hasil penelitian jumlah tenaga kerja rata-rata yang tersedia 1162,72 Hari Kerja Setara Pria (hksp) atau berkisar 970 – 1452 hksp dengan asumsi bahwa jumlah jam kerja efektif seseorang 6 jam/HK untuk pria, 5 jam /HK untuk wanita dan 3 jam/HK untuk anak-anak. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk membuat surjan berbeda pada lahan pasang surut tipe A dan C, hal ini sangat tergantung pada ukuran lebar dan ketinggian surjan dari permukaan sawah. Untuk pembuatan sistem surjan seluas 1 ha di Desa Puntik Dalam tipe luapan B dengan luas surjan 0,2 ha (164 pohon) dibutuhkan 196 HOK, sementara di Desa Gudang Hirang lahan psang surut tipe A untuk membuat surjan seluas 0,45 ha ( 239 pohon) diperlukan 382,9 hksp atau 287,2 HOK (Rina et al, 2006). Namun dalam pelaksanaanya petani pada umumnya mengerjakan dengan tenaga kerja upahan sebanyak 75% atau tenaga kerja upahan sebesar 147 HOK. Jika dibandingkan dengan tenaga kerja yang tersedia, maka tenaga kerja keluarga masih tersedia. Akan tetapi tenaga kerja keluarga petani digunakan untuk kegiatan produktif lainnya seperti usahatani padi, beternak ayam, kambing dan mencari ikan dan sebagainya.

Demikian juga dengan besarnya biaya pembuatan surjan sangat dipengaruhi oleh tipe lahan. Biaya pembuatan guludan dan tukungan di Desa Puntik Dalam sebanyak 200 pohon biaya sebesar Rp 3.400.000. Biaya tersebut terdiri dari upah pembuatan surjan Rp 4000/m dan upah pembuatan tukungan Rp 1000/buah. Oleh karena itu petani biasanya membuat surjan secara bertahap terutama di lahan pasang surut tipe A hingga umur 5 tahun.

Analisis Usahatani Padi Lokal

Analisis biaya dan pendapatan usahatani padi lokal pada tahun 2008 di Desa Puntik Dalam Kecamatan Mandastana disajikan pada Tabel 1. Produksi rata-rata padi lokal yang diperoleh petani pada musim tanam tahun 2008 sebesar 3,46 t/ha dan berkisar 2,3 – 5 t/ha. Harga padi rata-rata Rp 2600/kg GKG dengan kisaran Rp 2500 – Rp 2800/kg GKG maka diperoleh nilai keuntungan usahatani padi lokal sebesar Rp 4.909.810/ha. Usahatani padi lokal ini cukup efisien dengan nilai R/C >2. Demikian pula nilai pengembalian atas tenaga kerja sebesar Rp 66.677/HOK. Nilai ini lebih besar dibanding nilai upah yang diterima petani di luar pertanian.

(4)

Tabel 1. Analisis biaya dan pendapatan usahatani padi lokal seluas 1 ha di Desa Puntik Dalam, Kecamatan Mandastana, 2008

No. Uraian Fisk Nilai (Rp)

1. Produksi 3.461 kg 8.998.600 2. Biaya total 4.088.790 - Sarana produksi Benih 10 kg 27.500 Urea 140 kg 330.000 SP36 60 kg 156.000 Ponska 81 kg 116.640 Herbisida 4 liter 184.000 Insektisida 16.455

- Tenaga kerja 127 HOK 3.258.195

3. Keuntungan 4.909.810

4. R/C 2,20

5. Nilai Pengembalian atas tenaga

kerja (Rp/HOK) 66.677

Keterangan : Harga padi tahun 2008 Rp 2.600/kg GKG

Analisis Usahatan Padi + Jeruk (Sistem Surjan)

Hasil manfaat ini diperoleh dari perhitungan jumlah produksi, penerimaan biaya dari usahatani padi dan jeruk (Tabel 2). Dalam menganalisis biaya manfaat sistem surjan dengan satuan luas hektar yang terdiri dari 0,8 ha (padi lokal) dan 0,2 ha (jeruk Siam) dengan bibit okucang pada umur jeruk berkisar 1-6 tahun. Produksi padi berkisar 3-3,7 ton/ha, produksi tersebut masih tinggi karena tanaman jeruk masih muda < 5 tahun. Produksi jeruk dihitung dari umur tanaman 3-6 tahun. Tananam jeruk berumur > 6 tahun belum diperoleh di desa ini. Menurut hasil penelitian di lahan pasang surut menunjukkan bahwa produksi jeruk siam tertinggi pada umur 10 tahun, sebesar 114.000 buah/ha setelah itu produksi stabil hingga umur 15 tahun dan pada umur 16 tahun produksi jeruk mulai menurun. Produksi rata-rata pada umur 25 tahun sebanyak 170 buah/phn setara 24,2 kg/phn dan ukuran buah lebih kecil (Rina et al., 2006).

Analisis biaya manfaat yang dilakukan di Desa Puntik Dalam dengan harga yang digunakan Rp 2.700/kg jeruk dan Rp 2.600 /kg GKG. Dari hasil analisis dengan pola tanam padi + jeruk di Desa Puntik Dalam menunjukkan bahwa nilai B/C < 1 hingga berumur 3 tahun, kemudian pada tahun ke 4 diperoleh nilai B/C > 1. Demikian pula Nilai Present Value (NPV) pada tahun ke 3 masih negatif dan nilai NPV positif terjadi pada tahun ke 4.

Nilai IRR yang diperoleh lebih besar dibanding suku bunga yang digunakan dalam perhitungan ini yaitu 12%, 15%, 18% dan 24% (Tabel 3). Dari tabel terlihat bahwa semakin tinggi tingkat bunga semakin kecil nilai B/C dan NPV. Keadaan ini sesuai dengan yang dikemukakan Rajino (1984) dan Gettinger (1973) bahwa semakin besar tingkat bunga maka nilai B/C dan NPV semakin kecil. Dari hasil analisis dengan menggunakan harga yang berlaku di

(5)

petani diperoleh nilai IRR yang lebih besar yaitu pada tingkat bunga 12% sebesar 34,90% dan tingkat bunga 24% sebesar 33,63%. Pada keadaan ini investasi surjan pola tanam padi + jeruk siam di Desa Puntik Dalam dinyatakan layak karena nilai B/C > 1, nilai NPV positif dan Pay back periode lebih kecil dari umur ekonomis ( analisis umur 6 tahun) adalah pada umur tanaman tahun ke empat dan nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang digunakan 12%, 15%, 18% dan 24%.

Tabel 2. B/C, NPV dan IRR dalam tingkat bunga 12%, 15%, 18% dan 24% pada analisis pola tanam padi + jeruk seluas 1 ha, di Desa Puntik Dalam, Kab. Barito Kuala, 2008.

No. Harga dan Kriteria Investasi DF 12% DF15% DF18% DF24% 1. Harga berlaku B/C NPV (Rp) IRR(%) 1,19 6.719.627,14 34,90 1,16 5.121.714,66 34,34 1,10 3.010.895,00 32,69 1,06 1.753.847,10 32,63 2. Harga 10% lebih rendah dari harga berlaku

B/C NPV (Rp) IRR(%) 0,97 -1.148.137,16 1,90 0,95 -1.793.515,07 - 2,66 0,90 -2.953.004,73 -29,11 0,88 - 3.168.113,36 -19,56 3. Harga 10% lebih tinggi dari harga berlaku

B/C NPV (Rp) IRR(%) 1,31 10.767.627,4 5 46,55 1,27 8.777.402,40 46,29 1,21 6.181.978,73 45,39 1,17 4.602.307,56 45,21

Jika harga yang digunakan lebih rendah 10% dari harga yang berlaku yaitu padi Rp 2.340/kg GKG dan jeruk Rp 2 430/kg, ternyata diperoleh nilai B/C <1, demikian juga nilai NPV negatif dan nilai IRR lebih rendah dari tingkat suku bunga. Dari keadaan ini maka usahatani padi + jeruk tidak layak untuk diusahakan. Sebaliknya jika harga yang digunakan lebih tinggi 10% dari harga yang berlaku padi Rp 2.860/kg GKG dan jeruk Rp 2.970/kg, maka usahatani padi + jeruk ini layak diusahakan karena nilai B/C > 1, nilai NPV positif dan Pay back periode pada umur jeruk 3 tahun dan nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang digunakan 12%, 15%, 18% dan 24%.

Pertanaman jeruk di lahan baru berumur 3 – 4 tahun sehingga buahnya berkisar 25-30 biji/pohon, dan tahun berikutnya akan mulai menghasilkan. Namun ada beberapa petani telah menanam jeruk sebelum kegiatan Primatani, sehingga petani sudah dapat menjual buah jeruknya dan dapat menambah pendapatan rumah tangga petani

Persepsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Jeruk

Masalah utama dalam bertanam jeruk siam di lahan pasang surut adalah kurangnya pengetahuan petani dalam teknologi pemeliharaan seperti pemangkasan, pemberantasan hama penyakit dan sebagainya. Program Prima tani di Desa Puntik Dalam yaitu penanaman jeruk Siam melibatkan 10 petani kooperator dan tanaman jeruk sudah berumur > 3 tahun. Berdasarkan wawancara terhadap karakterisitik teknologi budidaya jeruk siam antara lain keuntungan relatif, kemudahan untuk dilaksanakan, kesesuaian dengan

(6)

kebutuhan petani, kemungkinan untuk dicoba dan kemungkinan untuk dirasakan, persepsi/tanggapan petani terhadap karakteristik teknologi budidaya jeruk Siam adalah baik. Skor rata-rata persepsi terhadap karakteristik teknologi budidaya jeruk Siam diperoleh nilai > 3, yang berarti dari semua variabel yang ditentukan menunjukkan nilai positip (Tabel 3).

Tabel 3. Rata-rata skor persepsi petani terhadap teknologi budidaya jeruk siam di Desa Puntik Dalam, Kec. Mandastana Kab. Batola, 2008

No. Karakteristik teknologi Rerata skor persepsi

1. Keuntungan relatif 3,90

2. Kesesuaian dengan kebutuhan petani

3,60 3. Kemudahan untuk dilaksanakan 3,52

4. Kemungkinan untuk dicoba 3,94

5. Kemungkinan untuk diamati 4,00 Sumber : Hasil Survei (skor 1-5)

Petani memiliki persepsi positif terhadap teknologi tersebut karena dengan menggunakan teknologi budidaya jeruk siam yang dianjurkan, tanaman jeruk tumbuh subur dan seragam. Pelaksanaan teknologi budidaya jeruk siam tidak bertentangan dengan adat setempat, tidak mencemari lingkungan, bahkan memungkinkan petani memperoleh tanaman jeruk yang sehat dan hasil yang berukuran besar.

Adanya persamaan persepsi dan kebutuhan dalam suatu kelompok petani, maka memungkinkan adanya komunikasi yang baik diantara petani. Menurut Corner dan Hawthorn (1986) bahwa melihat dengan mata kepala sendiri, akan menimbulkan kepercayaan yang lebih besar. Selanjutnya menurut Littlejohn (1987), pemahaman yang benar akan menghasilkan persepsi yang benar terhadap suatu objek persepsi. Pemahaman yang positif terhadap teknologi budidaya jeruk siam di lahan pasang surut akan timbul sikap yang positif pula dan selanjutnya perubahan tingkah laku, dalam hal ini petani akan mencobanya.

Sumber-Sumber Pendapatan Rumah Tangga Petani

Pendapatan petani Desa Puntik Dalam sebelum Primatani (2005) dan sesudah Primatani (2007-2008) disajikan pada Tabel 4. Sumber pendapatan petani Desa Puntik Dalam berasal dari usaha pertanian, usaha off farm dan usaha luar pertanian. Dari sumber tersebut, usahatani pertanian yang mendominasi sebagai penyumbang pendapatan terbesar yaitu pada tahun 2005 sebelum kegiatan Primatani sebesar 62,06 %, kemudian meningkat menjadi 71,92% pada tahun 2007 dan 72,83% pada tahun 2008 setelah kegiatan Primatani. Sebaliknya sumbangan pendapatan dari usaha luar pertanian menurun yaitu sebesar 33,93% tahun 2005 sebelum kegiatan Primatani menurun menjadi 21,44% tahun 2007 dan 20,72% pada tahun 2008 setelah kegiatan Primatani.

(7)

Pendapatan dari tanaman hortikultura pada tahun 2007 sebesar Rp 150.000/KK/tahun dan tahun 2008 meningkat menjadi Rp 382.975/KK/tahun atau naik 155%. Sebaliknya sumber pendapatan petani dari usahatani padi menurun, pada tahun 2007 sebesar 68,32% kemudian pada tahun 2008 menjadi 67,13% Sumbangan pendapatan dari padi + jeruk akan lebih meningkat lagi bilamana jeruk sudah menghasilkan, karena jeruk berumur 4-5 tahun sudah memiliki buah lebih dari 100 buah/pohon.

Tabel 4. Sumber-sumber pendapatan rumah tangga petani Desa Puntik Dalam Kecamatan Mandastana Tahun 2005- 2008

No Uraian Tahun 2005Rp % Tahun 2007Rp % Tahun 2008 Rp %

1. Usaha pertanian

-Padi 4.300.000 54.43 6.873.712 68,32 6.986.769 67,13

-Ternak 490.000 1,43 212.000 2,11 212.000 2,03

-Hortikultura 113.000 6,20 150.000 1,49 382.975 3,67

2. Usaha off farm

-buruh tani 317.000 4,01 668.000 6,64 668.000 6,41

3. Usaha luar Pertanian

-Buruh luar pertanian 1.210.000 15,21 357.445 3,55 357.445 3,43

-Lainnya 1.479.000 18,72 1.800.000 17,89 1.800.000 17,29

Total pendapatan 7.900.000 100,0 10.061.157 100,0 10.407.189 100,0

Masalah Usahatani Jeruk

Persentase jawaban petani terhadap masalah yang dihadapi petani dalam berusahatani jeruk menunjukkan bahwa sebesar 40% petani yang menyatakan bahwa hama penyakit Diplodia merupakan masalah utama, kemudian 30% petani menyatakan masalah lainnya adalah pemasaran. Semula petani menyatakan bahwa jeruk mudah dijual karena ada pembeli dari Jawa Timur yang membeli jeruk, namun akhir-akhir ini sebesar 15% petani jeruk yang menjual jeruknya dengan sistem tebas, maka pemasaran mudah bagi petani tersebut dan sulit dirasakan bagi petani yang menjual jeruk secara umum jika menjual dalam jumlah yang besar.

KESIMPULAN

1. Sistem surjan dengan pola padi + jeruk adalah layak dikembangkan karena dengan tingkat bunga 12%, 15% , 18% dan 24 % untuk analisis 1 ha diperoleh nilai B/C >1, Net Present Value positip, masa pengembalian Investasi lebih kecil dari umur pengusahaan dan Internal Rate of Return lebih besar dari tingkat bunga.

2. Persepsi petani terhadap teknologi jeruk adalah positif

3. Masalah utama dalam usahatani jeruk adalah hama penyakit dan pemasaran

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Ar-Riza, I., Sardjijo an Khairuddin. 2001. Pengaruh pemberian pupuk P dan K terhadap keragaan pertumbuhan dan hasil padi di lahan sulfat masam. Makalah pada Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Pupuk. Cisarua, 12-13 Nopember 2001.

Biro Pusat Statistik Tingkat I. 2010. Kalimantan Selatan Dalam Angka. BPS Provinsi Kalimantan Selatan.

Corner and J. Hawtthorn (Penyunting) 1986. Perception Interative Behavior Visual Communication Dalam “Comunication Studies” An Introduction Reader, 2 nd ed Edward Arnold. 3 East Read Street, Baltimore. Maryland 21202. USA.

Gettinger, J.P. 1973. Econbomic Analysis of Agriculture Projects. Third Printing. John Hopkins Press. London

Johnson, R.W. 1970. Capital Budgeting Wadworth Public Inc. Belmont California Kadariah, Liem Karina, Clive Gray. 1976. Pengantar Evaluasi Proyek (Jilid !).

Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Littlejohn, S.W. 1987. Theories of Human Communication 2nd ed

Wardsworh Publishing Company, Belmont. California.

Rajino, Anton Yusuf. 1978. Agribisnis di Sektor Perkebunan Tanaman tahunan. Penelitian dan Pelayanan dalam pemecahan permasalahannya. Menara Perkebunan 45 : 281-288.

Rianto, B. 1984. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada. Yogjakarta.

Rina, Y, Noorginayuwati dan SS. Antarlina. 2006. Analisis Finansial Usahatani Jeruk Pada Sistem Surjan di Lahan Pasang Surut. Dalam Setiadjit, S. Prabawati, Yulianingsih dan T.M, Ibrahim (Penyunting). Prosiding Ekspose Nasional Agribisnis Jeruk Siam. Kerjasama BPTP Kalimantan Barat, BB Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Pemerintah Provinsi Kalimantan barat dan Pemerintah Kabupaten Sambas.

SWAMPS II. 1993. Pengelolaan Sistem Usahatani di Lahan Pasang surut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Petunjuk Teknis.

Gambar

Tabel 1. Analisis biaya dan pendapatan usahatani padi lokal seluas 1 ha di Desa  Puntik Dalam, Kecamatan Mandastana, 2008
Tabel 2. B/C, NPV dan IRR dalam tingkat bunga 12%, 15%, 18% dan 24% pada  analisis pola tanam padi + jeruk seluas 1 ha, di Desa Puntik Dalam,  Kab
Tabel 3. Rata-rata skor persepsi petani terhadap teknologi budidaya jeruk siam di  Desa Puntik Dalam, Kec
Tabel 4. Sumber-sumber pendapatan rumah tangga petani Desa Puntik Dalam  Kecamatan Mandastana Tahun 2005- 2008

Referensi

Dokumen terkait

(PP) untuk mengetahui layak atau tidak layak usahatani jeruk siam yang telab dikembangkan dan keuntungan yang diperoleh secara finansial, (2) analisis Break

Kondisi tersebut menjadi daya tarik peneliti untuk melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk menganalisis pola pemasaran produksi padi rawa pasang surut melalui analisis

Pada tahun kedua kegiatan penerapan paket teknologi usahatani padi dan kedelai di lahan pasang surut dilakukan dengan metode perbandingan berpasangan, yaitu

Hasil pengamatan terhadap posisi tancapan bibit terdalam (&gt;5cm) penggunaan mesin tanam jarwo transplanter ternyata penamanan oleh garpu penanam relatif baik pada

Sebagai perlakuan terdiri dari 7 varietas padi unggul baru (Inpara 1,2,3,4,5) serta 2 varietas pembanding (Mekongga dan Batanghari).. Persemaian dipagar plastik untuk mencegah

Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya produktivitas padi di lahan pasang surut di Desa Paluh Manan Kabupaten Deli Serdang selama ini disebabkan oleh Varietas yang

adalah 5 tahun lebih kecil dari 25 tahun dengan nilai IRR masing-masing di desa Sungai Kambat 32,83 %, Gudang Hirang 47%, Sungai Tandipah 34,67% dan Simpang Arja 35,97

Umur tanaman padi hingga panen pada lahan optimal jauh lebih lama dibandingkan lahan suboptimal dikarenakan jenis benih yang digunakan adalah benih lokal, sementara pada lahan