• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ragam Bio Linguistik terhadap Pergeseran Bahasa Bali di Denpasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ragam Bio Linguistik terhadap Pergeseran Bahasa Bali di Denpasar"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Ragam Bio Linguistik terhadap Pergeseran Bahasa Bali di Denpasar

Ringkasan

Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah untuk menemukan pola pergeseran bahasa Bali pada wilayah pakai bahasa. Tujuan khususnya meliputi 1) pemetaan keanekaragaman bahasa di Denpasar dan 2) aspek-aspek sosial dan budaya yang mempengaruhi pergeseran bahasa Bali di Denpasar. Lokasi penelitian ini adalah di Denpasar dan dapat dibedakan menjadi empat titik berbeda, yaitu dari wilayah Denpasar Barat, Timur, Utara, dan Selatan. Data dijaring menggunakan metode observasi dan survey dengan penyebaran kuesioner, dibantu dengan wawancara, dan teknik catat. Sample penelitian ini adalah penduduk etnis bali dan etnis lainnya yang tinggal di denpasar untuk memetakan keanaekaragaman bahasa. Penutur bahasa Bali kalangan remaja dan dewasa dipilih dengan menggunakan teknik quota untuk menetapkan jumlah anggota sampel tiap golongan yaitu masing-masing sebanyak 20 orang untuk setiap wilayah. Data dianalisis menggunakan metode kualitatif dan kuantatif, kemudian disajikan dengan metode formal dan informal. Dengan menggunakan teori pilihan bahasa, teori Analisis ranah dan teori ragam bio linguistik diharapkan dapat ditarik generalisasi pola pemetaan keanakaragaman bahasa dan model pergeseran bahasa Bali. Model pergeseran ini sangat signifikan untuk diketahui agar sistem dan mekanisme kebertahanan, pemertanan dan pewarisan bahasa Bali baik yang dilakukan pada ranah formal maupun informal dapat dilakukan dengan maksimal dan dalam upaya juga mempertahankan diversitas kultural dengan tetap menjaga identitas etnis masyarakat multibahasa.

Kata kunci: pemetaan keananekaragaman bahasa, pergeseran bahasa, analisis ranah, ragam bio linguistik, pilihan bahasa

(2)

2 BAB I. PENDAHULUAN

Dalam konsep sosiolinguistik, perubahan bahasa, pergeseran bahasa, dan pemertahanan bahasa adalah tiga hal sangat bersinggungan dan tidak dapat dipisahkan. Perlu diketahui bahwa pergeseran bahasa ini merujuk pada pemilihan bahasa yang pada akhirnya merujuk pada perubahan acuan bahasa secara perlahan; berbeda dengan perubahan bahasa yang memerlukan proses yang cukup lama untuk dapat digolongkan sebagai sebuah perubahan, seperti contoh bahasa Inggris yang ratusan tahun lalu pada karya sastra Shakespeare lebih dikenal dengan Old English saat ini.

Dalam tahapan pergeseran bahasa yang terjadi pada komunitas yang bermigrasi, penuturnya akan mengalami tahapan bilingual bawahan dahulu, dimana kemampuan bahasa ibunya masih lebih tinggi dari bahasa lain, sebelum nantinya menuju pada tahap bilingual setara, dan akhirnya menuju pada bilingual bawahan kembali, tapi dengan posisi kemampuan bahasa ibu lebih rendah dari bahasa lain (Chaer, 2004: 144). Melihat fenomena masyarakat penutur bahasa Bali saat ini, mayoritasnya (kalangan remaja dan anak) dapat digolongkan sebagai bilingual bawah yang kemampuan bahasa Balinya tergolong lebih rendah dari bahasa Indonesia, seiring dengan besarnya pengaruh bahasa Indonesia pada tingkat pendidikan dan komunikasi antar etnis, serta semakin menurunnya kemampuan penutur bahasa Bali membedakan dan menggunakan tingkat tutur dalam bahasa Bali, yang saat ini umumnya dipahami dalam dua tingkatan (halus dan kasar) dari awalnya empat tingkat tutur yang berbeda.

Saat pergeseran bahasa terjadi, pergeseran tersebut selalu condong ke bahasa yang lebih dominan dalam sebuah kelompok penutur, karena kelompok dominan tersebut tidak perlu mempertimbangkan penggunaan bahasa minoritas. Maka dari itu, bahasa yang dominan ini dapat diasosiasikan dengan pemerolehan status dan tingkat sosial yang lebih tinggi (Holmes, 1992: 61). Pada pergeseran bahasa, terdapat dua hal yang membatasi pergeseran tersebut, antara lain adalah pembentukan bentuk

(3)

3 pergeseran yang didasari atas kemampuan bahasa penutur itu sendiri, dan bentuk-bentuk yang timbul akibat pengaruh dari kebijakan sosial komunitas penutur tersebut (Winford, 2003: 247). Pada bahasa Bali, salah satu faktor yang dapat diamati dengan jelas adalah kentalnya pengaruh fonologis bahasa Bali yang mengakibatkan pergeseran bahasa awalnya akan tetap menggunakan dialek bahasa Bali.

BAB II. STUDI PUSTAKA

Pada hasil studinya, Bramono (2012) menyimpulkan bahwa pergeseran bahasa adalah sebuah fenomena yang timbul dalam upaya pemertahanan bahasa, dimana loyalitas bahasa dari penutur memiliki peran yang sangat penting. Faktor industrialisasi dan migrasi (urbanisasi atau transmigrasi) merupakan faktor penting dalam pergeseran bahasa. Penelitian Mueller (2009) pada pergeseran bahasa di Jawa ke bahasa Indonesia mengemukakan hasil bahwa secara konkrit, pergeseran bahasa ini terjadi karena status bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang mewakilkan aspirasi segenap warga negara, meningkatnya pergerakan sosial dari lapisan masyarakat yang berusaha meraih status sosial yang lebih tinggi, dan berkembangnya kondisi bahasa komunitas-komunitas menjadi dwibahasa. Cohn (2014) juga menegaskan bahwa persoalan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional telah berkembang seiring dengan menurunnya pemertahanan bahasa-bahasa daerah. Dampak pergerakan ini akan semakin mengarahkan Indonesia ke masyarakat monolingual. Hal ini semakin mendorong pergeseran bahasa-bahasa daerah kearah bahasa Indonesia, dimana pergeseran bahasa ini terjadi oleh masing-masing penutur; mengingat berubahnya pilihan bahasa penutur tersebut bergantung dari komunitasnya masing-masing.

Abtahian (2016) mengemukakan bahwa selama penelitiannya di Indonesia, metode pendekatan pada tingkatan komunitas akan lebih bermanfaat dalam upaya mengetahui pergeseran bahasa, karena analisa pergeseran bahasa memerlukan studi lebih mendalam pada komunitas bahasa dan faktor sosial dari setiap penutur bahasa tersebut. Faktor sosial yang berlaku di Indonesia ini dibagi menjadi enam, yaitu umur, urbanisasi, indeks perkembangan, pendidikan, agama, dan gender. Faktor-faktor sosial

(4)

4 ini tidak dapat digabungkan dalam melakukan analisa, namun dapat diurutkan berdasarkan besarnya pengaruh terhadap pergeseran bahasa, mulai dari umur, gender, faktor demografi sosial (seperti desa dan kota), grup etnis, dan agama. Penelitian Masruddin (2013) pada masyarakat Wotu (Sulawesi Selatan) juga menyebutkan bahwa umur dan mobilisasi merupakan faktor utama yang mempengaruhi pergeseran bahasa. Secara sosiolinguistik, faktor kedwibahasaan dan sikap bahasa juga memiliki dampak yang besar terhadap pergeseran bahasa. Salah satu temuannya mengemukakan bahwa kasus kedwibahasaan dapat hilang begitu saja apabila orang tua salah satu penutur memutuskan untuk tidak mengajarkan dua (atau lebih) bahasa pada keturunannya atas pertimbangan kepentingan seperti ekonomi, pendidikan, mayoritas sosial, dll.

Lebih rincinya, Suzanne (2003) dan Khadidja (2013) menyebutkan bentuk pendekatan analisa text (discourse analysis) dari pergeseran bahasa adalah ditemukannya bentuk alih kode dan pinjaman (borrowing) dalam tindak tutur. Perbedaan antara alih kode dan pinjaman dalam pilihan bahasa dapat dijelaskan melalui tindak tutur, dimana alih kode mengacu pada pergeseran penuh bahasa diikuti dengan kembalinya pilihan tersebut ke bahasa semula, sedangkan pinjaman adalah proses dimana suatu unit bahasa telah terintegrasi penuh ke dalam bahasa lain (Grosjean, 2013: 18). Melihat dari penjelasan tersebut, pendekatan ragam bio linguistik yang bersifat domestikalisasi (menambahkan unit bahasa) dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk dari pinjaman yang telah berterima; jauh setelah berterimanya sebagai bentuk serapan.

Dalam konteks ini, salah satu contoh bahasa Bali yang dapat diteliti melalui pendekatan ragam bio linguistik adalah kata onda, seperti dalam kalimat ibi kija tepuk

melali negakin onda? (kemana jalan-jalan kemarin saya lihat mengendarai sepeda

motor?) Kata onda yang secara sekilas merupakan serapan dari Honda (sebuah merek sepeda motor yang cukup terkenal karena tingginya penjualan sekitar tahun 1980-1990), dapat diteliti lebih lanjut dengan mempertimbangkan bergantinya pemahaman penutur akan konsep sepeda motor, yang mengacu pula pada jarangnya penggunaan sepeda motor dan sebagai bentuk yang membedakan antara sepeda motor secara umum dengan bentuk motor lainnya. Contoh ini juga dapat mengacu pada tingginya

(5)

5 pergeseran bahasa pada tingkat tutur umum; tingkat kepara dalam bahasa Bali.

Tingkat tutur pada bahasa Bali tidak dapat dipisahkan dari perannya dalam menegaskan tingkat sosial masyarakat Bali itu sendiri. Suarjana dalam Tika dkk (2015) menegaskan bahwa stratifikasi sosial masyarakat Bali pada umumnya dibedakan menjadi dua yaitu secara tradisional dan modern. Secara tradisional, yang dimasukkan sebagai golongan atas adalah orang-orang yang berstatus tri wangsa (Brahmana, Wesia, dan Sudra). Sementara itu, yang dimasukkan dalam golongan bawah adalah wangsa jaba. Apabila ditinjau secara modern, pembagian stratifikasi masyarakat Bali dapat digolongkan kembali dalam golongan atas berupa tri wangsa dan jaba; sedangkan golongan bawah juga terdiri atas tri wangsa dan jaba. Hal ini mengacu pada fenomena bahwa secara modern kedua golongan masyarakat baik tri wangsa maupun jaba memiliki peluang yang sama untuk menempati golongan atas maupun golongan bawah. Dengan demikian, status sosial seseorang diklasifikasikan secara prgamatis; tidak semata-mata karena kelahiran atau keturunan, tetapi juga karena jabatan atau kedudukan, finansial dan yang lainnya. Persoalan pergeseran bahasa antara pemilihan bahasa Bali dengan bahasa Indonesia atau bahasa lainnya yang terjadi di Bali harus dapat dibedakan dengan pemilihan register (tingkat kesopanan), yang telah dijelaskan Suastra dkk (2016) dengan menyebutkan bahwa tingkat tutur Bahasa Bali dapat menyiratkan tingkatan sosial dari masyarakatnya. Diantara empat tingkat tuturnya; seperti basa Alus Singgih, Alus Madya, Alus Sor, dan

Kepara, penggunaan basa Alus untuk tingkat sosial masyarakat atas, kerap kali

diketahui dengan langsung bertanya informasi terkait penutur tersebut (nama, tempat tinggal, atau keluarga).

Dalam kesopanan penutur, beberapa hal yang pada umumnya dapat mempengaruhi kesopanan tersebut adalah perbedaan kekuatan (tingkat sosial), jarak, dan tingkat kepentingannya (Scollon, 2001: 52). Maka dari itu, dalam penelitian terhadap bahasa Bali yang sangat erat kaitannya dengan tingkatan bahasa, berbagai kondisi dan tingkat sosial dari penutur akan sangat mempengaruhi hasil penelitian. Seorang penutur akan lebih mudah memahami bahasa atau dialek seseorang yang mereka suka atau hormati; umumnya terjadi pada kelompok orang-orang yang berhubungan dekat (Holmes, 1992: 345). Lebih jauhnya, analisa dan pendekatan

(6)

6 melalui ragam bio linguistik terhadap pergeseran bahasa akan dapat mengungkap aspek-aspek sosial yang mempengaruhi kemampuan bahasa penutur tersebut dan selanjutnya melatar belakangi perubahan bahasa yang terjadi. Secara umum, pendekatan melalui ragam bio linguistik akan terbagi menjadi dua seiring dengan berkembangnya lingkungan komunitas penutur tersebut, yaitu penambahan unit bahasa tertentu dan bergesernya; atau bahkan menghilangnya unit bahasa tertentu secara perlahan.

Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan terdahulu berkaitan dengan fenomena kontak bahasa dan perkembangan bahasa pada daerah daerah yang heterogen.

Peta jalan penelitian (roadmap penelitian) adalah sebagaimana bagan berikut.

BAB III. METODE PENELITIAN Kajian

Sekarang

Suastra, dkk (2016) Sikap Bahasa Penutur Sasak dan Sumbawa di Bali Tika, dkk (2015) Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan Sumbawa

Malini (2011)- Pemertahanan Bahasa Ibu pada Generasi Muda di Bali

P EN EL ITIAN SEBEL U M N YA

Untuk mengetahui dan menganalisis 1) tingkatan pergeseran bahasa Bali dari ragam bio linguistik dan 2) aspek sosial dan budaya terhadap pergeseran bahasa Bali. 1. T U J U A N L U A R A N N

Dihasilkannya publikasi dalam artikel nasional terakreditasi

(7)

7 Penelitian ini menggunakan metode gabungan dari penelitian kualitatif dan kuantitatif. Data utama diperoleh melalui proses wawancara dan mencatat. Metode penelitian ini meliputi proses pengumpulan data (beserta transkripsi data apabila diperlukan) dan analisa data.

Penelitian ini berdasarkan filosofi fenomenologis. Paradigma ini mengarahkan alur penelitian pada sebuah pendekatan yang kualitatif. Perolehan data penggunaan bahasa setiap penduduk tidak dapat diperoleh secara langsung, karena kegunaan data yang tidak cukup signifikan bagi pusat data di daerah. Maka dari itu, penelitian akan merujuk pada daerah-daerah asal penutur, dengan mempertimbangkan bahasa ibu di daerah asal tersebut. Hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian ini adalah sebagai berikut.

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Denpasar yang terbagi atas empat wilayah, yaitu Denpasar Timur, Barat, Utara, dan Selatan. Tempat-tempat yang disasar akan lebih didasarkan pada intensitas interaksi multibahasa, utamanya pemukiman penduduk-penduduk pendatang. Pemilihan ini didasarkan pada adanya kemungkinan penggunaan bahasa Bali antar penutur pendatang untuk memungkinkan diperolehnya data yang heterogen, namun secara karakteristik tergolong homogen.

3.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian

Jenis data dalam penelitian ini adalah data lisan dan tulisan. Data primer penelitian ini yaitu kemampuan, pemilihan, dan pemertahanan bahasa yang digunakan oleh penutur bahasa etnis pendatang di Denpasar. Data ini akan diklasifikasikan berdasarkan tiga ruang lingkup tersebut dan berdasarkan lokasi pemerolehan data. Jumlah responden adalah sebanyak 50 orang untuk setiap wilayah, dengan total 200 responden. Data yang diambil dari responden adalah data lisan mengenai sikap penggunaan bahasa Bali dan data tulisan terhadap kemampuan bahasanya untuk memperoleh contoh langsung pergeseran bahasa dari sudut pandang ragam bio linguistik. Data sekunder penelitian ini adalah a) hasil survei sosiolinguistik dan b)

(8)

8 informasi mengenai situasi kebahasaan, kebudayaan dan tradisi masyarakat Bali saat ini.

3.3 Instrumen Penelitian

Untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian diperlukan beberapa instrumen, yang terdiri dari instrumen utama dan instrumen tambahan. Instrumen utama dari penelitian ini adalah peneliti, dimana hal ini akan memungkinkan metode partisipasi dalam observasi. Untuk menjaga validitas dan relibilitas data dan agar penelitian berjalan pada jalur yang sesuai dengan tujuan, sebagai bahan triangulasi digunakan beberapa alat pengumpul data dan sebagai instrumen tambahan digunakan kuesioner survei linguistik. Daftar pertanyaan disusun dengan membuat pertanyaan yang khusus, kongkret, dan sesuai dengan konteks. Sumber-sumber pertanyaan tersebut dimodifikasi dan disesuaikan dengan kepentingan penelitian ini.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Keragaman Etnis (Bio-Cultural Diversity) di Denpasar

Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Denpasar (https://denpasarkota.bps.go.id/), data diklasifikasikan dalam jumlah populitas, agama, dan desa/banjar di Denpasar. Berdasarkan jumlah populasi, angka tertinggi ditunjukkan oleh Sesetan pada Denpasar Selatan, Sumerta Klod pada Denpasar Timur, Pemecutan Klod pada Denpasar Barat, dan Ubung Kaja pada Denpasar Utara. Lebih lanjut, data berdasarkan agama menunjukkan diversitas pemeluk agama tertinggi pada Denpasar Selatan dan Denpasar Barat. Menurut jumlah desa/banjar, jumlah desa adat paling rendah terdapat pada Padangsambian, sedangkan jumlah banjar adat paling rendah terdapat pada Dauh Puri Kaja. Tabel-tabel berikut adalah rangkuman data dari BPS Denpasar:

(9)

9

Tabel 1. Data BPS Populasi Denpasar

(10)

10

Tabel 3. Data BPS Jumlah Banjar di Denpasar

Secara umum, jumlah penduduk dapat dikaitkan dengan jumlah pemeluk agama untuk memperoleh gambaran awal mengenai persebaran etnis. Lebih lanjutnya, jumlah Banjar dan Desa adat maupun dinas di suatu kecamatan dapat mempengaruhi perkembangan etnis tersebut. Dengan mengaitkan ketiga tabel tersebut, gambaran awal mengenai tingginya keragaman etnis di setiap kecamatan mengarah pada tiga fokus penelitian yaitu: (1) tingginya jumlah penduduk pada Sesetan, Sumerta Klod, Pemecutan Klod, dan Ubung Kaja; (2) Tingginya kemungkinan keragaman etnis di Denpasar Barat dan Selatan; dan (3) Tingginya kemungkinan perkembangan etnis di daerah Dauh Puri Kaja.

Namun setelah meneliti lebih lanjut, data di lapangan menunjukkan hasil yang lebih terperinci menurut jumlah pendatang. Berdasarkan data yang didapatkan dari kantor Camat seluruh Denpasar, Desa yang memiliki jumlah pendatang tertinggi adalah Kesiman Kertalangu untuk wilayah Denpasar Timur, Padangsambian Kaja untuk Denpasar Barat, Sesetan untuk Denpasar Selatan, dan Ubung Kaja untuk wilayah Denpasar Utara. Melalui proses analisa data di masing-masing kantor camat tersebut, perbandingan jumlah penduduk dan pendatang dapat dilihat pada tabel berikut:

(11)

11 IV.1.1. Denpasar Timur

Secara geografis, Denpasar Timur berbatasan dengan desa Batubulan, kecamatan Sukawati, kabupaten Gianyar. Kondisi ini menunjukkan adanya penduduk pendatang dan pengaruh dari budaya dan bahasa penutur daerah lain ataupun bahasa Bali dari wilayah Gianyar. Menurut keragaman etnis dan bahasanya, jumlah pendatang menandakan tingginya frekwensi interaksi antar etnis. Dampak yang dapat terlihat adalah tingginya jumlah pendatang pada desa yang berbatasan dengan kabupaten Gianyar; yaitu desa Kesiman Kertalangu, seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini.

TOTAL

L P L+P L P L+P

1 Dangin Puri Kelod 9306 8854 18160 2 3 5 18165

2 Sumerta Kauh 3482 2954 6436 1 1 2 6438 3 Kel. Kesiman 5078 4823 9901 9 7 16 9917 4 Kesiman Petilan 4374 3734 8108 0 0 0 8108 5 Kesiman Kertlangu 7576 6557 14133 32 28 60 14193 6 Kel. Sumerta 3880 3558 7438 0 0 0 7438 7 Sumerta Kaja 3712 3637 7349 0 0 0 7349 8 Sumerta Kelod 6737 5775 12512 0 0 0 12512 9 Kel. Dangin Puri 3412 3366 6778 3 7 10 6788 10 Kel. Penatih 4895 4794 9689 3 0 3 9692 11 Penatih Dangin Puri 2988 2873 5861 9 9 18 5879

Jumlah 55440 50925 106365 59 55 114 106479

No. Desa/Kelurahan Penduduk Awal Penduduk Pendatang

Tabel 4. Jumlah Penduduk Denpasar Timur

Sesuai dengan data yang telah diperoleh di lapangan, diketahui bahwa titik pertemuan etnis yang terlihat dari banyaknya jumlah pendatang di desa Kesiman Kertalangu, terdapat pada dusun Tohpati. Dari 50 responden yang digunakan, jumlah etnis yang tersebar menunjukkan bahwa lebih dari 50% mayoritas etnis pendatang adalah dari etnis Jawa. Pemetaan lebih lanjut di lapangan mengungkapkan bahwa sebanyak 3% dari total responden dilibatkan kedalam keragaman bahasa karena responden yang bersangkutan tidak lahir di Bali, dan telah lama bermukim di luar Bali, sehingga menemui kesulitan dalam penggunaan Bahasa Bali.

(12)

12 Beberapa pemetaan lebih lanjut yang dapat mempengaruhi keragaman bahasa pada lingkungan ini adalah keragaman pekerjaan yang digeluti, dimana jumlah setara berkisar 30% digeluti pada lapangan pekerjaan swasta, wiraswasta, dan pekerjaan lainnya. Seiring dengan meratanya lapangan pekerjaan ini, kisaran usia responden adalah dominan diatas 31 tahun. Hasil ini berdampak pada keberadaan bahasa Bali sebagai bahasa mayoritas di Denpasar, yaitu banyaknya angka dari responden yang memilih tidak mempelajari bahasa Bali. Sebanyak 74% dari responden yang memilih untuk tidak mempelajari bahasa Bali ini merupakan hubungan yang menunjukkan rendahnya kemungkinan tingkat perubahan bahasa pada rentang umur tertentu.

IV.1.2. Denpasar Barat

Denpasar Barat berbatasan dengan kecamatan Kuta Utara, kabupaten Badung. Kondisi ini menunjukkan adanya penduduk pendatang dan pengaruh dari budaya dan bahasa penutur daerah lain ataupun bahasa Bali dari wilayah Kuta. Melalui data serupa yang didapatkan pada Denpasar Barat, dimana desa Padangsambian Kaja yang berbatasan dengan Kuta memiliki jumlah pendatang yang tinggi, dapat merujuk pada asumsi dimana pendatang tetap memilih daerah perbatasan untuk mempermudah akses dari pusat kota dan daerah-daerah yang berpotensi memiliki lapangan pekerjaan yang terjamin. Pengaruh ini menandakan adanya hubungan antara daerah pemukiman yang luas dan potensi lapangan pekerjaan bagi persebaran etnis dan bahasanya. Secara lengkap, data penduduk pendatang pada Denpasar Barat tercatat sebagai berikut.

(13)

13

TOTAL

L P L+P L P L+P

1 Kelurahan Dauh Puri 5239 5013 10252 9 6 15 10267 2 Desa Dauh Puri Kangin 1918 1907 3825 4 3 7 3832 3 Desa Dauh Puri Klod 7590 6881 14471 5 2 7 14478 4 Desa Dauh Puri Kauh 8896 8214 17110 5 7 12 17122 5 Kelurahan Pemecutan 9593 9395 18988 5 8 13 19001 6 Desa Pemecutan Klod 18143 17044 35187 5 12 17 35204 7 Kelurahan Padangsambian 11191 10999 22190 0 0 0 22190 8 Desa Padangsambian Kaja 6367 6377 12744 5 15 20 12764 9 Desa Padangsambian Klod 10621 10538 21159 3 9 12 21171 10 Desa Tegal Kerta 7821 7594 15415 2 1 3 15418 11 Desa Tegal Harum 5374 5054 10428 2 3 5 10433

Jumlah 92753 89016 181769 45 66 111 181880

No. Desa/Kelurahan Penduduk Awal Penduduk Pendatang

Tabel 5. Jumlah Penduduk Denpasar Barat

Merujuk pada perolehan data di desa Padangsambian Kaja, tingkat pertemuan etnis tertinggi terdapat pada wilayah kompleks Swamandala dan lingkungan seputaran jalan Kebo Iwa. Pada lingkungan tersebut, walaupun mayoritas etnis terbesar sebesar 76% tetap etnis Jawa, namun terdapat pemerataan 5% masing-masing etnis Sunda dan Sasak, serta 10% etnis lainnya. Pemerataan ini menunjukkan tingginya keberterimaan etnis pendatang di masyarakat lingkungan ini.

Berdasarkan kondisi lingkungan dan potensi lapangan pekerjaan pada lingkungan Padangsambian Kaja, terdapat 22% tingkat usia responden antara 19-20 tahun dan antara 25-26 tahun. Angka ini mendukung tingginya angka lapangan pekerjaan swasta, yang bertumpu pada pariwisata. Sebanyak 68% pekerjaan swasta yang digeluti oleh responden juga menjelaskan tingginya mayoritas pemilihan bahasa; 60% lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari mereka. Hasil ini menjelaskan tingginya pemertahanan bahasa Indonesia, dimana 84% memilih tidak mempelajari bahasa Bali walaupun bahasa ini adalah bahasa mayoritas. Selain itu, hasil ini juga merupakan angka tertinggi dari rendahnya pengaruh terhadap bahasa mayoritas apabila dibandingkan dengan kecamatan lain. Maka dari itu, lapangan pekerjaan dapat berdampak besar pada pergeseran bahasa, dimana bahasa

(14)

14 mayoritas daerah tertentu pun dapat dikesampingkan selama bahasa lain dapat membantu komunikasi pada situasi kerja.

IV.1.3. Denpasar Selatan

Menurut lokasi, Denpasar Selatan juga berbatasan dengan kecamatan Kuta Utara, kabupaten Badung. Namun wilayah Denpasar Selatan merupakan kecamatan terluas di Denpasar yang mencakup pulau Serangan dan beberapa lokasi-lokasi penting yang mencakup wilayah perkantoran pemerintahan kota, wilayah pemukiman yang berperan besar terhadap penduduk pendatang, dan besarnya potensi lapangan pekerjaan pada desa-desa seperti Renon, Sanur, atau Panjer. Berdasarkan pengamatan awal mengenai hubungan daerah pemukiman dengan potensi lapangan pekerjaan, tingginya penduduk pendatang ditunjukkan pada desa Sesetan yang memiliki akses termudah sebagai jalan utama yang menghubungkan semua desa-desa lainnya. Asumsi ini mengacu pada data penduduk pendatang Denpasar Selatan dibawah ini.

TOTAL L P L+P L P L+P 1 Kelurahan Sanur 4774 4347 9121 2 5 8 9129 2 Kelurahan Renon 5389 5595 10984 9 9 18 11002 3 Kelurahan Panjer 10163 9701 19864 12 10 22 19886 4 Kelurahan Sesetan 14397 14060 28457 21 25 46 28503 5 Kelurahan Pedungan 11300 11388 22688 8 11 19 22707 6 Kelurahan Serangan 1937 1886 3823 0 1 1 3824 7 Desa Sanur Kaja 4120 3773 7893 0 0 0 7893 8 Desa Sanur Kauh 3969 3487 7456 0 0 0 7456 9 Desa Sidakarya 3467 7350 7112 14 16 30 7142 10 Desa Pemogan 11057 10952 22009 25 19 44 22053

Jumlah 70573 72539 139407 91 96 188 139595

Penduduk Awal Penduduk Pendatang No. Desa/Kelurahan

Tabel 6. Jumlah Penduduk Denpasar Selatan

Data tingginya pendatang pada desa Sesetan yang semakin diperuncing untuk pemerolehan keragaman etnis terdapat pada tiga titik, yaitu lingkungan Pegok, perumahan jalan raya Sesetan, Gumuk Sari. Berbeda dengan kecamatan lain di Denpasar, etnis yang tersebar disini adalah 50% etnis Jawa dan sejumlah 47%

(15)

etnis-15 etnis lain selain daripada etnis Sunda atau Sasak. Jumlah ini menunjukkan tingginya keragaman, dimana dampak langsung terhadap bahasa Bali tidak langsung dimunculkan oleh mayoritas penutur pendatang, yang dalam hal ini adalah etnis Jawa.

Pemetaan etnis yang cukup seimbang tersebut berdampak pada toleransi bahasa yang tinggi di lokasi tersebut. Walaupun 40% responden berumur 31 tahun keatas dan 64% bekerja pada lapangan pekerjaan swasta, hanya 20% dari total responden yang memilih tidak mempelajari bahasa Bali. Proses pemerolehan bahasa yang sebanyak 87% dilalui pada percakapan sehari-hari tidak akan langsung menandakan pilihan bahasa mereka, karena pada kenyataannya 80% responden masih menggunakan bahasa Indonesia untuk percakapan sehari-hari. Maka dari itu, toleransi bahasa dalam ruang lingkup konteks ini mengacu pada pengetahuan pasif terhadap bahasa tersebut.

IV.1.4. Denpasar Utara

Secara geografis, Denpasar Utara berbatasan dengan kecamatan Abiansemal, kabupaten Badung. Dalam hal ini, pengamatan terhadap data di lapangan kembali diperjelas dengan tingginya jumlah pendatang pada desa Ubung Kaja. Ubung Kaja yang dalam hal ini adalah perbatasan antara Denpasar dengan daerah-daerah Bali Barat seperti Tabanan dan Buleleng. Lebih lanjutnya desa Ubung memiliki terminal yang secara langsung dapat menghubungkan perjalanan antar daerah ini. Didukung dengan luasnya desa yang masih memungkinkan daerah pemukiman, desa ini merupakan contoh lain dimana tingginya penduduk pendatang dari berbagai etnis di daerah perbatasan dapat dijelaskan dengan hubungan antara kemungkinan pemukiman dengan potensi lapangan pekerjaan. Secara detail, jumlah penduduk di Denpasar Utara ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

(16)

16

TOTAL

L P L+P L P L+P

1 Desa Pemecutan Kaja 11129 11270 22399 3 6 9 22408 2 Desa Dauh Puri Kaja 9956 9421 19377 4 5 9 19386 3 Desa Ubung Kaja 7391 7162 14553 10 12 22 14575 4 Kelurahan Ubung 4928 2898 7826 3 6 9 7835 5 Kelurahan Peguyangan 6280 5881 12161 6 9 15 12176 6 Desa Peguyangan Kaja 2867 2786 5653 6 2 8 5661 7 Desa Peguyangan Kangin 7961 7860 15821 0 0 0 15821 8 Kelurahan Tonja 7751 7401 15152 4 12 16 15168 9 Desa Dangin Puri Kauh 3612 3479 7091 3 4 7 7098 10 Desa Dangin Puri Kaja 5757 4816 10573 0 0 0 10573 11 Desa Dangin Puri Kangin 3960 3818 7778 10 1 11 7789

Jumlah 71592 66792 138384 49 57 106 138490

Penduduk Awal Penduduk Pendatang No. Desa/Kelurahan

Tabel 7. Jumlah Penduduk Denpasar Utara

Pada desa Ubung Kaja, tingkat pertemuan etnis tertinggi merujuk pada daerah sekitar jalan Kelapa Muda, dusun Pemangkalan. Pada lingkungan ini, data yang didapatkan adalah tingginya mayoritas etnis Jawa sebagai pendatang, yang mana menyiratkan pengaruh yang bertolak belakang dengan pemetaan pada desa Sesetan. Sebanyak 90% etnis Jawa sebagai pendatang pada Ubung Kaja ini tentunya akan membawa dampak langsung terhadap pergeseran bahasa Bali kedepannya.

Tingginya mayoritas etnis Jawa sebagai pendatang ini membawa dampak langsung terhadap bahasa yang digunakan dalam tuturan sehari-hari, dimana 42% responden; yang merupakan jumlah tertinggi dibandingkan kecamatan lainnya; menggunakan bahasa daerah asalnya masing-masing. Pada konteks ini pula, tidak ditemukan penggunaan bahasa Bali sama sekali; dimana pada kecamatan lain, sedikitnya 4% akan sesekali menggunakan bahasa Bali sebagai pengaruh dari interaksi terhadap mayoritas penutur bahasa Bali. Jumlah pelajar SMP/SMA dan mahasiswa sebanyak 22% dan 6% dari keseluruhan responden; yang juga merupakan angka tertinggi dibandingkan kecamatan lain; berdampak pada keharusan pembelajaran bahasa Bali, dimana 55% melalui proses pembelajaran bahasa Bali ini di bangku sekolah.

(17)

17 IV. 2. Faktor – faktor yang mempengaruhi Pergeseran Bahasa Bali

Pemetaan data yang dilakukan dapat digunakan sebagai tolak ukur pergeseran bahasa Bali menurut kondisi keragaman bahasa yang dimiliki pendatang, dengan menggunakan hasil analisa dari sikap, pemilihan, pemertahanan, dan penggunaan bahasa. Menurut data yang didapatkan pada setiap kecamatan tersebut, setelah digabungkan, jumlah penduduk pendatang tertinggi adalah pada desa Kesiman Kertalangu, Padangsambian Kaja, Sesetan, dan Ubung Kaja. Jumlah pendatang masing-masing desa terlihat sebagai berikut.

Kesiman Kertalangu Padangsambian Kaja Sesetan Ubung Kaja

Bagan 1. Jumlah Pendatang di tiap Camat di Denpasar dan Peta Wilayah

Hubungan yang dapat dilihat dari peta wilayah dan angka tersebut, adalah selain dipengaruhi oleh luasnya wilayah, tingginya keragaman etnis ditentukan oleh posisi wilayah tersebut, yang dalam hal ini Denpasar Timur dan Selatan terletak di wilayah pinggiran Bali. Data yang ditemukan pada respon dari setiap desa menunjukkan bahwa walaupun data etnis pendatang mayoritas adalah etnis Jawa, namun lebih dari 80% responden dapat mengatakan langsung bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang mereka kuasai; tidak serta merta mengatakan menguasai bahasa Jawa sebagai identitas etnisnya. Dalam pengaruh terhadap pemertahanan dan pergeseran bahasa, sekitar 22%-51% menyebutkan berniat menguasai bahasa Bali. Hubungan yang dapat dilihat dari hasil tersebut adalah besarnya pengaruh etnis mayoritas global terhadap sikap bahasa yang lebih berdampak walaupun dalam ruang lingkup kelompok-kelompok masyarakat yang didominasi oleh etnis lain. Di lain hal,

(18)

18 pergeseran bahasa terjadi pada hasil yang sama, dimana potensi lapangan kerja dapat lebih berdampak pada pemilihan bahasa; sebagai contoh, pada Padangsambian Kaja, 48% dari responden mengatakan ingin menguasai bahasa asing (bahasa Inggris) yang akan membantu dalam perolehan lapangan kerja di bidang pariwisata.

Seiring dengan sikap bahasa yang menunjukkan besarnya pengaruh bahasa Bali sebagai bahasa mayoritas, hasil dari responden menunjukkan bahwa posisi bahasa Indonesia tetap dipandang sebagai bahasa yang paling bermanfaat untuk digunakan. Hal ini terbukti dari menguatnya angka hasil responden, bergantung dari ruang lingkup masyarakatnya; seperti dalam konteks daerah asal, hasil yang didapatkan adalah berkisar 50% pada setiap desa, lalu meningkat menjadi 65% di Denpasar, 80% di Bali, dan akhirnya diatas 90% pada daerah manapun di Indonesia. Hasil ini didukung oleh tingginya penggunaan bahasa Indonesia yang didapatkan pada ranah tertentu; seperti ranah komunikasi keluarga (40%-50%) dan saat berdoa (64%-68%), dimana kedua ranah tersebut memiliki pengaruh kuat yang seharusnya dapat mencerminkan pemilihan bahasa sebagai karakter etnis dari penutur tersebut.

Tanggapan lebih lanjut terhadap penggunaan bahasa yang dilihat dari sikap bahasa penutur pendatang adalah hasil responden dimana terdapat 18%-34% bahasa Indonesia yang masih terlihat digunakan oleh orang Bali, dan meningkat menjadi 50%-76% pemakaian bahasa Indonesia apabila dilihat dari bahasa yang digunakan di Denpasar. Besarnya tingkat kegunaan bahasa Indonesia di Denpasar; dimana lebih dari 80% sangat menyetujui hal tersebut, memiliki dampak terhadap pergeseran bahasa Bali sebagai bahasa mayoritas di Denpasar, yang terlihat dari kisaran 50% yang beranggapan bahasa Bali cukup berguna untuk digunakan.

Melalui hasil yang didapatkan terhadap sikap dan pemilihan bahasa secara lebih spesifik, bahasa yang digunakan saat terjadi komunikasi antar etnis antara masyarakat pendatang dan masyarakat Bali secara mayoritas adalah bahasa Bali (8%-36%) atau bahasa Indonesia (54%-94%). Terlepas dari pengaruh konteks penggunaan; dimana Denpasar Selatan (Padangsambian Kaja) selalu memiliki angka yang tinggi untuk penggunaan bahasa Indonesia, sebagai dampak dari kondisi dan potensi pariwisata; perbandingan hasil ini kembali meningkat seiring luasnya ruang lingkup

(19)

19 interaksi bahasa tersebut, yaitu angka terbesar pemilihan penggunaan bahasa Bali terjadi di Denpasar. Dalam konteks yang berbeda, angka yang didapatkan dari pemilihan bahasa oleh etnis pendatang ini adalah 22%-56% untuk bahasa Jawa (karena dalam hal ini, etnis Jawa adalah mayoritas pendatang) dan 10%-74% untuk bahasa Indonesia. Perbedaan hasil dari pemilihan bahasa ini dapat mencerminkan potenis besar kearah pergeseran bahasa, dimana bahasa Jawa terlihat lebih dapat berimbang dengan bahasa Indonesia apabila dibandingkan dengan keadaan bahasa Bali terhadap bahasa Indonesia.

Pemertahanan bahasa Bali dapat tercermin dari beberapa konteks, salah satunya seperti pada lapangan pekerjaan yang tidak sampai setengah (hanya 32%-44%) mengatakan perlu fasih dalam berbahasa Bali. Walaupun jumlah ini meningkat sampai 56% apabila dilihat dari perlunya kemampuan berbahasa Bali secara umum, namun hanya berkisar 20% yang beranggapan benar-benar perlu. Sudut pandang lain yang mendukung faktor pemertahanan bahasa Bali terlihat dari pengetahuan masyarakat pendatang terhadap bahasa ini. Hasil yang bervariasi ditemukan dari pengetahuan terhadap intonasi dan logat dalam bahasa Bali, yang mana hanya 12% benar-benar mengetahui perbedaannya. Respon ini juga sejalan dengan pengetahuan mereka terhadap tingkat kesopanan dan kemampuan mempertahankan alur percakapan, dimana sampai 60% mengatakan tidak mengetahui perbedaan kesopanan tersebut dan tidak tahu cara menjaga alur percakapan (flow of communication) dalam bahasa Bali. Seiring dengan hasil ini, sikap terhadap bahasa Bali masih tergolong baik karena sampai dengan 64% setuju bahwa mereka ingin mempelajari ketiga hal tersebut. Selain itu, sampai dengan 76% mengupayakan akan menjadikan bahasa Bali sebagai bahasa kedua untuk digunakan di Denpasar.

Beberapa hal mendasar lainnya mengenai pengetahuan terhadap bahasa Bali, meliputi istilah, kosa kata, tata bahasa, pelafalan, dan tingkat tutur dapat dilihat secara lebih rinci, dimana pengetahuan terhadap istilah masih cenderung tinggi sampai dengan 60% dari responden, dan hasil yang cukup tinggi pada pengetahuan tingkat tutur sampai dengan 52%. Di lain sisi, hasil yang didapatkan saat menanyakan contoh yang lebih nyata pada kosa kata, tata bahasa, dan pelafalan, sampai dengan 82%

(20)

20 responden mengatakan tidak mengetahui perbedaan dalam penggunaannya. Maka dari itu, pengetahuan terhadap bahasa Bali dapat digambarkan sebagai konsep yang masih umum dan abstrak dalam benak penutur bahasa lainnya di ruang lingkup masyarakat multibahasa.

Dalam segi keragaman bahasa, lebih dari 50% mengetahui bahwa bahasa Bali memang memiliki keragaman dalam bentuk. Namun apabila dilihat lebih mendalam dalam perbandingannya terhadap bahasa Bali secara umum, perbandingan terhadap bahasa Bali yang sekiranya dapat mereka gunakan, serta perbandingan bahasa Bali yang digunakan di Denpasar dengan bahasa Bali pada umumnya, sampai dengan 68% mengatakan tidak tahu apakah terdapat kesamaan atau tidak. Sebanyak 50% mengatakan bahwa bahasa Bali yang digunakan di Denpasar adalah sama baiknya dengan bahasa Bali yang digunakan oleh penutur dari daerah lain di Bali. Hasil ini juga didukung dengan minimnya kesadaran mengenai bahasa Bali sebagai bahasa mayoritas di Denpasar, dimana sampai 76% tidak mengetahui posisi mayoritas tersebut apabila dibandingkan dengan bahasa daerah lain di Denpasar maupun apabila dibandingkan dengan bahasa Bali yang digunakan di daerah lain.

Secara umum, berdasarkan hasil-hasil diatas, sikap terhadap bahasa Bali di Denpasar masih dapat digolongkan baik. Namun pergeseran bahasa Bali ini sendiri sudah dapat terlihat melalui pemilihan bahasa yang cenderung mengarah ke bahasa etnis Jawa atau bahasa Indonesia, pemertahanan bahasa Bali yang kurang baik dengan adanya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, dan penggunaan bahasa Indonesia yang dapat berterima dalam sebagian besar konteks interaksi bahasa. Ketiga hal ini adalah faktor-faktor utama yang mampu mempengaruhi pergeseran bahasa Bali di Denpasar secara perlahan dan menyeluruh.

V. Kesimpulan dan Saran

Pemetaan keragaman bahasa merupakan metode pendekatan yang sangat berguna dalam perolehan data pergeseran bahasa, melihat dari kecenderungan hasil yang subyektif apabila penelitian bahasa dilakukan terhadap penutur bahasa itu

(21)

21 sendiri. Selain dampak yang ditimbulkan dari hubungan keragaman dan kondisi pemertahanan bahasa, aspek-aspek sosial budaya dapat membawa pengaruh yang kuat terhadap sikap bahasa yang diawali dengan pemilihan bahasa, yang selanjutnya mengarah pada proses pergeseran bahasa. Di Denpasar, hasil yang didapatkan dari pemetaan ini adalah hubungan bahasa Bali, Jawa, dan Indonesia yang mendorong pergeseran bahasa kearah bahasa mayoritas. Keberadaan bahasa mayoritas ini harus dapat dilihat dari konteks tingginya penggunaan bahasa tersebut dan kecenderungan sikap bahasa yang didasari dari kepentingan setiap individu penutur bahasa tersebut.

Penelitian lebih lanjut hendaknya dapat mengoptimalkan pemetaan keragaman bahasa ini untuk menggunakan pergeseran bahasa sebagai tolak ukur untuk mengungkap proses kehilangan bahasa (language loss) yang terjadi secara perlahan pada penutur bahasa Bali.

Daftar Pustaka

Abtahian, Maya R, et al.2016. Methods for Modeling Social Factors in Language

Shift. University of Pennsylvania: Penn Libraries. http://repository.upenn.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1922&context=pwpl

Bramono, Nurdin & Mifta Rahman. 2012. Pergeseran dan Pemertahanan Bahasa.

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=116515&val=5319

Chaer, Abdul. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta

Chon, Abigail C & Maya Ravindranath. 2014. Local Languages in Indonesia:

Language Maintenance or Language Shift? Masyarakat Linguistik Indonesia:

Volume 32, No.2. http://www.linguistik-indonesia.org/images/files/2.pdf

Cole, Michael and Sylvia Scribner. 1974. Culture and Thought. New York: John Wiley and Sons, Inc

(22)

22 Croft, William. 2003. Social Evolution and Language Change. University of

Manchester. https://www.unm.edu/~wcroft/Papers/SocLing.pdf

Fasold, R. 1984. The Sociolinguistics of Society. Oxford: Basil Blackwell

Fishman, J. A. (ed). 1968. Readings in the Sociology of Language. The Hague; Mouton

Givon, Talmy. 2002. Bio-Linguistics. Linguistics: an Interdisciplinary Journal of the Language Sciences. docenti2.unior.it/doc_db/doc_obj_18094_01-02-2011_4d47fd1057de9.doc

Grosjean, F. 1982. Life with Two Languages: An Introduction to Bilingualism. England: Harvard University Press.

Grosjean, Francois & Ping Li. 2013. The Psycholinguistics of Bilingualism. Oxford: Willey-Blackwell

Holmes, Janet. 1992. An Introduction to Sociolinguistics. London: Longman

Jendra, I Wayan. 2007. Sosiolinguistik: Teori dan Penerapannya. Surabaya: Penerbit Paramita

Kangas, Tove Skutnabb. 2004. On Biolinguistics Diversity - Linking Language,

Culture, and (Tradtional) Ecological Knowledge. Interdisciplinary seminar At

the Limits of Language. www.helsinki.fi/hyy/skv/v/Sk-Kangas_Madrid_March_2004_paper.doc

Khadidja, Ait Habbouche. 2013. Language Maintenance and Language Shift among

Kabyle Speakers in Arabic Speaking Communities. Algeria: University of

Oran. theses.univ-oran1.dz/document/TH3963.pdf

Kovecses, Zoltan.2006. Language, Mind, and Culture. Oxford: Oxford University Press

Malini, Ni Luh Nyoman Seri. 2011. Dinamika Bahasa Bali di Daerah Transmigran di

(23)

23 Manzini, Rita and Leonardo Savoia. 2007. (Bio)linguistics Diversity. Biolinguistics: Language Evolution and Variation. Università degli Studi di Firenze. http://www.biolinguistics.uqam.ca/venice2007/Manzini_Savoia.pdf

Masruddin. 2013. Influenced Factors towards the Language Shift Phenomenon of

Wotunese. Kajian Linguistik dan Sastra: Vol 25, NO.2.

https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/7438/5%20-%20Masruddin.pdf?sequence=1

Mueller, Franz. 2009. Language Shift on Java. The Linguistic Association of Canada

and the United States: Lacus Forum 34.

www.lacus.org/volumes/34/215_mueller_f.pdf

Scollon, Ron and Suzanne Wong Scollon. 2001. Intercultural Communication. Oxford: Blackwell Publisher

Suastra, I Made dkk. 2016. Sikap Bahasa Penutur Sasak dan Sumbawa di Bali. Penelitian Grup Riset Hibah PNBP Universitas Udayana

Tika, I Ketut dkk. 2015. Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak,

dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik pada Rumpun Bahasa Bagian Timur Melayu-Polinesia Barat. Penelitian Grup Riset Hibah PNBP Universitas

Udayana

Wardhaugh, Ronald. 1986. An Introduction to Sociolinguistics. Oxford: Basil Blackwell

Wertheim, Suzanne. 2003. Linguistic Purism, Language Shift, and Contact-induced

Change in Tatar. Berkeley: University of California. http://escholarship.org/uc/item/3x61t12t#page-1

Winford, Donald. 2003. An Introduction to Contact Linguistics. Oxford: Blackwell Publishing

Gambar

Tabel 2. Data BPS Pemeluk Agama di Denpasar
Tabel 4. Jumlah Penduduk Denpasar Timur
Tabel 5. Jumlah Penduduk Denpasar Barat
Tabel 6. Jumlah Penduduk Denpasar Selatan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Orang Kelantan, walau pun yang berkelulusan PhD dari universiti di Eropah (dengan biasiswa Kerajaan Persekutuan) dan menjawat jawatan tinggi di Kementerian atau di Institusi

Zat ini diklasifikasikan sebagai sama berbahayanya dengan debu mudah terbakar oleh Standar Komunikasi Bahaya OSHA 2012 Amerika Serikat (29 CFR 1910.1200) dan Peraturan Produk

Penggunaan daun gamal (Gliricidia sapium), guna mempercepat kematangan buah pisang Raja Sere dan Emas yang dilakukan Yulianingsih dan Dasuki (1989), menyatakan bahwa daun gamal

Sebagai perbandingan bangunan fasilitas cottage, ada beberapa kawasan wisata dengan fasilitas akomodasinya yang memanfaatkan lingkungan sekitarnya sehingga fasilitas wisata

Field research adalah sumber data yang diperoleh dari lapangan penelitian yaitu mencari data terjun langsung ke obyek penelitian untuk memperoleh data yang kongret

Metode yang digunakan untuk steganografi dalam penelitian adalah Low Bit Encoding dengan enkripsi

kesesuaian tindakan aktor yang terlibat. • Yang menunjukkan bahwa lebih berpengaruh dibandingkan variabel lainnya, yang mana menunjukkan besarnya kekuatan masyarakat dalam

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel independen yang merupakan komponen fraud triangle terhadap kecurangan laporan keuangan (financial statement